isbn : 978-602-19092-0-1 -...

38

Upload: duongthuan

Post on 02-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ISBN : 978-602-19092-0-1

Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan

Serangan Hama dan Penyakit

Oleh :

Tonny K. Moekasan Laksminiwati Prabaningrum

Penerbit

YAYASAN BINA TANI SEJAHTERA

LEMBANG - BANDUNG BARAT 2 0 11

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat ii

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat iii

KATA PENGANTAR

Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran yang

mempunyai nilai ekonomi. Di Indonesia tanaman ini banyak dibudidayakan oleh petani, baik di dataran rendah, medium sampai dataran tinggi. Selama tiga tahun terakhir produktivitas cabai merah di Indonesia mengalami penurunan yang diakibatkan salah satunya oleh serangan hama dan penyakit. Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini telah mengakibatkan kenaikan suhu dan curah hujan, yang menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit dengan cepat. Kejadian tersebut secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi sektor pertanian.

Budidaya cabai merah di bawah naungan adalah salah satu upaya mitigasi dampak perubahan iklim tersebut. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, penggunaan naungan dalam budidaya cabai merah secara teknis memungkinkan untuk dilakukan dan secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya cabai merah di lahan terbuka.

Oleh karena itu, melalui buku ini penulis ingin berbagi pengalaman mengenai budidaya cabai merah di bawah naungan. Dalam buku ini penulis mencoba mengupas secara ringkas mengenai syarat tumbuh tanaman cabai merah, fungsi naungan bagi tanaman, faktor-faktor yang harus mendapat perhatian dalam budidaya tanaman di bawah naungan dan strategi pengendalian hama dan penyakit yang mungkin timbul.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Yayasan Bina Tani Sejahtera yang telah sudi menerbitkan dan menyebarkan buku ini melalui websitenya. Semoga buku ini bermanfaat bagi petani, praktisi pertanian, dan khalayak yang akan berusahatani cabai merah.

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat iv

Penulis menyadari bahwa buku ini belum sempurna. Oleh karena itu segala saran dan masukan akan penulis terima dengan tangan terbuka.

Lembang, September 2011 Penulis

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................. iii

DAFTAR ISI .......................................................................... v

DAFTAR TABEL ................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................... vii

PENDAHULUAN ................................................................... 1

CABAI MERAH ..................................................................... 3

NAUNGAN ............................................................................ 6

FAKTOR-FAKTOR PENTING PADA BUDIDAYA TANAMAN DI BAWAH NAUNGAN ......................................

10

Topografi Lahan .......................................................... 10

Ukuran Luas Naungan ................................................ 10

Ukuran Kerapatan Kasa .............................................. 10

Pemasangan Naungan ............................................... 11

Jarak Tanaman dengan Dinding Kasa ........................ 11

Sterilisasi Naungan ..................................................... 11

BUDIDAYA CABAI MERAH .................................................. 12

STRATEGI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT ........ 17

PENUTUP ………………………………………………………. 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 25

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat vi

DAFTAR TABEL

1. Jenis, dosis, waktu dan cara pemupukan tanaman

bawang merah dan cabai merah yang ditanam dengan sistem tumpanggilir ...................................

14

2. Jenis, dosis, waktu dan cara pemupukan cabai merah yang ditanam secara monokultur di lahan kering .....................................................................

15

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat vii

DAFTAR GAMBAR

1. Cabai merah : (a) Cabai merah besar dan (b)

Cabai merah keriting ..............................................

3

2. Penggunaan naungan pada budidaya tembakau : tampak luar (atas) dan tampak dalam (bawah) .....

7

3. Naungan (netting house) menggunakan rangka

besi dengan pintu ganda : tampak luar (atas) dan tampak dalam (bawah) ..........................................

8

4. Gambar konstruksi rangka naungan sistem bongkar pasang menggunakan pipa besi ..............

9

5. Pengaturan jarak tanam cabai merah dengan

sistem tanam tumpanggilir dengan bawang merah di lahan beririgasi teknis (atas) dan sistem tanam cabai merah monokultur di lahan kering (bawah) ..

13

6. Bedengan untuk pertanaman cabai yang beririgasi teknis (kiri) dan bedengan untuk pertanaman cabai di lahan kering (kanan) ............

13

7. Pemanenan cabai merah ....................................... 16

8. Letak tanaman contoh ........................................... 18

9. Trips pada bunga cabai merah (kiri) dan gejala serangan trips pada tanaman cabai merah (kanan) ...................................................................

19

10. Gejala serangan tungau pada tanaman cabai merah .....................................................................

