jangkar edisi 5

4
J ANGKA R 1 Buruh Migran Indonesia (BMI) Hong Kong ketika sedang berkumpul di Victoria Park Kenaikan HK$ 100 Tak Cukup G e l a r a N Redaksi J ANGKA R Penanggungjawab: Presidium Sekar Bumi, Koordinator: Rubi Setiadinanti, Redaksi: Etik Juwita, Yukee Muchtar, Anggie Camat, Dokumentasi: Yukee Muchtar, Fotografer: Anan Telepon : (852) 95858513, 9769 2569 Alamat Redaksi : Wanchai, Hong Kong, Alamat Email: [email protected], [email protected] Terbit Setiap Bulan Diterbitkan Oleh Sekar Bumi Hong Kong J ANGKA R Media Alternatif Buruh Migran Indonesia Buletin Bulanan Vol. I No. 5, Juli 2008 Website : http://sekarbumihk.multiply.com & http://sekarbumihk.blogspot.com P EMERINTAH Hong Kong kembali menaikkan gaji pekerja rumah tangga asing sebesar HK$100. Keputusan ini efektif berlaku untuk kontrak kerja yang ditandatangani pada dan setelah tanggal 10 Juli 2008. Sehingga gaji yang akan diterima berubah dari HK$3480 menjadi HK$3580 per bulan. Namun keputusan ini tak sepenuhnya disambut gembira para buruh migran Indonesia yang bekerja di sektor rumah tangga. Organisasi BMI juga menyatakan ketidakpuasaannya. Sekjen Sekar Bumi, Yukee Muchtar mengatakan, kenaikan tersebut tak punya dampak apa-apa terhadap perbaikan nasib BMI. “Sekarang di Indonesia harga-harga kebutuhan naik. Permintaan kiriman uang juga bertambah. Kenaikan ini sama sekali tak sebanding dengan lonjakan harga kebutuhan poko yang terjadi saat ini,” ungkapnya. Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) di bawah aliansi Asian Migrant Coordinating Body (AMCB) bahkan menggelar rally ke Central Government Office, Minggu (13/7) lalu, memprotes keputusan tersebut. Mereka menuntut gaji PRT asing dinaikkan menjadi HK$4000. SedangkanIndonesian Migrant Workers Union (IMWU) juga menyatakan bahwa apa yang terjadi saat ini bukanlah kenaikan gaji, selama pemerintah belum mengembalikan gaji PRT asing menjadi HK$3860, seperti yang pernah diterima sebelumnya. Sementara itu, sejumlah BMI yang ditemui JangkaR, juga mengaku tak terlalu puas dengan kenaikan itu. Hindun, BMI asal Kendal, Jawa Tengah awalnya menyambut gembira keputusan itu. Ia sedang melakukan proses penambahan kontrak untuk kedua kalinya pada satu majikan yang berada di Lamtin. Ia mengaku selama empat tahun bekerja di Hong Kong, baru kali ini gajinya naik. Namun ia mengaku kecewa begitu mengetahui jumlah kenaikan gajinya. “Lha, kok cuma seratus dolar tho?” ujarnya. Kekecewaan yang sama juga di ungkapkan oleh Anez, BMI asal Manado yang bekerja di Yau Ma Tei. Ia menganggap pemerintah Hong Kong hanya separuh hati menaikkan gaji BMI, terbukti dengan cara mereka yang menaikkan gaji sedikit demi sedikit. “Naikin gaji kok seperti anak kecil yang mau ngasih biskuitnya ke orang lain aja. Ngasihnya sedikit demi sedikit, seperti gak ikhlas gitu,” katanya. Tak sedikit BMI yang mempunyai pemikiran sama. Kenaikan gaji sesuai dengan harapan para BMI adalah hal yang wajar dan layak mengingat perekonomian di Hong Kong yang sudah membaik dan juga peran BMI terhadap perbaikan perekonomian tersebut. *** Rie Rie Sebuah Awal B ANYAK hal terjadi di bulan Juli. Di tingkat internal, Sekar Bumi berbenah dalam Kongres I yang digelar awal bulan ini. Bukan hanya pengurus yang berganti, tapi juga penambahan bidang atau divisi. Meskipun tetap fokus pada pember- dayaan seni dan budaya sebagai me- dia “perlawanan” buruh migran, Sekar Bumi juga mulai mempertimbangan soal advokasi. Sementara di tingkat eksternal atau komunitas buruh migran Indonesia di Hong Kong, ada empat putusan penting yang dibuat. Pertama, kenaikan upah minimum standar sebesar HK$100. Kedua, diloloskannya Undang-Undang Anti Diskriminasi Rasial oleh parlemen Hong Kong. Ketiga, dihapusnya levy atau pajak untuk majikan yang mem- pekerjakan pekerja rumah tangga as- ing. Dan terakhir atau keempat, adalah diturunkannya biaya penempatan BMI di Hong Kong dari HK$21.000 menja- di sekitar HK$14.000 (belum termasuk pajak). Empat keputusan tersebut memang masih jauh dari harapan dan tuntutan perjuangan yang selama ini dilakukan oleh BMI di Hong Kong. Tapi meskipun demikian, semua hal yang terjadi di bulan Juli ini, bisa men- jadi sebuah awal bagi Sekar Bumi, dan komunitas serta organisasi buruh mi- gran lainnya, untuk semakin serius dan fokus dalam memperjuangkan realisasi kesejahteraan para buruh migran. E-1

