j. hort. vol. 17 no. 2, 2007 j. hort. 17(2):138-149, 2007...

12
138 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 Respons Tanaman Tomat terhadap Penggunaan Jamur Mikoriza di Lahan Marjinal Gunadi, N. dan Subhan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung 40391 Naskah diterima tanggal 25 April 2005 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 4 November 2006 ABSTRAK. Percobaan untuk mengetahui respons tanaman tomat terhadap penggunaan jamur mikoriza di lahan marjinal telah dilaksanakan di lahan petani di Desa Lemahneundeut, Kecamatan Cisurupan (1.500 m dpl.), Kabupaten Garut, Jawa Barat dari bulan Juli 2001 sampai dengan Desember 2001. Dua faktor perlakuan yaitu (1) penggunaan mikoriza (tanpa dan dengan mikoriza 2 g per tanaman) dan (2) dosis pupuk fosfat (0, 45, 90, 135, dan 180 kg P 2 O 5 /ha), diatur dalam sebuah rancangan acak kelompok faktorial dengan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun serapan P pada tanaman tomat meningkat dengan penggunaan jamur mikoriza, namun secara umum penggunaan jamur mikoriza tidak berpengaruh nyata, baik terhadap peubah pertumbuhan maupun komponen hasil tanaman tomat. Pengaruh nyata dari penggunaan jamur mikoriza hanya didapatkan pada pengamatan bobot kering tanaman pada umur 9 minggu setelah tanam. Penggunaan pupuk P dengan dosis 45 kg P 2 O 5 /ha meningkatkan secara nyata bobot kering tanaman dan komponen hasil seperti bobot buah total per petak dan jumlah buah per petak (15 m 2 ). Katakunci: Lycopersicon esculentum; Mikoriza; Fosfat; Lahan marjinal; Pertumbuhan; Hasil. ABSTRACT. Gunadi, N. and Subhan. 2007. Response of Tomato on the Application of Mycorrhizae Fungi in Marginal Land. An experiment to determine the response of mycorrhizae fungi application in tomato grown in marginal land was conducted at a farmer’s field in Lemahneundeut Village, Cisurupan Sub-district (1,500 m asl), Garut District, West Java, from July 2001 until December 2001. Two treatment’s factors i.e. factor (1) mycorrhizae application (without and using mycorrhizae 2 g per plant) and factor (2) phosphate fertilizer rate (0, 45, 90, 135, and 180 kg P 2 O 5 /ha), were arranged in a randomized block design with 4 replications. The results show that although P uptake in tomato increased with mycorrhizae fungi application, in general mycorrhizae fungi application did not affect significantly to several growth parameters and yield component of tomato. Significant effect of mycorrhizae fungi application was only indicated in total plant dry weight at 9 weeks after planting. The use of phosphate fertilizer at 45 kg P 2 O 5 /ha increased significantly on total plant dry weight and yield component such as total fruit weight per plot and fruit number per plot (15 m 2 ). Keywords: Lycopersicon esculentum; Mycorrhizae; Phosphate; Marginal land; Growth; Yield. Pembangunan pertanian bertujuan untuk membangun pertanian tangguh yang efisien melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan (Bermanakusumah 1995). Sumberdaya alam di Indonesia sejak beberapa waktu terancam kelestariannya. Salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya pengusahaan tanaman sayuran yang sangat intensif di daerah dataran tinggi. Dalam jangka panjang hal tersebut akan berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan karena mengakibatkan laju erosi yang tinggi. Berbagai pendekatan perlu diusahakan untuk mencegah berlangsungnya hal tersebut, salah satu cara adalah pemanfaatan lahan marginal untuk tanaman sayuran. Lahan marginal adalah lahan- lahan yang dalam pemanfaatannya mempunyai kendala fisik, biologis, kimiawi, dan sosial ekonomi. Lahan kering merupakan salah satu tipe dari lahan marginal di samping lahan basah, lahan rawa, dan pasang surut (Bermanakusumah 1995). Menurut Haerah dan Jafar (1993), di Indonesia terdapat lebih kurang 8 juta ha lahan kering dan 11 juta ha lahan kritis (lahan pasang surut dan lahan salin) yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan pertanian. Lahan kering dimaksud sangat potensial menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru sektor pertanian untuk meningkatkan pendapatan petani, dan mengentaskan kemiskinan. Pemanfaatan lahan kering untuk meningkatkan pendapatan petani dapat dilakukan dengan mengganti tanaman yang ada dengan tanaman lain yang lebih produktif dan bernilai ekonomi

Upload: trankhanh

Post on 07-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

138

J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007

J. Hort. 17(2):138-149, 2007

Respons Tanaman Tomat terhadap Penggunaan Jamur Mikoriza di Lahan Marjinal

Gunadi, N. dan SubhanBalai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung 40391

Naskah diterima tanggal 25 April 2005 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 4 November 2006

ABSTRAK. Percobaan untuk mengetahui respons tanaman tomat terhadap penggunaan jamur mikoriza di lahan marjinal telah dilaksanakan di lahan petani di Desa Lemahneundeut, Kecamatan Cisurupan (1.500 m dpl.), Kabupaten Garut, Jawa Barat dari bulan Juli 2001 sampai dengan Desember 2001. Dua faktor perlakuan yaitu (1) penggunaan mikoriza (tanpa dan dengan mikoriza 2 g per tanaman) dan (2) dosis pupuk fosfat (0, 45, 90, 135, dan 180 kg P2O5/ha), diatur dalam sebuah rancangan acak kelompok faktorial dengan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun serapan P pada tanaman tomat meningkat dengan penggunaan jamur mikoriza, namun secara umum penggunaan jamur mikoriza tidak berpengaruh nyata, baik terhadap peubah pertumbuhan maupun komponen hasil tanaman tomat. Pengaruh nyata dari penggunaan jamur mikoriza hanya didapatkan pada pengamatan bobot kering tanaman pada umur 9 minggu setelah tanam. Penggunaan pupuk P dengan dosis 45 kg P2O5/ha meningkatkan secara nyata bobot kering tanaman dan komponen hasil seperti bobot buah total per petak dan jumlah buah per petak (15 m2).

Katakunci: Lycopersicon esculentum; Mikoriza; Fosfat; Lahan marjinal; Pertumbuhan; Hasil.

