jalan angkut tambang

19
TUGAS 3 TAMBANG TERBUKA JALAN ANGKUT TAMBANG Dibuat Sebagai Tugas Mata Kuliah Tambang Terbuka Pada Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya Disusun Oleh: Rendhie Suswanto 03021181320088 Rifki Fajrullah Ramadhan 03021181320064 Epi 03021181320078 Ridho Prawira 03021181320004 Hamdan 03021181320018 Eko Ardiansyah Putra 03021181320054 Teknik Pertambangan Indralaya Kelas B JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015

Upload: universitas-sriwijaya

Post on 13-Jan-2017

375 views

Category:

Engineering


1 download

TRANSCRIPT

TUGAS 3 TAMBANG TERBUKA

JALAN ANGKUT TAMBANG

Dibuat Sebagai Tugas Mata Kuliah Tambang Terbuka

Pada Jurusan Teknik Pertambangan

Universitas Sriwijaya

Disusun Oleh:

Rendhie Suswanto 03021181320088

Rifki Fajrullah Ramadhan 03021181320064

Epi 03021181320078

Ridho Prawira 03021181320004

Hamdan 03021181320018

Eko Ardiansyah Putra 03021181320054

Teknik Pertambangan Indralaya Kelas B

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

2

PENGANTAR JALAN TAMBANG

Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana

infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitar-nya. Jalan

tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi

tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran,

perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan.

Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di

kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang

jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota,

karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler

track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan

sebagainya. Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam

alat mekanis, antara lain:

1. Bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan

pembabatan, perintisan badan jalan, potong-timbun, perataan dll;

2. Alat garu (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan meng-atasi

batuan yang agak keras;

3. Alat muat untuk memuat hasil galian yang volumenya besar;

4. Alat angkut untuk mengangkut hasil galian tanah yang tidak diperlukan dan

membuangnya di lokasi penimbunan;

5. Motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut;

3

6. Alat gilas untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan;

Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus

dilengkapi penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran

harus mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi dan

harus mampu pula mengatasi luncuran partikelpartikel kerikil atau tanah pelapis

permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyaliran.

Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat

jembatan yang konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada

konstruksi jembatan umum di jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang

mungkin dapat diatasi dengan pemasangan gorong-gorong (culvert), kemudian

dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang

dikehendaki.

GEOMETRI JALAN ANGKUT

Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang

kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan

berat yang mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan

mengubah rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan

kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel) atau jembatan, maka cara

pembuatan dan konstruksinya harus mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang

berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan

alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian. Pada

kedua pintu terowongan ditugaskan penjaga (Satpam) yang mengatur kendaraan

masuk secara bergiliran, terutama bila terowongan cukup panjang.

Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya

pada umumnya, yaitu:

(1) lebar jalan angkut,

(2) jari-jari tikungan dan super- elevasi,

(3) kemiringan jalan, dan

(4) cross slope.

4

Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar,

panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya.

Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang

digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal

dan aman.

LEBAR JALAN ANGKUT

Jalan angkut yang lebar diharapkan akan membuat lalulintas pengangkutan

lancar dan aman. Namun, karena keterbatasan dan kesulitan yang muncul di

lapangan, maka lebar jalan minimum harus diperhitungan dengan cermat.

Perhitungan lebar jalan angkut yang lurus dan belok (tikungan) berbeda, karena

pada posisi membelok kendaraan akan membutuhkan ruang gerak yang lebih

lebar akibat jejak ban depan dan belakang yang ditinggalkan di atas jalan melebar.

Disamping itu, perhitungan lebar jalan pun harus mempertimbangkan jumlah

lajur, yaitu lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua

arah.

Lebar jalan angkut pada jalan lurus

Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih,

menurut Aasho Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah

lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan. Dari ketentuan tersebut

dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum,

yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan, dengan pengertian bahwa

lebar alat angkut sama dengan lebar lajur.

