isolasi ekstrak
DESCRIPTION
pemisahanTRANSCRIPT
ISOLASI EKSTRAK BIJI MANGGA ( Mangifera indica )
A. TUJUAN
1. Untuk dapat mengetahui cara pembuatan simplisia biji mangga (Mangifera
indica).
2. Untuk dapat memahami metode – metode yang digunakan dalam
ekstraksi.
3. Untuk dapat memahami dan menerapkan metode maserasi dalam
mengekstraksi biji mangga (Mangifera indica).
4. Mengetahui cara fraksinasi ekstrak biji mangga (Mangifera indica) dengan
metode.
5. Untuk dapat memahami dan menerapkan metode kromatografi lapis tipis
(KLT).
6. Untuk dapat memahami dan menerapkan metode isolasi.
B. DASAR TEORI
1. Tanaman mangga
Mangga tumbuh berupa pohon berbatang tegak, bercabang banyak dan
bertajuk rindang dan hijau sepanjang tahun. Tinggi pohon dewasa bisa
mencapai 10-40 meter. Morfologi pohon mangga terdiri dari akar, batang,
daun dan bunga. Bunga menghasilkan buah dan biji (pelok) yang secara
generatif dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Biji mangga lazim disebut
pelok. Pelok mangga terdiri dari kulit biji yang keras (endocarp) dan dua
keping biji yang berdaging. Ukuran dan bentuk biji mangga sangat
bervarasi, tergantung jenis dan varietasnya. Ukurannya ada yang besar dan
ada yang kecil. Bentuknya ada yang membulat dan ada yang pipih. Sifat
biji ada yang monoembrional dan ada yang poliembrional. Tanaman
mangga poliembrional mempunyai biji yang mengandung beberapa
embrio(Pracaya, 2005).
Vitamin C adalah salah satu gizi yang berperan sebagai antioksidan
dan efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan
termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbukan oleh
radiasi. Buah-buahan merupakan sumber vitamin C, diantaranya yaitu
vitamin C.
Klasifikasi dari buah mangga (Mangifera indica) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica
(Karinda, 2013)
2. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan
baku yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan (Rukmi, 2009).
Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelican (mineral). Sebelum diserbuk, simpisia harus dibebaskan
dahulu dari debu, pasir, atau pengotor lainnya yang berasal dari tanah
maupun dari bahan organik asing. Penyerbukan dapat dilakukan dengan
cara mekanis dan memenuhi ukuran derajat kehalusan (Depkes RI, 1979).
Tahapan-tahapan pembuatan simplisia adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia tergantung pada bagian
tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman saat
panen, waktu panen, dan lingkungan temat tumbuh. Jika penanganan
atau pengolahan simplisia tidak benar, maka mutu produk yang
dihasilkan kurang berkhasiat atau kemungkinan dapat menimbulkan
toksik apabila dikonsumsi.
b. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan asing
yang tidak berguna atau berbahaya dalam pembuatan simplisia.
Penyortiran segera dilakukan setelah bahan selesai dipanen, bahan
yang mati, tumbuh lumut, ataupun jamur segera dipisahkan karena
dimungkinkan mencemari bahan hasil panen.
c. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangakan kotoran dan
mengurangi mikroba-mikroba yang menempel pada bahan. Pencucian
harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk
menghindari larut dan terbawanya zat yang terkandung dalam
simplisia.
d. Perajangan
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pengeringan,
kelembapan udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan.
Pengerngan dilakukan untuk mengeluarkan dan menghilangakna
kandungan air dari suatu bahan dengan menggunakan sinar matahari.
Dengan menurunkan reaksi enzimatik sehingga dapat mencegah
terjadinya penurunan mutu atau kerusakan simplisia. Secara umum
kadar air simplisia tanaman obat maksimal 10%. Pengeringan dapat
memberikan keuntungan antara lain memperpanjang masa simpan,
mengurangi penurunan mutu, memudahkan pengangkutan dan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
e. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujian sortaasi adalah untuk memisahakan benda asing dari
simplisia.
f. Pengemasan dan penyimpanan
Setelah bersih, simplisia dikemas dengan menggunakan bahan
yang tidak bereaksi dengan bahan yang disimpan. Pada kemasan
dicantumkan nama bahan dan bagian tanaman yang digunakan. Tujuan
pengepakan dan penyimpanan adalah untuk melindungi agar simplisia
tidak rusak atau berubah mutunya. Simplisia disimpan di tempat yang
kering, tidak lembab atau terhindar dari sinar matahari langsung.
