j u r n a l agribisnis kerakyatan - unand

86
JAK Volume 3 Nomor 1 Hal. 1-76 Padang November 2013 ISSN 1979-9470 Volume 3, Nomor 1, November 2013 JURNAL A A G G R R I I B B I I S S N N I I S S K K E E R R A A K K Y Y A A T T A A N N ISSN 1979-9470 Terakreaditasi No.../DIKTI/Kep/200..., Tgl..... Diterbitkan oleh Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas bekerjasama dengan Program Studi Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Pascasarjana Universitas Andalas Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Komisariat Padang JAK

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

J A K Volume 3 Nomor 1 Hal. 1-76Padang

November2013

ISSN1979-9470

Volume 3, Nomor 1, November 2013

JJ UU RR NN AA LL

AAGGRRIIBBIISSNNIISS KKEERRAAKKYYAATTAANN

ISSN 1979-9470Terakreaditasi No.../DIKTI/Kep/200..., Tgl.....

Diterbitkan olehProgram Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

bekerjasama denganProgram Studi Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Pascasarjana Universitas Andalas

Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Komisariat Padang

JAK

ISSN 1979-9470

JURNAL AGRIBISNIS KERAKYATANVolume 3, Nomor 1, November 2013

Jurnal Agribisnis Kerakyatan adalah wadah informasi bidang agribisnis kerakyatan berupahasil penelitian, studi kepustakaan dan tulisan ilmiah terkait. Terbit pertama kali tahun 2008

dengan frekuensi tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli dan November

Ketua PenyuntingDr. Ir. Endry Martius, M.Sc

Wakil Ketua PenyuntingDr. Ir. H. Nofialdi, M.Si

SekretarisMahdi, SP, M.Si, P.hD

Penyunting PelaksanaDr. Ir. Faidil Tanjung, M.Si

Ir. Herry Bachrizal Tanjung, M.SiDr. Ir. Ira Wahyuni Syafri, M.Si

Ir. M. Refdinal, MSSyofyan Fairuzi, STP, M.Si

Vonny Indah Mutiara, SP, MEM

Penyunting AhliProf. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc (Universitas Lampung)

Dr. Ir. Djaswir Zein (Universitas Andalas)Prof. Dr. Ir. Helmi (Universitas Andalas)

Prof. Dr. Ir. Maman Haeruman Karmana, M.Sc (Universitas Padjajaran)Prof, Dr, Ir, Muchlis Muchtar, MS (Universitas Andalas)

Dr, Ir, Muktasam Abdurrahman, M.Sc (Universitas Mataram)Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si (Institut Pertanian Bogor)

Prof. Dr. Ir. Rudi Febriamansyah, M.Sc (Universitas Andalas)Dr, Agr, Sri Peni Wastutiningsih (Universitas Gadjah Mada)

Dr, Ir, Suardi Tarumun, M.Sc (Universitas Riau)Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS (Institut Pertanian Bogor)

Prof. Dr. Ir. Sutriono, MS (Universitas Jember)

KesekretariatanYusmarni, SP, M.Sc

Rafnel Azhari SP M.SiCindy Paloma SP, M.Si

Ami Sukma Utami SP, M.ScAfrianingsih Putri SP, M.Si

Alamat RedaksiProgram Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas AndalasKampus Unand Limau Manis, PADANG, 25163 Telp (0751) 72774

Email : [email protected]

Jurnal Agribisnis Kerakyatan diterbitkan olehProgram Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

bekerjasama denganProgram Studi Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Pascasarjana Universitas Andalas

Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPPI) Komisariat Sumatera Barat

ISSN 1979-9470

JURNAL AGRIBISNIS KERAKYATANVolume 3, Nomor 1, November 2013DAFTAR ISI

Assalamu’alaikum:Agribisnis Kerakyatan: Api yang Jauh dari Panggang

Endry Martius

Analisis Keadilan Tataniaga Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang

Yusri Usman 1-14

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Pupuk dan Tenaga KerjaPada Usaha Tani Jagung di Kenagarian Kinali Kabupaten Pasaman Barat

M. Refdinal15-24

Strategi Pengembangan Komoditi Sawo (Achros Zapota, L) di KenagarianSumpur Kab. Tanah Datar Sumatera Barat

Syahyana Raesi25-33

Pembangunan Pedesaan Partisipatif

Hery Bachrizal Tanjung34-43

Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Akses terhadap LembagaKeuangan Mikro: Kasus Yayasan Peramu Bogor

Nunung Nuryantono 44-56

Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong pada Progran SarjanaMembangun Desa (SMD) terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak diKabupaten Pesisir Selatan

Pridma Gusti57-63

Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Hewani padaKonsumen Rumah Tangga di Kota Padang

Noni Novarista64- 74

Agribisnis Kerakyatan: Api yang Jauh dari Panggang

Endry Martius

Perspektif

Perspektif agribisnis kerakyatan berdasar pada keadilan sosial, prinsip yangmengatur pembagian beban dan nikmat dari kerjasama sosial yang termanifestasimelalui semua urusan agribisnis. Dengan kata lain, kesejatian agribisnis kerakyatanharus dilihat dari sejauh mana pembagian beban dan nikmat tersebut bisa dilakukansecara adil intragenerasi dan antargenerasi. Pembagian yang adil intragenerasiberarti perwujudan kerjasama sosial yang lintas-generasi atau dapat berkelanjutan.

Konsepsi keadilan sudah dikenal dalam karya klasik terkenal Plato, melalui argumenpembedaan antara kebaikan dan kewajiban. Pada mulanya, apa yangmenguntungkan para elit sudah dianggap kebaikan dan karenanya tersebut adil.Namun ada pula pendapat bahwa keadilan tidak lebih sebuah kompromi, dikatakanadil cukup apabila orang bersikap fair dan jujur dalam membuat kesepakatan (dalamRasuanto, 2005: 7–9). Kompromi tersebut ditaati bukan sebagai yang secara moralbernilai baik atau buruk, melainkan sebagai keharusan akibat alternatifnya hanyalahdalam psikologi manusia hobessian bahwa pilihan bekerjasama adalah irrasional–dalam kondisi alamiah (state of nature) yang adalah kondisi perang semua melawansemua (lihat juga Adian, 2013). Corak keadilan demikian kemudian mendapatpendasaran normatifnya pada etika deontologis Kant: hanya pada tindakan yangdidasarkan kewajiban yang bernilai moral (Rasuanto, 2005: 1-10).

Berdasarkan rumusan John Stuart Mill tentang keadilan (Rasuanto, 2005: 14-15),keadilan dalam agribisnis seharusnya termasuk kewajiban, yang bukan dalam coraksekedar kebaikan, belas kasihan, atau semacam balas jasa, melainkan dengan corakkewajiban moral sempurna (perfect moral obligation). Sebagai kewajiban moralsempurna itu keadilan otomatis adalah sebagai etika sosial, yakni sebagai kewajibanyang melahirkan hak korelatif pada orang atau sejumlah orang, atau seluruh rakyat.Argumennya, bahwa keadilan dalam agribisnis bukan saja menjadi sesuatu yanghanya benar bila dilakukan dan salah bila dinafikan, tapi yang juga rakyat danterutama petani bisa mengklaim manfaat agribisnis sebagai hak moralnya. Dengankata lain, sebagai konsekuensi, agribisnis harus melahirkan hak korelatif (ataujangan tidak melahirkan hak apapun) wajar pada petani atau rakyat dari pembagianmanfaat agribisnis.

ASSALAMU’ALAIKUM

Belakangan Jhon Rawls melahirkan konsepsi keadilan substantif yang bisa menjadiukuran kewajiban moral yang korelatif tersebut (Rawls, 2000). Juga oleh Habermas,konsepsi itu bahkan dikembangkan lebih jauh menjadi prinsip yang menjamin danmengekspresikan kepentingan bersama sebagai pengendalian pengaturanmasyarakat majemuk. Hanya saja, Habermas sekalian juga menyediakan konsepsitentang cara atau prosedur untuk mencapai persetujuan mengenai apa yang adil itu,sebagaimana difasilitasinya dalam teori yang disebutnya “Discourse Ethic”. Dalamteori tersebut, “the primacy of justice Ethics” ditampilkan dalam distingsi tegasantara etik dan moral, yaitu antara persoalan evaluatif yang hanya berkenaandengan preferensi subjektif dan persoalan normatif yang koekstensif denganpersoalan keadilan (lihat Rasuanto, 2005 : 19-21). Berdasar pada gagasan atau teoriHabermas itu, keadilan dalam agribisnis haruslah termasuk dalam kategorikonsesus, bukan persetujuan pada berdasar keseimbangan kekuatan atau kompromipara pelaku agribisnis agar sama–sama senang, melainkan persetujuan yangkeabsahannya semata–mata didasarkan atas argumen yang terbaik, atau suatupersetujuan yang dihasilkan oleh tindakan (rasional) komunikatif (Habermas, 1984)dan lihat juga Hardiman, 2009). Paduan semua konsepsi di atas yang telah memberidasar-dasar kerjasama sosial pada masyarakat majemuk, tentu saja bisa dipakaidalam mendiskusikan dinamika agribisnis kerakyatan (lihat Habermas, 1994;Furnivall, 2009 dan Rahardjo, 2011).

Sebagian Fakta

Gerak agribisnis kerakyatan ibarat api yang masih jauh dari panggangnya. Apa yangsemestinya dan apa yang dipraktekkan sebagai fakta belum terhubung, sehinggasubstansi keadilan yang menjadi inti kesejatian agribisnis kerakyatan nyaris takterpedulikan. Satu per satu gejala itu terbukti melalui tulisan–tulisan dalam JurnalJAK volume kali ini. Hanya saja segala pembuktian soal keadilan dalam agribisnismasih terlihat secara tidak langsung, yakni hanya dengan menjelaskan gejala ataufenomena ketidakadilan sebagai akibat dari praktek umum agribisnis (ekonomi)yang berbasis pada pendekatan rekayasa logistik (Sen, 2001). Ketika produktifitasdan efisiensi pertanian berhasil ditingkatkan, gerak masif liberalisasi pasar malahluput dari perhatian. Liberalisasi pasar itu bukan saja menimbulkanpengarusutaman komodifikasi pertanian, tapi sekalian menciptakan ketergantunganpetani pada mekanisme pasar dalam memperoleh kesejahteraan (Rahardjo, 2011).Belum muncul ikhtiar yang menonjol untuk mendapatkan penjelasan mengenaihakikat dibalik fenomena (noumena) ketidakadilan dengan memberikan banyakperhatian pada pertimbangan-pertimbangan etika sebagaimana yang sudah biasadijumpai dalam khasanah ekonomi politik (lihat Sen, 2001 dan Rahardjo, 2011).

Walau begitu, keyakinan terhadap praktek agribisnis (dan ekonomi) rekayasalogistik tampaknya tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Paling tidak begitulahkesan dan pesan yang terbaca dari tulisan–tulisan berikut. Pada tulisan pembuka,Yusri Usman menyorot tataniaga bengkuang di kota Padang yang disimpulkannyasedang dalam kondisi yang tidak berkeadilan. Penyebabnya terutama terkait denganbentuk pasar bengkuang yang monopsoni atau oligopsoni yang secara teknis dan

prosedural telah menyebabkan keuntungan yang diterima petani produsen jauhlebih kecil dari yang seharusnya. Peluang perbaikan bagi praktek agribisnisdiperlihatkan pula dalam temuan M. Refdinal dan Syahyana Raesi. Efisiensi teknisdalam berproduksi, misalnya pada usahatani jagung, masih bisa untuk dioptimasimelalui rekomendasi terukur pada penggunaan pupuk dan tenaga kerja. Dari strategipengembangan komoditas (contohnya sawo), terlihat pula bahwa sejumlah faktoryang berkarakter kerekayasaan pada lingkungan internal ataupun eksternal yangmasih berpeluang untuk dikembangkan.

Dua tulisan berikutnya mendiskusikan pendekatan pembangunan dan instrumentasiatau peralatan pengukuran hasil pembangunan dalam hal pendapatan rumahtanggayang dianggap dapat menopang tindakan pembangunan menjadi lebih akurat.Pertama adalah tulisan Hery Bachrizal Tanjung, walau tidak menyorot langsung soalagribisnis, tapi hasil diskusinya bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam penerapanpendekatan praktis pembangunan agribisnis di pedesaan. Terlihat bahwapengalaman atau peran pesantren yang sudah sangat panjang dengan pendekatanpartisipatif dalam pembangunan pedesaan, bisa dijadikan model, dengan catatanbahwa prosesnya harus melalui ujicoba dan harus pula memfasilitasi terjadinyapembelajaran secara lokal.

Berikutnya adalah tulisan Nunung Nuryantono dan kawan-kawan tentang upayapengentasan kemiskinan tingkat rumahtangga melalui peningkatan akses merekaterhadap lembaga keuangan mikro semi-formal. Upaya tersebut ternyata cukupberhasil, karena ditandai oleh penurunan pada angka-angka indikator kemiskinanrumahtangga: headcount ratio, poverty depth index, dan severity index. Tanda-tanda keberhasilan pengentasan kemiskinan ini amat bisa dipahami karenasebelumnya sudah ditegaskan bahwa pemakaian semua angka indikator itumempunyai kekuatan aksiomatis pada komprehensivitas, bobot dan akurasikepedulian, yaitu pada: (1) fenomena atau masalah kelompok rumahtangga miskinsasaran; (2) arah pengetasan kemiskinan yang fokus pada upaya melangkaui gariskemiskinan; dan (3) perbaikan tingkat keparahan disparitas pendapatan intrakelompok rumahtangga miskin. Tampaknya tidak itu saja harapan manfaat daripenggunaan angka-angka indikator tersebut. Bersamanya tertumpang pulasemangat agar pertimbangan kebijakan makro bagi pengentasan kemiskinan akanmenjadi lebih jernih.

Dua tulisan terakhir membahas tentang peran sektor peternakan dalammeningkatkan kesejahteraan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhikonsumsi pangan hewani pada tingkat rumahtangga. Pertama adalah tulisan dariPridma Gusti tentang kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong pada programsarjana membangun desa (SMD) terhadap pendapatan rumahtangga peternak.Upaya peningkatan pendapatan masyarakat melalui program ini belum cukupberhasil. Hal ini terlihat dari kontribusi pendapatan rumah tangga peternak dariprogram ini masih relatif kecil, yaitu sebesar 23,64 persen dari total pendapatanrumah tangga peternak, sehingga masih tergolong sebagai usaha sambilan.Sebagaimana fakta umum program pemerintah yang lain, Pridma Gusti juga

menemukan bahwa pelaksanaan program SMD masih jauh dari ketentuan-ketentuan teknis yang telah disepakati, hal tersebut terbukti dari tidakdilaksanakannya petunjuk teknis secara baik oleh petugas lapangan. Monitoring danevaluasi sebuah program menjadi penting pada konteks ini.

Tulisan terakhir adalah dari Noni Novarista, yang membahas tentang faktor-faktoryang mempengaruhi konsumsi pangan hewani pada konsumen rumahtangga dikotaPadang. Temuan Noni Novarista menunjukkan bahwa faktor yang paling dominanmempengaruhi tingkat konsumsi pangan hewani pada konsumen rumahtanggaadalah harga pangan hewani itu sendiri. Faktor ini berpengaruh pada semua jenjangpendapatan. Meskipun demikian, hal yang cukup mengembirakan adalah tingkatkonsumsi pangan hewani di kota Padang sudah berada diatas standar norma gizinasional yang disarankan oleh FAO. Demikian pengantar, dan selamat membaca.

Referensi

Adian, Donny Gahral. 2013. Rasionalitas Kerjasama, Sebuah Teori RekonsialisasiSosial. Depok: Penerbit Koekoesan.

Furnivall, J.S. 2009. Hindia Belanda, Studi tentang Ekonomi Majemuk (terjemahandari Netherlands India A study of Plural Economy). Jakarta: Freedom Institute.

Habermas, Jurgen. 1990. Moral Consciousness and Communicative Action.Cambridge: The MIT Press.

Hubermas, Jurgen. 1984. The Theory of Communicative Action (trans. ThomasMcArthy). Boston: Beacon Press.

Hardiman, F. Budi. 2009. Demokrasi Deliberatif, Menimbang “Negara Hukum” dan“Ruang Publik” dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Yogyakarta: PenerbitKanisius.

Rahardjo, M. Dawam. 2011. Nalar Ekonomi Politik Indonesia. Bogor: IPB Prees.

Rasuanto, Bur. 2005. Keadilan Sosial, Pandangan Deontologis Rawls danHabermas, Dua Teori Filsafat Politik Modern. Jakarta: Penerbit PT GramediaPustaka Utama.

Rawls, Jhon. 1972 “The Arguments for the Principles of Natural Duty”, dalam ATheory of Justice. Oxford: University Press (hal. 333-342).

Sen, Amartya. 2001. Masih Adakah Harapan Bagi Kaum Miskin?: SebuahPerbincangan tentang Etika dan Ilmu Ekonomi di Fajar Millenium Baru(terjemahan On Ethics and Economis). Bandung: Penerbit Mizan.

Yusri Usman adalah Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

ANALISIS KEADILAN TATANIAGA BENGKUANG DIKECAMATAN KURANJI KOTA PADANG

Yusri Usman

Abstract: The purpose of this study is to examine the fairness from the marketingchannels of bengkuang in Kuranji Sub-district, Padang. This reserach used surveymethod, and data gathered from 20 samples. There are one trader and four retailerschoosed randomly. Research reveals that there are two types of bengkoang marketingchanel in the reserch site:1) farmers → trader → retailers → consumers. 2) Farmers →retailers → consumers. Based on fairness analysis, this study finds that thesemarketing chanels are not fair, because the profit obtained by the farmers was lowerthan expected profit. Contrarely, the trader obtain the higher profit than profit that hewas expected. Based on that findings, it is suggested that the farmers should sell theirproduct in unit weight of Kg instead of sack, upgrade their product, sell the product asa group, develop marketing informations, cooperate with related companies such asrestaurants, cosmetics and finally expand the market.

Kata Kunci: pemasaran, saluran pemasaran, keadilan, bengkuang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman bengkuang berasal dariAmerika Tengah dan masuk ke Indonesiasekitar tahun 1800. Tanaman initermasuk leguminosae dengan tumbuh-nya merambat lewat sulurnya, berbuahpolong yang berisi biji dan berumbiberwarna putih berbentuk seperti gasingyang berasal dari akar primer dengan kulityang mudah dikelupas. Umbi merupakanhasil produksi dengan rasa manis danberair yang dapat dikonsumsi baik segarmaupun olahan dan juga dijadikan bahankomestik (DPKKP, 1998). Perkembangbiakannya bisa secara vegetatif lewat umbidan stek dan generatif lewat biji. Tana-man bengkuang ini dikatakan kebal hamakarena daunnya mengandung racun.Berkemampuan mengambil nitrogen dariudara dan perakaran mampu menembuslapisan tanah yang cukup dalam. Penyakityang menyerang sangat jarang ditemui.

Dapat hidup dari dataran rendah sampaike dataran tinggi dengan ketinggian 1000m dpl (Lingga dkk, 1990).

Hasil produksi dari tanaman beng-kuang, yaitu dari umbinya dapat dikon-sumsi dalam keadaan segar. Dapat diolahmenjadi sirup, keripik, jus, asinan, kuesagun dan bedak serta kosmetik lainnya.Disamping itu umbi bengkuang ini dapatdijadikan sebagai bahan baku kosmetik.

Perumusan Masalah

Bengkuang merupakan tanamankhas di Kota Padang sehingga KotaPadang dinamakan pula sebagai KotaBengkuang. Banyak dijual pedagang seba-gai oleh-oleh bagi wisatawan yangberkunjung ke Kota Padang. Bengkuangyang berasal dari Kota Padang rasanyamanis, banyak air dan enak dimakan.Diusahakan secara kurang intensif denganmenggunakan benih lokal. Sangat jarangdipupuk, dan kurang dalam kontrolbunga, yaitu memotong bunga yangmuncul kalau mengharapkan umbinya

2 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan,Volume 3 No 1, November 2013, hal 1 - 14

tumbuh sempurna. Menurut DPKKP(2005) produktivitasnya hanya 7,27ton/ha dimana produktivitas bengkuangmenurut Asriyunaldi (1996) dapatmencapai 20 ton/ha.

Walaupun menjadi tanaman khasdi Kota Padang, perkembangan budidayabengkuang Padang ini tidak begitumenggembirakan. Luas panennya hanyaberkisar antara 106–140 ha per tahun daritahun 2002–2004 dan hanya diusahakandi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Kuranji,Pauh, Koto Tangah dan Nanggalo.

Bengkuang ini dijual sampai keluar daerah seperti ke Pekanbaru diProvinsi Riau. Cara pelaksanaan panen-nya beragam yaitu ada yang dipanen olehpetani sendiri dan ada pula oleh pedagangpengumpul.

Tataniaga bengkuang di Kota Pa-dang umumnya dari petani terus kepedagang pengumpul kemudian terus kepedagang pengecer yang banyak men-jualnya di pasar-pasar baik di pusat pasaratau pasar satelit di Kota Padang. Darihasil pra-survai tataniaga bengkuangdiketahui margin tataniaganya cukupbesar yaitu harga jual petani produsen kepedagang pengumpul Rp 750,00/kgsedangkan harga pedagang pengecer kekonsumen Rp 1.500,00/kg. Dari data initerdapat margin tataniaga sebesar Rp750,00/kg yang mana jumlah ini samabesar dengan harga jual petani. Bagipetani harga jual Rp 750,00/kg initermasuk biaya produksi, biaya tataniagadan keuntungan. Sedangkan bagi peda-gang margin tataniaga sebesar Rp750,00/kg hanya merupakan biayatataniaga dan keuntungan. Dari data inidapat diduga bahwa petani produsenmendapatkan untung yang kecil danpedagang mendapatkan untung yangbesar, atau mungkin juga petani produsenmerugi sehingga tataniaga bengkuang initidak adil. Tataniaga yang tidak adiladalah tataniaga yang tidak efisien. Muby-

arto (1984) mengatakan bahwa efisiensitataniaga adalah mampu mengadakanpembagian yang adil dari keseluruhanharga yang dibayarkan konsumen akhirkepada semua fihak yang ikut serta dalamkegiatan produksi dan tataniaga barangtersebut. Yang dimaksud adil adalahpemberian balas jasa dari fungsi-fungsiproduksi dan tataniaga sesuai dengansumbangan masing-masing. Berdasarkanhal ini perlu diteliti efisiensi tataniagabengkuang dari Kecamatan dan keadilantataniaga bengkuang di Kota Padang.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan diKecamatan Kuranji Kota Padang yangmerupakan sentra produksi bengkuang,dimana produksi terbanyak dihasilkandari kecamatan ini. Daerah tataniaganyaadalah di Pasar Raya Kota Padang dan didaerah terminal dan mangkalnya bus yangmenuju ke luar Kota Padang. Waktupenelitian dilaksanakan dari bulan Meisampai dengan Juni 2006.

Responden yang diambil dalampenelitian ini adalah petani produsen danpedagang perantara bengkuang sepertipedagang pengumpul dan pedagangpengecer. Penelitian dilaku-kan denganmetode survai dengan pengambilan sa-mpel secara acak seder-hana denganalasan varietas bengkuang, lokasi tanamdi lahan sawah, waktu tanam dan carapemeliharaan yang homogen. Populasipetani berjumlah 47 orang pada waktumusim tanam tersebut dan sampel di-ambil sebanyak 20 orang petani.Pedagang pengumpul ditemui hanya 1orang dan pedagang pengecer sebanyak 7orang.

Data yang dikumpulkan berasaldari data primer dan data sekunder. Dataprimer meliputi data dari petani sampelberupa identitas petani (umur, pen-didikan, keluarga, pegalaman beru-sahatani, pekerjaan utama dan sam-

Yusri usman, Analisis Keadilan Tata Niaga Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang | 3

pingan, biaya produksi yang dikeluarkan(biaya benih, pupuk, pestisida, tenagakerja), informasi pasca panen (penen-tuanpanen, pengangkutan, jumlah produksi,mutu produksi) dan informasi tataniaga(saluran tataniaga, harga, sistem pen-jualan dan pembelian). Data primer daripedagang berupa identitas pedagang,kegiatan perdagangan (tem-pat pembeliansistem pembelian, tempat penjualan,penetapan harga, harga satuan dan biayayang dikeluarkan selama tataniaga. Datasekunder berupa keadaan umum daerahpenelitian dan data yang diperlukan yangberasal dari instansi yang terkait denganpenelitian ini.

Variabel yang diamati adalahlembaga tataniaga yang terlibat dalampenyaluran hasil produksi dari petani sa-mpai ke konsumen, dan bentuk salurantataniaga bengkuang, biaya-biaya usaha-tani, biaya tataniaga petani, harga jual,penerimaan dan keuntungan petani, biayatataniaga pada masing-masing pedagangperantara, harga jual dan keuntunganpedagang perantara.

Tujuan penelitian efisiensi tata-niaga dianalisis dengan efisiensi tata-niaga berdasarkan keuntungan.

Pendapat Mubyarto (1984) me-ngatakan bahwa efisiensi tataniaga adalahmampu mengadakan pembagian yang adildari keseluruhan harga yang dibayarkankonsumen akhir kepada semua fihak yangikut serta dalam kegiatan produksi dantataniaga barang tersebut. Yang dimaksudadil adalah pemberian balas jasa darifungsi-fungsi produksi dan tataniagasesuai dengan sumbangan masing-ma-sing.

Balas jasa adalah berupa ke-untungan yang diterima oleh petani danpedagang perantara yang ikut serta dalammemasarkan barang itu. Sedangkanfungsi produksi dan fungsi tataniagaadalah korbanan atau input yangdikorbankan oleh petani dan pedagang

perantara dalam mempro-duksi danmenyampaikan barang itu ke konsumenakhir. Untuk itu efisiensi akan tercapaiapabila keuntungan yang diterima samadengan pemberian balas jasa darikorbanan (input) dari kegiatan produksidan tataniaga yang dilaksa-nakan olehpetani dan lembaga tataniaga yang ikutserta dalam tata-niaga tersebut. Pem-berian balas jasa dari korbanan kegiatanproduksi dan tataniaga adalah merupakankeuntu-ngan yang seharusnya diterimaoleh petani dan pedagang perantara. Jadiefisien tataniaga ini dapat dicapai apabilakeuntungan yang diterima sama dengankeuntungan yang seharusnya (Usman,2010).

Rumus-rumus yang digunakanuntuk menganalisa keadilan tataniagaberdasarkan keuntungan.

1. Biaya dan Keuntungan Diteri-maPada Petani dan Pedagang

a. Biaya Total Petani

BTt = BTU + Bpt

Dimana :

BTt =BTU=

Bpt =

Biaya Total Petani (Rp/kg)Biaya total usahatani(Rp/kg)Biaya tataniaga pada petani(Rp/kg)

b. Keuntungan diterima Petani

Kta= Pt– BTt

Dimana :

Kta= Keuntungan yang diterimapetani (Rp/kg)

Pt = Penerimaan petani (Rp/kg)

BTt = Biaya tataniaga pada petani(Rp/kg)

4 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan,Volume 3 No 1, November 2013, hal 1 - 14

a. Keuntungan yang diterima Pe-dagang

Kda = Pd – (Bpd + Hbd)

Dimana :

Kda=

Pd =

Bpd=

Hbd=

Keuntungan yang diterimapedagang yang ikut serta(Rp/kg)Penerimaan pedagang yangikut serta (Rp/kg)Biaya tataniaga padapedagang yang ikut serta(Rp/kg)Harga beli pedagang yangikut serta (Rp/kg)

2. Menghitung Keuntungan yangseharusnya

a. Biaya Total

BT = BTt+BTd1+ ……. + BTdn

Dimana :

BT =BTd=

Biaya total (Rp/kg)Biaya Tataniaga pada Peda-gang yang ikut serta (Rp/kg)

b. Keuntungan Total

KT = Kta+ Kda-1+ …… + Kda-n

Dimana :

KT =Kta =

Kda =

Keuntungan total (Rp/kg)Keuntungan yang diterimapetani (Rp/kg)Keuntungan yang diterimapedagang yang ikut serta(Rp/kg)

c. Persentase biaya total petani

%BTt = x 100%

Dimana:

%BTt = Persentase biaya total pe-

tani (Rp/kg)

d. Keuntungan seharusnya dite-rimapetani

Ktb = %BTt x KT

Dimana:

Ktb = Keuntungan seharusnyadi-terima petani (Rp/kg)

e. Persentase biaya total peda-gang

%BTd = x 100%

Dimana:

BTb = Persentase biaya total pe-dagang (Rp/kg)

f.Keuntungan seharusnya dite-rimapedagang

Kdb = %BTd x KT

Dimana:

Kdb = Keuntungan seharusnya di-terima pedagang (Rp/kg)

3. Keadilan Tataniaga

a. Berdasarkan Mubyarto (1984)keadilan Tata Niaga Pada Pe- tanidihitung sbb:

Kta = Ktb

Dimana:

Kta=

Ktb =

Keuntungan yang diterimapetani (Rp/kg)

Keuntungan yang seharusnyaditerima petani (Rp/kg)

b. Keadilan Tataniaga pada Pedagang

Kda= Kdb

Yusri usman, Analisis Keadilan Tata Niaga Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang | 5

Dimana:

Kta= Keuntungan yang diterimapedagang (Rp/kg)

Ktb = Keuntungan yang seharusnyaaditerima pedagang (Rp/kg)

dimana

a. Adil: Apabila selisih keuntunganyang diterima dengan keuntunganyang seharusnya diterima kecildari 5%

b. Tidak adil: Apabila selisihkeuntungan yang diterima dengankeuntungan yang seharusnyaditerima besar dari 5%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Daerah Penelitian.

Kecamatan Kuranji terletak 6 kmdari pusat Kota Padang. Ketinggiandaerah 16 m dpl. Temperatur udaraberkisar antara 24,0◦–31,5◦ C. Curah hujanrata-rata 305 mm/bulan dengan jumlahhari hujan 136,5 hari per tahun. Jenistanahnya adalah aluvial yang terdapat didaerah aliran sungai dan podzolik merahkuning di daerah perbukitan dengn pHtanah 5,5–7,5. (Cabang Dinas Pertaniandan Kehutanan Kec. Kuranji, 2005).

Kecamatan Kuranji punya 9kelurahan dan 6 wilayah kerja penyuluhpertanian (WKPP), yaitu WKPP PasarAmbacang, WKPP Lubuk Lintah, WKPPKalumbuak, WKPP Korong Gadang,WKPP Kuranji, WKPP Gunuang Sariakdan WKPP Sungai Sapiah. Luaskecamatan Kuranji 5.730,50 ha denganluas sawah 2.126 ha dan tegalan 738 ha(Cabang Dinas Pertanian dan KehutananKec. Kuranji, 2005). Jumlah penduduk

99.542 jiwa. Mata pencaharian pendudukyang terbesar dari sektor pertanian (27%).Terdapat sarana irigasi, yaitu irigasiBatang Balimbiang, Irigasi Batang Kuranjidan Irigasi Batang Gua. Terdapatsebanyak 74 Kelompok Tani (KT), 2 buahKoperasi Unit Desa (KUD) 2 buahKoperasi Pertanian, 23 buah kios pupuk, 2buah bank dan 1 buah pasar (KantorCamat Kec. Kuranji, 2005).