Lebar Jalan Angkut Minimum

Dari kolom perhitunga dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut

minimum pada jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang

direncanakan masing-masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan

lurus dapat dirumuskan sebagai

berikut:

5

L min = n.Wt + (n + 1) (½.Wt)

Dimana :

L min = lebar jalan angkut minimum, m

n = jumlah lajur

Wt = lebar alat angkut, m

Dengan demikian, apabila lebar truck 773D-Caterpillar antara dua kaca

spion kiri-kanan 5,076 m, maka lebar jalan lurus minimum dengan lajur ganda

adalah sebagai berikut:

L min = n.Wt + (n + 1) (½.Wt)

= 2 (5,076) + (3) (½ x 5,076)

= 17,77 m ˜ 18 m

Lebar jalan angkut pada belokan

Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar daripada

lebar jalan lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan

didasarkan atas:

1. Lebar jejak ban;

2. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang

pada saat membelok;

3. Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan;

4. Jarak dari kedua tepi jalan.

Dengan menggunakan ilustrasi, dapat dihitung lebar jalan minimum

pada belokan, yaitu seperti terlihat di bawah ini:

di mana :

Wmin = lebar jalan angkut minimum pada belokan, m

U = lebar jejak roda (center to center tires), m

Fa = lebar juntai (overhang) depan, m

Fb = lebar juntai belakang, m

Z = lebar bagian tepi jalan, m

C = jarak antar kendaraan (total lateral clearance), m

Misalnya akan dihitung lebar jalan membelok untuk dua lajur truck 773D-

Caterpillar. Lebar sebuah ban pada kondisi bermuatan dan bergerak pada jalan

6

lurus adalah 0,70 m. Jarak antara dua pusat ban 3,30 m. Pada saat membelok

meninggalkan jejak di atas jalan selebar 0,80 m untuk ban depan dan 1,65 m

untuk ban belakang. Bila jarak antar truck sekitar 4,50 m, maka lebar jalan

membelok adalah sebagai berikut:

JARI–JARI TIKUNGAN DAN SUPERELEVASI

Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan

tertentu akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak

stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu

kemiringan melintang ke arah titik pusat tikungan yang disebut superelevasi (e).

Gaya gesek (friksi) melintang yang cukup berarti antara ban dengan

permukaan jalan akan terjadi pada daerah superelevasi. Implementasi

matematisnya berupa koefisien gesek melintang (f) yang merupakan per-

bandingan antara besar gaya gesek melintang dengan gaya normal.

1. Jari-jari tikungan

Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat

angkut yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan

dan belakang.

1. Badan jalan yang dimiringkan ke arah titik pusat pada belokan/tikungan

2. Fungsinya untuk mengatasi gaya sentrifugal kendaraan pada saat membelok

2. Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan

7

Di mana V, e, f dan D masing-masing adalah kecepatan (km/jam),

super-elevasi (%), koefisien gesek melintang dan besar derajat lengkung. Agar

terhindar dari kemungkinan kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat

dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesek

maksimum.

VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emak dan

fmak, dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%,

8% dan 10%. Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emax = 10%.

Dengan menggunakan rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal

(Rmin) untuk variasi VR dengan konstanta emax = 10% serta harga fmax

sesuai kurva.

Jari-Jari Tikungan Minimum Untuk emak = 10%

Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut AASHTO)

1. Bentuk busur lengkungan pada tikungan

Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang

lurus dan bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut

berbeda, baik ditinjau dari konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan

melintangnya. Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang

lurus adalah harus mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam

tempo sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat

kelelahan. Sedangkan pada bagian yang melengkung, biasanya digunakan dua

jenis rancangan, yaitu:

Lingkaran (Full Circle)

Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan

jalan yang lurus terdapat tikungan yang lengkungannya dirancang cukup

dengan sebuah jari-jari saja. Bentuk tikungan ini biasanya dirancang untuk

tikungan yang besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R )

sampai ke bentuk jalan yang lurus berikutnya.

