isk-copas

37
ISK (infeksi saluran kemih) dari berbagai sumber :) moga” berguna 2.1. Definisi Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih. Beberapa istilah penting yang sering dipergunakan dalam klinis mengenai ISK adalah: 1. ISK sederhana, yaitu ISK pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih. 2. ISK kompleks, yaitu ISK yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomis/ struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika. 3. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection, yaitu ISK yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat setelah sekurangkurangnya 6 bulan bebas dari ISK. 4. Infeksi berulang, yaitu timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelumnya dapat dibasmi dengan pemberian antibiotika pada infeksi yang pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi atau bakteriuria persisten. Pada re- infeksi kuman berasal dari luar saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten bakteri penyebab berasal dari dalam saluran kemih itu sendiri. 2.2. Klasifikasi Infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu: a. Infeksi saluran kemih atas 1. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri. 2. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.

Upload: norabumantari

Post on 25-Oct-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ISK (infeksi saluran kemih) dari berbagai sumber :) moga” berguna

2.1. Definisi

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih. Beberapa istilah penting yang sering dipergunakan dalam klinis mengenai ISK adalah:

1. ISK sederhana, yaitu ISK pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih.

2. ISK kompleks, yaitu ISK yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomis/ struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika.

3. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection, yaitu ISK yang baru pertama kali diderita  atau infeksi yang didapat setelah sekurangkurangnya 6 bulan bebas dari ISK.

4. Infeksi berulang, yaitu timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelumnya dapat dibasmi dengan pemberian antibiotika pada infeksi yang pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi atau bakteriuria persisten. Pada re-infeksi kuman berasal dari luar saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten bakteri penyebab berasal dari dalam saluran kemih itu sendiri.

2.2. Klasifikasi

Infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu:

a. Infeksi saluran kemih atas

1. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

2. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.

b. Infeksi saluran kemih bawah

1. Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna.2. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan

mikroorganisme (steril).

2.3. Etiologi

Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan Pseudomonas sp.,Bermacam-macam mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK

No. Mikroorganisme Persentase biakan

(%)

1. Escherichia coli 50-90

2. Klebsiela sp. atau Enterobacter sp. 10-40

3. Proteus sp. 5-10

4. Pseudomonas aeroginosa 2-10

5. Staphylococcus epidermidis 2-10

6. Enterococci sp. 2-10

7. Candida albicans 1-2

8. Staphylococcus aureus 1-2

Jenis penyebab ISK non-bakterial adalah biasanya adenovirus yang dapat menyebabkan sistitis hemoragik. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, danMycobacterium tuberculosa . Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien dengan penyakit imunnocompromised, dan pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalahCandida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen .

Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu :

1. Bendungan aliran urin, terdiri atas :

a. Anomali kongenital

b. Batu saluran kemih

c. Oklusi ureter (sebagian atau total)

2. Refluks vesikoureter

3. Urin sisa dalam buli-buli karena :

a. Neurogenic bladder

b. Striktura uretra

5.Hygienitas

6. Instrumentasi

a. Kateter

b. Dilatasi uretra

c. Sitoskopi

2.4. Patogenesis & Patofisiologi

Saluran kemih merupakan area yang seharusnya bebas dari mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media urin. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara, yaitu:

1. ascending;

2. hematogen;

3. limfogen;

4. langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai akibat dari pemakaian instrumen.

Dua jalur utama terjadinya ISK adalah ascending dan hematogen.  Namun, secara umum, infeksi paling sering terjadi dengan cara ascending, walapupun infeksi secara hematogen dapat terjadi pada anak usia infant.

Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2)masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3)penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4)masuknya kuman melaui ureter ke ginjal6.

2.4.1. Infeksi Ascending

Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu:

a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina;

b. masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli;

c. multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih;

d. naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.

Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yang meningkat.

1. Faktor host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

a. Pertahanan lokal dari host;

b. Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular dan humoral.

Tabel 2. Pertahanan lokal terhadap infeksi.

No Pertahanan lokal tubuh terhadap infeksi

1. Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik ureter (wash out mechanism)

2. Derajat keasaman (pH) urin

3. Osmolaritas urin yang cukup tinggi

4. Panjang uretra pada pria

Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari sistem ini akan mengakibatkan kuman mudah sekali untuk bereplikasi dan menempel pada urotelium. Mekanisme wash out dapat berjalan dengan baik dengan aliran urin yang adekuat adalah jika:

a. Jumlah urin cukup;

b. Tidak ada hambatan didalam saluran kemih.