Gambaran Usahatani Bengkuang diKecamatan Kuranji

Sebagian besar umur petani di atas55 tahun (55,00%), dimana umur inikurang produktif dalam berusahatani. Halini bisa berpengaruh pada pelaksanaanusahatani, menurunkan produksi, pe-nerimaan, pendapatan dan ke-untungan.Rata-rata pendidikan pet-ani terbanyakadalah tamat SLTA (sekolah lanjutantingkat atas) yaitu 60,00%. Tingkatpendidikan ini cukup tinggi dan bisamemudahkan masuknya inovasi barudalam melaksanakan usahatani be-ngkuang. Mudahnya mene-rima inovasibaru akan memberikan pengetahuanusahatani yang lebih maju kepada petani.

Rata-rata luas lahan yang palingbanyak adalah di bawah 0,5 ha yaitu90,00%. Luas lahan di bawah 0,5 haadalah luas lahan yang kecil. Hal ini akanmengakibatkan luas tanam dan luaspanennya juga kecil sehingga me-ngakibatkan jumlah produksi beng-kuangpada masing-masing petani juga sedikit.Rata-rata status lahan yang terbanyakadalah milik sendiri (80%) dan hanya20% lahan sewa. Banyaknya petani yangmengusahakan tanaman bengkuang diatas lahan milik sendiri berarti penda-patan dan keuntungan akan lebih banyak

6 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan,Volume 3 No 1, November 2013, hal 1 - 14

diperoleh petani. Lebih banyaknya pen-dapatan dan keun-tungan yang diperolehakan menjamin modal untuk berusahataniselanjutnya. Di samping itu dengan statuslahan milik sendiri mengakibatkan petanilebih bebas menentukan kebijaksanaanusahataninya tanpa dipengaruhi dandiatur oleh orang lain.

Rata-rata pengalaman berusaha-tani bengkuang sudah tinggi yaitu di atas20 tahun (60,00%). Tingginya pe-ngalaman berusahatani bengkuang meng-akibatkan semakin mampunya petanidalam mengatasi kendala-kendala danmasalah-masalah dalam berusahatani.Tetapi disamping itu, makin tinggipengalaman berusahatani semakin sulitpula menerima inovasi baru, karenapetani merasa yakin dengan cara-carayang mereka lakukan.

Jumlah anggota keluarga ter-banyak adalah antara 4-6 orang (65,00%).Banyaknya anggota keluarga berartibanyak pula tenaga kerja yang tersedia da-lam berusahatani, sehingga pelaksanaanusahatani akan lebih mudah dilakukan. Disamping itu dengan banyaknya ta-nggungan keluarga akan mendorongpetani bekerja dan berusaha lebih giatdisebabkan oleh tuntutan tanggungjawabterhadap keluarga yang besar.

Biaya Produksi

Pada Tabel 1 terlihat biaya pro-duksi terdiri dari biaya yang dibayarkandan biaya yang diper-hitungkan. Yangtermasuk biaya yang dibayarkan adalahbiaya benih, tenaga kerja luar keluarga(TKLK), sewa lahan dan pajak (PBB).Sedangkan biaya yang diperhitungkanadalah biaya sewa lahan, tenaga kerjadalam keluarga (TKDK), bunga modal danpenyusutan alat.

Biaya benih adalah pembelian be-nih bengkuang untuk digunakan petanidalam usahataninya. Benih adalah berupa

butiran dari buah bengkuang yang be-rasal dari buah polong. Besarnya biaya iniberkisar antara Rp270.000– Rp1.080.000 per luas lahan per musimtanam dengan rata-rata Rp. 434.763,28/luas la-han/MT. Terlihat biaya benih inicukup besar yaitu 17,66% dari biaya totalproduksi. Besarnya biaya ini menye-babkan petani berfikir banyak untukmengusahakan usahatani bengkuang ini.

Biaya tenaga kerja adalah berupaupah pekerja yang dibayarkan petanidalam membantunya dalam usahatanibengkuangnya. Upah tenaga kerja inipaling banyak dikeluarkan petani dalammengolah tanah yang merupakan pe-kerjaan terberat dalam usahayani ini.Semua petani (100%) menggunakanbantuan tenaga kerja luar keluarga (TK-LK) ini. Petani bersama TKLK mengolahlahannya untuk ditanami bengkuang.Biaya TKLK ini 12,82% dari biaya totalproduksi.

Sewa lahan adalah biaya yang diba-yarkan petani untuk dapat meng-gunakanlahan petani lain untuk usahatanibengkuangnya. Hanya seba-nyak 25% daripetani yang melakukan penyewaan lahanini karena tidak memiliki lahan sendiri,atau lahannya digunakan untuk usahatanilain se-dangkan 75% lainnya mengu-sahakan di lahannya sendiri. Cara peng-hitungan sewa lahan ini adalah 1/3 darihasil padi kalau lahan ditanami denganpadi. Biaya sewa lahan yang dibayarkanini cukup besar juga yaitu 10,61% daribiaya total pro-duksi. Sewa lahan ada jugaberupa biaya yang diperhitungkan dalammembayar sewa lahan milik sendiri. Biayaini ter-masuk biaya yang besar yaitu18,57% dari biaya total produksi. Peng-hitungannya berdasarkan biaya sewa yangdibayarkan, yaitu 1/3 dari hasil padi kalausekiranya lahan itu ditanami tanamanpadi.

Yusri usman, Analisis Keadilan Tata Niaga Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang | 7

Tabel 1. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Keuntungan Pada Usaha-taniBengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang.

No Uraian Rp/luas lahan Rp/hektar %A. Peneri-maan 2.528.281,12 6.742.082,99B. Biaya Produk-si

1. Biaya Dibayarkana. Benihb. TKLKc. Sewa lahand. Transportasie. Pajak (PBB)

Jumlah

434.763,28315.612,50

261.250,00133.136,50

2.968,72

1.147.730,50

1.159.368,75841.633,33696.666,67355.030,67

7.916,59

3.060.616,01

17,6612,8210,61

5,410,12

46,622.Biaya perhitungkan

a. Sewa lahanb. TKDKc. Bunga modald. Penyusutan alat

Jumlah

457.187,50740.937,50101.767,8714,015,63

1.313.908,50

1.219.166,671.975.833,33

271.380,9937.375,01

3.503.756,00

18,5730,10

4,130,57

53,38

3. Total biaya produksi 2.461.639,00 6.564.372,01 100,00

C. Pendapatan 1.380.550,62 3.681.466,98

D. Keuntungan 66.642,12 177.710,98

Biaya transportasi adalah biaya yangdikeluarkan petani bengkuang dalammengangkut bengkuangnya ke pedagangperantara bagi petani bengkuang yangmemanen sendiri bengkuangnya. Rata-rata biaya transportasi ini sebesar Rp133.136,50/luas lahan/MT atau Rp355.030,67/ha/MT (5,41% dari biaya totalproduksi).

Biaya pajak adalah besarnya biayayang dibayarkan petani dalam membayarpajak bumi dan bangunan (PBB) terhadaplahan usahataninya. Biaya pajak iniberkisar antara Rp 5.000 – Rp 50.000 perluas lahan Rp 2.968,72/luas lahan/MT.Besarnya biaya pajak ini hanya 0,12%dari biaya total produksi.

Biaya tenaga kerja dalam keluarga(TKDK) adalah biaya yang persentasenyapaling besar diantara biaya produksi(30,10%), yaitu Rp 740.937,50/luaslahan/MT atau Rp 1.975.833,33/ha/MT.

Tenaga kerja keluarga adalah tenaga kerjayang berasal dari dalam keluarga petanisendiri seperti bapak, ibu, anak-anak,saudara yang ikut dalam keluarga itu.Biaya TKDK adalah sumbangan anggotakeluarga dalam usahatani. Walaupunbiaya ini tidak dibayarkan tetapi perlu jadiperhatian petani, karena sebesar itulahbiaya yang harus dia bayarkan kalausekiranya anggota keluarganya itu tidaklagi membantunya dalam usahatanibengkuangnya.

Biaya bunga modal dihitung ber-dasarkan total biaya yang dibayarkan,yaitu 2%/bulan. Bunga modal juga meru-pakan biaya yang diperhitungkan. Tetapijuga harus menjadi perhatian petani,sebab sebesar itulah biaya yang harusdibayarkannya, kalau sekiranya dia meng-gunakan kredit bank untuk usahatanibengkuangnya.

8 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan,Volume 3 No 1, November 2013, hal 1 - 14

Penyusutan alat adalah nilai pe-nyusutan dari alat-alat yang digunakanpetani selama dia be-rusahatani beng-kuang, seperti cangkul, gunting tanamandan pisau. Besarnya biaya penyusutan inihanya 0,57% dari biaya total produksi.

Harga jual pada petani berkisarantara Rp 750,00/kg sampai Rp1,187,50/kg Harga Rp 750,00/kg terjadipada petani yang pemanenannya dila-kukan oleh pedagang pengumpul danharga Rp 1.187,50/kg adalah adalah hargapada petani yang memanen sendiri be-ngkuangnya. Untuk itu didapatkankanlahrata-rata penerimaan petani Rp2.528.281,12/luas lahan/MT dan Rp6.742.082,99/ha/MT.

Pendapatan

Pendapatan petani adalah selisihjumlah penerimaan dengan biaya yangdibayarkan. Pendapatan ini merupakanuang yang betul-betul diterima petani dimana di dalamnya terdapat keuntunganusahatani dan biaya-biaya yang diper-hitungkan seperti biaya sewa lahan, biayaTKDK, bunga modal dan penyusutan alatyang tidak pernah dibayarkan. Pen-dapatan yang di-dapat petani adalah sebe-sar Rp 1.380.550,62/luas lahan/MT atauRp 3.681.466,98/ha/MT. Nilai pen-dapatan ini cukup besar yaitu 54,60% darijumlah penerimaan.

Keuntungan

Nilai keuntungan yang di-dapatkankecil sekali, yaitu Rp 66.642,12/luaslahan/MT atau Rp 177.710,98/ha/MT.Besarnya ke-untungan itu hanya 2,64%dari nilai pe-nerimaan. Kecilnya nilai ke-untungan disebabkan rendahnya jumlahproduksi yang didapatkan. Produksi yangrendah disebabkan kurang baiknya carabudidaya bengkuang yang dilakukanpetani. Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilaikeuntungan jauh lebih kecil dari nilaipendapatan yang disebabkan besarnyabiaya yang diperhitungkan.

Tataniaga Bengkuang

Lembaga tataniaga yang terlibatdalam penyaluran bengkuang dari petanike konsumen adalah pedagang pe-ngumpul dan pedagang pengecer. Darihasil penelitian ditemukan 2 bentuksaluran tataniaga bengkuang yaitu :1. Petani Pedagang pengumpul

pedagang pengecer konsumen.2. Petani pedagang pengecer

konsumenDari gambar 1 terlihat bengkuang

lebih banyak disalurkan lewat saluran 1yaitu dari petani terus ke pedagangpengumpul, pedagang pengecer dan teruske konsumen, yaitu sebesar 80,56%.Selebihnya sebanyak 19,44% produksibengkuang lainnya disalurkan petanimelalui pedagang pengecer yaitu padasaluran 2. Di sini petani memanen sendiribengkuangnya kemudian men-jualnya kepedagang pengecer. Petani juga menjualdalam satuan karung, tetapi berat 1karung 80 kg.

Yusri usman, Analisis Keadilan Tata Niaga Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang | 9

Gambar 1. Skema Saluran Tataniaga Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang

Dalam penjualan dari petani ke pedagangpengumpul atau ke pedagang pengecertidak dilakukan grading. Petanimenjualnya dalam satuan karung dimanadi dalam 1 karung tersebut berisibengkuang dari ukuran kecil sampai besardan dari bentuk pipih sampai denganlonjong. Grading baru dilakukan olehpedagang pengecer sewaktu mau menjualke konsumen.

Sistem pembayaran oleh pedagangpengumpul dan pedagang pengecerkepada petani adalah sistem tunai, yaituselesai setiap kegiatan panen olehpedagang pengumpul langsung dibayartunai ke petani. Demikian juga olehpedagang pengecer ke petani.

Harga yang berlaku adalah hargayang disepakati waktu transaksi dila-kukan. Biasanya harga lebih banyakditentukan oleh pedagang pengumpulatau pedagang pengecer dibanding petani.Petani lebih banyak mempercayakanharga jual ini ke pedagang pengumpul danpedagang pengecer karena antara petanidengan pedagang ini telah berhubunganlama. Pedagang pengumpul dan pedagangpengecer lebih mengetahui harga pasardibanding petani. Penentuan harga olehpedagang pengumpul dan pedagangpengecer berdasarkan harga pasar yangberlaku. Harga jual petani ke pedagangpengumpul Rp 75.000/karung denganberat 100 kg dimana panen dilakukanoleh pedagang pengumpul. Harga jual

petani ke pedagang pengecer Rp95.000/karung dengan berat 1 karung 80kg dimana aktifitas panen dilakukan olehpetani.

Aktifitas panen yang dilakukanoleh pedagang pengumpul pada salurantataniaga 1 dibiayai oleh pedagang pe-ngumpul. Petani tidak mengeluarkan bia-ya panen dan biaya angkut. Tetapi padasaluran tataniaga 2, aktifitas panen danpengangkutan dilakukan dan dibiayai olehpetani.

Keadilan Tataniaga

Pada Tabel 2 terlihat pada salurantataniaga 1 biaya produksi petanimencapai 38,91% dari harga konsumen.Tidak ada biaya tataniaga pada petanisebab petani menjual bengkuangnya dilahan. Sedangkan biaya tataniaga padapedagang pengumpul hanya 0,88% dariharga konsumen dan pada pedagangpengecer 6,21%. Terlihat di sini betapabesarnya persentase biaya yang ditang-gung petani dibandingkan pedagangperantara.

Padas saluran tataniaga 2 petanimenanggung biaya produksi dan tataniagasebesar 68,36%, sedangkan pedagang pe-ngecer hanya menanggung biaya sebesar6,25%. Juga terlihat betapa besarnyabiaya yang ditanggung oleh petani.Semakin besar biaya yang ditanggung

19,44%

80,56%1

Konsumen

Petani

PedagangPengecer

PedagangPengumpul

2

10 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan,Volume 3 No 1, November 2013, hal 1 - 14

akan semakin besar pula resiko yang akanditerima.

Pada Tabel 2 secara umum terlihatpada saluran tataniaga 1 keuntungan perkg bengkuang tidak merata. Petani hanyadapat keuntungan sebesar 7,96%, peda-gang pengumpul 28,12% dan pedagangpengecer 18,75% dari harga konsumen.Pada saluran tataniaga 2 keuntungan jugatidak merata. Petani dapat keuntunganyang terkecil juga yaitu hanya 5,86%,

pedagang pengecer mendapat 19,53% dariharga konsumen. lebih kecil.

Margin total pada saluran tataniaga1 terlihat besar sekali yaitu Rp. 850,00/kgmelebihi harga jual petani Rp 750,00/kg.Dapat dikatakan tidak terdapat pemba-gian yang adil pada saluran ini, dimanapetani mendapatkan bagian yang kecildari harga konsumen dibandingkan de-ngan pedagang perantara.

Tabel 2. Rata-rata Biaya Produksi dan Keuntungan Menurut Saluran Tataniaga padaKomoditi Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang.

No. Uraian Saluran Tataniaga 1 Saluran Tataniaga 2Rp/kg (%) Rp/kg (%)

A. Petani1. Biaya Produksi2. Biaya tataniaga

a. Transportasib. Biaya angkatc. Biaya lain-lain

3. Jumlah biaya4. Harga jual5. Keuntungan

622,62----

622,62750,00127,38

38,91----

38,9146,87

7,96

961,91131,8725,0062,5044,37

1.093,781.187,50

93,72

60,128,241,563,902,78

68,3674,22

5,86B. Pedagang Pengumpul

1. Harga beli2. Biaya panen3. Biaya tataniaga

a. Transportasib. Biaya angkatc. Biaya lain-lain

4. Jumlah biaya5. Harga jual6. Margin7. Keuntungan

750,0095,5014,0912,50

1,550,00

109,591.200,00

450,00340,41

46,875,970,880,780,100,006,85

75,0028,1228,12

----------

----------

C. Pedagang Pengecer1. Harga beli2. Biaya tataniaga

a. Plastik + talib. Keamananc. Retribusic. Biaya lain-lain

3. Harga jual4. Margin5. Keuntungan

1.200,00100,00

30,0010,0010,0050,00

1.600,00400,00300,00

75,006,211,870,630,633,10

100,0025,0018,75

1.187,50100,00

37,5012,5012,5037,50

1.600,00412,50312,50

74,226,252,340,780,782,34

100,0025,7819,53

D. Total Biaya tataniaga 114,09 9,00 231,87 14,49E. Total Biaya 832,21 52,01 1.193,78 74,61

F. Total Margin 850,00 53,13 412,50 25,78G. Total Keuntungan 767,79 47,99 406,22 25,39

Nilai distribusi biaya menun-jukanbesarnya sumbangan lembaga tataniagaterhadap penyampaian suatu barang dari

produsen kepada konsumen. Makin besarnilai distribusi biaya pada lembagatataniaga, maka makin besar sumbangan

Yusri usman, Analisis Keadilan Tata Niaga Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang | 11

lembaga tataniaga tersebut dalampenyampaian barang dari produsen kekonsumen. Dari Tabel 3 pada salurantataniaga 1 terlihat distribusi biaya padapetani jauh lebih besar (74,81%) daripedagang pengumpul (13,17%) danpedagang pengecer (12,02). Persentasedistribusi biaya ini dari total keuntunganadalah merupakan keuntungan yang seha-rusnya diterima oleh petani dan pedagangperantara. Keuntungan yang seharusnya

diterima adalah sesuai dengan sum-bangan atau jasa yang diberikan olehpetani dan pedagang perantara dalamberproduksi dan menyampaikan barangke konsumen. Makin besar sum-bangan/jasa yang diberikan maka makinbesar pulalah keuntungan yang seha-rusnya diterima dan sebaliknya makinkecil sum-bangan/jasa yang diberikanmaka makin kecil pulalah keuntunganyang seharusnya diterima.

Tabel 3. Distribusi Biaya Produksi dan Biaya Tataniaga pada petani Produsen danlembaga Tataniaga Komoditi Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang

No. Uraian Distribusi Biaya PadaSaluran Tataniaga 1

Distribusi Biaya PadaSaluran Tataniaga 2

Rp/kg Persentase (%) Rp/kg Persentase (%)A. Petani

1. Biaya produksi2. Biaya tataniaga

3. Jumlah

622,62-

622,62 74,81

961,91131,87

1.093,78 91,62B. Pedagang pengumpul

1. Biaya panen2. Biaya tataniaga

3. Jumlah

95,5014,09

109,59 13,17 - -C. Pedagang pengecer

1. Biaya tataniaga

2. Jumlah

100,00

100,00 12,02

100,00

100,00 8,38D. Total biaya 832,21 100,00 1.193,78 100,00

Pada Tabel 4, terlihat pada salurantataniaga 1 tidak satupun keuntunganyang diterima oleh petani (Rp 127,38) danpedagang pengumpul (Rp 340,41/kg)serta pedagang pengecer (Rp 300,00/kg)sama dengan keuntungan yangseharusnya diterimanya yaitu Rp574,38/kg untuk petani, Rp 101,12/kguntuk pedagang pengumpul dan Rp92,29/kg untuk pedagang pengecer.Terlihat bahwa petani mendapatkankeuntungan yang diterimanya jauh lebihkecil dari keuntungan yang seharusnyadia terima. Sedangkan pedagang pe-ngumpul dan pedagang pengecer mene-rima keuntungan yang jauh lebih besardari keuntungan yang seharusnya dia

terima. Selisih antara keuntungan yangditerima dengan yang seharusnya dite-rima lebih besar dari 5%.Untuk itu dapatdisimpulkan bahwa saluran tataniaga 1 initidak efisien.

Pada Tabel 4 pada salurantataniaga 2 juga terlihat tidak satupunkeuntungan yang diterima oleh petani (Rp93,72/kg) dan pedagang pengecer (Rp312,50/kg) sama dengan keuntungan yangseharusnya diterimanya yaitu sebesar Rp372,18/kg untuk petani, dan Rp 34,04/kguntuk pedagang pengecer. Terlihat bahwapetani mendapatkan keuntungan yangditerimanya juga jauh lebih kecil darikeuntungan yang seharusnya dia terima

12 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan,Volume 3 No 1, November 2013, hal 1 - 14

dan pedagang pengecer menerimakeuntungan yang jauh lebih besar darikeuntungan yang seharusnya dia terima.Selisih antara keuntungan yang diterima

dengan yang seharusnya diterima lebihbesar dari 5%. Untuk itu dapat puladisimpulkan bahwa saluran tataniaga 2 inijuga tidak efisien.

Tabel 4. Rata-rata Keuntungan yang diterima dan Keuntungan yang SeharusnyaDiterima oleh petani dan Lembaga Tataniaga pada Komoditi Bengkuang diKecamatan Kuranji Kota Padang.

No. Uraian Keuntunganyang

diterima(Rp/kg)

Keuntunganseharusnya

diterima(Rp/kg)

KeadilanTataniaga

A. Saluran Tataniaga 1

Tidak adil1. Petani 127,38 574,382. Pedagang Pengumpul 340,41 101,123. Pedagang Pengecer 300,00 92,29

B. Saluran Tataniaga 2Tidak adil1. Petani 93,72 372,18

2. Pedagang Pengecer 312,50 34,04

Pada kedua saluran tataniaga ini terlihatbetapa lemahnya petani bertransaksidengan pedagang perantara, yaitu peda-gang pengumpul dan pedagang pengecersehingga dia mendapatkan keuntunganyang jauh lebih sedikit di-bandingkankeuntungan yang seharusnya dia terimadan sebaliknya pedagang perantara men-dapatkan keun-tungan yang diterimanyajauh di atas keuntungan yang seharusnyadia terima. Ada beberapa penyebabmengapa hal ini terjadi :1. Terjadinya pasar monopsoni dalam

menjual bengkuang dari petani kepedagang pengumpul pada salurantataniaga 1 dan pasar oligopsoni daripetani ke pedagang pengecer padasaluran tataniaga 2. Petani yang banyakjumlahnya terpaksa menjual hasilproduksi bengkuangnya hanya kepada 1orang pedagang pengumpul dan hanyabeberapa pedagang pengecer. Hal inimenjadikan petani lemah dalam ber-transaksi menyebabkan terjadinya

penekanan harga jual pada petani olehpedagang perantara.

2. Ketakutan petani terhadap tidakterjualnya hasil produksinya sehinggadia menerima saja harga dan syaratmenjual yang ditentukan oleh peda-gang perantara. Hal ini disebabkankomoditi bengkuang punya sifat a)produk perishable yaitu cepat busukdan mudah rusak, b) punya rentangwaktu panen yang pendek, dimanakalau diluar rentang waktu panen,mutu hasil produk akan menurun, c)komoditi ini dikenal sebagai oleh-oleh.Jadi konsumen yang diharap-kanmembeli umumnya wisatawan kalauberkunjung ke Kota Padang sehinggapermintaannya tidak banyak dan hanyameningkat pada waktu liburan.

3. Musim tanam umumnya serentak,karena bengkuang adalah tanaman selayang ditanam di lahan sawah setelahtanaman padi sehingga ditanam setelahpadi dipanen. Serentaknya menanammengakibat-kan panennya juga sere-

Yusri usman, Analisis Keadilan Tata Niaga Bengkuang di Kecamatan Kuranji Kota Padang | 13

ntak, sehingga terjadi panen yangbanyak. Akibatnya penawaran lebihbesar dari per-mintaan sehingga hargajual pada petani jadi rendah.

4. Komoditi bengkuang bukan makananpokok yang tidak dikonsumsi kon-sumen terus menerus. Lagi pula beng-kuang ini kebanyakan dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang ber-kunjungke Kota Padang. Akibatnya permi-ntaannya rendah. Rendahnya permi-ntaan menjadikan peneka-nan hargajual pada petani.

5. Kurangnya informasi pasar dan penge-tahuan petani dalam menjual-kan hasilproduksinya. Selain ke pedagangpengu-mpul dan pedagang pengecer,pe-tani bisa menjualkan bengkuangnyake pengusaha resto-ran, pengusahabuah segar, pengu-saha jus buah danusaha pengolahan bengkuang sepertiusaha keripik bengkuang, kosmetik dll.

6. Kurang jalannya peran organisasipetani yang ada (Kelompok Tani danKoperasi Petani) dalam menjualkanhasil produksi anggotanya, sehinggatidak terkoordinirnya penjualan hasilproduksi. Petani terpaksa menjual hasilproduksinya secara sendiri-sendirisehingga tidak ada kesatuan hargadalam menentukan harga jualbengkuang diantara petani. Sendiri-sendirinya petani dalam menjual hasilbengkuangnya mengakibatkan dialemah dalam menentukan harga jualterhadap pedagang perantara yangjumlahnya tidak banyak.

Hal-hal di atas dapat diatasi dengan :1. Membentuk Kelompok Tani atau

Koperasi Petani. Kalau ini sudah adamaka organisasi ini perlu diaktifkansehingga ada yang mengkoordinir da-lam penjualan hasil produksi, menya-tukan harga jual, sehingga terjadinyabentuk pasar monopsoni dan oli-gopsoni dalam penjualan bengku-ang

dari petani ke pedagang perantara.Kelompok Tani atau Koperasi Petanibisa berperan sebagai pedagang pe-rantara yang bisa mencari pasar yangbaru seperti restoran, pengusaha jusbuah, pengusaha bengkuang olahan,pengusaha kosmetik, mencari pasar diluar kota atau luar provinsi dll.

2. Mengembangkan informasi pasar,seperti memberikan informasi hargapasar dari komoditi bengkuang. Hal inimengurangi resiko tertipunya petanidalam menentukan harga jualproduksinya.

3. Kelompok Tani atau Koperasi Petanibekerjasama dengan pengusaha res-toran, jus buah, bengkuang ola-han,pengusaha kosmetik, baik dalam KotaPadang ataupun luar Kota Padang,dalam menampung hasil produksi peta-ni, sehingga adanya keterjaminan pasarbengkuang. Adanya keterjaminan pasarbengku-ang mengakibatkan petani te-rangsang untuk berproduksi secarakontinyu dan meningkatkan hasil pro-duksi.

4. Mencari pasar di luar Kota Padang

Kesimpulan Dan Saran

1. Kesimpulan

Tataniaga bengkuang di KecamatanKuranji tidak adil, dimana petani men-dapatkan keuntungan yang dite-rimanya jauh lebih kecil dari keu-ntungan yang seharusnya dia terima.Sebaliknya pedagang pe-ngumpul danpedagang pengecer mendapatkankeuntungan yang diterimanya jauhlebih besar dari keuntungan yang se-harusnya di-terimanya.

2. Saran

Perlunya dilakukan penguatan ke-lembagaan baik yang berupa ke-lompok tani maupun koperasi petaniserta melakukan perbaikan dalam

14 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan,Volume 3 No 1, November 2013, hal 1 - 14

prosedur dan teknis pemasaran agarlebih berkeadilan.

Daftar Pustaka

Cabang Dinas Pertanian dan KehutananKec. Kuranji, 2005. Data indingCabang Dinas Pertanian danKehutanan Kecamatan kuranji.Padang: Dinas Pertanian danKehutanan

Dinas Pertanian dan Kehutanan KotaPadang, 1998. Petunjuk TeknisPengembangan Tanaman Pa-lawija dan Sayuran. ProyekPeningkatan Produksi danPendapatan Petani. Padang: Dinas

Pertanian dan Kehutanan KotaPadang.

Kantor Camat Kec. Kuranji, 2005.“Laporan Tahunan Tahun 2004”.Padang: Kantor Camat Kuranji,Kota

Lingga, Sarwono, Rahardi, Rahardja,Afriastini, Wudianto dan HarryApriadji, 1990. Bertanam Ubi-ubian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mubyarto, 1984. Pengantar EkonomiPertanian. Jakarta: LP3ES.

Usman, Yusri. 2009. Tataniaga Pertanian.(Diktat Kuliah). Padang: JurusanSosial Ekonomi Pertanian, FakultasPertanian Universitas Andalas.

M Refdinal adalah Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSIPUPUK DAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI JAGUNG DI

KENAGARIAN KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT

M. Refdinal

Abstrak: The purposes of this research are to analyze the impact of fertilizer andlabour utilization on maize production and to examine the efficiency of fertilizerand labour utilization on maize farming. The research finds that there is nosignificatly impact of the utilization from urea and SP-36 on maize production inthe research site. However the utilization of NPK and labour impact significantlytoward production. It means, the utilization of Urea and SP-36 have beenmaximum and no longer need to be increased, while the utilization of NPK andlabour was not efficient and still can be increased. Moreover, based on efficiencyanalysis, The farming should use 270 Kg/ ha of NPK and 84,7 HKP/ha of labour inorder to maximize the profit. By using that level of inputs, the profit could increseby 15.5%, from Rp 7.482.428,-/ha to Rp 8.655.998,-/ha.

Kata Kunci : efisiensi, faktor produksi, usahatani jagung.

Pendahuluan

Jagung merupakan komoditasyang memiliki peranan strategis dalampembangunan pertanian dan perekono-mian Indonesia, karena tanaman inimempunyai fungsi multiguna, baik un-tuk konsumsi langsung maupun se-bagai bahan baku utama industri pakanserta industri pangan. Selain itu jagungjuga berkontribusi terhadap ProdukDomestik Bruto setelah padi dalamsubsektor tanaman pangan (Syahyuti,2012).

Dari sisi petani usaha tani jagungadalah sebuah bisnis, yang mengharus-kan petani bertindak efisien untukmemperoleh keuntungan yang mak-simal.

Menurut Soekartawi (2001)dalam melakukan usahatani, efisiensiusaha sangat dibutuhkan agarkeuntungan yang dipeoleh makin besar.In efisiensi dapat dihindari antara laindengan menggunakan fakor produksiyang tepat.

Untuk mengetahui penggunaanfaktor produksi yang tepat pada usa-hatani jagung, diperlukan suatu pene-litian secara ilmiah. Dengan demikian

hasil penelitian diharapkan dapat men-jadi rujukan bagi petani dalam ber-usahatani jagung.

Perumusan Masalah

Di Sumatera Barat jagung ham-pir merata di usahakan disetiap kabu-paten dengan sentra produksi terbesarada di Kabupaten Pasaman Barat. Ber-dasarkan data BPS (2013) produksi ja-gung di Sumatera Barat tahun 2012berjumlah 495.497 ton, lima besar ka-bupaten penghasil jagung terbesarurutan tertinggi berturut-turut adalah:Pasaman Barat 264.764 ton (53persen), Pesisir Selata 89.175 ton (18persen), Agam 49.269 ton (10 persen),Tanah Datar 17.492 ton (4 persen) danLimapuluh Kota 15.421 ton (3 persen).Dibandingkan dengan ta-hun-tahunsebelumnya jumlah produksi jagungselalu meningkat.

Berdasarkan penelitian Darma(2011) penggunaan input yang dila-kukan oleh petani jagung tidak tepatsesuai anjuran, misalnya dosis penggu-naan pupuk yang cenderung melebihidosis yang dianjurkan dan peng-gunaantenaga kerja di bawah anjuran. Anjuran

16 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 15-24

penggunaan pupuk untuk usahatanijagung adalah Uea 450 kg/ha, SP-36100 kg/ha dan Kcl 100 kg/ha untukpupuk tunggal. Alternatif lain yangdianjurkan untuk usahatani jagung ada-lah menggunakan pupuk majemukdengan dosis Urea 200 kg/ha dan NPK(Phonska) 250 kg/ha dan tidak lagimenggunakan SP-36. Penggunaan pu-puk oleh petani: Urea 401,36; SP-36255,42 kg/ha; NPK 222,28 kg/ha. Jadikelihatannya petani menggunakan dosiscampuran dari kedua alternatif anjuran,sehingga secara keseluruhan jumlahpupuk yang digunakan melebihi an-juran. Untuk penggunaan tenaga kerjamenurut anjuran adalah 100 HKP/ha,sedang-kan yang digunakan petanimasih 54,55 HKP /ha.