8

Spiral-Lingkaran-Spiral (S-C-S)

3. Superelevasi

Badan jalan yang dimiringkan ke arah titik pusat pada belokan/tikungan

*Fungsinya untuk mengatasi gaya sentrifugal kendaraan pada saat membelok

9

Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat

belokan yang disebut superelevasi. Superelevasi dicapai secara bertahap dari

kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh

(superelevasi).

KEMIRINGAN JALAN ANGKUT

Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut

baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan

umumnya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan jalan maksimum yang dapat

dilalui dengan baik oleh alat angkut truck berkisar antara 10% – 15% atau sekitar

6° – 8,50°. Akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih aman

bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8% (= 4,50°). Tabel 5 memperlihatkan

kemiringan atau kelandaian maksimum pada kecepatan truck yang bermuatan

penuh di jalan raya mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh

kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.

Kemiringan Maksimum Vs Kecepatan (data dari Bina Marga 1)

Pada jalan mendaki juga diperlukan adanya panjang kemiringan

(kelandaian) kritis, yaitu suatu jarak maksimum agar pengurangan kecepatan

kendaraan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan pada jarak kritis tidak

lebih dari 1 menit.

CROSS SLOPE

10

Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan

terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mem-punyai bentuk

penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk

memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada

pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak berhenti

dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang

menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang

lewat dan mempercepat kerusakan jalan.

Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan

horizontal (a) dengan satuan mm/m atau m/m’ (lihat rumus 22). Jalan angkut yang

baik memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40

mm/m.

PERKERASAN JALAN ANGKUT

Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah

dasar (sub-grade) yang berfungsi untuk menopang beban lalulintas. Jenis

konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada tiga jenis, yaitu:

(1) perkerasan lentur (flexible pavement),

(2) perkerasan kaku (rigid pavement), dan

(3) perkerasan kombinasi lentur-kaku (composite pavement).

Perkerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk menahan berat kendaraan

dan muatan yang melaluinya, dan permukaan jalannya harus dapat menahan

gesekan roda kendaraan, pengaruh air permukaan atau air limpasan (run off water)

dan hujan. Bila perkerasan jalan tidak kuat menahan beban kendaraan, maka jalan

tersebut akan mengalami penurunan dan pergeseran, baik pada bagian perkerasan

jalan itu sendiri maupun pada tanah dasarnya (sub-grade), sehingga

akan menyebabkan jalan ber-gelombang, berlubang dan bahkan bisa rusak berat.

Bila perkerasan permukaan jalan (road surface) rapuh terhadap gesekan ban atau

aliran air, maka akan mengalami kerusakan yang pada mulanya terjadi lubang-

lubang kecil, lama kelamaan menjadi besar, dan akhirnya rusak berat.

11

Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar

jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui

lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui daya dukung tanah dasar (sub-grade).

Dengan demikian perkerasan jalan angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor

kepadatan lalulintas, sifat fisik dan mekanik bahan (material) yang digunakan, dan

daya dukung tanah dasar.

EVALUASI LAPISAN TANAH DASAR (SUB-GRADE)

Daya dukung lapisan tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting di dalam

merencanakan tebal lapisan perkerasan jalan. Oleh sebab itu evaluasi lapisan sub-

grade diarahkan untuk memperoleh suatu estimasi harga atau ukuran daya dukung

tanah yang caranya dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium mekanika

tanah. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan di dalam mengestimasi ukuran

kekuatan daya dukung lapisan tanah dasar antara lain:

1. kadar air,

2. kepadatan (compaction),

3. perubahan kadar air selama usia pelayanan,

4. variabilitas tanah dasar,

5. ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima oleh lapisan lunak yang

ada di bawah lapisan tanah dasar.

Adapun cara pengukuran daya dukung lapisan sub-grade dapat dilakukan

dengan pengujian California Bearing Ratio (CBR), Parameter Elastis dan

Modulus Reaksi Tanah Dasar (k). Ketiga pengujian tersebut umumnya

dilaksanakan di laboratorium mekanika tanah dengan mengikuti prodesur

standardisasi yang ditetapkan oleh ASTM, AASHTO, SNI dan lain-lain.

MATERIAL PERKERASAN

Material perkerasan yaitu material yang digunakan untuk melapisi permukaan

sub-grade. Berdasarkan atas sifat dasarnya, material perkerasan diklasifikasikan

menjadi empat kategori,

12

yaitu:

(1) material berbutir lepas;

(2) material pengikat;

(3) aspal

(4) beton semen

Daya Dukung Material

Pada jalan tambang jarang sekali digunakan material aspal atau beton

semen karena pemanfaatan jalannya tidak terlalu lama atau selalu berpindah-

pindah dalam tempo yang relatif singkat mengikuti area penambangan. Namun, di

lokasi perkantoran, fasilitas kesehatan atau perumahan karyawan tetap digunakan

material perkerasan dari aspal atau beton semen. memperlihatkan karakteristik

keempat jenis material perkerasan.

1. Material berbutir

Material berbutir terdiri atas kerikil dari sungai atau agregat batuan hasil mesin

pemecah batu (crusher). Distribusi ukuran butir material tersebut harus mengikuti

standar baku, baik ASTM, AASHTO, NAASRA atau SNI, agardapat

menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan. Dalam proses

perkerasannya dapat pula ditambahkan aditif untuk menambah kestabilan tanpa

menambah kekakuan.

2. Material terikat

Material terikat adalah material perkerasan yang dihasilkan dengan menambahkan

semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan

bahan yang terikat. Ikatan antar butir akan menghasilkan kuat tarik yang besar,

sehingga diharapkan lapisan perkerasan dapat menahan beban kendaraan dengan

baik dan berumur pakai lama.

3. Aspal

13

Aspal adalah kombinasi bitumen dengan agregat yang dicampur, dihamparkan

dan dipadatkan dalam kondisi campuran yang masih panas, sehingga terbentuk

lapisan perkerasan. Kekuatan aspal diperoleh dari gesekan antara partikel-agregat,

viskositas bitumen pada saat pelaksanaan perkerasan, kohesi dalam massa

bitumen, dan adhesi antara bitumen dengan agregat. Adapun kegagalan

perkerasan aspal yang umum terjadi adalah akibat stabilitas yang kurang sehingga

terjadi deformasi permanen, atau akibat kelelahan sehingga terjadi retakan-

retakan.

4. Beton semen

Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara

basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan fondasi bawah pada

perkerasan lentur dan kaku dan sebagai lapisan fondasi atas pada perkerasan kaku.

Sebagai lapisan fondasi bawah, beton semen dapat dituangkan begitu saja

di atas lapisan subgrade yang jelek (poor sub-grade) tanpa digilas., Beton semen

harus memiliki kuat tekan minimum 5 MPa setelah 28 hari jika menggunakan

campuran abubatu (flyash) dan jika tanpa abu batu kuat tekan minimumnya 7

MPa.

Pada perkerasan kaku memang selalu menggunakan beton semen sebagai

lapisan atau landasan fondasi atas. Prinsip parameter perencanaan fondasi beton

didasarkan atas kuat lentur rencana 90 hari. Setelah 90 hari diestimasi bahwa kuat

lentur fondasi cukup stabil pada ketebalan perkerasan yang telah diperhitungkan.

LAPISAN PERKERASAN JALAN

Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa terdapat tiga jenis konstruksi

lapisan perkerasan, yaitu lapisan perkerasan lentur, lapisan per-kerasan kaku dan

lapisan perkerasan kombinasi lentur-kaku. Setiap jenis lapisan perkerasan

umumnya terdiri dari 2 – 3 susunan material di atas lapisan tanah dasar (sub-

grade). Lapis paling atas adalah lapis permukaan (surface course), dibawahnya

adalah lapis fondasi atas (base course) dan diantara base-course dengan sub-

grade adalah lapis fondasi bawah (sub-base course).

14

1. Susunan lapisan perkerasan

Jenis-jenis susunan lapisan perkerasan yang terlah disebutkan di atas

mempunyai fungsi yang berbeda-beda di dalam merespon beban yang

diterimanya. Rancangan konstruksinya didasarkan atas kondisi alamiah lapisan

tanah dasar, intensitas lalulintas yang akan melaluinya, faktor lingkungan dan

kondisi cuaca serta air tanah. Adapun fungsi dari masingmasing lapisan dapat

diuraikan sebagai berikut:

a. Lapis permukaan

1. Sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai

stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan

2. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang mengalir diatasnya tidak

meresap kedalamnya dan tidak pula melemahkan lapisan tersebut.

3. Sebagai lapis aus (wearing course), artinya lapisan yang langsung

menderita gesekan akibat rem kendaraan, sehingga mengakibatkan

keausan ban.

4. Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga

dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung lebih

jelek.

b. Lapis fondasi atas

1. Merupakan bagian perkerasan untuk menahan gaya melintang dari

beban roda dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.

2. Sebagai lapis peresapan untuk lapisan dibawahnya.

3. Sebagai bantalan bagi lapis permukaan.

c. Lapis fondasi bawah

1. Merupakan bagian perkerasan untuk menyebarkan beban roda

kendaraan ke tanah dasar.

2. Untuk mengurangi tebal lapisan diatasnya karena material atau

bahan untuk fondasi bawah umumnya lebih murah dibanding

perkerasan diatasnya, sehingga dapat

15

3. mengefisiensikan penggunaan material.

4. Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di fondasi.

5. Merupakan lapis pertama yang harus dikerjakan cepat agar dapat

menutup lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau melemahkan

daya dukung tanah dasar akibat selalu menahan roda alat berat.

6. Mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis

fondasi.

d. Lapisan perkerasan lentur

1. Lapisan perkerasan lentur terdiri dari 3 lapisan di atas tanah dasar,

yaitu lapis fondasi bawah, lapis fondasi atas dan lapisan permukaan.

Dengan tiga susunan lapisan tersebut, maka jalan diharapkan

memiliki karakteristik sebagai berikut:

2. Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi

kenyaman-an bagi pengguna jalan;

3. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal;

4. Seluruh lapisan ikut menanggung beban;

5. Penyebaran tegangan diupayakan tidak merusak lapisan tanah dasar;

6. Usia maksimum yang diharapkan adalah 20 tahun;

7. Selama usia tersebut diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine

maintenance).

Untuk memperoleh kualitas jalan yang memadai agar sesuai dengan

karakteristik di atas, maka jenis material dan tebal lapisan masing-

masing susunan lapisan harus diperhatikan. memperlihatkan batas-batas

minimum tebal lapisan perkerasan dan bahan yang digunakannya.

Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan dan Bahan yang

Digunakan

Batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila fondasi bawahnya

menggunakan material berbutir kasar.

16

1. Lapisan perkerasan kaku

Lapisan perkerasan kaku maksudnya adalah lapisan permukaannya terbuat

dari plat beton. Metoda perencanaan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan

didasarkan pada perkiraan sebagai berikut:

1. Kekuatan lapisan tanah dasar atau harga CBR atau angka Modulus Reaksi

Tanah Dasar (k);

2. Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan;

3. Prediksi volume dan komposisi lalulintas selama usia rencana;

Ketebalan dan kondisi lapisan fondasi bawah (sub-base) yang diperlukan untuk

menopang konstruksi, lalulintas, penurunan akibat air dan perubahan volume

lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang

seragam di bawah dasar beton. Terdapat dua jenis lapisan perkerasan kaku, yaitu

(1) perkerasan beton semen

(2) perkerasan dengan permukaan aspal.

Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai

lapisan dasar beton dari Portland Cement (PC); sedangkan perkerasan dengan

permukaan aspal adalah salah satu dari jenis komposit.

