[isi] isbd pembalakan liar dan bencana alam
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di
dunia, dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut
Megadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora
dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia. Selain itu
Indonesia juga dikenal dengan sebutan Zamrud Katulistiwa atau permata hijau di
sepanjang garis katulistiwa dikarenakan Indonesia memiliki hutan yang
menghijau dan membentang dari sabang sampai merauke yang indah. Dalam,
kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an
ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan
dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa,
peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong pembangunan
wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan alam menyisakan
sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya laju deforestasi yang
menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan yang
diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging). Meskipun diatas kertas,
Indonesia telah menyisihkan 19 juta hektare atau 13 persen dari total hutan alam
yang ada di Indonesia dalam suatu jaringan ekosistem yang telah ditetapkan
menjadi kawasan-kawasan konservasi dimana kawasan-kawasan tersebut sengaja
diperuntukkan bagi kepentingan pelestarian plasma nutfah, jenis dan ekosistem
yang banyak diantaranya sangat unik dan dianggap merupakan warisan dunia
(world heritage). Namun kenyataanya kawasan-kawasan tersebut saat ini sangat
terancam keberadaan dan kelestariannya akibat kegiatan penebangan liar
Terganggunya keseimbangan dan kelestarian hutan memicu timbulnya
banyak sekali efek negatif terhadap kehidupan manusia, yakni sering terjadinya
bencana alam yang tidak segan-segan merenggut nyawa manusia. Contohnya
tanah longsor, banjir, dan kekeringan yang melanda Indonesia. Akibat tanah
longsor dan banjir, banyak korban berjatuhan dan juga banyak pemukiman warga
yang luluh lantah sehingga memaksa untuk mengungsi ketempat yang aman.
Pemerintah juga terkena dampaknya yakni harus mengeluarkan miliaran rupiah
untuk menanggulangi dampak dari banjir dan tanah longsor. Selain itu,
1
kekeringan yang melanda di beberapa daerah akibat tidak adanya persediaan air
tanah karena eksploitasi hutan besar-besaran yang mengakibatkan warga susah
untuk mencari air bersih untuk keperluan sehari-hari dan pertanian. Ladang
pertanian kering karena saluran irigasi yang tidak ada air sehingga memaksa para
petani untuk memanen dini pertaniannya ataupun terpaksa gagal panen dan hal ini
memaksa naiknya harga pangan dipasaran yang berdampak pada penyakit
kekurangan gizi.
Dibutuhkan suatu solusi yang mampu mengatasi dan mencegah terjadinya
dampak-dampak yang tidak diinginkan dari eksploitasi dan penebangan hutan
yang mulai marak terjadi yakni dengan cara system tebang pilih, tebang satu
pohon tanam satu pohon, menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak
membuang sampah sembarangan dan memilah-milahnya antara organic dan
anorganik, melakukan reboisasi pada lahan kritis dan menghentikan revolusi
hijau.
A. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan penebangan liar?
2. Apa penyebab terjadinya penebangan liar?
3. Apa dampak yang terjadi dari penebangan liar?
4. Apa yang dimaksud dengan bencana alam?
5. Apa saja faktor penyebab terjadinya bencana alam?
6. Solusi apa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penebangan liar dan
bencana alam?
B. TUJUAN
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan penebangan liar.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penebangan liar.
3. Untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat penbangan liar.
2
4. Untuk memahami yang dimaksud dari bencana alam.
5. Untuk mengetahui faktor terjadinya bencana alam.
6. Mencari solusi yang tepat untuk mencegah dan menanggulangi penebangan liar
dan bencana alam.
3
Pengertian Pembalakan Liar
Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging)
adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah
atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. (sumber,tahun)
Pembalakan Liar sering terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai
Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara
Balkan karena memiliki hutan yang cukup luas.
Indonesia termasuk satu diantaranya karena Indonesia merupakan negara
yang memiliki luas hutan yang sangat luas dan dijuluki zamrud katulistiwa.
Gambar 1. Penebangan liar
Fakta Penebangan Liar
Dunia
Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia pada 1998
mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari seluruh kegiatan penebangan adalah liar,
dengan nilai mencapai 365 juta dolar AS. (sumber,tahun)
Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan konsumsi
domestik ditambah dengan elspor mengindikasikan bahwa 88% dari seluruh
kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar.
4
Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia
Amerika
Di Brasil, 80% dari penebangan di Amazon melanggar ketentuan
pemerintah.Korupsi menjadi pusat dari seluruh kegiatan penebangan ilegal
tersebut.
Produk kayu di Brasil sering diistilahkan dengan "emas hijau" dikarenakan
harganya yang mahal (Kayu mahogani berharga 1.600 dolar AS per meter
kubiknya).
