isssiii yes.docx

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains ialah ilmu yang mempelajari sebab akibat dari kejadian di alam ini. 1 Istilah lain dari Sains ialah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang dibangun dengan melakukan observasi atas fenomena alam yang ada. 2 Dalam proses belajar-mengajar IPA, diperlukan suatu keterlibatan secara langsung oleh peserta didik agar dapat memperoleh fakta alam yang sebenarnya mengenai suatu objek. Pada saat pelaksanaan observasi sering terjadi pemahaman yang salah oleh peserta didik mengenai fenomena alam tersebut. Kesalahan dalam proses pemahaman peserta didik tersebut kemudian dikenal sebagai miskonsepsi dalam pengajaran suatu konsep IPA. Pengetahuan awal yang dimiliki seorang anak sebelum jenjang pendidikan sekolah bisa benar atau salah. Hal ini disebakan pengetahuan awal tersebut diperoleh dari pengalaman yang berbeda-beda dan sumber informasi yang tidak akurat. Padahal 1 Sukarno, dkk, Dasar-Dasar Pendidikan Sains, Bhratara Karya Aksara, 1981 hal 1. 2 Ibid 1

Upload: kencoz999

Post on 12-Aug-2015

118 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: isssiii yes.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sains ialah ilmu yang mempelajari sebab akibat dari kejadian di alam

ini.1 Istilah lain dari Sains ialah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang

dibangun dengan melakukan observasi atas fenomena alam yang ada.2

Dalam proses belajar-mengajar IPA, diperlukan suatu keterlibatan

secara langsung oleh peserta didik agar dapat memperoleh fakta alam yang

sebenarnya mengenai suatu objek. Pada saat pelaksanaan observasi sering

terjadi pemahaman yang salah oleh peserta didik mengenai fenomena alam

tersebut. Kesalahan dalam proses pemahaman peserta didik tersebut kemudian

dikenal sebagai miskonsepsi dalam pengajaran suatu konsep IPA.

Pengetahuan awal yang dimiliki seorang anak sebelum jenjang

pendidikan sekolah bisa benar atau salah. Hal ini disebakan pengetahuan awal

tersebut diperoleh dari pengalaman yang berbeda-beda dan sumber informasi

yang tidak akurat. Padahal penguasaan pengetahuan awal yang dimiliki

seseorang sangat berpengaruh terhadap perolehan pengetahuan di sekolah.

Sebagai fasilitator pembelajaran, guru hendaknya mempunyai

kemampuan untuk mengenali dan menggali pengetahuan awal peserta didik,

terutama pengatahuan awal yang salah agar tidak terjadi miskonsepsi yang

berkepanjangan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan kami bahas

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan miskonsepsi pada pembelajaran IPA

di SD.

1 Sukarno, dkk, Dasar-Dasar Pendidikan Sains, Bhratara Karya Aksara, 1981 hal 1.2 Ibid

1

Page 2: isssiii yes.docx

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian konsep, konsepsi, dan miskonsepsi?

2. Apa saja penyebab miskonsepsi?

3. Bagaimana miskonsepsi pada tingkat SD?

4. Bagaimana implikasi miskonsepsi dalam mengajar?

5. Apa saja teknik yang digunakan untuk menggali miskonsepsi IPA?

6. Bagaimana contoh miskonsepsi dalam pelajaran IPA?

7. Bagaimana cara mengatasi miskonsepsi dalam pelajaran IPA?

C. Tujuan

1. Untuk menjelaskan pengertian konsep, konsepsi, dan miskonsepsi.

2. Untuk menjelaskan penyebab terjadinya miskonsepsi.

3. Untuk menjelaskan bagaimana miskonsepsi pada tingkat SD.

4. Untuk menjelaskan implikasi miskonsepsi dalam mengajar.

5. Untuk menjelaskan beberapa teknik yang digunakan untuk menggali

miskonsepsi IPA.

6. Untuk menjelaskan contoh miskonsepsi dalam pelajaran IPA.

7. Untuk menjelaskan bagaimana cara mengatasi miskonsepsi dalam

pelajaran IPA.

2

Page 3: isssiii yes.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. Miskonsepsi Dalam IPA SD

1. Pengertian Konsep, Konsepsi, Dan Miskonsepsi

a. Konsep

Konsep merupakan sesuatu yang diterima dalam pikiran, atau

suatu gagasan yang umum dan abstrak.3 Dalam cakupan yang lebih

luas, konsep adalah suatu abstraksi yang dapat mewakili satu kelas

objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang memiliki atribut yang

sama.4

Dengan demikian, pada pembelajaran sains di SD konsep

merupakan suatu abstraksi yang diperoleh melalui pengalaman. Karena

pengalaman antara orang pertama dan kedua tidak sama, maka

terbentuklah suatu konsep yang berbeda. Contohnya: seorang guru

bertanya kepada dua orang peserta didik yang berbeda berkaitan

tentang konsep tumbuhan, maka kedua peserta didik itu pun

mempunyai jawaban yang berbeda dari pertanyaan guru tentang

“Bagaimana konsep tumbuhan menurut Anda?”. Jawaban antara kedua

peserta didik pun berbeda, karena diantara mereka memiliki

pengalaman yang berbeda tentang konsep tumbuhan, misalnya

kemungkinan jawaban yang disebutkan, yakni tumbuhan memiliki

akar, batang, daun, buah. Sedangkan peserta didik yang satu menjawab

bahwa tumbuhan mempunyai akar yang berbeda, yaitu antara akar

dikotil dan monokotil.