(Yulaikhah,2009)
3. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian suatu senyawa kimia dari
suatu bahan alam dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi bisa
dilakukan dengan berbagai metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan
ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini dapat digunakan sampel dalam keadaan
segar atau yang telah dikeringakan, tergantung pada sifat tumbuhan yang
akan diisolasi. Untuk mengekstraksi senyawa utama yang terdapat dalam
bahan tumbuhan dapat digunakan pelarut yang cocok.
Ekstraksi kompenen senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan
dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses penyarian senyawa kimia secara
sederhana dengan cara merendam simplisia atau tumbuhan pada suhu
kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Penyarin zat-zat
berkhasiat dari simplisia, baik simplisia dengan zat khasiat yang tidak
tahan pemanasan. Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari, sambil
diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan kompenen kimia
yang terdapat dalam sampel. Maserasi dilakukan dalam botol yang
berwarna gelap dan ditempatkan pada tempat yang terlindung dari
cahaya. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang kali sehingga sampel
terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel
berwarna bening. Sampel yang direndam dengan pelarut tadi disaring
dengan kertas saring untuk mendapatkan maseratnya. Maseratnya
dibebaskan dari pelarut dengan mengunakan secara in vitro denagn
rotary evapator. Kelebihan cara maserasi ini adalah alat dan cara yang
digunakan sederhana, dapat digunakan untuk zat yang tidak tahan
maupun tahan terhadap pemanasan. Kelemahan cara maserasi yakni
banyak pelarut yang digunakan dan waktu yang dibutuhkan cukup
lama.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan
melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam
suatu proses alat perkolator. Perkolasi bertujuan untuk agar zat
berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat
berkhasiat yang tahan maupun tidak tahan terhadap pemanasan.
c. Digesti
Digesti adalah proses penyarian yang sama seperti maserasi dengan
menggunakan pemanasan pada suhu 30-40°C. cara ini dilakukan untuk
simplisia yang pada suhu biasa tidak tersari dengan baik. Jika pelarut
yang dipakai mudah menguap pada suhu kamar dapat digunakan alat
pendingin tegak, sehingga penguapan dapat dicegah.
d. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari
simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit, kecuali
dinyatakan lain, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan kedalam
panci dan ditambahkan air secukupnya, panaskan diatas penangas air
selama 15 menit, dihitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sesekali
diaduk, sesekali dilagi panas secukupnya melalui ampas sehingga
diperoleh volume infus yang dikendaki.
e. Dekokta
Dekokta adalah suatu proses penyarian yang hampir sama dengan
infus, perbandingannya pada dekokta digunakan pemanasan selama 30
menit dihitung mulai suhu mencapai 90°C. cara ini dapt dilakukan
untuk simplisia yang menganduk zat aktif yang tahan terhadap
pemanasan.
f. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan suatu cara pengekstrasian tumbuahan
dengan memakai alat soxhlet. Pada cara oini pelarut dan simplisia
ditempatkan secara terpisah. Soxhletasi digunakan untuk simplisia
dengan khasiat yang relative stabil dan tahan terhadap pemanasan.
Prinsip soxhletasi adalah penyarian secara terus-menerus sehingga
penyarian lebih sederhana dan sempurna dengan memakai pelarut yang
relative sedikit. Jika penyarian telah selesai maka pelarutnya diuapkan
dengan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut yang
digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau mempunyai titik
didih yang rendah.
(Dalimartha, 2004)
4. Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi yang terkandung
dalam suatu larutan atau suspensi yang mempunyai karateristik
berbeda(Yuliasih, 2009)
Metode-metode yang digunakan untuk fraksinasi atau pemurnian
adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan
Metode pengendapan sederhan adalah menurunkan suhu larutan
ekstrak. Kompenen-kompenenyang kurang larut akan mengendap dan
dapat dipisahkan dengan sentrifugasi atau penyarian. Jika suatu
senyawa terdapat sebagai kompenen utama, senyawa tersebut mungkin
mengendap sebagai Kristal.
b. Ekstraksi cair-cair
Prinsip ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur
seperti benzene, karbon tetraklorida atau kloroform.
