intisari hubungan religiusitas dengan sikap...
TRANSCRIPT
1
INTISARI
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP TERHADAP
PORNOAKSI
DI KALANGAN REMAJA PUTRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan pornoaksi dikalangan remaja. Untuk memperooleh data yang digunakan dalam penelitian ini subjek penelitian yang diteliti adalah para siswi SMA Muhammadiyah 2 Pemalang. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan negatif antara religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi di kalagan remaja putri”. Semakin tinggi religiusitas maka sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja semakin rendah, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja semakin tinggi. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang terdiri dari skala religiusitas dan skala pornoaksi. Teori yang digunakan dalam penyusunan skala religusitas adalah teori Glock and Stark (Linddzey & Aroson, 1975) yang diadaptasi dari penelitian Turmudhi (Tristanti, 2006) dan teori yang digunakan dalam penyusunan skala sikap terhadap pornoaksi adalah teori dari Mann (Walgito, 1990). Adapun alat analisis yang digunakan adalah analisis korelasi.
Dari hasil analisis korelasi yang dilakukan diperoleh nilai korelasi antara religiusitas dengan perilaku pornoaksi remaja adalah sebesar -0,205 dengan tingkat signifikansi (p) 0,041 (p < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi pada remaja, dimana semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja dan sebaliknya semakin rendah religiusitas maka sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja semakin tinggi. Kata kunci : Religiusitas, Sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja putri.
2
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PORNOAKSI
DI KALANGAN REMAJA
Pengantar
Latar Belakang Masalah
Hidup bermasyarakat memerlukan nilai-nilai yang bisa
mengantarkan masyarakat menuju kehidupan yang lebih maju seiring dengan
perkembangan zaman tetapi tetap tidak melanggar ketentuan nilai serta ajaran
agama yang sudah ditetapkan. Ajaran agama mempunyai peranan penting dalam
kehidupan karena ajaran agama itulah yang akan menjadi pedoman untuk
melakukan segala aktivitas kehidupan. Agama menjadi pedoman dalam usaha,
dalam bersikap, dalam menghadapi masalah, dan juga dalam pergaulan remaja.
Belakangan ini banyak remaja yang terseret pada tindakan yang salah yang
berupa pornoaksi. Pornoaksi adalah segala "action", perilaku, sikap, ucapan,
gerakan-gerakan erotis yang dapat merangsang atau menimbulkan nafsu seksual
(www.waspadaonline). Contoh pornoaksi yang terjadi di dalam masyarakat adalah
mengenakan pakaian yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya ditutup,
tarian/goyangan yang terlalu vulgar, serta sinetron yang menampilkan artis
dengan pakaian yang serba terbuka.
Ahyadi (1995) mengatakan bahwa agama keimanan yang mengharuskan
tindakan dalam tiap-tiap aspeknya, tindakan di dunia ini dan tindakan dalam
menghadapi dunia. Pengalaman ke-Tuhanan merupakan energi pendorong tingkah
laku keagamaan, keimanan merupakan pengarahan dan penuntun tingkah laku
segangkan peribadatan merupakan relialisasi dan pelaksanaan agama.
3
Remaja membutuhkan keimanan yang kuat untuk menghadapi pornoaksi
yang semakin marak di kalangan remaja. Pendapat ini diperkuat oleh Daradjat
(1978) yang menyatakan bahwa keyakinan beragama menjadi bagian integral dari
kepribadian seseorang. Keyakinan ini akan mengawasi segala tindakan, perkataan,
bahkan perasaannya. Pada saat remaja menghadapi godaan yang mengarah pada
pornoaksi, maka keimanannya akan menjadi benteng yang utama dalam
menentukan perilakunya.
Adanya agama sebagai kontrol dalam menentukan apakah suatu tindakan
dianggap benar atau salah, maka agama dapat dijadikan tameng untuk mencegah
semakin maraknya sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja. Berdasarkan
uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara
Religiusitas dengan Sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja. Khususnya
pada remaja Putri.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara tingkat religiusitas dengan pornoaksi di kalangan remaja putri.
Tinjauan Pustaka
Pornoaksi di Kalangan Remaja
Pengertian Pornoaksi
Menurut RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) pornoaksi adalah
sikap, perilaku, perbuatan, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual, baik
dilakukan antara manusia dengan hewan, atau antara hewan yang sengaja
dipertunjukkan oleh seorang atau lebih yang bertujuan untuk membangkitkan
4
nafsu birahi orang, baik perbuatan yang dilakukan secara heteroseksual,
homoseksual, lesbian, oral-sex, fellatio cunnilingus, onani, masturbasi, anal
intercourse (sodomi), baik dilakukan oleh orang sejenis kelamin maupun
berlawanan jenis kelamin, yang ditujukan atau mengakibatkan orang yang
melihatnya dan atau mendengarnya dan atau menyentuhnya timbul rasa yang
menjijikkan dan atau memuakkan dan atau memalukan, yang bertentangan dengan
agama dan atau adat-istiadat setempat. (www. Swaramuslim.com 01/10/05)
Menurut Pasal 3 ayat (3) RUU Pornoaksi (Djubaedah, 2003) ruang
lingkup pornoaksi adalah semua sikap, perilaku, perbuatan, atau gerak tubuh yang
dengan sengaja atau bangkitnya nafsu birahi sedangkan pada orang yang lainnya
menimbulkan rasa yang menjijikkan dan atau memuakkan dan atau memalukan
bagi orang yang melihatnya dan atau menyentuhnya, baik orang yang menyukai
hubungan sejenis atau berlawanan jenis, atau suara atau desahan yang
membangkitkan nafsu birahi, sedangkan bagi orang yang lainnya menimbulkan
rasa yang menjijikkan dan atau memuakkan dan atau memalukan bagi orang yang
mendengarnya, baik dilakukan di tempat tersembunyi yang dilakukan oleh pelaku
pornoaksi di hadapan penonton tunggal yang di antara mereka tidak terikat
perkawinan yang sah, atau dilakukan di tempat umum, atau di tempat yang dapat
dilihat oleh umum, atau di tempat yang dianggap tempat umum, kecuali perbuatan
tersebut dilakukan oleh suami isteri yang sah menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan dilakukan di tempat
Unsur-unsur Pornoaksi
Djubaedah (2003) membagi unsur pornoaksi menjadi lima, yaitu:
5
a. Sikap, baik yang berupa tataran kognitif serta afektif, dengan kognitif
dimaksud adalah melakukan sikap yang membuat pikiran orang yang
melihatnya menjadi ke arah seksual, sedangkan afektif yang dimaksud adalah
melakukan tindakan tertentu yang membuat orang yang melihatnya menjadi
terangsang secara seksual.