b. Konsepsi

Konsepsi merupakan diskripsi seseorang tentang konsep yang

berisi ciri khas dari kenyataan. Konsepsi seseorang berbeda dangan

konsepsi orang yang lain. Konsepsi berasal dari “to conceive” yang

3 Nono Sutarno, Materi Dan Pembelajaran IPA SD, Universitas Terbuka, 2009 hal 8.6.4 Dahar, Teori-Teori Belajar, Erlangga, 1989 hal 54.

3

Page 4: isssiii yes.docx

artinya cara menerima.5 Dalam pembelajaran sains di SD pada

umumnya, konsepsi ilmuwan merupakan konsepsi yang paling

lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak manfaatnya

dibandingkan dengan kelompok konsepsi yang lain. Karena itu,

konsepsi ilmuwan dianggap yang benar (sesungguhnya yang paling

banyak diterima atau diakui dalam pembelajaran sains).6

c. Miskonsepsi

Konsepsi-konsepsi lain yang tidak sesuai dengan konsepsi

ilmuwan secara umum disebut miskonsepsi.7 Miskonsepsi dapat terjadi

di dalam dan di luar sekolah. Selain kedua hal tersebut, faktor

lingkungan di luar sekolah juga merupakan komponen yang dapat turut

berperan dalam menimbulkan terjadinya miskonsepsi dalam pelajaran.

Jika miskonsepsi terjadi di sekolah maka guru dan buku

merupakan sumber terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Dalam

kaitannya dengan pembelajaran sains SD, semua konsepsi yang tidak

sesuai dengan konsepsi yang benar diberi label: error atau dalam

bahasan ini disebut miskonsepsi (misconception).

2. Penyebab Miskonsepsi

Salah satu penyebab yang menimbulkan miskonsepsi dapat

diterangkan melalui teori perkembangan intelektual yang dikembangkan

oleh Piaget. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan

dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing memiliki

makna yang berbeda-beda.8 Pengalaman yang sama bagi seseorang akan

dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam suatu

kotak yang berbeda pula. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya

miskonsepsi baik antar peserta didik dengan guru di sekolah.

5 Nono Sutarno, Op.Cit, hal 8.7.6 Leo Sutrisno, dkk, Pengembangan IPA SD, Departemen Pendidikan Nasional, 2007 hal 3-3.7 Ibid.8 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, Ar-Ruzz Media, 2009 hal 118.

4

Page 5: isssiii yes.docx

Menurut teori perkembangan intelektual Piaget, miskonsepsi akan

terjadi jika struktur mental yang ada tidak cukup akurat untuk

mengakomodasi pengetahuan yang baru. Akomodasi disini merupakan

suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman

baru. Proses kognitif tersebut menghasilkan terbentuknya skemata baru

dan berubahnya skemata lama.9

Penyebab utama terjadinya miskonsepsi adalah ketidakmampuan

peserta didik untuk membedakan atribut penentu dari suatu atribut umum.

Hal ini terjadi karena peserta didik umumnya lebih memusatkan perhatian

pada atribut umum yang seringkali sangat menonjol dan mudah diamati

daripada terhadap atribut penentu yang memerlukan pengamatan lebih

teliti (Kardi, 1997).10

Faktor lain yang dapat menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi

ialah karena beragamnya contoh yang ada di alam bebas sementara jumlah

contoh yang tersedia tidak cukup memadai untuk merepresentasikan suatu

konsep. Situasi ini menjadi lebih rumit pada konsep yang bersifat abstrak.

Konsep abstrak semacam ini umumnya disajikan dalam bentuk analogi

ataupun visualisasi dalam bentuk gambar, bagan, atau reaksi kimia.

Terjadinya miskonsepsi konsep-konsep IPA pada peserta didik maka akan

menurunkan prestasi belajar IPA dan dapat menghambat perkembangan

IPA.

Menurut kelompok konstruktivisme Jean Piaget, paling tidak ada

empat hal yang dapat menimbulkan miskonsepsi, yaitu: pengalaman, hasil

pengamatan, kemampuan berpikir, dan kemampuan berbahasa. Selain

faktor dari dalam diri peserta didik, ada hal-hal yang berasal dari luar diri

peserta didik yang dapat menimbulkan miskonsepsi. Misalnya guru, buku

ajar, dan sumber-sumber belajar yang lain.

Banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang

ditimbulkan oleh peserta didik itu sendiri. Diantaranya tahap

perkembangan kognitif yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari,

9 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Op. Cit, hal 120.10 Argadatta Sigit dan Nurmala, Pemahaman Peserta didik Sekolah Dasar Terhadap Konsep IPA, Tersedia di http://universitasterbukaartikel42arganur.com/.