Upload: etik-juwita

Post on 17-Mar-2016

248 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Buletin terbitan organisasi buruh migran Indonesia di Hong Kong, Sekar Bumi, terbit tiap bulan

TRANSCRIPT

Page 1: JangkaR edisi 5

JANGKAR• 1

Buruh Migran Indonesia (BMI) Hong Kong ketika sedang berkumpul di Victoria Park

Kenaikan HK$ 100 Tak Cukup

G e l a r a N

Redaksi JANGKAR

Penanggungjawab: Presidium Sekar Bumi, Koordinator: Rubi Setiadinanti, Redaksi:

Etik Juwita, Yukee Muchtar, Anggie Camat, Dokumentasi: Yukee Muchtar, Fotografer: Anan

Telepon : (852) 95858513, 9769 2569

Alamat Redaksi : Wanchai, Hong Kong, Alamat Email: [email protected],

[email protected]

Terbit Setiap Bulan

Diterbitkan Oleh Sekar Bumi Hong Kong

JANGKAR Media Alternatif Buruh Migran Indonesia Buletin Bulanan Vol. I No. 5, Juli 2008

Website : http://sekarbumihk.multiply.com & http://sekarbumihk.blogspot.com

PEMERINTAH Hong Kong kembali menaikkan gaji pekerja rumah tangga asing sebesar HK$100. Keputusan ini efektif berlaku untuk

kontrak kerja yang ditandatangani pada dan setelah tanggal 10 Juli 2008. Sehingga gaji yang akan diterima berubah dari HK$3480 menjadi HK$3580 per bulan.

Namun keputusan ini tak sepenuhnya disambut gembira para buruh migran Indonesia yang bekerja di sektor rumah tangga.

Organisasi BMI juga menyatakan ketidakpuasaannya. Sekjen Sekar Bumi, Yukee Muchtar mengatakan, kenaikan tersebut tak punya dampak apa-apa terhadap perbaikan nasib BMI. “Sekarang di Indonesia harga-harga kebutuhan naik. Permintaan kiriman uang juga bertambah. Kenaikan ini sama sekali tak sebanding dengan lonjakan harga kebutuhan poko yang terjadi saat ini,” ungkapnya.

Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) di bawah aliansi Asian Migrant Coordinating Body (AMCB) bahkan menggelar rally ke Central Government Office, Minggu (13/7) lalu, memprotes keputusan tersebut. Mereka menuntut gaji PRT asing dinaikkan menjadi HK$4000.

SedangkanIndonesian Migrant Workers Union (IMWU) juga menyatakan bahwa apa yang terjadi saat ini bukanlah kenaikan gaji, selama

pemerintah belum mengembalikan gaji PRT asing menjadi HK$3860, seperti yang pernah diterima sebelumnya.

Sementara itu, sejumlah BMI yang ditemui JangkaR, juga mengaku tak terlalu puas dengan kenaikan itu.

