islam kepemimpinan dan kekuasaan - felix siauw

9
ISLAM, KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN dalam perspektif literatur klasik ن رآ لق ا ع ب ز ي لا ما طان سل ل ا ع ب ز لي له آل ن! آ ه هاي لن وآ ه دآي ب ل ز آ ي( ث ك ن ب آ- ه ن ع له آل ي ض ر مان( ث ع ن ع زوى ي وله ق م“Sesungguhnya Allah Ta’ala memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh Al Quran.” (Utsman bin Affan) Menarik bila kita mencermati penulis barat Michael H. Hart dalam bukunya “The 100 - a Ranking of Most Influential People in History”. Dalam bukunya dia menilai Nabi Muhammad dengan kalimat “he was the only man in history who was supremely succesfull on both the religious and secular level ". Dan kita bisa meihat alasan mengapa ia menempatkan Nabi Muhammad saw. dalam urutan paling atas sebagai tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah walaupun dia jumlah ummat muslim bukanlah yang paling banyak di dunia. Hart menuliskan dua alasan: “Muhammad, however, was responsible for both the theology of Islam and its main ethical and moral principles” “Furthermore, Muhammad (unlike Jesus) was a secular as well as a religious leader. In fact, as the driving force behind the Arabs conquest, he may well rank as the most influential political leaders of all time” Dengan gamblang Hart menjelaskan, bahwa mengapa nabi Muhammad saw, ditempatkan sebagai tokoh paling berpengaruh, yaitu bahwa rasulullah menjadikan Islam, al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya pengatur, baik dalam kehidupan spiritual maupun dalam kehidupan politik. Inilah realitas Islam pada zaman rasulullah, tidak terpisahkan antara spiritual dengan politik. Sayangnya, Islam yang dicontohkan nabi Muhammad yang menyatu dalam kedua sisi baik politis dan spiritual ini kebanyakan tidak dipahami dengan oleh masyarakat. Bahkan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai sumber pengetahuan Islam pun menganggap bahwa ide bersatunya politik dan spiritual Islam bukan berasal dari khazanah ilmu Islam. Bahkan berkembang diantara kaum muslim pernyataan di dalam Bibel: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."(Mat 22:21 ). Tampaknya sekularisme telah sukses merasuk kedalam jiwa ummat Islam, menjadikan ummat memandang bahwa Islam hanyalah pengatur ibadah ansich dan akhirnya membuat ummat berdalil dengan hujjah yang bukan merupakan dari al-Qur’an dan as-Sunnah, bukanlah dari shahabat maupun para ilmuwan Islam.

Upload: affan-nursalam

Post on 06-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Karena Islam dan kekuasaan adadlah saudara kembar. Kekuasaan diatur dalam Islam.

TRANSCRIPT

ISLAM, KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAANdalam perspektif literatur klasik

- Sesungguhnya Allah Taala memberikan wewenang kepada penguasauntuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh Al Quran.(Utsman bin Affan)

Menarik bila kita mencermati penulis barat Michael H. Hart dalam bukunya The 100 - a Ranking of Most Influential People in History. Dalam bukunya dia menilai Nabi Muhammad dengan kalimat he was the only man in history who was supremely succesfull on both the religious and secular level". Dan kita bisa meihat alasan mengapa ia menempatkan Nabi Muhammad saw. dalam urutan paling atas sebagai tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah walaupun dia jumlah ummat muslim bukanlah yang paling banyak di dunia. Hart menuliskan dua alasan:

Muhammad, however, was responsible for both the theology of Islam and its main ethical and moral principlesFurthermore, Muhammad (unlike Jesus) was a secular as well as a religious leader. In fact, as the driving force behind the Arabs conquest, he may well rank as the most influential political leaders of all time

Dengan gamblang Hart menjelaskan, bahwa mengapa nabi Muhammad saw, ditempatkan sebagai tokoh paling berpengaruh, yaitu bahwa rasulullah menjadikan Islam, al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya pengatur, baik dalam kehidupan spiritual maupun dalam kehidupan politik. Inilah realitas Islam pada zaman rasulullah, tidak terpisahkan antara spiritual dengan politik.

Sayangnya, Islam yang dicontohkan nabi Muhammad yang menyatu dalam kedua sisi baik politis dan spiritual ini kebanyakan tidak dipahami dengan oleh masyarakat. Bahkan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai sumber pengetahuan Islam pun menganggap bahwa ide bersatunya politik dan spiritual Islam bukan berasal dari khazanah ilmu Islam. Bahkan berkembang diantara kaum muslim pernyataan di dalam Bibel: Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."(Mat 22:21 ). Tampaknya sekularisme telah sukses merasuk kedalam jiwa ummat Islam, menjadikan ummat memandang bahwa Islam hanyalah pengatur ibadah ansich dan akhirnya membuat ummat berdalil dengan hujjah yang bukan merupakan dari al-Quran dan as-Sunnah, bukanlah dari shahabat maupun para ilmuwan Islam.

