majalah compact edisi 5

44

Upload: majalah-compact

Post on 06-Apr-2016

262 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Majalah Compact Edisi 5

Mengentaskan Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi05April 2014

Menjaring Capaian dengan Monev

Setahun sudah EIF (Entry Into Force), kini saatnya implementasi penuh di masyarakat. Proyek Procurement Modernization dan Health and Nutrition sudah bergulir. Green Prosperity menyusul kemudian.

Page 2: Majalah Compact Edisi 5
Page 3: Majalah Compact Edisi 5

Daftar

IsiEdisi 05, April 2014

06 Project Implementation POME di Jambi 12

30 32 38

Project Implementation Kick Off Implementasi

NusantaraMenanti Halmahera Utara Berdansa

InsideKita Perlu Sektor Swasta

MonevCompact (sudah) on The Track

3April, 2014

Page 4: Majalah Compact Edisi 5

Armida Alisjahbana

Lukita Dinarsyah Tuwo

Hari Kristijo

J.W. Saputro

Wismana Adi SuryabrataNina SardjunaniEmmy SuparmiatunKennedy SimanjuntakJadhie J Ardajat

Lila Meulila Moekti Ariebowo

Vincentius PrasetyoArief SetyadiBayu Aji PrakosoArbain Nur BawonoVero ArdiantoTema Wanda TamtamaRully Agung

Paska Rina TDian PurwantiFitria Dewi WandawatiWuri HandayaniAstri AmirudinRani Desi YantiRiska Anneli SeptoviaAgung Supriyadi

Ricky M. RamdhanWidiantoArie Bayu HariyantoChoirul AmriArif Pratama

Gamar AriyantoNura DirgantaraIing MursalinAugy MursaliantoWawan HeryawanFarah AminiArdita Caesari

Pelindung

Penasehat

Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi

Wakil Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi

Dewan Redaksi

Penyunting dan Penyelaras Naskah

Bagian Produksi

Bagian Administrasi & Distribusi

Bagian Keuangan

Kontributor

Page 5: Majalah Compact Edisi 5

EDITORIAL

Hari KristijoPemimpin Redaksi Compact

Selamat berjumpa kembali pembaca Majalah Compact edisi no. 5 Tahun 2014. Topik kali ini akan menekankan pada

Monitoring & Evaluasi. Sebagaimana diketahui, pemantauan atau monitor-ing adalah kumpulan sistematis dan informasi rutin dari proyek dan program yang saat ini sedang dikerjakan, untuk beberapa tujuan, yaitu: Sebagai lesson learned dari beberapa pengalaman untuk meningkatkan praktik-praktik dan kegiatan di masa yang akan datang; Untuk mengukur akuntabilitas internal dan eksternal dari sumber daya yang digunakan dan hasil yang diperoleh; Untuk mengambil keputusan yang lebih bermanfaat dan efektif; Untuk mening-katkan manfaat bagi end-users.

Pada dasarnya, Monitoring atau Pemantauan adalah pekerjaan berulang secara periodik sudah mulai dalam tahap perencanaan suatu proyek atau program. Pelaksanaan pemantauan suatu kegiatan bisa dilakukan melalui telepon, internet, wawancara, diskusi sampai dengan kunjungan lapangan untuk melihat obyek yang dimonitor. Pemantauan akan memberikan hasil, proses dan pengalaman untuk dido-kumentasikan dan digunakan sebagai dasar untuk masukan pengambilan keputusan berikutnya, dalam rangka mengetahui kemajuan dibandingkan terhadap rencana. Kemudian, data yang diperoleh dari pemantauan digunakan untuk evaluasi.

Evaluasi adalah menilai secara

sistematis dan seobyektif mungkin, suatu proyek atau program sampai dengan selesai, bahkan juga dilakukan post-evaluation (atau fase dari sebuah proyek atau program yang telah selesai beberapa tahun lalu). Evaluasi akan membantu untuk menarik kesimpulan tentang lima aspek utama intervensi, yaitu hubungan, efektivitas, efisiensi, dampak, keberlanjutan Informasi yang dikumpulkan dalam kaitannya dengan aspek-aspek ini selama proses moni-toring memberikan dasar untuk analisis evaluatif.

Monitoring dan evaluasi juga dilaku-kan melalui Logical Framework Approach, yaitu salah satu alat analisis yang baik dalam penilaian, tindak lanjut dan eva luasi suatu proyek dengan meng-gunakan pendekatan logika. Logical Framework digunakan untuk mengatasi beberapa kelemahan dalam penilaian, antara lain: Perencanaan proyek yang tidak jelas; Tanggungjawab manajemen atau organisasi proyek yang tidak jelas; Perbedaan indikator evaluasi suatu proyek adalah gagal atau berhasil. Pada intinya, Logical Framework Approach menjelaskan hubungan antara input, process, output, outcome dan impact (short-term, mid-term dan long-term).

Akhir kata, jika program tanpa mon-itoring dan evaluasi serta hasil yang dicapai tidak dibandingkan dengan data dasar (baseline data), maka kita tidak akan pernah tahu apakah program tersebut berhasil atau tidak.

Monev untuk Keberhasilan ProgramFOTO: Bappenas-Moekti Ariebowo

5April, 2014

Page 6: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION GREEN PROSPERITY

PROYEK GREEN PROSPERITY ATAU KEMAKMURAN HIJAU SEDANG “TANCAP GAS” DALAM MEMPERSIAPKAN PERHELATAN AKBAR BERNAMA GREEN PROSPERITY INVESTMENT FORUM, YANG RENCANANYA AKAN DIGELAR PADA PERTENGAHAN 2014.

POME di Jambi Awali Hajat Besar Green Prosperity

Sebagai bagian dari pengumuman atau sosialisasi pada publik, Proyek Kemak-muran Hijau melaksanakan banyak forum sosialisasi di empat wilayah

awalnya, yaitu Muaro Jambi dan Merangin di Jambi dan Mamasa dan Mamuju di Sulawesi Barat. Green Prosperity Investment Forum: Biogas-Palm Oil Mill Effluent (POME) adalah salah satu forum yang

Potensi Listrik dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

6 April, 2014

Page 7: Majalah Compact Edisi 5

diselenggarakan pada 11 Februari 2014 di Jambi.

“POME Investment Forum di Jambi adalah forum sosialisasi untuk peme-rintah kabupaten dan para SKPD terkait, serta komunitas bisnis, terutama yang selama ini menjalankan bisnis kelapa sawit dan yang mengembangkan lim-bah kelapa sawit (POME) untuk menjadi pembangkit tenaga listrik,” kata Direktur Proyek Kemakmuran Hijau, Budi Kun-coro.

Di dalam forum tersebut, Proyek Kemakmuran Hijau mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan di bidang POME untuk mendapatkan infor-masi tentang rencana kegiatan proyek di Jambi.

“Pada forum tersebut, kami mengajak NREL, laboratorium nasional Kemen-terian Energi Amerika Serikat, untuk menjabarkan hasil studi pra-kelayakan (pre-feasibility studies) yang mereka laksanakan untuk delapan model proyek bagi Proyek Kemakmuran Hijau. Dari paparan NREL, hadirin mendapatkan gambaran yang jelas tentang proyek model yang akan dilaksanakan Proyek Kemakmuran Hijau, salah satunya proyek model tentang POME di Jambi,” kata Budi.

Selain para pelaku bisnis seperti

pabrik kelapa sawit, ini juga dihadiri Anggota Majelis Wali Amanat (MWA) MCA-Indonesia, Pejabat Pembuat Komitmen Satker Pengelola Hibah MCC, NREL, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), PT. Sarana Multi Ins-frastruktur (SMI), dan Satuan Kerja Perangkat Daerah di Muaro Jambi dan Merangin.

Dari delapan model Proyek Kemak-muran Hijau, lima model untuk proyek energi terbarukan (renewable energy)termasuk dan tiga model untuk proyek

pengelolaan sumberdaya alam (natural resources management). model tersebut adalah acuan bagi semua pihak untuk menetapkan proyek yang dapat dilaku-kan di dalam Proyek Kemakmuran Hijau. Berbagai model proyek tersebut dapat melahirkan beberapa proyek yang akan melibatkan para pemangku kepentingan yang selama ini telah berkecimpung di wilayah proyek tersebut.

Dari forum sosialisasi di Jambi untuk POME misalnya, beberapa perusahaan menyatakan ketertarikannya untuk mengajukan proposal pada MCA-Indo-nesia. “Jadi, menurut perkiraan saya, dari delapan model proyek, proyek yang dapat dihasilkan paling tidak sebanyak 20 proyek,” katanya.

Dalam setiap forum sosialisasi, Tim Kemakmuran Hijau menampilkan model proyek, regulasi tentang proyek tersebut, serta berbagai pengalaman di lapangan. Dengan demikian, para hadirin mendapatkan pemahaman yang jelas tentang berbagai model proyek untuk kemudian dijadikan dasar peng-ajuan proposal untuk proyek-proyek Kemakmuran Hijau. “Kami berharap forum tersebut juga dapat mendatang-kan para pelaku bisnis dan organisasi kemasyarakatan di tingkat nasional, “ jelas Budi Kuncoro.

FOTO: Moekti Ariebowo Purwanta BS

Gas Metan yang menunggu diolah jadi listrik

7April, 2014

Page 8: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION GREEN PROSPERITY

Program Compact memang sebuah rally. Ada banyak tahapan. MSF II salah satu tahapan penting. Di penghujung tahun 2013, Proyek Kemakmuran Hijau, MCA-Indonesia meng-

gelar Multi Stakeholders Forum (MSF) untuk yang kedua kalinya. Ada fakta menarik dalam konsultasi publik berlabel MSF II tersebut.

“MSF II Desember 2013 adalah kesempatan untuk mengkomunikasikan atau mensosialisasikan perkem-

MSF II Itu Etape Kedua

HARAPAN ATAU TANGGAPAN YANG BANYAK MUNCUL DARI MULTI STAKEHOLDERS FORUM (MSF) II ADALAH PERCEPATAN IMPLEMENTASI DARI PROYEK DI WILAYAH AWAL PROYEK KEMAKMURAN HIJAU (GREEN PROSPERITY).

8 April, 2014

Page 9: Majalah Compact Edisi 5

bangan kegiatan di Proyek Kemakmuran Hijau,” ucap Sigit Widodo, Associate Director, Participatory Land-Use Plan-ning, Proyek Kemakmuran Hijau, MCA-In-donesia saat ditemui di tempat kerjanya.

Sigit menjelaskan bahwa metode yang dilakukan dalam MSF II tersebut sama dengan MSF sebelumnya, berupa presentasi di empat wilayah awal (starter districts) proyek dihadiri sekitar 50 orang sebagai wakil pemangku kepen-tingan. Peserta kegiatan harus mewakili arah Proyek Kemakmuran Hijau, yaitu pengurangan kemiskinan. Karena itu, kelompok yang kurang beruntung secara sosial, termasuk perempuan dan ma -syarakat adat mendapat tempat.

Sigit menuturkan bahwa tujuan pelak-sanaan MSF II adalah untuk mengetahui bila studi kelayakan awal atau pre-feasi-bility study yang diadakan di Jakarta telah sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan di wilayah awal proyek.

Kegiatan ini merupakan road show ke wilayah awal proyek. Seminggu di Jambi untuk dua kabupaten, yaitu Merangin dan Muaro Jambi. Seminggu berikut-nya bergerak ke Sulawesi Barat, untuk Mamuju dan Mamasa. Proses dan para pemangku kepentingan yang mengikuti-nya kurang lebih sama.