20

11. Ulat grayak (kiri) dan gejala serangannya pada

tanaman cabai merah ............................................

20

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat viii

12. Gejala serangan penyakit busuk daun fitoftora (kiri) dan gejala serangan penyakit busuk buah antraknos (kanan) ..................................................

21

13. Gejala serangan penyakit layu bakteri (kiri) dan layu fusarium (kanan) pada tanaman cabai merah

21

14. Gejala serangan penyakit virus kuning pada

tanaman cabai merah.............................................

22

15. Budidaya cabai merah di lahan terbuka (atas) dan di dalam naungan (bawah) di Brebes, Jawa Tengah ...................................................................

23

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 1

PENDAHULUAN

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

komoditas tanaman sayuran yang banyak dibudidayakan karena daya adaptasinya yang luas dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan komoditas sayuran tersebut sebagian besar adalah untuk keperluan rumah tangga yang dikonsumsi dalam bentuk segar, kering, atau olahan. Selain itu cabai merah digunakan pula sebagai bahan baku industri untuk obat-obatan. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2009), pada tahun 2007 luas areal tanam cabai merah di Indonesia mencapai 113.079 ha dengan produksi total mencapai 736.019 ton dengan rata-rata produktivitas 6,51 ton/ ha, masih rendah jika dibandingkan dengan potensi hasilnya yang berkisar antara 12-20 ton/ha (Sumarni dan Muharam 2005).

Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade. Sepuluh tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990 dan pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim tersebut (Susanti et al. 2011). Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim. Dampak tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi serangan hama dan penyakit pada sektor pertanian, karena fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat akan mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit dengan cepat.

Badan Pusat Statistik (2011) melaporkan bahwa di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, salah satu sentra produksi cabai merah, telah terjadi penurunan produktivitas cabai merah dari 7,67 ton/ha pada tahun 2008 menjadi 3,83 ton/ha pada tahun 2010. Hal ini disebabkan

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 2

oleh tingginya serangan hama dan penyakit akibat perubahan iklim yang ekstrim.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut ialah dengan penanaman cabai merah di bawah naungan menggunakan naungan (netting house). Kwon dan Chun (1999) menyatakan bahwa hasil cabai merah yang ditanam di dalam naungan meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya dibandingkan dengan hasil panennya di lahan terbuka. Moekasan dan Prabaningrum (2011) melaporkan bahwa budidaya cabai merah di dalam naungan yang dilakukan di daerah Brebes (± 5 m dpl), Jawa Tengah dapat menekan penggunaan pestisida lebih dari 95% dengan hasil panen lebih dari 9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya cabai merah di lahan terbuka.

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

CABAI MERAH

Di Indonesia cabai merah dibudidayakan sebagai tanaman

semusim pada lahan bekas sawah dan lahan kering atau tegalan. Cabai merah terdiri atas cabai merah besar dan cabai keriting. Beberapa varietas cabai besar antara lain ialah Tanjung 1, Tanjung 2, Tit Super, Tit Segitiga, Hot Beauty, dan Wibawa, sedang beberapa varietas cabai keriting yang umum dibudidayakan ialah Lembang 1, Taro, Lado, dan Kumpay.

Gambar 1. Cabai merah : (a) Cabai merah besar dan (b) Cabai merah keriting (Foto : Tonny K. Moekasan)

Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai

merah adalah 25-27 oC pada siang hari dan 18-20 oC pada malam hari (Wien 1997). Suhu malam di bawah 16 oC dan suhu siang hari di atas 32 oC dapat menggagalkan pembuahan (Knott dan Deanon

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 3

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 4

1970). Curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai merah. Pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan, yang dapat menyebabkan bunga gugur dan buah membusuk. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah sekitar 600-1200 mm per tahun (Sumarni dan Muharam 2005).

Sinar matahari sangat diperlukan sejak pertumbuhan bibit hingga tanaman berproduksi. Namun demikian, tanaman cabai merah yang termasuk ke dalam kelompok tanaman C3 tidak menghendaki sinar matahari secara penuh. Tanaman dari kelompok C3 memiliki titik kompensasi cahaya rendah dan dibatasi oleh tingginya fotorespirasi. Oleh karena itu, peningkatan suhu dan intensitas cahaya matahari menyebabkan tanaman cabai merah tidak dapat tumbuh optimal.

Tanaman cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup baik. Tanah yang ideal untuk penanaman cabai merah adalah tanah yang gembur, remah, mengandung cukup bahan organik (sekurang-kurangnya 1,5%), bebas dari gulma, dengan pH tanah 6-7, kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab tetapi tidak becek) dan suhu tanah antara 24-30 oC (Sumarni dan Muharam 2005).