b. Gerakan tubuh yang sensual. Gerakan tubuh yang sensual ini dapat dilakukan
dengan tarian maupun gerakan-gerakan yang menunjukkan kesensualan
seseorang.
c. Suara yang erotis dan sensual. Suara yang erotis dan sensual adalah suara yang
dikeluarkan oleh seseorang untuk membuat orang yang mendengarnya
menjadi terangsang, baik secara langsung maupun melalui telepon.
d. Memperlihatkan secara terang-terangan/tersamar pada publik alat vital dan
atau bagian tubuh yang menunjukkan sensualitas. Perbuatan menunjukkan alat
vital ini baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
e. Melakukan hubungan seksual dan dipertontonkan kepada orang lain.
Hubungan seksual yang dimaksud dalam hal ini adalah hubungan seksual
yang sengaja dilakukan di depan orang lain.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa suatu perbuatan dikatakan
sebagai perbuatan pornoaksi apabila memiliki salah satu atau lebih dari satu
unsur-unsur pornoaksi yang telah diuraikan di atas. Dalam penelitian ini ada 2
unsur yang tidak dipergunakan yaitu unsur ketiga (suara yang erotis dan
sensual) dan unsur kelima (melakukan hubungan seksual dan dipertontonkan
kepada orang lain). Unsur ketiga dan Unsur kelima tidak dipergunakan karena
jika hal tersebut dilakukan, maka sudah menunjukkan tanda-tanda seseorang
6
yang abnormal, menurut Guilford (Jalaluddin, 1998) seseorang itu bisa saja
mengidap gangguan triolisme yaitu pemuasan nafsu seksual dengan cara
saling mempertontonkan lakon seks. Serta gangguan exhibiotionisme yaitu
pemuasan nafsu seksual dengan cara menunjukkan alat kelamin.
Penelitian ini hanya meneliti tentang sikap karena akan lebih mudah
untuk diteliti karena jelas memiliki beberapa aspek yang mempengaruhi
pornoaksi pada seseorang. Menurut Mann (Walgito, 1990) ada 3 aspek yaitu
aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif.
1. Aspek Kognitif (pengetahuan)
kognitif merupakan unsur pokok dalam mengadakan penalaran
yang diawali dengan adanya pengetahuan tentang baik dan buruk.adanya
pengetahuan itu adalah hasil dari perkembangan struktur kognisi.
Komponen kognisi ini berisi kepercayaan seseorang dan pengalaman
pribadi. Melalui pengetahuannya seseorang akan menentukan sikap untuk
menerima atau menolak pornoaksi.
2. Aspek Afektif (perasaan)
Afektif menyangkut masalah emosional seseorang terhadap suatu
objek. Perasaan seseorang terhadap suatu objek akan mempengaruhi
pandangannya terhadap objek tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut
maka apabila seseorang senang dengan pornoaksi maka ia akan cenderung
menerima pornoaksi, sebaliknya jika seseorang tidak senang dengan
pornoaksi maka ia akan menolak pornoaksi.
3. Aspek Konatif (Perilaku)
7
Pelilaku seseorang akan sangat ditentukan oleh asumsi dasar
bahwa pornoaksi adalah hal yang wajar, maka ia akan ikut berperilaku
pornoaksi. Sebaliknya orang yang mempunyai asumsi dasar bahwa
pornoaksi merupakan hal yang tidak wajar maka tidak akan mempunyai
perilaku pornoaksi.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penerimaan seseorang
terhadap pornoaksi sangat tergantung pada aspek kognitif, afektif, dan
konatifnya. Dengan kata lain bagaimana tingkat pengetahuan seseorang
tentang nilai baik dan buruk, bagaimana perasaan seseorang terhadap
pornoaksi dan bagaimana penerimaannya terhadap perilaku pornoaksi
akan sangat menentukan pandangannya mengenai pornoaksi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pornoaksi Remaja
Faktor-faktor yang mempengaruhi pornoaksi oleh remaja antara lain:
a. Faktor nilai-nilai agama
Ajaran agama juga dapat memberantas, menanggulangi, mencegah, dan
membendung pornoaksi, sepanjang kehidupan anggota masyarakat sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya, khususnya ajaran agama Islam
(Djubaedah, 2003).
