intersepsi

64
“PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BENTUK INTERSEPSI GUNA MEMBERANTAS KEJAHATAN“ Oleh : Sumaryono A. Latar Belakang Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihannya. Munculnya berbagai bentuk kejahatan dalam dimensi baru, akhir-akhir ini, menunjukkan bahwa kejahatan tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika masyarakat dan pembangunan. Bahkan ada seorang pakar mengatakan bahwa kejahatan adalah produk masyarakat dan produk pembangunan dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan baik individu maupun masyarakat. Bertambah masyarakat dan makin gencar pembangunan, maka kejahatan semakin meningkat. Kejahatan menimbulkan ketidaktertiban, ketidakamanan, rasa ketakutan dan rasa kekhawatiran diantara individu dan masyarakat. 1 Akibatnya, kejahatan tersebut dapat menghambat kemajuan suatu negara, baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun budaya. 1 H.R. Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Restu Agung, 2007), h.1. 1

Upload: lisanhal

Post on 02-Jan-2016

127 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Intersepsi

ldquoPERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BENTUK INTERSEPSI GUNA MEMBERANTAS KEJAHATANldquo

Oleh Sumaryono

A Latar Belakang

Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang baik dari segi

intensitas maupun kecanggihannya Munculnya berbagai bentuk kejahatan

dalam dimensi baru akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kejahatan tumbuh

dan berkembang mengikuti dinamika masyarakat dan pembangunan Bahkan

ada seorang pakar mengatakan bahwa kejahatan adalah produk masyarakat

dan produk pembangunan dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan baik

individu maupun masyarakat Bertambah masyarakat dan makin gencar

pembangunan maka kejahatan semakin meningkat Kejahatan menimbulkan

ketidaktertiban ketidakamanan rasa ketakutan dan rasa kekhawatiran

diantara individu dan masyarakat1 Akibatnya kejahatan tersebut dapat

menghambat kemajuan suatu negara baik dari aspek sosial ekonomi

maupun budaya

Bentuk kejahatan yang sangat mengganggu laju pembangunan suatu

negara khususnya negara berkembang seperti Indonesia adalah maraknya

kejahatan ekonomi yang dilakukan oleh sindikat kriminal sebagai salah satu

bentuk kejahatan terorganisasi (organized crime)2 Kejahatan yang

1 HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana (Jakarta Restu Agung 2007) h1 2 Bentuk kejahatan ekonomi sering disebut dengan dengan kejahatan terorganisasi (organized crime) karena dalam kejahatan tersebut membutuhkan koordinasi ekonomi yang tidak sesuai dengan hukum guna pembentukan kelompok kejahatan dengan merinci

1

terorganisasi ini tidak hanya bersifat lokalnasional tetapi juga internasional

(transnational criminal organization) Penggunaan istilah transnational untuk

criminal organization tersebut pada umumnya digunakan untuk menunjuk

kepada pergerakan informasi uang barang (berwujud dan tidak berwujud)

orang dan lain-lainnya yang melintasi batas-batas negara3 Struktur

organisasi kejahatannya pun sudah sedemikian kompleks memasuki lapisan

korporasi (corporate crime) yang diwarnai respectable crime (dilakukan oleh

warganegara terhormat dalam usaha bisnis) illegal corporate behavior

(dilakukan oleh perusahaan yang melawan hukum) dan secret criminal

organizations like the families of criminal exists in the families are linked to

eachnothers (dilakukan oleh kalangan keluarga yang bersifat melawan

hukum di bidang bisnis atau pemerintahan)4

Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United

Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) yang

diadopsi pada tahun 2000 menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk

dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir yaitu pencucian uang

korupsi perdagangan manusia penyelundupan migran serta produksi dan

perdagangan gelap senjata api Konvensi juga mengakui keterkaitan yang

kebiasaan organisasi dan praktik Aktivitas kelompok kejahatan terorganisasi ini memerlukan tingkat kerjasama yang baik dan untuk menyediakan barang-barang haram dan jasa Dalam melakukan bisnis kejahatan diperlukan keterampilan dan kemampuan untuk koordinasi Lihat M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII (Malang Bayumedia Publishing 2004) h19-203 Ibid h214 Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat Arus Globalisasihttpwwwhamlineeduapakabarbasisdata199612150017htmDiakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