Mahogani ilegal membuka jalan bagi penebangan liar untuk spesies yang
lain dan untuk eksploitasi yang lebih luas di Amazon
Kerusakan Hutan di Indonesia
Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan
budaya bagi negara dan masyarakat setempat khususnya. Jika berbagai peranan
itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka
keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Hal ini terlihat selama 25 tahun
terakhir ini, eksploitasi sumber daya dan tekanan pembangunan mempunyai
pengaruh pada hutan. Dalam buku Agenda 21 Indonesia disebutkan bahwa faktor-
faktor yang menekan kerusakan hutan Indonesia, yaitu: (a) pertumbuhan
penduduk dan penyebarannya yang tidak merata; (b) konversi hutan untuk
pengembangan perkebunan dan pertambangan; (c) pengabaian atau ketidaktahuan
mengenai pemilikan lahan secara tradisional (adat) dan peranan hak adat dalam
memanfaatkan sumber daya alam; (d) program transmigrasi; (e) pencemaran
industri dan pertanian pada hutan lahan basah; (f) degradasi hutan bakau yang
disebabkan oleh konversi menjadi tambak; (g) pemungutan spesies hutan secara
berlebihan; dan (h) introduksi spesies eksotik (UNDP & KMNLH, 1997).
World Resources Institute (WRI) menempatkan masalah kerusakan hutan
tropis akibat penggundulan hutan sebagai masalah lingkungan utama Indonesia.
Eksploitasi hutan yang selama ini dilakukan secara berlebihan melalui sistem
hak pengusahaan hutan (HPH) dan konversi hutan untuk pengembangan pertanian
5
khususnya perkebunan telah mengakibatkan kerusakan hutan yang sangat parah.
Bahkan, krisis kerusakan hutan juga terjadi di hutan konservasi dan hutan
lindung. Beberapa data mengenai tingkat kerusakan hutan yang penulis
identifikasi dari berbagai sumber terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Kerusakan Hutan Indonesia
Tahun Luas Hutan Sumber Data Luas dan Laju Kerusakan Hutan
1950 152 juta ha GOI/IIED 33 juta ha atau 942.857 ha per tahun
(1950-1985)
1985 119 juta ha RePPProt
1950 152 juta ha GOI/IIED 60 juta ha atau 1,4 juta ha per tahun
(1950-1993)
1993 92 juta ha Walhi
1984 143 juta ha GOI-TGHK 51 juta ha atau 5,7 juta ha per tahun
(1984-1993)
1993 92 juta ha Walhi
1984 143 juta ha GOI-TGHK 22 juta ha atau 1,7 juta ha per tahun
(1984-1997)
1997 120,6 juta ha Kartodihardjo & Supriono
Hutan-hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di
dunia, meskipun luas daratannya hanya 1,3 persen dari luas daratan di permukaan
bumi. Kekayaan hayatinya mencapai 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di
permukaan bumi. Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total
binatang mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia.1
Sejatinya, seberapa luas hutan di Indonesia? Dinas Kehutanan Indonesia
pada 1950 pernah merilis peta vegetasi. Peta yang memberikan informasi lugas,
bahwa, dulunya sekitar 84 persen luas daratan Indonesia (162.290.000 hektar)
6
pada masa itu, tertutup hutan primer dan sekunder, termasuk seluruh tipe
perkebunan.
Peta vegetasi 1950 juga menyebutkan luas hutan per pulau secara berturut-
turut, Kalimantan memiliki areal hutan seluas 51.400.000 hektar, Irian Jaya seluas
40.700.000 hektar, Sumatera seluas 37.370.000 hektar, Sulawesi seluas
17.050.000 hektar, Maluku seluas 7.300.000 hektar, Jawa seluas 5.070.000 hektar
dan terakhir Bali dan Nusa Tenggara Barat/Timur seluas 3.400.000 hektar.
Menurut catatan pada masa pendudukan Belanda, pada 1939 perkebunan
skala besar yang dieksploitasi luasnya mencapai 2,5 juta hektar dan hanya 1,2 juta
hektar yang ditanami. Sektor ini mengalami stagnasi sepanjang tahun 1940-an
hingga 1950-an. Tahun 1969, luas perkebunan skala kecil hanya mencapai 4,6 juta
hektar. Sebagaian besar lahan hutan itu berubah menjadi perkebunan atau
persawahan sekitar 1950-an dan 1960-an. Alasan utama pembukaan hutan yang
terjadi adalah untuk kepentingan pertanian, terutama untuk budidaya padi.2
Memasuki era 1970-an, hutan Indonesia menginjak babak baru. Di era
1970-an, deforestrasi (menghilangnya lahan hutan) mulai menjadi masalah serius.
Industri perkayuan memang sedang tumbuh. Pohon bagaikan emas coklat yang
menggiurkan keuntungannya. Lalu penebangan hutan secara komersial mulai
dibuka besar-besaran. Saat itu terdapat konsesi pembalakan hutan (illegal
logging), yang awalnya bertujuan untuk mengembangkan sistem produksi kayu
untuk kepentingan masa depan. Pada akhirnya langkah ini terus melaju menuju
degradasi hutan yang serius. Kondisi ini juga diikuti oleh pembukaan lahan dan
konversi menjadi bentuk pemakaian lahan lainnya.
