involusi uteri
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Teori Involusi Uteri
1. Pengertian
Involusi adalah perubahan retrogresif pada uterus yang
menyebabkan berkurangnya ukuran uterus, involusi puerperium dibatasi
pada uterus dan apa yang terjadi pada organ dan struktur lain hanya
dianggap sebagai perubahan puerperium (Varney’s, 2004 ).
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram.
Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot
polos uterus ( Ambarwati dan Wulandari, 2008 ).
2. Proses involusi uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah,
kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan
besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000
gram. Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab
untuk pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus
pada masa prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-
sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada
masa post partum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan
8
autolisis. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula
dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang
berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro
elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
b. Atofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian
produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan
atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endomaterium yang baru.
c. Efek Oksitoksin ( Kontraksi )
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitoksin yang dilepas dari
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostasis.
Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke
uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka implantasi
9
plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total. Selama 1 sampai 2
jam pertama post partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan
menjadi teratur. Karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan
kontraksi uterus pada masa ini.Suntikan oksitoksin biasanya diberikan
secara intravena atau intramuskuler segera setelah kepala bayi lahir.
Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan
oksitoksin karena isapan bayi pada payudara ( Bobak dkk,2004 ) dan
( Wiknjosastro dan Rachimhadhi,2007).
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus diantaranya :
a. Senam nifas
merupakan senam yang dilakukan pada ibu yang sedang menjalani
masa nifas.
Tujuan senam : mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah
melahirkan, mencegah komplikasi yang mungkin terjadi selama
masa nifas, memperkuat otot perut, otot dasar panggul, dan mem
memperlancar sirkulasi pembuluh darah , membantu memperlancar
terjadinya proses involusi uteri.
b.. Mobilisasi dini ibu post partum
Merupakan suatu gerakan yang dilakukan bertujuan untuk merubah
posisi semula ibu dari berbaring , miring-miring, duduk sampai
berdiri sendiri setelah beberapa jam melahirkan. Tujuan mem
perlancar pengeluaran lochea ( sisa darah nifas ), mempercepat
10
involusi, melancarkan fungsi organ gastrointestinal dan organ
perkemihan, memperlancar peredaran sirkulasi darah .
c. Menyusui dini
Menyusui dini merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
Proses involusi uteri karena dengan memberikan Air Susu Ibu
kepada bayi segera setelah melahirkan sampai satu jam pertama,
memberikan efek kontraksi pada otot polos uterus .
d. Gizi
Merupakan proses organisme dengan menggunakan makanan yang
dikonsumsi, secara normal melalui proses digesti, transportasi,
penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan
fungsi normal dari organ - organ, serta menghasilkan energi
( Arisman,2004).
e. Psikologis
Terjadi pada pasien post partum blues merupakan perubahan
perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima
kehadiran bayinya. Ditinjau dari faktor hormonal , kadar
estrogen, progesteron, prolactin, estriol yang terlalu tinggi
maupun terlalu rendah. Kadar estrogen yang rendah pada ibu post
partum memberikan efek supresi pada aktifitas enzim mono
amineoksidase yaitu enzim otak yang bekerja menginaktifkan
baik nor adrenalin maupun serotinin yang memberikan efek pada
11
suasana hati dan kejadian depresi pada ibu post partum .
f. Faktor usia
Elastisitas otot uterus pada usia lebih 35 tahun keatas berkurang.
g. Faktor paritas
Ukuran uterus primipara dan multipara juga mempengaruhi proses
berlangsungnya involusi uterus ( Hanifa,2002) dan ( Ambarwati &
Wulandari,2008 ).
4. Bagian bekas implantasi plasenta
a. Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12x5cm,
permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.
b. Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis
disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi
otot rahim.
c . Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu kedua
sebesar 6 - 8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d. Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis
bersama dengan lokhea.
e. Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan
endometrium yang berasa l dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
f. Luka sembuh sempurna pada 6 - 8 minggu post partum.
12
5. Perubahan normal pada uterus selama post partum.
Involusi
Uteri
Tinggi Fundus Berat
Uteri
Diameter
Uterus
Palpasi cervik
Uterus
Plasenta
lahir
setinggi pusat 1000gr 12,5cm lembut/lunak
7 hari pertengahan antara
pusat dan simphisis
500gr 7,5cm 2cm
14 hari tidak teraba 350gr 5cm 1cm
6 minggu normal 60gr 2,5cm menyempit
Tabel 1.1 Perubahan normal pada uterus selama post partum
( Sumber : Pusdiknakes ,2003)
Gambar 2.1. Tinggi fundus uteri masa nifas ( Sumber : Pusdiknakes,2003 ).
Involusi dapat diamati dari luar dengan memeriksa fundus uteri sebagai
berikut : Segera setelah melahirkan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12
jam kemudian kembali 1cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1cm setiap
13
hari. Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1cm dibawah pusat.