Hindun, BMI asal Kendal, Jawa Tengah awalnya menyambut gembira keputusan itu. Ia sedang melakukan proses penambahan kontrak untuk kedua kalinya pada satu majikan yang berada di Lamtin. Ia mengaku selama empat tahun bekerja di Hong Kong, baru kali ini gajinya naik. Namun ia mengaku kecewa begitu mengetahui jumlah kenaikan gajinya. “Lha, kok cuma seratus dolar tho?” ujarnya.

Kekecewaan yang sama juga di ungkapkan oleh Anez, BMI asal Manado yang bekerja di Yau Ma Tei. Ia menganggap pemerintah Hong Kong hanya separuh hati menaikkan gaji BMI, terbukti dengan cara mereka yang menaikkan gaji sedikit demi sedikit.

“Naikin gaji kok seperti anak kecil yang mau ngasih biskuitnya ke orang lain aja. Ngasihnya sedikit demi sedikit, seperti gak ikhlas gitu,” katanya.

Tak sedikit BMI yang mempunyai pemikiran sama. Kenaikan gaji sesuai dengan harapan para BMI adalah hal yang wajar dan layak mengingat perekonomian di Hong Kong yang sudah membaik dan juga peran BMI terhadap perbaikan perekonomian tersebut. ***

Rie Rie

Sebuah AwalBANYAK hal terjadi di bulan

Juli. Di tingkat internal, Sekar Bumi berbenah dalam Kongres

I yang digelar awal bulan ini. Bukan hanya pengurus yang berganti, tapi juga penambahan bidang atau divisi. Meskipun tetap fokus pada pember-dayaan seni dan budaya sebagai me-dia “perlawanan” buruh migran, Sekar Bumi juga mulai mempertimbangan soal advokasi.

Sementara di tingkat eksternal atau komunitas buruh migran Indonesia di Hong Kong, ada empat putusan penting yang dibuat. Pertama, kenaikan upah minimum standar sebesar HK$100. Kedua, diloloskannya Undang-Undang Anti Diskriminasi Rasial oleh parlemen Hong Kong. Ketiga, dihapusnya levy atau pajak untuk majikan yang mem-pekerjakan pekerja rumah tangga as-ing. Dan terakhir atau keempat, adalah diturunkannya biaya penempatan BMI di Hong Kong dari HK$21.000 menja-di sekitar HK$14.000 (belum termasuk pajak).

Empat keputusan tersebut memang masih jauh dari harapan dan tuntutan perjuangan yang selama ini dilakukan oleh BMI di Hong Kong.

Tapi meskipun demikian, semua hal yang terjadi di bulan Juli ini, bisa men-jadi sebuah awal bagi Sekar Bumi, dan komunitas serta organisasi buruh mi-gran lainnya, untuk semakin serius dan fokus dalam memperjuangkan realisasi kesejahteraan para buruh migran. E-1

Page 2: JangkaR edisi 5

2 •JANGKAR

P a n g g u n GSekar Bumi ber-sama organisasi

buruh migran di Hong Kong ikut

bersolidaritas dalam peringatan kembalinya Hong

Kong ke China yang diperingati

setiap 1 Juli. Se-lasa (1/7)

K r o n i K

Berbarengan dengan liburan Nasional Hong

Kong., pengurus Sekar Bumi

mengadakan piknik bareng

sekaligus untuk pembekalan

Capacity Building organisasi

Deo Mandala Pu-tra salah satu pen-gurus Sekar Bumi

sedang memba-cakan Laporan

Pertanggungjawa-ban Pengurus periode 2007

- 2008 di kongres I Sekar Bumi. Minggu (6/7)

Kebersamaan itu indah. Begitu

kira moto anggota Sekar Bumi sebe-lum foto bersama usai mengadakan

training singkat capacity building

di Aberdeen

Keke selaku Pjs. Bendahara Sekar

Bumi periode 2007 - 2008

sedang memba-cakan laporan keuangannya

dalam Kongres I Sekar Bumi

Guna melatih militansi ang-

gotanya, Sekar Bumi ikut serta dalam beberapa

aksi baik yang diselenggarakan organisasi BMI

maupun non BMI

Ia juga mengungkapkan bahwa kondisi BMI di Hong Kong sangat memprihatinkan dengan melihat masih ban-yaknya kasus ketenagakerjaan yang dialami BMI di Hong Kong.