Hasil survei yang dilakukan pemerintah menyebutkan bahwa tutupan
hutan pada tahun 1985 mencapai 119 juta hektar. bila dibandingkan dengan luas
hutan tahun 1950 maka terjadi penurunan sebesar 27 persen. Antara 1970-an dan
1990-an, laju deforestrasi diperkirakan antara 0,6 dan 1,2 juta hektar.
Namun angka-angka itu segera diralat, ketika pemerintah dan Bank Dunia
pada 1999, bekerjasama melakukan pemetaan ulang pada areal tutupan hutan.
Menurut survei 1999 itu, laju deforestrasi rata-rata dari tahun 1985–1997
7
mencapai 1,7 juta hektar. Selama periode tersebut, Sulawesi, Sumatera, dan
Kalimantan mengalami deforestrasi terbesar. Secara keseluruhan daerah-daerah
ini kehilangan lebih dari 20 persen tutupan hutannya. Para ahli pun sepakat, bila
kondisinya masih begitu terus, hutan dataran rendah non rawa akan lenyap dari
Sumatera pada 2005 dan di Kalimantan setelah 2010.
Pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang mengejutkan. Luas hutan
alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan.
Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen
(Sumber: World Resource Institute, 1997).
Pada periode 1997–2000, ditemukan fakta baru bahwa penyusutan hutan
meningkat menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Dua kali lebih cepat ketimbang ahun
1980. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat
kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra
landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, di antaranya
seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan (Badan Planologi Dephut,
2003).3 Dan menciptakan potret keadaan hutan Indonesia dari sisi ekologi,
ekonomi, dan sosial ternyata semakin buram.
Forest Watch Indonesia bersama Global Forest Watch menyajikan laporan
penilaian komprehensif yang pertama mengenai keadaan hutan Indonesia.
Laporan ini menyimpulkan bahwa laju deforestasi yang meningkat dua kali lipat
utamanya disebabkan suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang
menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan
yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi.
Ketidakstabilan politik yang mengikuti krisis ekonomi pada 1997 dan yang
akhirnya me-lengser-kan Presiden Soeharto pada 1998, menyebabkan deforestasi
semakin bertambah sampai tingkatan yang terjadi pada saat ini.
Pengelolaan hutan yang buruk dimulai semenjak Soeharto berkuasa.
Konsesi Hak Pengusahaan Hutan yang mencakup lebih dari setengah luas total
hutan Indonesia, oleh mantan Presiden Soeharto sebagian besar di antaranya
diberikan kepada sanak saudara dan para pendukung politiknya. Kroniisme di
8
sektor kehutanan membuat para pengusaha kehutanan bebas beroperasi tanpa
memperhatikan kelestarian produksi jangka panjang.
Ekspansi besar-besaran dalam industri kayu lapis dan industri pulp dan
kertas selama 20 tahun terakhir menyebabkan permintaan terhadap bahan baku
kayu pada saat ini jauh melebihi pasokan legal. Kesenjangannya mencapai 40 juta
meter kubik setiap tahun. Banyak industri pengolahan kayu yang mengakui
ketergantungan mereka pada kayu curian, jumlahnya mencapai 65 persen dari
pasokan total pada 2000. (sumber,tahun)
Korupsi dan anarki atau ketiadaan hukum semakin berkembang menjadi
faktor utama meningkatnya pembalakan ilegal dan penggundulan hutan.
Pencurian kayu bahkan marak terjadi di kawasan konservasi, misalnya di Taman
Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah dan di Taman Nasional Gunung
Leuser di Sumatera Utara dan Aceh. (sumber,tahun)
Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sistem konversi hutan
menjadi perkebunan menyebabkan deforestasi bertambah luas. Banyak pengusaha
mengajukan permohonan izin pembangunan HTI dan perkebunan hanya sebagai
dalih untuk mendapatkan keuntungan besar dari Izin Pemanfaatan Kayu (kayu
IPK) pada areal hutan alam yang dikonversi. Setelah itu mereka tidak melakukan
penanaman kembali, yang menyebabkan jutaan hektar lahan menjadi terlantar.