b. Faktor hukum
Hukum pidana di Indonesia melarang hal-hal yang bersifat pornografi dan
pornoaksi melalui pasal-pasal yang berkaitan dengan kesusilaan. Di lain pihak,
pornoaksi juga dilarang oleh hukum Islam (Djubaedah, 2003).
c. Faktor kesusilaan
8
Menurut Abdurrahman al-Maliki (Djubaedah, 2003) aspek kesusilaan diukur
dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
d. Faktor tokoh idola remaja
Sebagai individu yang telah memasuki perkembangan kognitif masa operasi
formal, maka remaja umumnya mengidentifikasikan diri pada seorang tokoh
yang dianggap idola, sehingga mereka berupaya menyerupai tokoh idolanya.
Termasuk pornoaksi yang dilakukan idolanya.
Religiusitas
Pengertian Religiusitas
Pengertian religiusitas adalah sikap keagamaan yaitu suatu keadaan yang
ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai
dengan kadar ketaatannya terhadap agama (Jalaluddin, 1998).
Menurut Shihab (1993) agama adalah hubungan antara makhluk dan
khalik (Tuhan) yang berwujud dalam sikap batin serta dalam ibadah yang
dilakukannya dan dalam sikap kesehariannya
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah
suatu ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya
serta alam sekitar agar sesuai dengan norma kebenaran dan tata cara peribadatan.
Manusia dikatakan religius jika mematuhi norma kebenaran yang telah ditentukan
dan sesuai dengan kaidah agama. Semakin tinggi religiusitas seseorang, maka
akan timbul kecenderungan untuk menolak hal-hal yang ditentang oleh agama.
9
Dimensi-dimensi Religiusitas
Religiusitas menurut Glock & Stark (Lindzey & Aroson, 1975)
mempunyai 5 dimensi, yaitu:
a. Dimensi Ideologi (The Idiological Dimension)
Adalah sampai sejauh mana seseorang yakin bahwa ajaran agamanya adalah
suatu kebenaran, misalnya percaya bahwa adanya tuhan, malaikat, surga dan
sebagainya.
b. Dimensi Ritualistik (The Ritualistic Dimension)
Adalah sampai sejauh mana seseorang mentaati ketentuan-ketentuan
peribadatan yang diwajibkan agamanya. Misalnya shalat, zakat, puasa.
c. Dimensi Perasaan (The Feeling Dimension)
Yaitu menggambarkan bentuk-bentuk perasaan tertentu yang dirasakan oleh
individu dalam kehidupan religiusnya, misalnya merasa takut berbuat dosa,
merasa dilindungi tuhan, merasa delat dengan tuhannya.
yang pernah dialami dan dirasakan.
d. Dimensi Intelektual (The Intelectual Dimension)
Yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui ajaran-ajaran agamanya,
seberapa jauh aktivitas individu untuk menambah pengetahuan agamanya.
e. Dimensi Konsekuensial (The Consequential Dimension)
Yaitu sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran
agamanya.misalnya menjalankan puasa untuk menahan diri
Dari kelima aspek religiusitas di atas, semakin tinggi penghayatan dan
pelaksanaan seseorang terhadap kelima aspek tersebut, maka semakin tinggi
tingkat religiusitasnya. Tingkat religiusitas seseorang akan tercermin dari
10
sikap dan perilakunya sehari-hari yang mengarah kepada perilaku yang sesuai
dengan tuntunan agama.
Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan dimensi intelektual
karena hasil penelitian Turmudhi (Tristanti, 2006) menyebutkan bahwa tingkat
pengetahuan subyek tidak memberikan pengaruh yang besar dalam menentukan
perilaku subyek.
Hubungan Religiusitas dengan Pornoaksi
Masalah pornoaksi di kalangan remaja semakin memprihatinkan,
pornoaksi bisa menyerang siapa saja tak terkecuali remaja.Sikap remaja terhdap
pornoaksi beraneka ragam ada yang menerima dan ada yang menolak. Ada
sebagian yang merasa sudah tidak asing lagi dan tidak menganggap tabu atau
malu lagi bila mereka melihat dan mendengar hal-hal yang berbau pornoaksi. Ada
pula yang merasa tidak berdosa jika ia melihat, mendengar, menyentuh,
mempertontonkan ataupun melakukan pornoaksi. Agama dapat dijadikan salah
satu faktor utama yang dapat memberantas, mencegah, menanggulangi pornografi
maupun pornoaksi (Djubaedah, 2003)
Daradjat (1990) menyatakan bahwa unsur terpenting yang membantu
pertumbuhan dan perkembangan jiwa manusia adalah iman yang direalisasikan
dalam bentuk ajaran agama. Agama mengajarkan kepada pemeluknya tidak hanya
hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah menurut agama tersebut, tetapi
juga mengajarkan mengenai hal-hal kemasyarakatan, perekonomian, hukum
perzinaan,dan aspek-aspek kehidupan lainnya, termasuk adab dalam bergaul dan
berpakaian. Agama memberikan pula ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal yang
11
boleh dilakukan dan yang dilarang dilakukan beserta konsekuensi yang menyertai
setiap perbuatan tersebut.