2

erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme

meskipun karakteristiknya sangat berbeda Meskipun kejahatan perdagangan

gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi kejahatan ini masuk kategori

kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih

lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya UNTOC5

Selanjutnya perkembangan tindak pidana korupsi dewasa ini disertai

juga dengan tindak pidana lain terkait dengan upaya-upaya menyembunyikan

aset-aset hasil tindak pidana korupsi Salah satu cara penyembunyian aset-

aset tersebut dilakukan melalui mekanisme pencucian uang Karena itu

tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai tindak pidana asal dari tindak

pidana pencucian uang6 Pencucian keuntungan yang diperoleh secara tidak

halal untuk ditanamkan kembali ke dalam ekonomi yang sah tujuannya untuk

meningkatkan keuntungan lebih lanjut7 Korupsi adalah suatu alat kebutuhan

bagi kelompok kejahatan terorganisasi dalam melakukan kegiatannya dengan

meluasnya berbagai upaya penyuapan-penyuapan Hampir semua

keuntungan yang diperoleh didasarkan adanya dukungan-dukungan pejabat-

pejabat publik Dengan demikian terlihat hubungan antara korupsi dengan

kejahatan terorganisasi (organized crime)8

5 Dalam Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 2003 dinyatakan pula bahwa korupsi bukan lagi merupakan masalah lokal tetapi merupakan fenomena transnasional yang membawa dampak bagi seluruh lapisan masyarakat dan bagi ekonomi menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi sebagai hal yang penting Lihat alinea ke empat Mukadimah Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 20036 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang7 M Arief Amrullah OpCit h718 Ibid

3

Dalam rangka pemberantasan terhadap kejahatan yang terorganisir ini

maka pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam kerjasama

internasional menanggulangi kejahatan lintas negara Sebagai implementasi

peran aktif tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada lima

instrumen internasional yang terkait dengan penanggulangan kejahatan lintas

negara yakni

1 UN Single Convention on Narcotics

2 UN Convention on Psychotropic Substances

3 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic

Substances

4 UN Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) serta dua

Protokolnya mengenai Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia

dan

5 UN Convention Against Corruption (UNCAC)

Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen sebagai negara pihak

pada lima instrumen internasional tersebut pemerintah Indonesia telah

memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait dengan

penanggulangan kejahatan lintas negara yang mengadopsi atau sejalan

dengan standar dan norma yang diatur dalam konvensi-konvensi tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut

Tabel 1Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kejahatan Transnasional

(Organized Crime)

No Kejahatan Tindak Peraturan Perundang-undangan

4

Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No

15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU

No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3 Perdagangan Manusia

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9

6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan

berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut

di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan

istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa

kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk

kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan

transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum menjadi suatu kebutuhan

9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan

5

Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak

dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11

dalam ranah hukum pembuktian

Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law

dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat

perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi

manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh

pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh

dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering

semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi

selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada

Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik

khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan

boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya

aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan

tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik

melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana

menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan

pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif

Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan

dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi

11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan

6

dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam

intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian

tersendiri pada sub bab pembahasan

B Permasalahan

Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan

dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan

intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan

C Tujuan Penulisan

Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka

akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni

1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi

dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan

Hak Asasi Manusia

2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan

pembatasan pengecualiannya

D Metode Penulisan

7

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum

secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan

sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas

berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk

memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi

kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan

perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis

melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -

undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara

tersendiri

E Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan

muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan

datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin

bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan

sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk

8

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 2: Intersepsi

terorganisasi ini tidak hanya bersifat lokalnasional tetapi juga internasional

(transnational criminal organization) Penggunaan istilah transnational untuk

criminal organization tersebut pada umumnya digunakan untuk menunjuk

kepada pergerakan informasi uang barang (berwujud dan tidak berwujud)