Ketersediaan air dan curah hujan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Menurut Knott dan Deanon (1970), air sangat diperlukan sejak awal pertumbuhan sampai masa pembentukan bunga dan buah. Jika terjadi kekeringan pada masa vegetatif, pertumbuhan tanaman akan mengalami keterlambatan. Jika kekeringan terjadi pada periode pembungaan dan pembentukan buah, hasil buah akan menurun, bahkan tanaman tidak dapat menghasilkan buah. Sebaliknya, tanah yang terlalu becek juga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan.

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 5

Curah hujan yang tinggi pada saat pembungaan dan pembuahan menyebabkan bunga gugur dan buah membusuk. Oleh karena itu waktu tanam cabai merah yang tepat dapat berbeda menurut lokasi dan tipe lahan. Untuk lahan kering atau tegalan dengan drainase baik, waktu tanam yang tepat adalah pada awal musim hujan. Untuk lahan sawah bekas padi, waktu tanam yang tepat adalah pada akhir musim hujan.

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 6

NAUNGAN

Naungan (netting house) merupakan salah satu alternatif

untuk mengatasi intensitas cahaya matahari yang tinggi. Pada fase bibit, semua jenis tanaman tidak tahan terhadap intensitas cahaya matahari penuh. Pada tanaman kelompok C3 termasuk tanaman cabai, naungan tidak hanya diperlukan pada fase bibit, tetapi diperlukan juga sepanjang siklus hidup tanaman tersebut. Dampak penggunaan naungan terhadap iklim mikro antara lain ialah (Matnawi 1997) :

• Intensitas cahaya matahari berkurang sebesar 30-40% • Aliran udara di sekitar tajuk berkurang • Kelembaban udara di sekitar tajuk lebih stabil (60-70%) • Laju evapotranspirasi berkurang • Terjadi keseimbangan antara ketersediaan air dengan tingkat

transpirasi tanaman

Di Indonesia, naungan umumnya digunakan pada budidaya tembakau, sehingga dikenal Tembakau Bawah Naungan (TBN) (Gambar 2). Dampak penggunaan naungan pada pertanaman tembakau ialah (Matnawi 1997) :

• Laju transpirasi tanaman tembakau menurun sebesar 45,6% • Evapotranspirasi tanah menurun sebesar 60% • Kadar air daun meningkat • Total luas daun tembakau meningkat sekitar 40% • Volume aliran air permukaan menurun dan air tersedia bagi

tanaman meningkat Menurut Moekasan dan Prabaningrum (2011) penggunaan

naungan pada tanaman cabai merah selain diperlukan untuk mengurangi intensitas cahaya yang sampai ke tanaman pokok, juga dimanfaatkan sebagai salah satu metode pengendalian hama,

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

penyakit, dan gulma. Hal ini disebabkan untuk beberapa jenis hama yang sangat merugikan seperti ulat grayak (Spodoptera litura), ulat buah (Helicoverpa armigera), kutudaun (Myzus persicae dan Aphis gossypii), kutukebul (Bemisia tabaci dan Trialeurodes vaporariorum) dan lalat buah (Bactrocera sp.) tidak dapat menyerang tanaman karena terhalang oleh kasa. Selain itu dengan adanya atap yang terbuat dari kasa laju jatuhnya air hujan berkurang, sehingga tidak menimbulkan percikan tanah ke tanaman. Hal itu dapat mengurangi insiden serangan penyakit. Gulma sebagian besar termasuk ke dalam golongan tanaman C4 yang memerlukan sinar matahari penuh. Dengan adanya naungan pertumbuhan gulma terhambat.

Gambar 2 Penggunaan naungan pada budidaya tembakau :

tampak luar (atas) dan tampak dalam (bawah) (Sumber : PTP Nusantara X, Jawa Timur)

7Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Pada budidaya cabai merah, naungan yang digunakan ialah bangunan yang terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, kayu atau bambu dengan dinding dan atap yang terbuat dari kasa (net) (Gambar 3). Struktur bangunan naungan harus dirancang sesuai dengan kondisi cuaca di Indonesia. Bahan kasa yang kedap terhadap semua jenis serangga hama tidak mungkin dapat digunakan pada kondisi tropis seperti Indonesia, karena dapat menyebabkan suhu di dalam naungan meningkat terlalu tinggi. Oleh karena itu perlu dipilih bahan yang dapat meminimalkan naiknya suhu, tetapi dapat menghambat masuknya serangga hama ke dalam bangunan tersebut.