Pada hari ke 3 - 4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari 5 - 7
tinggi fundus uteri setengah pusat sampai simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus
uteri tidak teraba.
Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran, dan konsistensi.
a. Penentuan lokasi uterus
Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah
umbilikus dan apakah fundus berada pada garis tengah abdomen atau bergeser
kesalah satu sisi.
b. Penentuan ukuran uterus
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan
jumlah lebar jari dari umbilikus atas atau bawah .
c. Penentuan konsistensi uterus
Ada dua ciri konsistensi uterus yaitu uterus keras teraba sekeras batu dan
uterus lunak dapat dilekukkan , terasa mengeras dibawah jari-jari ketika
tangan melakukan masase pada uterus ( Varney’s,2004).
Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam involusi disebut
subinvolusi. Subinvolusi sering disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa
plasenta dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan dengan
normal atau terhambat , bila subinvolusi uterus tidak ditangani dengan baik ,
akan mengakibatkan perdarahan yang berlanjut atau postpartum haemorrhage.
Ciri-ciri subinvolusi atau proses involusi yang abnormal diantaranya : tidak
secara progresif dalam pengembalian ukuran uterus , uterus teraba lunak dan
14
kontraksinya buruk , sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang
persisten , perdarahan pervagina abnormal seperti perdarahan segar, lochea
rubra banyak, persisten, dan berbau busuk ( Barbara, 2004 ).
B. Ibu Post Partum
Merupakan perempuan yang mengalami masa pulih kembali dalam
waktu empatpuluh hari, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil ( Bobak dkk,2004).
Masa nifas ( puerperium ) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Perempuan yang melalui periode
puerperium disebut puerpera. Puerperium berlangung selama 6 minggu atau 42
hari ( Ambarwati dan Wulandari, 2008 ).
1.Lochea
Merupakan eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea
mempunyai reaksi basa/alkhalis yang dapat membuat organisme berkembang
lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea
mempunyai bau amis/ anyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda - beda pada setiap wanita. Lochea yang
berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan
karena proses involusi.
15
2 Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan :
a. Lochea Rubra / Merah ( Kruenta ).
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa post partum. Cairan
yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa
plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo, dan mekonium.
b. Lochea Sanguilenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung
dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.
c. Lochea serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit
dan laserasi plasenta. Muncul pada hari kr 7 sampai hari ke 14 post partum.
d. Lochea alba
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik dan serabut
jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu
postpartum ( Doengoes,2001).
C. Menyusui Dini
Menyusui merupakan suatu cara yang optimal dalam memberikan nutrisi
dan mengasuh bayi, dan dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh
kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat
terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun -tahun berikutnya ( Roesli,2000 ).
Laktasi merupakan keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di produksi
sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI ( Purwanti,2004 ).
16
Menyusui Dini merupakan suatu aktivitas menyusui bayi segera setelah
melahirkan sampai satu jam pertama post partum ( Rosita, 2008 ).
1. Anatomi dan Fisiologi Payudara.
Secara vertikal mamae terletak diantara kosta II dan IV, secara
horisontal mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis.
Kelenjar susu berada di jaringan sub cutan superfisial dan profundus,
menutupi muskulus pectoralis mayor. Ukuran normal 10-12cm dengan berat
pada perempuan 200gram, pada wanita hamil aterm 400-600gram dan masa
laktasi sekitar 600-800gram. Ada 3 bagian payudara, corpus, areola, papilla.
areola mamae letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang
disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Papila
mamae terdapat lubang - lubang kecil yang merupakan muara dari duktus
laktiferus, ujung - ujung serat otot polos yang tersusun secara sirkuler
sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan memadat dan
menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan serat - serat otot yang
longitudinal akan menarik kembali puting susu tersebut ( Farrer, 1999 ).
Ada empat macam bentuk puting yaitu : bentuk normal / umum,
pendek/ datar, panjang dan terbenam ( inverted ). Struktur payudara terdiri 3
bagian yaitu kulit, jaringan sub cutan, dan corpus mamae. Corpus mamae terdiri
struktur parenkim dan stoma. Parenkim merupakan suatu struktur terdiri
duktus laktiferus, duktulus, lobus dan alveoli. Ada 15-20 duktus laktiferus,
tiap-tiap duktus bercabang menjadi 20-40 duktuli. Duktuli bercabang menjadi
17
10-100 alveoli dan masing-masing dihubungkan dengan saluran air susu
sehingga merupakan suatu pohon .Bila diikuti pohon tersebut dari akarnya
pada puting susu, akan didapatkan saluran air susu yang disebut duktus
laktiferus, dan melebar membentuk sinus laktiferus tempat penampungan air
susu, selanjutnya duktus laktiferus terus bercabang menjadi duktus dan
duktulus pada ekelompok alveoli Didalam alveoli terdiri dari duktulus yang
terbuka, sel-sel kelenjar yang menghasilkan air susu dan mioepitelium yang
berfungsi memeras air susu keluar dari alveoli ( Van esterik,1977).