Disamping itu, beberapa perusahaan perkebunan dan HTI sering melakukan
pembakaran untuk pembersihan lahan, yang merupakan sumber utama bencana
kebakaran hutan di Indonesia. (sumber,tahun)
Pembakaran hutan merupakan salah satu ancaman serius terhadap
kerusakan hutan Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini belum banyak
tindakan hukum yang telah diambil oleh pemerintah terhadap para pembakar
hutan, meskipun sudah ada peraturan perundangan tentang larangan pembakaran
hutan, di antaranya PP No. 4 Tahun 2001. (sumber,tahun)
9
Dampak Pembalakan Liar
Indonesia memiliki total luas hutan sekitar 126,8 juta hektar dari sabang
sampai marauke. Luas 126,8 juta hektar ini diperkirakan untuk menampung
kehidupan seluruh Warga Indonesia yang berjumlah 46 juta orang. Namun, akibat
penebangan hutan yang liar, hampir 2 juta hektar hutan setiap tahunnya atau
seluas pulau bali. Penebangan hutan ini sebenarnya bisa dicegah jika ada kemauan
dari rakyat Indonesia sendiri untuk mau berubah, namun pada kenyataannya
Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu,
meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada
pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan. Sehingga anugrah luar
biasa yang telah diberikan terhadap Negara Indonesia ini semakin lama semakin
habis dipakai untuk kebutuhan ekonomi dunia. (sumber,tahun)
Pada tahun 2006, terjadi 59 kali bencana banjir dan longsor yang
memakan korban jiwa 1.250 orang, merusak 36 ribu rumah dan menggagalkan
panen di 136 ribu hektar lahan pertanian. WALHI mencatat kerugian langsung
dan tak langsung yang ditimbulkan dari banjir dan longsor rata-rata sebesar Rp.
20,57 triliun setiap tahunnya, atau setara dengan 2,94% dari APBN 2006.
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-
1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektare setiap tahun dan
diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar
berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya
kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya
penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
(sumber,tahun)
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun,
luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan
hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di
Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya
hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik
serta keuntungan pribadi. (sumber,tahun)
10
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak
dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta
hektare kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun
terakhir mencapai 2,83 juta hektare per tahun. Bila keadaan seperti ini
dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya,
maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut
analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
(sumber,tahun)
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan
kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai
harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5
milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap
tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman
hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
(sumber,tahun)
Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia
mencapai angka 3,8 juta hektare pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh
aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data
Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar
perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004).
Pengertian Bencana Alam
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak
besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung
berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es,
gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah
penyakit.Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya adalah
kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan
oleh kombinasi faktor manusia dan alam. Dua jenis bencana alam yang
diakibatkan dari luar angkasa jarang mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan
badai matahari. (sumber,tahun)
11
Bencana Alam di Indonesia
Frekuensi bencana terkait iklim dan cuaca di Indonesia terus meningkat
dalam 10 tahun terakhir. Perubahan iklim kerap menjadi kambing hitamnya.
Namun, kekeliruan pengelolaan lingkungan sebenarnya berperan besar terhadap
peningkatan frekuensi bencana. (sumber,tahun)
Kajian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011
menyebutkan, tren bencana di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Jika
tahun 2002 hanya tercatat 190 kejadian bencana, pada 2010 terdapat 930 kejadian.
Bahkan, tahun 2009 terjadi 1.954 kejadian. (sumber,tahun)
Dari total kejadian bencana itu, hampir 79 persen merupakan bencana
hidrometeorologi, yaitu bencana yang terkait cuaca dan iklim. Bencana ini antara
lain banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung, kebakaran hutan dan lahan,
serta gelombang pasang.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho
menyebutkan, tahun 2002 frekuensi bencana hidrometeorologi di Indonesia yang
tercatat 134 kejadian. Tahun 2010 mencapai 736 kejadian. Pada tahun 2009
melonjak sampai 1.234 kejadian. (sumber,tahun)
Tak hanya peningkatan frekuensi, dampak dan luasan bencana
hidrometeorologi juga meningkat. Jumlah korban bencana hidrometeorologi di
Indonesia yang tewas selama delapan tahun terakhir mencapai 4.936 orang,
sebanyak 17,7 juta orang menderita dan mengungsi, ratusan ribu rumah rusak, dan
lebih dari 2,5 juta rumah terendam banjir. Jumlah korban ini memang relatif kecil
dibandingkan dengan korban tewas akibat bencana geologi, seperti gempa bumi
dan tsunami, yang berkisar 200.000 jiwa dalam kurun waktu sama.
(sumber,tahun)
Dalam laporan Global Humanitarian Forum (The Anatomy of Silent
Crisis, 2009) disebutkan, bencana hidrometeorologi akan menjadi ancaman
12
terbesar manusia pada tahun-tahun mendatang. Laporan ini secara lugas menuding
perubahan iklim sebagai penyebabnya. (sumber,tahun)
Benarkah peningkatan bencana hidrometeorologi hanya disebabkan oleh iklim
yang berubah?
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menunjukkan, iklim global telah berubah. Pengaruh perubahan iklim
menyebabkan pola curah hujan berubah. Tidak hanya tebal hujan yang berubah,
intensitas, durasi, dan sebaran curah hujan juga berubah. Perubahan iklim global
juga sangat memengaruhi perubahan pola aliran, seperti penurunan
kecenderungan curah hujan tahunan. (sumber,tahun)
Secara global, curah hujan tahunan terus meningkat di daerah lintang
tengah dan tinggi di belahan bumi utara, yakni 0,5-1 persen per dekade, kecuali di
Asia Timur. Di daerah subtropik, rata-rata curah hujan berkurang sekitar 0,3
persen per dekade, sedangkan di daerah tropis meningkat 0,2-0,3 persen per
dekade selama abad ke-20. Sebagian besar terjadi di belahan bumi bagian utara.