ABSTRACT. Gunadi, N. and Subhan. 2007. Response of Tomato on the Application of Mycorrhizae Fungi in Marginal Land. An experiment to determine the response of mycorrhizae fungi application in tomato grown in marginal land was conducted at a farmer’s field in Lemahneundeut Village, Cisurupan Sub-district (1,500 m asl), Garut District, West Java, from July 2001 until December 2001. Two treatment’s factors i.e. factor (1) mycorrhizae application (without and using mycorrhizae 2 g per plant) and factor (2) phosphate fertilizer rate (0, 45, 90, 135, and 180 kg P2O5/ha), were arranged in a randomized block design with 4 replications. The results show that although P uptake in tomato increased with mycorrhizae fungi application, in general mycorrhizae fungi application did not affect significantly to several growth parameters and yield component of tomato. Significant effect of mycorrhizae fungi application was only indicated in total plant dry weight at 9 weeks after planting. The use of phosphate fertilizer at 45 kg P2O5/ha increased significantly on total plant dry weight and yield component such as total fruit weight per plot and fruit number per plot (15 m2).

Keywords: Lycopersicon esculentum; Mycorrhizae; Phosphate; Marginal land; Growth; Yield.

Pembangunan pertanian bertujuan untuk membangun pertanian tangguh yang efisien melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan (Bermanakusumah 1995). Sumberdaya alam di Indonesia sejak beberapa waktu terancam kelestariannya. Salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya pengusahaan tanaman sayuran yang sangat intensif di daerah dataran tinggi. Dalam jangka panjang hal tersebut akan berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan karena mengakibatkan laju erosi yang tinggi.

Berbagai pendekatan perlu diusahakan untuk mencegah berlangsungnya hal tersebut, salah satu cara adalah pemanfaatan lahan marginal untuk tanaman sayuran. Lahan marginal adalah lahan-

lahan yang dalam pemanfaatannya mempunyai kendala fisik, biologis, kimiawi, dan sosial ekonomi. Lahan kering merupakan salah satu tipe dari lahan marginal di samping lahan basah, lahan rawa, dan pasang surut (Bermanakusumah 1995). Menurut Haerah dan Jafar (1993), di Indonesia terdapat lebih kurang 8 juta ha lahan kering dan 11 juta ha lahan kritis (lahan pasang surut dan lahan salin) yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan pertanian. Lahan kering dimaksud sangat potensial menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru sektor pertanian untuk meningkatkan pendapatan petani, dan mengentaskan kemiskinan.

Pemanfaatan lahan kering untuk meningkatkan pendapatan petani dapat dilakukan dengan mengganti tanaman yang ada dengan tanaman lain yang lebih produktif dan bernilai ekonomi

Page 2: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

139

Gunadi, N. dan Subhan: Tanggap tanaman tomat thd. penggunaan jamur mikoriza ...

tinggi seperti halnya tanaman sayuran. Tanaman sayuran yang berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering di antaranya adalah tanaman tomat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menemukan jenis-jenis tomat yang potensial dikembangkan di daerah lahan kering. Selain itu Duriat (1997) mengemukakan bahwa daya adaptasi komoditas tomat cukup luas.

Ditinjau dari segi tanah dan agroklimat, lahan kering merupakan salah satu lahan marjinal yang memiliki beraneka ragam kendala, yang terpenting di antaranya adalah kesuburan tanah rendah, ketersediaan air terbatas, dan suhu tanah tinggi. Selain itu, beberapa kendala lainnya yang sering muncul pada lahan ini adalah pH tanah, nilai tukar kation (NTK), dan kejenuhan basa (KB) serta P tersedia yang rendah akibat tingginya fiksasi tanah (Ismail dan Effendi 1981, Soepardi 1983, Aljabri et al.1986, Widjaja Adhi et al. 1990, Hilman 1997). Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dapat dilakukan manipulasi secara fisik (teknik pengolahan tanah, penggunaan pupuk organik), kimia (pemupukan), dan biologi (pemanfaatan mikroorganisme berguna) tanah di daerah lahan kering tersebut.

Salah satu cara manipulasi lahan secara biologi adalah pemanfaatan mikroorganisme. Mikoriza adalah salah satu mikroorganisme berguna dan merupakan fungi simbiotik yang tidak berbahaya, bahkan bersifat saling menguntungkan antara fungi tular tanah dengan akar-akar tanaman. Jamur mikoriza banyak terdapat di alam dan tanah pertanian, dan umumnya berkoloni dengan akar dari banyak spesies tanaman. Jamur mikoriza membantu tanaman induk menyerap unsur hara tertentu (Buckman dan Brady 1969, Hardjowigeno 1995), terutama fosfat (Harrison dan van Buuren 1995, Bryla dan Koide 1998). Fosfat adalah salah satu unsur hara makro yang diperoleh dengan bantuan jamur mikoriza dan ditransfer ke tanaman (Rosewarne et al. 1999). Selain itu, menurut Azizah (1991), inokulasi tanaman dengan fungi mikoriza sangat efektif untuk memaksimumkan efisiensi penggunaan pupuk.

Walaupun manfaat penggunaan jamur mikoriza telah terlihat, namun penggunaannya masih terbatas pada lingkungan penelitian saja. Hasil penelitian pada lahan marginal di Indonesia menunjukkan bahwa aplikasi fungi mychorrizae vesicular arbuscular (MVA) dapat meningkatkan

produksi berbagai sayuran, dan ketersediaan hara bagi tanaman tomat antara 20-100% (Simarmata 1994). Hasil penelitian pada tanaman cabai yang ditanam di lahan berjenis tanah asosiasi Oxisols dan Alluvial menunjukkan bahwa pemberian MVA meningkatkan kandungan P daun (Hilman et al. 1997).

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tanggap tanaman tomat terhadap penggunaan jamur mikoriza yang ditanam di daerah lahan marjinal.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan percobaan lapangan yang dilaksanakan di lahan petani di Desa Lemahneundeut, Kecamatan Cisurupan (1.500 m dpl), Kabupaten Garut, Jawa Barat dari bulan Juli sampai Desember 2001. Rancangan percobaan yang digunkan dalam percobaan ini adalah acak kelompok pola faktorial dan setiap perlakuan diulang 4 kali. Adapun perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut.Faktor A. Penggunaan mikoriza

a1. tanpa mikorizaa2. dengan mikoriza dengan mikoriza

Faktor B. Dosis pupuk P2O5/hab1. 0 kg P2O5/hab2. 45 kg P2O5/hab3. 90 kg P2O5/hab4. 135 kg P2O5/hab5. 180 kg P2O5/haTanaman tomat yang digunakan pada

penelitian ini adalah varietas Arthaloka. Benih tomat disemai pada bedengan persemaian dengan media campuran kompos dan tanah (rasio 1:1). Pada umur 2 minggu setelah semai, tanaman semaian dipindahkan ke bumbunan daun pisang sebelum dipindahkan lagi ke lapangan. Waktu yang diperlukan dari mulai biji tomat disemai sampai tanaman semaian dipindahkan ke lapangan kurang lebih selama sebulan. Jarak tanam yang digunakan di lapangan adalah 75 x 50 cm. Setiap petak percobaan terdiri dari 4 baris dengan 10 tanaman per baris, sehingga jumlah total tanaman per petak percobaan adalah 40. Ukuran petak percobaan adalah 3,0 m x 5,0 m=

Page 3: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

140

J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007

15,0 m2. Jumlah seluruh petak percobaan adalah 40 buah.