Remaja merasa sangat nyaman dengan pakaian yang merupakan
perwujudan dari pornoaksi. Namun di lain pihak sering juga terlihat remaja yang
menutup auratnya dengan baik, yang dilakukannya dengan menggunakan jilbab
dan pakaian yang tidak menonjolkan bentuk tubuhnya. Hal ini dilakukannya
sesuai dengan tuntunan agama yang menyebutkan bahwa manusia, khususnya
kaum wanita sangat penting menjaga auratnya, karena wanita lebih banyak
mempunyai kemungkinan dan kesempatan untuk mempertontonkan tubuhnya.
Padahal dengan mempertontonkan tubuh tersebut, itu sama artinya dengan
mengundang laki-laki untuk melakukan perbuatan yang tidak senonoh, misalnya
memperkosa wanita yang melakukan pornoaksi tersebut.
Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa religiusitas memegang peran yang
kuat dalam mengurangi sikap pornoaksi di kalangan remaja putri.
Hipotesis
Berdasarkan uraian yang diberikan di atas, dapat diberikan hipotesis dalam
penelitian ini: Ada hubungan negatif antara religiusitas dengan sikap terhadap
pornoaksi di kalangan remaja putri, dimana semakin tinggi religiusitas maka
semakin rendah sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja putri.
Metodologi Penelitian
Identifikasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diukur dan digunakan
sebagai bahan analisis dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
Variabel dependen : Sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja putri
12
Variabel independen : Religiusitas
Definisi Operasional
1. Sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja
Pornoaksi yaitu sikap, perilaku, perbuatan, gerakan tubuh, suara yang
erotis dan sensual, dan hubungan seksual yang dilakukan di tempat
umum/yang dianggap tempat umum, oleh orang yang tidak terikat hubungan
suami isteri yang sah, dilakukan di depan umum baik yang ditonton oleh
penonton tunggal atau bersama-sama, yang ditujukan atau mengakibatkan
orang yang melihatnya dan atau mendengarnya dan atau menyentuhnya timbul
rasa yang menjijikkan dan atau memuakkan dan atau memalukan, yang
bertentangan dengan agama dan atau adat-istiadat setempat. (www.
Swaramuslim.com 01/10/05).
Tinggi rendahnya sikap pornoaksi ditunjukan oleh skor total yang
diperoleh individu dari skala sikap pornoaksi. Semakin tinggi skor total yang
diperoleh semakin tinggi sikap pornoaksi individu, semakin rendah skor yang
diperoleh semakin rendah sikap pornoaksi individu.
Adapun unsur-unsur yang berkaitan dengan pornoaksi adalah unsur
sikap, gerakan tubuh, suara yang erotis, memperlihatkan secara terang-
terangan/tersamar pada publik alat vital dan atau bagian tubuh yang
menunjukkan sensualitas, serta melakukan hubungan seks. sedangkan yang di
dipergunakan adalah skala sikap antara lain aspek kognitif, aspek afektif, dan
aspek konatif.
13
2. Religiusitas
Religiusitas adalah suatu ketentuan yang mengatur hubungan manusia
dengan lingkungan sosialnya serta alam sekitar agar sesuai dengan norma
kebenaran dan tata cara dalam melakukan peribadatan. Manusia dikatakan
religius jika mematuhi norma kebenaran yang telah di tentukan dan sesuai
dengan kaidah agama. Semakin tinggi religiusitas seseorang, maka akan
timbul kecenderungan untuk menolak hal-hal yang ditentang oleh agama.
Tinggi rendahnya tingkat religiusitas ditunjukan oleh skor total yang
diperoleh individu dari skala religiusitas. Semakin tinggi skor total yang
diperoleh semakin tinggi tingkat religiusitas individu, semakin rendah skor
yang diperoleh semakin rendah tingkat religiusitas individu.
Adapun dimensi-dimensi religiusitas yang akan diukur dalam
penelitian ini adalah dimensi ideologi, dimensi ritualistik, dimensi perasaan,
dan dimensi konsekuensial. Dalam hal ini dimensi intelektual tidak digunakan
dalam penelitian ini, karena kurang berhubungan dengan sikap pornoaksi yang
dilakukan para remaja.
Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa dan siswi SMA Muhammadiyah 2
Pemalang, umur 15-18 tahun. Hal yang akan diteliti dari subyek adalah apakah
ada hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi di kalangan
remaja putri.
14
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian dikumpulkan melalui metode angket yang berbentuk skala.
Metode angket merupakan suatu metode penelitian dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang didalamnya terdapat aspek-aspek yang harus dijawab oleh subjek
penelitian. Jawaban yang diperoleh merupakan sumber data bagi peneliti untuk
menarik kesimpulan penelitian (Suryabrata, 1990). Metode ini digunakan dengan
asumsi bahwa subjek merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, apa yang
dinyatakan oleh subjek dalam jawaban adalah benar dan dapat dipercaya, dan
interpretasi subjek dalam jawaban mereka adalah benar dan dapat dipercaya, dan
interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya
adalah sama dengan apa yang dimaksud peneliti (Hadi, 2000).
Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas
Dalam penelitian ini validitas instrumen diukur dengan validitas isi. Fokus
validitas isi adalah sejauhmana aitem-aitem dalam skala mencakup keseluruhan
kawasan isi objek yang hendak diukur (Azwar, 2003). Salah satu cara untuk
mengetahui apakah validitas isi telah terpenuhi adalah dengan melihat apakah
aitem-aitem telah tersusun menurut blue printnya, yaitu batasan domain ukur yang
telah ditetapkan (Azwar, 2003).