Adapun perubahan curah hujan di belahan bumi bagian selatan belum diketahui
secara komprehensif.
Sutopo mengatakan, beberapa penelitian skala kecil telah banyak
dilakukan di daerah-daerah tropis di belahan bumi bagian selatan, seperti di
Indonesia. Perubahan iklim global telah membawa perubahan pola musim lokal.
Secara rata-rata jumlah hujan pada musim hujan (Oktober hingga Maret
untuk wilayah Jawa) adalah 80 persen dari jumlah hujan tahunan. Perubahan pola
musim terjadi dengan pertambahan lama musim kering dan peningkatan rasio
jumlah hujan pada musim hujan terhadap musim kering yang meningkat di atas 80
persen. Hal ini semakin diperparah dengan terjadi penurunan akumulasi total
hujan tahunan secara persisten hampir di seluruh wilayah Indonesia dalam lima
dekade terakhir sehingga potensi air tercurah berkurang.
Selain itu, suhu bumi meningkat 0,7 celsius dalam 100 tahun. ”Secara
teori, peningkatan suhu ini meningkatkan penguapan. Kadar air di udara
13
meningkat. Stabilitas udara terganggu sehingga lebih tidak stabil. Akibatnya,
gejala-gejala cuaca lebih dinamis. Kondisi ekstrem pun bisa lebih sering terjadi,”
kata Hidayat Pawitan, pakar perubahan iklim dari Institut Pertanian Bogor.
(dijadiin kalimat gak langsung aja,jadi gak perlu petik atas)
Alam dan manusia
Menurut Hidayat, kesalahan pengelolaan lingkungan juga berpengaruh
besar terhadap meningkatnya intensitas bencana di Indonesia. Karena itu, dia
mengingatkan, agar perubahan iklim tidak menjadi kambing hitam atas segenap
bencana yang terjadi.(hidayat,tahun)
Perubahan iklim terjadi sangat lama dan dampaknya juga masih diperdebatkan.
Namun, kesalahan pengelolaan manusia bisa berlangsung dengan cepat.
Sutopo mengatakan, meningkatnya bencana hidrometeorologi di Indonesia
karena kombinasi antara perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Bahkan,
penelitian dia di Jawa menemukan, faktor degradasi lingkungan lebih dominan
menjadi penyebab banjir dibandingkan perubahan iklim. (sumber,tahun)
Menurut Sutopo, laju kerusakan hutan di Indonesia jauh lebih tinggi
dibandingkan kemampuan pemerintah dalam merehabilitasi lahan. Misalnya,
selama 2003-2006, laju kerusakan hutan 1,17 juta hektar per tahun, sedangkan
kemampuan pemerintah dalam merehabilitasi hutan dan lahan setiap tahun hanya
sekitar 450.000 hektar. Artinya, terjadi defisit lebih dari 550.000 hektar per tahun.
Terlebih lagi keberhasilan penanaman pohon dalam rehabilitasi hutan dan lahan
tidak mencapai 100 persen sehingga degradasinya akan lebih besar.
(sumber,tahun)
Dengan laju kerusakan lingkungan yang terus meningkat, Sutopo memperkirakan,
bencana hidrometeorologi di Indonesia akan terus meningkat.
Berdampak luas
14
Sutopo mengingatkan, bencana hidrometeorologi tak hanya menyebabkan
korban tewas, tetapi juga mengancam hidup manusia dalam bentuk kegagalan
panen.
Penelitian ahli meteorologi dari IPB, Rizaldi Boer, menyebutkan,
perubahan iklim ekstrem menyebabkan hilangnya produksi padi di Indonesia pada
periode 1981-1990 sekitar 100.000 ton per tahun per kabupaten. Pada kurun 1991-
2000 gagal panen meningkat menjadi 300.000 ton. Diramalkan pada tahun 2050
terjadi defisit gabah kering sebesar 60 juta ton di Indonesia. (sumber,tahun)
“Jika bencana ini tak diantisipasi secara menyeluruh, bukan hanya bencana
alam yang terjadi, tetapi juga bencana sosial. Harus ada perubahan fundamental
dalam pengelolaan lingkungan,” kata Sutopo.(dijadiin kalimat gak langsung
aja,jadi gak perlu petik atas)
Becana Alam yang diakibatkan Penebangan Liar dan Ulah Manusia
1. Tanah Longsor
Gambar 2. Tanah Longsor
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke
bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan
sebagai berikut. Air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah.
Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang
gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak
mengikuti lereng dan keluar lereng. Dikarenakan tidak adanya vegetasi yang
15
mampu mencengkram tanah yang terkena derasnya air sehingga tanah menjadi
longsor. (Sumber,tahun)
2.Kekeringan
Gambar 3. Kekeringan
Kekeringan adalah merupakan salah satu bencana yang sulit dicegah dan
datang berulang. Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air
yang jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan
ekonomi dan lingkungan. Terjadinya kekeringan di suatu daerah bisa menjadi
kendala dalam peningkatan produksi pangan di daerah tersebut. Di Indonesia pada
setiap musim kemarau hampir selalu terjadi kekeringan pada tanaman pangan
dengan intensitas dan luas daerah yang berbeda tiap tahunnya. (Sumber,tahun)
Pengertian kekeringan dapat diklasifikasikan lebih spesifik sebagai berikut :
a. Kekeringan Meteorologis
Kekeringan ini berkaitan dengan tingkat curah hujan yang terjadi berada di
bawah kondisi normal dalam suatu musim. Perhitungan tingkat kekeringan
meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan.
Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis sebagai berikut:
* kering : apabila curah hujan antara 70%-80%, dari kondisi normal (curah
hujan di bawah normal)
* sangat kering : apabila curah hujan antara 50%-70% dari kondisi normal
(curah hujan jauh di bawah normal)
16
* amat sangat kering : apabila curah hujan di bawah 50% dari kondisi normal
(curah hujan amat jauh di bawah normal).
b. Kekeringan Hidrologis
Kekeringan ini berkaitan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan
air tanah. Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air waduk, danau
dan air tanah. Ada jarak waktu antara berkurangnya curah hujan dengan
berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau dan air tanah, sehingga
kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awal terjadinya kekeringan.
(Sumber,tahun)
Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut:
* kering: apabila debit sungai mencapai periode ulang aliran di bawah periode 5
tahunan
* sangat kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh di
bawah periode 25 tahunan
* amat sangat kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran
amat jauh di bawah periode 50 tahunan
c. Kekeringan Pertanian
Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam
tanah (lengas tanah) sehingga tak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi
tanaman pada suatu periode tertentu. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah
terjadinya gejala kekeringan meteorologis. (Sumber,tahun)
Intensitas kekeringan berdasarkan definisi pertanian adalah sebagai berikut:
* kering : apabila 1/4 daun kering dimulai pada ujung daun (terkena ringan s/d
sedang)
* sangat kering : apabila 1/4-2/3 daun kering dimulai pada bagian ujung daun
(terkena berat)
17
* amat sangat kering: apabila seluruh daun kering (puso)
d. Kekeringan Antropogenik
Kekeringan ini terjadi karena ketidaktaatan pada aturan yang disebabkan:
kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan sebagai akibat
ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam/pola penggunaan air, dan kerusakan
kawasan tangkapan air, sumber air sebagai akibat dari perbuatan manusia.
(Sumber,tahun)
Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi apabila:
* Rawan: apabila penutupan tajuk 40%-50%
* Sangat rawan: apabila penutupan tajuk 20%-40%
* Amat sangat rawan: apabila penutupan tajuk di DAS di bawah 20%.
Batasan tentang kekeringan bisa bermacam-macam tergantung dari cara
meninjaunya. Ditinjau dari Agroklimatologi yaitu keadaan tanah dimana tanah tak
mampu lagi memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan tanaman khususnya
tanaman pangan. Ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi kekeringan ini yaitu
tanaman, tanah dan air.
Tanaman khususnya tanaman pangan mempunyai kebutuhan air yang
berbeda-beda, baik keseluruhan maupun jumlah kebutuhan pada setiap tahap
pertumbuhannya. Tanaman padi misalnya, memerlukan cukup banyak air selama
pertumbuhannya. Sedangkan tanaman kedelai termasuk tanaman yang relatif
tahan terhadap kekeringan. Namun demikian kedelai mempunyai periode yang
riskan terhadap kekurangan air yaitu pada periode perkecambahan dan periode
pembentukan biji. Kepekaan tiap tanaman terhadap kekurangan air berbeda dari
satu tanaman ke tanaman lainnya dan dari satu tahapan pertumbuhan tanaman ke
tahap lainnya dalam satu jenis tanaman. (Sumber,tahun)
Tanah merupakan faktor yang menentukan pula kemungkinan terjadinya
kekeringan. Besar kecilnya kemampuan tanah untuk menyimpan lengas
menentukan besar kecilnya kemungkinan terjadinya kekeringan. Perbedaan fisik
18
tanah juga akan menentukan cepat lambatnya atau besar kecilnya kemungkinan
tanaman mengalami kekeringan. (Sumber,tahun)
Hilangnya kawasan hutan juga memicu terjadinya kekeringan karena hutan
memiliki fungsi hidrologis sebagai tempat cadangan air tanah yang didapat dari
peresapan air hujan kedalam tanah. Apabila tidak ada hutan maka tidaka da lagi
yang menjadi tempat cadangan air tanah yang alami sehingga mengakibatkan
kekeringan disamping itu hutan juga memiliki fungsi klimatologis yang
membantu terjadinya hujan apabila tidak ada hutan maka akan memicu jarang
terjadinya hujan dan kemarau berkepanjangan dan memicu kekeringan.