orang dan lain-lainnya yang melintasi batas-batas negara3 Struktur

organisasi kejahatannya pun sudah sedemikian kompleks memasuki lapisan

korporasi (corporate crime) yang diwarnai respectable crime (dilakukan oleh

warganegara terhormat dalam usaha bisnis) illegal corporate behavior

(dilakukan oleh perusahaan yang melawan hukum) dan secret criminal

organizations like the families of criminal exists in the families are linked to

eachnothers (dilakukan oleh kalangan keluarga yang bersifat melawan

hukum di bidang bisnis atau pemerintahan)4

Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United

Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) yang

diadopsi pada tahun 2000 menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk

dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir yaitu pencucian uang

korupsi perdagangan manusia penyelundupan migran serta produksi dan

perdagangan gelap senjata api Konvensi juga mengakui keterkaitan yang

kebiasaan organisasi dan praktik Aktivitas kelompok kejahatan terorganisasi ini memerlukan tingkat kerjasama yang baik dan untuk menyediakan barang-barang haram dan jasa Dalam melakukan bisnis kejahatan diperlukan keterampilan dan kemampuan untuk koordinasi Lihat M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII (Malang Bayumedia Publishing 2004) h19-203 Ibid h214 Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat Arus Globalisasihttpwwwhamlineeduapakabarbasisdata199612150017htmDiakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

2

erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme

meskipun karakteristiknya sangat berbeda Meskipun kejahatan perdagangan

gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi kejahatan ini masuk kategori

kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih

lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya UNTOC5

Selanjutnya perkembangan tindak pidana korupsi dewasa ini disertai

juga dengan tindak pidana lain terkait dengan upaya-upaya menyembunyikan

aset-aset hasil tindak pidana korupsi Salah satu cara penyembunyian aset-

aset tersebut dilakukan melalui mekanisme pencucian uang Karena itu

tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai tindak pidana asal dari tindak

pidana pencucian uang6 Pencucian keuntungan yang diperoleh secara tidak

halal untuk ditanamkan kembali ke dalam ekonomi yang sah tujuannya untuk

meningkatkan keuntungan lebih lanjut7 Korupsi adalah suatu alat kebutuhan

bagi kelompok kejahatan terorganisasi dalam melakukan kegiatannya dengan

meluasnya berbagai upaya penyuapan-penyuapan Hampir semua

keuntungan yang diperoleh didasarkan adanya dukungan-dukungan pejabat-

pejabat publik Dengan demikian terlihat hubungan antara korupsi dengan

kejahatan terorganisasi (organized crime)8

5 Dalam Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 2003 dinyatakan pula bahwa korupsi bukan lagi merupakan masalah lokal tetapi merupakan fenomena transnasional yang membawa dampak bagi seluruh lapisan masyarakat dan bagi ekonomi menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi sebagai hal yang penting Lihat alinea ke empat Mukadimah Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 20036 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang7 M Arief Amrullah OpCit h718 Ibid

3

Dalam rangka pemberantasan terhadap kejahatan yang terorganisir ini

maka pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam kerjasama

internasional menanggulangi kejahatan lintas negara Sebagai implementasi

peran aktif tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada lima

instrumen internasional yang terkait dengan penanggulangan kejahatan lintas

negara yakni

1 UN Single Convention on Narcotics

2 UN Convention on Psychotropic Substances

3 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic

Substances

4 UN Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) serta dua

Protokolnya mengenai Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia

dan

5 UN Convention Against Corruption (UNCAC)

Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen sebagai negara pihak

pada lima instrumen internasional tersebut pemerintah Indonesia telah

memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait dengan

penanggulangan kejahatan lintas negara yang mengadopsi atau sejalan

dengan standar dan norma yang diatur dalam konvensi-konvensi tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut

Tabel 1Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kejahatan Transnasional

(Organized Crime)

No Kejahatan Tindak Peraturan Perundang-undangan

4

Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No

15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU

No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3 Perdagangan Manusia

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9

6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan

berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut

di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan

istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa

kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk

kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan

transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum menjadi suatu kebutuhan