Sebagai organisasi yang in-dependen,

Anggi menga-takan bahwa Sekar Bumi akan tetap mendu-kung or-ganisasi

manapun asal itu untuk kepent-ingan buruh migran. “Organ-isasi boleh beda tapi tujuan kita tetap sama. Yang penting kita galang terus persatuan,” jelasnya.

Sekar Bumi berdiri pada 22 Juli 2007 dan resmi mende-klarasikan diri sebagai organ-isasi Seni dan Budaya pada 25 Mei yang lalu.

Dalam Kongres I dis-epakati untuk memperluas divisi, sehingga saat ini ada tiga divisi, yakni Divisi Sastra dan Jurnalistik, Divisi Seni Budaya, dan Divisi Pendidikan dan Advokasi. ***

ANGGI (41), buruh migran Indonesia (BMI) asal Malang terpi-

lih sebagai Ketua Sekar Bumi 2008 -2009, dalam Kongres I organisasi tersebut yang digelar di Wanchai, Minggu (6/7).

Dalam pemilihan tersebut, Anggi berhasil menda-pat 18 suara dari 40 suara anggota yang hadir.

Ia meng-gan-tikan Anan WB, BMI asal Madiun, yang menjabat Ketua dalam periode sebelumnya.

Sementara posisi Sekretaris Jenderal (Sekjen) ditempati oleh Yukee Muchtar (28), BMI asal Jepara, menggantikan Etik Juwita, BMI asal Blitar.

Kepada JangkaR, Anggi mengatakan bahwa mulai tahun ini Sekar Bumi juga akan fokus dalam mengembangkan bidang advokasi BMI. “Ini mengingat kawan-kawan harus tahu isu-isu BMI sekaligus hak-hak mereka. Jadi selain ‘mela-wan’ lewat seni, juga berjuang lewat advokasi,” ungkapnya.

Sekar Bumi Gelar Kongres Pertama

Zando Aurelia

Serah terima jabatan ketua Sekar Bumi periode 2008 - 2009 hasil Kongres pertama Minggu (6/7) dari pengurus lama ke pengurus ter-pilih. Tampak WD. Anan (nomor 3 dari kiri) sedang menyerahkan kepemimpinan ke Anggi (Camat) (sebelah kiri).

Page 3: JangkaR edisi 5

JANGKAR• 3

P e r s p e k t i F

Jalan Panjang Untuk PulangYukee Muchtar

“Aku ingin pulang, tapi nggak tahu harus bagaimana.”

K a l i m a t itu aku ingat d i u c a p k a n

oleh Budiyanti, seorang buruh migran Indonesia asal Malang. Ia mengucapkannya saat bertemu denganku, suatu siang, sepulangnya dari pasar di kawasan North Point, pertengahan September, tiga tahun lampau.

Perempuan usia 30-an yang akrab dipanggil Budi itu sedang bingung.

“Bikin aja surat pengunduran diri sebulan sebelumnya yang popular disebut one month notice itu. Tanda tangani, lalu serahkan ke majikanmu agar ia juga menandatanginya. Sebulan berikutnya kamu bisa meninggalkan Hong Kong dengan tenang,” terangku.

Tapi ia memberikan jawaban tak terduga.

“Sudah. Tapi itulah yang masalahku,” ujarnya.

Setelah pertemuan itu, aku kembali bertemu dengannya di bundaran Air Mancur Victoria Park, Causeway Bay.

Budi bercerita bahwa ia sudah bertemu agen. Namun agen tak terlalu peduli soal one month notice yang ia buat. Bahkan agen balik mengancam Budi untuk mem-blacklist-nya jika ia coba-coba mengajukan tuntutan.

“Aku sudah nggak betah kerja di majikan. Ia duda dengan dua anak yang semua sudah dewasa. Nggak ada yang harus aku kerjakan selain ngurus rumah dan masak. Tapi yang bikin aku makin nggak betah, aku tidur di dapur. Mana bisa aku tidur nyenyak sementara orang-orang selalu bolak-balik ke dapur,” jelasnya.