Uji Reliabilitas
Azwar (1986) mengemukakan bahwa suatu alat dikatakan reliabel
apabila hasil yang didapat tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali
terhadap subyek yang sama.Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sampai
sejauh mana suatu alat ukur mempunyai konsistensi yang relatif tetap jika
15
dilakukan pengukuran ulang terhadap subjek yang sama. Reliabilitas dapat
diartikan sebagai keterpercayaan, keterandalan dan keajegan, kestabilan dan
konsistensi.
Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi.
Komputasi data dilakukan melalui fasilitas komputer program SPSS 11 for
windows.
Pelaksanaan dan Hasil Penelitian
Persiapan Penelitian
Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 2 Pemalang. Adapun
alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini adalah karena sebagai SMA
Muhammadiyah maka porsi pendidikan agama yang diterima oleh siswa lebih
banyak daripada pendidikan non-Muhammadiyah, sehingga diperkirakan tingkat
religiusitas yang dimiliki oleh siswa lebih tinggi dibandingkan dengan siswa non-
Muhammadiyah.
Subjek penelitian ini adalah para siswa yang mempunyai usia antara 15-18
tahun, yaitu siswa kelas I, II, dan III. Dalam penelitian ini, diteliti 100 orang
siswa.
Perijinan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mengajukan surat
pengantar permohonan ijin penelitian kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta.
16
Persiapan Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Religiusitas
dan Skala Sikap pornoaksi. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan try
out (uji coba kuesioner) terlebih dahulu. Try out penelitian diberikan kepada 35
orang siswa. Dalam try out penelitian ini tidak ada kuesioner yang tidak
dikembalikan.
Skala Religiusitas terdiri dari 40 aitem pertanyaan, sedangkan Skala Sikap
pornoaksi terdiri dari 30 aitem pertanyaan. Uji coba alat ukur dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui reliabilitas (keandalan) dan validitas (kesahihan) aitem-
aitem yang ada di dalam alat ukur tersebut, sebelum digunakan dalam penelitian
sebenarnya.
Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi aitem-total dengan
batasan koefisien korelasi 0,30. Hal ini didasarkan pada pendapat Azwar (2000)
yang menyatakan bahwa semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal
0,30 dianggap memuaskan.
Berdasarkan kriteria tersebut dari 40 aitem Skala Religiusitas yang
diujicobakan terdapat 9 aitem yang gugur, yaitu aitem 21, aitem 22, aitem 23,
aitem 24, aitem 36, aitem 37, aitem 38, aitem 39, aitem 40, karena aitem-aitem ini
berada pada koefisien aitem total di bawah 0,3 sehingga sisanya terdapat 31 aitem
yang sahih.
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2006.
Subjek penelitian ini adalah para siswi SMA Muhammadiyah 2 Pemalang.
17
Berdasarkan data, diketahui ada 406 orang siswi di SMA Muhammadiyah
2 Pemalang. Tidak semuanya dijadikan subjek penelitian. Siswi yang dijadikan
subyek adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Distribusi Perwakilan Subjek Penelitian
No Subjek Banyaknya siswa
1 Kelas I.2 15
2 Kelas I.3 15
3
4
5
6
Kelas II.1
Kelas II.2
Kelas III.IPA.1
Kelas III.IPS.2
15
20
20
20
Jumlah 105
Penelitian dilakukan dengan mendatangi sekolah SMA Muhammadiyah 2
Pemalang, tempat subjek penelitian sekolah. Skala yang diberikan pada subjek
adalah Skala Religiusitas dan Skala Pornoaksi. Penelitian dilakukan dengan cara
meminta waktu jam pelajaran, sehingga subjek dapat langsung mengumpulkan
hasil penelitian segera setelah selesai mengisi skala. Subjek langsung
mengumpulkan skala, seluruh skala yang dibagikan kembali dengan lengkap
kepada peneliti, sebanyak 105 skala. Tetapi yang bisa dianalisis adalah 100 skala
karena ada subjek yang mengosongkan jawaban.
18
Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi subyek penelitian memberikan gambaran mengenai keadaan
subjek penelitian. Selain itu para pihak yang berkepentingan dengan hasil
penelitian dapat lebih mudah memanfaatkan hasil penelitian. Adapun gambaran
mengenai subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan data yang dapat dideskripsikan
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2 Deskripsi Umur Subyek Penelitian
No Umur Responden (Tahun)
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
1 15-15,9 tahun 30 30 2 16-16,9 tahun 30 30 3 17-18 40 40 Jumlah 100 100
Berdasarkan deskripsi responden menurut umur dapat diketahui bahwa
subyek yang dipilih terdiri dari 30% yang berumur antara 15-15,9 tahun, 30%
yang berumur antara 16-16,9 tahun, dan 40% yang berumur antara 17-18 tahun.