Berdasarkan data penggunanpupuk dan tenaga kerja yang dike-mukan diatas secara akademik menim-bulkan pertanyaan, bagaimana penga-ruh pupuk dan tenga kerja terhadapproduksi dan seberapa besar penggu-naan pupuk dan tenaga kerja yangefisien guna memperoleh keuntunganmaksimal dalam usahatani jagung diKinali Pasaman barat?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang di-kemukakan, maka dapat dirumuskan tu-juan penelitian sebagai berikut :1. Menganalisis bagimana pengaruh

penggunaan pupuk dan tenagakerja terhadap produksi jagung diKenagarian Kinali Kabupaten Pasa-man Barat.

2. Menganalisis sejauh mana tingkatpenggunan pupuk dan tenaga kerjayang efisien untuk memperolehkeuntungan maksimal dalam usa-hatani jagung di Kenagarian KinaliPasaman Barat.

METODE PENELITIAN

Data penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekun-der yang ada pada penelitian Darma(2011) tentang analisa usaha tani ja-gung di Kenagaraian Kinali KabupatenPasaman Barat tahun 2011. Data terse-but dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah produksi, penggunaan pupuk dan tenaga kerja usahatani jagung di KenagarianKinali Kabupaten Pasaman Barat .

No.Produksi

jagung(kg / ha)

Pupuk Urea(kg/ha)

PupukSP-36

(kg/ha)

PupukNPK

(kg/ha)

Penggunaantenaga kerja

(HKP/ha)1 3.667 367 233 200 372 4.643 393 250 214 633 4.500 425 275 225 444 4.500 425 250 250 485 4.667 400 267 233 576 4.250 425 250 225 547 4.500 425 250 225 498 4.500 400 275 225 479 4.667 400 267 233 5810 4.500 400 250 200 6611 4.500 400 250 200 6412 4.500 400 250 250 4513 4.500 425 275 225 4814 4.667 400 267 233 5815 4.667 375 250 208 7316 4.500 425 250 225 4817 4.500 425 250 225 48

M. Refdinal, Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Pupuk dan Tenaga Kerja 17

18 4.250 400 275 250 4419 4.500 400 200 200 4920 4.500 400 250 200 7421 4.667 400 267 233 5222 3.667 367 233 200 3123 4.250 400 250 250 4524 4.500 425 275 225 4925 3.667 367 233 200 3126 4.500 375 250 188 8127 4.625 400 313 250 5328 3.667 367 233 200 3329 4.250 425 250 225 4330 4.500 400 275 250 43

Rata2 4.392 401,36 255,42 222,28 54,55Sumber : Darma (2011) Analisa Usahatani Jagung di Kenagarian Kinali

Kabupaten Pasaman Barat.

Analisa Data

Untuk mencapai tujuan perta-ma, yaitu menganalisis pengaruh fak-tor produksi pupuk dan tenaga kerjaterhadap produksi jagung denganmenggunakan model fungsi produksiCobb-Douglas, yaitu dengan rumus :

Y = a X1b1 X2b2 X3b3

X4b4eu............................(1)

Untuk memudahkan dalamperhitungan, rumus (1) diubah menjadibentuk regresi linier berganda, denganmenggunakan logaritma natural, seba-gai beriku:

Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2+ b3 Ln X3 + b4 ln X4 + …+ u…….(2)

Y = Produksijagung (kg/ha)X1 = Pupuk Urea ((kg/ha)X2 = Pupuk SP-36X3 = Pupuk NPKX4 = Tenaga kerja (HKP/ha)A = KonstantaB = Koefisien regresiu = Kesalahan (disturbance

term)e = Logaritma natural (e = 2,718)

Untuk mengetahui kebaikanmodel yang digunakan dilakukan per-hitungan nilai koefisien determinasiyaitu R-Square dan Adjusted R-Square.

Koefisien determinasi adalah suatu nilaiyangmenggambarkan sebe-rapa besarvariasi variabel dependen (Y) dalam halini adalah produksi jagung, bisadijelaskan oleh variasi variabel in-dependen (X) yaitu pupuk dan tenagakerja. Dengan mengetahui nilai koe-fisien determinasi, bisa menjelaskankebaikan model. Nilai koefisien deter-minasi yang makin besar menunjukkanmodel makin baik. Nilai koefisiendeterminas berkisar antara 0 dan 1(0<R <1).

Untuk mengetahui pengaruhpenggunaan faktor produksi pupuk dantenaga kerja secara serentak ataubersama-sama terhadap produksi ja-gung dilakukan Uji F, dengan hipotesasebagai berikut :

H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = 0H1 : paling sedikit salah satubi ≠ 0 (i=1,2,...., i)

Perhitungan statistik Uji F (Soekarta-wi, 2003)

= KTS= ∑X Y k∑ − ∑X Y n − k − 1… . (4)

18 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 15-24

dimana :n = Jumlah sampelk = Jumlah variabelXi = Faktor produksi pupuk dan

Tenaga kerja (satuan/ha)Y = Produksi jagung (Kg/ha)KTR = Rata-rata kuadrat regresiKTS = Rata-rata kuadrat sisa

Setelah dilakukan uji F danhasilnya menunjukkan perbedan yangnyata, maka selanjutnya dilakukan ujisecara satu persatu (parsial) denganmenggunakan (uji t), yaitu untukmengetahui faktor produksi pupuk dantenaga kerja yang berbeda nyataterhadap produksi jagung. Hipotesisyang digunakan untuk mengetahuipengaruh masing-masing faktorproduksi pupuk dan tenaga kerjaterhadap produksi jagung, adalah :

H0 : bi = 0H1 : bi = 0

(i = 1, 2, 3, ........, i)

Perhitungan statistik uji t:(Soekartawi, 2003)

| | == ∑ ……(4)

dimana :bi = koefisien regresi penggunaan

faktor produksi pupuk dantenaga kerja

Sbi = simpangan baku dari bi

Untuk mencapai tujuan kedua,menganalisis tingkat penggunaan faktorproduksi pupuk dan tenaga kerja yangefisien, digunakan persamaan dimanaNilai Produk Marjinal (NPM) samadengan Biaya Korbanan Marjinal(BKM).

NPMx = BKMx atauNPMx /BKMx = 1

Dalam kenyataan NPMx tidak selalusama dengan BKMx, yang sering ter-jadi adalah :

a) NPMx / BKMx > 1; artinyapengunaan input X belum efi-sien. Untuk mencapai efisien,input X perlu ditambah.

b) NPMx / BKMx < 1; artinyapenggunaan input X tidak efi-sien. Untuk menjadi efisien,maka penggunaan input X perludikurangi

Menurut Soekartawi (2003), NPMmasing-masing faktor produksi dapatdiketahui melalui persamaan :

NPMx = Py .PMxPMx = ∂ Y / ∂X

Secara matematik fungsi keuntungandapat digambarkan sebagai berikut :

∏ = Y .Py - Xi .Px …...... (5)

dimana :∏ = keuntungan (Rp / ha)Y = rata-rata produks (kg / ha)Xi = rata-rata penggunan faktor

produksi ke –iPy = harga satuan produksi

(Rp/kg)Px = harga satuan faktor produksi

Xi (Rp/satuan faktorproduksi).

Untuk mengetahui tingkat peng-gunaan faktor produksi yang efisienyang mendatangkan keuntungan yangmaksimal dilakukan reorganisasipenggunaan faktor produksi (menam-bah atau mengurangi) dengan caramencoba-coba (trial and error).

M. Refdinal, Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Pupuk dan Tenaga Kerja 19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penggunaan Faktor Pro-duksi Pupuk dan Tenaga KerjaTerhadap Produksi Jagung Pen-dugaan Fungsi Produksi

Berdasarkan data sekundersebagaimana telah dikemukakan padametode penelitian, ditransformasikanmenjadi logaritma natural dan diolahdengan menggunakan SPSS versi 15.00(Besral , 2010) didapatkan hasil regresiseperti pada Tabel 2

Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Cobb Douglas Usaha tani Jagung di KenagarianKinali Kabupaten Pasaman Barat.

VariabelKoef.

Regresib

StdError Beta T hit Sig Tolerance VIF

Konstanta(a)

4,272 0,605 - 7,012 0,000 - -

P.Urea (X1) 0,202 0,107 0,173 1,879 0,072 0,778 1,286P.SP-36 (X2) -0,027 0,064 -0,040 -0,420 0,678 0,722 1,384

P.NPK(X3)

0,375 0,092 0,423 4,062 0,000 0,606 1,651

TenagaKerja (X4)

0,263 0,026 0,814 9,954 0,000 0,983 1,017

F.hitung : 31,736R Square : 0,835Adjusted R Square : 0,809

Berdasarkan koefisien regresi padaTabel 5, maka fungsi produksi jagung:

Ln Y = 4,272 + 0,202 ln X1 - 0,027 lnX2 + 0,375 ln X3 + 0,263 lnX4 .......................................(6)

Fungsi produksi ini dalam ben-tuk logaritma natural, dan kemudiandikembalikan menjadi bentuk fungsiproduksi dasar, maka menjadi :

Y = 71,7 X10,202 X2-0,027 X30,375

X40,263

Koefisien Determinasi dan UjiKlasik

Sebelum fungsi yang didapatditafsirkan, terlebih dahulu dilakukanpengujian untuk menentukan apakahmodel yang digunakan dapat dika-tegorikan baik atau tidak dengan indi-kator R Squared dan Uji Klasik. Ber-dasarkan Tabel x terlihat bahwa nilai R

Squared cukup besar yakni 0,835 yangberarti bahwa variasi produksi jagung dilokasi penelitian 83,5 persen diterang-kan oleh faktor produksi yang dimasuk-kan ke dalam model yakni faktor pro-duksi pupuk dan tenaga kerja, hanya16,5 persen ditentukan oleh faktor laindi luar model. Dengan nilai R squaredyang cukup besar menun-jukkan bahwamodel yang digunakan dapat dikate-gorikan baik karena sebahagaian besarvariasi produksi jagung dapat dijelaskanoleh variasi penggu-naan pupuk dantenaga kerja. Secara teori, makin tingginilai R squared akan makin baikkemampuan variabel bebas menjelaskanvariabel terikat.

Selanjutnya juga dilakukan UjiAsumsi klasik. Uji Multikolinearitas di-lakukan dengan melihat nilai tolerancedan varians inflation factor (VIF) padamodel. Berdasarkan nilai yang diperolehkelihatannya model bebas dari multi-kolineritas karena nilai tolerance yanglebih kecil dari 0,1 dan nilai VIF yang

20 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 15-24

lebih besar dari 10. Uji Heteroskedasitasjuga tidak ada masalah karena pola titik-titik pada scatterplot tidak menunjuk-kan pola tertentu atau pola yang jelas.

Uji statistik

Uji F

Proses selanjutnya adalah pengu-jian statistik yaitu Uji F dan Uji t. Uji Fadalah pengujian untuk melihat apakahvariabel bebas (pupuk dan tenaga kerja)secara bersama-sama (simultan)mempengaruhi variabel terikat(produksi jagung). Hasil peng-ujiandiperoleh nilai F hitung sebesar 31,376

lebih besar dari F tabel 2,7587 padatingkat alfa 5 persen. Dengan de-mikian variabel pupuk dan tenaga kerjasecara bersama-sama berpengaruh seca-ra nyata terhadap variabel produk-sijagung.

Uji t

Uji t bertujuan untuk melihatapakah secara parsial (satu persatu)faktor produksi yang dimasukkan ke da-lam model berpengaruh nyaa terhadapproduksi jagung pada tingkat alfa 5persen. Hasil perhitungan Uji t dapatditam-pilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengujian Parsial (Uji t) Pengaruh Faktor Produksi Pupuk dan Tenaga Kerja TerhadapProduksi Jagung di Kenagaraian Kinali Kabupaten Pasamana Barat.

Variabelbebas

T hitung T tabel Hipotesis Kesimpulan.

Pupuk UreaPupuk SP-36Pupuk NPKTenaga kerja

1,879-0,2404,0629,954

2,0602,0602,0602,060

t hit < t tabelt hit < t tabelt hit > t tabelt hit > t tabel

H0 diterimaH0 diterimaH0 ditolakHo ditolak

Berdasarkan Tabel 3. terlihat bah-wafaktor produksi pupuk urea dan SP-36tidak bepengaruh nyata terhadapproduksi, sedangakan faktor produksipupuk NPK dan tenaga kerja berpe-ngaruh nyata terhadap produksi. Sela-njutnya pengaruh masing-masing fak-tor produksi dapat dijelaskan sebagaiberikut :

(1) Pengaruh pupuk urea terhadap pro-duksi jagung

Koefisien regresi faktor produksipupuk Urea 0,202, yang berati bahwaapabila penggunaan pupuk Urea di-tingkatkan 1 persen, maka akan mem-berikan peningkatan produksi jagungsebesar 0,202 persen. Jadi ada hu-bungan positif antara penggunaan pu-puk Urea dengan produksi jaung, tetapipeningkatan produksi yang terjadi tidak

nyata secara statistik. Hal ini mungkindisebabkan karena penggunaan faktorproduksi pupuk Urea sudah inggi yaknirata-rata 401,36 kg/ha, pada hal menu-rut rekomendasi penggunaan pupukUrea untuk tanaman jagung 450 kg/hakalaudikombinasikan dengan pupuktunggal (P, K) dan hanya 200 kg/hakalau dikombinasikan dengan pupukmajemuk (NPK) (Anonim, 2012).Diduga penggunan pupuk Urea di lokasipenelitian sudah mak-simal secara tek-nis, seangkan penggunaan Urea secaraekonomis tidak bisa ditentukan karenaberdasarkan uji t pengaruhnya tidaknyata.

(2) Pengaruh pupuk SP-36 terhadapproduksi jagung

Koefisien regresi faktor produksipupuk SP-36 memperlihatkan tanda

M. Refdinal, Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Pupuk dan Tenaga Kerja 21

yang negatif (-0,027), hal ini menun-jukkan bahwa peningkatan penggunaanpupuk SP-36 akan menurunkan produk-si jagung, walaupun secara statistikpenurunan tersebut tidak nyata. Berda-sarkan informasi ini menandakan ada-nya indikasi penggunaan pupuk SP-36telah berlebihan. Berdasarkan rekomen-dasi (Anonim, 2012) penggunaan pu-puk SP-36 hanya 100 kg/ha bila dikom-binasikan dengan pupuk tunggal dantidak diajurkan lagi bila meng-gunakanpupuk majemuk (NPK). Dalam modelini penggunaan pupuk SP-36 secaraekonomis tidak bisa ditentukan karenapengaruhnya terhadap produksi tidaknyata.

(3) Pengaruh pupuk NPK terhadapproduksi jagung

Koefisien regrsi penggunaan pupukNPK sebesar 0,375 dan secara statistikmemberikan yang nyata terhadap pro-duksi. Artinya penggunaan pupuk NPKmasih belum efisien, masih dapat di-tingkatkan dari pengunaan sekarang(222,28 kg/ha). Hal ini sejalan denganrekomendasi Admin (2012), pupukNPK, secara teknis dapat digunakansampai dosis 270 kg/ha.

(4) Pengaruh tenaga kerja terhadapproduksi jagung

Faktor produksi tenaga kerja,dengan nilai koefisien regrsi 0,263, ma-sih memberikan pengaruh yang nyataterhadap produksi kalau jumlahpenggunannya ditingkatkan. Pengguna-an tenaga kerja untuk usahatani ja-gungmeliputi kegiatan : pengolahan tanah,penanaman, pemupukan, pemeliharaan,panen dan pasca panen. Menurut

Darma (2011) penggunan tenaga kerjauntuk pemeliharan masih bisa diting-katkan karena pemeliharan yang dila-kukan petani belum intensif. MenurutAdisarwanto dan Widystuti (2002)penyiangan untuk usahatani jagungdapat dilakukan 2-3 per musim tanam.Penyiangan yang dilakukan petani di lo-kasi penelitian hanya 1 kali.

Efisiensi Ekonomi PenggunaanFaktor produksi pupuk dan tenagakerja

Berdasarkan pendugaan fungsiproduksi dan pengujian statistik denganuji t maka hanya faktor produksi pupukNPK dan tenaga kerja yang memberikanpengaruh nyata terhadap produksi ja-gung sedangkan pupuk urea dan SP36tidak memberikan pengaruh yang nyatamaka selanjutnya hanya faktor produksipupuk NPK dan tenaga kerja yang di-masukkan kedalam model, sehinggafungsi produksi menjadi :Y = 71,7 X30,375 X40,263

DimanaY = produksi jagung (kg/ha)X3 = pupuk NPK (kg/ha)X4 = tenaga kerja (HKP/ha).

Efisiensi penggunaan faktor pro-duksi untuk memperoleh keuntunganmaksimal dapat dilihat denganmembandingkan Nilai Produk Marjinaldengan Harga Faktor Produksi. Sebe-lum menentukan penggunaan faktorproduksi yang efisien, terlebih dahuludiketahui efisiensi penggunan faktorproduksi yang dilakukan petani saat ini,seperti pada Tabel 4.

22 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 15-24

Tabel 4. Nilai Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pupuk NPK dan Tenaga Kerja padaTingkat Petani.

VariabelRataRataVariabel

(Xi)MPPXi Py VMPx Pxi

VMPxi/Pxi

Pupuk NPK 222,28 7,4095 2.200 16.300,9 2.400 6,792Tenaga.Kerja 54,55 21,175 2.200 46,585 30.000 1,553Produksi : 4392 kg/haBiayaProduksi : Rp 2.169.972,-/haPenerimaan : Rp 9.662.400,-/haKeuntungan : Rp 7.492.428,-/ha

Pada Tabel 4. Terlihat bahwa ke-untungan usaha tani jagung pada ting-kat petani sebesar Rp 7.492.428/ha(dalam perhitungan keuntungan biayatetapi tidak dimasukkan karena fokuspehatian ditujukan untuk faktorproduksi variabel). Sesuai dengan ujistatistik yang dilakukan masih memung-kinkan untuk meningkatkan produksi

secara nyata dengan meningkatkanpenggunaan pupuk NPK dan tenagakerja. Seberapa besar peningkatan fak-tor produksi, dilakukan reorganisasipenggunaan faktor produksi tersebutsecara coba-coba (trial and error). Hasilakhir reorganisasi di tampilkan pada Ta-bel5.

Tabel 5. Nilai Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pupuk NPK dan TenagaKerja(ReorganisasiOptimal Secara Statistik)

VariabelRata-RataVariabel

(Xi)MPPXi Py VPPxi Pxi VMPxi/

PxiP.NPK 1509,3 1,091 2.200 2.400,64 2.400 0,996T.Kerja 84,7 13,637 2.200 30.001 30.000 1,000Produksi : 14.566,7 kg/haBiaya Produksi : Rp 6.163.320/haPenerimaan : Rp 32.046.740/haKeuntungan : Rp 25.883.420/ha

Berdasarkan Tabel 5. Penggunaan pu-puk NPK yang efisien secara satistiksebesar 1.509,3 kg/ha, tentu saja hal initidak logis secara teknis, karena reko-mendasi teknis hanya 270,00 kg/ha.Penggunaan tenaga kerja sebesar 84,7HKP/ha logis secara

teknis, dibandingkan dengan rekomen-dasi sebesar 100 HKP/ha. Untuk itureorganisasi penggunaan faktor produk-si yang lebih sesuai dengan syaratteknis, dengan hasil perhitungan sepertipada Tabel 6.

M. Refdinal, Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Pupuk dan Tenaga Kerja 23

Tabel 6. Nilai Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pupuk NPK dan Tenaga Kerja (ReorganisasiOptimal yang Logis)

VariabelRata-RataVariabel

(Xi)MPPXi Py VMPxi Pxi

VMPxi/Pxi

P.NPK 270,0 6,100 2.200 13.420 2.400 5,591T.Kerja 84,7 13,637 2.200 30.001 30.000 1,000Produksi : 5.384,09 kg/haBiayaProduksi : Rp 3.189.000/haPenerimaan : Rp 11.844.998/haKeuntungan : Rp 8.65.998/ha

Pada Tabel 6, penggunaan pupukNPK maksimal sebesar rekomendasiteknis yaitu 270,0 kg/ha. Kombinasipupuk NPK 270,0 kg/ha dengan peng-gunaan tenaga kerja 84,7 HKP/ha di-anggap paling logis karena memenuhisyarat teknis, sehingga kombinasilahyang dianggap optimal. Pada tingkatpenggunaan faktor produksi pupuk NPKdan tenaga kerja tersebut menghasilkan

keuntungan Rp 8.655.998/ha. Naiksebesar 15,5% dari keuntungan peng-gunaan faktor produksi pupuk NPK dantenaga kerja yang dilakukan petani.Secara keseluruhan penggunan faktorpoduksi pupuk NPK dan tenaga kerjaantara anjuran, penggunaan tingkat pe-tani dan penggunaan optimal dapat di-lihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Penggunaan Faktor Produksi Pupuk NPK dan Tenag a Kerja pada TinggkatAnjuran, Petani dan Optimal.

No FaktorProduksi Anjuran Petani Optimal1 Pupuk NPK (kg/ha) 270,00 222,28 270,002 TenagaKerja (HKP/ha) 100,00 54,55 84,70

Berdasarkan Tabel 7, penggunaan pu-puk NPK yang optimal merupakan reko-mendasi teknis, sedangkan penggunaanfaktor produksi tenaga kerja beradadibawah rekomendasi.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian seba-gaimana yang telah diuraikan maka da-pat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor produksi pupuk urea, SP-36, NPK dan tenaga kerja ber-sama-sama berpengaruh nyataterhadap produksi, sedangkansecara parsial hanya variabelpupuk NPK dan tenaga kerjayang berpengaruh nyata terha-dap produksi jagung.

2. Untuk mencapai efisiensi eko-nomis penggunaan faktor pro-duksi pupuk NPK dapat ditabahsampai pada rekomendasi teknissebesar 270 kg / ha dan penggu-naan tenaga kerja dapat ditam-bah sampai tingkat penggunaansebesar 84,7 kg / ha.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapatdikemukakan saran sebagai berikut :

1. Kepada petani jagung kiranyadapat menggunakan faktor pro-duksi pupuk NPK sampai batasrekomendasi teknis yang dian-jurkan dan penggunaan tenagakerja dapat ditingkatkan dari bia-sanya, terutama untuk kegiatanpemeliharaan.

24 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 15-24

2. Kepada pihak-pihak terkait kira-nya dapat melakukan penelitiantentang dosis penggunaan pupukNPK untuk mendapatkan reko-mendasi yang sesuai dengan kon-disi daerah penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T, Widyastuti, Y.E. 2002.Meningkatkan Produksi Jagung diLahan Kering, Sawah dan PasangSurut. Penebar Swadaya.

Admin. 2012. Cara Tepat MemupukJagung, Gagasan Pertanian. A-nonim. 2012. Pupuk dan Pemu-pukan, DuPont Pioneer.

Badan Pusat Statistik Sumatera Barat.

2013. Sumatera Barat Dalam AngkaTahun 2012

Besral. 2010. Pengolahan dan analisadata-1 menggunakan SPSS.

Departe-men BiostatistikaFakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia

Darma, S. 2011. Analisa Usahatani ja-gung Di Kenagarian KinaliKecamatan Kinali KabupatenPasaman Barat. Skripsi fakultasPertanian Universitas

Soekartawi. 2001. Agribisnis, Teoridanaplikasinya. PT Radja grafindoPersada,

Jakarta.

_______ 2003. Teori Ekonomi Produksi, Dengan PokokBahasanAnalisis Fungsi Produksi CobbDouglas. PT Radja grafindoPersada, Jakarta.

Syahyana Raesi adalah Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITI SAWO (AchrosZapota, L) DI KENAGARIAN SUMPUR KAB. TANAH DATAR

SUMATERA BARAT

Syahyana Raesi

Abstrak: Kenagarian Sumpur is the biggest producer of Sapodilla in WestSumatera. This product has a better taste than other varieties of Sapodilla, tillSapodilla of Kenagarian Sumpur is claimed as a superior local variety. Thepurpose of this study is to compose a recommendation of alternative strategy indeveloping of sapodilla in the research site. By using SWOT matrix, this studycomes out with seven alternative strategies, which are: 1) developing networkingwith industries that use Sapodilla as a raw material. 2) Institutional Promoting toaccelerate technology distribution and adoption, 3) developing policies to organizeSapodilla marketing, 4) Establishing a commucation forum of Sapodilla, 5)Improving and strenghtening cooperation among stakeholders, 6) Providingintegrated training for the farmers, and 7) Improving the rule of agriculturalextension.

Kata kunci :Sapodilla, Kenagarian sumpur, Development strategy, IFE – EFE, SWOT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sawo merupakan salah satu jenis buahyang sangt potensial untuk dikem-bangkan. Sawo merupakan buah-buahanyang memiliki rasa manis, serta me-nyehatkan, karena mengandung karbo-hidrat terutama adalah glukosa 4,2gram/100 gram daging buah dan fruk-tosa 3,8 gram/100 gram daging buah.Kedua jenis gula ini mudah diserap olehtubuh (Rismunandar, 1983). Tanamansawo dapat tumbuh baik mulai daridataran rendah sampai dengan keting-gian tempat 1200 m dpl. Budidaya sawoini sudah meluas hampir seluruh Indo-nesia , Pada tahun 1993 terdapat limapropinsi sebagai sentra produsen ter-besar di Indonesia ,yaitu Jawa Barat,Jawa Tengah ,Jawa Timur, D.I Yog-yakarta dan Kalimantan Barat (BadanStatistik Indonesia, 2000). Sedangkan didaerah Sumatera Barat sawo ini jugamenyebar hampir diseluruh bagian

daerah ini. Hal ini terlihat dari ter-jadinya peningkatan luas panen sebesar40% dan jumlah produksi sebesar 25 %dari tahun 2006 sampai tahun 2009.Salah satu daerah yang menghasilkansawo terbesar di Provinsi SumateraBarat adalah Kabupaten Tanah Datardengan luas panen 342,34 Ha . Disam-ping itu sawo juga merupakan komoditibuah-buahan unggulan KabupatenTanah Datar (BPS Kabupaten TanahDatar, 2011). Kecamatan Batipuh Sela-tan merupakan salah satu Kecamatanyang berada di Kabupaten Tanah DatarProvinsi Sumatera Barat dengan luaswilayah 8.273 Ha dan terdiri dari 4nagari yaitu Nagari Guguak Malalo.Nagari Padang Laweh, Nagari Sumpurdan nagari Batu Taba. Secara geografisKecamatan Batipuh Selatan terletakpada 0029’38”-0035’30” lintang selatandan dan 100022” 36”1000 31’ 44” BujurTimur (Profil Nagari Sumpur 2012).

26 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 25-32

Total luas panen untuk tanamanbuah-buahan di Kecamatan BatipuhSelatan mencapai ± 956,34 Ha, sebagiandari luas lahan tersebut ditanami dengantanaman sawo. Luas panen tanamansawo mencapai 65,13 persen dari totalluas panen tanaman buah-buahan dikecamatan ini.( Badan Pusat StatistikSumatera Barat .2008)

PERUMUSAN MASALAH

Di Kabupaten Tanah Datar Keca-matan Batipuh Selatan tepatnya nagariSumpur merupakan salah satu sentraproduksi sawo terbesar dibandingkannagari lainnya dimana produksinyamencapai 7.596,60 ton dengan luaspanen 201,60 Ha sedangkan nagarilainnya hanya mencapai 3000 ton(Dinas Pertanian Tanaman Pangan danHortikultura Kabupaten Tanah Datar2008).

Pada tahun 1994 Menteri Per-tanian mengeluarkan SK pelepasan sawolokal Sumpur sebagai varitas unggul, danpada tahun 2004 anggota kelompok taniSawah Tanjung yang merupakan satusatunya kelompok tani yang mengu-sahakan sawo di nagari Sumpur dandalam bentuk perkebunan (Harmon,2011)

Tahun 1997-1999 pemerintah me-ngembangkan sawo lebih luas lagi (±20-25 ha). Sehingga masyarakat mem-perluas tanamannya pada lahan yangperbukitan dan lereng - lereng pegu-nungan. Peralihan penanaman sawo daripekarangan ke perkebunan atau perbu-kitan menyebabkan terganggunya eko-sistem alam disana, dimana binatanghutan mulai mencari makan kerumahrumah penduduk disekitarnya. Dari hasilpenelitian Harmon (2011), akibat se-rangan hama monyet dan tupai terjadipenurunan produksi . karena petanimelakukan pemanenan tanpa melihatapakah buah sawo sudah siap untukdipanen atau belum sehingga menye-babkan penurunan kualitas yang ber-

pengaruh terhadap penurunan produksiseperti yang terjadi pada tahun 2008sebesar 15,30% dan akibatnya penda-patan petani menjadi berkurang.

Komoditi sawo ini selain dikon-sumsi sebagai buah juga dapat mem-berikan manfaat lain diantaranya seba-gai 1. Tanaman penghijau hias dalam potdan apotik hidup bagi keluarga 3.Tanaman penghasil buah yang bergizitinggi dan dapat dijual didalam dan luarnegeri yang merupakan sumber penda-patan ekonomi bagi keluarga dan nega-ra, tanaman penghasil getah untuk ba-han baku industri permen karet 4. Tana-man penghasil kayu yang bagus untukpembuatan perabotan rumah tangga(Prihatman .2000).

Kajian dalam menganalisa stra-tegi pengembangan komoditi sawo didaerah yang memiliki banyak potensisumberdaya seperti di kanagarianSumpur Kabupaten Tanah datar sema-kin penting sebagai bagian dari usahauntuk meningkatkan pendapatan peta-ni. Berdasarkan hal tersebut maka dapatdirumuskan permasalahan penelitianbagaimana rumusan strategi pengem-bangan sawo di Kenagarian SumpurKab. Tanah Datar. sedangkan tujuanpenelitian adalah merumuskan bagai-mana strategi pengembangan sawo diKenagarian Sumpur Kab. Tanah datar

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di KenagarianSumpur, Kabupaten Tanah Datar, Suma-tera Barat. Penentuan lokasi dilakukansecara sengaja (purposive) dengan per-timbangan, Kenagarian Sumpur meru-pakan penghasil sawo terbesar dan ditunjang dengan kesesuaian agrokli-matologi. Kegiatan pengumpulan datadilaksanakan pada bulan Juli – Agustus2013

Data yang dikumpulkan dalam pe-nelitian ini meliputi data primer dandata sekunder. Pada data sekunder di-

Syahyana Raesi, Strategi PengembanganKomoditi Sawo (Achros Zapota, L) di Kenagarian Sumpur | 33

kumpulkan melalui studi literatur, pen-carian melalui internet, dan mencarilembaga-lembaga sumber data, sepertiBadan Pusat Statistik (BPS), Deptan,Pemerintahan daerah setempat. Dengansumber data yang diambil, meliputi datakuantitatif dan data kualitatif.

Analisis data pada penelitian inidilakukan secara kualitatif. Data yangterkumpul dianalisis dengan mengguna-kan analisis deskriptif, IFE/EFE, danSWOT. Analisis Deskriptif digunakanuntuk mendeskriptifkan visi/misi pe-ngembangan tanaman sawo, IFE/EFEdigunakan untuk menganalisis fakor-faktor internal dan eksternal yang mem-pengaruhi bagaimana strategi pengem-bangan sawo, sedangkan analisa SWOTuntuk merumuskan alternative strategipengembangan sawo.

