irigasi parsitipatif

8
Irigasi Parsitipatif: Membangun Irigasi yang Berpihak Kepada Petani Latar Belakang Pengelolaan Irigasi Parisipatif Peran sektor pertanian telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Berdasarkan fakta sektor pertanian merupakan sektor yang tidak mengalami ganguan yang teramat berarti ketika krisis multi dimensi melanda negri ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2007 mencapai 6,5 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu. Sumbangan tertinggi pertumbuhan ekonomi yang di luar perkiraan banyak pihak ini berasal dari sektor pertanian sebesar 1,3 persen. Pemerintah sangat menyadari potensi yang teramat besar terhadap sektor pertanian ini sehinga fokus pembangunan sektor pertanian diterintergrasi dengan baik dengan sektor pendukung seperti sector pekerjaan umum khususnya bidang irigasi. Upaya perbaikan pengelolaan irigasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1980. Hal ini merupakan sebagian dari hasil pengembangan irigasi yang berhasil pada periode 1965 -1985, ketika luas areal daerah irigasi masyarakat meningkat dari 1,5 menjadi 5 juta Ha. Bahkan kita menjadi negara swasembada beras dan mendapat pengahargaan dari PBB pada tahun 1984.

Upload: onyz-rekkayassa-uchiha

Post on 19-Oct-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Irigasi Parsitipatif: Membangun Irigasi yang Berpihak Kepada Petani

Latar Belakang Pengelolaan Irigasi ParisipatifPeran sektor pertanian telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Berdasarkan fakta sektor pertanian merupakan sektor yang tidak mengalami ganguan yang teramat berarti ketika krisis multi dimensi melanda negri ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2007 mencapai 6,5 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu. Sumbangan tertinggi pertumbuhan ekonomi yang di luar perkiraan banyak pihak ini berasal dari sektor pertanian sebesar 1,3 persen.

Pemerintah sangat menyadari potensi yang teramat besar terhadap sektor pertanian ini sehinga fokus pembangunan sektor pertanian diterintergrasi dengan baik dengan sektor pendukung seperti sector pekerjaan umum khususnya bidang irigasi. Upaya perbaikan pengelolaan irigasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1980. Hal ini merupakan sebagian dari hasil pengembangan irigasi yang berhasil pada periode 1965 -1985, ketika luas areal daerah irigasi masyarakat meningkat dari 1,5 menjadi 5 juta Ha. Bahkan kita menjadi negara swasembada beras dan mendapat pengahargaan dari PBB pada tahun 1984.

Akibat dari menurunnya harga minyak dunia, pemerintah menyadari bahwa pembiayaan Operasi & Pemeliharaan (O&P) tidak dapat ditanggulangi oleh pemerintah sendiri, dan sumber daya harus dikelola secara lebih efisien. Pada tahun 1987, dikeluarkan Kebijakan Operasi & Pemeliharaan Jaringan Irigasi, yang merupakan dasar dari beberapa proyek-proyek besar yang dibiayai dari pinjaman Bank Dunia, ADB dan donor-donor lainnya. Selain itu, riset yang dilaksanakan oleh universitas-universitas dan LSM memberikan beberapa jawaban terhadap bagaimana pengelolaan irigasi, termasuk O&P dan rehabilitasi, agar dapat lebih efektif dan efisien.

Sejak krisis moneter 1997 yang parah, telah menjadi lebih jelas bahwa dibutuhkan reformasi kelembagaan secara luas. Fokus utamanya adalah meningkatkan peran para penerima manfaat (beneficiaries), dan merubah peran institusi pemerintah dari provider barang-barang dan prasarana menjadi enabler bagi masyarakat guna memobilisasikan sumber daya dan kemampuannya untuk memecahkan permasalahan yang ada. Sebuah Kebijakan Pembaruan Pengelolaan Irigasi telah dirumuskan berdasarkan hasil konsultasi publik yang dilakukan secara luas, dan didukung oleh Presiden secara formal melalui INPRES No. 3/99.

Merujuk masalah di atas, Pemerintah Indonesia beberapa waktu kemudian menata kebijakan pengelolaan irigasi yang ditindaklanjuti dalam sebuah Peraturan Pemerintah PP No. 77/2001 dan dalam beberapa Keputusan Menteri. Setelah memperoleh beberapa pengalaman dari pelaksanaan Pembaruan Irigasi pada 13 propinsi dan setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 7/2004 tentang sumber daya air yang mengantikan penyerahan pengelolaan irigasi dengan pengelolaan irigasi partisipatif sebagaimana dijabarkan dengan diterbitkannya PP No. 20/2006 tentang irigasi.