9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan

5

Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak

dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11

dalam ranah hukum pembuktian

Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law

dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat

perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi

manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh

pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh

dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering

semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi

selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada

Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik

khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan

boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya

aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan

tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik

melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana

menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan

pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif

Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan

dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi

11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan

6

dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam

intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian

tersendiri pada sub bab pembahasan

B Permasalahan

Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan

dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan

intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan

C Tujuan Penulisan

Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka

akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni

1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi

dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan

Hak Asasi Manusia

2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan

pembatasan pengecualiannya

D Metode Penulisan

7

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum

secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan

sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas

berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk

memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi

kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan

perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis

melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -

undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara

tersendiri

E Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan

muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan

datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin

bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan

sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk

8

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 3: Intersepsi

erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme

meskipun karakteristiknya sangat berbeda Meskipun kejahatan perdagangan

gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi kejahatan ini masuk kategori

kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih

lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya UNTOC5

Selanjutnya perkembangan tindak pidana korupsi dewasa ini disertai

juga dengan tindak pidana lain terkait dengan upaya-upaya menyembunyikan

aset-aset hasil tindak pidana korupsi Salah satu cara penyembunyian aset-

aset tersebut dilakukan melalui mekanisme pencucian uang Karena itu

tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai tindak pidana asal dari tindak

pidana pencucian uang6 Pencucian keuntungan yang diperoleh secara tidak

halal untuk ditanamkan kembali ke dalam ekonomi yang sah tujuannya untuk

meningkatkan keuntungan lebih lanjut7 Korupsi adalah suatu alat kebutuhan

bagi kelompok kejahatan terorganisasi dalam melakukan kegiatannya dengan

meluasnya berbagai upaya penyuapan-penyuapan Hampir semua

keuntungan yang diperoleh didasarkan adanya dukungan-dukungan pejabat-

pejabat publik Dengan demikian terlihat hubungan antara korupsi dengan

kejahatan terorganisasi (organized crime)8

5 Dalam Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 2003 dinyatakan pula bahwa korupsi bukan lagi merupakan masalah lokal tetapi merupakan fenomena transnasional yang membawa dampak bagi seluruh lapisan masyarakat dan bagi ekonomi menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi sebagai hal yang penting Lihat alinea ke empat Mukadimah Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 20036 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang7 M Arief Amrullah OpCit h718 Ibid

3

Dalam rangka pemberantasan terhadap kejahatan yang terorganisir ini

maka pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam kerjasama

internasional menanggulangi kejahatan lintas negara Sebagai implementasi

peran aktif tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada lima

instrumen internasional yang terkait dengan penanggulangan kejahatan lintas

negara yakni

1 UN Single Convention on Narcotics

2 UN Convention on Psychotropic Substances

3 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic

Substances

4 UN Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) serta dua

Protokolnya mengenai Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia

dan

5 UN Convention Against Corruption (UNCAC)

Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen sebagai negara pihak

pada lima instrumen internasional tersebut pemerintah Indonesia telah

memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait dengan

penanggulangan kejahatan lintas negara yang mengadopsi atau sejalan

dengan standar dan norma yang diatur dalam konvensi-konvensi tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut

Tabel 1Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kejahatan Transnasional

(Organized Crime)

No Kejahatan Tindak Peraturan Perundang-undangan

4

Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No

15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU

No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3 Perdagangan Manusia

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9

6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan

berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut

di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan

istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa

kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk

kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan

transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum menjadi suatu kebutuhan

9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan

5

Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak

dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11

dalam ranah hukum pembuktian

Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law

dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat

perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi

manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh

pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh

dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering

semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi

selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada

Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik

khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan

boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya

aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan

tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik

melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana

menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan

pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif

Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan

dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi

11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan

6

dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam

intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian

tersendiri pada sub bab pembahasan

B Permasalahan

Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan

dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan

intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan

C Tujuan Penulisan

Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka

akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni

1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi

dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan

Hak Asasi Manusia

2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan

pembatasan pengecualiannya

D Metode Penulisan

7

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum

secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan

sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas

berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk

memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi

kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan

perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis

melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -

undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara

tersendiri

E Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan

muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan

datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin

bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan

sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk

8

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 4: Intersepsi

Dalam rangka pemberantasan terhadap kejahatan yang terorganisir ini

maka pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam kerjasama

internasional menanggulangi kejahatan lintas negara Sebagai implementasi

peran aktif tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada lima

instrumen internasional yang terkait dengan penanggulangan kejahatan lintas

negara yakni

1 UN Single Convention on Narcotics

2 UN Convention on Psychotropic Substances

3 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic

Substances

4 UN Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) serta dua

Protokolnya mengenai Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia

dan

5 UN Convention Against Corruption (UNCAC)

Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen sebagai negara pihak

pada lima instrumen internasional tersebut pemerintah Indonesia telah

memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait dengan

penanggulangan kejahatan lintas negara yang mengadopsi atau sejalan

dengan standar dan norma yang diatur dalam konvensi-konvensi tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut

Tabel 1Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kejahatan Transnasional

(Organized Crime)

No Kejahatan Tindak Peraturan Perundang-undangan

4

Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No

15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU

No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3 Perdagangan Manusia

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9

6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan

berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut

di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan

istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa

kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk

kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan

transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum menjadi suatu kebutuhan

9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan

5

Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak

dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11

dalam ranah hukum pembuktian

Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law

dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat

perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi

manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh

pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh

dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering

semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi

selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada

Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik

khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan

boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya

aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan

tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik

melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana

menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan

pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif

Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan

dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi

11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan

6

dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam

intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian

tersendiri pada sub bab pembahasan

B Permasalahan

Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan

dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan

intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan

C Tujuan Penulisan

Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka

akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni

1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi

dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan

Hak Asasi Manusia

2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan

pembatasan pengecualiannya

D Metode Penulisan

7

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum

secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan

sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas

berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk

memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi

kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan

perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis

melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -

undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara

tersendiri

E Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan

muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan

datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin

bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan

sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk

8

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 5: Intersepsi

Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No

15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU

No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3 Perdagangan Manusia

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9

6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan

berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut

di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan

istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa

kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk

kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan

transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum menjadi suatu kebutuhan

9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan

5

Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak

dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11

dalam ranah hukum pembuktian

Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law

dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat

perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi

manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh

pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh

dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering

semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi

selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada

Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik

khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan

boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya

aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan

tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik

melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana

menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan

pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif

Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan

dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi

11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan

6

dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam

intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian

tersendiri pada sub bab pembahasan

B Permasalahan

Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan

dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan

intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan

C Tujuan Penulisan

Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka

akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni

1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi

dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan

Hak Asasi Manusia

2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan

pembatasan pengecualiannya

D Metode Penulisan

7

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum

secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan

sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas

berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk

memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi

kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan

perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis

melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -

undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara

tersendiri

E Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan

muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan

datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin

bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan

sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk

8

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 6: Intersepsi

Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak

dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11

dalam ranah hukum pembuktian

Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law

dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat

perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi

manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh

pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh

dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering

semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi

selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada

Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik

khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan

boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya

aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan

tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik

melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana

menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan

pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif

Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan

dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi

11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan

6

dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam

intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian

tersendiri pada sub bab pembahasan

B Permasalahan

Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan

dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan

intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan

C Tujuan Penulisan

Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka

akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni

1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi

dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan

Hak Asasi Manusia

2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan

pembatasan pengecualiannya

D Metode Penulisan

7

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum

secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan

sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas

berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk

memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi

kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan

perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis

melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -

undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara

tersendiri

E Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan

muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan

datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin

bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan

sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk

8

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 7: Intersepsi

dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam

intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian

tersendiri pada sub bab pembahasan

B Permasalahan

Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan

dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan

intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan

C Tujuan Penulisan

Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka

akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni

1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi

dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan

Hak Asasi Manusia

2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan

pembatasan pengecualiannya

D Metode Penulisan

7

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum

secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan

sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas

berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk

memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi

kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan

perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis

melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -

undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara

tersendiri

E Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan

muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan

datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin

bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan

sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk

8

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 8: Intersepsi

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum

secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan

sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas

berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk

memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi

kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan

perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis

melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -

undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara

tersendiri

E Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan

muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan

datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin

bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan

sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk

8

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 9: Intersepsi

menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan

berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan

merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat

publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan

penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam

atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem

elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13

1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi

2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi

Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi

1 Lirikan mata pemakai non-teknis

2 Penyadapan oleh orang dalam

3 Usaha hacker dalam mencari uang

4 Spionase militer atau bisnis

12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

9

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 10: Intersepsi

Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi

dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk

mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi

Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan

adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau

mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang

digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan

komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian

menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap

dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya

ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan

perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14

Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang

ditentukan beberapa hal antara lain

14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

10

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 11: Intersepsi

1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya

2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh

terlambat pada penerima

3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya

4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan

5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai

Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang

direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka

(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)

yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan

nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu

pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik

yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel

bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan

semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap

cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk

menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan

teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)

menyatakan

15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12

11

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 12: Intersepsi

rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo

Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna

yaitu

1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar

3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami

Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya

pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic

treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata

techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)

Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan

sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya

Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai

dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai

keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu

pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau

aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau

jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri

bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau

12

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 13: Intersepsi

dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan

data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan

data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan

menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi

dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya

pada tingkatnya masing-masing16

F Analisis dan Pembahasan

1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas

Kejahatan

Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit

pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan

menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-

teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana

korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus

berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar

crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini

telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized

crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)

serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)

16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37

13

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 14: Intersepsi

Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta

kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk

membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana

maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam

menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja

tidak cukup dengan proses pidana konvensional

Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan

penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful

interception)

Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan

penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

14

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 15: Intersepsi

Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan

dimaksud

Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal

disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat

atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan

mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang

dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang19

Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau

penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam

membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat

transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi

maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau

radio frekuensi20

Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)

intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah

19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

15

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 16: Intersepsi

menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice

provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia

digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21

Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang

menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan

internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang

lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan

yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan

pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah

dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23

Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti

mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan

kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat

melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian

uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun

dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme

perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi

diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum domestik tiap negara24

21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009

16

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 17: Intersepsi

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar

didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana

Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan

pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan

pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan

informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar

menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil

penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun

informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat

memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap

terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang

melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap

BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam

rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri

Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus

Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso

Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di

Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan

penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan

dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-

25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013

17

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 18: Intersepsi

undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus

tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)

serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan

Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal

Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006

Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam

peraturan perundang-undangan dimaksud

Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan

18

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

( Pasal 12 ayat (1) huruf a )

Pengaturan Penyadapan

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 19: Intersepsi

Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan

sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan

penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut

- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c

disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau

alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan

berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari

- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)

disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang

dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu

b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku

19

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 20: Intersepsi

Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian

rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah

- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan

penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang

cukup

Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan

dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan

diterima penyidik

Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan

Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama

Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal

12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan

20

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 21: Intersepsi

- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme

Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak

a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos

atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa

b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain

yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan

dan melakukan tindak pidana terorisme

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan

penyidik

- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan

yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan

merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

21

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 22: Intersepsi

hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun

- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan

hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang

Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan

mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh

konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak

asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk

melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan

perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan

Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada

27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan

22

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 23: Intersepsi

ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk

mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu

juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak

untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang

tersedia

Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya

ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan

Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan

amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan

pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud

UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo

Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap

perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013

23

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 24: Intersepsi

Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata

cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah

yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi

Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM

restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh

hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta

dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-

wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral

nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis

Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan

hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari

Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif

apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-

undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti

24

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 25: Intersepsi

(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau

sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut

dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-

undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan

Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang

harus dilakukan29

Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh

Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum

(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)

Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan

hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana

materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena

keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara

ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara

penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada

pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah

oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila

area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no

enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement

Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan

yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-

28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid

25

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 26: Intersepsi

kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil

peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya

diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan

actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil

dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan

adanya diskresi30

Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak

kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan

pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga

menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no

enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-

kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit

pembuktiannya

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam

rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus

berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga

kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus

didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya

30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52

26

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 27: Intersepsi

masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di

bawah undang-undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur

dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU

Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan

sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada

Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan

3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti

Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di

pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri

telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan

mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses

31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

27

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 28: Intersepsi

pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban

pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat

terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang

terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung

dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting

Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi

khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan

dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah

benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara

umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

a Keterangan saksi

b Keterangan ahli

c Surat

d Petunjuk

e Keterangan terdakwa

Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan

yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada

alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain

32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid

28

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 29: Intersepsi

sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang

ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang

pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa

undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai

alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur

dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti

yang diatur dalam KUHAP

Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini

menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh

penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat

khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang

menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti

ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini

Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan

Perundang-undangan

No PeraturanPerundang-undangan

Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya

1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)