5

Page 6: isssiii yes.docx

penalaran peserta didik yang terbatas dan salah, kemampuan peserta didik

menangkap dan memahami konsep yang dipelajari, dan minat peserta

didik untuk mempelajari konsep yang diberikan dan diajarkan.

Peserta didik yang masih berada pada tahap pra-operasional (2-7

tahun) dan operasional konkret (7-11 tahun) sering mengalami kesulitan

pada saat mempelajari konsep yang abstrak bagi dirinya.11 Pada tahap

tersebut peserta didik baru dapat berpikir jika dihadapkan pada hal-hal

yang konkret, nyata dan dapat dikenali dengan panca indera. Peserta didik

yang berada pada tahap operasional konkret akan mengalami kesulitan

untuk mengerti bahkan terjadi salah pemahaman bahwa gas itu suatu

materi atau zat cair itu suatu materi. Keadaan ini menyulitkan peserta didik

dalam memahami konsep perubahan wujud benda di SD (kelas 5 atau 6).

Oleh karena itu, peran guru sangat penting untuk meng-konkret-kan suatu

konsep yang dipelajari sehingga peserta didik tidak mengalami kesulitan

memahami konsep dan peserta didik tidak mengalami miskonsepsi.

Selain tahap perkembangan, kemampuan peserta didik menangkap

dan memahami suatu konsep juga mempengaruhi terjadi atau tidak

terjadinya miskonsepsi. Peserta didik yang berminat mempelajari IPA

biasanya akan terus mencari jawaban yang benar tentang konsep yang

dipelajarinya sampai peserta didik tersebut betul-betul paham dan

mengerti konsep tersebut. Karena semangat dan konsep yang diperolehnya

maka peserta didik yang memiliki minat belajar IPA yang cukup besar

memiliki kecenderungan terhindar dari miskonsepsi. Sebaliknya, peserta

didik yang tidak tertarik dan tidak berminat mempelajari IPA, biasanya

kurang memperhatikan penjelasan guru tentang konsep yang dipelajarinya.

Peserta didik tersebut tidak berusaha mencari sendiri jawaban yang benar

tentang konsep tersebut dari buku dengan sungguh-sungguh atau bertanya

pada orang yang lebih paham. Akibatnya, peserta didik tersebut lebih

mudah mengalami salah konsep. Jika salah konsep ini terjadi berulang-

ulang dan dalam waktu yang cukup lama maka hal ini akan membentuk

miskonsepsi pada peserta didik tersebut. Peserta didik yang tidak berminat

11 Lia Yuliati, Miskonsepsi dan Remediasi Pembelajaran IPA, Departemen Pendidikan Nasional, 2007 hal 252.

6

Page 7: isssiii yes.docx

berminat untuk mencari mana yang benar dan mengubah konsep yang

salah. Akibatnya, kesalahan pada peserta didik tersebut akan semakin

menumpuk karena konsep-konsep berikutnya dibangun berdasarkan

miskonsepsi konsep sebelumnya.

3. Miskonsepsi IPA Pada Tingkat SD

Pada tingkat SD, keberadaan miskonsepsi sering diabaikan oleh

para pengajar, karena saat itu ada anggapan bahwa peserta didik SD belum

memiliki pengetahuan awal. Padahal, bukan hanya peserta didik yang

mengalami miskonsepsi, para pengajar juga tidak luput dari miskonsepsi

dalam pembelajaran IPA. Akan tetapi, seiring berkembangnya pendidikan

yang semakin maju, miskonsepsi di tingkat SD semakin lebih

diperhatikan.

Pada kenyataannya, peserta didik SD datang ke sekolah telah

membawa pengetahuan tentang bagaimana sesuatu itu terjadi. Mereka juga

punya harapan-harapan yang memungkinkan mereka untuk membuat

suatu dugaan-dugaan. Sejak usia dini mereka telah memiliki gagasan-

gagasan tentang dunia disekitar mereka.

Menurut pandangan konstruktivisme, keberhasilan belajar

bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga

pada pemgetahuan awal peserta didik.12 Belajar sebenarnya melibatkan

pembentukan “makna” oleh peserta didik dari apa yang mereka lakukan,

lihat, dan dengar.13 Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif

yang terus berlanjut. Jadi peserta didik memiliki tanggung jawab akhir atas

belajar mereka sendiri.

4. Implikasi Miskonsepsi Dalam Mengajar

Miskonsepsi merupakan suatu penjelasan dari konsep yang tidak

sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli. Miskonsepsi

dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep,

penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah

tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan

12 Nono Sutarno, Op.Cit, hal 8.8.13 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Op.Cit, hal 134.

7

Page 8: isssiii yes.docx

konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang

tidak benar. Miskonsepsi yang paling banyak terjadi pada peserta didik

disebabkan konsep awal (prakonsepsi) yang kemudian dibawa ke

pendidikan formal. Hal ini sering terjadi pada peserta didik SD. Sejak

kecil, seseorang sudah mengkonstruksi konsep-konsep melalui

pengalaman sehari-hari sehingga seseorang dikatakan sudah mengalami

proses belajar sejak awal. Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada peserta

didik tetapi juga terjadi pada guru. Hal ini menyebabkan miskonsepsi pada

peserta didik semakin besar.