Pengelolaan Irgasi PartisipatifDi dalam PP No. 20/2006 prinsip partisipasi merupakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang bertujuan untuk mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian diselengarakan secara partisipatif dan pelaksanaannya dilakukan dengan berbasis pada peran serta masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A. Kemudian penjabaran tentang pembaruan pengelolaan irigasi partisipatif terdiri dari 5 (lima) prinsip yaitu (1) redefinisi tugas dan tanggung jawab institusi yang membidangi pengelolaan irigasi untuk menjamin peran komunitas petani yang lebih besar dalam pengambilankeputusan, (2) Peningkatan kemampuan petani melalui otonomi, P3A yang percaya diri, mengakar pada masyarakat,(3) partisipasi P3A pada pengelolaan irigasi , dengan prinsip satu sistim, satu manajemen dan pengaturan yang sedekat mungkin dengan para pengguna (users). (4) pembiayaan operasi dan pemeliharaan, rehabilitasi jaringan irigasi secara transparan dan efektif berdasarkan kebutuhan biaya nyata opersi dan pemeliharaan serta prinsip kebutuhan (demand driven), dan (5) keberlanjutan sistim irigasi melalui kebijakan umum konservasi sumber daya air dan konversi lahan beririgasi yang terkontrol. Prinsip-prinsip ini dijabarkan sebagai berikut:

Redefinisi tugas dan tanggung jawab terdiri dari reorganisasi fungsi dan tanggung jawab dari seluruh institusi yang membidangi irigasi, baik organisasi swasta maupun pemerintah, guna memberikan peran yang lebih besar kepada petani sebagai pengambil keputusan utama dalam pengelolaan irigasi. Restrukturisasi DPUP (Dinas Pekerjaan Umum Pengairan) dan organisasi terkait akan merubah mandat dari melaksanakan operasi dan pemeliharaan secara langsung menjadi menyediakan peraturan dan jasa pendukung sesuai pilihan petani. Berfungsinya sistim irigasi dengan baik akan dapat ditingkatkan melalui audit teknis yang dilakukan sekali dalam setahun, yang dapat mengindikasikan apakah bantuan semacam itu tetap dibutuhkan. Terjadinya perubahan tugas, pembentukan lembaga konsultatif yang baru dengan wakil dari petani, rencana pengurangan pegawai dan training terkait, maupun reorganisasi pengaturan pembiayaan merupakan kunci utama yang membutuhkan keputusan-keputusan dan pedoman pedoman baru.

Pemberdayaan petani untuk dapat berpartisipasi dalam O&P pengelolaan irigasi telah dilaksanakan melalui P3A dan/atau Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A). Organisasi ini akan menjadi percaya diri dan berbasis kondisi sosial budaya local (sebagai kebalikan dari pengaturan administratif secara top-down). Petani dan P3A akan memperoleh hak untuk mengembangkan usaha agri bisnis sebagai badan hukum. Juga ditetapkan bahwa GP3A harus bergabung sampai dengan tingkat yang mencakup seluruh kesatuan sistim (satu sistim, satu manajemen) dan mempunyai kekuatan hukum guna dapat memungut IPAIR (iuran irigasi) dari para pemakai air irigasi, agar dapat terikat dalam suatu kontrak, dan agar dapat melakukan tuntutan di pengadilan.

Pengelolaan Irigasi Partisipatif merupakan pelaksanaan irigasi berdasarkan partisipasi petani yang dimulai sejak ide pertama hingga keputusan akhir, pada kegiatan perencanaan, konstruksi, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Kepemilikan jaringan irigasi dan tanggung jawab atas berfungsinya sistim irigasi secara tepat/sebenarnya tetap berada pada Pemerintah. Sering kali P3A (dan GP3A, disini digunakan istilah P3A secara generik) belum mampu membiayai operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Dalam kasus ini, kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi dapat dikelola secara bersama antara Dinas Irigasi dan P3A yang diikat dalam dokumen operasi dan pemeliharaan. Pada saat ini P3A sudah bertanggung jawab secara penuh pada tingkat jaringan tersier. Mereka telah mengambil alih kewenangan dalam jaringan irigasi sekunder dan jaringan irigasi primer sederhana (pada program IWIRIP), sedangkan tanggung jawab untuk penyediaan jasa tetap dalam pengelolaan bersama.

