jan .mar brang kava pendongkrak e onomi...

2
a a ya ; ~ Senin C Selasa () Rabu Kam/s 1 2 3 4 5 6 17 18 19 20 21 Jan () Peb .Mar (~') Jumet C) Sabtu () 11············(9················· 26 27 Brang Kava Pendongkrak E onomi Indones-a B ANK Dunia menetapkan pengeluar- an per kapita per hari dari 2 dolar AS-20 dolar AS kepada mereka yang disebut kelas menengah. Penduduk berpe- ngeluaran sebanyak itu di Indonesia pada 2003, tercatat sekitar 37,7 persen dan meningkat hingga 56,5 persen pada 2010. Peningkatan ini pun mendongkrak daya beli di segala sektor. Bukan hal aneh lagijika banyak orang yang doyan berinvestasi mem- beli rumah dan logam mulia, meski kredit. Bahkan berganti-ganti kendaraan demi gengsi. Tidak hanya sesekali, bepergian kelu- ar negeri pun menjadi gaya hidupnya. Menyekolahkan anak di sekolah berstatus internasional pun bisa menaikkan strata di masyarakat. Menurut Sosiolog yang juga dikenal seba- gai Kriminolog, YesmilAnwar, kalangan ini memang konsumtif tapi enggan disebut "orang kaya". Kalangan menengah ini de- ngan segala gaya hidupnya melekat mulai dari golongan anak-anak hingga kaum sepuh. Disebutkan Yesmil, kalangan anak- anak dan remaja dari kalangan ini memper- lihatkan kehidupan konsumtifnya dari mulai antre panjang berbelanja alat-alat elektronik terbaru, hingga tiket konser musik artis luar negeri. Ada pula yang rela mengejarnya hingga ke luar negeri. Sementara, untuk kalangan usia produk- tifnya, hobinya saja semakin "naik kelas", Ada yang rajin mengumpulkan mobil mainan hingga mobil mewah lalu bergabung dengan klub-klub sejenis. Ada pula yang ho- bi olah raga dengan harga yang "wah". Ada lagi yang hobi pelesiran dalam negeri hingga ke luar negeri. ''Tapi bukan berarti kita me- nilai bahwa gaya hidup mereka baik atau bu- ruk," kata Yesmil. Yesmillebih lanjut mengatakan kondisi itu semakin mewabah karena negara ini telah inenumbuhkan rasa aman dalam menerima limpahan kredit konsumsi bagi kalangan ini. Dalam pandangan Yesmil, kalangan ini diberikan keleluasaan "ngemplang" oleh kalangan perbankan, dibandingkan kepada pengusaha. Akhirnya keadaan ini memun- , culkan "kemapanan semu" karena kebera- daan kalangan menengah seolah-olah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi nyatanya hanya memperlihatkan permintaan konsumtif dari kaum menengah. Jumlah kalangan ini kata Yesmil, merupakan jumlah penduduk paling besar. Dan keberadaannya bisa menentukan nasib bangsa. Akan tetapi, sorotan negatif tidak melulu ditujukan pada kalangan ini. Yesmil menga- takan ada beberapa yang membentuk kelompok untuk berkegiatan sosial. Kelom- pok-kelompok ini bergerak di luar jalur pe- merintah. Mereka menggunakan jalur sendiri untuk pengumpulan dana dan menyalurkannya. Bahkan kalangan ini pun, sudah mulai menguoah gaya pelesfrannya e arah wisata religi. "Saya melihat mulai banyak yang memilih berpelesiran dengan cara umrah bersama kelompoknya," ungkapnya. Di sisi lain, ada kalangan menengah ke atas yang tumbuh bukan karena tingginya permintaan konsumtif. Mereka adalah kaum pengusaha, sebuah kelompok yang mengutamakan pendidikan kerja keras, dan hidup hemat. Kaum inilah yang menjadi sumber kewirausahaan dan pembaruan. Kaya = tak punya utang Perry Tristianto, pengusaha yang memiliki lebih dari 30 titik usaha enggan menyebut dirinya sebagai orang kaya. Dia lebih suka menempatkan dirinya sebagai seorang pe- ngusaha yang masih berusaha