(Sumber,tahun)
2. Banjir
Banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya
kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan
air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau
pecahnya bendungan sungai. (Sumber,tahun)
Penyebab terjadinya banjir:
1. Buruknya saluran air dan salah pembangunan yang mengakibatkan tidak
adanya lahan resapan
2. Kebiasaan manusia yang membuang sampah sembarangan ke sungai dan
saluran air membuat tersumbatnya aliran air
3. Tidak adanya vegetasi atau pepohonan untuk menjadi tempat serapan air
4. Curah hujan yang terlampau tinggi
Banjir Jakarta
19
Gambar 4 & 5 Banjir di Jakarta 2007
Akibat utama banjir ini adalah curah hujan yang tinggi, dan musim hujan
di Indonesia mulai bulan Desember dan berakhir bulan Maret. Pada tahun 2007,
intensitas hujan mencapai puncaknya pada bulan Februari, dengan intensitas
terbesar pada akhir bulDampak dan kerugian
Dampak
Seluruh aktivitas di kawasan yang tergenang lumpuh. Jaringan telepon dan
Internet terganggu. Listrik di sejumlah kawasan yang terendam juga padam.
Puluhan ribu warga di Jakarta dan daerah sekitarnya terpaksa mengungsi
di posko-posko terdekat. Sebagian lainnya hingga Jumat malam masih terjebak di
dalam rumah yang sekelilingnya digenangi air hingga 2-3 meter. Mereka tidak
bisa keluar untuk menyelamatkan diri karena perahu tim penolong tidak kunjung
datang.
Di dalam kota, kemacetan terjadi di banyak lokasi, termasuk di Jalan Tol
Dalam Kota. Genangan-genangan air di jalan hingga semeter lebih juga
menyebabkan sejumlah akses dari daerah sekitar pun terganggu.
Arus banjir menggerus jalan-jalan di Jakarta dan menyebabkan berbagai
kerusakan yang memperparah kemacetan. Diperkirakan sebanyak 82.150 meter
persegi jalan di seluruh Jakarta rusak ringan sampai berat. Kerusakan beragam,
mulai dari lubang kecil dan pengelupasan aspal sampai lubang-lubang yang cukup
dalam. Kerusakan yang paling parah terjadi di Jakarta Barat, tempat jalan rusak
mencapai 22.650 m², disusul Jakarta Utara (22.520 m²), Jakarta Pusat (16.670 m²),
Jakarta Timur (11.090 m²). Kerusakan jalan paling ringan dialami Jakarta Timur,
20
yang hanya menderita jalan rusak seluas 9.220 m². Untuk merehabilitasi jalan
diperkirakan diperlukan dana sebesar Rp. 12 miliar.
Banjir juga membuat sebagian jalur kereta api lumpuh. Lintasan kereta api
yang menuju Stasiun Tanah Abang tidak berfungsi karena jalur rel di sekitar
stasiun itu digenangi air luapan Sungai Ciliwung sekitar 50 sentimeter.
Sekitar 1.500 rumah di Jakarta Timur hanyut dan rusak akibat banjir.
Kerusakan terparah terdapat di Kecamatan Jatinegara dan Cakung. Rumah-rumah
yang hanyut terdapat di Kampung Melayu (72 rumah), Bidaracina (5), Bale
Kambang (15), Cawang (14), dan Cililitan (5). Adapun rumah yang rusak terdapat
di Pasar Rebo (14), Makasar (49), Kampung Melayu (681), Bidaracina (16),
Cipinang Besar Selatan (50), Cipinang Besar Utara (3), Bale Kambang (42),
Cawang (51), Cililitan (10), dan Cakung (485).
Kerugian di Kabupaten Bekasi diperkirakan bernilai sekitar Rp 551 miliar.
Kerugian terbesar adalah kerusakan bangunan, baik rumah penduduk maupun
kantor-kantor pemerintah. Selain itu jalan kabupaten sepanjang 98 kilometer turut
rusak. Sedikitnya 7.400 hektar sawah terancam puso. [8]
Penyakit
Setelah banjir penyakit infeksi saluran pernafasan, diare, dan penyakit
kulit menjangkiti warga Jakarta, terutama yang berada di pengungsian. Ini
disebabkan keadaan sanitasi dan cuaca yang buruk
Ditemui pula beberapa kasus demam berdarah[dan leptospirosis Sebagai akibat
genangan air setelah banjir
Korban
Hingga tanggal 8 Februari 2007, menurut data Polda Metro Jaya jumlah
korban meninggal akibat banjir di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi
mencapai 48 orang; dan di Bogor sebanyak 7 orang
Pada tanggal 9 Februari 2007 meningkat menjadi 66 orang, sebagaimana
dicatat Kantor Berita Antara: Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana
21
(Bakornas PB) menyatakan sebanyak 66 orang meninggal akibat bencana banjir
yang terjadi di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Pada tanggal 10 Februari jumlah korban meningkat menjadi 80 orang.