Oleh karena itu, kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal menghasilkan urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.

Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi mekanisme wash out adalah adanya:

1. Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada divertikula, dan adanya dilatasi atau refluks sistem urinaria.

2. Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian kuman.

2. Faktor agent (mikroorganisme)

Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu :

a. Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.

b. Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut.

Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease yang dapat merubah suasana urin menjadi basa.

2.4.2. Hematogen

Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada anak usia infant, anak dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada anak yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureuspada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella sp., pseudomonas sp., Candida albicans, dan Proteus sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara hematogen. Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan abses pada ginjal .

2.4. Tanda dan Gejala

1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah : Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis Hematuria Nyeri punggung dapat terjadi

2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah : Demam Menggigil Nyeri panggul dan pinggang Nyeri ketika berkemih Malaise Pusing Mual dan muntah

Berdasarkan bagian saluran kemih yang terinfeksi, tanda dan gejala sebagai berikut:

Sistitis : piuria urgensi, frekuensi miksi meningkat perubahan warna dan bau urine, nyeri suprapublik, demam biasanya tidak ada.

Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya discharge urethra Prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium uretra (cont:

hesitansi, aliran lemah). Pielonefritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong, mual, muntah, diare. Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan pielonefritis kecuali demam

menetap meskipun diobati dengan antibiotik.

2.5. Diagnosis

Anamnesis : ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria. Pemeriksaan fisik: febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra. Laboratorium: lekositosis, lekosituria, kultur urin (+): bakteriuria > 105/ml urin.

2.6. Pemeriksaan Penunjang

2.6.1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain :

2.6.1.1. Urinalisis

Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki  dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica urinaria.

Pada urinalisis, yang dinilai adalah sebagai berikut:

a. Eritrosit

Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih.

b. Piuria

Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin .

Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan :

1. infeksi tuberkulosis;

2. urin terkontaminasi dengan antiseptik;

3. urin terkontaminasi dengan leukosit vagina;

4. nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik);

5. nefrolitiasis;

6. tumor uroepitelial

c. Silinder

Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain:

1. silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal;

2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis;

3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut;

4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik.

d. Kristal

Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal.

e. Bakteri

Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.

2.6.1.2. Bakteriologis

a. Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.

b. Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:

Tabel 3. Kriteria untuk diagnosis bakteriuria bermakna

Pengambilan spesimen Jumlah koloni bakteri per ml urin

Aspirasi supra pubik >  100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme patogen

Kateter > 20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen

Urine bag atau urin porsi tengah > 100.000 cfu/ml

Dalam penelitian Zorc et al. menyatakan bahwa  ISK  pada anak-anak sudah dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri lebih besar dari 10.000 cfu per ml urin yang diambil melalui kateter. Namun, Hoberman et al.menyatakan bahwa ditemukannya jumlah koloni bakteri antara 10.000 hingga 49.000 cfu per ml urin masih diragukan, karena kemungkinan terjadi kontaminasi dari luar, sehingga masih diperlukan biakan ulang, terutama bila anak belum diobati atau tidak menunjukkan adanya gejala ISK.

2.6.1.3. Tes Kimiawi

Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat4.

2.6.1.4. Tes Plat – Celup (Dip-Slide)

Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui .

2.6.2. Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya

Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielografi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan.

2.7. Penatalaksanaan

Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi, namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan antibiotika. Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes kepekaan antibiotika.

Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran kemih. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain:

pengobatan dosis tunggal pengobatan jangka pendek (10-14 hari) pengobatan jangka panjang (4-6 minggu) pengobatan profilaksis dosis rendah pengobatan supresif (1)

Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :

1. eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai, dan

2. mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi

Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karena itu, pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya.

Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh bentuk resistensi lokal suatu daerah. Amoksisilin secara tradisional merupakan antibiotik lini pertama untuk ISK pada anak-anak. Namun, peningkatan angka resistensi  E.coliterhadap antibiotik ini menjadikan

angka kegagalan kesembuhan ISK  yang diterapi dengan antibiotik ini menjadi tinggi3. Uji sensitivitas antibiotik menjadi pilihan utama dalam penentuan antibiotik yang dipergunakan. Antibiotik yang sering dipergunakan untuk terapi ISK, yaitu:

1. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri penyebab ISK resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat diberikan pada ISK dengan bakteri yang sensitif terhadapnya.