Gambar 3 Naungan (netting house) menggunakan rangka besi dengan pintu ganda : tampak luar (atas) dan tampak dalam (bawah) (Foto : Tonny K. Moekasan)

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 8

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Konstruksi bangunan (naungan) sebaiknya dibuat dengan sistem bongkar pasang (knock down) agar mudah dipindahkan (Gambar 4). Tinggi bangunan dari permukaan tanah 2,25 m dengan jarak antar tiang 3 m. Dinding dan atap naungan terbuat dari kasa Agronet dengan spesifikasi R12-C225TrM2-70 mesh 66 (127 lubang/cm2). Untuk mencegah masuknya serangga, naungan harus dilengkapi dengan pintu ganda (Gambar 3).

Gambar 4. Gambar konstruksi rangka naungan sistem bongkar pasang menggunakan pipa besi

Biaya pembuatan naungan dengan rangka besi pada tahun

2010 adalah sebesar Rp. 50.000,-/ m2, dengan rincian harga rangka besi Rp. 35.000,-/ m2 dan harga kasa Rp. 15.000/m2. Berdasarkan pengalaman, rangka besi akan bertahan selama 10 tahun sedangkan kasa harus diganti setiap 5 tahun.

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 9

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 10

FAKTOR-FAKTOR PENTING PADA

BUDIDAYA TANAMAN DI BAWAH NAUNGAN

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan pada budidaya tanaman di bawah naungan, yaitu : (1) topografi lahan, (2) ukuran luas naungan, (3) ukuran kerapatan kasa (4) pemasangan naungan, (5) jarak tanaman dengan dinding naungan, dan (6) sterilisasi naungan. 1. Topografi Lahan

Budidaya tanaman di bawah naungan harus dilakukan pada topografi lahan yang datar untuk memudahkan pemasangan naungan. Lahan yang miring atau bergelombang akan menyulitkan pemasangan naungan.

2. Ukuran Luas Naungan

Naungan sebaiknya berukuran maksimum 1.000 m2, untuk memudahkan pengendalian hama yang terlanjur masuk ke dalam naungan tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar kerugian yang diakibatkan dapat ditekan. Budidaya cabai merah dengan naungan seluas 1.000 m2 secara ekonomi sudah menguntungkan.

3. Ukuran Kerapatan Kasa

Di Indonesia ada dua sistem tanam cabai merah yang umum dilakukan oleh petani, yaitu monokultur dan tumpanggilir dengan bawang merah. Jika penanaman dilakukan dengan sistem monokultur, maka kasa untuk dinding dan atap menggunakan ukuran lubang 66 mesh (127 lubang/cm2). Dengan menggunakan ukuran tersebut sinar matahari dapat dikurangi sebesar 43,33%.

Jika budidaya cabai merah dilakukan dengan sistem tanam tumpanggilir dengan bawang merah, kasa untuk dinding

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 11

menggunakan ukuran lubang 66 mesh (127 lubang/cm2) dan untuk atap menggunakan ukuran lubang 36 mesh (58 lubang/cm2). Dengan menggunakan ukuran tersebut pada atap, sinar matahari dapat dikurangi sebesar 32,33%. Hal itu dilakukan karena tanaman bawang merah termasuk ke dalam kelompok tanaman C4 yang memerlukan intensitas cahaya matahari minimum sebesar 70%.

4. Pemasangan Naungan

Naungan sebaiknya dipasang setelah pengolahan tanah terakhir atau menjelang dilakukan penanaman. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kerusakan kasa.

5. Jarak Tanaman dengan Dinding Kasa

Pengaturan jarak tanaman dengan dinding kasa sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan serangga hama seperti ulat grayak dan ulat buah kerap meletakkan telurnya pada dinding kasa. Jika jarak tanaman dengan dinding kasa terlalu dekat dan ada bagian tanaman yang menempel pada dinding kasa, maka ulat muda yang baru muncul dari telur akan merayap melalui tanaman yang menempel pada dinding, lalu menyerang tanaman. Berdasarkan pengalaman, jarak tanaman dengan dinding kasa minimum 0,5 – 1,0 m.

6. Sterilisasi Naungan

Sterilisasi naungan dilakukan 2-3 hari sebelum tanam. Tujuannya ialah untuk membunuh serangga hama yang terlanjur masuk ke dalam naungan. Sterilisasi dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida Sipermetrin atau Deltametrin (dengan konsentrasi formulasi masing-masing 1 ml/l) pada dinding dan atap naungan. Perlakuan tersebut diulang setiap 4-6 minggu.