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS an-Nisaa [4]: 58-59)Dalam tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat 58 ini sangat jelas sekali ditujukan kepada para penguasa, yaitu penguasa kaum muslim: " "

Dan Jalalain dalam tafsirnya atas ayat 59 menegaskan bahwa ulil amri yang dimaksud adalah para wali yang merupakan empunya urusan: " " " " "Artinya kedua ayat ini menunjukkan kewajiban yang sangat besar bagi kaum muslim untuk memiliki pemimpin dan kepemimpinan yang dengannya bisa diterapkan amanat hukum Allah dengan adil, dan menjadi penjamin atas dipakainya al-Quran dan as-Sunnah ketika ada perselisihan diantara kaum mukmin. Oleh karena itu, surat An Nisa ayat 58-59 ini telah dijadikan landasan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam menulis kitabnya .

Rasulullah pun telah memberikan batasan, bagaimana penguasa dan kepemimpinan ini diatur dalam Islam melalui lisannya yang mulia:" " " " " . " ( ) Dahulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap nabi meninggal, digantikan oleh nabi berikutnya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Tetapi nanti akan ada banyak khalifah. Para Sahabat bertanya, Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Beliau menjawab, Penuhilah baiat yang pertama, dan yang pertama saja. Berikanlah hak mereka, sesungguhnya Allah akan memintai pertanggungjawaban terhadap urusan yang dibebeankan kepada mereka (HR Bukhari dan Muslim)

Lafadz berasal dari kata yang berarti menunjukkan bahwa para rasul Allah memimpin kaummnya dan mengatur urusan mereka menggunakan apa yang telah diturunkan Allah kepada mereka. Dan Rasul memberi sendiri nama penggantinya dalam masalah kepengurusan ini yaitu dengan menggunakan kata yang merupakan jamak dari kata . Maka nama kepemimpinan Islam ini adalah Selain itu hadits rasul juga mengindikasikan bahwa adanya khalifah ini adalah hanya satu untuk seluruh kaum muslim di dunia dengan kalimat: .

Juga berdasarkan sabda rasulullah saw: ( )

Dalil wajibnya berada dalam kepemimpinan Khilafah Islam juga ditandai dengan ancaman rasulullah kepada mukmin yang tidak berada atau melepaskan diri dari baiat atau melalaikan diri dalam mengadakan kepemimpinan ini: , ( )Oleh karena itu, tuduhan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ketika mengatakan bahwa Khilafah Islam tidak memiliki akar yuridis dan teologis yang jelas di dalam al-Quran dan as-Sunnah sangat tidak beralasan apabila kita melihat dalil-dalil diatas, dan masih banyak dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah yang serupa dengannya. Tak kurang dari Imam asy-Syafii, Imam al-Jashash, dan Imam Ibnu al-Arabi membuat kitab tafsir khusus membahas ayat-ayat hukum, dengan judul yang sama: . Para imam ahli hadits pun telah membuat pembahasan dalam kitab mereka bab khusus tentang kepemimpinan dan hak-hak yang terkait dengan wewenang pemimpin. Imam Bukhari dalam membuat , , juga yang membuat bab-bab tentang dan . Begitu pula Imam Muslim, dalam kitab membuat , juga .

Buku-buku yang telah ditulis mengenai sistem kepemimpinan dalam Islam pun telah ditulis oleh para pemikir dan ulama muslim. Misalnya Imam Abul Hasan al-Mawardi menyusun kitab . Begitu pula Imam Abu Yaala dengan judul sama. Imam Ibnu Taimiyah menyusun . Imam Ibnul Qayyim menyusun kitab . Imam As Suyuthi menyusun kitab . Ibnu Syidad menyusun kitab , lain sebagainya.

Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dengan kepemimpinan dan politik. Adanya karya-karya ini serta perhatian para ulama muslim sejak masa lalu dan tertulis dalam literatur klasik membuktikan bahwa memang keterkaitan antara Islam dan Negara adalah memang ada. Sebab, adalah hal mustahil para imam ini membicarakan sesuatu yang sia-sia, yang tidak pernah terjadi dalam Islam dan dunianya. Dia dibicarakan karena dia ada. Hakikat ini sangat jelas bagi orang-orang yang berakal.