2. Kloramfenikol 50 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4, sedangkan untuk bayi premature  adalah 25 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4.

3. Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2 dosis. Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan cotrimoxazole. Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin.

4. Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin 1-2 gr dalam dosis tunggal atau dosis terbagi (2 kali sehari) untuk infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) sehari. Cephalexin kira-kira sama efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan memiliki spectrum luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal usus atau menyebabkan berkembangnya jamur (Candida sp.) pada anak perempuan.

Obat-obatan seperti Asam nalidiksat atau Nitrofurantoin tidak digunakan pada anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK. Selain itu nitrofurantoin juga lebih mahal dari Cotrimoxazole dan memiliki efek samping seperti mual dan muntah. Fluoroquinolon yang sering dipergunakan pada pasien dewasa tidak pernah dipergunakan pada anak-anak karena mengganggu perkembangan  pada sistem muskuloskeletal dan sendi .

Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya masih menjadi kontroversi. Pada pasien dewasa, pemberian antibiotik selama 1-3 hari telah menunjukkan perbaikan berarti, namun dari berbagai penelitian, lamanya antibiotik diberikan pada anak adalah sebaiknya 7-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin harus kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan.

Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan diberikan pada anak penderita ISK. Dalam penelitiannya, Conway et  al.menyatakan bahwa pemberian antibiotik profilaksis berkaitan erat dengan meningkatnya risiko terjadinya resistensi dan tidak adanya pengurangan dalam risiko terjadinya ISK berulang maupun renal scarring. Pada anak penderita refluks vesiko-urinaria, antibiotik profilaksis tidak memberikan efek berarti dalam pengurangan risiko terjadinya ISK berulang, sehingga pemberian antibiotik profilaksis tidaklah diperlukan.

2.7.1. Sulfonamide

Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif. Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA). Biasanya diberikan per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi di hati dan di ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan produksi PABA berlebihan.

Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash, fotosensitivitas), gangguan pencernaan (nausea, vomiting, diare), Hematotoxicity (granulositopenia, (thrombositopenia, aplastik anemia) dan lain-lain. Mempunyai 3 jenis berdasarkan waktu paruhnya :

Short acting Intermediate acting Long acting

2.7.2. Trimethoprim

Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat enzim dihydrofolate reductaseyang mencegah pembentukan tetrahydro dalam bentuk aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan baik dari usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram negatif kecuali Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih. Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi saluran kemih akut

Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia.

2.7.3. Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):

Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat, mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Karena Trimethoprim lebih bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole. Dua tablet ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg) yang diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih bagian atas atau bawah. Dua tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama infeksi saluran kemih yang kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali seminggu untuk berbulan-bulan sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang pada beberapa wanita.

Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan demam, kemerahan, leukopenia dan diare.

2.7.4. Fluoroquinolones

Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan replikasi

normal. (9) Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif termasukenterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda.  Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.

Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare. Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun.

2.7.5. Norfloxacin

Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk infeksi saluran kemih.

2.7.6. Ciprofloxacin

Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan juga melawan gonococcus, mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae.

2.7.7. Levofloxacin

Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.

2.7.8. Nitrofurantoin

Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan.

Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama. Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.

2.7.9. Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal

Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam eliminasi berbagai obat sehingga gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan eliminasi dan mempermudah terjadinya akumulasi dan intoksikasi obat.

Faktor penting dalam pemberian obat dengan kelainan fungsi ginjal adalah menentukan dosis obat agar dosis terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik.  Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat mudah terdialisis, sehingga diperlukan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik. Gagal ginjal

akan menurunkan absorpsi dan menganggu kerja obat yang diberikan secara oral oleh karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan pH lambung, berkurangnya absorpsi usus dan gangguan metabolisme di hati. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan berbagai upaya antara lain dengan mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian bersama dengan obat yang menggangu absorpsi dan motilitas.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat pada kelainan fungsi ginjal adalah :

penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat

- pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, Amphotericine B, Siklosporin.