“Harapan atau tanggapan yang banyak muncul dari MSF II adalah percepatan implementasi dari proyek di wilayah awal Proyek Kemakmuran Hijau. Mereka ingin mengetahui, kapan Proyek Kemak-muran Hijau akan dimulai,” ujar Sigit.

Associate Director, Participatory Land-Use Planning tersebut menjelaskan

bahwa MSF I digelar untuk mempro-mosikan program serta mendapatkan data maupun masukan atau usulan sebanyak mungkin dari para pemangku kepentingan. MSF II digelar enam bulan setelah MSF I.

Sejak pertama kali digulirkan, MSF berupaya menjalin dan mendorong partisipasi dari berbagai pemangku kepenting an lokal, yang terdiri dari SKPD, organisasi lokal (propinsi dan kabupaten), LSM, sektor swasta, organisasi berbasis masyarakat dan mitra pembangunan

lainnya, di empat wilayah awal proyek GP tersebut.

“Peran dan urgensi MSF ini sangat stategis, karena tanpa ada komunikasi, sosialisasi dan interaksi dengan berba-gai pemangku kepentingan, bagaimana kita bisa mengukur dan memastikan bahwa masyarakat benar-benar bisa menjalankan dan merasakan manfaat dari Program Compact, khususnya Kemakmuran Hijau,” kata Sigit.

Rally Compact sudah masuk etape kedua.

“Harapan atau tanggapan yang banyak muncul dari MSF II adalah percepatan imple-mentasi dari program atau proyek di daerah local starter proyek GP. Mereka memper-tanyakan, kapan impelentasi dari proyek GP direalisasikan,” ujar Sigit.

FOTO: Moekti Ariebowo Dok.Pribadi-Martin Hardiono

Antusias peserta MSF-II, Kabupaten Merangin, Jambi

9April, 2014

Page 10: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION GREEN PROSPERITY

Mengokohkan Niat untuk Makmur

Niat bisa naik turun. Kadang membara, lain waktu bisa membiru. Namun, dalam Program Compact yang

mengandung tujuan mulia yaitu mengu-rangi kemiskinan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, harusnya tak ada cerita program berhenti karena hati sedang membiru.

Letak penting dan mendasarnya

kesepakatan ada dalam bentuk hukum. Hukum itu memang harus tegas, kokoh dan bisa dipegang saat niat melorot, atau bahkan sedang melejit tinggi. Kesepaka-tan hukum menjadi payung, sekaligus pondasi dan pegangan saat proyek ber-jalan.

Pihak-pihak yang perlu sungguh memperhatikan soal kontrak hukum ter-kait program adalah pemerintah daerah

Kelompok Tani lokal di Mamuju, Sulbar, mengembangkan usaha pembibitan Kakao

10 April, 2014

Page 11: Majalah Compact Edisi 5

dan sektor swasta yang terlibat. Dalam pemaparan ke pemerintah daerah, di kesempatan acara sosialisasi untuk meluncurkan lokasi dengan Bappeda dan Biro Hukum provinsi dan kabupaten, Rusdi Irwanto, Direktur Legal MCA-In-donesia memaparkan peran penting pemerintah daerah.

“Pemerintah daerah diharapkan dapat memfasilitasi pelaksanaan koordinasi dengan dinas/instansi daerah untuk

mensinkronkan program APBD dengan Proyek Kemakmuran Hijau terutama terkait dengan pendanaan kegiatan Multi Stakeholder Forum,” kata Rusdi. Lalu, peran penting lainnya menurut Rusdi adalah memfasilitasi pelaksanaan koordinasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pihak-pihak lainnya di daerah, seperti: PLN, lembaga donor lainnya serta lembaga vertikal relevan di daerah, untuk dapat melakukan sinergi

kegiatan dan mencegah adanya duplikasi kegiatan dengan Proyek Kemakmuran Hijau.

Pemerintah daerah sebagai “tuan rumah” tentu memiliki peran besar. Selain mengkoordinasi, hal ini terkait dengan kemudahan proses perizinan. Rusdi juga menegaskan bahwa peme-rintah daerah dapat berperan dalam penyediaan/pengalokasian sumber daya yang cukup untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang berhubungan dengan batas wilayah administrasi dan proses pemetaan wilayah yang dila-kukan secara partisipatif sesuai dengan peraturan Kementerian Dalam Negeri dan pedoman dari Proyek Kemakmuran Hijau terkait dengan perencanaan peng-gunaan lahan.

Salah satu topik yang perlu mendapat perhatian lagi terkait kerjasama antara MCA-Indonesia dengan pemerintah daerah adalah fasilitas pembebasan pajak daerah sesuai dengan Perjanjian Hibah Compact dan Program Imple-mentation Agreement dan diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Hal lain yang perlu disepakati adalah pemerintah daerah dan MCA-Indonesia perlu merumuskan dan menyiapkan serta melaksanakan strategi paska Proyek Kemakmuran Hijau sesuai dengan kebijakan Compact, kebijakan nasional dan kebijakan daerah serta sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Proyek Kemakmuran Hijau mendapatkan perhatian lebih banyak karena melibatkan investasi dalam ben-tuk peralatan, batas daerah, penggunaan lahan.

Rusdi menambahkan dirinya menang-kap optimisme dalam beragam per-temuan dengan kepala daerah. Bahkan banyak kepala daerah menyepakati, sia-papun kepala daerahnya, Program Com-pact di daerahnya terus berjalan. Dari semua langkah di atas, arahnya adalah MCA-Indonesia mengharapkan adanya implementasi kegiatan berdasarkan skema yang sudah disetujui.

Salah satu topik yang perlu mendapat perhatian lagi terkait kerjasama antara MCA-Indonesia dengan pemda adalah fasilitas pembebasan pajak daerah sesuai dengan Perjanjian Hibah Compact dan Program Implementa-tion Agreement dan diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

FOTO: Purwanta BS

11April, 2014

Page 12: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION HEALTH & NUTRITION

Millienium Challenge-Indonesia (MCA-Indonesia) terjun langsung memantau pelatihan Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) dalam Proyek Kesehatan dan Pemberian Makanan Bergizi untuk Mengurangi Angka Anak-anak

Stunting (Pendek). Peserta pelatihan itu tidak hanya diberitahu secara lisan bagaimana

dan apa saja makanan sehat yang harus diberikan kepada bayi dan balita, tapi juga diberikan peragaan dan praktik pemberian makanannya.

Kick Off Implementasi Health and Nutrition

PELATIHAN SERENTAK DI ENAM LOKASI DIGELAR SELAMA EMPAT HARI SEJAK 10 MARET 2014 ITU.

12 April, 2014

Page 13: Majalah Compact Edisi 5

Selain itu, peserta juga diberikan tata cara penimbangan bayi dan balita, penyu-luhan, pemberian pertolongan terhadap permasalahan menyusui serta konseling.

“Saya bangga mendapat pelatihan ini, membuat pengetahuan dan ilmu bertambah. Saya harapkan, para kader Posyandu yang ikut pelatihan ini, tidak hangat-hangatan dan serius dalam menerapkan serta memberitahukan pengetahuan mereka,” tutur Iis Tuti, salah satu ketua kelas dalam pelatihan di Desa Sukarame, Boyongbong, Garut.

Sri Budiati, salah satu petugas kese-hatan yang telah mengikuti MOT dan kini menjadi mentor dalam pelatihan para kader Posyandu ini menyatakan, pelati-han ini tidak saja menyenangkan untuk peserta, tapi juga bagi para trainer-nya. Selain metodenya yang bersifat bottom up, interaktif tapi juga keleluasaan waktu serta katagori pesertanya yang merupa-kan kader-kader Posyandu yang telah berkiprah di masyarakat.

“Saya telah mengikuti berbagai train-ing, tapi saya suka training yang ini. Kita diminta melihat dulu pengetahuan dan kebiasaan mereka, baru setelah itu kita benahi atau luruskan kalau ada yang keliru,” ujar Bidan dari Klaten itu.

Pelatihan yang diselenggarakan di Puskesmas Sukamulya Kecamatan

Sukaresmi, Garut menjadi pelatihan yang paling mencolok. Hanya di puskesmas inilah ada seorang pria yang ikut dalam pelatihan tersebut. “Pelatihan ini menarik, karena banyak memberikan ilmu dan pengetahuan. Sebelum ikut pelatihan ini sempat ada yang bilang, kok laki-laki ikut program kader Posyandu? Tapi saya tetap ikut pelatihan ini,“ ucap Dede Kurnia saat dijumpai di sela-sela pelatihan.

Hal itulah yang membuat wajah Direk-tur Community –based Health and Nutrition Project for Reduce Stunting MCA-Indone-sia, Minarto tampak cerah sumringah.

“Setelah melihat langsung pelatihan ini, saya senang dan makin optimis program berjalan lancar. Selesai pelatihan ini, kader sudah bisa dilepas,” ucap Minarto di sela-sela aktivitasnya meninjau langsung pelatihan di tiga tempat di daerah Garut, Jawa Barat. Hal ini dis-ambut oleh PNPM Generasi Kecamatan Sukaresmi, yang pada tahun 2014 akan menyelenggarakan Pelatihan Konseling PMBA untuk seluruh Kader Posyandu di kecamatan tersebut. “Kami akan meman-faatkan para peserta pelatihan sekarang ini untuk menjadi pelatihnya, agar sema-kin berkembang dan tidak overlapping, imbuh Tommy – Fasilitator Kecamatan PNPM Generasi Sukaresmi.

Dalam waktu yang sama, Anggota alternate Majelis Wali Amanat (MWA) MCA-Indonesia Tini Hadad pun ikut turun ke lapangan. Dia berpesan agar MCA-In-donesia maupun Satker Pengelola Hibah MCC di Bappenas tidak terlalu senang dulu, apalagi cepat merasa puas dengan hasil yang diraih sekarang ini. “Jadi secara umum memang bagus, tapi kita lihat dulu nanti, ketika peserta yang dilatih ini berh-adapan langsung dengan masyarakat itu bagaimana? Mudah-mudahan sebagus ini juga, ” ujarnya usai melihat dari dekat pelatihan PMBA di tiga tempat daerah Bandung, Jawa Barat.

FOTO: Purwanta BS

Kegembiraan Kader Posyandu dalam Pelatihan Konseling PMBA

Satu-satunya kader Posyandu Laki-Laki dalam Pelatihan PMBA

13April, 2014

Page 14: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION HEALTH & NUTRITION

Bola Salju dari Proyek Kesehatan Gizi Berbasis Masyarakat

“SOSIALISASI AKAN MENJADI PENENTU KEBERHASILAN PROGRAM.”

Penyuluhan Kesehatan di Posyandu untuk Generasi sehat dan cerdas

14 April, 2014

Page 15: Majalah Compact Edisi 5

Proyek Kesehatan dan Gizi Ber-basis Masyarakat untuk Meng-urangi Anak Pendek (PKGBM) MCA-Indonesia sedang melak-

sanakan maraton sosialisasi berbagai programnya.

“Sosialisasi akan menjadi penentu keberhasilan proyek,” kata Minarto, Direktur PKGBM.

Lewat sosialisasi itu juga, pemangku kepentingan akan mendapatkan pen-

jelasan tentang peraturan dan tata cara proyek.