Tiga metode dasar pada ikstraksi cair-cair adalah ekstraksi
bertahap, ekstraksi kontinyu dan ekstraksi counter current. Ekstraksi
bertahap merupaan cara menambahkan pelarut pengekstraksi yang
tidak bercampur dengan pelarut pemula semula kemudian dilakukan
pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan
diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan, didiamkan
dan dipisahkan.
(Khopkar,1990)
c. Dialisis
Dialisi merupakan metode pemisahan kompenen-kompenen
campuran menurut ukuran molekulnya. Proses ini terjadi sevara
alamiah melewati membran sel dan sangat penting suatu proses dialisis
adalah membran semi permabel yang tipis, terdiri dari bahan polimer
dengan pori regular, yang memungkinkan lewatnya molekul-molekul
kecil. Lewatnya molekul yang lebih besar akan dihalangi atau tidak
lewat.
d. Elektroforesis dan kromatografi
Elektroforesis terutama digunakan sebagai metode analitik untuk
sampel kecil dari suatu campuran molekul-molekul bermuatan,
khususnya protein, peptide dan asam-asam amino. Metode ini dapat
digunakan dengan carayang sama untuk kromatografi lapis tipis
preparative untuk memisahkan kompenen-kompenen campuran yang
sangat berbeda.
Faktor-faktor yang menentukan pemilihan metode fraksinasi
adalah sebagai berikut:
1) Sifat senyawa yang terdapat dalam ekstrak
Faktor ini adalah hal yang paling penting untuk
dipertimbangkan. Pengetahuan mengenai hal ini biasanya hanya
mengenai perkiraan kelarutan kompenen yang didasarkan pada tipe
pelarut yang digunakan untu ekstrak. Oleh karena itu jika
digunakan air sebagai pengekstraksi, komoenen yang dideteksi kan
bersfat polar, termasuk senyaa yang bermuatan listrik. Dilain
pihak, jika digunakan pelarut organik misal heksan, senyawa-
senyawa non polar dan tidak terionisasi merupakan bentuk
senyawa utama dalam campuran. Faktor yang mempengaruhi
komenen campuran adalah kemudahannya terurai saat memulai
proses pemisahan. Kestabilan senyawa yang ada sering diketahui,
sehingga prinsip umum yang baik adalah melakukan proses
fraksinasi pada kondisi selemah mungkin, yaitu adalah melakukan
proses meminimalkan suhu, perlindungan dari cahaya.
2) Nasib awal fraksi yang dipisahkan
Jika fraksi yang akan digunakan untuk uji biologi, bahan-bahan
toksik harus dihindari selama proses fraksinasi dan fraksi harus
dilarutkan dengan pelrut yang dapat bercampur dengan sistem uji.
Pelarut air adalah pilihan utama. Aspek toksikologi kurang penting
jika untuk diisolasi senyawa tunggal.
3) Keamanan
Salah satu metode fraksinasi adalah ekstraksi atau sering juga
disebut ekstraksi cair dimana ekstraksi pelarut merupakan proses
pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalm larutan atau
biasanya dalam air dengan menggunakan pelarut yang tidak saling
campur seperti eter, kloroform, karbon tetraklorida dan karbon
disulfide. Diantara berbagai pemisahan, ekstraksi pelarut
merupakan metode yang paling baik dan popular. Alasannya
karena metode ini dapat dilakukan dalma tingkat mikro maupun
makro. Pemisahannya tidak memerlukan alat khusus, melainkan
hanya corong pemisah. Pemiahan dlakukan dengan cepat, bersih,
mudah, sederhana dan aman.
5. Kromatografi lapir tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmaillof dan
Scraible pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk kromatorafi planar,
selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengankromatografi
kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas didalamnya, pada
KLT, fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada pemukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat-plat alumunium atau
plar plastic. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapt dikatakan
sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Fase gerak yag dikenal sebgaia pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik (asceding) atau karena pengaruh kapiler karena pengembangan
secara menurun (desceding).
Kromatografi dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom. Beberap keuntungan lain
kromatografi planar adalah sebagai berikut;
a. Kromatografi planar banyak digunakan untuk tujuan analisis.
b. Identifikasi pemisahan kompenen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, fluroensi atau denggan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
c. Dapat dilakukan elusi secara menaik, menurun atau dengan cara elusi
dua dimensi.
d. Ketetapan penentuan kadar akan lebih baik karena kompenen yang
akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30µm. Semakin kecil ukuran
rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam,
makin banyak kerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Fase gerak pada KLT dapat dipisah dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.
Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena
daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedimikian rupa
sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa
petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik yang sensitif.
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksumalkan pemisahan.
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica
gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute
yang berarti juga menetukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang berifat
polar seperti dietil eter kedalam pelarut non polar seperti metil benzene
akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d. Solute-solute ionok dan solute-solute polar lebih baik digunakan
campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan
metanol dengan perbandingan tertentu.
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh
hanya jika menotolkan sampel sekecil dan sesempit mungkin. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih
dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang tidak
tepat akan menyebabkan bercak menyebar dan puncak ganda.
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel dalam suatu bejana kromatografi yang
sebelumnyatelah dijenuhkan uap fase geraknya. Ada beberapa teknik
untuk melakukan pengembangan , pengembangan menaik merupakan cara
yang paling popular diantara cara lain.
Bercak pemisahan KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisik
maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan
mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara menyemprotkan
suatyu pelarut sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang digunakan
untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan
flurosensi sinar ultra violet.
KLT digunakan secara luas untuk analisis solute-solute organic
terutama dalam bidang biokimia, farmasis, klinis, forensik, baik untuk
analisis kualitatif dengan cara membandingkan nilai Rf solute dengan nilai
Rf senyawa baku atau untuk analisis kuantitatif.
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan kebanyakan
kompenen dalam berampuran, identifikasi senyawa, memantua jalannya
suatu reaksi, menentukan efektifitas kemurnian, menentukan kondisi yang
sesuai untuk kromatografi kolom, serta untuk melakukan screening awal
sampel.
a. Analisis kualitatif
KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku.
Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai
Rf. Dua senyawa dikatakan identik juka mempunyai nilai rf yang sama
jika diukur pada kondisi KLT yang sama.
b. Analisis kuantitatif
Ada dua cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif pada KLT,
yang pertama bercak langsung pada KLT dan kedua mengerok bercak
lalu kadarnya di ukur dengan alat spektrofotometer.
(Gandjar, 2007)
6. Metode isolasi
Metode isolasi yaitu metode pemisahan dan pemurnian kandungan
tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu teknik
berikut:
a. Kromatografi lapis tipis preparatif
Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan
daya partisi serta kelarutan dari kompenen-kompenen kimia yang akan
bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben
terhadap kompenen kimia tidak sama, maka kompenen bergerak
dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan
pemisahan (Hostetmann, 1995).
b. Kromatografi kolom
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang
masih banyak digunakan, tujuan kromatografi kolom adalah
memisahkan kompenen cuplikan dalam wakt yang masuk akal,
menjadi pita atau puncak (Johnson, 1987).
c. Kromatografi gas cair
Pemisahan pada krmatografi gas didasarkan pada titik didih suatu
senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjasi antara
solute (Gandjar, 2007).
d. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
KCKT dapat disamakan dengan KCG dalam hal kepekaan dan
kemampuan menghasilkan data kualitatif dan data kuantitattif dengan
sekali kerja saja (Harbone, 1987).
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha, setiawan. 2004. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agiwidya:
Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi 3. DEPKES RI: Jakarta.
Gandjar, ibnu Gholibb. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Gritter, dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. ITB press: Bandung.
Harbone, JB. 1987. Metode Fitokimia, Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. ITB press: Bandung.
Hostetmenn, dkk. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. ITB press: Bandung.
Karinda. 2013. Perbandingan hasil penetapan kadar vitamin C mangga dodol
dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-VIS dan iodometri. Jurnal
ilmiah Farmasi. Volume 2 Nomor 1
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI press: Jakarta
Pracaya. 2005. Bertanam Manggga. Penebar Swadaya: Jakarta.
Rukmi, Irowo. 2009. Keanekaragaman Aspergillus Pada Berbagai Simplisia
Jamu Tradisional. Jurnal Sains Dan Matematika. Volume 17. Nomor 2
Yulaikhah. 2009. Standarisasi obat herbal. ITB press: Bandung.
Yuliasih, Indah, dkk. 2009. Pengaruh Proses Fraksinasi Pati Sagu Terhadap
Karakteristik Fraksi Amilosanya. Jurnal Teknologi Industri Dan Pertanian.