Implikasi terjadinya miskonsepsi dalam mengajar sangat beragam

karena berhubungan dengan bagaimana peserta didik memperoleh konsep

tersebut. Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan peserta didik

dikontruksi atau dibangun oleh peserta didik sendiri. Proses konstruksi

tersebut diperoleh melalui interaksi dengan benda, kejadian dan

lingkungan.

Pada saat peserta didik berinteraksi dengan lingkungan belajarnya,

peserta didik mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya.

Oleh karena itu, ketika proses kontruksi pengetahuan terjadi pada peserta

didik, sangat besar kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses

mengkontruksi karena secara alami peserta didik belum terbiasa

mengkontruksi pengetahuan sendiri secara tepat. Apalagi jika tidak

didampingi sumber informasi yang jelas dan akurat. Kontruksi

pengetahuan peserta didik tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga

dibantu oleh konteks dan lingkungan peserta didik, diantaranya teman-

teman di sekitar peserta didik, buku teks, guru dan lainnya. Jika aspek-

aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang berbeda

dengan pengertian ilmiah maka sangat besar kemungkinan terjadinya

miskonsepsi pada peserta didik tersebut. Oleh karena itu, aspek-aspek

tersebut merupakan implikasi terjadinya miskonsepsi dalam mengajar.

8

Page 9: isssiii yes.docx

B. Teknik-Teknik Menggali Miskonsepsi IPA

Terdapat beberapa teknik untuk menggali miskonsepsi peserta didik,

yaitu berupa wawancara dan berupa tes tertulis.

1. Wawancara

Ada tiga model wawancara yang telah dikembangkan, yaitu: The

Interview About Instances, The Individual Demonstration Interview, dan

The Clinical Interview.

a. The Interview About Instances

The Interview About Instances merupakan suatu wawancara

yang diawali dengan menyajikan beberapa gambar yang

mengilustrasikan contoh dan bukan contoh dari suatu kejadian IPA

kepada peserta didik yang diwawancarai. Setelah mengamati gambar-

gambar itu, peserta didik kemudian ditanya, “Menurut pendapatmu,

apakah gambar-gambar ini merupakan contoh atau bukan contoh

kejadian .....”. Jawaban-jawaban peserta didik kemudian menjadi batu

loncatan perbincangan selanjutnya. 14

Langkah-langkah dalam melakukan The Interview About

Instances (IAI), antara lain :

1) Guru menyajikan beberapa gambar yang mengilustrasikan contoh

dan bukan contoh dari suatu kejadian IPA kepada peserta didik

yang diwawancarai.

2) Peserta didik mengamati gambar-gambar tersebut

3) Guru bertanya pada peserta didik terhadap hasil pengamatan dari

gambar tersebut

Contoh: aliran listrik dan aliran air

14 Leo Sutrisno, dkk, Op.Cit, hal 3-32.

9

Page 10: isssiii yes.docx

Keterangan :

Peserta didik menjelaskan arah aliran listrik dan arah aliran air dari

tanda panah yang ada pada gambar.

b. An Individual Demonstration Interview (IDI)

An Individual Demonstration Interview (IDI) merupakan suatu

wawancara yang menggunakan gambar semi kuantitatif. Peserta didik

yang diwawancari diminta mencermatinya. Kemudian wawancara

berlangsung dengan tujuan melengkapi gambar yang belum tuntas.15

Langkah-langkah dalam melakukan An Individual

Demonstration Interview (IDI), antara lain :

1) Guru memberi gambar semi kuantitatif

2) Peserta didik mengamati gambar semi kuantitatif

3) Wawancara berlangsung antara guru dengan peserta didik

mengenai gambar semi kuantitatif (gambar yang belum tuntas)

dengan tujuan melengkapi gambar yang belum tuntas itu.

4) Guru menganalisis wawancara dan hasil pengamatan peserta didik

pada gambar yang dibuatnya untuk menemukan konsepsi peserta

didik tentang konsep-konsep yang tecakup pada gambar itu.

5) Peserta didik menuliskan apa yang diucapkan dari sebuah peristiwa

yang ada pada gambar ke dalam bentuk kertas

6) Guru dan peserta didik menganalisis catatan atau tulisan tersebut.