Matriks IFE / EFE

Evaluasi Faktor Internal (EFI)atau Internal Factor Evaluation (IFE)merupakan suatu alat formulasi strategiyang di dalamnya merangkum danmengevaluasi kekuatan dan kelemahankunci dalam area fungsional bisnis sertamemberikan dasar mengidentifikasi,mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut. Matriks External FactorEvaluation (EFE) mengarahkan pe-rumusan strategi untuk merangkum danmegevalusi informasi ekonomi, sosial,budaya, demografi, lingkungan, politik,pemerintah, hukum, teknologi dantingkat persaingan (David, 2007)

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah salah satualat analisis pencocokan strategi(strategic match) antara kekuatan dankelemahan internal organisasi denganpeluang dan ancaman yang diciptakanoleh faktor-faktor eksternal organisasi,yang bertujuan untuk menghasilkanalternatif strategi yang layak dan terbaik(David, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah

Nagari Sumpur ini memiliki luaswilayah 7,87 km2, yang terdiri dari limajorong yaitu Jorong Batu Baragung,Jorong Kubu Gadang, Jorong Nagari,Jorong Seberang Air Taman, dan JorongSudut.

Secara umum keadaan topograpiNagari Sumpur merupakan daerahbergelombang dan berbukit-bukit yangterletak pada ketinggian 400- 500 meterdari permukaan laut (dpl) dan mem-punyai rata-rata curah hujan 2100- 3000mm/tahun. Nagari Sumpur berada padadataran tinggi, sehingga memiliki cuacadingin dan kelembaban tinggi, dengansuhu rata-rata 21-30 °C.. Jenis tanah diNagari Sumpur bertekstur lempungberpasir yang subur, gembur banyakmengandung bahan organik , aerasi dandrainasenya baik . Jenis tanah inidisebut latosol. Derajat keasaman (pH)tanah di nagari ini antara 6,0-6,5sehingga sangat cocok untuk tanamansawo karena menurut Prihatman (2000),syarat tumbuh tanaman sawo yang baikantara lain : 1) memiliki iklim yangbasah sampai kering, 2) berkembangbiak pada suhu antara 22-32°C, 3) jenistanah yang paling baik adalah tanahlempung berpasir (latosol),4) memilikiderajat keasaman tanah (pH) yang cocokuntuk perkembangan tanaman sawoadalah antara 6-7.

Nagari Sumpur memiliki polapenggunaan tanah yang masih dido-minasi oleh hutan yaitu dengan luas 331Ha. Sedangkan untuk pertanian , ladangdan pekarangan 291 ha dan sisanyamerupakan darah perairan danau ataukolam

Penggunaan tanah di daerah inisebagian besar ditanami dengan tana-man perkebunan. Diantara tanaman per-kebunan yang ditanam, sawo merupakantanaman yang paling banyak ditanamdengan jumlah batang 12.700 batang

26 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 25-32

dengan jumlah produksi 297 ton/tahun.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat padatabel berikut 1:

Tabel 1. Jenis Tanaman, Jumlah Batang danJumlah Produksi Tanama Perke-bunan Nagari Sumpur Tahun 2012.

No JenisTanaman

JumlahBatang

JumlahProduksi

(Ton/Tahun)1 Kelapa 8.750 2182 Kopi 2.015 123 Cengkeh 670 74 Pala 319 15 Durian 256 636 Kuini 254 457 Vanilla - -8 Kulit

Manis1.826 1

9 Sawo 12.700 297Sumber : Profil Nagari Sumpur, 2012.

Profil komoditi Sawo di KenagariSumpur Kecamatan Batipuh Sela-tan

Di daerah penelitian, sawo meru-pakan tanaman yang paling mendomi-nasi untuk ditanami. Setiap kepala kelu-arga memiliki tanaman sawo di lahanpekarangan mereka.

Tanaman sawo Sumpur berasaldari Filipina yang dibawa pada masakolonial Belanda pada tahun 1812. Danbiasanya ditanam dipekarangan. Ko-moditi sawo ini dibawa melalui Batavialangsung ke Bukittinggi setelah itu keDanau singkarak dalam rangka meme-nuhi kebutuhan akan buah serdaduBelanda. Bersamaan pada saat itu makaditetapkanlah peraturan untuk setiapkeluarga diwajibkan mengusahakantanaman sawo tiga batang paling sedikitdipekarangan rumah masyarakat nagariSumpur. Peraturan ini juga berlaku bagisemua anggota masyarakat nagari Sum-pur yang akan berumah tangga. Tuju-annya agar hasil pro-duksi diberikankepada Belanda sebagai pajak dansebagian lagi untuk meme-nuhi kebutu-han hidup masya-rakat. Namun peratu-

ran tersebut sekarang menjadi kebiaasanbagi masya-rakat, sehingga dapat dilihatpohon-pohon sawo dise-tiap pekaranganrumah mereka yang menjadi ciri khasdaerah nagari Sumpur dan hasil bisadinikmati oleh anak cucu mereka nanti(Profil Nagari Sumpur. 2012)

Identifikasi faktor-faktor StrategiInternal

Faktor-faktor lingkungan internalyang memiliki pengaruh terhadap pe-ngembangan komoditi sawo di NagariSumpur Kabupaten Tanah Datar terdiridari faktor kekuatan dan faktor kele-mahan. Faktor - faktor lingkungan in-ternal yang menjadi kekuatan adalah : a)Potensi Sumber daya alam, b) Kese-suaian dengan kondisi agroklimat tana-man sawo, c) Budidaya tanaman sawoyang sudah dilakukan turun temurun, d)Keberadaan kelompok tani (KT. SawahTanjungan), e)Pengalaman berusahatani yang sudah cukup lama, dan f)Secara nilai ekonomis mengun-tungkan.

Pada faktor - faktor lingkungan inter-nal yang menjadi kelemahan adalah : a)Buah Sawo mudah busuk, b) Harga sawoditingkat petani bervariasi, c) Pengo-lahan sawo belum ada, d)Informasi pasarterbatas, dan e) Kelembagaan pasar yangbelum efektif

Identifikasi Faktor-faktor StategiEksternal

Faktor - faktor lingkungan eks-ternal adalah faktor- faktor di luar Dinaspertanian yang dapat mempengaruhipengembangan sawo nantinya. Faktoreksternal tersebut dikelompokan men-jadi peluang dan ancaman. Faktor- fak-tor lingkungan eksternal yang menjadipeluang adalah: a) Tanaman sawo meru-pakan tanaman yang akan dijadikanprioritas sebagai komoditi unggulanKab. Tanah Datar, b) Adanya SK MentriPertanian tentang pelepasan sawo lokalSumpur sebagai Varitas Unggul, dan c)Permintaan Pasar cukup besar. Sedang-

Syahyana Raesi, Strategi PengembanganKomoditi Sawo (Achros Zapota, L) di Kenagarian Sumpur | 33

kan untuk faktor-faktor lingkungan eks-ternal yang menjadi ancaman adalah: a)Adanya persaingan harga pada waktumusim buah dengan buah lainnya, b)Serangan hama tupai dan kera, dan c)Belum adanya asosiasi tanaman sawo

Evaluasi Faktor Internal (IFE)1. Kekuatan

a) Potensi Sumber daya alam.Sawo merupakan buah-buahanyang rasanya manis, menyegarkandan menyehatkan, hal tersebutkarena, sawo mengandung karbo-hidrat terutama adalah glukosa4,2 gram/100 gram daging buahdan fruktosa 3,8 gram/100 gramdaging buah.

b) Kesesuaian agroklimat tanamansawo.Jenis tanah di Nagari Sumpurbertekstur lempung berpasir yangsubur, gembur banyak mengan-dung bahan organik, aerasi dandrainasenya baik . Jenis tanah inidisebut latosol. Derajat keasaman(pH) tanah di nagari ini antara6,0-6,5.(Profil Nagari Sumpur.2012). Menurut Prihatman(2000), syarat tumbuh tanamansawo yang baik antara lain : 1)memiliki iklim yang basah sampaikering, 2) berkembang biak padasuhu antara 22-32°C, 3) jenistanah yang paling baik adalahtanah lempung berpasir (latosol),4) memiliki derajat keasamantanah (pH) . yang cocok untukperkembangan tanaman sawoadalah antara 6-7, dengan demi-kian dapat dikatakan bahwatanaman sawo ini sangat cocokdiusahakan di nagari Sumpurkarena kondisi agroklimatnyayang sangat mendukung

c) Budidayatanaman sawo yangsudah dilakukan turun temurunMasyarakat Sumpur sudah meng-usahakan sawo mulai dari peme-rintahan belanda sampai seka-rang, sehingga sawo sudah men-

jadi bagian dari kehidupan maya-rakat kenagarian Sumpur

d) Keberadaan kelompok tani (KT.Sawah Tanjungan).Kelompok Tani Sawah Tanjungmerupakan satu-satunya kelom-pok tani yang melakukan budi-daya sawo di kenagarian Sumpurdalam bentuk perkebunan sawo.Dimulainya adalah pada tahun2004 setelah dikeluarkannya SKMentri Pertanian : pelepasan sawolokal sumpur sebagai varietasunggul.

e) Ekonomis menguntungkan.Berdasar hasil penelitian Fahri(2013) dengan umur ekonomis 20tahun dan dengan discount faktorDF ( 25%) menghasilkan B/C =3.61 ,Nilai NPV yang positip sebe-sar Rp 153,968,919.4, dari internalrate of return (IRR) =65% Darihasil penilaian kriteria investasi,mengindikasikan bahwa perke-bunan sawo di Nagari Sumpuradalah layak untuk dilaksanakan.

2. Kelemahan

a) Buah Sawo mudah busuk.Seperti produk pertanian lainnya,sawo juga merupakan komoditasyang tidak tahan lama, sehinggaberesiko tinggi dalam pemasaran.

b) Harga sawo di tingkat petanibervariasi.Harga sawo sangat bervariasi atauberbeda disebabkan oleh rantaitataniaga yang panjang. Hargasawo ditingkat petani adalahsebesar Rp 4.000/kg sedangkanharga jual sawo ke konsumenJakarta adalah sebesar Rp10.000/kg.

c) Pengolahan sawo belum ada.Tanaman sawo merupakan tana-man yang memiliki nilai ekonomistinggi karena masih dapat diolahmenjadi produk lanjutan. Tana-man sawo yang biasa dikonsumsidalam bentuk segar , bisa diolah

26 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 25-32

menjadi bahan penganan seperties krim, selai, sirup, atau difer-mentasi menjadi anggur ataucuka.

d) Informasi pasar terbatas.Dari hasil penelitian Hidayat(2013) dapat diketahui bahwalembaga-lembaga dipemasaranyang berperan penting dalam pe-masaran sawo adalah petani, pe-dagang pengumpul, pedagang be-sar dan pedagang pengecer. Darisini tergambar bahwa harga yangditerima ditingkat petani rendahsekali.

e) Pasar yang belum efektif.Saat ini pasar sawo masih belumefektif. Hal ini disebabkan karenamasih panjangnya tataniaga sawo.Petani masih lebih memilih men-jual kepada pedagang pengumpul,sehingga hal ini menye-babkanrantai tataniaga yang panjang danpetani hanya men-dapat marginyang sedikit.

Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)

Evaluasi ini dilakukan untuk me-ngevaluasi sejauh mana aspek Peluangdan ancaman yang ada dapat dimanfa-atkan dan di tanggulangi.

1 . Peluang

a) Tanaman sawo akan dijadikansebagai komoditi unggulan Kabu-paten Tanah Datar.Perkembangan pertumbuhan tana-man sawo di Nagari Sumpur sema-kin pesat dan berbuah bagus sertamempunyai cita rasa yang lebih baikdi bandingkan daerah asalnya men-dorong pemerintah Kabupaten Ta-nah Datar mensosialisasikan tana-man sawo dibudidayakan pada lahanperkebunan.

b) Adanya SK Mentri Pertanian tentangpelepasan sawo lokal Sumpur seba-gai Varitas Unggul.

Cita rasa dan produktifitas sawoyang lebih bagus dari daerah asalsawo membuat mentri mengeluarkanSK dan menjadiikan sawo lokalsumpur sebagai varietas Unggul.Dengan adanya SK ini terbuka luaspeluang dalam pengembangan sawokedepannya.

c) Permintaan Pasar cukup besar.Permintaan sawo sangat besar danterus meningkat setiap tahun.Permintaan sawo tidak hanya berasaldari Kabupaten Tanah Datar tetapijuga berasal dari Padang, Pekanbau ,Medan , Bengkulu bahkan ke Jawa(Jakarta). di luar sumpur dan jugasampai ke Jawa. Dari semua pasartujuan dalam pemasaran buah sawoini, Kota Jakarta merupakan pasartempat penjualan sawo terbesardengan jumlah permintaan ter-banyak yaitu sekitar 48 ton/bulanatau sekitar 40 persen dari totalproduksi sawo/bulan yaitu sekitar120 ton/bulan (Hidayat .2013).

d) Tanaman sawo bermanfaat bagikesehatan.Sawo merupakan buah-buahan yangrasanya manis, menyegarkan danmenyehatkan, karena mengandungkarbohidrat terutama adalah glukosa4,2 gram/100 gram daging buah danfruktosa 3,8 gram/100 gram dagingbuah. Kedua jenis gula ini mudahdiserap oleh tubuh (Rismunandar,1983).Disamping itu sawo jugamemiliki kandungan gizi seperti92,0 kal kalori. 0,5 gram protein, 0,1gram lemak dan 60.00 SI vitamin(Rukmana,1997)

2. Ancaman

a) Adanya persaingan harga padawaktu musim buah dengan buahlainnya. Sebagai negara tropisyang kaya akan buah. Iklim diIndonesia sangat cocok untuktumbuh kembangnya berbagaijenis buah-buahan . Peningkatankualitas dan kuantitas buah lokal

Syahyana Raesi, Strategi PengembanganKomoditi Sawo (Achros Zapota, L) di Kenagarian Sumpur | 33

juga merupakan salah satu upayauntuk peningkatan ekspor non-migas negara kita. Banyak sekalibuah-buahan negara kita sepertirambutan, jeruk, pisang, mangga,salak, manggis, duku, jambu air,nenas, pepaya dan sawo, (Nus-wamarhaeni, Endang dan Pohan,1999). Hal tersebut selain mem-berikan keuntungan bagi negarajuga memberikan ancaman bagipersaingan buah pada saat terja-dinya panen yang bersamaan.

b) Serangan hama tupai dan keraTanaman sawo ini dikelola secaratradisional dan tidak intensif.Lahan penananam sawo yangberalih dari pekarangan ke lahanperbukitan dengan tujuan untukkomersialisasi menemui berbagaikendala, terutama dalam hal me-nanggulangi serangan hama ta-naman yaitu hama tupai danhama money.t serangan hama inimenyebabkan penurunan pro-duksi sampai 15,30 % pada tahun2008.

c) Belum adanya asosiasi tanamansawo. Asosiasi merupakan suatuwadah yang dapat menyalurkanaspirasi dan juga dapat mengu-atkan posisi dari suatu komoditi.Saat ini asosiasi yang mempunyaikomit-men tinggi dalam pengem-bangan sawo belum ada, sehinggamenye-babkan petani sawo ber-jalan sendiri-sendiri dalam semuaaktifitasnya mulai dari hulusampai pada pemasaran.

Perumusan Alternatif Strategi

Strategi dalam pengembangankomoditas sawo yang tepat di Kanaga-rian sumpur akan dirumuskan denganmenggunakan matriks strengths, weak-nesses, opportunities, threats (SWOT).Dari matriks SWOT akan menghasilkanalternatif strategi yang dirumu-skanvaluasi dari faktor-faktor ling-kungan internal dan eksternal yang ter-

cakup dalam kekuatan, kelemahan, pelu-ang dan ancaman yang dianggap akanmemberikan dampak bagi pengem-bangan komoditi sawo ini. Dari MatriksSWOT didapatkan beberapa alternatifstrategi sebagai berikut :

Strategi SO1. Membangun kerjasama dengan

industri yang menggunakan ba-han baku sawo. Strategi ini perludilakukan untuk menda-patkanpasar yang dapat me-nampungbahan baku sawo, se-hingga dapatdiolah menjadi produk olahanlanjutan yang dapat memberikannilai tambah. Strategi ini juga diperlukan karena mengingat sawoyang tidak tahan lama, sehinggadengan adanya pengolahan lan-jutan dapat memperpanjang si-klus dari sawo dalam bentukolahan lanjut.

2. Menggalakkan kelembagaan un-tuk mempercepat penyampai-andan adopsi Iptek kepada petani.Strategi ini penting meng-ingatselama ini Ilmu pengeta-huan danTeknologi dalam pe-ngembangansawo belum maksimal disampa-ikan kepada petani dan diterap-kan oleh masyarakat. Melaluikelembagaan diharapkan infor-masi mengenai perkembanganIPTEK dalam pengembangansawo dapat terfokus dan terstru-ktur.

Strategi WO1. Membuat Kebijakan yang menga-

tur tata niaga pemasaran sawo.Strategi ini sangat perlu dilakukanmengingat margin tataniaga yangdidapat petani sangat kecilsehingga ini sangat merugikanpetani. Kebijakan dalam hal iniadalah dalam bentuk menentukanharga teren-dah sawo di tingkatpetani, sehingga petani masihdapat mendapatkan keuntungan

26 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 25-32

walaupun harga yang terusberfluktuasi

2. Membentuk Forum komunikasisawo. Strategi ini sangat diper-lukan untuk meningkatkan komit-men bersama dalam pengem-bangan komoditas tanaman sawo.Sehingga semua permasalahanmengenai sawo dapat dirembuk-kan melalui forum komunikasisawo.

Strategi ST1. Meningkatkan kerjasama antara

semua pihak (petani, dinas perta-nian, swasta, perbankan) dalamupaya pengembangan sawo. Stra-tegi ini sangat perlu dilakukan.Koordinasi yang serasi sehu-bungan dengan pengembang-antanaman sawo sangat diperlukan,karena akan sangat menen-tukandalam memacu berkem-bangnyausaha kecil dan menengah dalamhal meningkat-kan peran sertausaha kecil dan menengah danoperasi pembinaan dan pengua-tan kelembagaan, penguatan sum-berdaya dan teknologi serta pe-ningkatan kemitraan yang salingmenguntungkan. Koordinasi de-ngan Badan Penelitian dan Pe-ngembangan Pertanian, dapatberupa pembinaan dan penyulu-han serta pelatihan dalam penge-lolaan sawo.

2. Memberikan pelatihan terpadubagi petani dan memberikanpenyuluhan tentang mutu. Stra-tegi ini penting mengingat per-mintaan akan sawo yang terusmeningkat. Berkenaan denganhal tersebut, pembinaan mutu di-lakukan tidak hanya pada prosesproduksi, tetapi juga pada taha-pan panen dan pascapanen yangpelaksanaannya sesuai denganpetunjuk teknis yang sudah dite-tapkan.

Strategi WTMeningkatkan Peran penyuluh

dalam upaya peningkatan hasil danpembasmian hama. Peran penyuluhdalam upaya pengembangan tanamansawo sangat diperlukan, hal ini meng-ingat banyaknya hama dan juga untukpeningkatan hasil panen sawo agar lebihmeningkat sehingga dapat mening-katkan taraf hidup petani sawo. Upaya-upaya peningkatan pengetahuan danketerampilan baik petani maupunpetugas melalui peningkatan penge-tahuan dan penyuluhan dalam upayapengembangan sawo

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi fak-tor strategi internal dan eksternal ling-kungan dan dari analisis SWOT didapa-tkan beberapa alternatif strategi peng-embangan komoditi sawo yaitu 1)Membangun kerjasama dengan industriyang menggunakan bahan baku sawo 2)Menggalakkan kelembagaan untuk me-mpercepat proses penyampaian danadopsi Iptek kepada petani. 3) MembuatKebijakan yang mengatur tata niagapemasaran sawo 4) Membentuk Forumkomunikasi sawo 5) Meningkatkan ker-jasama antara semua pihak (petani,dinas pertanian, swasta, perbankan) da-lam upaya pengembangan sawo 6) Mem-berikan pelatihan terpadu bagi petanidan memberikan penyuluhan tentangmutu 7) Meningkatkan peran penyuluhdalam upaya peningkatan hasil danpembasmian hama

SaranPerlu dibentuknya lembaga kope-

rasi dan membuat progran yang terarahuntuk komoditi sawo dan melakukanpembinaan kepada penyuluh dankelompok tani dalam meningkatkankwalitas serta kontinuitas komoditisawo.

Syahyana Raesi, Strategi PengembanganKomoditi Sawo (Achros Zapota, L) di Kenagarian Sumpur | 33

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Sumatera Barat.2008. “Laporan Tahunan 2008”.Padang: BPS

Badan Pusat Statistik Kabupaten TanahDatar 2011. “Tanah Datar dalamangka 2010”. Padang: BPS

David, F.R. 2007. ManajemenStrategis– konsep. EdisiKetujuh. Edisi Bahasa Indonesia.Jakarta: Pearson Education AsiaPte. Ltd. dan PT. Prehallindo.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan danHortikultura Kabupaten TanahDatar. 2008. Laporan TahunanDinas Pertanian Tanaman PanganKabupaten Tanah Datar.Kabupaten Tanah Datar.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan danHortikultura Sumatera Barat.2008. Statistik Tanaman Pangandan Hortikultura Sumatera Barat.Padang.

Fakhri, A. 2013. Analisis Finansialperkebunan Sawo (achras ZapotaL) Rakyat di nagari sumpurKecamatan Batipuh SelatanKabupaten Tanah Datar. Padang:Skripsi Fakultas Pertanian Unand93 hal.

Harmon, F. 2011. Analisa Usaha TaniSawo (Achras Zapota. L) DiNagari Sumpur KecamatanBatipuh Selatan Kabupaten TanahDatar [Skripsi]. Padang: FakultasPertanian. Universitas Andalas.

Hidayat, R. 2013. Analisis PemasaranSawo (Achras Zapota , L) Darinagari Sumpur Kecamatan BatipuhSelatan Kabupaten Tanah Datar kekota Jakarta (Skripsi). Padang:fakultas pertanian UniversitasAndalas 88 Hal.

Kelompok Tani Sawah Tanjung. 2008.Standar Prosedur Operasional

Nuswamarhaeni, S,Endang D.P. danpohan E.P. 1999, Mengenal BuahUnggul Indonesia .Jakarta: penebarSwadaya .

Prihatman, K. 2000. Sistem InformasiManajemen Pembangunan diPedesaan. Jakarta:BAPPENAS.

Rismunandar. 1983. MembudidayakanTanaman Buah-buahan. Bandung:Sinar Baru.

pRukmana, R. 1997. Sawo. Yokyakarta :

Kanisius.

Wali Nagari Sumpur. 2012. ProfilNagari Sumpur. Nagari SumpurKabupaten Tanah Datar:Kecamatan Batipuh Selatan.

Hery Bachrizal Tanjung adalah Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN: PENGALAMAN PESANTREN

Hery Bachrizal Tanjung

Abstract: Participatory rural development is a strategic issue; however it’s difficultto be implemented. All this time, participation is just be considered as people will tosupport the development. According to the Goverment and NGOs have tried to build anexpectation to Pesantren to promote participatory rural development. The purpose ofthis paper is to analyze the potential of pesantren to develop participatory approach inrural development. The paper conludes that pesantren could follow the recentinformation and cutting- edge technology as well as participatory rural development.

Kata kunci : Partisipasi, Pembangunan, Pesantren

Pendahuluan

Partisipasi dalam pembangunantetap menjadi isu yang strategis dan perluditekuni oleh pengelola pemerintahan diIndonesia, karena kenyataan empirismasih menunjukkan pendekatan pemba-ngunan selama ini belum sepenuhnyamampu merangsang timbulnya partisipasimasyarakat secara luas. Apa-lagi jikapembangunan hanya didasarkan padaasumsi ekonomi rasional dan perhitungankuantitatif, yang menimbulkan kesanbahwa seluruh issu pembangunan dapatdiatasi dalam pigura bersifat teknokratikdan strategi atas bawah. Partisipasi rak-yat dalam pembangunan sering hanyamudah diucapkan namun sulit dalamimplementasi, karena partisipasi rakyatdalam pembangunan itu sesungguhnyaadalah bentuk pembaruan kebudayaanpolitik yang memberikan ruang bagi pra-karsa rakyat, padahal makna partisipasiyang difahami selama ini adalah adanyakemauan rakyat untuk mendukung pem-bangunan yang direncanakan oleh peme-rintah (Soetrisno, 1995).

Pesantren memiliki sejarah yangpanjang dan berumur tua serta luasnyapenyebaran, maka dapat difahami jikalembaga pendidikan ini memberi pengaruh

sangat besar kepada masyarakat sekitar-nya (Kuntowijoyo, 1998). Kartodirdjo(1978) mencatat, banyak peristiwa sejarahabad 19 yang menunjukkan betapa besarpengaruh pesantren dalam mobilisasimasyarakat pedesaan untuk aksi-aksiprotes terhadap kekuasaan birokrasi kolo-nial di pedesaan. Dengan asumsi yangsama, Kuntowijoyo (1998) melihat peme-rintah dan lembaga swadaya masyarakatmencoba meletakkan harapan pada pe-santren dalam usaha memajukan pem-bangunan pedesaan dengan pendekatanpartisipasi; dengan terlebih dahulu men-cermati watak dan ciri barunya agar dapatmenolong analisis sosialnya. Dengandemikian, tujuan penulisan artikel iniadalah menganalisis potensi pesantren,berdasarkan pengalaman empirisnyauntuk mengembangkan partisipasi masya-rakat dalam pembangunan pedesaan.

Definisi dan Pandangan atasPartisipasi

Soetrisno (1995) menyatakan, adadua definisi partisipasi yang beredar dimasyarakat, yaitu: (a) partisipasi sebagaibentuk dukungan rakyat dalam rencanapembangunan yang dirancang dan diten-tukan, dimana ukuran tinggi rendahnya

partisipasi dapat dilihat dari kemauanrakyat menanggung biaya pembangunan,baik dalam bentuk uang atau tenaga; (b)partisipasi merupakan kerjasama yangerat antara perencana dan rakyat dalammerencanakan, melaksanakan, melesta-rikan, dan mengembangkan hasil pemba-ngunan yang telah dicapai, dimanaukuran tinggi rendahnya partisipasitidak hanya dilihat dari kemauan rakyatmenanggung biaya pembangunan, tetapidari ada atau tidaknya hak rakyatmenentukan arah dan tujuan pemba-ngunan, serta ada tidaknya kemauanrakyat untuk secara mandiri meles-tarikan dan mengembangkan hasilpembangunan. Sosiolog pembangunanmasyarakat de Guzman (1989) meman-dang partisipasi dalam beberapa bentuk,yaitu: (a) hak rakyat, (b) aksi kelompok,(c) bagian esensial dari prosesadministrasi pembangunan, dan (d) satuindikator pembangunan pedesaan.Sedangkan bagi ahli penyuluhan pem-bangunan, Slamet (1992, 2003) parti-sipasi tidak hanya berarti pengerahantenaga kerja rakyat secara sukarela tetapijustru yang lebih penting tergeraknyarakyat untuk mau memanfaatkankesempatan yang tersedia melaluipembangunan guna memperbaiki kuali-tas hidupnya sendiri. Kemampuan rakyatuntuk berpartisipasi dalam pem-bangunan harus didahului proses bela-jar untuk memperoleh dan memahamiinformasi serta memprosesnya menjadipengeta-huan tentang adanya sejumlahke-sempatan bagi dirinya, kemudianmelatih dirinya agar mampu berbuat dantermotivasi untuk bertindak. Jika rakyattelah bertindak menuju perbaikankehidupannya, barulah dapat dikatakanrakyat telah berpartisipasi dalam pem-bangunan (Slamet, 1992; 2003 danSumardjo, 1999).

Catatan Kecil tentang Pembangu-nan

Soetrisno (1995) menyatakanbahwa di negara-negara berkembang,

juga termasuk Indonesia, pernah munculgejala di mana pemerintah menempat-kan pembangunan bukan lagi sebagaitugas rutin, tetapi telah diangkat sebagaisatu ideology baru negara. Aspek posi-tifnya adalah, pembangunan menjadisesuatu yang harus dilakukan olehpemerintah dan pelestariannya harusdijaga oleh semua warga negara; akantetapi aspek negatifnya pembangunanmenjadi sesuatu yang suci, serta tidakbebas dikritik dan dikaji ulang gunamencari alternatif, bahkan aparat negaramenjadi sangat reaktif terhadap kritikyang muncul dari siapapun dan menem-patkannya sebagai oposisi peme-rintah.Padahal sebenarnya kritik adalah salahsatu manifestasi dari partisipasi. Tentusaja lukisan kondisi tersebut sudah tidakberlaku lagi sekarang, karena negaraIndonesia telah menjadi negara yangdemokratis.

Hal menarik lainnya adalah,ternyata pilihan terhadap jenis partisi-pasi rakyat dalam pembangunan akanmempengaruhi model perencanaan yangdipilih oleh pihak perencana pem-bangunan dan pelembagaan sistemnya.Jika mobilisasi rakyat dipilih sebagaidefinisi partisipasi, maka model perenca-naan yang muncul adalah perencanaanmekanistik, yang memandang fungsiperencanaan sebagai upaya mekanisuntuk mengubah keadaan, dan menem-patkan perencana sebagai ahli yangmenciptakan “cetak biru” perubahan,yang harus diikuti oleh rakyat sesuaidengan buku petunjuk pelaksana danpetunjuk teknis. Sudah pasti sesung-guhnya model perencanaan ini tidakpartisipatif dan tidak demokratis. Jikadefinisi partisipasi rakyat dalampembangunan itu ialah bentuk kerjasamayang erat antara perencana dan rakyatdalam merencanakan, melaksanakan,melestarikan dan mengembangkan hasilpembangunan yang telah dicapai, makamodel perencanaan yang muncul adalahhuman action planning model, yangmenekankan peranan perencanaan seba-gai usaha sistematisasi aspirasi pem-

35| Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 34-43

bangunan yang ada di masyarakat danmenyusunnya ke dalam dokumen tertu-lis.

Mungkin merupakan gejala univer-sal bahwa setiap elit politik negara ataupemerintah terhadap rakyatnya adalahseperti bapak terhadap anaknya. Sebagaibapak, dia merasa wajib terus membantumenyelesaikan semua masalah yangdihadapi oleh anaknya atau rakyatnya.Namun tanpa disadari, nilai dan orien-tasi seperti ini akan menjadi kendala un-tuk bangkitnya kemauan rakyat berpar-tisipasi dalam pembangunan. Bahkanakan muncul rasa ketidakmampuan dikalangan rakyat dan sekaligus ketergan-tungan kepada pemerintah untuk meme-cahkan masalah yang mereka hadapi.Padahal pembangunan menuntut adanyaproses belajar menuju kemampuan rak-yat guna memecahkan masalah merekasecara mandiri, tetapi paternalisme tidakmemberi kesempatan untuk hal itu.