Satu minggu sebelum tanaman semaian dipindahkan ke lapangan, pupuk kandang kuda diaplikasikan dengan dosis 20 t/ha. Semua petak percobaan dipupuk 150 kg N dan 100 K2O/ha masing-masing dalam bentuk amonium sulfat (ZA) dan kalium klorida (KCl) yang diberikan 2 kali, yaitu setengah dosis pada saat tanam dan setengah dosis sisanya diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (HST). Pupuk super fosfat (SP36) dengan dosis sesuai dengan perlakuan diaplikasikan sebelum tanam. PemeliharaanPemeliharaan tanaman seperti penyiangan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara reguler.

Pada percobaan ini dilakukan pengamatan tinggi tanaman pada umur 5, 6, 7, 8, dan 9 minggu setelah tanam (MST), umur tanaman mulai berbunga, bobot kering tanaman pada umur 9 MST, luas daun pada umur 9 MST serta hasil panen buah. Data diuji dengan uji F dan perbedaan rerata perlakuan dianalisis dengan uji LSD (Least Significant Difference) pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Kimia TanahBeberapa ciri kimia tanah sebelum penelitian

disajikan pada Tabel 1. Jenis tanah penelitian tergolong Regosol dari batuan basis dan intermedier gunung Papandayan. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa perbandingan pasir: debu:liat adalah 51%:23%:26%. Tanah mempunyaiTanah mempunyai sifat sangat masam dengan pH 4,0, kandungan karbon (C) termasuk rendah yaitu 3,33%. Kandungan nitrogen (N) termasuk rendah yaitu 0,43%. Rasio karbon dan nitrogen (C/N) rendah yaitu 8. Fosfor (P2O5) Bray tergolong rendah yaitu 13,3 ppm, kalium (K) juga tergolong rendah yaitu 0,18 me/100g. Kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan natrium (Na) tergolong sangat rendah sampai rendah, berturut-turut yaitu 1,15 , 0,13 dan 0,15 me/100g. Sedangkan besi (Fe), sulfur (S), dan alumunium (Al) tergolong sangat tinggi berturut-turut yaitu 60,6, 806 dan 370 mg/kg. Mangan (Mn) tergolong sedang yaitu 5,5 mg/kg. Kapasitas tukar kation (KTK) tergolong sedang

yaitu 23,49 me/100g dan kejenuhan basa (KB) sangat rendah yaitu 7%. Dari hasil analisis tanah tersebut, dapat dikemukakan bahwa lahan tempat penelitian telah mengalami degradasi kesuburan lahan yang cukup kritis.

Tabel 1. Beberapa ciri kimia tanah sebelum percobaan berlangsung (Chemical characteristics of the soil before ex-periment), Garut, Juli 2001

Ciri kimia tanah(Chemical characteristics)

Nilai(Value)

Tekstur: Pasir (Sand) (%) Debu (Silt) (%) Liat (Clay) (%)pH H2OpH KClC organik (%)N total (%)C/N rasioP Bray-1 (mg/100 g)K oks (mg/100 g)Ekstraksi amonium acetat 1N pH 7: Ca (me/100 g)Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) K (me/100 g) Na (me/100 g) Jumlah (me/100 g) KTK (me/100 g)KB (%)Al dd (me/100 g)Ekstraksi morgan venema pH 4.8: Fe (mg/kg) Mn (mg/kg) Cu (mg/kg) Zn (mg/kg) S (mg/kg) Al (mg/kg)Ekstraksi H2O: Bo (mg/kg)

512326

4.0 4.0

3.33 0.43

8 13.3 62.9

1.15 0.13 0.18 0.15 1.61 23.49

7 1.17

60.6 5.5 1.8 7.3

806 370

0.38

Tinggi TanamanPengaruh penggunaan jamur mikoriza dan

dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman tomat pada beberapa periode pengamatan disajikan pada Tabel 2. Pada semua periode pengamatan, rerata tinggi tanaman tomat yang diberi jamur mikoriza lebih tinggi daripada tinggi tanaman tomat yang tidak diberi jamur mikoriza, namun secara statistik perbedaan tersebut hanya nyata pada umur 6 dan 8 MST. Pengaruh penggunaan mikoriza yang tidak konsisten pada pengamatan tinggi tanaman kemungkinan berhubungan dengan aplikasi mikoriza pada percobaan ini yang

Page 4: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

141

Gunadi, N. dan Subhan: Tanggap tanaman tomat thd. penggunaan jamur mikoriza ...

Tabel 2. Tinggi tanaman tomat selama periode pertumbuhan dengan penggunaan jamur mikoriza dan dosis pupuk P (Plant height of tomato during the growth period as a response of mycorrhizae application and several rates of phosphate fertilizer), Garut, Desember 2001

Perlakuan(Treatments)

Tinggi tanaman pada umur...MST (Plant height at...WAP), cm5 6 7 8 9

Penggunaan mikoriza(Mycorrhizae application): Tanpa mikoriza (without mycorrhizae) Dengan mikoriza (with mycorrhizae)

16,8 a

17,7 a

25,6 b

28,2 a

38,4 a

40,3 a

53,0 b

58,9 a

99,5 a

104,4 a

Dosis fosfat (Rate of phosphate): P2O5 kg/ha 00 4 5 9 0 135 180180

18,2 a17,3 a17,4 a16,1 a17,2 a

27,7 a26,3 a27,0 a25,8 a27,7 a

39,9 a38,0 a40,9 a40,4 a37,6 a

54,9 a55,6 a58,2 a56,1 a55,1 a

96,2 b 102,3 ab105,5 a104,7 a

101,1 ab

Rerata (Mean)LSD 0.05 (dosis fosfat/rate of phosphate)KK (CV) %

17,32,9

16,3

26,9 3,5 12,7

39,4 5,3 13,1

55,97,4

12,9

101,9 7,9 7,5

KK (CV) = Koefisien keragaman (Coefficient of variation); MST (wAP) = Minggu setelah tanam (Weeks after planting)

kurang optimal. Mikoriza diaplikasikan dengan cara ditempatkan di samping lubang tanaman pada saat sebelum tanam di lapangan. Dalam rangka meningkatkan keefektifan penggunaan mikoriza, disarankan penggunaan jamur mikoriza pada tanaman tomat diaplikasikan pada saat tanaman masih di persemaian sehingga pada saat tanaman dipindahkan ke lapangan jamur mikoriza telah menginfeksi akar tanaman tomat (Simarmata et al. 2004).