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 12

BUDIDAYA CABAI MERAH

Lahan yang akan digunakan untuk budidaya cabai merah

sebaiknya bukan bekas tanaman cabai atau tanaman yang termasuk famili Solanaceae (terung-terungan). Tanaman cabai merah memerlukan tanah dengan pH di atas 5,5. Oleh karena itu jika pH tanah < 5,5 perlu dilakukan pengapuran dengan Kaptan atau Dolomit dengan dosis 1-2 ton/ ha. Pengapuran dilakukan 3-4 minggu sebelum tanam, dengan cara menebarkan kapur secara merata pada permukaan tanah, lalu kapur dan tanah diaduk.

Pada lahan kering bertekstur sedang sampai ringan lebih cocok dilakukan budidaya cabai merah dengan sistem tanam 1 atau 2 baris tanaman tiap bedengan (“double rows”) seperti yang biasa dilakukan di dataran medium dan dataran tinggi. Cabai merah selain ditanam secara monokultur, juga dapat ditanam secara tumpanggilir dengan tanaman lain. Di dataran rendah khususnya di Brebes (Jawa Tengah), cabai merah umumnya ditanam secara tumpanggilir dengan bawang merah (Gambar 5).

Di beberapa daerah cabai merah ditanam melalui biji secara langsung sebanyak 3-5 biji/ lubang, tanpa melalui pesemaian. Dengan praktek tersebut benih diperlukan dalam jumlah yang banyak. Selain itu pertumbuhan tanaman tidak seragam. Oleh karena itu benih cabai merah sebaiknya disemai terlebih dahulu. Bibit cabai merah yang telah berumur 4-5 minggu setelah semai atau telah memiliki 4-5 helai daun siap dipindahkan ke lapangan.

Pengolahan tanah dimaksudkan untuk membuat lapisan olah yang gembur dan sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Pada lahan bekas padi sawah dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1,50 - 1,75 m, kedalaman parit 0,5 – 0,6 m dan lebar parit 0,4 – 0,5 m, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Tanah hasil galian dari saluran air diletakkan di atas bedengan pertanaman

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

dan dibiarkan kering, lalu dicangkul sebanyak 2-3 kali sampai halus. Pada lahan kering di dataran medium atau tinggi, tanah dicangkul 2-3 kali, selanjutnya dibuat bedengan dengan lebar 1 m dan jarak antar bedengan 0,5 m. Panjang bedengan pertanaman disesuaikan dengan keadaan lahan (Gambar 6).

Gambar 5. Pengaturan jarak tanam cabai merah sistem tanam tumpanggilir dengan bawang merah di lahan beririgasi teknis (atas) dan sistem tanam cabai merah monokultur di lahan kering (bawah)

Gambar 6. Bedengan untuk pertanaman cabai merah yang beririgasi teknis (kiri) dan bedengan untuk pertanaman cabai di lahan kering (kanan) (Foto : Tonny K. Moekasan)

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 13

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 14

Pemupukan pada tanaman cabai tergantung pada ketersediaan unsur hara dalam tanah. Oleh karena itu analisis tanah sangat diperlukan. Namun demikian, dosis dan jenis pupuk yang direkomendasikan ini dapat dijadikan sebagai dasar pemupukan pada tanaman cabai merah (Moekasan et al. 2010). Tabel 1. Jenis, dosis, waktu dan cara pemupukan tanaman bawang merah dan

cabai merah yang ditanam dengan sistem tumpanggilir

Kandungan NPK (kg/ha) Komoditas dan waktu pemberian N P205 K2O

Jenis dan dosis pupuk (kg/ha)

Cara pemberian

Bawang merah Pupuk dasar : sebelum pencangkulan terakhir (7 hari sebelum tanam)

80 100-120 100-120 • Kompos : 2.500-5.000

• NPK Mutiara : 250

• SP 36 : 50-100 • KCl : 30-60

Pupuk dicampur dan dihamparkan di atas bedengan, lalu diaduk rata pada saat pencangkulan

Susulan pertama 10-15 hari setelah tanam

85 - - Urea : 180 atau ZA : 400

Susulan kedua 30-35 hari setelah tanam

85 - - Urea : 180 atau ZA : 400

Disebar di atas permukaan bedengan

Cabai merah Pupuk dasar : 0-5 hari setelah bawang merah dipanen

100-120 80 100-120 • NPK Phonska 500

• Urea : 40-80 • Kamas :