“Kan tinggal setahun lagi, nggak bisa ditahan meh?” potongku.

Budi menggeleng.Akhirnya aku menemaninya

ke agen yang menyalurkannya di kawasan North Point juga.

Setibanya di sana, Ms. Wong –pemilik agen- menyambut kami

sepulang kerja, Mr.Cheung –majikan Budi- meminta agar Budi menunda kepulangannya hingga Desember atau setidaknya sampai penggantinya datang. Ini yang membuat Budi panik.

Padahal surat itu sudah ditandatangi dan 10 Oktober adalah masa jatuh tempo.

Ia berharap mendapat pertolongan dari agen, tapi agen malah memihak majikan dan justru mengancam mem-black list dia jika coba-coba mengajukan tuntutan.

Ia sama sekali tak paham soal hukum. Ia tak tahu bahwa yang berhak mem-black list dirinya adalah pihak Imigrasi.

“Bud, satu-satunya yang bisa menolongmu adalah Konsulat,”

ujarku.“Caranya? Ah, kau seperti tidak

tahu saja kalau Konsulat selalu memihak agency?,” kata Budi menyampaikan keraguannya.

Namun ia kemudian minta bantuanku untuk menghubungi KJRI. Bermodalkan nomor ID, alamat rumah ,nomor telepon, nama majikan , nama dan alamat agen Budi, aku menelpon KJRI.

Agar majikanku tidak teriak karena aku kong tinwa, Aku masuk ke kamar mandi . Tak lama kemudian aku sudah berbicara dengan seseorang.

“Siang Pak, maaf saya bicara dengan bapak siapa?” tanyaku membalas salam yang diucapkan seorang laki-laki di seberang telepon.

Ia kemudian menyebutkan

dirinya, Kepala Konsuler KJRI, Ayodhya Kalake.

“Maaf pak, saya punya sedikit masalah,” kataku

“Ya, ada masalah apa?” tanyanya sabar

Tak ingin buang waktu, kuceritakan dengan lancar semua yang terjadi pada Budi sehubungan dengan one month notice yang merepotkan itu. Termasuk semua data yang berhubungan dengan identitas diriku, yang berperan sebagai Budi.

“Boleh saya tahu, kapan majikan Anda menandatanganinya?” tanyanya.

Waduh, aku lupa tanya ke Budi kapan majikan Budi menantangani surat itu. Aku juga tak tahu kapan tepatnya tanggal jatuh temponya.

“Maaf pak saya lupa,” jawabku sekenanya

“Liat saja di lembaran noticenya , tertera disitu kok,”usulnya.

Mati aku, mana lembarannya juga aku ga pernah lihat

“Ma…maaf pak, saya tidak berani keluar, takut ketahuan majikan. Sekarang saja saya di kamar mandi, curi waktu untuk bisa menelpon Konsulat,” ucapku beralasan

“Ya sudah, kapan tanggal terakhir yang Anda tulis di notice tersebut?”

“Kira-kira seminggu lagi Pak”“Yang punya masalah ini

sebenarnya Anda apa teman?,” tanyanya mulai curiga.

“Ya saya dong pak, ngapain saya repot-repot ke kamar mandi hanya untuk orang lain?” kelitku.

“Baiklah, saya akan hubungi agen dan majikan Anda secepatnya,” jawabnya.

Siang itu, 10 Oktober 2005, Budi menelponku dari Bandara Chi Lap Kok, mengabarkan bahwa dia akan terbang ke Surabaya sore nanti.

Ah, hingga sekarang, aku masih merasa konyol mengingat insiden di kamar mandi itu. Tapi setidaknya, aku berhasil membuat Budi memenuhi keinganannya untuk pulang.

Pejabat yang menjawab teleponku itu sendiri kini sudah dipindahkan ke Jakarta. Aku tak tahu apakah kini ada pejabat di KJRI yang sesabar dia untuk membantu menyelesaikan masalah BMI di Hong Kong. ***

dengan senyum yang sulit kuartikan .