Dosis pupuk P juga tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tomat sampai umur 8 MST (Tabel 2). Pengaruh dosis pupuk P yang nyata terhadap tinggi tanaman tomat hanya terlihat pada pengamatan umur 9 MST, di mana dosis pupuk P di atas 90-135 kg P2O5/ha secara nyata meningkatkan tinggi tanaman tomat dibandingkan dengan perlakuan tanpa menggunakan pupuk P, tetapi dosis pupuk P sampai 180 kg P2O5/ha pengaruhnya terhadap tinggi tanaman tomat tidak nyata dibandingkan perlakuan tanpa pupuk P. Pengaruh yang tidak nyata dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman sampai umur 8 MST, kemungkinan berhubungan dengan pengaruh penggunaan mikoriza yang kurang optimal sehingga pengaruhnya tidak konsisten sampai umur 8 MST. Apabila jamur mikoriza telah menginfeksi

akar tanaman inang, maka jamur mikoriza membantu tanaman induk/inang menyerap unsur hara tertentu terutama fosfat (Harrison dan van Buuren 1995, Bryla dan Koide 1998).

Luas Daun, Jumlah Tandan Bunga, dan Jumlah Bunga

Rerata luas daun, jumlah tandan bunga, dan jumlah bunga tanaman tomat akibat pengaruh penggunaan mikoriza dan beberapa dosis pupuk P disajikan pada Tabel 3.

Seperti pada pengamatan tinggi tanaman, walaupun penggunaan mikoriza mampu meningkatkan luas daun dan jumlah tandan bunga per tanaman, namun perbedaannya tidak nyata dibandingkan dengan luas daun dan jumlah tandan bunga per tanaman pada perlakuan tanpa penggunaan mikoriza. Rerata luas daun dan jumlah tandan bunga per tanaman pada percobaan ini berturut-turut adalah 1.473,1 cm2 dan 2,7 tandan bunga. Perbedaan yang nyata penggunaan mikoriza diperoleh pada pengamatan jumlah bunga per tanaman. Jumlah bunga per tanaman pada perlakuan dengan mikoriza adalah 16,5 yang berbeda nyata dengan jumlah bunga per tanaman pada perlakuan tanpa mikoriza yang hanya berjumlah 14,0 (Tabel 3).

Page 5: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

142

J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007

Tabel 3. Luas daun, jumlah tandan bunga, dan jumlah bunga tanaman tomat dengan peng-gunaan jamur mikoriza dan dosis pupuk P (Leaf area, number of flower bunch, and number of tomato flower as a response of mycorrhizae application and several rates of phosphate fertilizer), Garut, Desember 2001

Perlakuan(Treatments)

Luas daun per tanaman

(Leaf area per plant)cm2

Jumlah tandan bunga per tanaman

(No. of flower bunch per plant)

Jumlah bunga per tanaman

(No. of flower per plant)

Penggunaan mikoriza(Mycorrhizae application):

Tanpa mikoriza (without mycorrhizae) Dengan mikoriza (with mycorrhizae)

1421,7 a

1524,5 a

2,6 a

2,7 a

14,0 b

16,5 a

Dosis fosfat (Rate of phosphate): P2O5 kg/ha 00

45 90

135 180180

1133,5 b1458,9 a1691,5 a1598,4 a1483,0 a

2,4 a2,8 a2,7 a2,9 a2,6 a

14,2 a15,7 a16,3 a15,4 a14,8 a

Rerata (Mean)LSD .05 (Dosis fosfat/rate of phosphate)KK (CV), %

1473,1 316,9 20,9

2,7 0,7 25,2

15,3 3,0 19,4

Dosis pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tandan bunga dan jumlah bunga per tanaman. Pengaruh nyata perlakuan dosis pupuk P hanya terlihat pada pengamatan luas daun (Tabel 3). Penggunaan pupuk P dengan dosis 45 sampai 180 kg P2O5/ha secara nyata meningkatkan luas daun tanaman tomat dibandingkan dengan perlakuan tanpa penggunaan pupuk P.

Bobot Kering TanamanPengaruh penggunaan mikoriza dan dosis

pupuk P terhadap bobot kering daun, batang, akar, buah, dan total tanaman tomat pada umur 9 MST disajikan pada Tabel 4. Penggunaan mikoriza secara nyata meningkatkan bobot kering bagian-bagian tanaman seperti batang, akar dan buah serta bobot kering total tanaman dibandingkan tanpa penggunaan mikoriza. Bobot kering daun juga meningkat dengan penggunaan mikoriza, tetapi perbedaannya tidak nyata dibandingkan dengan tanpa penggunaan mikoriza (Tabel 4). Adanya pengaruh yang nyata penggunaan mikoriza terhadap peningkatan bobot kering total tanaman sejalan dengan hasil penelitian penggunaan mikoriza pada tanaman kedelai, melaporkan bahwa mikoriza mampu meningkatkan bobot kering tanaman

Simanungkalit (1988, 1993). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan mikoriza pada tanaman tomat yang ditanam pada tanah salin nyata meningkatkan bobot kering tanaman bila dibandingkan dengan bobot kering tanaman yang tidak diberi mikoriza (Poss et. al.1985).

Dosis pupuk P berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar, bobot kering buah, dan bobot kering total tanaman, sedangkan terhadap bobot kering daun dan bobot kering batang, pengaruh dosis pupuk P tidak nyata (Tabel 4). Dosis pupuk 90 kg P2O5/ha meningkatkan bobot kering akar dibandingkan dengan penggunaan dosis yang lebih rendah dari 90 kg P2O5/ha. Penggunaan pupuk P sebesar 45 kg P2O5/ha secara nyata meningkatkan bobot kering buah dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P. Sejalan dengan pengamatan bobot kering buah, dosis pupuk P berpengaruh secara nyata terhadap bobot kering total tanaman. Penggunaan dosis pupuk P sebesar 180 kg P2O5/ha secara nyata meningkatkan bobot kering total tanaman dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P, sedangkan penggunaan pupuk P dari 45-135 kg P2O5/ha tidak nyata meningkatkan bobot kering total tanaman dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P.

Page 6: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

143

Gunadi, N. dan Subhan: Tanggap tanaman tomat thd. penggunaan jamur mikoriza ...