Hasil penelitian yang diperoleh dideskripsikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3 Deskripsi Data Penelitian
Variabel Hipotetik Empirik Min Maks Rerata Min Maks Rerata Religiusitas 31 124 15.5 31 99 64.35 Pornoaksi 19 76 47.5 23 72 44.24 Keterangan: Data hipotetik = Skor yang diperoleh oleh subjek Data empiris = Skor yang sebenarnya diperoleh dari hasil penelitian
Berdasarkan data hasil penelitian, skor religiusitas akan diklasifikasikan
19
untuk mengetahui tinggi rendahnya skor subyek. Klasifikasi yang dilakukan
adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek mempunyai distribusi
normal, sehingga dapat dibuat skor hipotetik yang terdistribusi menurut model
normal (Azwar, 2003). Pada skala religiusitas skor minimum yang dapat diperoleh
dari subyek adalah 31 x 1 = 31 dan skor maksimum yang dapat diperoleh adalah
31 x 4 = 124, sehingga jarak sebarannya adalah 124 – 31 = 93 dan setiap satuan
deviasi standar (? ) bernilai 93 : 6 = 15,5 serta mean hipotetiknya (M) = 93–15,5 =
77,5. Berdasarkan hasil perhitungan ini maka religiusitas dapat dikategorisasikan
menjadi tiga kategori sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4 Kategorisasi Skala Religiusitas
Kategori Rumus Nilai Persentase (%) Tinggi X > M + 1? X > 93 2 Sedang M - 1? < X ? M + 1? 62 < X ? 93 56 Rendah X ? M - 1? X ? 62 42 Catatan: M = Rerata hipotetik, ? = setiap satuan standar deviasi
Berdasarkan hasil klasifikasi sebagaimana dimuat dalam tabel 7, diketahui
bahwa subjek yang memiliki religiusitas rendah sebanyak 42 yang memiliki
religiusitas sedang sebanyak 56, dan yang memiliki religiusitas tinggi sebanyak
42. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa tingkat religiusitas yang
dimiliki subyek penelitian tergolong sedang karena jumlah subyek yang
mempunyai tingkat religiusitas sedang menempati jumlah terbesar.
Kategorisasi juga dilakukan pada skala sikap pornoaksi. Skala sikap
pornoaksi juga dikategorikan dengan dasar asumsi bahwa skor populasi
terdistribusi secara normal. Pada skala pornoaksi skor minimum yang dihasilkan
adalah sebesar 19 x 1 = 19 dan skor maksimumnya 19 x 4 = 76, sehingga jarak
20
sebarannya adalah 76 – 19 = 57, dan deviasi standarnya (? ) sebesar 57 : 6 = 9,5,
serta memiliki mean hipotetik (M) sebesar 57 – 9,5 = 47,5. Berdasarkan hasil
perhitungan ini sikap terhadap pornoaksi yang dilakukan remaja dapat
dikategorikan menjadi tiga kategorii, yaitu rendah, sedang, tinggi. Kategorii dan
distribusi skor skala pornoaksi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5 Kategori Skala Sikap pornoaksi
Kategori Rumus Nilai Persentase (%)
Tinggi X > M + 1? X > 57 2 Sedang M - 1? < X ? M + 1? 38 < X ? 57 75 Rendah X ? M - 1? X ? 38 23 Catatan: M = Rerata hipotetik, ? = setiap satuan standar deviasi
Berdasarkan hasil kategorii sebagaimana dimuat pada tabel 8, diketahui
bahwa subyek yang mempunyai sikap terhadap pornoaksi rendah sebesar 23%,
dan sedang sebesar 75%, sedangkan yang tinggi sebesar 2%. Berdasarkan hasil ini
dapat disimpulkan bahwa sikap terhadap pornoaksi yang dimiliki subyek
penelitian tergolong sedang karena menempati jumlah terbesar.
Analisis Data
Hasil Uji Asumsi Normalitas
Uji asumsi normalitas dilakukan untuk menguji kenormalan data
penelitian. Pengujian asumsi normalitas dilakukan dengan menggunakan bantuan
program SPSS version 11.00 for windows.
Tabel 6 Hasil Uji Normalitas
VARIABEL SKOR KS-Z p KETERANGAN
Religiusitas 0.822 0.509 Normal
Sikap Pornoaksi 1.347 0.053 Normal
21
Uji Normalitas dilakukan terhadap kedua variabel penelitian yaitu variabel
religiusitas dan variabel pornoaksi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
distribusinya normal atau tidak. Normal atau tidaknya distribusi ditentukan oleh
nilai p. Dikatakan normal jika p > 0,05. Hasil uji normalitas variabel religiusitas
dan variabel pornoaksi dilakukan dengan teknik one sample Kolmogorov-Smirnov
Test; menunjukkan bahwa Skala Religiusitas dan Skala Sikap pornoaksi yang
digunakan mengikuti distribusi normal (K-SZ = 0,509 ; dan K-SZ = 0,053 ;
dengan p > 0,05).
Hasil Uji Asumsi Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel yang
dikenai prosedur analisis korelasi menunjukkan hubungan yang linier. Hasil uji
linieritas menunjukkan bahwa ada hubungan linier antara variabel religiusitas
dengan variabel sikap pornoaksi dengan nilai F sebesar 4,381 dan taraf
signifikansi 0,040 (p < 0,05). Karena nilai yang menunjukkan hubungan antar
variabel yang ditunjukkan oleh F hitung (4,381) > F tabel (3,07), maka data
dikatakan linier.
Hasil Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan metode korelasi
product moment dari Karl Pearson. Dari hasil analisis korelasi yang dilakukan
diperoleh nilai korelasi antara religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi di
kalangan remaja adalah sebesar -0,205 dengan tingkat signifikansi 0,041 (p <
0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang
signifikan antara religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi di kalangan remaja
22
putri. (hipotesis terbukti).