Hari itu hari Minggu. Tempat itu terlihat ramai. Selain sebagai kantor agen MS, tempat itu juga merupakan boarding house.

Ruangan itu sempit. AC yang tak dinyalakan membuat ruangan itu makin pengap. Tak terbayangkan rasanya. Aroma parfum bercampur keringat berbaur dengan asap dapur dari warung sebelah yang masuk menerobos jendela.

Setengah jam kami menunggu hingga kemudian kudengar panggilan.

“Budiyanti, harap menghadap Ms. Wong di ruang C,” panggil salah seorang asisten agen meniru gaya seorang perawat di Saint Paul

Hospital.Lagu Sealed With a Kiss

terdengar di ponselku, cepat-cepat kusambar.

“Aku nggak punya banyak waktu. Seminggu lagi tanggal jatuh tempo, sudah sebulan sejak ditandatangani majikanku,” suara Budi di seberang, panik.

Hari itu awal Oktober 2008. Dari cerita Budi, aku tahu

kemudian bahwa majikannya tak bicara apa-apa saat disodori surat one month notice pada 10 September lalu, beberapa hari sebelum ia mengadukan masalahnya saat bertemu denganku di pasar North Point. Laki-laki setengah baya itu hanya membaca sekilas dan tanpa banyak kata menandatanganinya.

Sampai seminggu tak ada efek yang berarti. Namun kemudian,

Page 4: JangkaR edisi 5

4 •JANGKAR

P u i s iB u r i t a N

Bukalah matamu dan l ihat lahtampaklah bangunan megah

kokoh nan asr iPak Bupat i b i lang,

“Itu ja lan baru pahlawan devisa ki ta”Pak Gubernur bi lang,

“Jangan khawatir, di jamin aman”Tapi…

ketika para BMI membukt ikannya,tetap saja keamanan tak ada,

tetap saja t ipu daya meraja

Seragam di jadikan topeng.Oh bapak pe jabat, l ihat lah nasib kami

Jangan gunakan keahl ianmuhanya untuk mengecoh kaum lemah

karena kami juga rakyatmu

* * *

Karya Erin Kumalasari

M a y a t

Karya Ade

Hikmah di balik BencanaYukee Muchtar

“Bukan nggak jadi Kom, tapi belum jadi. Bukan batal, pi ditunda. Kalian ingat ya, di-tun-da,” katanya riang dengan mengeja persuku kata soal nasib hubungan cintanya. Aku dan Komsatun hanya bisa saling berpandangan tak mengerti.

“Trus, kenapa kamu pingsan waktu itu, hah?” tanya Komsatun

“Jangan bilang kalau kamu sedang mempermainkan kami ya?” aku menimpali

“Enak saja, kalian ngomong. Memangnya pingsan dan bencana bisa buat main-main?”

“Lantas?” tanyaku penasaran.Sarmila kemudian bercerita panjang.

Setelah sadar dari pingsan, iamenelpon tunangannya untuk minta kejelasan status hubungan mereka. Karena pembatalan yang menurut Sarmila adalah penundaan itu semata hanya karena kondisi ekonomi yang belum stabil, maka masih ada waktu untuk memperbaiki kondisi.

“Kebetulan pemerintah Hongkong menaikkan gaji kita sebesar 100 dollar. Majikanku juga masih senang mempekerjakanku sebagai pembokatnya. Jadi sesuatu yang tertunda bukanlah sesuatu yang tersia-sia, kan?” ungkapnya berdiplomasi.

“Huuu, gitu aja pake acara semaput segala. Norak tahu!” ledek Komsatun

“Yee..., kan waktu itu aku shock banget, dah telanjur cinta dan sudah bersiap mau pulang. Tiba-tiba dia membatalkan begitu saja. Coba kalau dia ngasih alasannya dulu “

“Halah lagu lama Mila, ”Komsatun tak mau ngalah. “Lagian naik gaji 100 dolar saja bangga, tuntutan kita tuh lebih dari itu. Perjuangan belum berakhir,” tambah Komsatun.

“Kan mending naik 100 dollar, daripada kagak?” Sarmila nggak mau kalah.