Tabel 4. Bobot kering daun, batang, akar, buah, dan total tanaman tomat pada umur 9 MST dengan penggunaan jamur mikoriza dan dosis pupuk P (Dry weight of leaf, stem, root, fruit, and total plant of tomato at 9 WAP as a response of mycorrhizae fungi application and several rates of phosphate fertilizer), Garut, Desember 2001

Perlakuan(Treatments)

Bobot kering per tanaman (Dry weight per plant)

Daun(Leaf)

Batang(Stem)

Akar(Root)

Buah(Fruit)

Total tanaman(Total plant)

....................................................... g .................................................Penggunaan mikoriza(Mycorrhizae application): Tanpa mikoriza (without mycorrhizae) Dengan mikoriza (with mycorrhizae)

3,5 a

3,7 a

7,2 b

8,1 a

2,5 b

2,9 a

0,9 b

1,6 a

14,4 b

16,2 a

Dosis fosfat (Rate of phosphate): kg/ha P2O5 00

45 90

135 180180

3,5 a3,6 a3,5 a3,8 a3,7 a

7,6 a7,7 a7,4 a7,5 a8,1 a

1,9 c2,6 b3,2 a

2,9 ab 2,7 ab

0,9 b1,6 a

1,5 ab 1,1 ab 1,4 ab

14,0 b 15,3 ab 15,6 ab 15,1 ab16,5 a

Rerata (Mean)LSD 0.05 (Dosis fosfat/Rate of phosphate)KK (CV), %

3,6 0,7 18,7

7,6 1,3 16,1

2,7 0,5 19,7

1,3 0,7 52,8

15,3 1,9 12,7

Tabel 5. Bobot buah baik, buah busuk, dan total buah tanaman tomat per petak dengan penggunaan jamur mikoriza dan dosis pupuk P (Weight of healthy fruit, rotten fruit, and total fruit of tomato per plot as a response of mycorrhizae fungi application and several rates of phosphate fertilizer), Garut, Desember 2001

Perlakuan(Treatments)

Bobot buah (Weight of fruit)kg/15 m2

Baik (healthy) Busuk (Rotten) Total (Total)

Penggunaan mikoriza(Mycorrhizae application): Tanpa mikoriza (without mycorrhizae) Dengan mikoriza (with mycorrhizae)

28,7 a

28,3 a

2,8 a

2,7 a

31,5 a

30,9 a

Dosis fosfat (Rate of phosphate): P2O5 kg/ha 00

45 90

135 180180

22,4 b28,1 a31,9 a30,6 a29,5 a

2,8 a3,0 a2,7 a2,7 a2,6 a

25,2 b31,1 a34,6 a33,2 a32,1 a

Rerata (Mean)LSD 0.05 (Dosis fosfat/Rate of phosphate)KK (CV), %

28,5 5,4 18,6

2,7 0,4 15,5

31,2 5,5 17,0

Page 7: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

144

J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007

Komponen Hasil PanenPengaruh penggunaan mikoriza dan dosis

pupuk P terhadap bobot buah baik, bobot buah busuk, dan bobot buat total tanaman tomat per petak percobaan disajikan pada Tabel 5. Penggunaan mikoriza pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap bobot buah baik, bobot buah busuk serta bobot buah total per petak (15 m2).

Perbedaan nyata pada pengamatan komponen hasil ditunjukkan pada perlakuan dosis pupuk P. Penggunaan dosis pupuk P dari 45-180 kg P2O5/ha nyata meningkatkan bobot buah baik per petak dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P, tetapi dosis pupuk P diatas 45 kg P2O5/ha tidak nyata meningkatkan bobot buah baik per petak. Pada penelitian ini, dosis pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap bobot buah busuk per petak. Rerata bobot buah busuk per petak pada penelitian ini adalah 2,7 kg per 15 m2. Sejalan dengan pengamatan bobot buah baik per petak, penggunaan dosis pupuk P 45-180 kg P2O5/ha meningkatkan bobot buah total per petak secara nyata dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P. Pemupukan P dengan dosis 90-180 kg

P2O5/ha tidak memberikan bobot buah yang nyata lebih tinggi daripada bobot buah yang dipanen dari tanaman yang mendapatkan perlakuan 45 kg P2O5/ha.

Pengaruh penggunaan mikoriza dan dosis pupuk P terhadap jumlah buah baik, jumlah buah busuk dan jumlah buah total tanaman tomat per petak disajikan pada Tabel 6.

Seperti pada pengamatan bobot buah, penggunaan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah, baik jumlah buah baik, jumlah buah busuk maupun jumlah buah total per petak. Rerata jumlah buah baik, jumlah buah busuk, dan jumlah buah total per petak berturut-turut adalah 382,3, 51,9 dan 434,2 buah per 15 m2.

Dosis pupuk P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per petak (Tabel 6). Penggunaan dosis pupuk P dari 45-135 kg P2O5/ha nyata meningkatkan jumlah buah baik per petak dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P. Dosis pupuk P diatas 135 kg P2O5/ha tidak nyata meningkatkan jumlah buah baik per petak dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P. Terhadap jumlah buah busuk per petak, dosis

Tabel 6. Jumlah buah baik, buah busuk, dan total buah tomat per petak dengan penggunaan jamur mikoriza dan dosis pupuk P (Number of healthy fruit, rotten fruit, and total fruit of tomato per plot as a response of mycorrhizae fungi application and several rates of phosphate fertilizer), Garut, Desember 2001

Perlakuan(Treatments)

Jumlah buah (Number of fruit)

#/15 m2

Baik(healthy) Busuk (Rotten) Total (Total)Penggunaan mikoriza(Mycorrhizae application): Tanpa mikoriza (without mycorrhizae) Dengan mikoriza (with mycorrhizae)

381,7 a

382,9 a

53,1 a

50,7 a

434,8 a

433,6 a

Dosis fosfat (Rate of phosphate): P2O5 kg/ha 00 45 90 135 180180

317,1b385,4 a430,7 a400,0 a

378,2 ab

51,9 ab55,1 a48,0 a49,2 a55,4 a

369,0 b440,5 a478,7 a449,2 a433,6 a

Rerata (Mean)LSD .05 (Dosis fosfat/Rate of phosphate)KK (CV), %

382,3 62,4 15,9

51,9 6,8 12,9

434,2 61,2 13,7

Page 8: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

145

Gunadi, N. dan Subhan: Tanggap tanaman tomat thd. penggunaan jamur mikoriza ...

pupuk P tidak berpengaruh secara nyata. Seperti pada pengamatan bobot buah total per petak, penggunaan dosis pupuk P dari 45 kg P2O5/ha sampai 180 kg P2O5/ha meningkatkan jumlah buah total per petak secara nyata dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P, tetapi respon jumlah buah total per petak percobaan yang mendapatkan dosis pupuk antara 90-180 kg P2O5/ha memberikan jumlah buah total yang tidak berbeda nyata dengan petak percobaan yang dipupuk 45 kg P2O5/ha.

Tabel 7 menyajikan pengaruh penggunaan mikoriza dan dosis pupuk P terhadap bobot buah baik, bobot buah busuk, dan bobot buah total tomat per tanaman.

Seperti pada pengamatan bobot buah per petak, penggunaan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap bobot buah per tanaman, baik bobot buah baik per tanaman, bobot buah busuk per tanaman maupun bobot buah total per tanaman. Rerata bobot buah baik, bobot buah busuk, dan bobot buah total per tanaman berturut-turut adalah 5,1, 0,9, dan 5,9 kg per tanaman.