2. Fisiologi Meyusui
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi
ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang
tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca partum, kadar estrogen dan
progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan
pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan labih dini
terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolactin oleh hipofise,
sehingga sekresi ASI semakin lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat
penting dalam proses menyusui yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran timbul
akibat perangsangan puting susu oleh hisapan bayi.
a. Refleks Prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada puting
susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke
hipotalamus di dasar otak, lalu memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan
hormon prolaktin kedalam darah. Melalui sirkulasi prolaktin memacu sel kelenjar
18
( alveoli ) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolaktin yang disekresi dan
jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu
frekuensi, intensitas dan lamanya bayi menghisap.
b. Refleks Aliran ( Let Down Reflek )
Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain
mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga
mempengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitoksin. Dimana
setelah oksitoksin dilepas kedalam darah akan mengacu otot - otot polos
yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi sehingga memeras air susu
dari alveoli, duktulus dan sinus menuju puting susu . Refleks let-down dapat
dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu rasakan dalam
sensasi apapun. Tanda-tanda lain dari let-down adalah tetesan pada payudara lain
yang sedang dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu
( Roesli,2000).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi menyusui dini diantaranya :
Menurut ( Doengoes, 2001 ). Kondisi ibu baik fisik setelah melahirkan
oleh karena faktor kelelahan , dapat mempengaruhi penilaian psikologis
suplai ASI dan penurunan refleks secara psikologis. Ketenangan jiwa dan
pikiran akan meningkatkan produksi ASI yang baik Faktor makanan karena
kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan.
Faktor anatomis buah dada , bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang
lobuluspun berkurang. Dengan demikian produksi ASI juga berkurang karena
19
sel-sel acini yang memghisap zat-zat makan dari pembuluh darah akan
berkurang. Faktor fisiologi dipengaruhi hormon terutama prolaktin yang
merupakan hormone laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan
mempertahankan sekresi ASI. Faktor isapan bayi yang pertama diabaikan
atau hisapan bayi keputing berkurang dengan demikian pengeluaran ASI
berkurang.
Respon orang tua terhadap Bounding Attachment merupakan ikatan
orang tua terhadap anaknya dimulai dari sejak periode kehamilan dan semakin
bertambah intensitasnya pada saat melahirkan , respon kontak awal dengan
bayinya melalui sentuhan / Touch , kontak mata / Eye to eye contact , bau badan
/ odor , kehangatan tubuh / Body Warm , suara / Voice .
Menurut ( Hubertin, 2004 ) faktor – faktor yang mempengaruhi aktifitas
ibu selama menyusui dini diantaranya masalah-masalah yang berkaitan dengan
payudara yaitu bentuk puting yang abnormal misal puting kedalam atau retracted
nipple menyebabkan ibu kesulitan untuk menyusui bayinya, puting susu lecet
akibat tehnik menyusu yang salah, bayi tidak mengisap sampai areola mamae tapi
hanya dibagian putting saja , putting susu nyeri pada waktu awal menyusui
payudara bengkak terjadi pada hari- hari pertama sekitar 2 – 4 jam disebabkan
bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai
diproduksi dalam jumlah banyak , mastitis atau abses payudara merupakan
peradangan pada payudara dengan gejala merah , bengkak kadangkala diikuti
rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat , didalam payudara terasa masa
20
padat kejadian ini terjadi pada masa nifas 1 - 3 minggu setelah persalinan
yang diakibatkan oleh sumbatan saluran ASI yang berlanjut.
D. Kerangka Teori
Faktor-faktor :
Senam nifas
Mobilisasi dini
Menyusui dini INVOLUSI
Gizi UTERI
Psikologis
Umur
Paritas
Tabel 1.2.Kerangka teori
Sumber : ( Hanifa,2002) (Ambarwati& Wulandari 2008 ) ( Arisman,2004).
E. Kerangka konsep
Variabel Independent ( Bebas ) Variabel Dependent ( Terikat )
Menyusui Dini Involusi uteri
Tabel 1.3. Kerangka konsep
21
F. Variabel Penelitian
Variabel merupakan sesuatu yang digunakan sebagai ciri , sifat atau ukuran
yang dimiliki atau didapat oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep
pengertian tertentu ( Notoatmodjo , 2005 ) .
Dalam penelitian ini variabelnya adalah :
1. Variabel Independent
Disebut juga variabel bebas yaitu variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
Berubahnya variabel dependent ( Sugiyono, 2005 ). Penelitian ini yang
menjadi variabel independent adalah menyusui dini.
2. Variabel Dependent
Merupakan variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas
( Sugiyono, 2005 ). Penelitian ini yang variabel dependent adalah involusi
uterus pada ibu post partum.
G. Hipotesa Penelitian
Hipotesa alternatif :
Ada hubungan antara menyusui dini dengan involusi uteri pada ibu post
partum di ruang Bougenville Rumah Sakit Bakti Wira Tamtama Semarang.