Jika dilihat dari nilai R2 (koefisien determinasi) yang dihasilkan dalam
penelitian ini, maka dapat diketahui sumbangan efektif tingkat religiusitas
terhadap penurunan perilaku pornoaksi remaja adalah 0,042 (4,2%). Karena
religiusitas mempunyai hubungan negatif dengan sikap terhadap pornoaksi di
kalangan remaja, maka itu berarti tingkat religiusitas yang dimiliki remaja dapat
menurunkan sikap pornoaksinya sebesar 4,2%.
Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui ada hubungan negatif
antara religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi pada remaja. Hal ini diketahui
dari nilai korelasi yang mendapatkan nilai -0,205. Artinya semakin tinggi
religiusitas seseorang akan semakin mampu mengatur sikapnya agar tidak
melakukan hal-hal yang berbau pornoaksi. Dalam hal ini dilihat dari nilai R2
penelitian, maka diketahui tingkat religiusitas dapat mengurangi sikap pornoaksi
yang dilakukan remaja sebesar 4,2%.
Hal ini dapat dijelaskan dengan teori Djubaedah (2003) yang menyatakan
bahwa nilai-nilai agama yang dianut oleh remaja menentukan sikapnya terhadap
pornoaksi. Hal ini disebabkan agama mempunyai ajaran-ajaran tertentu atau
ketentuan-ketentuan yang memberikan batasan-batasan yang tegas terhadap
pornoaksi. Selain itu ajaran agama juga dapat memberantas, menanggulangi,
mencegah, dan membendung pornoaksi, sepanjang kehidupan anggota masyarakat
sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, khususnya ajaran agama Islam.
Dilihat dari dimensi-dimensi religiusitas yang diajukan oleh Glock &
Stark (1975) yang menyatakan bahwa dimensi religiusitas terdiri dari dimensi
23
ideologi, dimensi ritualistik, dimensi perasaan, dan dimensi konsekuensial, maka
dapat diuraikan pengaruh masing-masing dimensi terhadap perilaku pornoaksi
sebagai berikut.
Dimensi ideologi dideskripsikan sebagai dimensi yang menunjukkan
sejauh mana seseorang yakin bahwa ajaran agamanya adalah suatu kebenaran.
Dalam hal ini salah satu hal yang diyakini oleh remaja yang mempunyai
religiusitas yang tinggi adalah bahwa apa yang dilakukan di dunia akan diminta
pertanggungjawabannya di akhirat. Dengan demikian perbuatan apapun, termasuk
pornoaksi, akan diminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Padahal
perbuatan pornoaksi termasuk perbuatan yang bertentangan dengan agama,
sehingga siapa yang melakukannya akan mendapat dosa. Di dalam agama, dosa
diganjar dengan neraka. Ketakutan akan masuk neraka membuat remaja yang
mempunyai religiusitas yang tinggi berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang
berbau pornoaksi. Bahkan bagi remaja tertentu ada yang menggunakan jilbab agar
auratnya dapat tertutup dengan baik.
Dimensi kedua dari dimesi religiusitas adalah dimensi ritualistik. Dimensi
ini mengukur sejauh mana seseorang mentaati ketentuan-ketentuan peribadatan
yang diwajibkan agamanya. Pengaruh dimensi ini kepada perilaku pornoaksi
remaja puteri adalah bagi remaja puteri yang rajin melakukan kegiatan ibadah, ia
akan menjaga perilakunya agar tidak mengganggu ibadah yang dijalankannya.
Sebagai contoh remajha puteri yang rajib berpuasa, akan menjaga agar tidak
melakukan sesuatu yang merusak pahala puasanya dengan tidak melakukan
perbuatan yang berbau pornoaksi.
24
Dimensi ketiga dari dimensi religiusitas adalah dimensi perasaan. Dimensi
ini menggambarkan bentuk-bentuk perasaan atau pengalaman spektakular yang
pernah dialami dan dirasakan. Pengaruh dimensi ini terhadap perilaku pornoaksi
adalah bahwa seseorang yang mempunyai religiusitas yang tinggi akan merasa
takut yang sangat besar apabila dilaknat oleh Allah. Oleh karena itu ia tidak akan
melakukan hal-hal yang dimurkai Allah, termasuk dengan tidak melakukan hal-
hal yang berbau pornoaksi.
Dimensi keempat dari dimensi religiusitas adalah dimensi konsekuensial.
Dimensi ini menggambarkan sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan
ajaran agamanya. Pengaruh dimensi ini terhadap perilaku pornoaksi adalah bahwa
seseorang yang mempunyai religiusitas yang tinggi akan berusaha menjaga sikap
dan perilakunya agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dianutnya.
Hal ini membuat remaja yang mempunyai nilai religisiusitas yang tinggi tidak
akan melakukan hal-hal yang berbau pornoaksi, karena agama melarang hal
tersebut dan sebagai konsekuensinya ia mematuhi larangan itu.
Adanya pengaruh religiusitas (nilai keagamaan) yang dapat menurunkan
perilaku pornoaksi di kalangan remaja juga dapat dijelaskan dengan teori yang
diajukan oleh (Jalaluddin, 1998) yang menyatakan bahwa agama berpengaruh
sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktifitas,
karena perbuatan yang dilakukan dinilai mempunyai unsur kesucian serta ketaatan.
Keterkaitan ini akan memberi pengaruh seseorang untuk berbuat sesuatu.
Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam melakukan suatu tindakan
seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya.
25
Nilai keagamaan yang dipegang oleh remaja akan membuatnya
mempunyai perilaku yang tidak bertentangan dengan agama, termasuk dalam hal
ini tidak akan melakukan hal-hal yang berbau pornoaksi. Nilai-nilai agama yang
ada dalam diri seseorang akan mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai
dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Dalam kaitannya dengan pornoaksi,
agam jelas-jelas melarang dilakukannya pornoaksi oleh para pemeluknya. Bahkan
agama memberikan ketentuan agar baik laki-laki maupun wanita menjaga
auratnya. Dari ketentuan ini jelas bahwa pornoaksi bertentangan dengan ajaran
agama. Oleh karena itulah orang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi
akan menolak melakukan pornoaksi. Hal ini pulalah yang tercermin dari hasil
penelitian ini yang mendapatkan korelasi sebesar -0,205 (-20,5%) yang
menunjukkan bahwa religiusitas yang dimiliki oleh seorang remaja akan
mengurangi perilaku pornoaksi yang jelas-jelas bertentangan dengan agama.
Di lain pihak bagi remaja yang suka melakukan pornoaksi, yang terjadi
adalah sebaliknya. Remaja yang melakukan pornoaksi tersebut mempunyai
tingkat religiusitas yang rendah. Rendahnya tingkat religisitas ini membuat remaja
tidak takut melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, termasuk melakukan
pornoaksi. Remaja ini tidak takut bahwa apa yang dilakukannya akan mendapat
hukuman dari Allah pada hari akhir.
Ketidaktakutan remaja tersebut tercermin dari sikap dan perilakunya yang
sering menggunakan baju yang memperlihatkan auratnya. Ada suatu kebanggaan
pada remaja tersebut jika dikatakan seksi oleh temannya karena menggunakan
pakaian yang menunjukkan sensualitasnya. Semakin terbuka pakaian yang
digunakannya semakin tinggi rasa percaya dirinya. Bahkan remaja tersebut tidak
26
segan-segan mengatakan temannya yang tidak mau menggunakan pakaian yang
terbuka auratnya sebagai anak yang “kampungan”, tidak “gaul”, “kuper” (kurang
pergaulan) dan sebutan-sebutan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa remaja
tersebut merasa bangga dengan perilakunya yang justru bertentangan dengan
nilai-nilai agama.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
penghayatan seseorang akan nilai-nilai keagamaan (religiusitas) akan semakin
menurunkan sikap terhadap pornoaksi.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan diperoleh nilai korelasi
antara tingkat religiusitas dengan perilaku pornoaksi yang dilakukan oleh remaja
adalah sebesar -0,205 dengan tingkat signifikansi 0,045 (p < 0,05). Berdasarkan
hasil analisis korelasi yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ada
hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas dengan sikap terhadap
pornoaksi di kalangan remaja putri, dimana semakin tinggi religiusitas remaja
putri maka semakin rendah sikap terhadap pornoaksi dan sebaliknya semakin
rendah religiusitas remaja purti maka semakin tinggi sikap terhadap pornoaksi.
Saran
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
diberikan saran kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian yang lebih
dalam misalnya hubungan religiusitas dengan pergaulan bebas yang dilakukan
remaja. Pergaulan bebas ini merupakan pendalaman dari perilaku pornoaksi yang
27
dilakukan remaja yang mencapai puncaknya dengan melakukan hubungan sex
bebas. Penelitian selanjutnya juga disarankan untuk memperluas jangkauan subjek
penelitian, yaitu dari pelajar SMP sampai dengan mahasiswa, karena perilaku sex
bebas sekarang ini sudah demikian meluas di kalangan remaja.
Selain saran kepada peneliti berikutnya, saran juga diberikan kepada
subyek penelitian untuk menghindari sikap yang mengarah pada pornoaksi dengan
cara lebih mendekatkan diri pada Tuhan serta tidak mudah terpengaruh dengan
lingkungan yang mengajak pada pornoaksi.
28
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP TERHADAP
PORNOAKSI DIKALANGAN REMAJA PUTRI
Oleh :
Lina Nisa Akmala
01 320 021
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
29
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP TERHADAP
PORNOAKSI DIKALANGAN REMAJA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________
Dosen Pembimbing
(Sonny Andrianto, S.Psi., M.Si.)
30
DAFTAR PUSTAKA Ahyadi, A.A. 1987. Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Algensindo. __________. 1995. Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung:
Sinar Baru Aglesindo.
Azwar, S. 1986. Tes Prestasi, Fungsi Dan Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar. Yogyakarta: Liberty. ______.2003. Dasar – dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Darajat, Z. 1978. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Penerbit
Gunung Agung. Djubaedah, N. 2003. Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam.
Jakarta: Prenada Media. Hadi, S. 2000. Metodologi Research Jilid III. Yogyakarta: Penerbit Andi Jalaluddin. 1998. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Lindzey, G & Aroson, E. 1975. The Handbook of Social Psychology, Vol. 1 & 5,
New Delhi: Addison Wesley Publishing Company. Suryabrata, S. 2004. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi. Tristanti, E. D. 2006. Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Kecemasan Isteri
ABRI Yang Ditinggal Suami Ke Daerah Konflik. Skripsi. Fakultas Psikologi UII.
Walgito, Bimo. 1990. Profesi-Profesi Rawan Affair. Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fakultas Psikologi UGM. Akibat Pornoaksi. http://www. Swaramuslim.com. 01/10/05.
Menjerat Pelaku Pornografi dan Pornoaksi Dengan KUHP. http://
www.waspadaonline.com. 05/01/05.