70-100 Susulan pertama 15-20 hari setelah bawang merah dipanen

90-110 - - Urea : 200-250

Susulan kedua : 30-35 hari setelah bawang merah dipanen

90-110 - - Urea : 200-250

Susulan ketiga : 40-45 hari setelah bawang merah dipanen

90-110 - - Urea : 200-250

Diletakkan di dalam lubang di antara dua tanaman lalu ditutup dengan tanah

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 15

Tabel 2. Jenis, dosis, waktu dan cara pemupukan cabai merah yang ditanam

secara monokultur di lahan kering

Waktu pemberian Jenis dan dosis pupuk (kg/ha) Cara pemberian

Pupuk dasar : Pada saat pencangkulan terakhir (7 hari sebelum tanam)

• Pupuk kandang : 15.000-20.000 atau kompos 10.000-15.000

• NPK Phonska : 320 - 350

Pupuk kandang atau kompos dan pupuk NPK Phonska dihamparkan di atas bedengan secara merata lalu diaduk dengan tanah pada saat pencangkulan

Pupuk susulan : 30 hari setelah tanam cabai merah, lalu diulang setiap minggu sampai tanaman berumur 90 hari

• NPK Mutiara : 2 g/ liter air

Pupuk NPK Mutiara dilarutkan dalam air bersih lalu disiramkan pada tanah di sekitar tanaman dengan dosis sebanyak 200 ml/ tanaman

Penggunaan mulsa pada budidaya cabai merah di lahan kering

di dataran tinggi dan di dataran medium merupakan salah satu usaha untuk memberikan kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman yang lebih baik, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Adanya mulsa di permukaan tanah dapat memelihara tekstur tanah tetap gembur, memelihara kelembaban dan suhu tanah, mengurangi pencucian hara, menekan pertumbuhan gulma, dan mengurangi erosi tanah.

Di dataran rendah yang beririgasi teknis, jarak tanam bawang merah yang dianjurkan ialah 15 cm x 15 cm atau 15 cm x 20 cm, sedangkan jarak tanam cabai merah ialah 30 cm x 25 cm. Di antara tanaman bawang merah dibuat lubang tanam, benih cabai merah dilepas dari bumbungan, kemudian ditanam pada lubang tersebut.

Di lahan kering di dataran medium atau dataran tinggi, tanaman cabai ditanam dengan sistem baris ganda. Jarak tanam yang dianjurkan ialah 50 atau 60 cm x 40 atau 50 cm. Penanaman cabai sebaiknya dilakukan pada sore hari. Jika menggunakan mulsa plastik, untuk menekan kerusakan fisik benih cabai yang baru ditanam sebaiknya tanaman cabai diikat pada ajir bambu agar tanaman cabai berdiri tegak tidak mengenai mulsa plastik.

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Penyiraman tanaman cabai merah dilakukan setiap hari sampai tanaman cabai merah tumbuh dengan baik, setelah itu penyiraman dilakukan 2-3 kali per minggu. Penyiangan dan pendangiran (penggemburan tanah di sekitar tanaman) pada tanaman cabai merah dilakukan menjelang pemupukan susulan kesatu, kedua, dan ketiga.

Di dataran rendah, cabai merah dapat dipanen mulai umur 70-75 hari setelah tanam, sedang di dataran tinggi mulai umur 90 hari setelah tanam. Panen cabai merah dapat dilakukan setiap 5-7 hari. Panen cabai merah hendaknya dilakukan pada kondisi cuaca cerah agar sisa-sisa embun yang menempel pada buah menguap, sehingga patogen penyebab penyakit tidak dapat berkembang. Buah cabai merah yang dipanen adalah yang sudah matang penuh (merah sempurna). Panen hijau dapat dilakukan satu bulan sebelum panen merah atau buah telah mengeras. Panen cabai merah dilakukan dengan cara memetik buah cabai merah beserta tangkainya secara hati-hati, agar ranting dan tangkai buah tidak patah.

Gambar 7. Pemanenan cabai merah (Foto : Tonny K. Moekasan)

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 16

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 17

STRATEGI PENGENDALIAN

HAMA DAN PENYAKIT

Hama dan penyakit adalah salah satu faktor yang dapat menggagalkan budidaya cabai merah. Walaupun budidaya cabai merah dilakukan di dalam naungan, tidak tertutup kemungkinan masih ada serangan hama dan penyakit. Hama yang harus mendapatkan perhatian pada budidaya cabai merah di dalam naungan adalah hama trips (Thrips sp.), tungau merah (Tetranychus sp.) dan tungau teh kuning (Polyphagotarsonemus latus). Hama-hama tersebut masih dapat masuk ke dalam naungan karena kasa yang digunakan ukuran tubuh hama tersebut lebih kecil daripada ukuran lubang kasa. Kedua jenis hama tersebut menyerang pada musim hujan maupun musim kemarau.