Contoh :

Keterangan :

15 Leo Sutrisno, dkk, Op.Cit, hal 3-31.

10

Page 11: isssiii yes.docx

Peserta didik menceritakan peristiwa yang ada pada gambar.

c. Clinical Interview (CI)

Clinical interview merupakan suatu dialog antara pewawancara

dan yang diwawancarai. Pewawancara mencari informasi dari yang

diwawancarai dan yang diwawancarai meminta bantuan dan yang

mewawancarai. Akhir dari wawancara ini, pewawancara memperoleh

informasi tentang konsepsi yang diwawancarai dan yang diwawancarai

mendapat bantuan dari yang mewawancarai sehingga mengalami

perubahan konseptual.16

Langkah-langkah dalam melakukan Clinical interview (CI),

antara lain :

1) Pewawancara mencari informasi dari yang diwawancarai

2) Yang diwawancarai meminta bantuan dari yang mewawancarai

3) Pewawancara memperoleh informasi tentang konsepsi yang

diwawancarai dan yang diwawancarai mendapat bantuan

(penjelasan) dari yang mewawancarai sehingga mengalami

perubahan konseptual.

Contoh :

Bumi yang bulat

Keterangan :

16 Leo Sutrisno, dkk, Op.Cit, hal 3-31.

11

Page 12: isssiii yes.docx

Ganggang biru (Nostoc),

merupakan salah satu contoh dari

Uniseluler dan multiseluler

Kingdom Monera

1

X : Andaikan, di atas gambar bola Bumi yang kamu buat itu dipasang

lampu proyektor. Apa bentuk bayangan bola ini?

Y : lingkaran

X : Jika lampu engkau letakkan di samping. Apa bentuk bayangan

proyeksi bola itu?

Y : Lingkaran

X : Kalau lampu proyektor itu engkau geser ke posisi manapun , apa

bentuk bayangan bola itu?

Y : lingkaran

X : Proyeksi bola itu berupa lingkaran, lingkaran, lingkaran.

Sekarang, apa yang terjadi jika lampu proyektor itu mata kita. Mata

kita memAndang bola Bumi. Apa bentuk kesan mata?

Y : Ya, tetap bola.

X : Tetap berbentuk bola sesuai dengan yang sesungguhnya. Baik,

kalau engkau bergerak mundur, makin lama makin jauh. Apakah

juga masih terlihat sepeti bola?

Y : Mendekati lingkaran

X : Berdasarkan lingkaran-lingkaran ini, kita percaya bahwa apa yang

dikatakan ilmuwan, guru, buku ajar itu benar. Bumi memang bulat

seperti bola.

2. Tertulis

a. Concept-map-labelling task

Concept-map-labelling task merupakan suatu tes yang meminta

peserta didik memberi label-label pada garis hubung suatu peta

konsep.17 Peserta didik diberi peta konsep yang belum selesai dan

garis-garis hubung antar konsep belum dibuat. Kemudian peserta didik

diminta memberikan label pada garis hubung itu.

Contoh:

17 Leo Sutrisno, dkk, Op.Cit, hal 3-31.

12

Page 13: isssiii yes.docx

Peta konsep tentang kingdom monera di atas belum lengkap.

Semua garis belum diberi label kecuali garis yang menghubungakan

ganggang biru (Nostoc) dan kingdom monera, yaitu: merupakan salah

satu contoh dari. Kemudian peserta didik diminta memberi label yang

lain.

Peta konsep tersebut mengatakan bahwa ganggang biru

(Nostoc) merupakan salah satu contoh dari kingdom monera yang

tergolong makhluk hidup uniseluler dan multiseluler yang bersifat

heterotrof dan autotrof serta berkembangbiak dengan cara konjugasi

dan membelah diri.

Pernyataan tersebut sudah lengkap untuk mendeskripsikan

tentang konsep kingdom monera. Kata-kata yang dicetak tebal adalah

konsep-konsep yang digunakan untuk mendeskripsikan kingdom

monera. Dengan menggunakan konsep-konsep lain untuk

mendeskripsikan suatu konsep tertentu, dapat memperjelas tentang

makna dari konsep tersebut.

3. Pendekatan Untuk Menggali Penalaran

13

Page 14: isssiii yes.docx

Ada beberapa pendekatan untuk menggali penalaran peserta didik,

diantaranya adalah world map, experiental gestalt of causation, dan Vee

diagram.18

a. World Map

Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa dalam world map,

terdiri atas berbagai macam samudera konsep-konsep dan

menggambarkan hubungan antar samudera tersebut. Pulau-pulau

mewakili pemahaman individu tentang konsep. Dapat disebutkan

bahwa pulau-pulau mewakili konsepsi seseorang tentang konsep IPA.

Pulau-pulau dibatasi oleh pengalaman seseorang dalam hidup sehari-

hari dan kemampuannya. Di luar pulau adalah samudera pengetahuan

yang sangat luas.

Seperti yang terlihat pada diagram di atas bahwa sejumlah

binatang dapat mendengar bunyi di luar batas-batas itu. Misalnya,

anjing dapat menangkap getaran dengan frekuensi 3 Hz. Kelelawar

dapat mendengar bunyi yang frekuensinya melebihi 20.000 Hz.

Inti dari world map adalah pengalaman manusia terbatas.

Karena itu, miskonsepsi tidak dapat dihindari. Inderawi tidak mampu

menangkap semua fenomena alam. Banyak usaha dilakukan untuk

memperpanjang kemampuan inderawi dengan menciptakan berbagai

alat atau teknologi dan juga sejumlah aspek dari metode ilmiah.