Bobot buah per tanaman nyata dipengaruhi oleh dosis pupuk P (Tabel 7). Dosis pupuk diDosis pupuk di atas 90 kg sampai 180 kg P2O5/ha secara nyata meningkatkan bobot buah baik per tanaman, namun pada dosis 135 kg P2O5/ha bobot buah per tanaman tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pupuk P dan 45 kg P2O5/ha. Pengaruh yangPengaruh yang sama pemupukan P juga terlihat pada pengamatan bobot buah total per tanaman. Dosis pupuk di atas 90 kg-180 kg P2O5/ha secara nyata meningkatkan bobot buah total per tanaman, namun pada dosis 135 kg P2O5 /ha bobot buah total per tanaman tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pupuk P dan 45 kg P2O5/ha.

Pengaruh penggunaan mikoriza dan dosis pupuk P terhadap jumlah buah baik, jumlah buah busuk, dan jumlah buah total tanaman tomat per tanaman disajikan pada Tabel 8.

Penggunaan mikoriza tidak mempengaruhi secara nyata jumlah buah per tanaman, baik jumlah buah baik per tanaman, jumlah buah busuk per tanaman, maupun jumlah buah total per tanaman. Demikian pula dosis pupuk P tidak berpengaruh

Tabel 7. Bobot buah baik, buah busuk, dan total buah tomat per tanaman dengan penggunaan jamur mikoriza dan dosis pupuk P (Weight of healthy fruit, rotten fruit, and total fruit of tomato per plant as a response of mycorrhizae fungi application and several rates of phosphate fertilizer), Garut, Desember 2001

Perlakuan(Treatments)

Bobot buah per tanaman (Weight of healthy fruit per plant)

kgBaik (healthy) Busuk (Rotten) Total (Total)

Penggunaan mikoriza(Mycorrhizae application): Tanpa mikoriza (without mycorrhizae) Dengan mikoriza (with mycorrhizae)

5,1 a

5,1 a

0,8 a

0,9 a

5,9 a

6,0 a

Dosis fosfat (Rate of phosphate): P2O5 kg/ha 00 45 90 135 180180

4,6 b4,4 b5,8 a5,1 ab5,6 a

0,9 ab0,8 ab0,7 b1,0 a 0,9 ab

5,5 b5,3 b6,6 a6,1 ab6,4 a

Rerata (Mean)LSD 0.05 (Dosis fosfat/Rate of phosphate)KK (CV), %

5,10,816,2

0,90,217,9

5,90,914,2

Page 9: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

146

J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007

secara nyata terhadap jumlah buah baik per tanaman dan jumlah buah total per tanaman. Pengaruh dosis pupuk P secara nyata terlihat pada pengamatan jumlah buah busuk per tanaman. Jumlah buah busuk per tanaman terkecil dicapai pada dosis pupuk P sebesar 90 kg kg P2O5/ha yang berbeda nyata dengan dosis pupuk P lainnya.

Serapan FosfatTabel 9 menyajikan pengaruh penggunaan

mikoriza dan dosis pupuk P terhadap serapan P pada tanaman tomat dan P tersedia di tanah. Pada tabel tersebut, penggunaan mikoriza mampu meningkatkan serapan P pada tanaman, walaupun data tidak dianalisis secara statistik. Demikian pula, P tersedia di tanah meningkat dengan penggunaan mikoriza, walaupun peningkatan P tersedia tersebut relatif kecil.

Dosis pupuk P dari 45-180 kg P2O5/ha meningkatkan serapan P pada tanaman dan peningkatan serapan P pada tanaman yang tertinggi dicapai pada perlakuan dosis pupuk P sebesar 180 kg P2O5/ha. Walaupun P tersedia pada perlakuan tanpa pupuk P lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk P lainnya, namun serapan P pada perlakuan tanpa pupuk P ternyata lebih rendah dibandingkan

dengan perlakuan penggunaan pupuk P dari 45-180 kg P2O5/ha.

Pada penelitian ini, ada indikasi serapan P meningkat dengan penggunaan mikoriza, namun secara umum penggunaan mikoriza tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, baik terhadap beberapa peubah pertumbuhan maupun komponen hasil tanaman tomat. Pengaruh yang nyata penggunaan mikoriza hanya didapatkan pada pengamatan bobot kering tanaman pada umur 9 MST. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan mikoriza memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah pertumbuhan dan hasil tanaman tomat serta serapan hara terutama unsur P (Simarmata 1994, Setiawati et al. 2001).

Penelitian sejenis yang dilakukan pada lahan salin yang dilakukan oleh Poss et. al. (1985) menunjukkan bahwa penggunaan mikoriza meningkatkan bobot kering tanaman secara nyata dibandingkan dengan tanpa penggunaan mikoriza. Pengaruh yang tidak nyata penggunaan mikoriza terhadap beberapa peubah pertumbuhan dan komponen hasil tanaman tomat pada penelitian ini kemungkinan disebabkan dosis penggunaan mikoriza pada penelitian ini kurang optimal,

Tabel 8. Jumlah buah baik, buah busuk, dan total buah tomat per tanaman dengan penggunaan jamur mikoriza dan dosis pupuk P (Number of healthy fruit, rotten fruit, and total fruit of tomato per plant as a response of mycorrhyzae fungi application and several rates of phosphate fertilizer), Garut, Desember 2001

Perlakuan(Treatments)

Jumlah buah per tanaman (Number of fruit per plant)

Baik (healthy) Busuk (Rotten) Total

Penggunaan mikoriza(Mycorrhizae application): Tanpa mikoriza (without mycorrhizae) Dengan mikoriza (with mycorrhizae)

64,7 a

65,5 a

14,3 a

14,7 a

79,0 a

80,2 a

Dosis fosfat (Rate of phosphate): P2O5 kg/ha 00 45 90 135 180180

61,1 a63,7 a69,2 a67,7 a63,7 a

14,7 a14,6 a11,0 b15,6 a16,6 a

75,9 a78,4 a80,2 a83,4 a80,4 a

Rerata (Mean)LSD .05 (Dosis fosfat/Rate of phosphate)KK (CV), %

65,1 13,1 19,6

14,5 2,7 18,4

79,6 13,9 16,9

Page 10: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

147

Gunadi, N. dan Subhan: Tanggap tanaman tomat thd. penggunaan jamur mikoriza ...

sehingga pengaruh nyata penggunaan mikoriza hanya pada beberapa peubah pertumbuhan dan tidak terhadap komponen hasil tanaman tomat. Kemungkinan lain disebabkan adanya variabilitas respons tanaman inang terhadap kolonisasi mikoriza (Bryla dan Koide 1998, Poulton et al. 2001). Tiap kombinasi jamur mikoriza-tanaman inang mempunyai fungsi dan tanggap yang berbeda pada tanaman dalam hal serapan P total, pertumbuhan dan/atau reproduksi tanaman (Smith et al. 2003, Pearson dan Jacobsen 1993, Gao et al. 2001, Liu et al. 1998) dan perbedaan ini juga nyata mempengaruhi interaksi tanaman dalam suatu ekosistem (van der Heijden et al. 1998).