Pada pasien ISK yang terinfeksi bakteri gram negatif Escherichia coli dengan kelainan fungsi ginjal adalah dengan mencari antibiotik yang tidak dimetabolisme di ginjal. Beberapa jurnal dan text book dikatakan penggunaan Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX) mempunyai resiko yang paling kecil dalam hal gangguan fungsi ginjal. Hanya saja penggunaanya memerlukan dosis yang lebih kecil dan waktu yang lebih lama. Pada pasien dengan creatine clearance 15 hingga 30 ml/menit, dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg yang diberikan tiap 12 jam.  Cara pemberiannya dapat dilakukan secara oral maupun intravena.

Penghitungan creatine clearance: TKK = (140 – umur) x berat badan

72 x kreatinin serum

2.8. Pencegahan

1. Beberapa hal paling penting untuk mencegah infeksi saluran kencing, infeksi kandung kemih, dan infeksi ginjal adalah menjaga kebersihan diri , bila setelah buang air besar atau air kecil bersihkan dengan cara membersihkan dari depan ke belakang, dan mencuci kulit di sekitar dan antara rektum dan vagina setiap hari. Mencuci sebelum dan sesudah berhubungan seksual juga dapat menurunkan resiko seorang wanita dari ISK.

2. Minum banyak cairan (air) setiap hari akan membantu pengeluaran bakteri melalui sistem urine.

3. Mengosongkan kandung kemih segera setelah terjadi dorongan untuk buang air kecil juga bisa membantu mengurangi risiko infeksi kandung kemih atau ISK.

4. Buang air kecil sebelum dan setelah melakukan hubungan seks dapat flush setiap bakteri yang mungkin masuk ke uretra selama hubungan seksual.

5. Vitamin C membuat urin asam dan membantu mengurangi jumlah bakteri berbahaya dalam sistem saluran kemih.

6. Hindari pemakaian celana dalam yang dapat membuat keadaan lembab dan berpotensi berkembang biaknya bakteri. Hindari sandal jepit.

2.9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisistem, dan gangguan fungsi ginjal.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya renal scaryang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria Asimtomatik) yang tidak diobati: pielonefritis, bayi prematur, anemia, Pregnancy-induced hypertension

ISK pada kehamilan: retardasi mental, pertumbuhan bayi lambat, Cerebral palsy, fetal death.

Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM.

Pielonefritis emfisematosa à syok septik dan nefropati akut vasomotor.

Abses perinefrik

2.10. Prognosis

Prognosis infeksi saluran kemih adalah baik bila dapat diatasi faktor pencetus dan penyebab terjadinya infeksi tersebut.

Daftar Pustaka

1. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3rdedition. Jakarta, FKUI. 2001.

2. Purnomo BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 20033. Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A,

Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract

ISK (infeksi saluran kemih) dari berbagai sumber :) moga” berguna

2.1. Definisi

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih. Beberapa istilah penting yang sering dipergunakan dalam klinis mengenai ISK adalah:

1. ISK sederhana, yaitu ISK pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih.

2. ISK kompleks, yaitu ISK yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomis/ struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika.

3. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection, yaitu ISK yang baru pertama kali diderita  atau infeksi yang didapat setelah sekurangkurangnya 6 bulan bebas dari ISK.

4. Infeksi berulang, yaitu timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelumnya dapat dibasmi dengan pemberian antibiotika pada infeksi yang pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi atau bakteriuria persisten. Pada re-infeksi kuman berasal dari luar saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten bakteri penyebab berasal dari dalam saluran kemih itu sendiri.

2.2. Klasifikasi

Infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu:

a. Infeksi saluran kemih atas

1. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

2. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.

b. Infeksi saluran kemih bawah

1. Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna.

2. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril).

2.3. Etiologi

Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan Pseudomonas sp.,Bermacam-macam mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK

No. Mikroorganisme Persentase biakan

(%)

1. Escherichia coli 50-90

2. Klebsiela sp. atau Enterobacter sp. 10-40

3. Proteus sp. 5-10

4. Pseudomonas aeroginosa 2-10

5. Staphylococcus epidermidis 2-10

6. Enterococci sp. 2-10

7. Candida albicans 1-2

8. Staphylococcus aureus 1-2

Jenis penyebab ISK non-bakterial adalah biasanya adenovirus yang dapat menyebabkan sistitis hemoragik. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, danMycobacterium tuberculosa . Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien dengan penyakit imunnocompromised, dan pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalahCandida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen .

Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu :

1. Bendungan aliran urin, terdiri atas :

a. Anomali kongenital

b. Batu saluran kemih

c. Oklusi ureter (sebagian atau total)

2. Refluks vesikoureter

3. Urin sisa dalam buli-buli karena :

a. Neurogenic bladder

b. Striktura uretra

5.Hygienitas

6. Instrumentasi

a. Kateter

b. Dilatasi uretra

c. Sitoskopi

2.4. Patogenesis & Patofisiologi

Saluran kemih merupakan area yang seharusnya bebas dari mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media urin. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara, yaitu:

1. ascending;

2. hematogen;

3. limfogen;

4. langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai akibat dari pemakaian instrumen.

Dua jalur utama terjadinya ISK adalah ascending dan hematogen.  Namun, secara umum, infeksi paling sering terjadi dengan cara ascending, walapupun infeksi secara hematogen dapat terjadi pada anak usia infant.

Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2)masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3)penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4)masuknya kuman melaui ureter ke ginjal6.

2.4.1. Infeksi Ascending

Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu:

a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina;

b. masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli;

c. multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih;

d. naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.

Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yang meningkat.

1. Faktor host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

a. Pertahanan lokal dari host;

b. Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular dan humoral.

Tabel 2. Pertahanan lokal terhadap infeksi.

No Pertahanan lokal tubuh terhadap infeksi

1. Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik ureter (wash out mechanism)

2. Derajat keasaman (pH) urin

3. Osmolaritas urin yang cukup tinggi

4. Panjang uretra pada pria

Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari sistem ini akan mengakibatkan kuman mudah sekali untuk bereplikasi dan menempel pada urotelium. Mekanisme wash out dapat berjalan dengan baik dengan aliran urin yang adekuat adalah jika:

a. Jumlah urin cukup;

b. Tidak ada hambatan didalam saluran kemih.

Oleh karena itu, kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal menghasilkan urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.

Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi mekanisme wash out adalah adanya:

1. Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada divertikula, dan adanya dilatasi atau refluks sistem urinaria.

2. Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian kuman.

2. Faktor agent (mikroorganisme)

Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu :

a. Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.

b. Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut.

Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease yang dapat merubah suasana urin menjadi basa.

2.4.2. Hematogen

Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada anak usia infant, anak dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada anak yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureuspada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella sp., pseudomonas sp., Candida albicans,

dan Proteus sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara hematogen. Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan abses pada ginjal .

2.4. Tanda dan Gejala

1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah : Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis Hematuria Nyeri punggung dapat terjadi

2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah : Demam Menggigil Nyeri panggul dan pinggang Nyeri ketika berkemih Malaise Pusing Mual dan muntah

Berdasarkan bagian saluran kemih yang terinfeksi, tanda dan gejala sebagai berikut:

Sistitis : piuria urgensi, frekuensi miksi meningkat perubahan warna dan bau urine, nyeri suprapublik, demam biasanya tidak ada.

Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya discharge urethra

Prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium uretra (cont: hesitansi, aliran lemah).

Pielonefritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong, mual, muntah, diare.

Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan pielonefritis kecuali demam menetap meskipun diobati dengan antibiotik.

2.5. Diagnosis

Anamnesis : ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria. Pemeriksaan fisik: febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra. Laboratorium: lekositosis, lekosituria, kultur urin (+): bakteriuria > 105/ml urin.

2.6. Pemeriksaan Penunjang

2.6.1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain :

2.6.1.1. Urinalisis

Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki  dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica urinaria.

Pada urinalisis, yang dinilai adalah sebagai berikut:

a. Eritrosit

Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih.

b. Piuria

Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin .

Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan :

1. infeksi tuberkulosis;

2. urin terkontaminasi dengan antiseptik;

3. urin terkontaminasi dengan leukosit vagina;

4. nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik);

5. nefrolitiasis;

6. tumor uroepitelial

c. Silinder

Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain:

1. silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal;

2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis;

3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut;

4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik.

d. Kristal

Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal.

e. Bakteri

Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.