Pembiayaan Pengelolaan Irigasi termasuk rehabilitasi akan dilaksanakan bersama oleh P3A (seperti saat ini, dan makin lama akan makin meningkat untuk pemeliharaan darurat, dan pemeliharaan rutin setelah manfaatnya dapat dirasakan oleh petani) dan pemerintah (secara lebih selektif). Iuran Partisipasi Irigasi (IPI) akan diterapkan pada seluruh sistim irigasi di Indonesia, tetapi dananya akan dikumpulkan, dikelola dan digunakan oleh P3A, dan tidak diserahkan kepada Dinas Pendapatan Daerah lagi. P3A berhak menentukan besaran iuran masing-masing, dan menggunakan dana tersebut sesuai dengan pilihannya. Umumnya, besaran iuran yang ditentukan oleh P3A dengan kebutuhan sistim irigasi dalam rangka keberlanjutan memperlihatkan ketidak sesuaian yang mencolok, dimana hal ini membutuhkan bantuan dari pemerintah. Alokasi bantuan dana pemeliharaan dan rehabilitasi yang diberikan oleh kabupaten, propinsi atau pusat ditentukan oleh tingkat partisipasi P3A dalam iuran biaya operasi dan pemeliharaan. Mulai dari perencanaan kebutuhan dana operasi dan pemeliharaan secara nyata (AKNOP) dan kebutuhan dana rehabilitasi secara nyata (AKNPI) dilakukan oleh DPUP bersama dengan petani. Dengan tujuan untuk mengganti pendekatan lama dimana rehabilitasi dilaksanakan secara periodik dengan biaya proyek, yang kurang efektif dan efisien, dengan sistim yang perbaikannya secara bertahap, sehingga P3A dapat melaksanakan perbaikan sederhana secara bertahap dari tahun ke tahun, dan dengan sebagian bantuan dana dari kabupaten, propinsi atau pusat. Dana bantuan tersebut bersama dengan IPI akan dialokasikan dalam Dana Pengelolaan Irigasi (DPI).Keberlanjutan Sistim Irigasi diwujudkan dalam aset manajemen yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pemilik jaringan irigasi, sekaligus sebagai alat untuk mengukur kondisi daerah tangkapan air bagian hulu guna menjamin ketersediaan air, sebagi alat untuk mengukur produktivitas pertanian dan pengelolaan lahan usaha guna meningkatkan pendapatan petani, serta alat untuk menjamin keberlanjutan fungsi lahan pertanian beririgasi terhadap kegiatan konversi lahan. Program pembaruan membutuhkan evaluasi teknis, keuangan dan kelembagaan secara periodik, untuk keberlanjutan sistim irigasi, juga untuk memperoleh data kebutuhan GP3A atas bantuan pemerintah. Evaluasi kinerja tersebut akan dilakukan setiap tahun guna mengetahui kinerja GP3A, serta penyediaan dan kebutuhan akan bantuan pemerintah dan jasa-jasa penunjang. Data-data ini akan dimasukkan dalam nota kesepakatan antara P3A dengan pemerintah yang disebut dengan dokumen operasi dan pemeliharaan partisipatif (DOPP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan persepsi dan untuk mengetahui tingkat partisipasi petani pemakai air terhadap pengelolaan jaringan irigasi serta menjelaskan karakteristik sosial ekonomi petani pemakai air terhadap partisipasi pengelolaan jaringan irigasi. Pada gilirannya, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah dalam upaya mengikut sertakan petani pemakai air dalam pengelolaan jaringan irigasi. Untuk menjawab tujuan penelitian di atas dilakukan survei di Daerah Irigasi Kelahun Pinang Kabupaten Deli Serdang yang meliputi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Pancur Batu, Desa Namo Rih dengan P3A Mbuah Page dan Kecamatan Kutalimbaru, Desa Kwala Lau Bicik dengan P3A Arihta. Populasi dalam penelitian adalah anggota P3A Mbuah Page dan P3A Arihta. Data dikumpulkan dengan mewawancarai 63 responden (15 % dari populasl responden) dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan pada aspek persepsi bahwa: 1) Persepsi petani pada aspek kinerja bangunan jaringan irigasi yaitu mayoritas petani berpendapat bahwa konstruksi/bangunan jarinqarr irigasi masih kurang sesuai dengan kebutuhan petani (60 %) dan petani menyatakan bahwa sistem pembagian air ke sawah belum merata (48 %).2) Persepsi petani pada aspek pengelola jaringan irigasi, terlihat bahwa petani mengharapkan pengelolaan jaringan irigasi primer dan skunder tetap menjadi tanggung jawab pemerintah (44 %). Sedangkan untuk pengelolaan jaringan irigasi tersier, petani berpendapat tetap menjadi tanggung jawab anggota P3A (60 %). Petani berpendapat kurang tepat jika pemerintah menyerahkan pengelolaan jaringan irigasi primer dan skunder secara bertahap ke anggota P3A (54 %). 3) Persepsi petani pada aspek kebijakan pengelolaan jaringan irigasi, petani berpendapat tepat mengenai kewajiban petani membayar iuran irigasi (57 %). Tetapi petani menyatakan kurang tepat jika pemerintah menyerahkan pembiyaan Operasi dan Pemeliharaan secara bertahap kepada anggota P3A (48 %). 4) Persepsi petani pada aspek kelembagaan P3A yaitu petani berpendapat keberadaan P3A itu bermanfaat (43 %) dan petani menyatakan pertemuan P3A berguna untuk mengakomodir kebutuhan petani terutama dalam distribusi air (60 %). Petani menyatakan tepat pada proses pemilihan anggota P3A untuk mengikuti pelatihan (70 %). Petani mempunyai tingkat partisipasi yang tinggi terhadap pengelolaan jaringan irigasi dinilai dari aspek pengambilan keputusan (perencanaan), implementasi, penilaian atas manfaat dan evaluasi (84,13 %). Karakteristik responden dilihat dari tingkat pendidikan dan status kepemilikan lahan terdapat perbedaan partisipasi petani terhadap pengelolaan jaringan irigasi. Sedangkan jika dilihat dari pendapatan usaha tani, luas lahan, jarak jaringan ke sawah tidak terdapat perbedaan partisipasi petani terhadap pengelolaan jaringan irigasi