2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan

29

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 30: Intersepsi

Informasi dan Transaksi Elektronik

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)

3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme

Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika

Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain

sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana

(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau

perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan

b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

30

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 31: Intersepsi

elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna

c5 UU Nomor 152002 Tentang

Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara

Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan

dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan

3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7

Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan

perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga

mengatur menggenai alat bukti tersendiri

Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme

selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang

diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga

mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan

mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27

Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak

pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan

alat bukti digital

Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15

Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian

31

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 32: Intersepsi

uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan

informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan

pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf

b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang

terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan

diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang

didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat

diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur

dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud

dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam

mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once

Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau

yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram

teleks dan faksimili

Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti

dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan

bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga

32

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 33: Intersepsi

dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan

dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat

bukti petunjuk

Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan

kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini

berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian

dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim

setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya

Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai

perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat

(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak

seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri

Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan

adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti

33

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 34: Intersepsi

berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda

dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur

dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak

mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan

dalam format misal email atau website di Internet

Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu

proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam

berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di

atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi

elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital

yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan

yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi

subjektifnya35

Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga

semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek

pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi

dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi

tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya

perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan

dengan baik36

35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid

34

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 35: Intersepsi

Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan

Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat

bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang

dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan

keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut

6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit

ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang

melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan

barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai

perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam

Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki

menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945

menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga

kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

35

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 36: Intersepsi

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu

dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan

melakukan penyadapan

Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau

pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis

derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)

diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum

(lex generali)

Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu

kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena

kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang

tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh

dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan

undang-undang yang khusus sifatnya

G Penutup

Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara

menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan

dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan

diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai

bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai

36

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 37: Intersepsi

kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit

pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized

crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak

dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang

mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan

suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih

besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar

Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam

rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan

dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan

maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan

teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit

pembuktiannya

Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini

hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada

sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak

hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui

peraturan perundang-undangan

Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan

penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani

37

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 38: Intersepsi

kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga

penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan

operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat

mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek

ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan

kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam

hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani

permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan

sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak

pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak

pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu

juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai

penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai

apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi

standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal

sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 39: Intersepsi

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002

Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001

Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana

Yogyakarta Liberty 1988

Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian

Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005

HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta

Restu Agung 2007

Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta

Pustaka Kartini 1988

Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung

CetII Bandung Grafitri 2009

M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII

Malang Bayumedia Publishing 2004

Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan

Penerbit Universitas Diponegoro 2001

Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007

Jurnal dan Internet

Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo

Lihat httpwwwbalitbanghamgoid

39

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 40: Intersepsi

Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat

ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu

Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM

htppwwwberita8com

Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar

Indonesia Senin 7 Desember 2009

httpwwwberita8com

htpppancawordpresscom

httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB

httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan

Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

40

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 41: Intersepsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian

Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006

Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi

Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun

2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

41

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 42: Intersepsi

Lampiran 1

Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana

42

Transnational Crime amp

Organized Crime

Trafficking in Women amp Children

Illegal Logging

Narcotic (The Drug

Trafficking Indudstry)

Corruption

Money Laundering

Terrorism

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 43: Intersepsi

Lampiran 2

Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum

43

Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan

tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu

UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 42 ayat (2)

UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika

( Pasal 75 huruf I )

UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 12 ayat (1) huruf a

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Teorisme( Pasal 31 huruf b )

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )

UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik

( Pasal 31 ayat (3) )

Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan Undang-Undang

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk

jangka waktu paling lama 1 tahun

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 55 huruf c

Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri

Penyadapan langsung oleh KPK

44

45

46

Page 44: Intersepsi

44

45

46

Page 45: Intersepsi

45

46

Page 46: Intersepsi

46