Pada penelitian ini mikoriza diaplikasikan dengan cara menempatkan mikoriza tersebut disamping lubang tanaman dengan dosis masing-masing 5 g per tanaman. Simarmata et al. (2004) menyatakan bahwa keefektifan jamur mikoriza berkaitan erat dengan berbagai faktor lingkungan tanah abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah, dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikroba, spesies cendawan, tanaman inang, dan kompetisi antarjamur mikoriza). Berdasarkan hal tersebut untuk meningkatkan serapan hara P sebaiknya penggunaan jamur

mikoriza pada tanaman tomat diaplikasikan pada saat persemaian sehingga pada saat tanaman dipindahkan ke lapangan jamur mikoriza telah menginfeksi akar tanaman tomat. Dengan cara tersebut diharapkan serapan hara P oleh tanaman tomat akan lebih baik seperti yang telah dilaporkan oleh penelitian lainnya. Kemungkinan lain yang menyebabkan pengaruh penggunaan jamur mikoriza tidak nyata adalah penelitian ini dilakukan di kebun petani yang merupakan lahan terbuka yang berbeda dengan kondisi lingkungan penelitian-penelitian sebelumnya yang biasanya dilakukan di rumah kaca dengan lingkungan yang terkontrol. Tempat tumbuh tanaman yang diteliti pada penelitian-penelitian sebelumnya merupakan pot-pot dengan media yang relatif terkontrol, sehingga efisiensi penggunaan mikoriza pada kondisi tersebut, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi lahan terbuka seperti pada penelitian ini. Di samping itu, derajat infeksi akar oleh mikoriza pada penelitian ini kemungkinan rendah sehingga efisiensi simbiosis dari mikoriza juga rendah, sehingga pengaruhnya tidak nyata pada beberapa peubah pertumbuhan dan komponen hasil tanaman tomat pada penelitian ini. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan derajat infeksi akar oleh mikoriza sehingga tidak dapat diketahui efisiensi simbiosis dari mikoriza.

Tabel 9. Serapan P pada tanaman tomat dengan penggunaan jamur mikoriza dan dosis pupuk P dan P tersedia di tanah (P uptake in tomato as a response of mycorrhizae fungi application and several rates of phosphate fertilizer and available P in the soil), Garut, Desember 2001

Perlakuan(Treatments)

Serapan P per tanaman(P uptake per plant)

mg

P tersedia di tanah (Bray 1)(Available P in the soil)

ppm P2O5

Penggunaan mikoriza(Mycorrhizae application): Tanpa mikoriza (without mycorrhizae) Dengan mikoriza (with mycorrhizae)

49,49

54,32

8,48

8,52

Dosis fosfat (Rate of phosphate): P2O5 kg/ha 00 45 90 135 180180

46,9951,3351,2349,2560,73

12,006,658,705,759,40

Rerata (Mean) 51,90 8,50

Page 11: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

148

J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007

Dosis pupuk P 45-180 kg P2O5/ha meningkatkan serapan P pada tanaman. Hal ini yang menyebabkan adanya pengaruh yang nyata pada beberapa peubah pertumbuhan dan komponen hasil tanaman tomat. Peubah pertumbuhan seperti bobot kering tanaman dan komponen hasil seperti bobot buah total per petak dan jumlah buah per petak meningkat secara nyata dengan penggunaan dosis dari 45-180 kg P2O5/ha dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk P, tetapi peningkatannya tidak nyata dengan dosis di atas 45 kg P2O5/ha, sehingga penggunaan pupuk P dengan dosis 45 kg P2O5/ha sudah memadai untuk meningkatkan secara nyata bobot kering tanaman, bobot buah total per petak, dan jumlah buah per petak. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan pupuk P pada tanaman tomat masih diperlukan walaupun sudah menggunakan mikoriza. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Simanungkalit (1993) yang mendapatkan bahwa hasil polong kedelai tertinggi dicapai dengan penggunaan dosis 45 kg P2O5/ha. Dosis pupuk P di atas 45 kg P2O5/ha akan menurunkan tingkat efisiensi simbiosis dari mikoriza. Kandungan P yang tinggi akan menekan kolonisasi jamur mikoriza (Mosse 1981, Stribley et al. 1980 dalam Simanungkalit 1993), kemungkinan melalui peningkatan konsentrasi P pada akar tanaman (Menge et al. 1978 dalam Simanungkalit 1993, Furlan dan Bernier-Cardou 1989, Koide 1991, Mengel 1983).

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Penggunaan mikoriza tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap beberapa peubah pertumbuhan dan komponen hasil tanaman tomat. Pengaruh yang nyata dari penggunaan mikoriza hanya didapatkan pada pengamatan bobot kering tanaman pada umur 9 MST.

2. Penggunaan pupuk P dengan dosis 45 kg P2O5/ha meningkatkan secara nyata bobot kering tanaman, bobot buah total per petak (15 m2), dan jumlah buah per petak (15 m2).

3. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan jamur mikoriza pada tanaman tomat di lahan marjinal dalam rangka meningkatkan serapan hara P disarankan aplikasi mikoriza pada saat persemaian sehingga pengaruhnya akan lebih baik.

PUSTAKA

1. Aljabri, M.J. Prawirasumantri, A. Hamid dan J.S. Adiningsih. 1986. Pengaruh Pengapuran, Pemupukan Fosfat dan Pemberian Bahan Organik terhadap Pertumbuhan Kedelai pada Orthoxic Tropudult, Cipanas, Rangkasbitung. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah, Cipayung, 13-15 Desember 1986. Pusat Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Deptan. Bogor.

2. Azizah, H. 1991. Effect of Fertilizer and Endomycorrhi-zalinnoculum on Growth and Nutrient Uptake of Cocoa (Theobroma cacao L.) Seedlings. Biol. and Fert. Soils 11:250-254.

3. Bermanakusumah, Ramdhon. 1995. Upaya Peningkatan Produktivitas Lahan Marginal Untuk Usaha Tani Sayuran. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, Lembang 24 Oktober 1995. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Badan Litbang Pertanian.

4. Bryla, D.R. dan R.T. Koide. 1998. Mycorrhizal Response of Two Tomato Genotypes Relates to their Ability to Ac-quire and Utilize Phosphorus. Annals Bot. 82:849-857.

5. Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soils. The Macmillan Company, New York.

6. Duriat, A.S. 1997. Tomat: Komoditas Andalan yang Prospektif. Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian.

7. Furlan, V. and M. Bernier-Cardou. 1989. Effects of N, P, and K on Formation of Vesicular-Arbuscular Mycor-rhizae, Growth and Mineral Content of Onion. Plant and Soil 113:167-174.

8. Gao, L.L., G. Delp and S.E. Smith, 2001. Colonization Patterns in a Mikoriza-defective Mutant Tomato Vary with Different Arbuscular-Mycorrhizal Fungi. New Phytologist. 151(2):477-491.

9. Haerah, A. dan M. Jafar. 1993.1993. Peranaman Pemerintah Dalam Pengembangan Suatu Teknologi.

10. Hardjowigeno, Sarwono. 1995. Ilmu Tanah. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

11. Harrison, M.J. and M.L. van Buuren. 1995. A Phosphate Transporter from Mycorrhizal Fungus Glomus versi-forme. Nature 378:626-629.

12. Hilman, Y. 1997. Strategi Pemanfaatan Fungi Endo-mycorrhyza Dalam Pengelolaan Tanah Marginal untuk Sayuran Tahun 2020. Evaluasi Hasil Penelitian Hortikul-Hasil Penelitian Hortikul-tura TA. 1997/1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian.

13. _______, Y., E. Santosa dan W. Adiyoga. 1997. Pengaruh Effective Microorganism Lactobacillus sp dan pupuk biologi MVA (Mycorrhyza Vesicular Arbuscular) terhadap Efektivitas Penggunaan Pupuk Buatan dan Pestisida Serta Ketahanan Hama dan Penyakit pada Bawang Merah dan Cabai. Laporan Penelitian Kerjasama Balai Penelitian Tanaman Sayuran dengan Kelompok Kerja PHT Deptan.

Page 12: J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 J. Hort. 17(2):138-149, 2007 ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/172/Gunadi_tomat.pdf · 140 J. Hort. Vol. 17 No. 2, 2007 15,0 m2. Jumlah

149

Gunadi, N. dan Subhan: Tanggap tanaman tomat thd. penggunaan jamur mikoriza ...

14. Ismail, I.G. dan S. Effendi. 1981. Hasil Penelitian Pola Tanam pada Lahan Kering Podzolik Merah Kuning. Lokakarya V. Pola Tanam. Cibogo, 24-25 BPTP Bogor.

15. Koide, R.T. 1991. Nutrient Supply, Nutrient Demand and Plant Response to Mycorrhizal Infection. New Phytologist 117:365-386.

16. Liu, C.M., U.S. Muchhal, M. Uthappa, A.K. Konono-wicz and K.G. Raghothama. 1998. Tomato Phosphate Transporter Genes are Differentially Regulated in Plant Tissues by Phosphorus. Plant Physiology 116: 91-99.

17. Mengel, K. 1983. Responses of Various Crops Species and Cultivars to Fertilizer Application. Plant and Soil 72: 305-319.

18. Pearson, J.N. and I. Jacobsen. 1993. The Relative Contribution of Hiphae and Roots to Phosphorus Uptake by Arbuscular Mycorrhizal Plants, Measured by Dual Labeling with P-32 and P-33. New Phytologist 124(3):489-494.

19. Poss, J.A., E. Pond, J.A. Menge and W.M. Jarrell. 1985. Effect of Salinity on Mycorrhizal Onion and Tomato in Soil with and without Additional Phosphate. Plant and Soil 88:307-319.

20. Poulton, J.L., R.T. Koide and A.G. Stephenson. 2001. Effects of Mycorrhizal Infection and Soil Phosphorus Availability on In Vitro and In Vivo Pollen Performance in Lycopersicon esculentum (Solanaceae). American J. Botany 88:1786-1793.

21. Rosewarne, G., S.J. Barker, S.E. Smith, F.A. Smith, and D.P. Schachtman. 1999. A Lycopersicon esculentum Phosphate Transporter (LePT1) Involved in Phosphorus Uptake From a Vesicular-arbuscular Mycorrhizal Fungus. New Phytologist 144:507-516.

22. Setiawati, M.R., R. Hindersah dan B.N. Fitriatin. 2001. Aplikasi CMA dan Pupuk Organik (Kascing) Pada Tanaman Tomat. Abstrak Seminar Mikoriza dan Pameran Produk Pertanian Organik. Penggunaan Cendawan Mikoriza dam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis. Bandung 23-24 April 2001.Bandung 23-24 April 2001.

23. Simanungkalit, R.D.M. 1988. Potensi Mikoriza Vesikuler-Arbuskuler Dalam Peningkatan Produktivitas Tanaman Pangan. Symposium Penelitian Tanaman Pangan II, Bogor, 21-23 Maret 1988.

24. ___________, R.D.M. 1993. Efficiency of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal (VAM) Fungi-Soybean Symbiosis at Various Levels of P Fertilizer. Proceedings of Second Asian Conference on Mikoriza. Biotrop Special Publication No. 42. SEAMEO BIOTROP, Bogor, Indonesia.

25. Simarmata, T. 1994. Teknologi Pupuk Organik. Dalam Akyas, A.M. T. Pudjianto, T. Simarmata, D. Widayat dan C. Tjahyadi (Eds). Penulisan Budidaya Buah-buahan (Mangga). Dirjen Tanaman Pangan, Departemen Perta-nian: 143-152.

26. ___________, R. Hindersah, M. Setiawati, B. Fitriani, P. Suriatmana, Y. Surmarni dan D. Hudaya Arief. 2004. Strategi Pemanfaatan Pupuk Hayati CMA dalam Revital-isasi Ekosistem Lahan Marjinal dan Tercemar. Workshop Produksi Inokulan CMA, Lembang, 22-23 uli 2004.

27. Smith, S.E., F.A. Smith and I. Jacobsen. 2003. Mycor-rhizal Fungi can Dominate Phosphate Supply to Plants Irrespective to Growth Responses. Plant Physiology 133: 16-20.

28. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Hlm. 254-310.Hlm. 254-310.

29. Van der Heijden, M.G.A., J.N. Klironomos, M. Ursic, P. Moutoglis, R. Streitwolf-Engel, T. Boller, A. Weimken and I.R. Sanders. 1998. Mycorrhizal Fungal DiversityMycorrhizal Fungal Diversity Determines Plant Biodiversity, Ecosystem Variability and Productivity. Nature 396: 69-72.

30. Widjaja Adhi, I.G., P. Wigeno, W. Hartatik dan A. Sofyan. 1990. Efisiensi Penggunaan Pupuk di Lahan Kering. Pro-siding Lokakarya nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Cisarua, 12-13 Nopember 1990. Hlm. 85-105.