Volume 17. Nomor 1
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Batang pengaduk
b. Botol vial
c. Cawan porselin
d. Corong
e. Chamber
f. Cutter
g. Desikator
h. Erlenmeyer
i. Gunting
j. Gelas kimia
k. Kamera
l. Kolom kromatografi
m. Labu alas bulat
n. Lampu uv 254 nm dan 366 nm
o. Mankok
p. Mortir dan stemper
q. Oven
r. Pensil
s. Penggaris
t. Penutup chamber
u. Pipa kapiler
v. Pipet tetes
w. Pipet volume
x. Plat klt
y. Propipet
z. Raotary evaporator
aa. Sendok tanduk
bb. Spatula
cc. Statif dan klem
dd. Sentrifuge
ee. Tabung sentrifuge
ff. Timbangan digital
gg. Toples
hh. Vakum
ii. Water bath
jj. Hot plate
2. Bahan
a. Alumunium foil
b. Aquades
c. Biji mangga
d. Etiket
e. H2SO4 10 %
f. Kapas
g. Kertas saring
h. Etanol
i. Atil asetat
j. Kloroform
k. Methanol
l. N- butanol
m. N – heksan
n. Silica gel
D. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan simplisia
a. Diambil biji mangga dari buahnya
b. Dilakukan sortasi basah biji mangga
c. Dicuci biji mangga’
d. Dikeringkan biji mangga
e. Dilakukan sortasi kering biji mangga
f. Dirajang biji mangga hingga menjadi serbuk simplisia
g. Disimpan simplisia biji mangga
2. Ekstraksi biji mangga
a. Ditimbang simplisia biji mangga
b. Dimasukkan simplisia kedalam wadah perkolator yang bagian bawah
dalam wadah dipasang kertas saring
c. Dimasukkan methanol hingga sampel terendam semua dan wadah
ditutup dengan alumunium foil
d. Dibuka keran pada perkolator dan ekstrak metanol ditampung dalam
wadah ekstrak
e. Ditambahkan metanol terus menerus hingga ekstrak tidak berwarna
lagi
3. Fraksinasi biji mangga
a. Ditimbang ekstrak kering biji mangga kurang lebih 3-5 gram,
kemuadian ditambahkan dengan 50 mL air, dilarutkan dan disaring
menggunakan kertas saring
b. Dimasukkan campuran air dan ekstrak ke dalam corong pisah dengan
keran dalam keadaan tertutup kemudian ditambahkan dengan n –
heksan sebanyak 50 mL
c. Ditutup lalu dikocok kuat sambil sesekali membuka keran dalam
keadaan terbalik untuk membuang gas yang bertekanan
d. Didiamkan, maka akan membentuk 2 lapisan (air berada dibawah
larutan n – heksan)
e. Dimasukkan ekstrak air yang berada di bawah kedalam erlenmeyer
dengan membuka keran
f. Dimasukkan ekstrak n – heksan kedalam mankok
g. Diulang prosedur a-f dengan menggunakan ekstrak sebanyak 3 kali
h. Ditampung seleuruh ekstrak kedalam mangkok dan diberi label
i. Dilakukan pemekatan terhadap hasil ekstrak
j. Diulangi prosedur terhadap ekstrak hasil fraksinasi dengan pelarut n –
butanol
k. Diulangi prosedur terhadap ekstrak hasil fraksinasi dengan cairan etil
asetat
4. Metode kromatografi lapis tipis
a. Dibuat eluen n – etil asetat dan n – heksan dengan perbandingan 1:2
4:7
b. Dilarutkan fraksi di dalam botol vial dengan menggunakan kloroform
dan methanol 1:1
c. Diambil plat KLT yang telah diaktifkan
d. Dipotong plat KLT dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 1 cm
e. Diberi garis batas bawah 0,2 cm dan batas atas 0,2 cm dengan
menggunakan pensil
f. Dilakukan penotolan fraksi dengan menggunakan pipa kapiler pada
garis bawah di plat KLT
g. Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber yang telah dijenuhkan
dengan eluen dan ditutup
h. Diamati kenaikan pelarut pada plat KLT hingga mencapai batas atas,
diangkat plat KLT
i. Diangin-anginkan plat KLT hingga kering
j. Diamati spot warna yang timbul dan digambar
k. Diamati spot warna yang timbul dengan menggunakan lampu UV 254
nm dan 366 nm