menjadi kaya. Bagi Perry, kekayaan bukanlah ukuran. Menurut dia, banyak orang kaya tapi tidak mendapatkannya dari bekerja, melainkan dari warisan. Dan, orang kaya itu tidak memiliki utang. Sementara pengusaha, kata Perry, adalah seseorang yang segala keinginannya sudah tercapai. Kalimat itu menyiratkan ada tujuan "menjadi kaya" dari seorang pengusaha. Ba- gi dia, kekayaan tidak ada artinya jika tidak mendekatkan diri pada masyarakat sekitar. "Saya bisa hidup seperti ini ya, karena ada pegawai saya. Kalau tidak ada mereka, mana bisa saya menjadi orang seperti sekarang," katanya. ' Kendati demikian, menurut Perry, pan- dangan orang luar terhadap pengusaha se- lalu diposisikan sebagai orang kaya. Hal itu wajar saja, karena yang mereka lihat per- mukaannya saja. Sementara itu, pihak luar itu tidak melihat kalau pengusaha tidak bisa terlepas dari utang sebagai bagian dari usa- hanya itu. Perry menyebutkan ada beberapa alasan untuk menjadi pengusaha. Alasan itu di an- taranya hanya sebagai bagian dari eksistensi. Ada pula yang menjadi pengusaha untuk mengumpulkan uang. "Sementara saya menjadi pengusaha untuk memantapkan bekal di hari tua. Karena saya tidak ingin saat tua, hanya menggantungkan diri pada orang lain," ujar Perry. Untuk menjadi kaya di hari tua itu, modal Perry adalah orang-orang yang membantu usahanya. Karyawan yang semula dua orang dan kini telah menjadi seribu orang adalah kekayaan yangPerry miliki. Perry berangga- pan kekayaan itu harns bisa dibagi tidak I( lip i n g Hum a 5 Unpad :201:2 hanya untuk diri sendiri dan keluarga tapi juga untuk orang banyak yang berada di sekitarnya. Keberadaan pengusaha yang dinilai masyarakat sebagai "orang kaya" tidak melu- lu sebagai orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Pengusaha oleh Ketua Kainar Da- gang dan Industri (Kadin) Jawa Barat, Agung R Sutrisno, justru orang yang sangat •..sibuk menjalin relasi dengan semua kalan- gan. Pengusaha sebagai kalangan menengah ke atas harus menjadi kalangan yang pro- duktif yang tidak lupa dengan sisi humanis. "Karena pengusaha ini memulai usahanya dari nol. Tidak mengandalkan kekayaan sia- pa pun," kata Agung. Dengan begitu, jatuh-bangun sudah bukan hal barn dari lakon hidup yang dijalani oleh pengusaha. Agung mengaku pernah meng- alarm berkali-kali pasang surut dari usaha yang ia geluti untuk mencapai kesuksesan- nya. "Usaha yang saya rintis di bidang pro- perti tiba-tiba terpuruk karena pengaruh suku bunga, maka saya harus berpikir.lagi untiik mencari peluang memulai usaha lain," ucapnya. Dengan demikian, ketika ada pihak lain yang mengukur kesuksesan dengan besaran kekayaan yang dimiliki, menurut Agung itu hanya akan mempersubur mental korup. Pasalnya, orang-orang yang menilai dengan pemikiran seperti itu akan berpikir dengan segala cara untuk mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya. "Hasilnya, banyak orang yang mencari kekayaan secara instan agar bisa disebut sukses. Lalu kekayaannya itu dipakai untuk berfoya-foya," ujar Agung. Padahal kenyataannya dengan penamba- han "calon orang kaya" yang signifikan, harusnya bisa membuat kondisi bangsa ini lebih baik. Bukankah dengan tingginya pen- geluaran penduduk Indonesia bisa dikatakan bangsa ini sudah bangkit dari kri- sis ekonomi? Bahkan seharnsnya ini bisa menjadi kekuatan bangsa untuk menguasai pasar ekonomi bukan hanya menjadi sebuah "kemapanan semu". (Dewiyatini/"PR")***