Tidak hanya menulis buku-buku yang menegaskan perlunya kepemimpinan bagi kaum muslim. Ulama-ulama besar juga memberikan pernyataan tentang urgensi penegakan kepemimpinan ini terkait dengan pelaksanaan hukum-hukum Allah secara totalitas. Misalnya, ketika membaca ayat: Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa (QS al Hadiid [57]: 25)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam mengomentari ayat ini dengan mengatakan: . Allah Subhanahu wa Taala menjelaskan, bahwa Dia menurunkan Al Kitab dan neraca keadilan, dan apa-apa yang dengannya keadilan itu bisa diketahui, agar manusia dapat menegakkan keadilan itu, dan Dia juga menurunkan besi. Barangsiapa yang telah keluar dari Al Quran dan Neraca, maka dia diluruskan oleh besi (pedang/kekuataan).Beliau juga berkata dalam . : . .

: . . . . Wajib diketahui bahwa kepemimpinan yang mengurus urusan manusia termasuk kewajiban agama yang paling besar, bahkan agama dan dunia tidaklah tegak kecuali dengannya. Segala kemaslahatan manusia tidaklah sempurna kecuali dengan memadukan antara keduanya, di mana satu sama lain saling menguatkan. Dalam perkumpulan seperti inilah diwajibkan adanya kepemimpinan, sampai-sampai Nabi saw. mengatakan: Jika tiga orang keluar bepergian maka hendaknya salah seorang mereka menjadi pemimpinnya. (HR Abu Dawud)

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abdullah bin Amru, bahwa Nabi saw. bersabda: Tidak halal bagi tiga orang yang berada di sebuah tempat di muka bumi ini melainkan mereka menunjuk seorang pemimpin di antara mereka. Rasulullah mewajibkan seseorang memimpin sebuah perkumpulan kecil dalam perjalanan, demikian itu menunjukkan juga berlaku atas berbagai perkumpulan lainnya. Karena Allah Taala memerintahkan amar maruf dan nahi munkar, dan yang demikian itu tidaklah sempurna melainkan dengan kekuatan dan kepemimpinan. Demikian juga kewajiban Allah lainnya seperti jihad, menegakkan keadilan, haji, shalat jumat dan hari raya, menolong orang tertindas, dan menegakkan hudud. Semua ini tidaklah sempurna kecuali dengan kekuatan dan kepemimpinan.

Juga seperti perkataan Ibnu Qayyim al-Jauziah dalam : Maka, tidaklah dikatakan: sesungguhnya politik yang adil itu bertentangan dengan yang dibicarakan syariat; justru politik yang adil itu bersesuaian dengan syariat, bahkan dia adalah bagian dari elemen-elemen syariat itu sendiri. Kami menamakannya dengan politik karena mengikuti istilah yang mereka buat. Padahal itu adalah keadilan Allah dan RasulNya, yang ditampakkan tanda-tandanya melalui politik.

Dan perumpamaan Imam al-Ghazali dalam . Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.

Senada dengan itu, Ibnu Khaldun menegaskan dalam . . Khilafah adalah upaya langkah membawa manusia ke arah yang sesuai pandangan syariat dalam mencapai maslahat kehidupan mereka baik akhirat dan dunia. Karena seluruh maslahat dunia ini menurut syariat Islam akan bermuara pada maslahat akhirat. Pada hakikatnya khilafah itu berasal dari Pemilik Syariat dalam rangka menjaga agama dan mengatur dunia. Maka fahamilah dan ambilah pelajaan dari hal itu sepanjang yang kami sampaikan kepadamu. Dan Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Telah berkata pula Imam al-Mawardi dalam Mengangkat Imam (Khalifah) bagi yang menegakkanya ditengah-tengah umat merupakan kewajiban berdasarkan ijma

Juga Imam Nawawi dalam Mereka (para Imam Madzhab) sepakat wajib bagi kaum muslimin mengangkat Khalifah Telah sepakat para ulama bahwa tidak boleh diangkat dua orang khalifah dalam waktu yang sama, sama saja apakah Darul Islam itu luas atau tidak

telah sepakat para Imam Madzhab semoga Allah merahmati mereka tentang kewajiban imamah (khilafah), oleh karena itu haruslah ada bagi kaum muslimin seorang Imam yang menegakkan ritual agama dan keadilan, orang yang didzalimi dari para pendzalim, dan tidak boleh bagi kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia terdapat dua imam

Demikianlah, dapat kita lihat bahwa ulama-ulama dan cendekiawan muslim semuanya telah menegaskan tentang wajibnya khilafah (kepemimpinan) bagi kaum mukmin. Semua itu bukanlah dilakukan karena kaum muslim haus akan kekuasaan dan menyalahgunakannya untuk menindas serta memperkaya diri sebagaimana kita lihat saat ini, tetapi lebih karena tuntutan aqidah sebagai seorang muslim dan keinginan untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaaffah sebagaimana rasulullah contohkan kepada kita. Dan semua ini tidak akan sempurna tanpa hadirnya suatu kepemimpinan yang menjaminnya.