Untuk mengatasi budaya pa-ternalisme di dalam suatu kelembagaanmasyarakat, menurut Soetrisno (1995)dibutuhkan kemampuan kepemimpinanyang dapat menciptakan antusiasme dikalangan anggota kelembagaan tersebut,agar percaya terhadap kemampuan mere-ka menyelesaikan masalah secara man-diri. Ada beberapa langkah yang dapatditempuh untuk membangkitkan antu-siasme, yaitu: (a) pemimpin kelemba-gaan masyarakat harus memberikankebebasan kepada anggotanya untukikut menentukan jenis program dan tu-juannya, (b) pemimpin kelembagaanmau dan mampu menciptakan ling-kungan kerja yang kondusif dan dialogisagar dapat menumbuhkan kreati-fitaspara anggota untuk mencapai tujuanyang telah disepakati bersama. Agarkelembagaan masyarakat dapat menja-lankan dua fungsi tersebut dibutuhkankemauan politik yang kuat dari peme-rintah untuk memperkuat budaya de-mokrasi di kalangan aparat pelaksa-nanya.kebangkitan antusiasme rakyat itupada dasarnya adalah motivasi rakyat

untuk berpartisipasi dalam pemba-ngunan. Partisipasi rakyat dalam pemb-angunan masyarakat khususnya di pede-saan, bukan lagi persoalan mau atautidak mau, tetapi bagaimana melaluipartisipasi tersebut rakyat memperolehmanfaat sosial ekonomi dari pemba-ngunan itu.

Nilai Dasar Pesantren

Mastuhu (1989) menyatakan,pesantren adalah lembaga pendidikantradisional Islam untuk mempelajari,memahami, mendalami, menghayati, danmengamalkan ajaran Islam, denganmenekankan pentingnya moral keaga-maan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Tujuan dari pendidikan pesantrenadalah untuk menciptakan dan mengem-bangkan pribadi muslim yang berimandan bertaqwa kepada Allah swt,berakhlak mulia, bermanfaat danberkhidmat kepada masyarakat, mampuberdiri sendiri, bebas dan teguh kepri-badian, mencintai ilmu untuk mengem-bangkan kepribadian muhsin, sertamenegakkan dan menyebarkan agamadan kerjayaan umat Islam di tengahmasyarakat. Selain sebagai lembagapendidikan yang menyelenggarakanpendidikan formal (baik dalam bentukmadrasah, sekolah umum, maupunperguruan tinggi), pesantren jugamerupakan suatu komunitas tersendiriyang memiliki unsur-unsur orangnya,perangkat keras dan perangkat lunak,sistem nilai dan kebutuhan bersama,serta interaksi sesama dalam satuanwaktu tertentu. Pelaku utama pesantrenadalah kiai atau ulama, para ustadz danustadzah, para pengurus pelaksana, danpara santri. Kiai adalah tokoh kunciyang menentukan corak kehidupanpesantren, dimana semua warga pesan-tren tunduk kepada kiai dan berusahakeras melaksanakan semua perintah danmenjauhi larangannya.

Nilai yang mendasari pesantrenada dua kelompok, yaitu: (a) nilai-nilaiagama yang mengandung kebenaran

Heri Bachrizal Tanjung, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan: Pengalaman Pesantren 36

mutlak, bercorak fikih sufiistik dan ber-orientasi kepada kehidupan akhirat, dan(b) nilai-nilai kehidupan yang memilikikebenaran relatif, bercorak empirik danpragmatis untuk memecahkan berbagaimasalah kehidupan dengan tetapmerujuk kepada hukum agama. Wahid(1987) melihat pesantren sebagai ling-kungan pendidikan yang integral dansekaligus sub kultur dalam masyarakatIndonesia. Tiga elemen yang mem-bentuk pesantren sebagai sub kultur,yaitu: (a) pola kepemimpinan pesantrenyang mandiri dan tidak terkooptasi olehnegara, (b) kitab-kitab klasik sebagai ru-jukan umum, dan (c) sistem nilai yangdigunakan adalah bagian dari masya-rakat luas.

Wahid (1987) menjelaskan,kepemimpinan kiai-kiai di pesantrensangat unik karena memakai sistemkepemimpinan pra-modern. Relasisosial antara kiai-ulama-santri dibangunatas dasar kepercayaan, bukan karenapatron-klien sebagaimana dilakukanmasyarakat pada umumnya. Ketaatansantri kepada kiai ulama lebih dikare-nakan mengharapkan barkah (grace)seperti difahami dari konsep sufi. Konsepkepemimpinan seperti ini seringdianggap mengabaikan usaha moderni-sasi pesantren di masa depan. Elemenke dua, adalah memelihara dan men-transfer literatur-literatur atau kitab-kitab klasik umum dari generasi kegenerasi, dimana hanya ulama-ulamabesar yang memiliki otoritas untukmengintepretasi dua sumber pokokIslam. Dengan cara ini, pesantren adalahmodel bagi pencarian pengetahuanmasyarakat muslim. Masyarakat jugamemandang pesantren sebagai komuni-tas yang ideal dalam mengembangkanperilaku kehidupan berlandaskan moralkeagamaan. Elemen ketiga adalah keu-nikan sistem nilai yang bertumpu padapamahaman literal tentang ajaran Islam,namun dalam kenyataan praktis, sistemnilai tidak dapat dipisahkan dengan ele-men lain yaitu kepemimpinan kiai-ulamadi satu sisi dan penggunaan literatur yang

dipakai pada sisi lain melalui pelem-bagaan ajaran Islam dalam praktekkehidupan kiai-ulama dan santri sehari-hari, sekaligus sebagai bentuk legitimasipada kepemimpinan kiai-ulama danliteratur tersebut. Mastuhu (1989) men-catat beberapa prinsip pendidikanpesantren yang sekaligus telah menjadinilai kehidupan santri sehari-hari, yaitu:teosentris, sukarela dan mengabdi, kea-rifan, kesederhanaan, koletivitas, ke-bebasan yang terpimpin, mandiri, sertamencari dan mengaplikasikan ilmupengetahuan.

Perkembangan pesantren telahdimulai sejak awal abad 20, meliputikurikulum, metode mengajar, dan ke-lembagaan. Perkembangn kurikulumdimulai sejak 1906 ketika kerajaan Jawamendirikan Mambaul ‘Ulum tempatmendidik calon-calon pejabat aga-ma,dengan memasukkan kuriku-lum ilmupengetahuan umum ke dalam pendidikanagama itu; ternyata perkembanganserupa juga terjadi di Sumatera Barat.Dalam metode mengajar ada perkem-bangan dari sistem salaf ke sistemmadrasi. Sistem salaf adalah metodemengajar secara tradisional dengan soro-gan (bimbingan individu), dan bon-dongan (semacam kuliah umum). Dalamsistem salaf tidak ada pembagian ting-katan kemajuan belajar, karena setiapsantri menentukan sendiri menentukansendiri kemajuannya dengan menun-jukkan kemampuan penguasaan buku-buku kepada kiai secara perorangan.Sistem madrasi yang sudah di kenal diSumatera Barat sejak tahun 1907 dan dipesantren Jawa pada tahun 1920, diber-lakukan sistim kelas atau tingkatankemajuan belajar (Kuntowijoyo, 1998).

Pada era 1960-an ada perkem-bangan baru ketika banyak pesantrenyang dilembagakan atau berbadan hu-kum yayasan, dimana biasanya akan adabeberapa orang teknokrat di dalamstruktur organisasi dan itu artinya kiaibukan lagi satu-satunya penguasa dipesantren tersebut, bahkan mungkinhanya berfungsi simbolis. Pesantren Asy-

37| Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 34-43

Syafi’iyyah di Jakarta telah mempunyaibadan hukum yayasan sejak tahun 1963,mempunyai pengurus dengan pembagiankerja yang terinci: yang mengasuhjenjang pendidikan dari tingkat tamankanak-kanak hingga universitas. Demi-kian juga Pesantren Salafiah Suafi’iyyahSukarejo Situbondo Jawa Timur telahberbadan hukum yayasan sejak tahun1970, yang juga mengasuh jenjang pen-didikan dari taman kanak-kanak hinggauniversitas.

Interaksi Pesantren dan Pem-bangunan Pedesaan

Pesantren bukan lagi hanyalembaga tingkat desa, tetapi telahmenjang-kau perkotaan atau setidaknyadaerah batas kota. Besar kecilnyapesantren (setidaknya ditandai denganjumlah dan asal daerah santri) dan sistempendi-dikannya, akan mempengaruhihubungan antara pesantren dan desa.Ketika jumlah santri masih sedikit danberasal dari desa sekitar, pesantren sepe-nuhnya sebagai lembaga tingkat desa,namun ketika jumlah santri semakinbesar dan berasal dari beragam daerahbahkan dari luar negeri, maka pesantrenakan berdiri sendiri dan lepas dari desa.Kuntowijoyo (1998) menyatakan, biasa-nya perjalanan pesantren akan melewatitiga fase, yaitu: (a) fase pesantren masihterpadu dengan desa, (b) kemudian mulaiterpisah dari desanya, dan (c) akhirnyapesantren menjadi lembaga yangmungkin saja terasing dari desanya.

Sebagai ilustrasi dapat dilihatriwayat pertumbuhan Pondok PesantrenDarussalam di Banyuwangi, yang didiri-kan tahun 1951 hanya dengan sebuahMushalla kecil, sebagai tempat kiai-ulamamengajarkan kitab-kitab dan sekaligustempat bermalam para santri. Kemudianpesantren tumbuh secara pelan-pelandengan usaha para santri mengumpulkandan membuat bahan bangunan (batusungai, kayu hutan, dan batu bata) untukmembangun lokal belajar atau bangunanpesantren, yang mendapat bantuan dari

penduduk desa. Pesantren terus berkem-bang dengan jumlah santri yang semakinmeningkat dan memilih bentuk sekolah,namun uniknya sampai tahun 1985 masihmenggunakan sistem salafi denganbandongan juga. Pesantren Darussalamjuga aktif dalam pembinaan pengeta-huan dan keterampilan santri pada issu-issu selain mata pelajaran agama, sepertimanajemen, perpustakaan, kesehatan,teknologi tepat guna, dsb. Kerjasamapesantren dengan lembaga di luar desa,seperti LP3ES Jakarta dan LKNU pusattelah menempatkan persantren sebagailembaga yang berada di atas desa.Barangkali hanya kesamaan agama dan“tingkat ekonomi” para santri denganmasyarakat sekitar yang tetap mengikatpesantren dengan desa tersebut.

Contoh lain, adalah PondokPesantren Pabelan, Muntilan JawaTengah, yang lahir di tahun 1965 atasprakarsa dan musyawarah para tokohmasyarakat desa. Pada mulanya pesan-tren ini hanya tempat kursus keteram-pilan pemuda dan pengajian masyarakatdesa, yang pembiayaannya ditopangdengan usaha pengumpulan beras olehpenduduk setempat, kemudian tumbuhberkembang sehingga di tahun 1985pesantren dihuni oleh 1280 orang santridan diasuh oleh 75 orang guru. PesantrenPabelan memiliki hubugan dengan dunialuar, seperti ITB dan LP3ES; namundemikian pesantren tetap berusaha men-jadi bagian dari desa dengan meniadakanjarak fisik dan psikis (Hidayat, 1985).Untuk kasus ini, menurut Kuntowijoyo(1998), pengelolaan pesantren tersebutmemang terpisah dari kelembagaan desa,tetapi ada usaha yang keras dari pesan-tren untuk tidak lepas secara fungsionaldari desa.

Lain halnya dengan PondokPesantren Darussalam, Gontor, JawaTimur (terkenal dengan nama PondokModern Gontor) yang secara strukturalmemang bukan bagian dari desanya.Rahardjo (1982) menyebut PondokGontor ini bagai sebuah enclave di

Heri Bachrizal Tanjung, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan: Pengalaman Pesantren 38

tengah-tengah masyarakat pedesaan.Cita-cita sejak berdirinya pesantren inimemang bukan semacam pesantren leveldesa biasa, dengan sistem pengajaranbukan salafi seperti kebanyakan pesan-tren di Jawa Timur, tetapi merujuk padamodel Universitas Al-Azhar di Mesir(yang terkenal sebagai kubu intelektualdunia Islam) dan pola sistem boardingand full day school seperti sekolah-asra-ma di banyak negara Eropa; serta jugamemiliki sejumlah tanah wakaf seluas230 hektar dan usaha-usaha pertanianuntuk pengabdian pada masyarakat yangtersebar di seluruh Jawa Timur (Shai-fullah, 1982). Santri Pesantren Gontortidak hanya berasal dari desa setempattetapi dari seluruh daerah Indonesiabahkan luar negeri, dan kebanyakan darikelas sosial ekonomi menengah ke atas.Dengan kondisi demikian, PesantrenGontor dapat disebut sebagai pesantrenyang terasing secara struktural dari desa(Kuntowijoyo,1998).

Namun, pemisahan strukturaltidak selalu juga berarti berpisah secara`fungsional antara pesantren dan desasetempat. Pengalaman empirik menun-jukkan pesantren tetap memiliki hu-bungan fungsional dengan desa-desasekitar melalui pendidikan agama (seti-daknya melalui dakwah di masjidsetempat) dan kegiatan sosial ekonomi.Prasojo (1982) menyebut ada tiga macampelayanan pesantren kepada masyarakatsekitar, yaitu: (a) kegiatan tablig atauceramah umum tentang agama Islamkepada masyarakat yang dilakukan didalam lingkungan pesantren, (b) kegiatanmajlis ta’lim atau pengajian agama Islamyang lebih intensif kepada masyarakatumum, dan (c) bimbingan hikmah ataunasihat kiai-ulama kepada orang-orangyang datang berkunjung ke pesantren.Selanjutnya disebut oleh Prasojo, hampirsemua elemen pesantren (kiai, ulama,ustadz, santri, dan fisik sarana-prasaranadan peralatan operasional pesantren)biasanya memiliki kaitan atau hubunganfungsional dengan masyarakat desa.Hubungan fungsional tersebut biasanya

dimulai dengan sumbangan desa kepadatahap penumbuhan pesantren, tetapikemudian jika saatnya tiba akan terjadisumbangan pesantren kepada desa. Pe-santren adalah sumber banyak hal bagibagi mayarakat desa-desa sekitar, antaralain : (a) sumber pengetahuan agama danumum, (b) sumber tumbuhnya para elit/pemimpin desa bahkan nasional, (c)tempat memperoleh manfaat sosialekonomi (misal, operasional PesantrenGontor pada tahun 1982 telah menyeraptidak kurang dari 350 orang tenaga kerjayang berasal dari desa sekitar, serta me-numbuhkan banyak sekali usaha ma-kanan ringan/ jajanan, dan transportasilocal), serta (d) berperan sebagai agenpembaruan dan pembangunan desa.

Upaya peningkatan kesejah-teraan sosial ekonomi masyarakat pede-saan telah dilakukan oleh banyak pesan-tren dengan berbagai cara yang tentusesuai dengan kondisi masyarakat.Pesantren An-Nuqayah, Guluk-guluk,Jawa Timur telah mengantarkan desanyamenjadi desa swasembada beras padatahun 1981, pesantrennya sendiri mem-peroleh Kalpataru pada tahun yangsama; setelah pesantren mendirikan Bi-ro Pengembangan Masyarakat pada tahun1979. Pesantren contoh berikutnya adalahPesantren Maslakul Huda di desa Kajen,Pati, Jawa Tengah: setelah dua orangsantri seniornya mengikuti latihantentang pembangunan masyarakat danmenularkan gagasan itu kepada seluruhelemen pesantren yang direspon secarapositif, dan dibuktikan dengan mem-bentuk Biro Pengembangan Pesantrendan Masyarakat pada tahun 1980, ber-fungsi mengkoordinasikan program pe-ngembangan kelompok swadaya masya-rakat di 13 desa sekitar pesantren(Mudatsir, 1985). Usaha-usaha nyatayang telah dilakukan pesantren adalahpenghijauan desa dengan pohon buah-buahan, penataan lingkungan, usahabersama simpan pinjam, usaha keseha-tan masyarakat, dan program teknologitepat guna. Kuntowijoyo (1988) meny-atakan, contoh Pesantren Maslakul

39| Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 34-43

Huda menunjukkan, jika ada sentuhandari luar, pesantren bersikap positifterhadap pembangunan desa dan sang-gup menjadi perantara yang baik dalampenyebaran gagasan ke masyarakat ba-wah. Keterbukaan pesantren terhadapdunia luar tentu tergantung dari kepri-badian pengasuhnya dan pendekatan da-ri dunia luar ke pesantre.

Dalam bidang ekonomi, salah satucontoh yang tepat adalah PesantrenDarul Falah, Ciampea, Bogor; yang lahirtahun 1960 di atas tanah 20,5 hektar,dengan badan hukum yayasan. Sejakmula, pesantren memang telah memberipelajaran campuran antara ilmu agama,pengetahuan umum, ilmu-ilmu perta-nian, peternakan, perikanan, pasca-panen, teknik irigasi, dan teknologi tepatguna, teknik bangunan dan mesin.Sebagai pesantren yang tidak memilikiakar tradisi di desa, Darul Falah tidakberkembang menjadi enclave di tengahdesa, dibuktika kegiatan pendidikan nonformal (kursus, pelatihan dan penyu-luhan) yang dikelola bersama masya-rakat sekitar, mengembangkan kelom-pok - kelompok masyarakat, ikutsertamemperbaiki prasarana desa, dan mem-buka kesempatan bagi masyarakat untukmenjadi pedagang perantara dan konsu-men dari produksi pertanian yangdihasilkan pesantren (Widodo, 1982).Sebagai lembaga ekonomi, koperasi jugamenjadi wadah dan ajang pembelajaranpenting di pesantren Darul Falah danbanyak pesantren untuk melayani keper-luan mereka sendiri dan kebutuhanmasyarakat setempat.

Pesantren juga memberi per-hatian tinggi terhadap pengelolaan ling-kungan hidup. Salah satu contoh baikadalah Pesantren An-Nuqayah yangterletak di daerah sulit air (waktu itu) diMadura, telah membangun pompa hid-ran dan pompa tali untuk mengalirkan airyang berasal dari bukit-bukit melaluipipa sehingga bisa menyediakan airuntuk 15 desa sekitar. Atas prestasi terse-but, Pesantren An-Nuqayah mendapat

Kalpataru untuk penyelamatan ling-kungan (Basyuni, 1985). Kalpatarusebagai penyelamat lingkungan tahun1984 juga diperoleh Pondok PesantrenHidayatullah, Gunung Tambak Ka-limantan Timur. Pesantren Hidayatullahdibuka sejak tahun 1974 secara bertahapoleh para alumni Pesantren Gontor; danmelalui rangkaian pengajiannya sang kiaimampu meyakinkan masyarakat sekitartentang pentingnya pembangunan desamereka. Bersama masyarakat desasekitar, pesantren telah membangunpemukiman penduduk, merubah rawa-rawa menjadi tambak ikan dan udang,membangun bendungan untuk menga-lirkan air ke sawah-sawah masyarakatsehingga secara perlahan dapat merubahkebiasaan masyarakat dalam pertanianber-pindah menjadi pertanian menetap.Sarana pendidikan yang sangat luas danlengkap dibangun permanen yangmampu menampung santri lebih dari6000 orang, termasuk anak-anak yatimdan penyandang cacat. Apa yang telahdilakukan Pesantren Hidayatullah adalahcontoh spektakuler tentang communitydevelopment lengkap berbasis ekologiuntuk keadilan sosial (sebagaimanadilukiskan oleh Ife, 1995), yang se-muanya dimulai hampir dari titik nol(Yacub, 1985).

Kemandirian Pesantren dan Pemi-kiran Pembangunan Pedesaan

Kuntowijoyo (1998) dan banyakpakar pembangunan pedesaan lainnya(antara lain, Korten, 1984; Norman,1988; Soetrisno, 1995; Ife, 1995) me-nyatakan terdapat beberapa kecen-drungan baru tentang pemikiran ataukonsep pembangunan pedesaan, dianta-ranya ialah people centered develop-ment, selfrelience, institution develop-ment, value boriented development, dansustainable development. Konsep peo-ple centered development dari Da-vidKorten (1984) adalah pendekatan pem-bangunan pedesaan yang memandangpenting inisiatif kreatif masyarakat seba-

Heri Bachrizal Tanjung, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan: Pengalaman Pesantren 40

gai sumberdaya utama pembangunan,dan menekankan kesejahteraan material-spiritual masyarakat sebagai tujuan dariproses pembangunan. Pendekatan inijelas sangat berbeda dengan pen-dekatan production centered deve-lopment yang berusaha untuk lebihbanyak mengejar pencapaian produksiyang melimpah produk-produk pangandan sandang untuk memenuhikebutuhan penduduk yang meningkatpesat; tetapi pencapaian produksi ituseringkali dilakukan melalui cara yangtidak konsisten dengan prinsip-prinsippartisipasi, kesamaan dan kelestariansumberdaya. Dari pengalaman empirikyang ada, pesantren tampaknya dapatdidorong sebagai salah satu model pelak-sanaan pembangunan pedesaan dengankonsep people-centered development.

Konsep institution developmentlebih menekankan pada pembangunankelembagaan sosial sebagai normapengatur dan akomodasi serta penggerakpem-bangunan pedesaan. Dalam kon-teks ini, pesantren sebagai lembagapendidikan dan lembaga sosial memilikiposisi strategis untuk dikembangkansebagai kelembagaan sosial sebagaikontributor nilai sekaligus penggerakpembangunan pedesaan, mengingatpotensi cakupan operasional dan penga-ruhnya dapat menyentuh seluruh lapisanmasyarakat. Sehingga, pesantren mem-punyai dan sekaligus dimiliki oleh ling-kungan sosialnya. Sedangkan konsepvalue oriented development yang dekatdengan pemikiran Waberian tentangperlunya etika sosial dalam pemba-ngunan. Pembangunan yang digerakkanberdasarkan dan berorientasi nilaiadalah seluruh program dan aktifivaspembangunan yang lahir atas dorongannilai atau yang mendapat pembenarandari khazahan nilai yang hidup dalammasyarakat. Pesantren sebagai lembagapendidikan agama yang memiliki nilai-nilai luhur, antara lain: teosentris,sukarela dan mengabdi, kearifan, kese-derhanaan, koletivitas, kebebasan yangterpimpin, mandiri, serta mengapli-

kasikan ilmu pengetahuan (Mastuhu,1989) tentu sangat potensial sebagaisumber nilai untuk menggerakkanpembanguan pedesaan. Asumsi-nyaadalah, pembangunan yang memper-timbangkan nilai-nilai luhur tersebutakan lebih berakar di dalam masyarakat,jika dan hanya jika nilai-nilai itu hidupdan aplikatif di tengah masyarakat dantidak terbatas hanya di dalam pesantren.

Konsep self relience atau ke-mandirian masyarakat, kemungkinanadalah pemikiran yang sangat ber-kembang dewasa kini dalam pem-bangunan pedesaan. Kemandirian diar-tikan sebagai potensi untuk meng-organisasi dirinya sendiri, mewujudkansumberdaya lokal, dan rakyat sebagaipelaku utama dan pengambil keputusanterbesar dari usaha-usaha pemba-ngunan. Pesantren sebagai lembaga pen-didikan yang memiliki dan mene-rapkannilai kemandirian dalam operasionalserta menjalin hubungan struktural danfungsional dengan masyarakat desa tentumemiliki kapasitas untuk mengem-bangkan kemandirian bagi dirinya sendiridan (potensial) bagi masyarakat dalampembangunan pedesaan. Akhirnya,semua konsep pembangunan yang dije-laskan singkat di atas, sangat berhu-bungan dan dalam rangka mewujudkankonsep sustainable development, yangditandai dengan adanya kemam-puan(masyarakat dan gerak pembangunan itusendiri) untuk mewujudkan sustainabilitiatau keberlanjutan pembangunan. Pe-ngembangan nilai dan sumberdaya lokal,ramah lingkungan ekologis kelembagaansosial, dan berorientasi rakyat adalahupaya-upaya yang seharusnya terusdilakukan sehingga pembangunanmempunyai kemampuan untuk berlanjutatas dasar partisipasi masyarakatnyasendiri. Pesantren pada umumnya terbuk-ti memiliki tingkat keberlanjutan opera-sional yang sangat tinggi dan banyakmenghasilkan lulusan yang juga mempu-nyai jiwa kemandirian dan kewi-rausahaan yang kuat untuk mengem-bangkan potensi dirinya di tengah masya-

41| Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 34-43

rakat. Dengan demikian, pesantren dapatdikatakan potensial dalam hal sebagaipenggerak pembangunan perdesaan yangberkelanjutan.

Memang tidak semua pesantrenterlibat dalam pembangunan pedesaan.Pesantren-pesantren salafi yang tradi-sional kebanyakan tidak memiliki cukupsumberdaya manusia dalam usaha mere-ka berpartisipasi dalam pembangunanpedesaan. Namun, kontribusi merekatentu saja sangat besar dalam pendidikanmasyarakat secara spiritual, moral dankultural. Pesantren Modern Gontor jugatidak banyak terlibat dalam pemba-ngunan desa, dengan alasan inginmenghasilkan lulusan yang potensialtumbuh berkembang menjadi ulama,dan bukan untuk menghasilkan petani-wirausaha muslim. Namun, menurutKuntowijoyo (1988) sekarang ada kecen-drungan besar di banyak pesantrenuntuk menambahkan pengetahuan danketerampilan santri tentang bagaimanahidup secara lebih mandiri di tengahmasyarakat. Dengan sentuhan dari lem-baga swadaya masyarakat (LSM), yangberada di luar sistem pesantren, yangtelah banyak menjalankan dan mewu-judkan pemikiran mutakhir pemba-ngunan pedesaan, maka pesantren diha-rapkan akan dapat pula ikut meng-gerakkan dan mewujudkan pembangu-nan pedesaan berdasarkan pemiki-ranmutakhir yang ber-kembang tersebut.Lebih penting lagi, pesantren diharapkandapat memberikan makna yang lebihmendalam terhadap pembangunan pede-saan dengan meletakkan gerak pem-bangunan itu di dalam kerangka pemi-kiran masyarakatnya.

Membaca kemandirian dan basismassa pesantren, van Bruinessen yangdikutip oleh Wahid (1999) percaya, didalam tubuh pesantren terkandungpotensi penting untuk mewujudkan civilsociety sebagai pilar penting demokrasi diIndonesia. Lebih jauh, Wahid menegas-kan pesantren telah mengalami banyakperubahan yang sangat fundamental,

tetapi perubahan itu dilakukan melaluitahapan-tahapan yang sangat rumit dantersimpan; dan arena watak otentiknyayang cenderung menolak pemusatan/sentralisasi pemerintahan, bahkan pesan-tren adalah komunitas yang sangatterdesentralisasi dan berposisi di tengahmasyarakat pedesaan, maka pesantrensangat dapat diharapkan memainkanperan signifikan dan efektif dalampemberdayaan dan transformasi masya-rakat. Catatan-catatan pembangunanyang hanya dijadikan proyek dan bisnisdengan wajah kapitalis-birokrat yang di-lingkari semangat nepotisme yang sangatkuat, telah menjadikan praktek-prektekpenyimpangan ekonomi-politik menjaditidak terkendali lagi. Sehingga pem-bangunan hanya menguntungkan kelom-pok kecil elit ekonomi-politik dan ka-langan lain yang turut menghambakepada penyimpangan pembangunantersebut. Sementara itu sebagian besarkelompok masyarakat menjadi terbe-lakang, miskin, marjinal dan tidakmemiliki akses terhadap sumberdayauntuk dapat melakukan kegiatan-kegia-tan sosial-ekonomi-politik yang produktifdan mencukupi. Pada golongan masya-rakat termarjinalkan inpilah sesung-guhnya terletak wilayah penghidmatanbagi pesantren melakukan kerja-kerjapemberdayaan dan kemudian transfor-masi masyarakat (yang dilengkapidengan nilai-nilai luhur pesantren) secaralebih luas.

Jika kesempatan sejarah ini tidakdiambil dan diperankan secara tepat,proporsional dan efektif, maka didugaakan muncul etatisme dan elitisme gayabaru di tengah-tengah masyarakat bangsaini. (mungkin dewasa ini tahun 2011gejala tersebut semakin nyata adanya).Atau memang harus berlaku apa yangmenjadi pandangan Kuntowijoyo (1998)yang menyatakan, peranan pesantrententu bukan tanpa batas; sepanjangmenyangkut pembangunan dengan kon-teks pedesaan, agraris, dan teknologisederhana, maka pesantren merupakan

Heri Bachrizal Tanjung, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan: Pengalaman Pesantren 42

tempat persemaian yang baik. Santri danlembaga pesantren sendiri merupakanagen yang sesuai dengan tingkatkemajuan seperti itu.Kesimpulan

Pesantren telah melakukan kerja-kerja pengembangan masyarakat danpembangunan pedesaan, namun yangtelah ada sekarang itu, hendaknya jangandijadikan model yang terlalu ideal apalagimenjadi mitos tanpa uji coba atau pem-belajaran lokal lebih dahulu, jika akandiduplikasi lebih luas, karena pemba-ngunan menuju masyarakat industrimemerlukan lembaga yang lebih mema-dai. Pikiran dan konsep sederhana dan“kecil itu indah” harus diimbangi denganpikiran dan konsep yang tinggi, besar dansistematis. Catatan ini justru mene-kankan pentingnya peran pesantrendalam pembangunan masyarakat pede-saan, dan bukan sebaliknya, melaluilembaga-lembaga pengabdian masya-rakat yang khusus dibentuk untuk itu,dengan mampu mengikuti perkem-bangan pemikiran mutakhir tentangpembangunan pedesaan. Demikian !

Daftar Pustaka

Basyuni, Ison. 1985. Da’wah bil HalGaya Pesantren. dalam M. D.Rahardjo (editor). PergulatanDu-nia Pesantren : Membangundari Bawah. Jakarta: LP3ES.

De Guzman, Pablo. 1989. PeopleParticipation : A Stimulus forEffecting and Sustaining Impro-vements in Famers Communities.Laguna, Philipina: Peper Pre-sented in the 22nd RegionalTraining on DSPC, SE-ARCA..

Dhofier, Zamakhsyari. 1985. Tradisi Pe-santren: Studi tentang Pan-dangan Hidup Kiai. Jakarta:LP3ES.

Hadimulyo. 1985. Dua Pesantren, DuaWajah Budaya. dalam M. D.Ra-hardjo (editor). Pergulatan

Dunia Pesantren : Membangundari Ba-wah. Jakarta: LP3ES.

Hidayat,Komaruddin.1985. Pesantrendan Elit Desa. dalam M. D. Ra-hardjo (editor). Pergulatan DuniaPesantren : Membangun dariBawah. Jakarta: LP3ES.

Ife, Jim. 1985. Community Deve-lopment : Creating CommunityAlternatives Vision, Analysis andPractice. Melbourn: LongmanAustralia Pty Ltd.

Kartodirdjo, Sartono. 1978. Pro-testMovement in Rural Java. KualaLumpur: Oxford University Press.

Kuntowijoyo. 1998. Peranan Pesantrendalam Pembangunan Desa : PotretSebuah Dinamika. Dalam Kunto-wijoyo. Paradigma Islam Intepre-tasi untuk Aksi. Bandung: PenerbitMizan.

Madjid, Abdul. T. 1990. Pesantren se-bagai Lembaga Pendidikan Ket-rampilan Pertanian. Bogor: ThesisPasca sarjana IPB.

Mudatsir, Arief. 1985. Kajen DesaPesantren. dalam M. D. Rahardjo(editor). Pergulatan Dunia Pesan-tren: Membangun dari Bawah.Jakarta: LP3ES.

Munajat, Imam. 1991. Peranan Pesan-tren dalam Pembangunan Pedesaan. Thesis Pasca sarjana. Bogor:IPB.

Mastuhu. 1989. Dinamika Sistem Pen-didikan Pesantren. Bogor:Disertasi FPS IPB.