Upload: others

Post on 17-Mar-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jan .Mar Brang Kava Pendongkrak E onomi Indones-apustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/... · 2012-03-15 · , culkan "kemapanan semu" karena kebera-daan kalangan menengah

a a ya;~

• Senin C Selasa () Rabu Kam/s

1 2 3 4 5 6

17 18 19 20 21

Jan () Peb .Mar

(~') Jumet C) Sabtu ()11············(9·················

26 27

Brang Kava PendongkrakE onomi Indones-a

BANK Dunia menetapkan pengeluar-an per kapita per hari dari 2 dolarAS-20 dolar AS kepada mereka yang

disebut kelas menengah. Penduduk berpe-ngeluaran sebanyak itu di Indonesia pada2003, tercatat sekitar 37,7 persen danmeningkat hingga 56,5 persen pada 2010.Peningkatan ini pun mendongkrak daya belidi segala sektor. Bukan hal aneh lagijikabanyak orang yang doyan berinvestasi mem-beli rumah dan logam mulia, meski kredit.Bahkan berganti-ganti kendaraan demigengsi. Tidak hanya sesekali, bepergian kelu-ar negeri pun menjadi gaya hidupnya.Menyekolahkan anak di sekolah berstatusinternasional pun bisa menaikkan strata dimasyarakat.

Menurut Sosiolog yang juga dikenal seba-gai Kriminolog, YesmilAnwar, kalangan inimemang konsumtif tapi enggan disebut"orang kaya". Kalangan menengah ini de-ngan segala gaya hidupnya melekat mulaidari golongan anak-anak hingga kaumsepuh. Disebutkan Yesmil, kalangan anak-anak dan remaja dari kalangan ini memper-lihatkan kehidupan konsumtifnya dari mulaiantre panjang berbelanja alat-alat elektronikterbaru, hingga tiket konser musik artis luarnegeri. Ada pula yang rela mengejarnyahingga ke luar negeri.

Sementara, untuk kalangan usia produk-tifnya, hobinya saja semakin "naik kelas",Ada yang rajin mengumpulkan mobilmainan hingga mobil mewah lalu bergabungdengan klub-klub sejenis. Ada pula yang ho-bi olah raga dengan harga yang "wah". Adalagi yang hobi pelesiran dalam negeri hinggake luar negeri. ''Tapi bukan berarti kita me-nilai bahwa gaya hidup mereka baik atau bu-ruk," kata Yesmil.

Yesmillebih lanjut mengatakan kondisi itusemakin mewabah karena negara ini telahinenumbuhkan rasa aman dalam menerimalimpahan kredit konsumsi bagi kalangan ini.Dalam pandangan Yesmil, kalangan inidiberikan keleluasaan "ngemplang" olehkalangan perbankan, dibandingkan kepadapengusaha. Akhirnya keadaan ini memun-

, culkan "kemapanan semu" karena kebera-daan kalangan menengah seolah-olahmeningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapinyatanya hanya memperlihatkan permintaankonsumtif dari kaum menengah. Jumlahkalangan ini kata Yesmil, merupakan jumlahpenduduk paling besar. Dan keberadaannyabisa menentukan nasib bangsa.

Akan tetapi, sorotan negatif tidak meluluditujukan pada kalangan ini. Yesmil menga-takan ada beberapa yang membentukkelompok untuk berkegiatan sosial. Kelom-pok-kelompok ini bergerak di luar jalur pe-merintah. Mereka menggunakan jalursendiri untuk pengumpulan dana danmenyalurkannya. Bahkan kalangan ini pun,

sudah mulai menguoah gaya pelesfrannya earah wisata religi. "Saya melihat mulaibanyak yang memilih berpelesiran dengancara umrah bersama kelompoknya,"ungkapnya.

Di sisi lain, ada kalangan menengah keatas yang tumbuh bukan karena tingginyapermintaan konsumtif. Mereka adalah kaumpengusaha, sebuah kelompok yang

mengutamakan pendidikan kerja keras, danhidup hemat. Kaum inilah yang menjadisumber kewirausahaan dan pembaruan.

Kaya = tak punya utangPerry Tristianto, pengusaha yang memiliki

lebih dari 30 titik usaha enggan menyebutdirinya sebagai orang kaya. Dia lebih sukamenempatkan dirinya sebagai seorang pe-ngusaha yang masih berusaha menjadi kaya.Bagi Perry, kekayaan bukanlah ukuran.Menurut dia, banyak orang kaya tapi tidakmendapatkannya dari bekerja, melainkandari warisan. Dan, orang kaya itu tidakmemiliki utang.