18 Leo Sutrisno, dkk, Op.Cit, hal 3-31.

14

Pengalaman seseorang dalam mendengar bunyi

Intensitas as

10 db

20 Hz 20.000 Hz

Frekuensi

Page 15: isssiii yes.docx

Pertanyaan: Di udara atau di dalam batang besi bunyi merambat lebih cepat?

Konsep dan teori:…

Jawaban: …….…

Data/informasi:.…….…

Kelemahan pendekatan ini adalah keterbatasan kita untuk menentukan

batas-batas pengalaman itu secara numerik.

b. Experiental Gestalt Of Causation

Experiental Gestalt of Causation (EGC) merupakan cara yang

sering digunakan peserta didik untuk menjelaskan sesuatu. Ada tiga

bagian EGC, yaitu agen, instrument dan pasien. Sesuatu dapat

dipandang agen jika sesuatu itu bertujuan untuk mengubah keadaan

sesuatu yang lain. Sesuatu yang diubah keadaanya disebut pasien.

Agen sebagai sumber energy dan pasien sebagai penerima energy.

Aliran energy terjadi jika ada hubungan langsung antara agen dan

pasien.19

Contoh, ibu yang berjalan sambil mendorong kereta anak

mendengar letusan balon lebih keras daripada ibu yang sedang duduk

di bawah pohon. Hal tersebut terjadi karena angin membawa bunyi

letusan ke kanan. Ada kontak antara angin (sebagai agen) dan

kejelasan bunyi yang terdengar (pasien). Intinya, perubahan akan

terjadi kalau ada kontak langsung antara agen dan pasien. Kelemahan

dari pendekatan ini adalah tidak dapat mengungkapkan konsep

tunggal. Pendekatan ini cocok untuk mengungkap hubungan antara

dua variable atau lebih.

c. Vee Diagram

Vee diagram merupakan diagram yang berbentuk huruf “V”.

diagram ini berisi: sebuah kalimat tanya yang berhubungan dengan

suatu kejadian atau benda tertentu, konsep atau teori yang relevan,

serta data dan informasi yang diperoleh dari pengamatan terhadap

kejadian benda tersebut. Peserta didik diminta menjawab pertanyaan

itu menggunakan konsep atau teori yang dipahami dan berdasarkan

data atau informasi yang tersedia.

19 Leo Sutrisno, dkk, Op.Cit, hal 3-22.

15

Page 16: isssiii yes.docx

Dengan mencermati data/informasi yang diberikan, konsep

atau teori yang disajikan, serta jawaban yang diberikan, kita dapat

mendeskripsikan konsepsi/miskonsepsi yang dimiliki peserta didik.

C. Contoh Miskonsepsi Dalam Pelajaran IPA

Pemahaman yang diperoleh sendiri oleh anak sebelum mereka

mempelajarinya di sekolah disebut konsepsi awal (prakonsepsi). Pada

umumnya beberapa di antara pemahaman tersebut, sepadan dengan

pemahaman yang dipegang oleh para pakar sains (konsep ilmiah). Berikut ini

adalah beberapa contoh miskonsepsi yang di alami oleh peserta didik yang

berkaitan dengan prakonsepsi yang mereka miliki, khusunya pada mata

pelajaran IPA:

a. Bagaimanakah bentuk bumi?

Setiap anak tentu mempunyai imajinasi pada masa kecilnya, ada beberapa

orang yang beranggapan bahwa bumi itu adalah sebuah dataran yang rata

dan dikelilingi oleh langit sebagai selimutnya, jika dianalogikan bumi

yang di selimuti langit tersebut berbentuk seperti tempurung kelapa.

Anggapan tersebut, tentu saja salah besar dan tidak sesuai dengan konsep

yang ada. Pada kenyataannya, bumi berbentuk bulat dan bersama-sama

dengan tata surya yang lain mengelilingi matahari sesuai dengan orbitnya

masing-masing.

b. Apa warna air laut itu?

16

Page 17: isssiii yes.docx

Jika melihat air laut yang nampak ialah warana biru, kebanyakan orang

pun mengasumsikan bahwa air laut itu berwarna biru. Anggapan tersebut

sebenarnya salah, air laut sama halnya dengan air yang ada di sekitar kita

yaitu berwarna bening. Nah, lalu mangapa air laut tampak berwarna biru?

Hal tersebut disebabkan karena adanya refleksi langit dengan laut. Karena

langit berwarna biru, maka terjadi pemantulan warna biru pada laut

melalui cahaya matahari.

c. Apakah ada lem di telapak kaki cicak?

Pada saat kita mendiskusikan ciri khusus hewan, kita selalu menggunakan

cicak sebagai salah satu contohnya. Cicak memang mempunyai ciri khusus

yang unik. Cicak dapat merayap pada dinding yang miring, mempunyai

lidah yang dapat dijulurkan untuk menangkap mangsa. Beberapa buku

juga menyatakan bahwa cicak dapat merayap di dinding yang miring

karena pada telapak kaki cicak terdapat zat perekat atau semacam lem

untuk membantu cicak melekat pada dinding tersebut. Kita sebaiknya

berhati-hati dan lebih arif dalam menyampaikan hal ini.