Jumlah ini mencakup korban di tiga provinsi dengan perincian DKI Jakarta 48
orang, Jawa Barat 19 orang, dan Banten 13 orang.
Solusi
Pencegahan Penebangan Liar
Beberapa Rekomendasi pencegahan illegal logging
1. Perlu adanya kejelasan tentang pengertian dan ruang lingkup dari illegal
logging. Inpres No. 5 Tahun 2001 tidak membuat pengertian walaupun judulnya
sendiri menggunakan illegal logging. Hal ini dapat dibuat melalui amandemen
UU No. 41/1999, atau Peraturan Pemerintah sebagai tindaklanjut UU tersebut
(mungkinkah ?) atau untuk sementara melalui Keputusan Presiden.
2. Penyebarluasan dampak dari penebangan liar kepada berbagai aparat penegak
hukum (polisi, kejaksaan dan hakim) tentang berbagai peraturan yang ada dan
berkaitan dengan illegal logging serta informasi mengenai dampak negatif serta
kerugian negara dan masyarakat yang ditimbulkan (ingat beberapa putusan hakim
di PN Tangerang yang memberikan sanksi hukum mati terhadap pelaku narkoba).
3. Dibangunnya Kordinasi antar kelembagaan pemerintah, aparat penegak hukum,
pemerintah daerah dan masyarakat, termasuk LSM. Program Wanalaga yang
dikembangkan oleh pihak kepolisian terkesan dilakukan secara sendiri-sendiri
tanpa ada koordinasi tersebut.
4. Adanya pedoman penegakan hukum terhadap penegakan hukum. Pedoman ini
hendaklah dilakukan melalui suatu kajian yang mendalam dan melibatkan
berbagai pihak serta berdasarkan kasus-kasus yang ada selama ini. Pedoman ini
perlu kemudian didorong untuk dijadikan sebagai pegangan wajib bagi seluruh
aparat penegak hukum.
22
Penanggulangan Penebangan Liar
Penanggulangan illegal logging tetap harus diupayakan hingga kegiatan illegal
logging berhenti sama sekali sebelum habisnya sumber daya hutan dimana
terdapat suatu kawasan hutan tetapi tidak terdapat pohon-pohon di dalamnya.
Penanggulangan illegal logging dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya-
upaya pencegahan (preventif), penanggulangan (represif) dan upaya monitoring
(deteksi).
1· Ground checking dan patroli
· Inspeksi di tempat-tempat yang diduga terjadi penebangan liar
· Deteksi di sepanjang jalur-jalur pengangkutan
2. Tindak prefentif untuk mencegah terjadinya illegal logging
· Pengembangan program pemberdayaan masyarakat
· Melakukan seleksi yang lebih ketat dalam pengangkatan pejabat (fit and proper
test)
· Evaluasi dan review peraturan dan perundang-undangan
3. Tindakan supresi (represif)
Tindakan represif merupakan tindakan penegakan hukum mulai dari penyelidikan,
penyidikan sampai ke pengadilan. Untuk itu harus ada kesamaan persepsi antara
masing-masing unsur penegak hukum yaitu penyidik (Polri dan PPNS), jaksa
penuntut dan hakim. Karena besarnya permasalahan ilegal logging, tindakan
represif harus mampu menimbulkan efek jera sehinga pemberian sanksi hukum
harus tepat.
Restorasi Hutan
1. Melakukan Reboisasi Hutan dan Lahan Kritis
2. Menggalakan sistem tebang pilih
23
3. Menggalakan system tanam satu pohon tebang satu pohon
4. Mencegah Revolusi Hijau, pembukaan lahan baru
Pencegahan Banjir
1. Membuat Biopori di halaman
2. Melakukan tindakan reuse dan recycle sampah
3. Memilah-milah sampah sesuai kategorinya seperti anorganik dan organic
4. Tidak membuang sampah sembarangan terutama di saluran air dan sungai
24
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembalakan_liar
http://www.inform.or.id
3.http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/hut_punah/
-rivafauziah.files.wordpress.com/.../penebangan-liar-sebuah-bencana-bagi-dunia-
kehutanan-yang-tak-kunjung-terselesaikan.pdf
-http://beritalingkungan.blogspot.com/2006/02/illegal-logging-sebuah-tindak-
pidana.html
http://piba.tdmrc.org/content/pengertian-tanah-longsor
http://ustadzklimat.blogspot.com/2009/04/pengertian-kekeringan-dan-
langkah.html
http://hadiono.org/blog/2011/05/05/bencana-akibat-ulah-manusia-dan-iklim/
http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir
http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Jakarta_2007
25