Pesantren: Membangun dari Bawah.Jakarta: LP3ES.

Prasojo, Soedjoko, et all. 1982. “ProfilPesantren: Laporan Hasil Pene-litian Pesantren Al-Falah danDelapan Pesantren lainnya diBogor”. Jakarta: LP3ES.

Sahidu, Arifuddin. 1998. PartisipasiMasyarakat Tani Pengguna LahanSawah dalam Pembangunan Per-tanian di Daerah Lombok, NusaTenggara Barat. Disertasi PPSBogor:IPB.

43| Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 34-43

Heri Bachrizal Tanjung, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan: Pengalaman Pesantren 44

Shaifullah, Ali. H. A. 1982. Darussalam,Pondok Pesantren Gontor. DalamM. D. Rahardjo (editor). Pergu-latan Dunia Pesantren: Mem-bangun dari Bawah. Jakarta:LP3ES.

Soetrisno, Loeman. 1995. MenujuMasyarakat Partisipatif.Yogyakarta:Penerbit Kanisius.

Uphoff, Norman. 1988. Partisipasi. Da-lam Michael M Cernea (editor).Mengutamakan Manusia di dalamPembangunan. Jakarta: PenerbitUniversitas Indonesia.

Van Dusseldorp, D. B. W, M. 1981.Participation in Planned Develop-mentInfluenced by Government ofDeveloping Countries at LocalLevel in Rural Areas.UnPublished.

Wahid, Abdurrahman. 1999. Pesan-tren di lautan Pembangunanis-me:Mencari Kinerja Pemberda-yaan. dalam M. Wahid, Suwendi,dan S. Zuhri. Pesantren MasaDepan.Bandung: Pustaka Hidayah.

Widodo, Saleh. M. 1982. PesantrenDarul Falah: Eksperimen Pesan-tren Pertanian. dalam M. D.Rahardjo (editor). Pergulatan Du-nia Pesantren: Membangun dariBawah. Jakarta: LP3ES.

Yakub, H. M. 1985. Pondok Pesantrendan Pembangunan MasyarakatDesa. Bandung: Penerbit Angkas

Nunung Nuryartono adalah Dosen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor,Miftahul Mashury adalah Alumni Ilmu Ekonomi IPBSigit yusdianto, Nuning Kusumowardhani dan Triana Aggraeni, adalah peneliti di Inter CAFE

PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PENINGKATANAKSES TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO : KASUS

YAYASAN PERAMU BOGORNunung Nuryartono, Miftahul Mashury, Sigit Yusdianto,

Nuning Kusumowardhani, Triana Anggraenie

Abstract: Poverty as one of important issues in overall economic developmentrequires continuous responses from all stakeholders. There are many povertyalleviation programs that have been designed and carried out by variousinstitutions such as government institutions and non-governmental organizations.Ikhtiar Program is an NGO poverty alleviation program that providing access tofinancial services for the poor and this program shows significant results. Thereare differences in the changes of well-being levels as measured by povertyindicators among households of Ikhtiar Program members and control householdsthat do not follow the program. The poverty rate of Ikhtiar Program householdstends to decrease and so as the gap between the poor households. A variety ofproductive activities run by poor households financed through financing schemesdesigned by Ihktiar program. Some features from Ikhtiar Program can bereplicated to reach the poor in accessing financial services.

Kata Kunci : kemiskinan, program, keuangan

PENDAHULUAN

Salah satu fokus penting dalamkonteks pembangunan ekonomi adalahupaya untuk meningkatkan kesejah-teraan masyarakat secara keseluruhan.Namun demikian, pembangunan eko-nomi Indonesia masih menyisakan per-soalan kemiskinan yang hingga kinimasih memerlukan upaya serius dariberbagai kalangan. Secara global fokusdalam upaya pengentasan kemiskinansecara eksplisit menjadi tujuan dariadanya kesepakatan Millinium Deve-lopment Goals yang berupaya mengu-rangi jumlah penduduk miskin duniapada tahun 2015 menjadi setengahnya.

Berdasarkan data penduduk mis-kin di Indonesia sebagaimana yang ter-saji pada Grafik 1 terlihat bahwa sampaidengan tahun 2009, jumlah pendudukmiskin masih tercatat sebesar 14.15

persen. Dari jumlah tersebut mayoritasberada di wilayah pedesaan. Berbagaiupaya juga telah dicoba untuk dilakukanterkait dengan pengurangan kemis-kinan di Indonesia. Salah satu hal yangditengarai masih lambannya upaya pe-ngentasan ke-miskinan adalah adanyaketimpangan yang cukup tinggi dalamberbagai hal termasuk di dalamnya aksesterhadap kapital.

Akses rumahtangga terhadap jasalembaga keuangan memiliki peran yangbesar terhadap pengembangan ekonomidaerah, karena dengan mempermudahakses perbankan maka rumahtanggayang notabene tidak memiliki cukupmodal dapat mengoptimalkan peng-hasilan mereka dengan investasi danatau dengan modal kerja.

45 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 44-56

Gambar 1. Jumlah dan Persentasi Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 1976-2009Sumber : BPS (berbagai tahun penerbitan)

Selain dapat mengembangkanekonomi daerah, dengan mempermudahakses rumahtangga miskin terhadapkredit perbankan juga dapat menjadisalah satu instrumen yang tepat dalampengurangan angka kemiskinan Indo-nesia khususnya dalam jangka panjang,dan akhirnya dapat menopang pere-konomian secara makro.

PERMASALAHAN

Provinsi Jawa Barat merupakansalah satu provinsi terpenting di In-donesia, kawasan ini memiliki tingkatpertumbuhan yang diindikasikan olehProduk Domestik Regional Bruto atasdasar darga berlaku terbesar ketigasetelah Jakarta dan Jawa Timur, denganPDRB sebesar 389.244.653,84 padatahun 2004 dan terus meningkat sampai602.420.555,35 pada tahun 2009 (BPS,2009). Jumlah penduduk Jawa Barathingga akhir tahun 2007 mencapai41.483.729 jiwa, dengan laju partum-buhan penduduk 1,83 persen dantingkat kepadatan penduduk 1.157jiwa/km. Lebih dari itu, provinsi JawaBarat secara geografis lebih dekatdengan Ibu kota Indonesia yaitu DKIJakarta, sehingga Jawa Barat disebutjuga dengan kawasan Hinterland atau

daerah penyangga Jakarta. Ini meng-indikasikan bahwa Jawa Barat meru-pakan provinsi yang dapat ber-pengaruhterhadap kemajuan nasional secaramakro.

Kota Bogor merupakan salah satudaerah penyambung antara Jawa Baratdan DKI Jakarta, pendapatan daerahBogor mengalami peningkatan berkalapada periode 2001-2007. Pada tahun2001, total pendapatan daerah yangdiperoleh Kota Bogor sebesar232.806,15 juta rupiah dan terusmengalami peningkatan setiap tahunnyahingga sebesar 707.545,38 juta rupiahpada tahun 2007. Dengan demikian, jikadilihat dari data ini dapat disimpulkanbahwa kondisi ekonomi Kota Bogormengalami perkembangan yang cukupbaik. Tetapi jika ditinjau dari aspek polapenanganan kemiskinan di Kota Bogor,pertumbuhan ekonomi yang ada belumdapat berpengaruh secara signifikanpada perbaikan kehidupan sosial ma-syarakatnya, terutama persoalan ke-miskinan.

Menurut BPS (2007) jumlahpenduduk miskin di Kabupaten Bogorpada tahun 2005 mencapai 476,7 ribujiwa atau sebanyak 12,5 persen.

Nunung Nuryartono, Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Akses Terhadap Lembaga Keuangan 56

Tabel 1. Total Pendapatan Daerah Kota Bogor Tahun 2001-2007

Sumber : BPS Kota Bogor, 2001-2007 (diolah).

Jumlah penduduk miskin tersebutkemudian meningkat menjadi 536,4 ribujiwa atau sebanyak 13,83 persen padatahun 2006. Tingginya angka ke-miskinan di kabupaten Bogor padatahun 2005 dan 2006 ini menempatkankabupaten Bogor pada urutan keduasebagai kota/kabupaten dengan jumlahpenduduk miskin terbanyak di provinsiJawa Barat.

Dalam beberapa tahun terakhir,di Bogor tumbuh lembaga-lembaga ke-masyarakatan yang bergerak dalampenanggulangan kemiskinan ini. Salahsatu yayasan yang concern terhadappemberdayaan masyarakat ini adalahYayasan Pemberdayaan MasyarakatMustadh’afin (Peramu), dengan mem-bentuk Baytul Maal (BM) Bogor YayasanPeramu berupaya melakukan pember-dayaan ekonomi bagi masyarakat miskindengan memanfaatkan dana Zakat,Infak, dan Shadakah (ZIS) melalui Pro-gram Ikhtiar. Program Ikhtiar meru-pakan program pendayagunaan dana ZISberbasis pemberdayaan ko-munitas yangdilakukan melalui pela-yanan keuanganmikro. Sasaran program ini adalah kaumperempuan dari keluarga yang ber-penghasilan rendah tetapi masih me-miliki potensi ekonomi produktif.

Program Ikhtiar terus mengalamipeningkatan yang cukup pesat, baik darisisi jumlah anggota maupun jumlahdana ZIS yang dikelola. Sejak pertamakali dijalankan pada tahun 1999, danaZIS yang disalurkan kepada masyarakat

hingga tahun 2008 mencapai Rp 7,4milyar, sedangkan anggota yang meng-gunakan dana tersebut berjumlah 5.115orang (Baytul Maal Bogor, 2007). Dariketerangan tersebut dapat diketahuistrategisnya peran Program Ikhtiardalam pemberdayaan ekonomi masya-rakat miskin di kawasan Bogor, makadari itu kajian guna meng-identisifikasidan menganalisis pelak-sanaan programIkhtiar penting untuk dilakukan.

Penelitian Program Ikhtiar tidakhanya menarik karena program ini telahberumur 10 tahun lebih dan memilikipotensi untuk meningkatkan pendapatanmustahiq (masyarakat miskin), tetapijuga melibatkan dana zakat yang di-salurkan secara produktif dalam me-lakukan pemberdayaan fakir dan miskin,yang merupakan bagian dari 8 ashnafyang berhak menerima zakat. Dengandemikian secara garis besar penelitianini ditujukan untuk melihat danmembuktikan bahwa program Ikhtiarmemiliki pengaruh yang signifikandalam upaya membantu pengentasankemiskinan khususnya di wilayah KotaBogor dan sekitarnya.

METODOLOGI

Pada penelitian ini, data yang di-gunakan dalam bentuk data primer dandata sekunder. Data primer di-dapatkandari hasil wawancara responden, res-ponden yang diambil adalah anggotayang telah melakukan pengajuan dana

Tahun Total Pendapatan Daerah (JutaRupiah) Pertumbuhan (%)

2001 232.806,152002 289.468,15 24,342003 363.218,33 25,482004 398.659,59 9,762005 447.504,94 12,252006 589.273,20 31,682007 707.545,38 20,07

47 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 44-56

melalui Program Ikhtiar dan sebagaikontrol diwawancara rumah-tangga yangtidak mengikuti program. Sedangkandata sekunder diperoleh dari BadanPusat Statistik, Pemerintah DesaSukadamai dan Desa Ciaruteun Ilir,Koperasi Baytul Ikhtiar, serta literatur-literatur lainnya seperti buku, jurnal,artikel maupun informasi lain.

Kemiskinan merupakan masalahfundamental yang banyak dialami olehnegara-negara berkembang. Berbagaimacam cara telah digunakan baik olehpemerintah sebagai (policy maker)maupun pihak swasta atau LSM untukmenanggulangi masalah kemiskinan ter-sebut. Salah satu program YayasanPemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin(Peramu) terkait masalah ini adalah de-ngan membuat dan menjalankan Pro-gram Ikhtiar. Pada penelitian ini, akandibahas lebih dalam bagaimana pe-ngaruh Program Ikhtiar terhadap tingkatkesejahteraan masyarakat miskin (mus-tahiq). Menurut Sen dalam Sowwan(2008), perhitungan ukuran kemiskinanyang baik harus memiliki beberapakarakteristik, yaitu :

a) Aksioma fokus (focus axiom), yangmenyatakan bahwa ukuran kemis-kinan harus mengabaikan infor-masi yang berhubungan denganpendapatan individu yang tidakmiskin. Dengan kata lain, aksiomafokus melihat/mengukur tingkatkemiskinan tidak dengan mem-bandingkan tingkat pendapatanorang miskin dengan orang yangmemiliki pendapatan yang berka-tegori tidak miskin.

b) Aksioma kesamaan (monotonicityaxiom), menyatakan bahwa sebuahukuran kemiskinan akan me-ningkat ketika pendapatan individumiskin menurun, begitu juga se-baliknya. Pada aksioma ini, di-ukurtingkat kemiskinan dengan caramelihat korelasi antara indeksdengan jarak orang miskin terha-dap garis kemiskinan.

c) Aksioma transfer (transfer axiom),menyatakan bahwa keparahankemiskinan dapat dilihat daritingkat pendistribusian pendapatanantara mereka. Jika tingkatpendistribusian tidak merata atautimpang, maka tingkat keparahankamiskinan dikatakan tinggi, dansebaliknya.

Untuk mengetahui berapa besartingkat aksioma tersebut, dalam pe-nelitian ini akan digunakan FGT Index(Foster, Greer and Thorbecke, 1984).Indikator yang diukur adalah headcountratio, poverty depth index, dan severityindex. Rumus dasar FGT Index adalahsebagai berikut :

Karena α = 0, maka persamaan berubahmenjadi :

Dimana: H = headcount ratioq = jumlah orang yang berada

dibawah garis kemiskinann = jumlah observasi

Penggunaan headcount ratio pa-da penelitian ini bertujuan untuk meng-analisis jumlah orang miskin yang dapatdikurangi melalui pendayagunaan danazakat melalui Program Ikhtiar. Semakinkecil nilai headcount ratio meng-gambarkan bahwa jumlah rakyat miskinsemakin sedikit. Pengukuran kemiskinandengan menggunakan head-count ratiotelah memenuhi aksioma fokus, namuninformasi kemiskinan yang diberikanmasih sangat terbatas karena tidak bisamemberikan informasi seberapa miskinorang miskin yang diteliti (aksioma

Nunung Nuryartono, Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Akses Terhadap Lembaga Keuangan 56

kesamaan), serta dengan headcountratio belum bisa mengidentifikasi aspekdistribusi pendapatan diantara masya-rakat miskin (aksioma transfer), makadari itu diperlukan analisis povertydepth index (indeks kedalaman kemis-kinan) yang menunjukkan aksiomakesamaan dan severity index (indekskeparahan kamiskinan) yang menun-jukkan aksioma transfer, untuk bisameutupi kekurangan pada alat analisisheadcount ratio.

POVERTY DEPTH INDEX (IND-EKS KEDALAMAN KEMISKINAN)

Poverty Depth Index merupakanalat analisis yang dapat menunjukkankedalaman kemiskinan, maksudnya de-ngan poverty depth index dapat me-nunjukkan seberapa besar kesenja-ngan/selisih pendapatan orang miskindengan standar garis kemiskinan, se-hingga dapat digambarkan seberapamiskin orang miskin yang diobservasi.Sama seperti headcount ratio, semakinkecil nilai Poverty Depth Index semakinkecil pula jarak antara pendapatan orangmiskin tersebut dengan garis kemis-kinan. Dengan kata lain, jika nilai indeksini kecil, maka keadaan orang miskinyang diobservasi kondisi pendapatannyalebih baik. Indeks kedalaman kemis-kinan merupakan bagian dari pengu-kuran FGT Index ketika α = 1. Jadi, samaseperti halnya headcount, persamaanyang dibuat merupakan turunan dariformula FGT Index :

karena nilai α = 1, maka persamaannyamenjadi :

Dimana : P1 = indeks kedalamankemiskinan

n = jumlah observasiq = jumlah orang yang berada dibawah garis

kemiskinanz = garis kemiskinanyi = pendapatan orang miskin ke-i

Analisis kemiskinan dengan mo-del ini digunakan untuk mengetahuiseberapa besar tingkat kedalaman ke-miskinan objek yang diobservasi sertadapat diketahui pula aksioma fokus dankesamaan. Tetapi dengan alat analisis inibelum dapat memenuhi aksioma trans-fer, maka dari itu diperlukan alat analisislain yaitu indeks keparahan kemiskinan(severity index) agar dapat memenuhiaksioma transfer tersebut.

SEVERITY INDEX (INDEKS KEPA-RAHAN KEMISKINAN)

Severity index merupakan alatanalisis yang dapat menggambarkan ke-timpangan yang terjadi antara orangmiskin yang diobservasi. Sama sepertikedua alat analisis lainnya, semakin kecilnilai indeks keparahan kemiskinan,semakin kecil juga ketimpangan pen-dapatan yang terjadi. Dengan kata lain,distribusi pendapatan antara merekadapat dikatakan merata. Indeks kepa-rahan kemiskinan merupakan bagiandari FGT Index ketika α = 2, makaformula dapat ditulis dengan turunanpersamaan FGT Index, yaitu :

Karena nilai α = 2, maka persamaannyamenjadi :

Dimana: P2 = Indeks keparahankemiskinan

n = jumlah observasiq = jumlah orang yang ada dibawah garis

kemiskinanz = garis kemiskinanyi = pendapatan orang miskin ke-i

49 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 44-56

Indeks keparahan kemiskinan inidigunakan untuk memenhi tidak hanyaaksioma fokus dan aksioma persamaansaja, tetapi juga dapat memenuhiaksioma transfer. Sehingga alat analisisini dapat dikatakan lebih konprehensifdibandingkan dengan headcount ratiodan poverty depth index.

PENENTU RUMAH TANGGA BER-PARTISIPASI DALAM PROGRAMIKHTIAR

Dalam menganalisis faktor-faktoryang menjadi penentu rumahtanggadalam mengakses lembaga keuangansemiformal, dalam hal ini Program Ikh-tiar digunakan metode analisis deskriptifmaupun statistik. Analisis deskriptifdilakukan untuk menjelaskan data-datayang didapatkan terkait dengan pe-nyebab kendala akses rumah-tanggaterhadap Program Ikhtiar. Sementaraitu, analisis statistik digunakan untukmelihat faktor-faktor apa saja yangsebenarnya menjadi penyebab darikendala rumahtangga dalam mengaksesprogram tersebut.

Gujarati (2004) mengatakanbahwa untuk menduga faktor-faktoryang menjadi penyebab kendala aksesrumahtangga terhadap Program Ikhtiardianalisis dengan menggunakan modelregresi logit yang dapat ditulis denganpersamaan berikut:

Pi = E(Y = 1 | Xi) = β1 + β2 Xi ……………(8)

Dimana Xi adalah variabel yang didugamempengaruhi akses rumahtangga ter-hadap pinjaman Program Ikhtiar dan Y= 1 adalah rumahtangga yang dapatmenjangkau Program Ikhtiar. Persa-maan diatas dapat ditulis denganpersamaan berikut :

Untuk lebih mudah, persamaan dapatditulis sebagai berikut:

Dengan Zi = β1 + β2 Xi

Jika Pi adalah rumahtangga yangdapat mengakses Program Ikhtiar, maka(1 - Pi) dapat diketahui melauipersamaan berikut:

dimana:Pi = Proses peminjaman KreditPi = 1, jika dapat mengakses Program

IkhtiarPi = 0, jika tidak dapat mengakses

Program IkhtiarX1 = Status PernikahanX2 = PendidikanX3 = Tingkat UsiaX4 = Tingkat usia (kuadrat)X5 = Jumlah TanggunganX6 = Jumlah Pengeluaran per bulanX7 = Jenis PekerjaanX8 = Pekerjaan Pasangan

Hubungan antara peubah bebasdan peubah tidak bebas dalam logisticregression model dapat dilihat oleh oddsratio. Nilai odds ratio menunjukkan per-bandingan peluang Pi=1 dan Pi=0. Nilaiini didapat dari perhitungan ekspo-nensial dari koefisien estimasi (ß) atauexp (ß).

PERBANDINGAN FGT INDEKS

Hasil pengolahan data merupakanperbandingan pendapatan masing-masingrumahtangga sebelum dan sesudah merekamengikuti program. Headcount ratio (H),poverty depth index (P1) dan severity index(P2) merupakan alat analisis yang digu-nakan dalam mengidentifikasi hal tersebut.

Nunung Nuryartono, Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Akses Terhadap Lembaga Keuangan 56

Tabel 2. Indeks Kemiskinan Rumah tangga Miskin Sebelum dan Setelah Program Ikhtiar

a. Headcount Ratio (H)

Hasil pengolahan data menun-jukkan bahwa setelah mengikutiProgram Ikhtiar, headcount ratio (H)atau jumlah orang miskin sebagaipersentase dari populasi yang diob-servasi mengalami penurunan dari 0,92menjadi 0,77. Dengan kata lain, jumlahrumahtangga yang masuk kategorimiskin berkurang dari 92 persenmenjadi 77 persen setelah mengikutiProgram Ikhtiar. Hal ini menunjukkanbahwa terjadi perubahan yang cukupsignifikan pada pendapatan rumah-tangga miskin setelah mengikutiprogram tersebut. Dari hasil penelitian,dari 60 responden anggota ProgramIkhtiar terdapat 55 orang yang masukkategori rumahtangga miskin, namunsetelah mengikuti program Ikhtiarjumlahnya berkurang menjadi 46 orang.

Namun jika diteliti lebih dalam,perubahan pendapatan rumahtanggamiskin anggota Program Ikhtiar tidakterlalu besar. Hal ini disebabkan olehmasih adanya pinjaman yang digunakanuntuk non-modal usaha, terdapatbanyak rumahtangga yang meminjamdana dari program untuk keperluansehari-hari seperti kebutuhan pangan,selain itu pinjaman banyak jugadigunakan untuk merenovasi rumahpeminjam. Dari data yang diperoleh,dari 60 responden terdapat 28 orangyang mengalokasikan sebagian pinja-mannya untuk keperluan renovasirumah, dan sebanyak 16 orang yangmengalokasikan sebagian pinjamannyauntuk kebutuhan pangan dan kesehatan.Selain digunakan untuk renovasi rumahdan kebutuhan pangan, ada beberapa

responden anggota program yangmengalokasikan pinjamannya untukbiaya pendidikan keluarga.

Pinjaman program dalam bentukbiaya pendidikan ini tidak dapat di-hitung dampak dan pengaruhnya dalamjangka pendek, karena biaya pendidikanmerupakan salah satu bagian dari in-vestasi jangka panjang. Maka dari itu,pinjaman rumahtangga miskin anggotaProgram Ikhtiar dalam bentuk pinjamanbiaya pendidikan tidak terlalu signifikanberpengaruh terhadap perubahan pen-dapatan anggota program dalam jangkapendek, namun dampaknya akan lebihterasa dalam jangka panjang.

b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Alat analisis kedua yang di-gunakan dalam penelitian ini adalahindeks kedalaman kemiskinan (depthpoverty index). Dengan alat analisis inidapat diketahui pengaruh pinjamanProgram Ikhtiar terhadap perubahanrata-rata pendapatan rumahtangga mis-kin pada garis kemiskinan. Jika terjadipenurunan, angka indeks, berarti penda-patan rata-rata rumahtangga miskincenderung mendekati standar gariskemiskinan. Sebaliknya, jika terjadipeningkatan pada indeks kedalaman ke-miskinan maka itu berarti tingkat pen-dapatan rata-rata rumahtangga miskinyang mengikuti program semakinmenjauh dari standar garis kemiskinan.Indeks kedalaman kemiskinan dalampenelitian ini mengalami penurunan dari0,36 menjadi 0,24.

Ini menunjukkan bahwa denganadanya pinjaman Program Ikhtiar, pen-dapatan rata-rata rumahtangga miski

Indikator kemiskinan Sebelum Program Ikhtiar Setelah Program IkhtiarH 0,9167 0,7667P1 0,3579 0,2393P2 0,1776 0,1036

Nunung Nuryartono, Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Akses Terhadap Lembaga Keuangan 56

cenderung meningkat mendekati gariskemiskinan. Dengan kata lain, kesen-jangan yang terjadi antara pendapatanrata-rata rumahtangga miskin dengangaris kemiskinan cenderung lebih kecildibandingkan sebelumnya.

Dari hasil penelitian yangdiperoleh, nilai rata-rata pendapatanrumahtangga miskin secara keseluruhanpada awalnya sebanyak Rp. 639521,2meningkat menjadi Rp. 721638,9 sete-lah mengikuti Program Ikhtiar. Jikadilihat dari persentase perubahan pen-dapatan rata-rata rumahtangga miskin,peningkatan pendapatan rata-rata ru-mahtangga miskin yang terjadi setelahmengikuti program Ikhtiar adalah se-besar 11,38 persen. Perubahan ini bisalebih optimal jika alokasi dana yangdiperoleh dari Program Ikhtiar digu-nakan seutuhnya untuk pembiayaanproduktif.

c. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwaindeks keparahan kemiskinan (severityindex) menurun dari 0,18 menjadi 0,10.Hal ini menunjukkan bahwa distribusipendapatan antar rumahtangga miskinlebih merata dibandingkan sebelummereka mengikuti Program Ikhtiar.Sehingga, dengan adanya distribusipinjaman yang lebih merata menye-babkan lebih meratanya pendistribusianpendapatan diantara anggota.

Membaiknya tingkat pendis-tribusian pendapatan ini disebabkanoleh terbukanya akses rumahtangga mis-kin terhadap lembaga keuangan dalam

hal ini adalah Program Ikhtiar. Jang-kauan program ini lebih baik jikadibandingkan dengan lembaga keuanganbaik formal maupun informal, initerbukti dengan adanya fasilitas pe-minjaman di kawasan yang sulit aksestransportasi bahkan kendaraan rodadua.

RUMAHTANGGA NON-ANGGOTAPROGRAM

Untuk mengetahui lebih akuratpengaruh Program Ikhtiar dalam me-rubah indikator kemiskinan rumah-tangga miskin, dalam penelitian ini jugadilakukan analisis indikator kemiskinanterhadap responden pembanding/kon-trol (responden yang tidak mengikutiprogram ikhtiar). Analisis ini dilakukanguna mengetahui apakah penurunan ke-tiga indeks yang terjadi pada respondenanggota program juga dialami olehresponden kontrol. Jika terjadi pe-nurunan indikator pada respondenkontrol, maka dapat disimpulkan bahwasecara keseluruhan pendapatan masya-rakat desa penelitian mengalami pe-ningkatan. Dengan kata lain, bukanhanya Program Ikhtiar saja yangmenjadi penyebab meningkatnya pen-dapatan rumahtangga, tetapi ada faktoreksternal lain yang menjadi penentuutama perubahan indikator kemiskinantersebut.

Hasil pengolahan data penda-patan rumahtangga kontrol yang di-analisis menggunakan FGT Indeks dapatdilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Indeks Kemiskinan Rumahtangga Miskin Kontrol

indikator kemiskinan Sebelum Program Ikhtiarmasuk desa

Setelah Program Ikhtiarmasuk desa

H 1 1P1 0,474 0,472P2 0,261 0,264

Nunung Nuryartono, Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Akses Terhadap Lembaga Keuangan 56

a. Headcount Ratio (H)

Dari hasil pengolahan data res-ponden kontrol, kondisi headcount ratiotidak mengalami perubahan. Hal inimengindikasikan bahwa keadaan eko-nomi rumahtangga miskin yang tidakmengikuti Program Ikhtiar tidak be-rubah, pendapatan mereka tetap beradadi bawah standar garis kemiskinan.Tingkat pendapatan yang relatif samaantara dua periode ini disebabkan olehtidak adanya perubahan jenis matapencaharian mereka selama dua periodetersebut sehingga pendapatan pun tidakberubah. Sebagian responden yang be-kerja dalam sektor perdagangan puntidak berubah pendapatannya karenatidak punya cukup modal untuk me-ngembangkan modal usaha.

Pada responden kontrol, jumlahrumahtangga yang pendapatannya diba-wah garis kemiskinan tidak berubah jikadihitung dari awal periode ProgramIkhtiar masuk desa sampai saat ini,sama-sama berjumlah 60 orang.

b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Berbeda dengan headcount ratio,indeks kedalaman kemiskinan padaresponden kontrol mengalami penu-runan yaitu dari yang semula sebesar0,474 berubah menjadi 0,472, namunperubahan yang terjadi sangat kecil. Halini mengindikasikan bahwa terjadi pe-ningkatan pendapatan rata-rata rumah-tangga non-anggota sehingga pen-dapatan rata-rata rumahtangga merekamendekati angka garis kemiskinan,namun perubahan pendapatan rata-ratarumahtangga relatif kecil jika diban-dingkan dengan rumahtangga anggota.Dari hasil pengolahan data, dapatdisimpulkan bahwa secara umum pen-dapatan rata-rata masyarakat DesaSukadamai dan Desa Ciaruteun Ilir baikanggota program maupun non-anggota

mengalami peningkatan. Sehingga dapatdikatakan bahwa ada faktor eksternalselain Program Ikhtiar yang menjadipenyebab kenaikan pendapatan rata-ratatersebut.

Meski demikian, penurunan in-deks kedalaman kemiskinan anggotaprogram lebih besar dibandingkan de-ngan indeks non-anggota. Ini berartidengan mengikuti Program Ikhtiar pen-dapatan rata-rata rumahtangga me-ngalami peningkatan yang lebih besardibandingkan dengan penigkatan ru-mahtangga yang tidak mengikuti pro-gram.

c. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Jika ditinjau dari indeks kepa-rahan kemiskinan, terjadi kenaikanangka indeks dibandingkan denganperiode sebelum Program Ikhtiar masukke masing-masing desa, yaitu dari0,2613 menjadi 0,2642. Peningkatanangka pada indeks ini menunjukkanterjadinya distribusi pendapatan rumah-tangga miskin yang tidak mengikutiProgram Ikhtiar, berbanding terbalikdengan rumahtangga anggota yang notabene distribusi pendapatannya lebih me-rata. Sehingga dapat disimpulkan bahwaperan Program Ikhtiar cukup besar bagidistribusi pendapatan masyarakat DesaSukadamai dan Desa Ciaruteun Ilir.

ANALISIS PARTISIPASI DALAMPROGRAM IKHTIAR

Analisis faktor-faktor penenturumahtangga dalam berpartisipasi danmengakses program Ikhtiar menjadipenting untuk dilakukan agar dapatmengetahui karakteristik rumah tanggayang mengikuti sekaligus sebagai bagianproses kebijakan selanjutnya. Tabel 4menunjukkan hasil selengkapnya darianalis yang menggunakan model Logit.

53 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 44-56

Tabel 4. Hasil Analisis Logit Faktor Penentu Partisipasi Rumah Tangga dalam Program Ikhtiar.

Variabel

Dependent : partisipasi program Peramu(Dummy variabel,

1 = berpartisipasi,

0 = tidak berpartisipasi)

Coeff Odd ratio

Independent variabelStatus pernikahan (dummy variabel, 1 =menikah, 0= lainnya 1.556 (1.073)** 1.1

Pendidikan -0.399 (0.442) 1.000Jumlah tanggungan 0.087 1.053Usia -0.152 (0.118)** .997Usia2 0.001 (0.001) .999Pekerjaan (dummy, 1= berdagang, 0 =lainnya) 0.263 (0.604) 1.797

Pekerjaan Pasangan (dummy, 1= berdagang,0 = lainnya 0.283 (0.572) 1.888

Pengeluaran 6.15-06(1.37-06)* 1.1Ket : angka dalam kurung adalah standard error*, ** dan *** = nyata pada taraf nyata 1, 15 dan 20 persen

Terdapat beberapa variabel yangberpengaruh signifkan yang menjadipenentu dalam berpartisipasi programIkhtiar.