Telapak kaki cicak yang diamati dengan teliti menggunakan lup, terlihat

adanya bantalan bergaris-garis pada telapak kaki tersebut. Tampaknya,

cicak memanfaatkan kontraksi dan relaksasi otot pada telapak kakinya

untuk melekatkan tubuhnya pada dinding yang miring. Dengan mengatur

kotraksi dan relaksasi pada otot tersebut, cicak dapat dengan mudah

“mengambil sikap” diam melekat atau bergerak untuk berpindah tempat.

d. Misalnya, fotosintesis seringkali dinyatakan dengan reaksi kimia

sederhana sebagai berikut:

          Klorofil

6 CO2 + H2O    --------------------------  C6H12O6 + 6 O2      

           Cahaya Matahari

Reaksi kimia ini dapat menimbulkan miskonsepsi, karena memberi

gambaran bahwa gas asam arang dengan bantuan klorofil dan cahaya

matahari, akan bereaksi dengan air menghasilkan glukosa dan gas asam

atau oksigen. Glukosa tidak terbentuk dari air yang bereaksi dengan gas

17

Page 18: isssiii yes.docx

asam arang dengan bantuan cahaya matahari dan butir hijau daun. Reaksi

pembentukan glukosa melalui fotosintesis sangat kompleks dan kurang

atau tidak tepat jika digambarkan dengan reaksi kimia sederhana yang

sampai sekarang tertulis pada kebanyakan buku biologi dan fisiologi

tumbuhan.

e. Apabila bumi bulat, mengapa orang yang berada dibumi bagian bawah

tidak terjatuh? Apakah ada perekatnya?

Seorang peserta didik tidak dapat menggambarkan manusia yang berada di

bagian bawah. Menurut penjelasannya, orang tidak mungkin berdiri di

permukaan bumi bagian bawah karena akan jatuh. Kira-kira miskonsepsi

tersebut penyebabnya apa?

Peserta didik yang membayangkan orang yang sedang berdiri tegak ke

atas. Karena itu, satu-satunya yang memungkinkan dari hal tersebut adalah

jika ia berada pada permukaan atas bumi, ada yang menopang. Kalau di

permukaan bawah akan terbalik dan tidak ada yang menopang. Maka tidak

dapat berdiri tegak jika berada di bagian bawah. Logika berpikir peserta

didik sebagai penyebab miskonsepsi ini. Yang lain adalah pengalaman

sehari-hari. Hanya dapat berada di bagian bawah kalau ada perekat. Tanpa

perekat, tidak mungkin sebuah benda berada di permukaan bawah sebuah

bola. Nah guru perlu mengajarkan konsep yang tepat pada anak, bukan

karena ada perekatnya, tapi adanya rotasi bumi yang mengelilingi

matahari.

D. Cara Mengatasi Miskonsepsi Dalam Pelajaran IPA

Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran IPA serta mengatasi

terjadinya berbagai miskonsepsi pada peserta didik, maka para pakar

pendidikan mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi

dengan teori konstruktivisme Jean Piaget.20

Pada teori konstruktivisme, hakikat belajar dipandang sebagai kegiatan

manusia dalam membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara

mencoba memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya.

20 Nono Sutarno, Op.Cit, hal 8.11.

18

Page 19: isssiii yes.docx

Pengetahuan tersebut rekaan dan bersifat tidak stabil. Oleh karena itu,

pemahaman yang diperoleh manusia senantiasa bersifat tentative (sementara)

dan tidak lengkap.21 Pemahaman manusia akan semakin mendalam dan kuat

jika teruji dengan pengalaman-pengalaman baru.

Pandangan konstruktivisme dari Piaget berpendapat bahwa dalam

proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh

banyak pengetahuan di luar sekolah.22 Oleh karena itu, setiap peserta didik

akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi

dengan lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat beberapa hal

yang perlu ditekankan dalam konstruktivisme, yaitu sebagai berikut:23

1. Peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara

bermakna.

2. Pentingnya membuat kaitan antar gagasan oleh peserta didik dalam

mengkonstruksi pengetahuan.

3. Mengaitkan gagasan peserta didik dengan informasi baru di kelas.

Dikenal beberapa model pembelajaran yang dilandasi konstruktivisme,

salah satunya yaitu Conceptual Change Model (model perubahan konseptual).

Di dalam model ini, asimilasi pengertian baru harus berlangsung, tetapi yang

lebih penting ialah peserta didik harus dapat mengakomodasi pola berfikir

yang berbeda, namun dengan proses yang serupa. Agar peserta didik dapat

mengakomodasi informasi ilmiah, di dalam lingkungan belajar perlu

diciptakan kondisi sebagai berikut:

1. Peserta didik perlu menyaksikan kebenaran konsep yang telah

dipegangnya. Kecuali jika peserta didik merasa termotivasi untuk

menjawab pertanyaan yang penting atau sesuatu yang diragukan.