2.6.1.2. Bakteriologis

a. Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.

b. Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:

Tabel 3. Kriteria untuk diagnosis bakteriuria bermakna

Pengambilan spesimen Jumlah koloni bakteri per ml urin

Aspirasi supra pubik >  100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme patogen

Kateter > 20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen

Urine bag atau urin porsi tengah > 100.000 cfu/ml

Dalam penelitian Zorc et al. menyatakan bahwa  ISK  pada anak-anak sudah dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri lebih besar dari 10.000 cfu per ml urin yang diambil melalui kateter. Namun, Hoberman et al.menyatakan bahwa ditemukannya jumlah koloni bakteri antara 10.000 hingga 49.000 cfu per ml urin masih diragukan, karena kemungkinan terjadi kontaminasi dari

luar, sehingga masih diperlukan biakan ulang, terutama bila anak belum diobati atau tidak menunjukkan adanya gejala ISK.

2.6.1.3. Tes Kimiawi

Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat4.

2.6.1.4. Tes Plat – Celup (Dip-Slide)

Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui .

2.6.2. Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya

Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielografi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan.

2.7. Penatalaksanaan

Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi, namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan antibiotika. Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes kepekaan antibiotika.

Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran kemih. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain:

pengobatan dosis tunggal pengobatan jangka pendek (10-14 hari)

pengobatan jangka panjang (4-6 minggu) pengobatan profilaksis dosis rendah pengobatan supresif (1)

Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :

1. eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai, dan

2. mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi

Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karena itu, pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya.

Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh bentuk resistensi lokal suatu daerah. Amoksisilin secara tradisional merupakan antibiotik lini pertama untuk ISK pada anak-anak. Namun, peningkatan angka resistensi  E.coliterhadap antibiotik ini menjadikan angka kegagalan kesembuhan ISK  yang diterapi dengan antibiotik ini menjadi tinggi3. Uji sensitivitas antibiotik menjadi pilihan utama dalam penentuan antibiotik yang dipergunakan. Antibiotik yang sering dipergunakan untuk terapi ISK, yaitu:

1. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri penyebab ISK resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat diberikan pada ISK dengan bakteri yang sensitif terhadapnya.

2. Kloramfenikol 50 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4, sedangkan untuk  bayi premature  adalah 25 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4.

3. Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2 dosis. Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan cotrimoxazole. Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin.

4. Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin 1-2 gr dalam dosis tunggal atau dosis terbagi (2 kali sehari) untuk infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) sehari. Cephalexin kira-kira sama efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan memiliki spectrum luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal usus atau menyebabkan berkembangnya jamur (Candida sp.) pada anak perempuan.

Obat-obatan seperti Asam nalidiksat atau Nitrofurantoin tidak digunakan pada anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK. Selain itu nitrofurantoin juga lebih mahal dari Cotrimoxazole dan memiliki efek samping seperti mual dan muntah. Fluoroquinolon yang sering dipergunakan pada pasien dewasa tidak pernah dipergunakan pada anak-anak karena mengganggu perkembangan  pada sistem muskuloskeletal dan sendi .

Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya masih menjadi kontroversi. Pada pasien dewasa, pemberian antibiotik selama 1-3 hari telah menunjukkan perbaikan berarti, namun dari berbagai penelitian, lamanya antibiotik diberikan pada anak adalah sebaiknya 7-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin harus kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan.

Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan diberikan pada anak penderita ISK. Dalam penelitiannya, Conway et  al.menyatakan bahwa pemberian antibiotik profilaksis berkaitan erat dengan meningkatnya risiko terjadinya resistensi dan tidak adanya pengurangan dalam risiko terjadinya ISK berulang maupun renal scarring. Pada anak penderita refluks vesiko-urinaria, antibiotik profilaksis tidak memberikan efek berarti dalam pengurangan risiko terjadinya ISK berulang, sehingga pemberian antibiotik profilaksis tidaklah diperlukan.

2.7.1. Sulfonamide

Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif. Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA). Biasanya diberikan per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi di hati dan di ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan produksi PABA berlebihan.

Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash, fotosensitivitas), gangguan pencernaan (nausea, vomiting, diare), Hematotoxicity (granulositopenia, (thrombositopenia, aplastik anemia) dan lain-lain. Mempunyai 3 jenis berdasarkan waktu paruhnya :

Short acting

Intermediate acting Long acting

2.7.2. Trimethoprim

Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat enzim dihydrofolate reductaseyang mencegah pembentukan tetrahydro dalam bentuk aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan baik dari usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram negatif kecuali Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih. Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi saluran kemih akut

Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia.