Pada musim hujan, selain serangan hama dijumpai pula serangan penyakit. Penyakit yang harus diwaspadai ialah penyakit busuk buah antraknos yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum spp. dan penyakit busuk daun fitoftora yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici. Strategi penanggulangan serangan hama dan penyakit pada tanaman cabai di dalam naungan dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif.

Yang dimaksud dengan pengendalian secara preventif ialah upaya pengendalian hama dan penyakit sebelum terjadi serangan. Untuk mencegah serangan hama kutukebul, sebelum tanaman berumur 14 hari dilakukan penyiraman dengan insektisida Tiametoksam (2 g/10 l) dengan volume 200 ml/ tanaman, diulang sebanyak 2 kali dengan interval 1 minggu. Untuk mencegah timbulnya serangan penyakit busuk daun fitoftora, ketika tanaman berumur 14 hari dilakukan penyemprotan fungisida Mandipropamid + Klorotalonil (1 ml/l) dan diulang kembali seminggu kemudian. Selain itu, untuk mencegah timbulnya serangan penyakit busuk buah

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

antraknos, sejak tanaman cabai berbunga dilakukan penyemprotan fungisida Asilbensolar-S-Metil (1-2 g/l) dan diulang setiap minggu.

Tindakan pengendalian secara kuratif dilakukan jika serangan hama dan penyakit tersebut telah mencapai ambang pengendalian. Untuk mengetahui apakah serangan hama dan penyakit tersebut telah mencapai ambang pengendalian atau belum, diperlukan data intensitas serangan yang diperoleh dari hasil pengamatan. Pengamatan dilakukan mulai tanaman berumur 1 minggu dan diulang setiap minggu. Tanaman contoh yang diamati untuk luas lahan 1.000 m2 ialah sebanyak 10-20 tanaman. Letak tanaman contoh ditetapkan secara acak sistematis (Gambar 8).

Gambar 8. Letak tanaman contoh Pengamatan dilakukan terhadap serangan hama trips, tungau,

ulat grayak, penyakit busuk daun fitoftora dan penyakit busuk buah

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 18

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

antraknos. Jika ditemukan gejala serangan hama trips (Gambar 9) dan intensitas serangannya telah mencapai 15%, maka tanaman disemprot dengan insektisida yang dianjurkan seperti Abamektin (0,5 ml/l), Spinosad (0,5 ml/l), Imidakloprid (0,5 ml/l) atau campuran Abamektin (0,5 ml/l) + Beta Siflutrin (1 ml/l), Spinosad (0,5 ml/l) + Beta Siflutrin (1 ml/l) atau Tiametoksam (0,1 – 0,2 g/l).

Gambar 9. Trips pada bunga cabai (kiri) dan gejala serangan trips pada tanaman cabai (kanan) (Foto : Tonny K. Moekasan)

Jika ditemukan gejala serangan hama tungau (Gambar 10)

dan intensitas serangannya telah mencapai 15%, maka tanaman cabai merah harus disemprot dengan akarisida yang berbahan aktif Propargit (1 ml/l), Dikofol (1 ml/l) atau Abamektin (0,5 ml/l).

Jika ditemukan gejala serangan hama ulat grayak (Gambar 11) dan intensitas serangannya telah mencapai 12,5% maka tanaman disemprot dengan insektisida yang dianjurkan seperti insektisida Emamektin (0,2 -0,4 g/l), Spinosad (1 ml/l), Tiametoksam + Klorantraniliprol (0,5 - 1 ml/l), campuran Spinosad (0,5 ml/l) + Metomil (1 g/l), atau Lambda Sihalotrin + Klorantraniliprol (0,2- 0,3 ml/l).

Jika ditemukan gejala serangan penyakit busuk daun fitoftora dan busuk buah antraknos (Gambar 12) dan intensitas serangannya

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 19

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

telah mencapai 5%, maka dilakukan penyemprotan fungisida Mefenoksam + Mankozeb (1,25 – 2,5 g/l) atau Difenokonazol + Azoxistrobin (0,5 – 1 ml/l) atau Klorotalonil (1-2 g/l) secara bergiliran.

Gambar 10. Gejala serangan tungau pada tanaman cabai merah (Foto : Tonny K. Moekasan)

Gambar 11. Ulat grayak (kiri) dan gejala serangannya (kanan) pada tanaman cabai merah (Foto : Tonny K. Moekasan)

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 20

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Gambar 12. Gejala serangan penyakit busuk daun fitoftora (kiri) dan gejala serangan penyakit busuk buah antraknos (kanan) (Foto : Tonny K. Moekasan)

Jika ditemukan tanaman cabai merah yang terserang penyakit

layu bakteri, penyakit layu fusarium (Gambar 13) dan penyakit virus kuning (Gambar 14), tanaman cabai merah yang terserang dicabut lalu dibakar.