2. Konsep baru harus dapat dipahami oleh peserta didik. Jika peserta didik

tidak dapat memahami maknanya, dia tidak akan berupaya untuk

menelaah dan memahaminya.

21 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Op.Cit, hal 116.22 Nono Sutarno, Op.Cit, hal 8.11.23 Ibid

19

Page 20: isssiii yes.docx

3. Konsepsi baru harus masuk akal. Peserta didik perlu mengidentifikasi hal-

hal pada konsepsi baru yang sesuai dengan konsepsi yang telah

dipegangnya.

4. Konsepsi baru harus memberi isyarat bahwa konsep tersebut bermanfaat.

Peserta didik akan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menstruktur

kembali struktur kognitifnya jika informasi yang harus dipelajari

bermakna dan bermanfaat baginya. Kegiatan mencoba menggunakan alat

akan membantu menciptakan kondisi seperti di atas.

Disamping itu, miskonsepsi yang disebabkan oleh struktur mental

yang kurang matang pada peserta didik dapat diatasi dengan menyeimbangkan

antara proses asimilasi, stimulus, dan akomodasi. Misalnya, begitu ada

stimulus baru, maka struktur mentalnya akan kembali goyah dan selanjutnya

setelah terjadi proses akomodasi akan stabil lagi. Sebagai contoh, seorang

anak belum pernah melihat seekor ayam. Stimulus “ayam” yang dialaminya

akan diolah dalam pikirannya, dicocokkan dengan skemata-skemata yang

telah ada dalam struktur mentalnya. Mungkin saja skemata yang paling dekat

dengan ayam adalah burung, maka ia menyebut ayam itu sebagai burung besar

karena stimulus ayam diasimilasikan ke dalam skemata burung. Nanti ketika

dipahaminya bahwa hewan itu bukan burung besar melainkan ayam, maka

terbentuklah skemata ayam dalam struktur pemikiran anak itu.

20

Page 21: isssiii yes.docx

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Pada pembelajaran sains di SD, konsep diartikan sebagai suatu

abstraksi yang diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman seseorang tentang

sesuatu (stimulus) akan menghasilkan konsepsi. Dalam pembelajaran sains di

SD pada umumnya, konsepsi ilmuwan merupakan konsepsi yang paling

lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak manfaatnya dibandingkan

dengan kelompok konsepsi yang lain. Konsepsi-konsepsi lain yang tidak

sesuai dengan konsepsi ilmuwan secara umum disebut miskonsepsi.

Menurut kelompok konstruktivisme Jean Piaget, paling tidak ada

empat hal yang dapat menimbulkan miskonsepsi, yaitu: pengalaman, hasil

pengamatan, kemampuan berpikir, dan kemampuan berbahasa. Selain faktor

dari dalam diri peserta didik, ada hal-hal yang berasal dari luar diri peserta

didik yang dapat menimbulkan miskonsepsi. Misalnya guru, buku ajar, dan

sumber-sumber belajar yang lain.

Terdapat beberapa teknik untuk menggali miskonsepsi peserta didik,

yaitu berupa wawancara dan berupa tes tertulis. Ada tiga model wawancara

yang telah dikembangkan, yaitu: The Interview About Instances, The

Individual Demonstration Interview, dan The Clinical Interview. Sedangkan

pada teknik tertulis, terdapat model Concept-map-labelling task. Disamping

itu, ada beberapa pendekatan untuk menggali penalaran peserta didik,

diantaranya adalah world map, experiental gestalt of causation, dan Vee

diagram.

Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran IPA serta mengatasi

terjadinya berbagai miskonsepsi pada peserta didik, maka para pakar

pendidikan mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi

dengan teori konstruktivisme Jean Piaget, salah satunya yaitu Conceptual

Change Model (model perubahan konseptual). Disamping itu, miskonsepsi

yang disebabkan oleh struktur mental yang kurang matang pada peserta didik

21

Page 22: isssiii yes.docx

dapat diatasi dengan menyeimbangkan antara proses asimilasi, stimulus, dan

akomodasi.

B. Saran

Miskonsepsi terjadi akibat dari struktur mental yang belum siap,

pengalaman, cara berpikir, dan sebagainya. Oleh karena itu, miskonsepsi

dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran IPA di SD dapat diminimalisir

dengan cara mengapresiasi miskonsepsi agar tidak banyak peserta didik yang

merasa sulit belajar IPA. Konsepsi-konsepsi yang telah dimiliki peserta didik

digali lebih dahulu, kemudian ditelaah apakah sudah konsisten dengan

konsepsi ilmuwan atau belum. Jika sudah konsisten tinggal dikuatkan,

sedangkan yang tidak konsisten perlu diperbaiki.

Selain itu, sebagai pengajar, guru harus menguasai konsep IPA secara

benar sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh ilmu yang

benar dan mendorong peserta didik untuk memperoleh ilmu yang tinggi.

Disarankan juga agar guru melakukan variasi metode pembelajaran agar

peserta didik tidak merasa bosan dan terus termotivasi belajar IPA.

22