Parameter penduga dummy statusmenikah memiliki hubungan positif ter-hadap akses terhadap Program Ikhtiar,parameter ini signifikan pada taraf nyatapersen 15 persen. Nilai odds ratio padaparameter penduga dummy status per-nikahan anggota adalah 1.000. artinyajika anggota program berstatus menikahmaka peluang anggota dalam men-jangkau Program Ikhtiar adalah 1.1 kalidari calon anggita yang memiliki statusbelum menikah atau janda. Dari hasilpengolahan data, dapat dijelaskan bahwarumahtangga yang berstatus menikahmemiliki peluang lebih besar mengaksespinjaman Program Ikhtiar dibandingkanrumahtangga yang berstatus janda. Halini terjadi karena adanya anggapan bah-wa resiko pengembalian pinjamanrumah-tangga yang memiliki statusmenikah lebih kecil dibandingkan de-ngan para janda.

Parameter penduga kategoritingkat pendidikan memiliki hubungannegatif terhadap akses terhadap ProgramIkhtiar, namun tidak signifikan. Pinja-

man program yang disalurkan kepadarumahtangga tidak dipengaruhi olehtingkat pendidikan masyarakat itu sen-diri, artinya peluang rumahtangga yangtingkat pendidikannya rendah dalammengakses pinjaman sama dengan pe-luang rumahtangga yang memiliki ting-kat pendidikan yang relatif lebih tinggi.

Parameter penduga tingkat usiamemiliki hubungan negatif terhadapproses peminjaman Program Ikhtiar,signifikan pada taraf nyata persen 20persen. Nilai odds ratio pada parameterpenduga tingkat usia anggota adalah0,997, artinya jika usia bertambah satutahun maka peluang rumahtangga ter-sebut dalam menjangkau dan mengaksespeminjaman Program Ikhtiar adalahberkurang 0,997 kali daripada peluangtidak dapat menjangkau program ini,atau dengan kata lain peluang untukmengakses Program Ikhtiar lebih kecil.Hal ini tentunya berkaitan dengan usiaproduktif seseorang. Dengan usia yangmasih produktif dan memiliki kegiatanusaha/ekonomi, maka yang bersang-kutan memiliki kesempatan yang lebihbaik dalam mengembalikan dana yangdipinjam.

Nunung Nuryartono, Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Akses Terhadap Lembaga Keuangan 56

Sebagai variabel kontrol dalamusia,maka digunakan variabel usia yangdikalikan dengan variabel usia itusendiri. Namun demikian variabel ini ti-dak nyata dalam rumah tangga mengi-kuti proram Ikhtiar

Parameter penduga selanjutnyaadalah jumlah tanggungan namun tidaksignifikan pada taraf nyata 10 persen.Sama halnya dengan tingkat pendidikandan tingkat usia, peluang rumahtanggayang memiliki banyak tanggungan samadengan rumahtangga yang hanya me-miliki sedikit tanggungan.

Variabel penting sebagai proxykesejahteraan adalah pengeluaran ru-mahtangga. Pengeluaran rumah-tanggamemiliki pengaruh yang signifikan,dengan taraf nyata sebsar 1 persen.Rumah tangga yang relatif me-milikipengeluran lebih tinggi memiliki peluanglebih besar untuk dapat meng-aksesprogram Ikhtiar. Program Ikhtiarmemang diarahkan untuk rumah tanggamiskin,namun demikian tetap memilikipendapatan dari usaha sendiri maupaunbekerja di tempat lain.

Semantara itu variabel pekerjaandari kepala rumahtangga dan pa-sangannya tidak memiliku pengaruhyang nyata dalam menentukan aksesterhadap program Ikhtiar. Dengan de-mikian dapat dimaknai bahwa bagi calonrumahtangga yang akan berpartisipasisecara prinsip tidak akan ada prosesscreening berdasarkan pekerjaan yangditekuni.

Diskusi dan Kesimpulan

Program Ikhtiar yang dijalankanoleh yayasan Peramu sebagai salah satubagian dari Lembaga Keuangan Mikrosemi formal telah mampu memberikankontribusi positif dalam upaya mem-bantu pemerintah untuk meningkatkanakses terhadap permodalan dan juga jasapelayanan keuangan. Secara lebih khu-sus hasil penelitian ini mengkonfirmasihasil-hasil tersebut sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini, dapat di-ketahui bahwa terjadi penurunanpada semua angka indikatorkemiskinan rumah-tangga ang-gota Program Ikhtiar, baik itupada headcount ratio, povertydepth index, dan severity index.Nilai headcount ratio yang cen-derung turun menunjukkan ter-jadinya penurunan jumlah ru-mahtangga miskin yang berada dibawah standar garis kemiskinan,yaitu yang semula berjumlah 55orang menjadi 46 orang. Demi-kian pula dengan poverty depthindex, penurunan indeks ini me-nunjukkan terjadinya pening-katan pendapatan rata-rata ru-mahtangga miskin sehingga cen-derung mendekati garis kemis-kinan. Dan terakhir severityindex, penurunan indeks me-nunjukkan adanya distribusi pen-dapatan antar rumahtangga mis-kin yang lebih merata diban-dingkan sebelum mereka me-ngikuti Program Ikhtiar.

2. Pada responden kontrol, penu-runan indikator kemisikinan ha-nya terjadi pada poverty depthindex, sedangkan untuk head-count ratio tidak terjadi peru-bahan sama sekali, bahkan padaseverity index, angka indeks ke-miskinan mengalami peningka-tan. Hal ini menunjukkan bahwapendapatan rumahtangga yangtidak mengikuti Program Ikhtiartidak mengalami perubahan yangberarti, bahkan distribusi pen-dapatan antar rumahtangga mis-kin cenderung lebih tidak merata.

3. Mekanisme dalam menjangkaucalon anggota yang diterapkan diprogram Ikhtiar memiliki ke-unikan, proses screening denganmenerapkan pertemuan MajelisMinggon memberikan kesem-patan kepada setiap anggota mas-yarakat untuk mengikuti program

71 Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 60 - 75

55 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 44-56

Ikhtiar. Hal ini secara tidaklangsung terlihat dari hasil ana-lisis faktor penentu rumahtanggamengikuti program Ikhtir In-dikator kesejahteraan masih tetapdiperlukan sebagai salah satuupaya untuk bisa menjadikankepercayaan bahwa calon anggotamemiliki peng-hasilan yang ke-mudian dapat digunakan sebagaibagian dari cicilan pinjaman.

Daftar Pustaka

Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dariTeori ke Praktik. Jakarta: GemaInsani.

Badan Pusat Statistik. 2009. “Jumlahdan Persentase Penduduk Miskindi Indonesia Menurut Daerah,1996-2008”. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2008.“Total Pendapatan Daerah KotaBogor Tahun 2001-2007”. BogorBPS Kota Bogor.

Baswir, Revrisond. 1997. “AgendaEkonomi Kerakyatan”. Yogya-karta: Pustaka Pelajar.

Baytul Maal Bogor. 2007. ”InovasiPemberdayaan Masyarakat MiskinMelalui Pendekatan Agama (StudiKasus Pengembangan ProgramIkhtiar oleh Baytul Maal Bogor)”.Bogor: Warta Gubernur, 2: 48-68.

Chamber, Robert. 1983. RuralDevelopment. London: Puttingthe last First, Longman.

Dowla, Asif dan Barua, Dipal. 2006. ThePoor Always Pay Back.Connecticut: Kumarian Press.

Foster, J., J. Greer, dan E. Thorbecke.1984. Notes and Comments: AClass of Decomposable PovertyMeasure. Econometrica, 52 (3):761-766.

Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics,Fourth Edition. McGraw Hill,New york.

Hafidhuddin, Didin. 1998. PanduanPraktis tentang Zakat InfakSedekah. Jakarta: Gema InsaniPress.

Handayani, Ning. 2004. Peran DanaKukesra dalam MeningkatkanPendapatan Usaha AnggotaKelompok Uppks di DesaTawangsari kecamatan TerasKabupaten Boyolali. Surakarta:Surakarta: Program PascasarjanaUniversitas Muhammadiyah.

Ismawan, Bambang. “Peran LembagaKeuangan Mikro dalam OtonomDaerah”.www.jurnalekonomirakyat.org.

Ismawan, Bambang. Peran LembagaKeuangan Mikro. Journal ofIndonesia Economy andBusiness. Yogyakarta : PenerbitFakultas Ekonomi UGM, 2003.

Jhingan, M.L. 2004. EkonomiPembangunan dan Perencanaan.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Kashmir. 2005. Bank dan LembagaKeuangan Lainnya EdisiKeenam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Kuncoro, Mudrajat. 2000. TeoriMasalah dan Kebijakan.Yogyakarta: Penerbit UPP AMPYKPN.

Kuncoro, M. 2008. Grameen Bank danLembaga Keuangan Mikro.http://www.mudrajad.com/upload/Garameen_bank%20&%20lemb%20kekeuang%20mikro.pdf [1Juni 2010]

Maulana, Erwin. 2008. Dampak KreditMikro terhadap Kemiskinan :Studi Kasus LPP UMKMKabupaten Tangerang. Jakarta :

Nunung Nuryartono, Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Akses Terhadap Lembaga Keuangan 56

Program Sarjana EkonomiUniversitas Indonesia Jakarta.

Meylani, Wina. 2009. Analisis PengaruhPendayagunaan Zakat, Infak danSadaqah Sebagai Modal KerjaTerhadap Indikator Kemiskinandan Pendapatan Mustahiq[Skripsi]. Bogor: InstitutPertanian Bogor.

Nasution, et al. 2008. Indonesia Zakatdan Development Report 2009.Depok : CID.

Nuryartono, Nunung. 2010. LembagaKeuangan Mikro : Solusi untukMengatasi PersoalanPengangguran dan Kemiskinan.Bogor: Unpublish.

Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. 2010.Laporan Monografi DesaCiaruteun Ilir. Bogor: PemerintahDesa Ciaruteun Ilir.

Pemerintah Desa Sukadamai. 2010.Laporan Monografi DesaSukadamai. Bogor: PemerintahDesa Sukadamai.

Rahmawati, Irma. 2005. AnalisisDampak Pendistribusian ZakatMelalui Kredit TerhadapPendapatan Mustahiq (Studi KasusProgram Masyarakat MandiriDompet Dhuafa) [Skripsi]. Bogor:Institut Pertanian Bogor.

Solihin, Tasliman. 2005. EvaluasiProyek PenanggulanganKemiskinan di Perkotaan (P2KP)dalam Rangka PemberdayaanMasyarakat : Kelurahan AbadiJaya, Kecamatan Sukajaya, KotaDepok Provinsi Jawa Barat

[Tesis]. Bogor: Institut PertanianBogor.

Sowwan, M. 2008. PengaruhInfrastruktur terhadapKemiskinan di Indonesia:Analisis Data Panel 1990-2004[Skripsi]. Depok: UniversitasIndonesia.

Sugiyarto, Guntur. 2007. PovertyImpact Analysis Selected toolsand Application. ADB Avenue.Philippines: Mandaluyong City.

Sumarto, et al. 2007. PredictingHousehold Poverty Status inIndonesia. ADB RegionalTechnical Assistance No. 6073Report. Unpublished. Manila:ADB.

Tampubolon, Joyakin. 2006.Pemberdayaan Masyarakatmelalui Pendekatan Kelompok :kasus PemberdayaanMasyarakat Miskin MelaluiPendekatan Kelompok UsahaBersama [Disertasi]. Bogor:Institut Pertanian Bogor.

Yunus, Muhammad. 2007. Bank KaumMiskin. Jakarta: Marjin Kiri.

World Bank. 2000. World DevelopmentReport 2000/2001: AttackingPoverty. New York: OxfordUniversity Press. Available:http://www.worldbank.org/poverty/health/data/ index.htm.

Zeller, M and Richard L. Meyer.2002.The Triangle of Microfinance“Financial Sustainability,Outreach, and Impact”. JohnLondon: Hopkins University Press.

Pridma Gusti adalah Mahasiswa Pasca Sarjana S2 Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas AndalasJafrinur dan Nofialdi adalah Dosen Pasca Sarjana S2 Ilmu Ekonomi Pertanian Fakultas PertanianUnand

KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA TERNAK SAPI POTONGPADA PROGRAM SARJANA MEMBANGUN DESA (SMD)

TERHADAP PENDAPATA RUMAHTANGGA PETERNAK DIKABUPATEN PESISIR SELATAN

Pridma Gusti, Jafrinur, Nofialdi

Abstract: This study aims to: (1) describe the profile farming of beef cattle on SMDprogram at the South Coastal District, (2) determine the amount of revenue from theprogram farming cattle ranchers SMD obtained, and (3) determine the amount ofdonations (contributions) income from beef cattle in the SMD program on householdincome farmers in the South Coastal District. The number of research samples are 72farmers. The dataprimary and secondary data was used in this research. The datawere analyzed qualitatively and quantitatively. The results showed that farmingprofile SMD beef cattle in the program include: the implementation of the SMDprogram at the South Coastal District has not been based on criteria such astechnical instructions SMD assistance which has not been performing its duties andfunctions set out in the technical guidance of SMD. In addition, technical applicationof beef cattle in maintenance farming SMD program based on the five farming. Theaverage income from beef cattle farming SMD program is Rp 4,696,304, -/farmer/year with R / C ratio of 1.63. Contribution is equal to 23,64 percent of totalhousehold income, including rancher and typology sideline business.

Kata Kunci: Pendapatan, Rumah Tangga Peternak, Usaha ternak sapi Potong,Program SMD.

Pendahuluan

Dinas Peternakan Provinsi Sum-bar (2010) melaporkan bahwa populasisapi potong di Sumbar meningkat dalambeberapa tahun terakhir (+4,23 % pertahun), sementara itu jumlah pemo-tongan meningkat (+6,38 % per tahun).Dimana besarnya peningkatan jumlahpemotongan tidak diimbangi denganpeningkatan populasi. Kesen-jangan inidiperkirakan akan terus berlanjut ditahun-tahun mendatang. Untuk menga-tasi kesenjangan ini diperlukan imporsapi potong dalam jumlah yang cukupbesar, volume impor yang cukup besarini kedepan perlu dicermati dan dian-tisipasi agar ketergantungan impor bisaberkurang. Berbagai upaya telah dila-kukan oleh pemerintah untuk meresponsituasi ini, seperti melalui programSwasembada Daging 2014 yakni meni-

ngkatkan produksi daging sapi dalamnegeri sebesar 90-95 persen (DitjenPeter-nakan, 2005) dan Percepatan Pen-capaian Swasembada Daging Sapi danKerbau 2014 (Ditjen Peternakan, 2009).Program ini pada intinya mengupayakanpeningkatan produksi daging dalam ne-geri untuk mengatasi kesenjangan antarapermintaan dan penawa-ran, akan tetapihasil yang diperoleh belum signifikan.

Dalam rangka pencapaian Swa-sembada Daging Sapi 2014, penyediaanakan ternak sapi dalam negeri sangat po-tensial untuk ditingkatkan. Namun, yangmenjadi permasalahan peternak dalammeningkatkan populasi ternak sapi ada-lah keterbatasan modal yang dimiliki pe-ternak untuk meningkatkan skala usahaserta keterampilan peternak dalam pena-nganannya dirasakan belum optimal da-lam hal peningkatan produksi dan pro-duktivitasnya. Untuk itu Direktorat Jen-

Pridma Gusti, Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong Pada Program SMD terhadap Pendapatan Rumah TanggaPeternak di Kabupaten Pesisir Selatan 63

dral Peternakan melaksanakan suatuprogram yaitu Sarjana Membangun Desa(SMD), dengan cara pem-berian kreditmurah jangka panjang dan atau modalabadi (dalam bentuk bantuan sosial) daripemerintah pusat, pemerintah provinsi,atau peme-rintah daerah kepada kelom-pok peternak yang dimotori oleh pe-ternak berpendidikan (minimal Sarja-na/D3 Peternakan /Keswan) yang dipilihberda-sarkan krite-ria tertentu (DitjenPeter-nakan, 2010).

Adapun perumusan masalah yangdi maksud adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana profil usaha ternak sapipotong pada program SMD diKabupaten Pesisir Selatan

2. Berapa besarnya pendapatan yangdiperoleh peternak program SMDdari usaha ternak sapi potong ya-ngdilakukan di Kabupaten PesisirSelatan

3. Berapa besar kontribusi dari usa-haternak sapi potong pada pro-gramSMD terhadap penda-patan rumahtangga peternak di Kabu-paten Pe-sisir Selatan

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasa-lahan yang dikemukakan, penelitian inibertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan profil usaha ter-nak sapi potong pada programSMD di Kabupaten Pesisir Selatan

2. Mengetahui besarnya pendapatanusaha ternak sapi potong padaprogram SMD yang diperolehpeternak.

3. Mengetahui besarnya sumbangan(kontribusi) pendapatan dari usa-haternak sapi potong pada pro-gram SMD terhadap pendapatanrumahtangga peternak di Kabu-paten Pesisir Selatan.

Metodologi Penelitian

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KabupatenPesisir Selatan. Penentuan lokasi pene-litian ini dilakukan secara purpo-sivesampling.

2. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan pada pe-nelitian ini adalah anggota kelompokdari program SMD komoditas sapi po-tong tahun 2008-2010 di KabupatenPesisir Selatan. Populasi dalam pene-litian ini berjumlah 254 orang yangmerupakan anggota kelompok dari pro-gram SMD komoditas sapi potong tahun2008-2010. Jumlah sampel yang ditelitidalam penelitian ini adalah berjumlah 72orang anggota kelompok program SMDkomoditas sapi potong. Tehnik samplingyang digunakan oleh peneliti dalampenelitian ini adalah tehnik probabilitysampling jenis pro-portionate randomsampling yaitu teknik sampling yangmemperhatikan proporsi (perbandi-ngan) sesuai de-ngan proporsi (Sekaran,1997).

3. Metode Pengolahan danAnalisis DataData yang diperoleh dianalisis

secara kualitatif dan kuantitatif. Ana-lisiskualitatif digunakan untuk melihatgambaran umum pelaksanaan programSMD komoditas sapi potong, karak-teristik responden pada program SMD,penerapan teknis pemeliharaan usaha-ternak sapi potong yang dijalankan (bi-bit, pakan, tatalaksana pemeliharaan,pencegahan/pengobatan penyakit, pe-masaran) dan beberapa hal lain yangterkait akan diuraikan secara deskriptif.

Sedangkan analisis kuantitatifdisajikan dalam bentuk tabulasi untukmenyederhanakan data ke dalam ben-tukyang mudah dibaca dalam penelitian ini.

62| Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 57-63

yang dilakukan dengan menggunakanprogram aplikasi komputer seperti Mi-crosoft excel.

Berdasarkan pendapatan bersih dapatdihitung dengan menggunakan rumus:

π = TR – TCDimana :π : Pendapatan BersihTR : Total Penerimaan (total revenue)TC : Total Biaya (total cost)

Pengeluaran usahaternak sapipotong, dihitung dengan rumus:

TC = TFC + TVCDimana :TC = Total Biaya (total cost)TFC = Total Biaya Tetap (total fixed cost)TVC= Total Biaya Variabel (total variable cost)

Untuk mengetahui apakah usahaternak sapi potong pada program SMDyang dijalankan menguntungkan atautidak, maka dilakukan penghitunganRevenue and Cost Ratio dengan rumus:R/C Ratio = TR/TC

Apabila nilai R/C ratio lebih besardari 1 (> 1), maka usaha tersebut dika-takan efisien secara ekonomis, dan la-yak dikembangkan dengan kata lainusaha tersebut menguntungkan. ApabilaR/C ratio sarna dengan 1 (=1), makausaha tersebut berada dalam kondisiimpas. Apabila R/C ratio kurang dari 1(<1), maka usaha tersebut dikatakantidak efisien secara ekonomis dan tidaklayak untuk dikembangkan dengan katalain usaha tersebut mengalami kerugian.

Kontribusi pendapatan usaha ter-nak sapi potong terhadap pedapatan ru-mah tangga peternak dapat dihitungdengan menggunakan persamaan(Satria, 1998) :

= %Keterangan:

K = Kontribusi usaha ternak sapi potongpada program SMD terhadap

pendapatan rumah tangga peternak(%)

Y1 = Pendapatan usaha ternak sapipotong pada program SMD (Rp/tahun)

Ytotal =Pendapatan rumahtangga peternak(Rp/tahun)

Hasil dan Pembahasan

A. Profil Usahaternak Sapi PotongPada Program SMD

Gambaran Umum Pelaksanaan Pro-gram SMD

Pemberdayaan kelompok peter-nak sapi potong melalui program SMD diKabupaten Pesisir Selatan telah dimulaisemenjak tahun 2008 dan sampaisekarang. Dimana berada di 9 Keca-matan yaitu : Basa IV Balai, PancungSoal, Ranah Pesisir, Leng-ayang, Sutera,Batang Kapas, IV Jurai, Bayang dan KotoXI Tarusan.

Program SMD ini merupakanprogram yang memfasilitasi bantuanmodal yang langsung ditujukan padaSMD terpilih dan kelompok tani ternakbinaannya, yang disalurkan melaluirekening kelompok yang berada di Banksesuai dengan jumlah yang diu-sulkanoleh kelompok dalam rencana usulankelompok (RUK). Dana penguatan mo-dal usaha bersifat abadi, maka usahabudidaya ternak tidak boleh terputus danharus dikembangkan secara berkela-njutan dengan memperbesar modal usa-ha dan kelompok sampai mencapai ka-pasitas optimal dan skala ekonomis.Program ini menyediakan bantuan mo-dal yang disalurkan melalui kelompoksebesar, Rp325.000.000,- sampai deng-an 363.000.000 perkelompok untuk ko-moditas sapi potong, dimana tiap tahu-nnya jumlah dana yang dikucurkan ber-beda sesuai dengan anggaran yang ada.

Karakteristik Peternak

1. Umur dan Jenis kelamin

Pridma Gusti, Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong Pada Program SMD terhadap Pendapatan Rumah TanggaPeternak di Kabupaten Pesisir Selatan 63

Pada umumnya umur respondendidaerah penelitian berkisar antara 36-47 tahun dengan rataan sebesar 42 tahundari total responden. Dilihat dari jeniskelamin, hasil penelitian menujukkansebagian besar responden berjenis kela-min laki-laki sebanyak 62 orang denganproporsi 86,11 persen dan selanjutnyaberjenis kelamin perem-puan sebanyak10 orang dengan pro-porsi 13,89 persen.

2. Tingkat PendidikanPada umumnya tingkat pendi-

dikan responden di daerah penelitiantamat SMA yakni sebesar 48,61 persen(Tabel 2). Sehingga dapat disimpulkanbahwa tingkat pendidikan peternak di-daerah penelitian rata-rata adalah ting-kat menengah atas, hal ini mempermu-dah peternak dalam memahami danmenerima inovasi baru sehingga bukanmerupakan halangan untuk mencapaisu-atu kemajuan.

3. Pengalaman BeternakHasil penelitian menunjukkan

bahwa jumlah responden yang memi-likipengalaman beternak 3-8 tahun seba-nyak 30 orang (41,67 persen), 9-14 tahunsebanyak 11 orang (15,28 persen) dan >15tahun sebanyak 31 orang (43,06 persen).Responden pada um-umnya memilikipengalaman beternak yang cukup lama.

4. Kepemilikan TernakPemilikan ternak sapi responden

pada program SMD bervariasi. Penge-lompokkan berdasarkan jumlah ternaksapi potong yang dimiliki respondendisajikan pada Tabel 3 yang menunju-kkan jumlah rata-rata kepemilikan padamasing-masing kriteria pada ProgramSMD di Kabupaten Pesisir Selatan.

5. Jumlah Anggota RumahtanggaDari data yang diperoleh dilapa-

ngan jumlah anggota rumahtangga res-ponden dapat dilihat pada Tabel 4 beri-kut.

6. Pekerjaan UtamaPekerjaan pokok atau pekerjaan

utama merupakan mata pencaharianyang membutuhkan waktu curahan kerjayang lebih banyak apabila dibandingkan

dengan pekerjaan sampingan. Tabel 5menunjukkan bahwa pekerjaan pokokdari responden adalah sebagai petanidengan persentase sebesar 56,94 persen.Besarnya jumlah responden yang ber-mata pencaharian dalam bidang perta-nian. Peternakan merupakan urutanyang kedua setelah pertanian karena pe-ternakan adalah usaha sampingan.

B. Penerapan Teknis Pemeliha-raan Usahaternak Sapi PotongPada Program SMD

BibitBibit merupakan faktor penentu

dalam keberhasilan usaha pemeliharaansapi potong, oleh sebab itu cara untukmeningkatkan mutu ternak terutamaberupa daging adalah dengan membelidan memilih bibit unggul.

Dapat disimpulkan bahwa jenisbibit yang banyak dipelihara adalah jenisPesisir (41,45%) kemudian diikuti olehBali (30,77%), Simmental (25,21%) danBrahman Cross (2,56%). Alasan peternakmenggunakan bibit Pesisir karena jenisbibit ini cocok di daerah tersebut, per-tumbuhannya yang cepat serta hargabibit yang lebih murah dari pada jenissapi yang lain. Pada awal kegiatan ke-lompok diwajibkan untuk menggunakansapi Brahman Cross, akan tetapi setelah+ 1 tahun kemudian sapi Brahman Crosstersebut tidak berkembang dengan baik,sehingga peternak menjual sapi BrahmanCross dan menggantinya dengan sapiPesisir, peternak mengatakan alasanmengganti bibit tersebut karena hargabeli sapi Brahman Cross yang tinggi se-mentara harga jualnya rendah dan per-kembangbiakan dari sapi ini tidak baik,tidak cocok dengan daerah penelitian,harganya yang relatif mahal, lambatperkembangannya, dan kegagalan Inse-minasi Buatan.

PakanBerdasarkan hasil penelitian dila-

pangan, bahwa jenis pakan yang dibe-

Pridma Gusti, Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong Pada Program SMD terhadap Pendapatan Rumah TanggaPeternak di Kabupaten Pesisir Selatan 63

Besarnya rata-rata Pendapatan dan R/C rasio usaha ternak sapi potong pada programSMD tersaji dalam Tabel 2

Tabel 2. Rata-rata Pendapatan dan R/Crasio dari Usahaternak Sapi Potong Pada ProgramSMD Juli 2011-Agustus 2012Sumber : Data Primer Diolah, 2012

D. Kontribusi Pendapatan Usaha-ternak Sapi Potong Pada Pro-gram SMD

Hasil penelitian menunjukkan bah-wa usaha ternak sapi potong pada pro-gram SMD memberikan kontribusi ter-hadap pendapatan rumah tangga pe-ternak di Kabupaten Pesisir Selatan rata -rata sebesar 23,64 persen. Sedangkan

usaha tani selain ternak sapi potongprogram SMD memberikan kontribusiterhadap pendapatan rumah tangga pe-ternak sebesar 19,65 persen. Usaha yangpaling besar memberikan kontribusi ter-hadap pendapatan rumah tangga peternakdi Kabupaten Pesisir Selatan adalah NonUsaha tani sebesar 56,71 persen.

Tabel 3. Rata-rata Kontribusi Pendapatan Usahaternak Sapi Potong di Kabupaten PesisirSelatan Tahun 2012

No Uraian Rata-rata Pendapatan(Rp)

Persentase(%)

1 Pendapatan Usaha ternak Sapi Potong PadaProgram SMD

4.696.304 23,64

2 Pendapatan Usaha tani Selain Ternak Sapi PotongProgram SMD

3,904,215 19,65

3 Pendapatan Non Usah tani 11,267,361 56,71Rata-rata Pendapatan Rumahtangga (Rp) 19.867.881 100

Sumber : Data Primer Diolah, 2012

No Uraian Jumlah (Rp)1 Penerimaan Tunai

Penjualan Ternak 8.541.667Penjualan Kotoran 79.167Total Penerimaan Tunai 8.620.834Penerimaan Non TunaiPertambahan Nilai Ternak 8.784.722Total Penerimaan Non Tunai 8.784.722Total Penerimaan 17.405.556

2 Biaya TetapPenyusutan Kandang 183.984Penyusutan Peralatan 77.364Sewa TanahTotal Biaya Tetap

70.146331.494

3 Biaya VariabelPakan Penguat 3.555.000Hijauan 2.962.500Tenaga Kerja 3.762.500Obat-obatan 24.986IB 15.694Lain-lain 44.375Total Biaya Variabel 10.365.056

4 Pendapatan: 1- (2 + 3) 6.709.0065 Pendapatan Usahaternak Sapi Potong Program SMD 4.696.3046 R/C rasio 1,63

62| Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3 No 1, November 2013, hal: 57-63

Berdasarkan nilai kontribusi yangdiberikan, maka usaha ternak sapi po-tong pada program SMD di KabupatenPesisir Selatan digolongkan ke dalamtipologi usaha sambilan.

Kesimpulan dan Saran

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:1. Berdasarkan hasil penelitian, SMD

belum melaksanakan tugas danfungsinya berdasarkan petunjuk tek-nis pelaksanaan SMD.

2. Rata-rata pendapatan dari usaha ter-nak sapi potong pada program SMDsebesar Rp 4.696.304,/ peter-nak/tahun atau Rp391.359,-/peter-nak/bulan. Rata-rata nilai R/C ratiousaha ternak sapi potong pada pro-gram SMD ini 1,63 yang berarti usahaternak sapi potong pada programSMD yang dilakukan layak untukdiusahakan.

3. Kontribusi pendapatan usaha ternaksapi potong pada program SMD ter-hadap pendapatan rumah tangga pe-ternak di Kabu-paten Pesisir Selatansebesar 23,64 persen dari total pen-

dapatan rumah tangga peternak,maka usaha ternak sapi potong padaprogram SMD Kabupaten PesisirSelatan digolongkan ke dalam tipologiusaha sambilan.

Saran

Berdasarkan kombinasi pendapatan Ru-mah tangga, usaha ternak sapi di Ka-bupaten Pesisir selatan memberikan kon-tribusi yang cukup besar (23,64%). Akantetapi, untuk melihat hubungan ataupengaruh antara usaha ternak sapi ter-hadap pendapatan rumah tangga diper-lukan penelitian yang lebih lanjut.

Daftar Pustaka

Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. GhaliaIndonesia. Jakarta.

Rahim, A. dan Diah R. D. H. 2008.Pengantar, Teori, dan KasusEkonomika Pertanian. CetakanKedua. Jakarta: Penebar Swadaya.

Satria, H. R. Kontribusi Ternak DalamUsahatani Terpadu di SumateraBarat, Tesis. Padang: ProgramPascasarjana Unand.

Soeprapto, H dan Abidin, Z. 2010. CaraTepat Penggemukan Sapi Potong.Jakarta: Agromedia Pustaka.

Noni Novarista adalah Mahasiswa Pasca Sarjana S2 Ilmu Ekonomi Pertanian UniversitasAndalasRahmat Syahni dan Jafrinur adalah Dosen Pasca Sarjana S2 Ilmu Ekonomi PertanianFakultas Pertanian Unand

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSIPANGAN HEWANI PADA KONSUMEN RUMAHTANGGA

DI KOTA PADANG

Noni Novarista, Rahmat Syahni, Jafrinur

Abstract: The objectives of this research were to determine: (1) The levelof animal food consumption in household consumer based on the levelincome in Padang City. (2) The factors that influence the level of animalfood consumption in household based on the level income in Padang Cityand (3) The elasticity value of animal food consumption in householdconsumer based on the level income in Padang City. This research usedeconometrict approach by developing a model of demand function foranimal food comodity by using data from the National SosioeconomicSurvey (SUSENAS) of Padang City in 2011, the data is cross section data.The number of samples are 77 households. The analysis is using theAlmost Ideal Demand System (AIDS) model. The results of the researchshowed that the level of animal food consumption in household consumerbased on the level income in Padang City has been over the nationalnutrient norm standard. Household demand in Padang City for animalfood agregately was influenced by the price of comodity both priceelasticity and cross price elasticity, household income, the number ofhousehold member and housewive age and specifically based on the levelof income on each comodity were influenced by different denografi socialfactor. Both the price elasticity and cross price for household agregately,low income strata and medium income strata in inelastic. The priceelasticity of chicken egg and chicken egg cross price to chicken meat iselastic for high income strata. The income/expenditure elasticity is elasticto fish demand of household agregately, low income strata and mediumincome strata and to milk demand of household in high income strata.

Kata Kunci : Konsumsi Pangan Hewani, Almost Ideal Demand System(AIDS), Elastisitas, Konsumen Rumatangga.

PENDAHULUANLatar Belakang

Pangan merupakan salah satukebutuhan manusia yang sangatmendasar. Terpenuhinya pangansecara kuantitas dan kualitas me-rupakan hal yang sangat penting ,selain itu juga diperlukan sebagailandasan pembangunan manusiaIndonesia dalam jangka panjang.Perilaku konsumsi pangan me-rupakan salah satu indikator yangfungsinya menilai tingkat per-

ekonomian rumahtangga maupunperekonomian nasional, bahkanbisa menjadi salah satu indikatorpenentu Indeks Pembangunan Ma-nusia (Human Development In-dex). Rumahtangga miskin ataukelompok masyarakat dengan pen-dapatan rendah akan menggunakanpendapatannya lebih dari separuh(50%) untuk konsumsi pangan(Badan Pusat Statistik, 2010).

Kebutuhan kalori bisa di-dapatkan dari makanan pokok,sedangkan kebutuhan protein lebih

65 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, No 1, November 2013,hal: 64-74

banyak didapatkan dari konsumsimakanan hewani seperti daging,telur, susu dan ikan (Jafrinur,2006).

Tingkat konsumsi komoditasternak di Kota Padang, yang masihdi bawah tingkat konsumsi yangdisarankan, Menurut Norma GiziNasional tingkat konsumsi yangdisarankan FAO untuk komoditaspangan hewani sebesar 35 kg/-kap/tahun untuk ikan, 10,1 kg/-kap/tahun untuk daging, 3,5 kg/-kap/tahun untuk telur dan 6,4 kg/-kap/tahun untuk susu dengan totaluntuk pangan hewani secara kese-luruhan dengan jumlah sebesar 55kg/kap/tahun (150 gr/kap/hari).untuk Kota Padang konsumsikomoditas asal ternaknya masihdibawah tingkat konsumsi yangdisarankan yaitu sebesar 36,47kg/kap/tahun pada tahun 2009.Jika dirinci berdasarkan jeniskomoditas berturut-turut untukikan, daging, telur dan susu sebesar25,86; 7,73; 2,78 dan 0,1kg/kap/tahun (Dinas PertanianPeternakan dan Kehutanan KotaPadang Tahun 2009).

Menurut teori ekonomi banyakvariabel yang mempengaruhitingkat konsumsi terhadap suatukomoditas, diantaranya hargabarang itu sendiri, harga barang-barang lain yang terkait, tingkatpendapatan per kapita, selera ataukebiasaan, jumlah penduduk,perkiraan harga di masa men-datang, distribusi pendapatan danusaha-usaha produsen mening-katkan penjualan (Rahardja danManurung, 2010). Dalam rangkapeningkatan konsumsi masyarakatterhadap komoditas ternak di-perlukan informasi tentang faktor-faktor yang me-nentukan konsumsimasyarakat terhadap komoditasternak.

Berdasarkan latar belakangmasalah di atas, maka penulistertarik untuk melakukan pe-nelitian dengan judul Faktor-faktoryang Mem-pengaruhi KonsumsiPangan Hewani pada KonsumenRumah-tangga di Kota Padang.

Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka yang menjadi rumusanmasalah dalam penelitian iniadalah :1. Berapa jumlah atau tingkat

konsumsi pangan hewani padakonsumen rumahtangga di KotaPadang.

2. Faktor-faktor apa saja yangmempengaruhi tingkat konsumsipangan hewani pada konsumenrumahtangga di Kota Padang.

3. Berapa nilai elastisitas per-mintaan pangan hewani padakonsumen rumahtangga di KotaPadang.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan ma-salah di atas, tujuan penelitian iniadalah:1. Untuk mengetahui jumlah atau

tingkat konsumsi pangan hewanipada konsumen rumahtangga diKota Padang.

2. Untuk mengetahui faktor-faktoryang mempengaruhi tingkatkonsumsi pangan hewani padakonsumen rumahtangga di KotaPadang.

3. Untuk mengetahui nilai elas-tisitas permintaan pangan he-wani pada konsumen Rumah-tangga di Kota Padang.

Noni Novarista, Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Hewani PadaKonsumen Rumah Tangga di Kota Padang | 66

METODOLOGI PENELITIAN

Wilayah studi yang diambiladalah Kota Padang Provinsi Su-matera Barat. Waktu penelitiandilakukan selama 12 bulan dimulaipada bulan Januari sampai bulanDesember 2012.

Data yang digunakan dalampenelitian ini bersifat sekunderyaitu data mentah (raw data)Survey Sosial Ekonomi Nasional(SUSENAS) tahun 2011. Data terse-but merupakan data kerat lintang(cross section) untuk Kota Padang.

Variabel penelitian adalah:Tingkat konsumsi pangan hewani(ikan, daging ayam ras, telur ayamras dan susu), Harga beli panganhewani (ikan, daging ayam ras,telur ayam ras dan susu), Penda-patan Rt (total pengeluaran panganhewani), dan Karakteristik Rt(Umur ibu Rt, Jumlah anggota Rt,Pendidikan ibu Rt dan Pekerjaanibu Rt (dummy).

Model matematika yang a-kan digunakan adalah aproksimasilinear dari model AIDS (LA/AIDS,Linear Approximation/ AlmostIdeal Demand System). Penelitianini menggunakan analisis modelAlmost Ideal Demand System(AIDS) yaitu sebagai berikut:

Wi = αi + log Pj + βi log+ θa log JK + θb log UI + θc logPdi + θd D + ui

Keterangan :Wi : Share/Proporsi pengeluaran

pangan hewani ke-I terhadaptotal pengeluaran pangan hewani(i = 1,2,3,4)

Pj : Harga agregat dari komoditapangan hewani ke-j (j = 1,2,3,4)

X : Pengeluaran total untukpangan hewani Rt

p* : Indeks harga stone (indeksharga stone dicari dengan

rumus: Log p*= Σ wi log pi)JK :Jumlah anggota Rt (orang)UI :Umur Ibu Rt (tahun)Pdi :Pendidikan Ibu Rt (tahun)D :Dummy pekerjaan ibu

D= 1 : jika ibu bekerjaD= 0 : jika ibu tidak bekerja

α, β, : Parameter regresi berturut-turut untuk intersep,pengeluaran dan hargaagregat untuk masing-masing komoditas.

θa, θb, θc, θd : parameter regresi berturut-turut untuk jumlah anggotaRt, umur ibu, pendidikanibu Rt, dan dummypekerjaan ibu Rt.

ui : faktor kesalahan.

Pendugaan parameter sistempersamaan dari model AIDS di-lakukan dengan metode SUR(Seemingly Unrelated Regression)dengan menggunakan perangkatlunak Statistical Analysis System(SAS).

Untuk menjamin agar asum-si maksimasi kepuasan tidak di-langgar, maka terdapat tiga res-triksi yang harus dimasukkan kedalam model, yaitu retriksi pen-jumlahan (aditivitas), homogenitasdan simetri.

Untuk menganalisis tujuanpenelitian ketiga: yaitu untukmengetahui nilai elastisitas per-mintaan pangan hewani padakonsumen Rt berdasarkan tingkatpendapatan (pengeluaran) secaraagregat dan disagregat di KotaPadang, maka besaran elastisitaspermintaan untuk harga dan pe-ngeluaran dihitung dari rumus yangditurunkan dari fungsi permintaan(Deaton dan Muellbeaur, 1980).

67 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, No 1, November 2013,hal: 64-74

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Konsumsi Pangan dan pa-ngan Hewani di Kota Padang

Pola Konsumsi Pangan di KotaPadang

Pangsa pengeluaran untukpangan lebih tinggi pada Rumah-tangga berpendapatan rendah. Ma-kin tinggi strata pendapatan, makinkecil pula pangsa pengeluaran un-tuk pangan, dan sebaliknya pangsapengeluaran untuk non panganlebih tinggi pada rumahtangga ber-pendapatan tinggi. Ini juga me-nunjukkan bahwa makin tinggistrata pendapatan, maka pangsapengeluaran untuk non panganakan semakin besar pula.

Pola Konsumsi Pangan Hewani diKota Padang

Hasil penelitian menunjukkan ada-nya hubungan antara pe-ngeluaranpangan hewani dan strata pen-dapatan, yaitu semakin tinggi stratapendapatan semakin tinggi danayang dikeluarkan untuk meng-konsumsi pangan hewani di KotaPadang.

Begitu juga dengan pangsapengeluaran pangan hewani ter-hadap pengeluaran total ditinjaumenurut strata pendapatan rumah-tangga di Kota Padang menun-jukkan adanya hubungan an-tarapangsa pengeluaran pangan hewanidan strata pendapatan, yaitu sema-kin tinggi strata pendapatan, makasemakin kecil pangsa pengeluaranyang di-gunakan untuk mengkon-sumsi pangan hewani.

Tingkat Konsumsi Berbagai JenisPangan Hewani di Kota Padang

Hasil penelitian menun-jukkan bahwa ikan menjadi sumberutama protein hewani masyarakatKota Padang. Dipilihnya ikan se-bagai sumber protein karena KotaPadang yang lokasinya beradadekat dengan pantai, sehingga ke-tersediaan ikan lebih mudah di-peroleh dan harganya yang relatiflebih murah dibanding sumberprotein hewani lainnya.

Begitu juga sebaliknya, ting-kat konsumsi terendah terdapatpada komoditas susu. Rendahnyatingkat konsumsi rumahtanggaterhadap susu disebabkan karenamahalnya harga komoditas ter-sebut, sehingga karena terbatasnyapendapatan, adanya pe-ningkatanpendapatan dialo-kasikan untukkonsumsi pangan yang lain yanglebih pokok, seperti ikan.

Secara agregat di Kota Pa-dang jika diambil total rata-ratakonsumsi seluruh pangan hewanitiap rumahtangga per minggu a-dalah sebesar 5,97780 kg/Rt/-minggu (197,22204 gr/kap/hariatau 71,98604 kg/kapita/tahun).Angka ini sudah berada di atasstandar norma gizi nasional yangdi-sarankan FAO untuk pangan he-wani sebesar 150 gr/kap/hari atau55 kg/kapita/tahun.

Konsumsi pangan hewaniRumahtangga menurut StrataPendapatan di Kota Padang

Konsumsi pangan hewani padastrata pendapatan rendah

Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa pangan hewani asalternak yang relatif banyak di-konsumsi oleh rumahtangga ber-pendapatan rendah adalah daging

Noni Novarista, Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Hewani PadaKonsumen Rumah Tangga di Kota Padang | 68

ayam ras, diikuti oleh susu dantelur ayam ras. Jika diambil totalrata-rata konsumsi seluruh panganhewani per Rumahtangga perminggu adalah sebesar 4,90407kg/Rt/minggu atau 203,06708gr/kap/hari. Angka ini sudah bera-da di atas standar norma gizi nasio-nal yang di-sarankan FAO untukpangan hewani 150 gr/kap/hariatau sebesar 55 kg/kapita/tahun.

Konsumsi pangan hewani padastrata pendapatan sedang

Hasil penelitian me-nunjukkan bahwa Rumahtanggapada strata pendapatan sedangmempunyai pola pengeluaran dankonsumsi yang tidak berbeda jauhdengan strata pendapatan rendah.Nilai pengeluaran pangan hewaniyang paling tinggi dan yang te-rendah sama-sama pada komoditasikan dan telur ayam ras. Jikadiambil total rata-rata konsumsiseluruh pangan hewani perrumahtangga per minggu adalah6,37377 kg/Rt/minggu (193,32029gr/kap/hari atau sebesar 70,56191kg/kapita/tahun). Angka ini sudahberada di atas standar norma gizinasional yang disarankan FAOuntuk pangan hewani sebesar 150gr/kap/hari atau sebesar 55kg/kapita/tahun.

Konsumsi pangan hewani padastrata pendapatan tinggi

Hasil menunjukkan bahwaPola pengeluaran dan konsumsipangan pada rumahtangga stratapendapatan tinggi sama denganstrata pendapatan sedang, baikjumlah pengeluaran maupuntingkat konsumsi. Pengeluaran dankonsumsi paling tinggi terdapatpada komoditas ikan. Jika diambil

total rata-rata konsumsi seluruhpangan hewani per Rumahtanggaper minggu adalah sebesar 7,37854kg/Rt/minggu atau 197,76307gr/kap/hari. Angka tingkat kon-sumsi pangan hewani Rumah-tangga pada strata pen-dapatantinggi ini sudah berada di atasstandar norma gizi nasional yangdisarankan FAO untuk panganhewani sebesar 150 gr/kap/hariatau 55 kg/kapita/tahun.

Konsumsi pangan hewaniRumahtangga menurut karak-teristik Rumahtangga di KotaPadang

Umur Ibu Rumahtangga

Jika dilihat total rata-ratakonsumsi per kapita yang relatifbesar adalah untuk ibu Rumah-tangga dengan kelompok umur ≥61tahun yaitu sebesar 1,92010kg/kap/minggu. Hal ini didugakarena paling rendahnya jumlahanggota rumahtangga pada kelom-pok umur ini, yaitu dengan rata-rata jumlah anggota rumah-tanggasebesar 2,92 orang, sedangkan rata-rata jumlah anggota Rumah-tanggapada kelompok umur lainnyasebesar 3,63; 4,81; 5,05 dan 4,37orang.

Pendidikan Ibu Rumahtangga

Total konsumsi rata-rata perkapita terhadap pangan hewanipaling besar berasal dari iburumahtangga yang mempunyaipendidikan lulus Perguruan tinggiyaitu 1,46560 kg/kap/minggu. Halini diduga juga disebabkan lebihbaiknya kemampuan daya beli padakelompok rumahtangga ini diantararumahtangga dengan tingkat pen-

69 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, No 1, November 2013,hal: 64-74

didikan lainnya, yang dapat dilihatpada rata-rata pendapatan setiapbulan sebesar Rp 4.868.264.

Pekerjaan Ibu Rumahtangga

rata-rata jumlah konsumsi panganhewani baik konsumsi total atau-pun untuk masing-masing jenispangan hewani, konsumsi tertinggiterdapat pada ibu rumahtanggayang bekerja yaitu sebesar 6,72922kg/Rt/minggu, dengan rata-ratakonsumsi per kapita sebesar1,69076 kg/kap/minggu.

Jumlah Pendapatan Rumahtangga

Rata-rata total konsumsipangan hewani per kapita justrutidak pada rumahtangga denganstrata pendapatan tinggi. Hal inididuga karena rata-rata jumlahanggota rumahtangga pada stratapendapatan ini relatif paling besardiantara strata pendapatan lainnya,jumlah anggota rumahtangga untukstrata pendapatan rendah, sedangdan tinggi berturut-turut sebesar3,45; 4,71 dan 5,33 orang.

Jumlah Anggota Rumahtangga

total rata-rata konsumsi panganhewani per kapita justru palingrendah pada Rumahtangga denganjumlah anggota ke-luarganya ≥ 6orang yaitu 1,01652kg/kap/minggu. Fenomena ini jugamenunjukkan bahwa peningkatanjumlah anggota rumahtangga justrumenurunkan tingkat konsumsi pa-ngan hewani anggota keluarganya,berarti semakin besar jumlah ang-gota rumahtangga, maka semakinmenurun tingkat kesejahteraanrumahtangga.

Koefisien Penduga Perminta-an Pangan Hewani secara Ke-seluruhan

Hasil analisis pengaruhmasing-masing variabel penjelasterhadap variabel dependen di-tampilkan secara rinci pada tabel 1.Dilihat secara keseluruhan di-dapatkan 14 parameter mempunyaipengaruh yang signifikan pada ting-kat kepercayaan 99%, 95% dan90%. Kedalamnya termasuk para-meter harga ikan, harga dagingayam ras, harga telur ayam ras,harga susu, pengeluaran panganhewani total, pendapatan, jumlahanggota Rt dan karakteristik ibu Rt(umur, tingkat pendidikan danpekerjaan ibu Rt).

Noni Novarista, Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Hewani PadaKonsumen Rumah Tangga di Kota Padang | 70

Tabel 1. Nilai Parameter Permintaan

Sumber : Susenas 2011, data diolahKeterangan :

*** = Signifikan pada taraf nyata 1%** = Signifikan pada taraf nyata 5%* = Signifikan pada taraf nyata 10%α = intersepγ1 = Harga ikanγ2 = Harga daging ayam rasγ3 = Harga telur ayam rasγ4 = Harga susuβ = Pengeluaran pangan hewani

totalθa = Jumlah anggota rumahtanggaθb = Umur ibu rumahtanggaθc = Pendidikan ibu rumahtanggaθd = Dummy Pekerjaan Ibu

rumahtangga

Parameter

Share

Ikan Daging ayamras

Telur ayam ras Susu

α -0.02167 -0.03421 0.150038 0.905846***

γ1 0.038682 -0.01773 -0.00097 -0.01998

γ2 -0.01773 0.048565 0.033613** -0.06444***

γ3 -0.00097 0.033613** -0.00394 -0.02871***

γ4 -0.01998 -0.06444*** -0.02871*** 0.113132***

β 0.187234 *** -0.07584** -0.02814* -0.08326**

θa -0.00561 0.064117* 0.012667 -0.07117*

θb 0.066308 0.060010 -0.01060 -0.11572**

θc -0.04796 0.050211 0.014265 -0.01651

θd 0.027260 0.009892 -0.00668 -0.03047

71 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, No 1, November 2013,hal: 64-74

Koefisien Penduga Perminta-an Pangan Hewani berdasar-kan Strata Pendapatan

Berdasarkan strata pen-dapatan, rumahtangga di Kota Pa-dang dibagi atas strata pendapat-anrendah, sedang dan tinggi, yangmempunyai perilaku yang tidakselalu sama dalam meresponpengaruh harga dan pengeluaransuatu barang konsumsi, termasukdalam mengonsumsi pangan he-wani.

Pangsa pengeluaran ikan padastrata pendapatan rendah di-pengaruhi oleh harga telur ayamras dan pengeluaran rumahtanggaPada strata pendapatan sedangdipengaruhi oleh harga telur ayamras dan susu dan pengeluaran Rt.Pada pendapatan tinggi di-pengaruhi oleh harga ikan sendiridan harga susu.

Pangsa pengeluaran dagingayam ras pada strata pendapatanrendah dipengaruhi oleh hargadaging ayam ras sendiri dan hargasusu. Pada strata pendapatansedang dipengaruhi oleh hargasusu, umur dan pendidikan ibu Rt.Pada pendapatan tinggi dipe-ngaruhi oleh harga telur ayam ras,

jumlah anggota Rt dan pe-kerjaan ibu Rt.

Pangsa pengeluaran telurayam ras pada strata pendapatanrendah dipengaruhi oleh harga ikandan susu, pengeluaran Rt danpendidikan ibu rt. Pada strata pen-dapatan sedang dipengaruhi olehharga ikan dan susu, umur danpendidikan ibu Rt. Pada pen-dapatan tinggi dipengaruhi olehharga telur ayam ras, pengeluaranRt dan jumlah anggota Rt.

Pangsa pengeluaran susu padastrata pendapatan rendah dipe-

ngaruhi oleh harga daging ayamras, telur ayam ras dan harga sususendiri. Pada strata pendapatansedang dipengaruhi oleh hargaikan, daging ayam ras, telur ayamras dan harga susu sendiri, jumlahanggota Rt, umur dan pendidikanibu Rt. Pada pendapat-an tinggidipengaruhi oleh harga ikan dansusu sendiri dan pe-ngeluaran Rt

.Nilai Elastisitas PermintaanPangan Hewani di Kota Pa-dang

Elastisitas harga sendiriPermintaan susu mempunyai

nilai elastisitas yang bersifat ine-lastis di Kota Padang yang ditun-jukkan oleh nilai elastisitas harga-nya sebesar -0,57579.

Elastisitas harga silangSecara agregat semua komo-

ditas pangan hewani tidak responterhadap perubahan harga komo-ditas pangan hewani lainnya. Halini ditunjukkan oleh nilai elastisitassilangnya yang kecil dari satu.

Elastisitas pengeluaranNilai elastisitas pengeluaran

semua jenis pangan hewani <1(lebih kecil dari satu). Kecuali nilaielastisitas pengeluaran untuk ko-moditas ikan bernilai 1,46498(bersifat elastis). Berarti konsumsiuntuk daging ayam ras, telur ayamras dan susu tidak responsif ter-hadap perubahan pendapatan.

Nilai Elastisitas PermintaanPangan Hewani BerdasarkanStrata Pendapatan

Elastisitas harga sendiriPada strata pendapatan ren-

dah, variabel harga yang berpe-ngaruh signifikan terhadap pang-sa

Noni Novarista, Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Hewani PadaKonsumen Rumah Tangga di Kota Padang | 72

pengeluaran komoditas itu sendiriadalah harga daging ayam ras danharga susu. Elastisitas harga sendiridaging ayam ras dan susu semu-anya bernilai kecil dari satu. Berartipermintaan daging ayam ras dansusu pada strata pendapatan ren-dah bersifat inelastis.

Pada strata pendapatan se-dang, variabel harga yang signifikanpengaruhnya terhadap pangsa pe-ngeluaran komoditas tersebut ada-lah harga susu. Namun nilai elas-tisitas harga susu bersifat in-elastis.Terdapat tanda negatif pada nilaielastisitas harga susu.

Pada strata pendapatan tinggi,variabel harga ikan, telur ayam rasdan susu berpengaruh signifikanterhadap pangsa pengeluaran ma-sing-masing jenis komoditas. Nilaielastisitas harga yang paling elastisditunjukkan pada per-mintaan telurayam ras.

Elastisitas harga silangPada strata pendapatan

rendah, juga terdapat tanda (positif-negatif) yang bervariasi. Terdapatsebanyak 8 nilai elastisitas hargasilang yang bertanda negatif dansebanyak 4 nilai elastisitas hargasilang yang positif. Berarti ini me-nunjukkan bahwa terdapat 8 hubu-ngan antar jenis pangan hewaniyang bersifat komplementer dan 4mempunyai hubungan substitusi.

Pada strata pendapatan se-dang didapatkan sebanyak 8 nilaielastisitas silang yang bertandanegatif dan 4 nilai elastisitas silangyang positif. Berarti terdapat 8hubungan antar jenis panganhewani yang bersifat komplementerdan 4 hubungan bersifat substitusi.

Pada strata pendapatan ting-gi didapatkan sebanyak 7 nilai elas-tisitas silang yang bertanda negatifdan 5 yang positif. Berarti terdapat

7 hubungan antar jenis panganhewani yang bersifat komplementerdan 5 juga yang bersifat substitusi.

Hasil penelitian menunjukkanbahwa semua komoditas panganhewani tidak respon terhadap peru-bahan harga komoditas panganhewani lainnya. Hal ini ditunjukkanoleh nilai elastisitas silangnya yangsangat kecil atau bisa dikatakanmendekati nol. Nilai elastisitassilang yang bersifat elastis hanyaterdapat pada permintaan telurayam ras.

Elastisitas pengeluaranPada strata pendapatan ren-

dah dan sedang, nilai elastisitaspengeluaran hanya elastis padapermintaan ikan. Sedangkan untukpermintaan daging ayam ras, telurayam ras dan susu bersifat inelastis.Kenaikan pengeluaran Rumah-tangga sebesar 1% diikuti denganpeningkatan konsumsi ikan padastrata pendapatan rendah sebesar1,36933% dan 1,44460% untukstrata pendapatan sedang.

Sedangkan pada strata pen-dapatan tinggi, nilai elastisitaspengeluaran bersifat elastis hanyauntuk permintaan susu. artinya jikapengeluaran rumahtangga baiksebesar 1%, maka permintaan ter-hadap susu naik sebesar 1,95730%,hal ini didukung oleh pengaruhvariabel pengeluaran yang signi-fikan terhadap pangsa pengeluaranuntuk susu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tingkat konsumsi pangan he-wani rumahtangga di Kota Pa-dang secara agregat, pada strata

73 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, No 1, November 2013,hal: 64-74

pendapatan rendah, sedang dan tinggi sudah berada di atas2.standar norma gizi nasional yang

disarankan FAO.3.Tingkat konsumsi pangan he-

wani pada konsumen rumah-tangga di Kota Padang dipe-ngaruhi oleh beberapa faktoryang berbeda. Secara agregatdipengaruhi oleh harga panganhewani itu sendiri, pendapatanRt, jumlah anggota Rt dan umuribu Rt. Pada strata pen-dapatanrendah dipengaruhi oleh hargapangan hewani itu sendiri, pen-dapatan Rt dan pendidikan ibuRt. Untuk Strata pendapatan se-dang dipengaruhi oleh hargapangan hewani itu sendiri, pen-dapatan Rt, jumlah anggota Rt,umur ibu Rt dan pendidikan ibuRt. Sedangkan strata pendapatantinggi dipengaruhi oleh hargapangan hewani, pendapatan Rt,jumlah anggota Rt dan statuspekerjaan ibu.

4. Permintaan rumahtangga diKota Padang, secara agregattidak responsif terhadap peru-bahan harga sendiri dan hargapangan hewani lainnya (nilaielastisitas bersifat inelastis atau< 1). Tetapi permintaan ikanresponsif terhadap perubahanpengeluaran (nilai elastisitasbersifat elastis atau > 1). Stratapendapatan rendah dan sedangterhadap setiap komoditas pa-ngan hewani tidak responsifterhadap perubahan harga sen-diri dan harga pangan hewanilainnya (nilai elastisitas bersifatinelastis atau <1). Namun per-mintaan ikan res-ponsif ter-hadap perubahan pen-dapatan(nilai elastisitas bersifat elastisatau >1). Sedangkan pada ru-mahtangga strata pendapat-antinggi, permintaan telur ayamras responsif terhadap peruba-

han harga sendiri dan perubahanharga daging ayam ras (nilaielastisitas harga bersifat elastisatau >1), permintaan susu res-ponsif terhadap perubahan pen-dapatan (nilai elastisitas bersifatelastis atau >1).

Saran

Tingkat konsumsi di Kota Padangini masih rendah jika dibandingkandengan negara berkembang lain-nya. Untuk itu pemerintah perlumemperbaiki distribusi pendapatanrumahtangga. Melalui sosialisasimengenai pangan dan gizi secaraumum melalui penyuluhan, pen-didikan dan kampanye me-ngenaipeningkatan konsumsi panganhewani.1. Untuk penelitian selanjutnya,

disarankan untuk menambahjumlah variabel demografi yangbelum dianalisis dalam pe-nelitian ini, misalnya tingkatpengetahuan gizi ibu rumah-tangga. Dalam menganalisis va-riabel-variabel demografi terse-but sebaiknya juga di-analisissecara mendalam me-ngenaielastisitasnya (elastisitas pendi-dikan, elastisitas jumlah ang-gota Rt dan seterusnya),

2. Perlu terus diupayakan solusi-solusi untuk dapat menurunkanbiaya produksi pada peternaksumber protein hewani, se-hingga akan dapat dihasilkanpangan hewani dengan hargayang terjangkau oleh ma-syarakat.

Noni Novarista, Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Hewani PadaKonsumen Rumah Tangga di Kota Padang | 74

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Sumbar.2010. ”Konsumen Rumah-

tangga”. Badan Pusat StatistikPropinsi Padang: SumateraBarat.

Deaton, A and J. Muellbauer. 1980.An Almost Ideal DemandSystem. The American Econo-mic Review.

Dinas Pertanian Peternakan danKehutanan Kota Padang.2009. ”Data Statistik DinasPertanian Peternakan danKehutanan Kota PadangTahun 2009”. Padang: DinasPertanian Peternakan danKehutanan Kota Padang.

Jafrinur. 2006. Perilaku konsumenrumahtangga dalam meng-konsumsi daging (KasusPropinsi Sumatera Barat).Disertasi. Bandung: Univer-sitas Padjadjaran.

Rahardja, P dan Manurung, M.2010. Teori Ekonomi Mikro,Edisi keempat. Jakarta:Lembaga Penerbit FakultasEkonomi UniversitasIndonesia.

FORMULIR BERLANGGANANJURNAL AGRIBISNIS KERAKYATAN

Mohon dicatat sebagai pelanggan JAK

Nama : ……………………………………………………………………………………………….

Instansi : ……………………………………………………………………………………………….

Alamat : ……………………………………………………………………………………………….

……………………………………………………………… Kode Pos ……………….

………………., …………………………………….

( )

Dengan ini saya kirimkan uang sebesar: ………………………………………………………………….

Uang tersebut telah saya kirim melalui Bank BNI Cabang Padang, rekening nomor

0112114081 a.n. Widya Fitriana, SP, M.Si

Harga langganan untuk satu nomor (sudah termasuk ongkos kirim)

Rp 50.000 untuk wilayah Sumatera

Rp 60.000 untuk wilayah luar Sumatera

Gunting dan kirimkan ke alamat redaksi JAK

PEDOMAN PENULISAN JURNAL AGRIBISNIS KERAKYATAN

Naskah diketik pada kertas A4 dengan huruf Georgia , ukuran 12 pts, single spasi,margin kiri dan atas masing-masing 3,5 cm, margin kanan dan bawah masing-masing2,5 cm.

JUDUL(Georgia, font 14, Bold, Centre)

Nama Penulis1

(tanpa gelar akademik, Georgia, font 12,Bold,Centre)

Abstract (ditulis dalam Bahasa Inggris, Georgia, font 12, justify, single spasi, maksi-mum 200 kata )Kata Kunci : 3-5 kata

Berikutnya artikel ditulis dalam bentuk 2 kolom, Georgia, font 12, justify, single spasi,dan sub bab dibold dan rata tepi kiri, dengan sistematika sbb:

PENDAHULUAN (berisi latar belakang, tujuan dan ruang lingkup tulisan)METODE PENELITIAN (berisi metode penelitian, metode pengambilan sampel atauresponden, metode pengumpulan data, dan metode analisis data)HASIL DAN PEMBAHASAN (dapat dibagi dalam beberapa sub-bagian)PENUTUP (berisi kesimpulan dan saran)DAFTAR PUSTAKA

Penulisan model matematika, gambar dan tabel diberi nomor sesuai urutankemunculan. Nomor model matematika ditulis di pinggir kanan, sedangkan nomor danjudul gambar ditulis dibawah gambar, dan nomor dan judul tabel ditulis diatas tabel.

Perujukan referensi menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun)Penulisan daftar referensi disesuaikan dengan urutan nama abjad penulis dandisesuaikan dengan format lazimnya pada daftar pustaka.

1 Nama penulis artikel dicantumkan tampa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judulartikel, jika penulis lebih dari 3 orang, yang dicantumkan dibawah judul artikel adalah namapenulis utama, nama penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah.

.

.