Gambar 13.

Gejala serangan penyakit layu bakteri (kiri) dan layu fusarium pada tanaman cabai (kanan) (Foto : Tonny K. Moekasan)

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 21

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Gambar 14. Gejala serangan penyakit virus kuning pada tanaman cabai merah (Foto : Tonny K. Moekasan)

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 22

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

PENUTUP

Hasil pengamatan terhadap intensitas cahaya matahari pada

budidaya cabai merah di dalam naungan di Kabuapten Brebes, Jawa Tengah menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan intensitas cahaya matahari sebesar 43,35%. Pertumbuhan tanaman cabai merah sangat baik (Gambar 15), sehingga walaupun terserang oleh tungau dan trips hingga 15%, tetapi tanaman mampu berkompensasi mengganti kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama tersebut.

Gambar 15. Budidaya cabai merah di lahan terbuka (atas) dan di

dalam naungan (bawah) di Brebes, Jawa Tengah (Foto : Tonny K. Moekasan)

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 23

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 24

Penggunaan naungan bahkan mampu mencegah masuknya hama ulat buah, sementara serangannya pada pertanaman cabai merah di lahan terbuka mencapai 30%. Dengan penerapan ambang pengendalian hama dan penyakit, penyemprotan pestisida dapat dihemat lebih dari 70% jika dibandingkan dengan penyemprotan rutin 2 x/ minggu. Hasil panen cabai merah di dalam naungan mencapai 19 ton/ha, sedang hasil panen cabai merah di lahan terbuka hanya mencapai 1,89 ton/ha (Moekasan dan Prabaningrum 2011).

Dengan berbagai keuntungan tersebut, maka diharapkan budidaya cabai merah di bawah naungan dapat menjadi solusi penanggulangan masalah hama dan penyakit sebagai akibat perubahan iklim global.

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 25

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2011. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi.

Edisi 9, Februari 2011. http://dds.bps.go.id/download_file/IP_Februari_2011.pdf. (diakses pada tanggal 14 Agustus 2011).

Direktorat Jendral Hortikultura. 2009. Statistik Produksi Sayuran

Tahun 2003-2008. Direktorat Jendral Hortikultura, Departemen Pertanian. Http:/www.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=238. (diakses tanggal 30 Oktober 2009).

Knott, J.E. and J.R. Deanon. 1970. Vegetable Production in

Southeast Asia. Univ. of Phillipines College of Agricultural College. Los Banos, Laguna, Phillipines. P : 97-133.

Kwon, Young Sam and Hee Chun. 1999. Production of Chili Pepper in

Different Kinds of Greenhouse in Korea. http://www.agnet.org/library/article/eb478.html. (diakses pada tanggal 20 Februari 2008).

Matnawi, H. 1997. Budidaya Tembakau di Bawah Naungan. Penerbit

Kanisius, Yogyakarta. 85 hal. Moekasan, T.K., L. Prabaningrum, N. Gunadi dan W. Adiyoga. 2010.

Rakitan Komponen Teknologi PTT Cabai Merah-Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia bekerjasama dengan Applied Plant Research and WUR Greenhouse Horticulture, Wageningen University and Research Center, the Netherlands. 80 hal.

Moekasan, T.K. dan L. Prabaningrum. 2011. Mitigasi Dampak

Perubahan Iklim terhadap Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada Tanaman Cabai Merah di Dataran Rendah. Laporan Penelitian Kerjasama Pusat

Tonny K. Moekasan dan Laksminiwati Prabaningrum (2011) : Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

Yayasan Bina Tani Sejahtera, Lembang –Bandung Barat 26

Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia bekerjasama dengan Applied Plant Research and WUR Greenhouse Horticulture, Wageningen University and Research Center, the Netherlands. 16 hal.

Susanti, E, F. Ramadhani, E. Runtunuwu, I. Amien. 2011. Dampak

Perubahan Iklim Terhadap Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) serta Strategi Antisipasi dan Adaptasi. http://www. balitklimat. litbang. deptan. go. id/ index. php? Option = com_content&task=view&id=168&Itemid=117. (diakses pada tanggal 14 Agustus 2011).

Sumarni, N. dan A. Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah.

Seri Panduan Teknis PTT Cabai Merah No. 2. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 34 hal.

Wien, H.C. 1997. The Physiology of Vegetable Crops. Cab.

International.