ASPEK KESELAMATAN JALAN ANGKUT

Aspek-aspek teknis yang telah diuraikan sebelumnya, di samping diarahkan untuk

meraih umur layanan jalan sesuai yang direncanakan, juga harus memenuhi

persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengemudi. Beberapa aspek

keselamatan sepanjang jalan angkut yang akan diuraikan meliputi :

(1) jarak pandang yang aman,

(2) rambu-rambu pada jalan angkut,

(3) lampu penerangan, dan

(4) jalur pengelak untuk menghindari kecelakaan.

JARAK PANDANG YANG AMAN

Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi

(operator) untuk melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika

pengemudi melihat suatu penghalang yang membahayakan, pengemudi dapat

17

melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak

pandang minimum sama dengan sama dengan jarak berhenti. Jarak

pandang terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan (2) Jarak Pandang

Mendahului (Jd).

Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap

pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat

adanya halangan di depan. Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 –

4,90 m, sedangkan tinggi penghalang yang dapat menimbulkan kecelakaan

berkisar antara 0,15 – 0,20 m diukur dari permukaan jalan. Jarak Pandang Henti

berkaitan erat dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan jalan,

waktu tanggap dan gravitasi.

Jarak Pandang Henti (Jh ) Minimum

Jarak pandang lengkung horizontal

Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalah

pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah

bebas samping). Daerah bebas samping adalah ruang untuk menjamin kebebasan

pandang di tikungan sehingga Jh terpenuhi.

Dengan demikian, daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan

kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang

sejauh E meter diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang

pandangan Daerah bebas samping dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(1) Jika Jh < Lt :

(2) Jika Jh > Lt :

di mana :

R = jari-jari tikungan, m

R’ = jari-jari sumbu lajur dalam, m

Jh = jarak pandang henti, m

Lt = panjang tikungan, m

Jarak pandang lengkung vertikal

18

Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap perubahan daru

dua macam kemiringan arah memanjang jalanpada setiap lokasi yang diperlukan.

Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan Jarak Pandang Henti yang cukup demi

keamanan dan kenyamanan. Lengkung

vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung

Cekung.

a. Lengkung vertikal cembung

Sketsa lengkung vertikal cembung, diperlihatkan ketentuan tinggi untuk

lengkung cembung menurut Bina Marga (1997).

b. Lengkung vertikal cekung

Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang

lengkung cekung vertikal ( L ), akan tetapi ada empat kriteria sebagai

pertimbangan yang dapat digunakan, yaitu:

1. Jarak sinar lampu besar kendaraN

2. Kenyamanan pengemudi

3. Ketentuan drainase

4. Penampilan secara umum

RAMBU-RAMBU PADA JALAN

Untuk lebih menjamin menjamin keamanan sehubungan dengan di-operasikannya

suatu jalan angkut, maka perlu kiranya dipasang rambu-rambu sepanjang jalan

angkut tersebut terutama pada tempat-tempat yang berbahaya. Rambu-rambu

dipasang untuk keselamatan:

1. Pengemudi dan kendaraan itu sendiri;

2. Binatang yang ada di sekitar jalan angkut;

3. Masyarakat setempat yang biasa menggunakan jalan tambang;

4. Kendaraan lain yang mungkin lewat pada jalan tersebut;

5. Tanda adanya perempatan, pertigaan, persilangan dengan jalan umum,

misalnya rel keret api, dsb.

19

LAMPU PENERANGAN JALAN

Lampu penerangan perlu dipasang apabila jalan angkut akan digunakan

pada malam hari. Pemasangan bisa dilakukan berdasarkan jarak maupun tingkat

bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada:

Tikungan (belokan),

Perempatan atau pertigaan jalan,

Jembatan,

Tanjakan maupun turunan yang cukup tajam.

JALUR PENGELAK UNTUK MENGHINDARI KECELAKAAN

Untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi karena kendaraan

slip, rem blong atau sebab lain, maka pada jalur angkut perlu dibuat jalur

pengelak (runaway precaution). Ditinjau dari daerah datar sepanjang jalur

memanjang yang tersedia, terdapat dua cara membuat jalur pengelak.