Sementara pengusaha, kata Perry, adalahseseorang yang segala keinginannya sudahtercapai. Kalimat itu menyiratkan ada tujuan"menjadi kaya" dari seorang pengusaha. Ba-gi dia, kekayaan tidak ada artinya jika tidakmendekatkan diri pada masyarakat sekitar."Saya bisa hidup seperti ini ya, karena adapegawai saya. Kalau tidak ada mereka, manabisa saya menjadi orang seperti sekarang,"katanya. '

Kendati demikian, menurut Perry, pan-dangan orang luar terhadap pengusaha se-lalu diposisikan sebagai orang kaya. Hal ituwajar saja, karena yang mereka lihat per-mukaannya saja. Sementara itu, pihak luaritu tidak melihat kalau pengusaha tidak bisaterlepas dari utang sebagai bagian dari usa-hanya itu.

Perry menyebutkan ada beberapa alasanuntuk menjadi pengusaha. Alasan itu di an-taranya hanya sebagai bagian dari eksistensi.Ada pula yang menjadi pengusaha untukmengumpulkan uang. "Sementara sayamenjadi pengusaha untuk memantapkanbekal di hari tua. Karena saya tidak inginsaat tua, hanya menggantungkan diri padaorang lain," ujar Perry.

Untuk menjadi kaya di hari tua itu, modalPerry adalah orang-orang yang membantuusahanya. Karyawan yang semula dua orangdan kini telah menjadi seribu orang adalahkekayaan yangPerry miliki. Perry berangga-pan kekayaan itu harns bisa dibagi tidak

I( lip i n g Hum a 5 U n pad :20 1 :2

hanya untuk diri sendiri dan keluarga tapijuga untuk orang banyak yang berada disekitarnya.

Keberadaan pengusaha yang dinilaimasyarakat sebagai "orang kaya" tidak melu-lu sebagai orang asyik dengan kehidupannyasendiri. Pengusaha oleh Ketua Kainar Da-gang dan Industri (Kadin) Jawa Barat,Agung R Sutrisno, justru orang yang sangat

•..sibuk menjalin relasi dengan semua kalan-gan. Pengusaha sebagai kalangan menengahke atas harus menjadi kalangan yang pro-duktif yang tidak lupa dengan sisi humanis."Karena pengusaha ini memulai usahanyadari nol. Tidak mengandalkan kekayaan sia-pa pun," kata Agung.

Dengan begitu, jatuh-bangun sudah bukanhal barn dari lakon hidup yang dijalani olehpengusaha. Agung mengaku pernah meng-alarm berkali-kali pasang surut dari usahayang ia geluti untuk mencapai kesuksesan-nya. "Usaha yang saya rintis di bidang pro-perti tiba-tiba terpuruk karena pengaruhsuku bunga, maka saya harus berpikir.lagi

untiik mencari peluang memulai usaha lain,"ucapnya.

Dengan demikian, ketika ada pihak lainyang mengukur kesuksesan dengan besarankekayaan yang dimiliki, menurut Agung ituhanya akan mempersubur mental korup.Pasalnya, orang-orang yang menilai denganpemikiran seperti itu akan berpikir dengansegala cara untuk mendapatkan kekayaansebanyak-banyaknya. "Hasilnya, banyakorang yang mencari kekayaan secara instanagar bisa disebut sukses. Lalu kekayaannyaitu dipakai untuk berfoya-foya," ujar Agung.

Padahal kenyataannya dengan penamba-han "calon orang kaya" yang signifikan,harusnya bisa membuat kondisi bangsa inilebih baik. Bukankah dengan tingginya pen-geluaran penduduk Indonesia bisadikatakan bangsa ini sudah bangkit dari kri-sis ekonomi? Bahkan seharnsnya ini bisamenjadi kekuatan bangsa untuk menguasaipasar ekonomi bukan hanya menjadi sebuah"kemapanan semu".(Dewiyatini/"PR")***

Page 2: Jan .Mar Brang Kava Pendongkrak E onomi Indones-apustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/... · 2012-03-15 · , culkan "kemapanan semu" karena kebera-daan kalangan menengah

ADE BAYU INDRA("PR'

PENDUDUK berpenqeluaran per kapita per hari dari 2 dolar AS-20 dolar AS di Indonesia meningkat dari 37,7persen pada tahun menjadi 56,5 persen pada 2010. Peningkatan ini men-dongkrak daya beli di segala sektor. *