“Tidak ada artinya bila proyeknya berjalan baik, namun terjadi kesalahan dalam administrasi,” katanya. Saat ini MCA-Indonesia sedang menyelesaikan berbagai dokumen rencana proyek dan berkomunikasi secara intensif dengan Millennium Challenge Corporation di Washington, Amerika Serikat.

Rencana menggelar sosialisasi

menyeluruh sudah lama, namun baru akan terjadi pada tanggal 1 April 2014. “Pada tahun kedua tersebut proyek akan bergerak lebih cepat. Kami sudah punya rencana kerja untuk mengurangi stunting, modul-modulnya sudah sele-sai semua. Kami juga merencanakan sosiali sasi tingkat nasional,” kata Minarto.

Agenda terdekat adalah sekitar akhir April 2014, MCA-Indonesia akan mengundang semua pemangku kepent-ingan, sekitar empat orang dari tiap kabupaten, untuk bersama-sama duduk dengan MCA-Indonesia dan Kemente-rian Kesehatan.

Sosialisasi proyek kesehatan adalah kegiatan yang penting. Minarto berharap sosialisasi berjalan dari dua sisi proyek dan saling bersinergi, yakni sisi suplai dari sisi penguatan penyedia atau petu-gas layanan kesehatan masyarakat dan sisi kebutuhan dari sisi pemberdayaan masyarakat yang digerakkan melalui PNPM Generasi.

Salah satu indikator keberhasilan sosialisasi adalah seluruh dokumen dan panduan tersebar dan dibaca seluruh pemangku kepentingan dan bergulir deras bagai bola salju.

“Jadi kampanye program kita ini akan berjalan setelah bulan April 2014, dan kemudian menjadi gelombang infor-masi dan sosialisasi yang sangat besar,” tandasnya.

Sosialisasi program kese-hatan ini benar-benar jadi bagian serius. Minarto menambahkan, kalau perlu pertemuan rutin masyarakat atau warga di daerah-daerah akan diupayakan pembiayaan-nya dengan pendanaan dari block grant.

FOTO: Purwanta BS

15April, 2014

Page 16: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION HEALTH & NUTRITION

Salah satu proyek di Program Compact yang sedang berjalan adalah Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek (PKGBM). MCA-Indonesia telah

mencapai salah satu tahap penting dalam pelaksanaan proyek, yaitu adanya perjanjian dengan Kementerian Kesehatan. Perjanjian tersebut bertujuan mengikatkan diri untuk bekerja sama mengurangi angka anak pendek

STRUKTUR ENTITAS PELAKSANA ATAU IMPLEMENTING ENTITY AKAN DIADOPSI DAN MENJADI BAGIAN DARI KEMENTERIAN KESEHATAN. SAAT PROGRAM COMPACT BERAKHIR, MEKANISME PENGURANGAN ANGKA ANAK PENDEK (STUNTING) JALAN TERUS.

Implementing Entity: Tanam Bibit di Lahan Kementerian Kesehatan

Tim MCC dan MCA-Indonesia bersama Dinas Kesehatan Prov. NTB melakukan kunjungan lapangan

16 April, 2014

Page 17: Majalah Compact Edisi 5

dan tentunya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Salah satu hal yang menarik dari per-janjian itu adalah kesadaran bersama bahwa program tersebut harus terus berjalan meski Program Compact telah selesai masa kerjanya. Keberlanjutan jadi penting karena kesehatan adalah soal yang tak dapat diabaikan.

Direktur PKGBM MCA-Indonesia, Minarto menjelaskan bahwa perjanjian entitas pelaksana atau implementing entity agreement yang ditandatangani

antara MCA-Indonesia dengan Kemen-terian Kesehatan berisi pembagian tugas. Urusan teknis dan pelaksanaan akan ditangani oleh Kementerian Ke se-hatan, sementara persoalan adminis-trasi, pembayaran dan sebagainya akan ditangani oleh MCA-Indonesia.

Agar sinergis, dibentuklah sebuah tim sekretariat nasional atau National Secretariat Team (NST). Saat ini infra-struktur sumber daya manusianya sedang dalam proses. Sekitar awal April 2014, NST akan berdiri di Kementerian

Kesehatan. “Saat ini sedang terjadi proses

rekruitmen. Mudah-mudahan 1 April 2014 proses tersebut sudah selesai. Tim tersebut akan memiliki koordinator, berbagai ahli di bidang sanitasi, pelati-han, monitoring dan evaluasi, gizi. Juga akan ada tim pengarah, dan tim teknis,” katanya

Menurut Minarto, bila tim tersebut sudah terbentuk pada bulan April, di tingkat propinsi akan ada dua konsutan atau staf ahli, satu orang ahli pelatihan dan seorang lagi ahli gizi dan kesehatan. Akan terdapat total 22 orang konsultan untuk 11 propinsi, sedangkan di 64 kabupaten yang menjadi wilayah awal dan baru akan terdapat konsultan gizi dan kesehatan.

Entitas pelaksana dan NST berada di Kementerian Kesehatan karena beber-apa hal. Pertama, karena intervensi pencegahan penanggulangan anak pendek sangat terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Keseha-tan, untuk menjaga agar intervensi yang dilakukan sejalan dengan kebijakan yang ada. Kedua, untuk menghindari tumpang tindih karena Kementerian Kesehatan juga melakukan beberapa kegiatan sejenis. Ketiga, karena kegiatan tersebut melibatkan petugas kesehatan dan kader agar dapat menggerakkan petugas di lapangan.

Kebijakan ini dirancang agar pada tahun 2018 saat Program Compact sele-sai, entitas pelaksana tersebut sudah menjadi kesatuan dari mekanisme Kementerian Kesehatan.

Kebijakan ini didesain supaya pada 2018 ketika program Compact selesai, Implementating entity tersebut sudah di-build in, ke dalam mekanisme Kementerian Kesehatan.

FOTO: Dok. MCA-Indonesia Purwanta BS

17April, 2014

Page 18: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION PROCUREMENT MODERNIZATION

WORKSHOP YANG RENCANANYA DIGELAR MEI ATAU JUNI ITU, MENJADI JALAN PEMBUATAN MILESTONE MODERNISASI PENGADAAN.

Habis Assesment Maturity dan Road Map, Terbitlah Data Collection

MCA-Indonesia melalui Proyek Modernisasi Pengadaan berencana mengadakan loka-karya pengumpulan data untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) Percontohan pada men-

jelang pertengahan 2014, di Makassar, Sulawesi Selatan.“Di Makassar, kegiatan tersebut masih tahap pematan-

gan ide. Tujuannya untuk memantau tingkat kematangan ULP berdasarkan indikator-indikator yang ada,” ujar

Deputi PP SDM LKPP membuka aca-ra Lokakarya bersama Deputi VP MCC dan Dir. Eksekutif MCA-Indonesia

18 April, 2014

Page 19: Majalah Compact Edisi 5

Direktur Proyek Modernisasi Pengadaan, Deddy Eriantono

Menurut Deddy lokakarya tersebut diadakan sebagai kelanjutan dari Loka-karya Jajak Tingkat Kematangan dan Peta Jalan ULP, yang diadakan di Lom-bok, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 22-23 Januari 2014, yang diikuti sekitar 100 peserta dari 29 ULP. Lokakarya tersebut dilakukan untuk membantu ULP Percontohan menilai secara mandiri tingkat kematangan lembaga mereka dalam menyusun road map dan pengem-

bangan organisasi masing-masing ULP Percontohan.

Lokakarya di Lombok tersebut adalah lokakarya yang kedua kalinya. Pada lokakarya pertama pada tanggal 14

November 2013, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan MCA-Indonesia memperke-nalkan konsep model kematangan bagi lembaga pengadaan barang/jasa peme-rintah (Indonesian Procurement Maturity Model – IPM2). Di dalam model tersebut terdapat lima tingkat kematangan dari tingkat terendah hingga tertinggi, yaitu reactive, compliance, proactive, performed dan sustained pada tingkat tertinggi.

Penentuan tingkat kematangan tersebut dinilai berdasarkan sembilan

wilayah penilaian pada dua kelompok pengembangan, yaitu kemampuan sumber daya manusia dan kematangan organisasi. Pada kelompok pengem-bangan kapabilitas SDM mencakup: (1) penempatan sumber daya masyarakat (2) pengembangan kompetensi sumber daya masyarakat (3) pengembangan jalur karir. Sedangkan pada kelompok pengembangan kematangan organisasi, meliputi (4) manajemen pengadaan (5) organisasi pengadaan (6) manajemen kinerja (7) manajemen sistem informasi (8) menajemen risiko (9) budaya organi-sasi dan kepemimpinan.

Lokakarya di Makassar mendatang

akan membahas tentang capaian yang tertulis dalam kontrak payung, katalog elektronik, kementerian mana saja yang sudah menjalankan kegiatan modernisasi pengadaan, data apa saja yang diperlukan Proyek Modernisasi Pengadaan MCA-In-donesia untuk mengukur atau membuat semacam milestone serta data terkait lainnya. Saat ini MCA-Indonesia bekerja sama dengan LKPP dan berbagai ULP berupaya memperoleh indikator diperlu-kan.

“Kami akan menyampaikan persoalan

tersebut pada lokakarya di Makassar. Kami hanya melihat indikator yang dicapai dan membantu jika ada kesulitan dalam pengumpulan data yang diperlu-kan dalam proyek ini,” ujarnya Deddy.

Deddy mengungkapkan bahwa pihak-nya juga sudah mempersiapkan rencana lanjutan, jika dalam lokakarya tersebut tak memberikan hasil sesuai dengan kebutuhan Proyek Modernisasi Peng-adaan. “Kami akan membandingkan dengan kebutuhan yang ada. Jika ada data yang belum kita peroleh, maka kami akan melakukan semacam road show,” ucap Deddy.

Lokakarya ini dilakukan untuk memfasilitasi ULP Percontohan dalam menilai secara mandiri (self assess-ment) tingkat kematan-gan,menyusun road map dan pengembangan organisasi

FOTO: Dok. MCA-Indonesia Arie Bayu H

19April, 2014

Page 20: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION PROCUREMENT MODERNIZATION

Pendampingan ULP Mulai Berputar

Setahun persiapan, Procure-ment Modernization Project Millenium Challenge Amer-ika-Indonesia (PMP MCA-In-

donesia) kini siap diimplementasikan dalam kegiatan yang lebih jauh dan konkret, khususnya dalam sisi Profe-sionalisasi Pengadaan dan Pengem-bangan Sumber Daya Manusia.

“Persiapannya sudah jalan, sudah ada sekitar tujuh hingga delapan ULP dikunjungi. Tahun sekarang ini sudah mulai implementasi,” ujar Procurement Modernization Project Director, Deddy Eriantono.

Persiapan di tubuh MCA-Indonesia sendiri pun sudah berjalan dan siap untuk menjalankan kegiatan yang

KE DEPAN, MASING-MASING ULP MAMPU MEMBUAT ROAD MAP MENCAPAI STATUS SUSTAINED SECARA MANDIRI.

Forum Diskusi ULP Kota Batam-Peran ULP Dalam Pelayanan Publik

20 April, 2014

Page 21: Majalah Compact Edisi 5

kuat lagi, dalam melakukan mentoring atau pendampingan. Masing-masing ULP sudah punya road map untuk men-capai status dalam konsep maturity model (Indonesian Procurement Maturity Model – IPM2), yang di dalamnya ada lima tingkat kemata ng an, yang dimulai dari tingkat Reactive, Compliance, Proac-tive, Performed dan Sustained, yang diisi ketika workshop. “Misalnya tentang pen-empatan SDM, Kepri (Kepulauan Riau) hampir semuanya masih pada status reactive, meski ada satu yang berstatus compliance,” tuturnya.

Disamping itu, mentoring ULP juga dilakukan dalam rangka pengembangan SDM melalui pelatihan berdasarkan kompetensi dan sertifikasi bagi pengelola pengadaan. Program pelatihan ini diren-canakan dimulai pada awal Mei 2014.

“Kita sudah punya Senior Advisor, dia yang bertanggungjawab secara instansi project ini untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP), dibantu dengan Pak Sabela yang bekerjasama dengan LKPP untuk melakukan mentoring ULP,” kata Deddy.

Kemudian MCA-Indonesia akan mer-ekrut sekitar 20-an orang trainer yang akan dilatih pada level Training of Trainer (TOT). Usai pelatihan, para trainer itu dija-dikan mentor untuk mendampingi ULP percontohan. Tugas mereka tidak hanya memberikan pelatihan atau penga rahan, mereka juga memberikan bantuan kepada petugas atau pegawai ULP yang menemui kendala teknis. Pendampingan praktik kerja ini diadakan untuk memas-tikan keberhasilan peserta pelatihan memanfaatkan kompetensi mereka, dalam kegiatan pengadaan di institusi masing-masing.

Deddy menambahkan, dalam men-

dampingi ULP percontohan itu, MCA-In-donesia juga bekerjasama dengan peru-sahaan yang akan melakukan proses manajemen, prosesnya sedang digarap dan akan selesai dalam waktu dekat. “Untuk Pengembangan SDM, kita sudah punya modul-modul yang akan dikem-bangkan, TOR-nya sudah siap dan akan diiklankan untuk mendapatkan peru-sahaan yang akan melaksanakannya,” ucap Direktur Modernisasi Pengadaan MCA-Indonesia tersebut.

Ke depannya, masing-masing ULP

diharapkan bisa mengisi road map yang juga merupakan komitmen mereka untuk mencapai status dalam katago-risasi IPM II, mulai dari penempatan SDM dan kapan mulai dilakukan dan sebagainya. Dengan berjalan dan suk-sesnya pengembangan SDM tersebut, tambahnya, maka pengembangan kelembagaan ikut terdorong.

“Karena itu, bagi saya pembangunan dan pengembangan di sisi SDM dan lem-baganya menjadi yang lebih utama,” kata Deddy mengakhiri pembicaraan.

Dalam mendampingi ULP perconto-han itu, MCA-Indonesia juga beker-jasama dengan perusahaan yang akan melakukan proses manaje-men, prosesnya sedang digarap dan akan selesai dalam waktu dekat.

FOTO: Purwanta BS Satria Raharja Arie Bayu H

Staf Inspektorat Bappenas dalam Diskusi dengan ULP Kota Bukit Tinggi

FGD Isu Gender dalam ULP bersama DVP MCC

21April, 2014

Page 22: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION PROCUREMENT MODERNIZATION

“Nyanyian” Kode Penentu Implementasi Procurement Modernization

PROSES DAN HASIL PROCUREMENT CLASSIFICATION PENGADAANNYA HARUS BAIK DAN BENAR DULU.

22 April, 2014

Page 23: Majalah Compact Edisi 5

Pembuatan dan penerapan Implementasi Procurement Management Information System (PMIS), menjadi salah satu pilar

utama dalam Procurement Mo dernization Project Millenium Challenge Amerika-In-donesia (PMP MCA-Indonesia).

Sebab, PMIS menjadi alat utama untuk membantu pengelola pengadaan barang atau jasa di pemerintahan, dalam mewu-judkan efektivitas dan efisiensi proses pengadaan, menjamin kompetisi yang sehat dan terbuka, serta percepatan penyerapan anggaran. Namun untuk

merealisasikan dan mengimplemta-sikannya, tidaklah semudah membalik telapak tangan.

“Kegiatan yang harus dilakukan dalam Procurement Modernization Pro-ject ini kan interdepensi. Pertama itu procurement classification. Karena kalau kita lihat dalam ada e-catalog (katalog elektronik), ada PMIS data ware house,” ujar Procurement Modernization Project Director, Deddy Eriantono.

Menurut salah satu direktur MCA-In-donesia yang akrab disapa Deddy itu, kalau procurement classification (klasifi-

kasi pengadaan) tersebut sudah disele-saikan, untuk pekerjaan ware house data, pe lapor an, kontrak manajemen maupun yang lainnya bisa dengan segera meny-usul penyelesaiannya. Pekerjaan-peker-jaan procurement classification tersebut terkait dengan pengkodean. Pengkodean ini harus diselesaikan terlebih dahulu.

Agar pengkodean baik dan benar, proses dan hasil klasifikasi pengadaan-nya harus baik dan benar dulu. Artinya, kalau klasifikasinya belum jalan atau belum diimplementasikan, baik di LKPP maupun di ULP penerapan katalog elektroniknya tentu masih menjadi pertanyaan besar. Begitu pula halnya dengan implementasi PMIS. “Itulah tan-tangannya sekarang ini, tapi kalau nanti ini selesai, itu nanti bisa lari ke semua pekerjaan pada PMIS ini,” kata Deddy.

Deddy juga memaparkan PMIS diran-cang untuk menampung data pengadaan yang lengkap, menyediakan proses yang efisien dan efektif serta mendukung pengambilan keputusan strategis di setiap tahapan proses pengadaan. Salah satu hasilnya otomatisasi perencanaan pengadaan, penganggaran, pengelolaan kontrak, katalog, serta proses pembe-lian dan pembayaran. Masih ada lagi kelengkapan lainnya yaitu perangkat dan aplikasi yang terintegrasi dan kompre-hensif, plus sistem keamanan data dan transaksi yang canggih di setiap perang-kat dan aplikasinya,

Tak berhenti di situ, PMIS juga men-dukung fungsi serta peran monitoring dan evaluasi proses pengadaan sehingga tercipta suatu cycle (siklus) pengadaan yang lengkap dan mampu memberikan data dan informasi untuk proses pen-gadaan selanjutnya.

Kegiatan ini sudah dimulai pada 2013. Perangkat dan aplikasi pertamanya, akan dilaksanakan pertengahan 2014. Itulah yang membuat pengelola PMP MCA-Indonesia, berupaya menyele-saikan pekerjaan klasifikasi pengeadaan secepatnya. “Targetnya, klasifikasi-nya ini harus sudah dimulai dan selesai tahun ini,” kata Deddy.

FOTO: Purwanta BS

23April, 2014

Page 24: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION CROSS CUTTING (GENDER)

Workshop Ujicoba Modul Pemberdayaan Gender Proyek Kemakmuran Hijau

yang digelar di Aula Kantor Bappeda Provinsi Sulawesi Barat, di pertengahan Februari tahun ini, membawa angin segar yang berhembus kian kencang.

Perwakilan masyarakat tampak aktif berdiskusi dan memberikan usulan atau masukan. Salah satunya, pelibatan warga pribumi sebagai guide yang bahasa lokal. Direktur SGA MCA-Indone-sia Dewi Novirianti dalam pemaparannya menyampaikan bahwa secara kesu-luruhan, mandat yang diemban SGA dalam Program Compact adalah untuk memaksimalkan dampak positif Pro-gram Compact, dengan memperhatikan sosial dan gender lintas sektor dan men-jamin kepatuhan proyek pada Kebijakan

Gender MCC.“Dalam kaitan Proyek Kemakmuran

Hijau, memastikan seluruh masyarakat khususnya perempuan dan kelompok rentan, menerima manfaat proyek,” jelas Dewi.

Tak hanya perwakilan masyarakat yang bersemangat, Sekretaris Bappeda Provinsi Barat, Haryono yang membuka workshop ujicoba modul ini pun menun-jukkan kegembiraannya, atas penye-lenggaraan program sosial dan gender yang merupakan kerjasama Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan MCA-Indo-nesia.

“Implementasi Program Compact diharapkan dapat memalingkan mata dunia yang selama ini masih tertuju pada Jakarta dan Bali” kata Haryono dengan antusias.

Perlu diketahui, Modul Pemberdayaan Gender merupakan salah satu instru-men yang digunakan untuk memastikan keterlibatan perempuan, kelompok masyarakat rentan serta pemanfaatan hasil-hasil Proyek Kemakmuran Hijau bagi mereka secara maksimal.

Modul ini dikembangkan oleh Konsul-tan Gender MCA-Indonesia, Nina Her-diana. Adapun 12 modul yang dibahas meliputi (1) Kebijakan Gender, Prosedur Operasional dan Tahapan Penting; (2) Kesadaran Dasar Sosial dan Gender; (3) Perdagangan Manusia (TIP) dan Pelece-han Seksual (SH); (4) Pemantauan dan Evaluasi Peka Gender; (5) Sosial dan Gender dalam Perencanaan Penggunaan Lahan Partisipatif (PLUP); (6) Isu Sosial dan Gender dan Titik Masuk Utama dalam Energi Terbarukan; (7) Sosial dan Gender dan Titik Masuk Utama dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (NRM); (8) Pertemuan Konsultasi Inklusif dan Peka Gender; (9) Bagaimana Membuat Proposal Proyek yang Peka terhadap Kondisi Sosial dan Gender; (10) Penilaian Gender dan Sosial sebagai Bagian dari Penilaian Kelayakan; (11) Mendorong Partisipasi dan Kepemimpinan Pe rem-puan; (12) Bagaimana Memetakan Kelompok yang Rentan.

“MEMASTIKAN SELURUH MASYARAKAT KHUSUSNYA PEREMPUAN DAN KELOMPOK RENTAN, MENERIMA MANFAAT PROYEK.”

Ujicoba Disambut Antusias Stakeholder

FOTO: Purwanta BS

24 April, 2014

Page 25: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION CROSS CUTTING (GENDER)

Menjadikan kesadaran gender sebagai salah satu acuan dasar untuk program memang memi-

liki seni tersendiri. Apalagi untuk ma -syarakat yang selama ini telah terbiasa mengedepankan budaya meletakan

perempuan sebagai pelengkap, bagian dari properti dengan peran-peran yang terbatas di wilayah publik.

Padahal di satu sisi, sudah banyak bukti menunjukkan bahwa perempuan jadi faktor penentu dalam membangun ekonomi di keluarga. Minimal, program

Wanted! Peran Suami di Perang Stunting

Site Visit TIM Social dan Gender MCA-Indonesia

pemberdayaan perempuan selalu di -ikuti dengan makin berdayanya suami, anak dan seluruh anggota keluarga inti.

Berbeda ceritanya dengan member-dayakan para suami. Kebanyakan, efek kesejahteraan tidak seluas member-dayakan para ibu. Begitu para ibu yang ditolong, otomatis tingkat kesejahteraan keluarga meningkat.

Semangat ini yang diadopsi di Com-pact. Beberapa kegiatan untuk men-dorong peran perempuan digelar. Tim MCA-Indonesia melakukan kunjungan lapangan bersama Tim Gender MCA-In-donesia, yang dikemas dengan tagline “Site Visit”, Rabu, 5 Februari 2014.

Site visit dengan Tim Gender tersebut dimulai dengan diskusi bersama Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Haris di tempat kerjanya. Haris selanjutnya menjelaskan pelaksanaan PNPM GSC di Kabupaten Lombok Tengah.

Salah satu yang menarik dalam meningkatkan kesadaran gender ada-lah tidak melakukan pembagian peran seperti yang selama ini diterima dan dianggap jadi kebenaran umum. Misal-nya dengan meningkatkan keterlibatan laki-laki dalam menjaga ibu hamil. Bapak-bapak diberikan penyuluhan dan pelatihan. Metode pelatihan yang dila-kukan adalah memberikan pelatihan terkait kesehatan ibu kehamilan seba-nyak empat kali selama kehamilan dan pelatihan suami siaga.

Site Visit ini ditutup dengan kunjung an lapangan ke hutan kemasyarakatan Sesaot. Di sana, tim menyaksikan keterlibatan perempuan dan laki-laki pada hutan kemasyarakatan ini. Melihat praktik kesetaraan di local wisdom yang ada.

PENINGKATAN KESADARAN GENDER ADALAH TIDAK MELAKUKAN PEMBAGIAN PERAN SEPERTI YANG SELAMA INI DITERIMA DAN DIANGGAP JADI KEBENARAN UMUM.

FOTO: Purwanta BS

Bapak mengantarkan anaknya di Puskesmas Cilimus Kab. Garut

25April, 2014

Page 26: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION CROSS CUTTING (ESMS)

Bayangkan jika tubuh tanpa organ hati atau ginjal. Tak perlu waktu lama, seluruh tubuh bisa berisi racun atau zat berbahaya. Begitu pula halnya dengan Program Com-pact, Millennium Challenge Corporation (MCC) diwajibkan

menerapkan Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (Environ-mental and Social Management System - ESMS) sebagai saringan atau sabuk pengaman.

“Karena semua proyek MCC tidak boleh merusak lingkungan dan sosial,” kata Direktur Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Sosial,

Proyek yang Santun dan Menawan dengan ESMS

ARAHNYA JELAS YAITU, ESMS MENJADI PAGAR SUPAYA PROYEK ATAU KEGIATAN COMPACT TIDAK MERUSAK LINGKUNGAN ALAM DAN MASYARAKAT TEMPAT LOKASI PROYEK. JUSTRU MELINDUNGINYA

26 April, 2014

Page 27: Majalah Compact Edisi 5

Lastyo Lukito kepada Compact, ketika bertemu di kantor Satker, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Lastyo menjelaskan, ESMS me rupakan perangkat Perlindungan Lingkung an & Sosial (Environmental & Social Safeguards), yang mewajibkan ma sing-masing proyek bertang-gungjawab untuk melakukan lang-kah-langkah pe ning katan lingkungan dan sosial. Semua pihak yang terkait kegiatan MCA-Indonesia sama-sama bertanggung jawab untuk menerapkan ESMS, mulai dari prinsip kebijakan dan desain, maupun pembuatan kerangka pedoman, prosedur khusus, dokumen dan studi, rencana kerja lingkungan dan sosial, hingga pelaksanaan dan organisasi, anggaran serta monitoring, evaluasi dan pelaporannya.

Hal tersebut dituangkan dalam pola dan ketentuan ESMS Tingkat 1 (tier 1), yang terdiri dari desain kegiatan yang ramah lingkungan dan peka sosial, pemahaman terhadap resiko dan man-faat, keterbukaan informasi dan peli-batan pemangku kepentingan, pengem-bangan dan pelaksanaan rencana aksi lingkungan dan sosial, pengembangan

dan pelembagaan mekanisme keluhan, hingga pemantauan, pelaporan dan evaluasi kinerja.

Ketentuan-ketentuan tersebut me -ngacu kepada IFC Performance Stan-dards (baca Boks I), yang bisa dilihat dalam laman resminya yang beralamat di www.icf.org. Selain mentaati panduan lingkungan MCC - yang mengadopsi IFC Performance Standards 2012 itu, tam-bah Lastyo, kegiatan atau proyek yang memakai dana MCC, tidak boleh meru-sak lingkungan dan sosial, juga harus mentaati perundangan dan peraturan Indonesia (lihat Box 2).

Ketentuan dalam Tingkat 1 tadi, lanjutnya, diterjemahkan ke masing-

ma sing program. Lalu munculah ESMS untuk Proyek Kemakmuran Hijau, ESMS untuk Proyek Modernisasi Pengadaan dan ESMS untuk Proyek Kesehatan dan Gizi berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek. ESMS di tiap program ini sudah masuk wilayah yang disebut Tingkat 2. Saat ini, MCA-Indo-nesia terus menggodok Tingkat 1 dan Tingkat 2.

ESMS tidak hanya sebagai pagar (yang membatasi) tetapi juga sebagai “rambu-rambu” yang mengarahkan cara pelaksanaan kegiatan yang bertang-gungjawab terhadap lingkung an se hing- ga performa pengelolaan lingkungan dan sosial dapat ditingkatkan.

PS1: Kajian & Pengelolaan Resiko

dan Dampak Lingkungan dan

Sosial

PS2: Tenaga Kerja & Kondisi Kerja

PS3: Efisiensi Sumberdaya &

Pencegahan Polusi

PS4: Kesehatan Masyarakat,

Keselamatan & Keamanan

PS5: Pembebasan Lahan &

Pemukiman Kembali secara

Terpaksa

PS6: Konservasi Keanekaragaman &

Pengelolaan Berkelanjutan dari

Sumber Daya Alam Hidup

PS7: Penduduk Asli / Masyarakat

Adat

PS8: Warisan Budaya

Peraturan Pemerintah Indonesia

• UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup

• PERMEN LH No 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum KLHS

• PP-Nomor-27-Tahun-2012 tentang Ijin Lingkungan

• Permen LH No 16 Thn 2012 Penyusunan Dokumen LH

• Permen LH No 8 Thn 2013 Tatalaksana Penilaian dan Pemeriksaan Ijin LIngkungan

• PERMENDAGRI No 67 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan KLHS dalam

Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah

Box 1

Box 2

FOTO: Moekti Ariebowo Purwanta BS

27April, 2014

Page 28: Majalah Compact Edisi 5

PROJECT IMPLEMENTATION CROSS CUTTING (ESMS)

Pertemuan MCA – Indonesia dan MCC dengan Menteri Lingkungan Hidup

Sepakat, Tidak Satu Dolar pun Boleh Merusak Lingkungan!

“TIDAK HANYA LIMA TAHUN (PROGRAM COMPACT), TETAPI SETERUSNYA.” D

alam pertemuan yang bergulir sejak pagi, sang Menteri pun mendukung prinsip MCA-Indonesia tidak ingin melakukan kegiat an Program Compact yang akan merusak lingkungan.

“Pada prinsipnya, dana MCC tidak boleh merusak lingkungan, tidak satu dolar pun. Tidak hanya lima tahun (Program Compact) ini, tetapi seterusnya, untuk mencapai sustainability (keberlanjutan),” ucap Direktur ESP MCA-Indonesia Lastyo Lukito mengenai pertemuan yang digelar di kantor Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta, pada tanggal 6 Februari 2014.

28 April, 2014

Page 29: Majalah Compact Edisi 5

Tentunya, sambung Lastyo, MCA-Indo-nesia mengikuti peraturan perundangan yang ada di Indonesia, dan mengacu ke standar International Finance Corporation (IFC) sebagai arahan dari MCC yang dikem-bangkan menjadi suatu sistem bernama Environmental and Social Ma nagement System (ESMS), yang diterapkan dalam Program Compact.

Gayung bersambut, Menteri Lingku-ngan Hidup Republik Indonesia, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA menanggapi positif pemaparan MCA-Indonesia.

“Kita setuju bahwa kegiatan apa pun yang kita lakukan dapat menjaga lingku-ngan. Kita bisa memulai dari statement yang disampaikan tadi, yaitu ‘tidak satu dolar pun dari dana MCC bisa merusak lingku ng an’,” kata orang nomor satu di KLH yang akrab disapa Balthasar.

Menurut Balthasar, KLH mempunyai instrumen yang menjamin bahwa setiap kegiatan tidak merusak lingkungan seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). Dengan demikian, KLH dan Proyek Kemakmuran Hijau dapat mengkoordinasikan program yang tepat ke depan. KLH juga meminta untuk mempertimbangkan dan memperluas lokasi Proyek Kemakmuran Hijau. Menteri menekankan bahwa Kemakmuran Hijau

dapat memberi dampak yang lebih besar, jika mendatangi daerah yang sangat mem-butuhkan, karena masih banyak tempat yang gelap gulita.

KLH, lanjut Menteri, telah menjalin bekerjasama yang baik dengan Kemen-terian Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environmental Pro-tection Agency), untuk dijadikan pembela-jaran bagi Proyek Kemakmuran Hijau. Tak bertepuk sebelah tangan, Proyek Kemak-muran Hijau pun menyatakan terbuka untuk bekerja sama dengan KLH dalam hal

manajemen lahan gambut dan haze (asap). Direktur ESP MCA-Indonesia menya-

takan bahwa Komisi AMDAL menjadi salah satu isu yang mendesak dalam menjalin kerja sama KLH dengan Proyek Kemak-muran Hijau MCA-Indonesia. Beberapa Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) belum memiliki Komisi AMDAL.

“Meski sudah ada beberapa daerah yang sudah memiliki, namun kapasitasnya masih tergolong rendah. Sehingga, perlu ada peningkatan kapasitas BLHD. Per-baikan kondisi lembaga lingkungan hidup dan dan pembentukkan Komisi AMDAL merupakan tanggung jawab KLH,” ujar Lastyo saat ditemui di tempat kerjanya, di Jakarta, di sela-sela persiapan untuk per-temuan berikutnya.

Tak hanya pembahasan tentang lingkungan hidup, dalam pertemuan itu juga membahas mengenai Proyek Mod-ernisasi Pengadaan. KLH menyatakan telah mengembangkan Sustainable Con-sumption and Production (SCP) dimana Proyek Modernisasi Pengadaan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dapat membantu SCP untuk melaksanakan pengadaan ramah lingkungan dengan intensif. Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia pun dapat bergabung dalam program tersebut.

FOTO: Purwanta BS Dok. MCA-Indonesia

29April, 2014

Page 30: Majalah Compact Edisi 5

NUSANTARA

Usianya masih muda, secara hukum berdiri 31 Mei 2003. Selumrahnya kabupaten yang baru lahir, baru beber-

apa tahun kemudian bisa mulai berdiri di kaki sendiri. Baru setelah itu setapak demi setapak melangkah. Masih banyak pekerjaan rumah, itu pasti. Namun, topik yang relevan diangkat dari daerah baru bukanlah pekerjaan rumahnya, tetapi apa yang sudah dibuat dalam meman-faatkan potensi yang ada. Tentu disertai mencermati cara cerdik nan cerdas yang

dikembangkan oleh sebuah daerah. Mari dimulai dari potensi Kab. Halma-

hera Utara (Halut). Lautannya lebih luas, sekitar 78 persen dari total yang ada. Sementara itu, daratannya banyak tumbuh pohon kelapa. Jumlah penduduk masih relatif sedikit. Sekitar 186 ribu jiwa yang tersebar di 17 kecamatan dan 196 desa. Terbayangkan gambarannya, daerahnya hijau dengan taburan pohon kelapa, sementara itu penduduk masih terpusat di kantong-kantong tertentu.

“Memang sampai sekarang, 60 persen

penduduk hidup dari kelapa, karena sudah turun temurun. Mengolahnya jadi kopra. Namun, sekarang mulai tren mengembangkan pala. Permintaan dari pasar mulai ada,” kata Drs. Piet Hein Babua MSi, Sekertaris Daerah Kabupaten Halmahera Utara. Ada juga penduduk yang mengembangkan jagung.

Kebutuhan energi juga jadi cerita yang menarik. Piet menceritakan kebutuhan energi Halut meningkat terus, seiring dengan naiknya aktivitas ekonomi. Paling tidak dihitung naiknya 24 persen perta-hun. Namun, apa daya, pasokan listrik ke daerah ini jauh dari cukup. Beberapa langkah memanfaatkan energi surya juga dilakukan. Setidaknya hal ini terlihat dari panel surya yang berjajar rapi di depan kantor bupati.

Namun, tentu panel tersebut tidak akan mencukupi apalagi menjangkau pen-duduk yang tersebar hingga ke pelosok Halut. “Untuk pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat, rencananya akan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan menggunakan batubara dengan luas lahan 10 hektar” kata Piet.

PLTU memang jadi resep manjur dan cepat, namun pada saat bersamaan perlu langkah terobosan lain untuk mengembangkan energi alternatif. Halut berlimpah matahari, laut, dan tentunya pohon kelapa. Sementara ini baru secuil saja langkah memanfaatkan energi alternatif dengan panel surya. Padahal, dengan potensi energi alternatif yang ada, listrik bisa menjelajah hingga pelosok tanpa perlu investasi besar di PLTU beserta jaringan kabel-kabel pe nyambung.

PLTU tetaplah penting dan ampuh, namun secara simultan sebaiknya melirik cara terobosan yang bisa langsung menjangkau pelosok dengan biaya yang relatif lebih kecil. Seandainya dua hal ini bisa berjalan beriringan, tentu Halmahera Utara tak hanya melangkah setapak demi setapak, tetapi melihatnya berdansa. Menari dengan energi alterna-tif. Hebat bukan?

Menanti Halmahera Utara BerdansaPLTU MEMANG JADI RESEP MANJUR DAN CEPAT, NAMUN PADA SAAT BERSAMAAN PERLU LANGKAH TEROBOSAN LAIN UNTUK MENGEMBANGKAN ENERGI ALTERNATIF.

FOTO: Purwanta BS

30 April, 2014

Page 31: Majalah Compact Edisi 5

Lebih kurang lima tahun yang lalu, Pulau Morotai resmi men-jadi sebuah kabupaten yang mandiri. Mekar dari Kabupaten

Halmahera Utara per 29 Oktober 2008. Masih benar-benar muda dan tentunya minim pengalaman pengelolaan sebuah daerah. Meski demikan, ada beberapa yang bisa dipelajari dari kabupaten ini, salah satunya keberanian untuk men-

jadi transparansi di bidang pengadaan barang dan jasa.

Satker Pengelola Hibah MCC menyem-patkan diri untuk bertemu dengan Asisten 1 Sekretariat Daerah Kabupaten Morotai, Kepala LPSE dan Ketua Pokja ULP pada, Rabu (26/02/2014). Dari sisi kesiapan infrastruktur tentu masih jauh dari memuaskan. Salah satu hambatan yang jelas adalah minimnya tenaga

pelaksana pengadaan barang dan jasa yang bersertifikat, serta jaringan internet yang tak stabil. Artinya, kalau listrik saja masih jadi persoalan apalagi internet.

Namun, salah satu yang pantas dicatat dari pertemuan kala itu adalah sema-ngat untuk memperkuat transparansi. “Morotai ini direncanakan untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Posisi-nya strategis. Dekat dengan Filipina, Jepang, Korea Selatan,” kata Ir. Daniel Andea, Asisten I Bidang Pemerintahan, Hukum dan Ekonomi Kabupaten P. Moro-tai.

Dengan adanya rencana tersebut, tentu memiliki sebuah tata kelola yang transparan jadi pilihan utama. Proses yang transparansi di lingkup peme-rintahan memiliki dampak besar pada kepercayaan dunia bisnis. Kepercayaan inilah yang penting mengingat KEK adalah gerbang besar untuk lalu lintas barang ke luar negeri maupuan masuk ke Indonesia.

Sejak dua tahun setelah berdiri, Moro-tai langsung membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP). Bisa dikatakan modalnya hanya nyali untuk menjadi transparan. Hasilnya sudah pasti terta-tih, namun ada pergerakan maju. Saat ini tercatat peserta LPSE sudah 70 persen yang berasal dari Morotai dan sebagian Halmahera Utara. Masih menggunakan semi e-procurement. Artinya campuran antara yang elektronik dengan yang tatap muka.

Pada 2012 ada lebih kurang 40 paket pelelangan. Naik menjadi 50 paket di tahun 2013. Nilai pelelangan besar yang pernah dicatat adalah pada tahun 2010-2011 yaitu Rp 17 miliar. Itu adalah paket untuk pembuatan jalan. Sedangkan pada tahun 2013 ada sekitar Rp 13 miliar untuk pembangunan Rumah Sakit.

Melihat apa yang dijalani Kabupaten P. Morotai ada beberapa yang menarik. Sampai sekarang, hambatan itu pasti akan ada. Bentuknya macam-macam. Namun, kalau ada nyali untuk transpa-ransi, tentunya hambatan bukanlah soal yang harus dibesar-besarkan.

NUSANTARA

HAMBATAN YANG JELAS ADALAH MINIMNYA TENAGA PELAKSANA PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG BERSERTIFIKAT, SERTA JARINGAN INTERNET YANG TAK STABIL.

Bernyali untuk Transparansi

FOTO: Purwanta BS

31April, 2014

Page 32: Majalah Compact Edisi 5

INSIDE

Pemerintah Amerika Serikat menaruh perhatian besar pada Program Compact. Selain terkait pertanggungjawaban

dana yang dihimpun dari pajak warga Amerika, kerjasama antar pemerintah ini menjadi bentuk kepedulian Amerika untuk meningkatkan kualitas kerjasama dengan pemerintah Indonesia.

Salah satu hal yang menarik dari Program Compact ini, pelaksanaannya dilakukan oleh Indonesia dan untuk kepentingan Indonesia. Hal ini mem-buat Program Compact menjadi lebih dari sekedar hibah, lebih dari sekedar bantuan pembangunan. Kedua peme-rintahan menjadikan Compact sebagai salah satu mitra dalam kerja nyata bagi

“Kita Perlu Sektor Swasta sebagai Penggerak”

32 April, 2014

Page 33: Majalah Compact Edisi 5

masyarakat. Berikut ini adalah petikan wawancara

dengan Robert O. Blake, Jr., Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia tentang pandangan Pemerintah Amerika terha-dap Program Compact dalam kaitannya dengan hubungan bilateral Indone-sia-Amerika.

Program Compact sudah berjalan

beberapa tahun, bagaimana Pemerintah Amerika memandang hal ini?

Indonesia dan Amerika Serikat telah membina kerja sama yang kuat, teru-tama dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2010, Presiden Yudhoyono dan Presiden Obama bersama-sama membentuk Kemitraan Komprehensif antara kedua negara kita. Kemitraan ini telah meningkatkan dialog dan kerja sama dalam berbagai bidang, terma-suk pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, energi dan perubahan iklim.

Manurut pandangan kami, Millennium Challenge Corporation (MCC) Compact merupakan pilar utama dari Kemitraan Komprehensif tersebut. Compact terse-but adalah dana hibah yang besar, $600 juta, tetapi yang lebih penting daripada besarnya hibah adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa kita dapat bekerja sebagai mitra untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanju-

tan yang dapat memberi manfaat untuk semua orang, termasuk masyarakat miskin, di Indonesia.

Adakah hal khusus terkait Program Compact yang ingin disampaikan?

Saya sangat bangga melihat bahwa kedua tim kita mampu bekerja sama dengan baik untuk memajukan kegiat an Compact selama beberapa tahun ter-akhir. Saya ingin melihat kerja sama ini berlanjut pada saat MCA-Indonesia mengimplementasikan program dan mulai memberikan hasil nyata dari semua kerja keras ini. Saya khusus-nya tertarik dengan kegiatan forum kemitraan dan investasi untuk Proyek Kemakmuran Hijau dalam waktu dekat ini karena saya berpendapat bahwa ke terlibatan pihak swasta akan mem-bantu proyek-proyek dalam Program Compact menjadi lebih berkelanjutan dalam jangka panjang.

Durasi Program Compact adalah lima tahun. Apa yang perlu dicermati dengan sungguh-sungguh?

Model MCC hanya memungkinkan lima tahun untuk melaksanakan semua kegiatan dalam Compact. Periode tersebut bukan waktu yang lama untuk memanfaatkan dana hibah $600 juta. Kami berharap MCA-Indonesia akan

dapat memanfaatkan dana tersebut dengan bijaksana dan baik, tapi yang pa ling pen ting kami berharap masya-rakat Indonesia dapat menerima man-faat dari investasi Compact ini untuk meningkatkan gizi ibu dan anak, mod-ernisasi pengadaan publik, dan energi terbarukan dan pe ngelolaan sumber daya alam. Saya yakin manfaat ini akan dapat terlihat selama bertahun-tahun setelah program ini berakhir pada 2018.

Sejauh mana pentingnya keterlibatan sektor swasta?

Saya yakin bahwa keterlibatan sektor swasta sangat penting untuk memas-tikan bahwa kegiatan yang kita lakukan bersama-sama untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Indonesia akan memiliki dampak semaksimal mungkin. Pemerintah kita tidak dapat memenang-kan pertempuran melawan kemiskinan sendiri. Oleh karena itu, kita akan membutuhkan sektor swasta, sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi, untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan Compact dan membantu MCA-Indonesia untuk membuat program yang inovatif dan menarik ini menjadi kenyataan. Saya sangat berharap dapat melihat hasil dari kemitraan kita ini dan untuk melanjutkan kerja sama bilateral yang kuat antara kedua negara kita.

Saya sangat bangga melihat bahwa kedua tim kita mampu bekerja sama dengan baik un-tuk memajukan kegiatan Com-pact selama beberapa tahun terakhir. Saya ingin melihat kerja sama ini berlanjut pada saat MCA-Indonesia mengim-plementasikan program dan mulai memberikan hasil nyata dari semua kerja keras ini.

FOTO: Dok. Kedubes AS

Ambassador Robert O. Blake Jr

33April, 2014

Page 34: Majalah Compact Edisi 5

INSIDE

MWA sebagai lembaga penentu sekaligus penjaga arah program Compact memberi perhatian besar pda perjalanan program

ini. Tentunya demi menjawab harapan seluruh stakeholders yaitu rakyat, bangsa dan Negara Indonesia, khususnya yang miskin.

“Jadi dari sisi Indonesia kita dorong lang-kah percepatannya, tapi catatan juga untuk MCC ada suatu komitmennya yang tinggi, agar tidak ada upaya perubahan-perubahan

Pemerintah Indonesia Fasilitasi Percepatan

Ketua Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia, Lukita D. Tuwo

“LEMBAGA PERWALIAN YANG TERKAIT MCC DI INDONESIA INI, MENJADI CONTOH, TEROBOSAN ATAU PILOT PROJECT BAGI LEMBAGA-LEMBAGA LAIN YANG BERIKUTNYA.”

34 April, 2014

Page 35: Majalah Compact Edisi 5

kebijakan di tengah kita sedang mem-persiapkan,” kata Ketua Majelis Wali Amanat Lukita D. Tuwo. Hal kedua yang disampaikan Lukita, dari sisi prosedur, agar lebih diberikan fleksibilitas terha-dap MCA-Indonesia, tanpa mengabaikan unsur-unsur akuntabilitas.

Lukita juga memahami jika ada hal-hal yang menjadi kendala, sehingga MCA-Indonesia tidak bisa bergerak cepat. Pertama, regulasinya masih belum cukup. Jadi masih ada hal-hal yang ketika diimplementasikan, ternyata ada regulasi yang harus disesuaikan atau dipersiapkan. Kedua, kendala ter-

kait mekanisme APBN Indonesia, karena bagaimana pun harus tetap dilaporkan ke APBN Indonesia. Misalnya, aturan per-pajakan, aturan pemberian hibah, aturan investasi dengan dana perwalian. “Bagi teman-teman Kementerian Keuangan ini hal baru, dan mereka sedang duduk bersama dengan tim kita untuk meny-iapkan aturan-aturan yang memenuhi ketentuan atau hal tersebut,” ujarnya.

“Jadi memang sekarang ini lembaga perwalian yang kaitan MCC ini di Indone-sia menjadi contoh, terobosan atau pilot project bagi lembaga-lembaga lain yang berikutnya yang mengacu pada Perpres

80/2011. Karena itu harapan saya, jika ada lembaga perwalian lain untuk kon-teks yang lainnya, maka kendala seperti itu sudah bisa diatasi, karena sudah ada pengalaman dari Program Compact MCC tersebut,” katanya.

Ke depan, lanjut Waka Bappenas, pada saatnya nanti program Compact ini selesai, maka yang sifat atau bagian komersial akan dikelola sebuah badan usaha di bawah Kementerian Keuangan, sebagai dana bergulir.

“Saya melihat dengan kondisi Indone-sia yang kita harapkan akan terus maju, maka dana-dana trust fund dari luar ne ge ri juga akan semakin berkurang. Karena negara-negara donor juga tidak mau mengalirkan dananya, ketika melihat Indonesia sudah maju, iya kan? Sebalik-nya kita juga saat itu secara bertahap telah menjadi negara donor”, tuturnya.

Paling tidak, sergah Lukita, mungkin nanti dalam bentuk lain yang menam-pung dana-dana dari CSR dari private sector (swasta), bukan dari negara-ne-gara mitra pembangunan, karena sejalan dengan kemajuan yang dicapai Indonesia dalam bidang ekonomi dan lainnya, hibah akan semakin berkurang. Malah, nanti Indonesia yang diminta untuk memberikan hibah, faktanya se perti itu perkembangannya dalam bentuk Kerjasama Selatan-Selatan dan/atau Kerjasama Triangular.

“Jadi konteksnya, Indonesia bukan lagi membangun lembaga trust fund tapi membangun lembaga pemberi bantuan,” kata Waka Bappenas itu. Lukita mene-gaskan Indonesia punya potensi untuk naik kelas menjadi negara maju. Tidak lagi tangan di bawah, tapi sudah tangan di atas.

“Saya melihat dengan kondisi Indonesia yang kita harapkan akan terus maju,

maka dana-dana trust fund dari luar negeri juga akan

semakin berkurang.

FOTO: Purwanta BS

35April, 2014

Page 36: Majalah Compact Edisi 5

Untuk pertama kalinya, Deputy Vice President Millenium Challenge Cooperation (MCC) Kyeh Kim bertandang ke

Indonesia. Meski sebenarnya merupa-kan mekanisme rutin, namun kunjungan pimpinan MCC tersebut tak bisa dipan-

dang sebelah mata.“Meskipun MCA-Indonesia secara

rutin memberikan laporan setiap bulannya, tapi mereka ingin melihat secara langsung seperti apa kegiatan di lapangan. Melihat tantangan yang kami hadapi dan membantu memberikan

solusinya. Kepentingan dari pemberi donor adalah memastikan bahwa pro-gram berjalan,” ucap Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, J.W. Saputro.

Saputro menambahkan saat per-temuan tersebut berlangsung, Proyek Modernisasi Pengadaan mulai berjalan penuh pada bulan November 2013. Menyusul adalah Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Me -ngurangi Anak Pendek (PKGBM) resmi berjalan pada Maret 2014. Sedangkan Proyek Kemakmuran Hijau baru akan melaksanakan kegiatan pada bulan April 2014.

“Untuk memastikan bila semuanya mulai berjalan dengan baik. Bagaimana persiapannya? Apakah ada kesulitan? Apakah selama ini MCC sudah cukup membantu? Jika ada kesulitan, MCC akan membantu.” Ucap J.W. Saputro.

Salah satu kendala yang disampaikan adalah regulasi dari Kementerian Keuangan terkait Proyek Kemakmuran Hijau yang belum mencapai titik akhir.

“Deputy Vice President MCC menang-gapinya dengan melontarkan tawaran bantuan. Bagaimana cara mempercepat prosesnya? Apa yang bisa dibantu dari MCC di Washington untuk mempercepat hal tersebut?” katanya.

Kunjungan Deputy Vice President MCC selama lima hari di Indonesia tersebut juga melihat langsung ke lokasi proyek di Lombok, Nusa Tenggara Barat. “Di Lombok, Deputy Vice President MCC melihat langsung kegiatan dari PKGBM dan contoh potensi implementasi Kemakmuran Hijau dalam satu wilayah,” ujar Saputro.

Ketika ditanya mengenai tanggapan sang Deputy Vice President MCC, Sapu-tro menyatakan bahwa Proyek Moderni-sasi Pengadaan dan PKBGM telah 90 persen berada pada jalurnya.

Saat ini hanya Proyek Kemakmuran Hijau yang masih mengalami beberapa kendala mendasar berkaitan dengan tata kelola dan peraturan Pemerintah Republik Indonesia.

INSIDE

MILLENNIUM CHALLENGE CORPORATION INGIN LANGSUNG MELIHAT.

Deputy Vice President MCC Berkunjung, Compact Makin Terdukung

FOTO: Arie Bayu H

36 April, 2014

Page 37: Majalah Compact Edisi 5

INSIDE

Ada dua momen besar dan penting yang terjadi di Sat-ker Pengelola Hibah MCC, Bappenas pada awal tahun

2014. Pertama, pembentukan tim peng-kaji regulasi pendukung pelaksanaan pengelolaan hibah MCC. Kedua, penun-jukkan Bappenas pada Satker Hibah MCC untuk diaudit oleh BPK.

Selain besar, dua momen ini jadi dua

tonggak penting dan berguna. Penting karena sifatnya mendasar, berguna karena hasilnya pasti dinikmati tak hanya oleh satker, MCA-Indonesia, tetapi seluruh instansi pelaksana kegiatan dan penerima manfaat program compact.

“Pembentukan tim pengkaji yang beranggotakan 15 orang, gabungan dari empat direktorat di Kementerian Keuang an, Bappenas, dan MCA-Indonesia

ini bertujuan mempercepat pelaksanaan program Compact,” kata Hari Kristijo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sat-ker Pengelola Hibah MCC. Tim ini seka-ligus menjawab sering tak selarasnya antara aturan yang berlaku di Indonesia dengan pedoman yang dipegang oleh MCA-Indonesia.

Pembentukan tim pengkaji ini sangat jarang sekali dilakukan pemerintah Indonesia. “Sejak pertengahan Februari, tim bertemu dan merumuskan solusi atas persoalan terkait tata aturan. Ini terobosan,” kata Hari. Terobosan yang dibuat oleh Waka Bappenas, sekaligus Ketua MWA, Lukita Dinarsyah Tuwo akan sangat berguna pada masa mendatang dan proyek hibah yang lainnya.

“Dengan hadirnya tim ini, setidak-nya persoalan seperti bagaimana mekanisme pencatatan aset, bagaimana pengusulan sebuah proyek, bagaimana administrasinya dalam aturan negara akan menjadi lebih jelas dan akuntabel,” kata Hari.

Momen kedua dipilihnya Satker ini untuk sample diaudit oleh BPK. ” Audit yang dilakukan oleh BPK sudah selesai. Tinggal menunggu hasilnya,” katanya. Hari menambahkan, dirinya senang dengan adanya audit karena bisa mem-bantu melihat seperti apa kinerja Satker yang dikelolanya.

Audit BPK ini menyeluruh. “Semuanya diperiksa, bahkan hardisk komputer juga dicek spesifikasinya apakah sesuai atau tidak. Alat tulis kantor juga dihitung ke se-suaiannya. Semuanya diperiksa. Nah, lebih sulit lagi karena audit laporan on going, termasuk periode Januari-Febru-ari 2014,” katanya.

Ada beberapa yang bisa dibagikan oleh Hari sebagai PPK terkait audit. “Open Management”. Saya buka semuanya pada semua staf. Tidak ada yang ditutupi. Sekaligus menerapkan kendali mutu ki nerja semua yang terkait Satker,” katanya. Dengan sistem ini, dua tahun satker ini selalu unggul dan berprestasi, bersih dan akuntabel. Bravo Satker Pen-gelola Hibah MCC – Bappenas.

Selaras Bergerak Bersama-samaTIM PENGKAJI ATURAN YANG BERISI LINTAS KEMENTERIAN INI MERUPAKAN TEROBOSAN. BERGUNA DAN HASILNYA UNTUK JANGKA PANJANG.

FOTO: Purwanta BS

37April, 2014

Page 38: Majalah Compact Edisi 5

MONEV

Setahun sudah program Hibah Compact dari Millennium Challenge Cooperation (MCC) dari Amerika digulirkan di

Indonesia, sejak ditandatanganinya Surat Implementasi Program Entry Into Force (EIF) pada 2 April 2013. Tak berlebihan bila sekarang ini, program yang dike-lola MCA-Indonesia tersebut ditengok

perkembangannya melalui mekanisme Monitoring dan Evaluasi (M&E).

Fokus perhatian M&E untuk satu tahun pertama Compact adalah pada fase persiapan dan pengumpulan data awal (baseline). “Mengingat fokus kegiatan adalah pada persiapan tata kelola pro-gram, dalam tahun pertama ini fokus perhatian M&E adalah pada soal keleng-

SETELAH SATU TAHUN BERJALAN.

Compact (sudah) on Track

38 April, 2014

Page 39: Majalah Compact Edisi 5

kapan infrastruktur tata kelola Program Compact, belum ada monitoring lapa-ngan, apalagi evaluasi dampak. Secara umum, saya rasa pengelolaan hibah Compact tersebut dalam setahun ini, sudah on track terkait pengumpulan data baseline dan persiapan infrastruktur dasar program,” ucap Direktur Monitor-ing dan Evaluation (M&E) MCA-Indonesia, Kharisma Nugroho.

Implementasi program di tingkat lapa-ngan diperkirakan sudah bisa dimulai di tahun kedua sehingga mekanisme monitoring sudah bisa sepenuhnya diter-apkan. “Baru pada tahun 2015, kita baru bisa benar-benar menerapkan sistem

monitoring dan evaluasi yang sesung-guhnya,” ungkapnya.

Dalam tahun pertama ini belum ada intervensi di lapangan yang terkait langsung dengan “end user” atau pener-ima manfaat akhir, sehingga monitoring ditingkatan ini belum bisa dilaksanakan. Misalnya dalam Proyek Kesehatan dan Gizi berbasis Masyarakat untuk Mengu-

rangi Anak Pendek (PKGBM), belum ada sesi gizi untuk ibu hamil, suami atau anggota rumah tangga. Begitu juga untuk Proyek Modernisasi Pengadaan belum ada orang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang dilatih.

Sementara Proyek Kemakmuran Hijau, persiapan terkait aspek legal dan tata kelola program masih terus dikebut, misalnya soal manual program yang berkenaan dengan proyek apa yang boleh dibiayai dan yang tidak boleh dibiayai, serta bagaimana caranya dan apakah cara itu berbenturan dengan aturan Indonesia.

“Memang pada tahun pertama ini judul besarnya penyiapan infrastruktur tata laksana program, namun beberapa aspek legal yang terkait dengan regulasi mungkin memerlukan waktu lebih lama, bisa satu tahun lagi baru diselesaikan persiapannya.”

Kharisma menegaskan apa yang telah dicapai selama tahun ini telah menyediakan pondasi yang kokoh untuk langkah selanjutnya. “Jadi kalau pertanyaannya, apa yang telah diraih dalam setahun? Pondasi tata kelola yang kokoh,” tandasnya.

Sejauh ini pengelolaan dana hibah dari MCC tersebut sudah pada jalur dan mekanisme yang telah digariskan dalam kesepakatan. “Sebenarnya belum ada yang bisa evaluasi secara serius dalam setahun. Secara umum, saya rasa penge-lolaan hibah Compact tersebut dalam setahun ini

FOTO: Vero Ardianto Moekti Ariebowo

39April, 2014

Page 40: Majalah Compact Edisi 5

MONEV

Economic Rate of Return: Kriteria Investasi dengan Cakupan Luas

Apakah Anda pernah meng-ajukan kredit investasi atau pinjaman ke bank? Atau mengajukan proposal

usaha kepada investor? Bagi Anda yang sudah mengalami kedua hal tersebut, apalagi untuk skala besar, tentunya akrab dengan kriteria yang digunakan oleh bank atau investor untuk mengam-bil keputusan persetujuan pendanaan pinjaman atau usaha tersebut. Salah satu kriteria yang mereka gunakan ada-lah Internal Rate of Return (IRR).

“Dalam Program Compact, Millennium

Challenge Corporation menggunakan kriteria dengan formula yang serupa dengan IRR. Kami menyebutnya sebagai Economic Rate of Return (ERR),” demikian kata Ahli Ekonomi MCA-Indonesia, Muhammad Ridwansyah dalam sebuah diskusi hangat di Kantor Satker Penge-lola Hibah MCA-Indonesia Bappenas, beberapa waktu lalu.

Ahli ekonomi yang akrab disapa Ridwan tersebut menjelaskan, kendati formula IRR dan ERR hanya dibedakan oleh huruf “I” dan “E”, namun terdapat perbedaan makna. ERR merupakan

kriteria investasi dari sudut pandang sosial secara keseluruhan, sedangkan IRR hanya melihat kelayakan proyek dari sudut pandang individu.

Lebih lanjut Ridwan menjelaskan, dalam Program Compact, MCC menetap-kan bahwa angka ERR suatu proyek atau tarif perintang (hurdle rate) adalah mini-mal 10 persen. Agar target ERR tersebut tercapai, maka ketika merancang suatu proyek, selain harus memperhatikan aspek teknis, juga harus memperhitung-kan potensi ERR. MCC hanya akan men-danai proposal proyek yang memiliki angka ERR yang baik dan berdampak luas.

Menurut doktor ekonomi ini, secara teoritis pencapaian target ERR suatu proyek dapat diketahui dari dua elemen: net social benefit, yakni terjadinya peru-bahan kesejahteraan konsumen (con-sumer surplus), misalnya berkurangnya pengeluaran rumah tangga untuk kes-ehatan, dan perubahan kesejahteraan produsen (producer surplus), misalnya terjadinya peningkatan penerimaan dan efisiensi.

Jika suatu proyek dapat memberikan jumlah yang lebih besar pada kedua elemen tersebut, maka akan diper-oleh angka ERR yang tinggi. Selain itu, semakin cepat waktu pencapaian kedua elemen tersebut, maka angka ERR juga akan tinggi. Rancangan proyek yang baik memiliki outcome yang berkontribusi terhadap peningkatan signifikan bagi kedua elemen, yakni surplus konsumen dan surplus produsen.

Namun, dari sudut pandang ekonomi, ERR bukanlah satu-satunya kriteria yang digunakan oleh MCC untuk pengambilan keputusan dalam pembiayaan investasi. Kriteria lainnya adalah jumlah orang miskin yang memperoleh manfaat dari investasi tersebut. Untuk mengevaluasi hal tersebit, MCC menggunakan analisis penerima manfaat (beneficiary analysis). Dengan demikian analisis penerima manfaat melengkapi ERR untuk men-gevaluasi suatu proyek yang diusulkan.

FOTO: Purwanta BS

40 April, 2014

Page 41: Majalah Compact Edisi 5

MONEV

Sebanyak 15 negara penerima atau pengelola dana MCC, mengikuti acara di Washington, Amerika Serikat. Beberapa

diantaranya Jordan dan Maroko, Arme-nia, Georgia, Salvador, hingga Ethiophia. “Pesertanya seluruh Negara pengelola dana program dari MCC. Acara itu diada-kan 3-7 Februari 2014, yang membuka itu Vice Presiden Monitoring dan Evaluation MCC, Sheila Herrling,” kata Kharisma Nugroho, Direktur Monitoring and Evalua-tion (M&E) MCA-Indonesia .

Inti pembahasan di pertemuan yaitu program yang baik pasti “evaluable”, bisa dievaluasi. Menurut Kharisma, sebuah

proyek bisa tidak evaluable oleh karena banyak sebab. Misalnya, tujuannya tidak jelas, berubah-ubah, atau proyeknya bagus tapi desain dan tim evaluasinya jelek. “Nah, kemarin itu membahas bagaimana sebuah proyek itu dianggap evaluable atau bisa dievaluasi, dan Pro-gram Logic adalah dasarnya,” katanya.

Beberapa panduan menakar sebuah proyek itu adalah syarat pertama, proyek itu jelas alur atau rute perubahan yang direncanakan. Artinya permasalahannya yang hendak dipecahkan apa. Lalu jelas langkah-langkah menuju hasil yang diinginkan. Biasa diistilahkan dengan Program Logic-nya “Jadi harus ada itu,

supaya evaluasinya bagus, atau setidak-nya bisa dievaluasi,” katanya.

Implikasinya buat MCA-Indonesia, lanjut Kharisma, tim M&E akan mem-fasilitasi upaya klarifikasi Program Logic masing-masing program berdasar data yang ada. Misalnya dalam program gizi untuk penurunkan stunting ada komponen pemberian taburia. Hal ini logis karena ada banyak penelitian yang menyatakan demikian. “Namun logika ini mengandaikan penerimaan taburia atau dimakan oleh anak-anak, kita perlu melihat data pengandaian ini, tidak serta merta mendistribusikan tabuaria secara masif,” katanya.

Kembali ke acara di Washington, Kha-risma memaparkan pembahasan yang kedua tak kalah penting dan menarik, yaitu soal bagaimana penggunaan data dari M&E dalam meningkatkan kualitas implementasi sebuah program. Presen-tasi dari Prof. Lant Pritchett (Harvard Kennedy School) menekankan bahwa

data monitoring masih kurang mendapat perhatian, padahal data ini lebih dekat ke peningkatan kualitas implementasi, dan problem besar di negara berkembang itu, justru pada implementasi program-nya, bukan kualitas kebijakan.

“Dalam pertemuan ini kami juga membedah studi kasus suatu proyek. Menentukan, Program Logic-nya seperti apa dan bagaimana mendesain sistem monitoring dan evaluasinya. Untuk kasus di MCA-Indonesia, peninjauan kembali Program Logic bisa juga dilakukan di te-ngah-tengah program mengingat kon-teks implementasi yang dinamis” tandas Kharisma.

“KAMI BERDISKUSI DAN TUKAR PENGALAMAN DENGAN NEGARA LAIN SOAL BAGAIMANA MENDUKUNG EFEKTIVITAS PELAKSANAAN COMPACT MELALUI PENYUSUNAN “PROGRAM LOGIC” SEBAGAI BASIS PENYUSUNAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI”

Pelajaran dari Washington

Beberapa panduan menakar sebuah proyek itu adalah syarat pertama, proyek itu jelas. Artinya permasala-hannya yang hendak dipecahkan apa. Lalu jelas langkah-langkah menuju hasil yang diinginkan.

FOTO: Purwanta BS

41April, 2014

Page 42: Majalah Compact Edisi 5

Memulai tahun 2014, MCA-In-donesia menyelenggarakan serangkaian pertemuan dalam rangka pemantapan

pelaksanaan Program Compact di Indo-nesia. Kegiatan ini dilakukan sepanjang bulan Januari-Februari melalui per-temuan tim MCA-Indonesia pada 14-16 Januari dan pertemuan tim MCA-Indo-

nesia dan MCC pada 29-31 Januari. Hasil pertemuan ini adalah dihasilkannya ren-cana implementasi tiga proyek Compact Indonesia termasuk didalamnya aspek sosial dan gender, kinerja lingkungan dan sosial; serta monitoring dan evaluasi.

Pertemuan ini juga menghasilkan pemahaman lebih baik tentang perlunya penguatan pengelolaan proyek baik di

aspek operasional maupun teknis. MCC dan MCA-Indonesia bersepakat untuk secara bersama melakukan berbagai tindak lanjut sebagai upaya penguatan pelaksanaan program. Diantaranya ada-lah menguatkan koordinasi antar unit dan organisasi serta mendetailkan per-encanaan kerja proyek yang melibatkan semua aspek pendukung.

EVENT

Planning Session

Rapat reguler Komite AdHoc on Audit yang kedua telah diselenggarakan pada tang-gal 25 Februari 2014, dengan

agenda utama mengenai pemilihan auditor independen, persiapan audit financial, pembahasan mengenai isu yang menyangkut masalah pengadaan,

dan juga persiapan pembentukan sistem manajemen resiko bagi MCA-Indonesia. Persetujuan pemilihan auditor indepen-den yang diseleksi melalui mekanisme pengadaan secara transparan dan kompetitif selanjutnya akan ditetapkan melalui Resolusi Majelis Wali Amanah nomor 63. Sementara itu, persiapan audit

yang sedang berjalan dilakukan dengan arahan dan bantuan dari Bapak Slamet Soedarsono beserta tim pendukungnya, selaku salah satu anggota Komite Ad Hoc on Audit. Rencananya, audit finansial yang pertama akan dimulai pada minggu ke 4 bulan Maret 2014.

Hasil Pertemuan Komite AdHoc on Audit

FOTO: Dok. MCA-Indonesia

42 April, 2014

Page 43: Majalah Compact Edisi 5

Pengusaha perempuan adalah salah satu pilar penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa kini dan masa depan. Besarnya jumlah pengusaha perempuan pada sektor informal terbukti menyediakan lapangan kerja, sehingga langsung menyumbang pada berkurangnya angka kemiskinan, khususnya saat Indonesia terkena dampak krisis ekonomi dunia pada 1998 dan 2008.

Page 44: Majalah Compact Edisi 5