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya aku pun bingung bagaimana menyikapi kenaikan gaji kali ini. Tapi yang jelas, selama potongan gaji masih tujuh bulan dan kontrak belum bisa diurus secara mandiri, perjuangan dan demonstrasi akan tetap berlanjut. Tinggal betah-betahan saja. KJRI yang akan tetap nyaman dengan keadaan ini atau BMI yang akan semakin agresif dalam memperjuangkan hak-haknya dan menghadapi kepasifan pemerintah Indonesia yang menurutku terlalu lemot mengambil tindakan demi perbaikan kondisi buruh migran. Kita tunggu bersama apa yang akan terjadi. ***

MINGGU, pagi-pagi sekali sudah terasa sangat pengap. Pemanasan global mengakibatkan kondisi

bumi tempatku berpijak terasa sangat membara. Apalagi ketika Matahari sudah agak meninggi, seolah aspal yang aku pijak kini mendidih, panas dan menguap.

“Pagi bener sudah keluar, Ndari,” sapa mbak Tum tetangga sebelahku.

“Iya nich mbak, ada janji sama Sarmila dan Komsatun,” jawabku sambil memperhatikan dandanannya yang sudah mulai buka-bukaan.

Musim panas, biar gak gerah, tak apalah pakai kostum sedikit terbuka, begitu jawabnya ketika iseng kusindir gaya dandannya.

Hah, sedikit? Dengan pusar yang menyembul di tengah perut buncitnya? Paha terbuka dengan kelingnya dan wajah berminyak karena dempul eh make-upnya yang tebal? Tapi biarlah, yang penting dia cukup percaya diri dengan penampilannya.

Turun dari tram, peluh mulai meleleh di punggungku. Rasanya aroma tubuhku pun sudah memudar. Parfum mahal yang aku beli minggu lalu rasanya tak mampu lagi membuatku nyaman dengan bau badanku.

“Kom, parfumku masih ada aromanya nggak?” tanyaku sambil nyengir kepada Komsatun yang berjalan di belakangku karena tak mungkin menjajari Jalanan dipenuhi aliran manusia yang ingin menikmati liburan. Komsatun hanya mengangguk menjawab tanyaku. Ia malas menjawabnya dengan kata-kata. Mungkin dia bosan karena sering pertanyaan itu aku lontarkan saat bersamanya atau memang sedang malas bicara.

“Heh, kamu kenapa Kom?” tanyaku. Komsatun hanya mendongak lalu

mengangkat bahu dan tertunduk lagi.“Aku lagi mikirin Sarmila, Ndari.

Kasihan dia gak jadi kawin,” jawabnya.Dalam hati aku merasa lega, biarpun

mereka selalu berantem tapi masih ada kasih sayang di hati untuk saling peduli dan menyayangi.

Ketika kami tiba di hadapannya, Sarmila sedang duduk bersila dan bicara di telepon dengan seseorang. Tampak sekali dia gembira dan bersemangat.

“Siapa Mila?” Tanyaku setelah dia tutup teleponnya.

“Calon suamiku, Ndari”.“Bukannya kalian nggak jadi kawin?”

timpal Komsatun

Hawa musim panas yang membakar kul i t,menjadikan tubuhku basah bermandi ker ingat.

Hanya demi sekeping dolar,ku pergi ke Hong Kong dengan merangkak,

di s in i aku tak memil ik i sebuah hak.

Peluh dan air mata basahi sekujur tubuhku,tapi aku belum pernah rasakan hasi l manisnya

jer ih payahku,semua te lah dirampas oleh orang-orang serakah,

yang dulu bermulut manis, tapi sekarang menjadi bisa ular.

Dari har i ke har i tubuhku t inggal kul i t pembalut tu lang, dari waktu ke waktu, aku bertanya di

mana le tak kemanusiaan,t idak seorangpun mendengarku, karena aku

terkurung dalam pagar bes i

Rumah maj ikanku sepert i neraka, tuan dan nyonya ibarat malaikat mal ik

Jika mereka mendengar, mengetahui, dan mel ihatku aku te lah menjadi mayat yang terbujur

kaku

Tapi aku percaya aku akan berada di surganyadan maj ikankku akan kekal dalam neraka sana.

* * *

Bendera