2.7.3. Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):

Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat, mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Karena Trimethoprim lebih bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole. Dua tablet ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg) yang diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih bagian atas atau bawah. Dua tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama infeksi saluran kemih yang kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali seminggu untuk berbulan-bulan sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang pada beberapa wanita.

Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan demam, kemerahan, leukopenia dan diare.

2.7.4. Fluoroquinolones

Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan replikasi normal. (9) Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif termasukenterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-

beda.  Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.

Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare. Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun.

2.7.5. Norfloxacin

Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk infeksi saluran kemih.

2.7.6. Ciprofloxacin

Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan juga melawan gonococcus, mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae.

2.7.7. Levofloxacin

Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.

2.7.8. Nitrofurantoin

Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan.

Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama. Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.

2.7.9. Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal

Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam eliminasi berbagai obat sehingga gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan eliminasi dan mempermudah terjadinya akumulasi dan intoksikasi obat.

Faktor penting dalam pemberian obat dengan kelainan fungsi ginjal adalah menentukan dosis obat agar dosis terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik.  Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat mudah terdialisis, sehingga diperlukan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik. Gagal ginjal akan menurunkan absorpsi dan menganggu kerja obat yang diberikan secara oral oleh karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan pH lambung, berkurangnya absorpsi usus dan gangguan metabolisme di hati. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan berbagai upaya antara lain dengan mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian bersama dengan obat yang menggangu absorpsi dan motilitas.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat pada kelainan fungsi ginjal adalah :

penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat

- pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, Amphotericine B, Siklosporin.

Pada pasien ISK yang terinfeksi bakteri gram negatif Escherichia coli dengan kelainan fungsi ginjal adalah dengan mencari antibiotik yang tidak dimetabolisme di ginjal. Beberapa jurnal dan text book dikatakan penggunaan Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX) mempunyai resiko yang paling kecil dalam hal gangguan fungsi ginjal. Hanya saja penggunaanya memerlukan dosis yang lebih kecil dan waktu yang lebih lama. Pada pasien dengan creatine clearance 15 hingga 30 ml/menit, dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg yang diberikan tiap 12 jam.  Cara pemberiannya dapat dilakukan secara oral maupun intravena.

Penghitungan creatine clearance: TKK = (140 – umur) x berat badan

72 x kreatinin serum

2.8. Pencegahan

1. Beberapa hal paling penting untuk mencegah infeksi saluran kencing, infeksi kandung kemih, dan infeksi ginjal adalah menjaga kebersihan diri , bila setelah buang air besar atau air kecil bersihkan dengan cara membersihkan dari depan ke belakang, dan mencuci kulit di sekitar dan antara rektum dan vagina setiap hari. Mencuci sebelum dan sesudah berhubungan seksual juga dapat menurunkan resiko seorang wanita dari ISK.

2. Minum banyak cairan (air) setiap hari akan membantu pengeluaran bakteri melalui sistem urine.

3. Mengosongkan kandung kemih segera setelah terjadi dorongan untuk buang air kecil juga bisa membantu mengurangi risiko infeksi kandung kemih atau ISK.

4. Buang air kecil sebelum dan setelah melakukan hubungan seks dapat flush setiap bakteri yang mungkin masuk ke uretra selama hubungan seksual.

5. Vitamin C membuat urin asam dan membantu mengurangi jumlah bakteri berbahaya dalam sistem saluran kemih.

6. Hindari pemakaian celana dalam yang dapat membuat keadaan lembab dan berpotensi berkembang biaknya bakteri. Hindari sandal jepit.

2.9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisistem, dan gangguan fungsi ginjal.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya renal scaryang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria Asimtomatik) yang tidak diobati: pielonefritis, bayi prematur, anemia, Pregnancy-induced hypertension

ISK pada kehamilan: retardasi mental, pertumbuhan bayi lambat, Cerebral palsy, fetal death.

Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM.

Pielonefritis emfisematosa à syok septik dan nefropati akut vasomotor.

Abses perinefrik

2.10. Prognosis

Prognosis infeksi saluran kemih adalah baik bila dapat diatasi faktor pencetus dan penyebab terjadinya infeksi tersebut.

Daftar Pustaka

1. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3rdedition. Jakarta, FKUI. 2001.

2. Purnomo BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003

3. Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract