intersepsi
TRANSCRIPT
ldquoPERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BENTUK INTERSEPSI GUNA MEMBERANTAS KEJAHATANldquo
Oleh Sumaryono
A Latar Belakang
Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang baik dari segi
intensitas maupun kecanggihannya Munculnya berbagai bentuk kejahatan
dalam dimensi baru akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kejahatan tumbuh
dan berkembang mengikuti dinamika masyarakat dan pembangunan Bahkan
ada seorang pakar mengatakan bahwa kejahatan adalah produk masyarakat
dan produk pembangunan dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan baik
individu maupun masyarakat Bertambah masyarakat dan makin gencar
pembangunan maka kejahatan semakin meningkat Kejahatan menimbulkan
ketidaktertiban ketidakamanan rasa ketakutan dan rasa kekhawatiran
diantara individu dan masyarakat1 Akibatnya kejahatan tersebut dapat
menghambat kemajuan suatu negara baik dari aspek sosial ekonomi
maupun budaya
Bentuk kejahatan yang sangat mengganggu laju pembangunan suatu
negara khususnya negara berkembang seperti Indonesia adalah maraknya
kejahatan ekonomi yang dilakukan oleh sindikat kriminal sebagai salah satu
bentuk kejahatan terorganisasi (organized crime)2 Kejahatan yang
1 HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana (Jakarta Restu Agung 2007) h1 2 Bentuk kejahatan ekonomi sering disebut dengan dengan kejahatan terorganisasi (organized crime) karena dalam kejahatan tersebut membutuhkan koordinasi ekonomi yang tidak sesuai dengan hukum guna pembentukan kelompok kejahatan dengan merinci
1
terorganisasi ini tidak hanya bersifat lokalnasional tetapi juga internasional
(transnational criminal organization) Penggunaan istilah transnational untuk
criminal organization tersebut pada umumnya digunakan untuk menunjuk
kepada pergerakan informasi uang barang (berwujud dan tidak berwujud)
orang dan lain-lainnya yang melintasi batas-batas negara3 Struktur
organisasi kejahatannya pun sudah sedemikian kompleks memasuki lapisan
korporasi (corporate crime) yang diwarnai respectable crime (dilakukan oleh
warganegara terhormat dalam usaha bisnis) illegal corporate behavior
(dilakukan oleh perusahaan yang melawan hukum) dan secret criminal
organizations like the families of criminal exists in the families are linked to
eachnothers (dilakukan oleh kalangan keluarga yang bersifat melawan
hukum di bidang bisnis atau pemerintahan)4
Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United
Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) yang
diadopsi pada tahun 2000 menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk
dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir yaitu pencucian uang
korupsi perdagangan manusia penyelundupan migran serta produksi dan
perdagangan gelap senjata api Konvensi juga mengakui keterkaitan yang
kebiasaan organisasi dan praktik Aktivitas kelompok kejahatan terorganisasi ini memerlukan tingkat kerjasama yang baik dan untuk menyediakan barang-barang haram dan jasa Dalam melakukan bisnis kejahatan diperlukan keterampilan dan kemampuan untuk koordinasi Lihat M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII (Malang Bayumedia Publishing 2004) h19-203 Ibid h214 Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat Arus Globalisasihttpwwwhamlineeduapakabarbasisdata199612150017htmDiakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
2
erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme
meskipun karakteristiknya sangat berbeda Meskipun kejahatan perdagangan
gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi kejahatan ini masuk kategori
kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih
lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya UNTOC5
Selanjutnya perkembangan tindak pidana korupsi dewasa ini disertai
juga dengan tindak pidana lain terkait dengan upaya-upaya menyembunyikan
aset-aset hasil tindak pidana korupsi Salah satu cara penyembunyian aset-
aset tersebut dilakukan melalui mekanisme pencucian uang Karena itu
tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai tindak pidana asal dari tindak
pidana pencucian uang6 Pencucian keuntungan yang diperoleh secara tidak
halal untuk ditanamkan kembali ke dalam ekonomi yang sah tujuannya untuk
meningkatkan keuntungan lebih lanjut7 Korupsi adalah suatu alat kebutuhan
bagi kelompok kejahatan terorganisasi dalam melakukan kegiatannya dengan
meluasnya berbagai upaya penyuapan-penyuapan Hampir semua
keuntungan yang diperoleh didasarkan adanya dukungan-dukungan pejabat-
pejabat publik Dengan demikian terlihat hubungan antara korupsi dengan
kejahatan terorganisasi (organized crime)8
5 Dalam Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 2003 dinyatakan pula bahwa korupsi bukan lagi merupakan masalah lokal tetapi merupakan fenomena transnasional yang membawa dampak bagi seluruh lapisan masyarakat dan bagi ekonomi menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi sebagai hal yang penting Lihat alinea ke empat Mukadimah Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 20036 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang7 M Arief Amrullah OpCit h718 Ibid
3
Dalam rangka pemberantasan terhadap kejahatan yang terorganisir ini
maka pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam kerjasama
internasional menanggulangi kejahatan lintas negara Sebagai implementasi
peran aktif tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada lima
instrumen internasional yang terkait dengan penanggulangan kejahatan lintas
negara yakni
1 UN Single Convention on Narcotics
2 UN Convention on Psychotropic Substances
3 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances
4 UN Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) serta dua
Protokolnya mengenai Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia
dan
5 UN Convention Against Corruption (UNCAC)
Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen sebagai negara pihak
pada lima instrumen internasional tersebut pemerintah Indonesia telah
memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait dengan
penanggulangan kejahatan lintas negara yang mengadopsi atau sejalan
dengan standar dan norma yang diatur dalam konvensi-konvensi tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut
Tabel 1Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kejahatan Transnasional
(Organized Crime)
No Kejahatan Tindak Peraturan Perundang-undangan
4
Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No
15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU
No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3 Perdagangan Manusia
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9
6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan
berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut
di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan
istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa
kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk
kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan
transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum menjadi suatu kebutuhan
9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan
5
Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak
dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11
dalam ranah hukum pembuktian
Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law
dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat
perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi
manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh
pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh
dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering
semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi
selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada
Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik
khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan
boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya
aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan
tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik
melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana
menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan
pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif
Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan
dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi
11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan
6
dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam
intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian
tersendiri pada sub bab pembahasan
B Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan
dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan
intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan
C Tujuan Penulisan
Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka
akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni
1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi
dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan
Hak Asasi Manusia
2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan
pembatasan pengecualiannya
D Metode Penulisan
7
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum
secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan
sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas
berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk
memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan
perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis
melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -
undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara
tersendiri
E Tinjauan Kepustakaan
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan
muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan
datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin
bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan
sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk
8
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
terorganisasi ini tidak hanya bersifat lokalnasional tetapi juga internasional
(transnational criminal organization) Penggunaan istilah transnational untuk
criminal organization tersebut pada umumnya digunakan untuk menunjuk
kepada pergerakan informasi uang barang (berwujud dan tidak berwujud)
orang dan lain-lainnya yang melintasi batas-batas negara3 Struktur
organisasi kejahatannya pun sudah sedemikian kompleks memasuki lapisan
korporasi (corporate crime) yang diwarnai respectable crime (dilakukan oleh
warganegara terhormat dalam usaha bisnis) illegal corporate behavior
(dilakukan oleh perusahaan yang melawan hukum) dan secret criminal
organizations like the families of criminal exists in the families are linked to
eachnothers (dilakukan oleh kalangan keluarga yang bersifat melawan
hukum di bidang bisnis atau pemerintahan)4
Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United
Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) yang
diadopsi pada tahun 2000 menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk
dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir yaitu pencucian uang
korupsi perdagangan manusia penyelundupan migran serta produksi dan
perdagangan gelap senjata api Konvensi juga mengakui keterkaitan yang
kebiasaan organisasi dan praktik Aktivitas kelompok kejahatan terorganisasi ini memerlukan tingkat kerjasama yang baik dan untuk menyediakan barang-barang haram dan jasa Dalam melakukan bisnis kejahatan diperlukan keterampilan dan kemampuan untuk koordinasi Lihat M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII (Malang Bayumedia Publishing 2004) h19-203 Ibid h214 Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat Arus Globalisasihttpwwwhamlineeduapakabarbasisdata199612150017htmDiakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
2
erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme
meskipun karakteristiknya sangat berbeda Meskipun kejahatan perdagangan
gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi kejahatan ini masuk kategori
kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih
lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya UNTOC5
Selanjutnya perkembangan tindak pidana korupsi dewasa ini disertai
juga dengan tindak pidana lain terkait dengan upaya-upaya menyembunyikan
aset-aset hasil tindak pidana korupsi Salah satu cara penyembunyian aset-
aset tersebut dilakukan melalui mekanisme pencucian uang Karena itu
tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai tindak pidana asal dari tindak
pidana pencucian uang6 Pencucian keuntungan yang diperoleh secara tidak
halal untuk ditanamkan kembali ke dalam ekonomi yang sah tujuannya untuk
meningkatkan keuntungan lebih lanjut7 Korupsi adalah suatu alat kebutuhan
bagi kelompok kejahatan terorganisasi dalam melakukan kegiatannya dengan
meluasnya berbagai upaya penyuapan-penyuapan Hampir semua
keuntungan yang diperoleh didasarkan adanya dukungan-dukungan pejabat-
pejabat publik Dengan demikian terlihat hubungan antara korupsi dengan
kejahatan terorganisasi (organized crime)8
5 Dalam Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 2003 dinyatakan pula bahwa korupsi bukan lagi merupakan masalah lokal tetapi merupakan fenomena transnasional yang membawa dampak bagi seluruh lapisan masyarakat dan bagi ekonomi menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi sebagai hal yang penting Lihat alinea ke empat Mukadimah Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 20036 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang7 M Arief Amrullah OpCit h718 Ibid
3
Dalam rangka pemberantasan terhadap kejahatan yang terorganisir ini
maka pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam kerjasama
internasional menanggulangi kejahatan lintas negara Sebagai implementasi
peran aktif tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada lima
instrumen internasional yang terkait dengan penanggulangan kejahatan lintas
negara yakni
1 UN Single Convention on Narcotics
2 UN Convention on Psychotropic Substances
3 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances
4 UN Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) serta dua
Protokolnya mengenai Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia
dan
5 UN Convention Against Corruption (UNCAC)
Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen sebagai negara pihak
pada lima instrumen internasional tersebut pemerintah Indonesia telah
memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait dengan
penanggulangan kejahatan lintas negara yang mengadopsi atau sejalan
dengan standar dan norma yang diatur dalam konvensi-konvensi tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut
Tabel 1Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kejahatan Transnasional
(Organized Crime)
No Kejahatan Tindak Peraturan Perundang-undangan
4
Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No
15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU
No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3 Perdagangan Manusia
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9
6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan
berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut
di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan
istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa
kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk
kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan
transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum menjadi suatu kebutuhan
9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan
5
Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak
dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11
dalam ranah hukum pembuktian
Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law
dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat
perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi
manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh
pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh
dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering
semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi
selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada
Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik
khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan
boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya
aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan
tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik
melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana
menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan
pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif
Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan
dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi
11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan
6
dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam
intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian
tersendiri pada sub bab pembahasan
B Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan
dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan
intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan
C Tujuan Penulisan
Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka
akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni
1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi
dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan
Hak Asasi Manusia
2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan
pembatasan pengecualiannya
D Metode Penulisan
7
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum
secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan
sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas
berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk
memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan
perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis
melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -
undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara
tersendiri
E Tinjauan Kepustakaan
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan
muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan
datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin
bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan
sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk
8
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme
meskipun karakteristiknya sangat berbeda Meskipun kejahatan perdagangan
gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi kejahatan ini masuk kategori
kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih
lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya UNTOC5
Selanjutnya perkembangan tindak pidana korupsi dewasa ini disertai
juga dengan tindak pidana lain terkait dengan upaya-upaya menyembunyikan
aset-aset hasil tindak pidana korupsi Salah satu cara penyembunyian aset-
aset tersebut dilakukan melalui mekanisme pencucian uang Karena itu
tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai tindak pidana asal dari tindak
pidana pencucian uang6 Pencucian keuntungan yang diperoleh secara tidak
halal untuk ditanamkan kembali ke dalam ekonomi yang sah tujuannya untuk
meningkatkan keuntungan lebih lanjut7 Korupsi adalah suatu alat kebutuhan
bagi kelompok kejahatan terorganisasi dalam melakukan kegiatannya dengan
meluasnya berbagai upaya penyuapan-penyuapan Hampir semua
keuntungan yang diperoleh didasarkan adanya dukungan-dukungan pejabat-
pejabat publik Dengan demikian terlihat hubungan antara korupsi dengan
kejahatan terorganisasi (organized crime)8
5 Dalam Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 2003 dinyatakan pula bahwa korupsi bukan lagi merupakan masalah lokal tetapi merupakan fenomena transnasional yang membawa dampak bagi seluruh lapisan masyarakat dan bagi ekonomi menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi sebagai hal yang penting Lihat alinea ke empat Mukadimah Konvensi (PBB Anti Korupsi) Tahun 20036 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang7 M Arief Amrullah OpCit h718 Ibid
3
Dalam rangka pemberantasan terhadap kejahatan yang terorganisir ini
maka pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam kerjasama
internasional menanggulangi kejahatan lintas negara Sebagai implementasi
peran aktif tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada lima
instrumen internasional yang terkait dengan penanggulangan kejahatan lintas
negara yakni
1 UN Single Convention on Narcotics
2 UN Convention on Psychotropic Substances
3 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances
4 UN Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) serta dua
Protokolnya mengenai Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia
dan
5 UN Convention Against Corruption (UNCAC)
Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen sebagai negara pihak
pada lima instrumen internasional tersebut pemerintah Indonesia telah
memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait dengan
penanggulangan kejahatan lintas negara yang mengadopsi atau sejalan
dengan standar dan norma yang diatur dalam konvensi-konvensi tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut
Tabel 1Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kejahatan Transnasional
(Organized Crime)
No Kejahatan Tindak Peraturan Perundang-undangan
4
Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No
15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU
No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3 Perdagangan Manusia
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9
6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan
berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut
di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan
istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa
kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk
kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan
transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum menjadi suatu kebutuhan
9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan
5
Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak
dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11
dalam ranah hukum pembuktian
Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law
dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat
perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi
manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh
pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh
dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering
semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi
selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada
Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik
khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan
boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya
aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan
tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik
melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana
menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan
pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif
Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan
dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi
11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan
6
dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam
intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian
tersendiri pada sub bab pembahasan
B Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan
dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan
intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan
C Tujuan Penulisan
Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka
akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni
1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi
dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan
Hak Asasi Manusia
2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan
pembatasan pengecualiannya
D Metode Penulisan
7
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum
secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan
sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas
berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk
memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan
perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis
melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -
undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara
tersendiri
E Tinjauan Kepustakaan
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan
muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan
datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin
bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan
sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk
8
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Dalam rangka pemberantasan terhadap kejahatan yang terorganisir ini
maka pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam kerjasama
internasional menanggulangi kejahatan lintas negara Sebagai implementasi
peran aktif tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada lima
instrumen internasional yang terkait dengan penanggulangan kejahatan lintas
negara yakni
1 UN Single Convention on Narcotics
2 UN Convention on Psychotropic Substances
3 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances
4 UN Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) serta dua
Protokolnya mengenai Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia
dan
5 UN Convention Against Corruption (UNCAC)
Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen sebagai negara pihak
pada lima instrumen internasional tersebut pemerintah Indonesia telah
memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait dengan
penanggulangan kejahatan lintas negara yang mengadopsi atau sejalan
dengan standar dan norma yang diatur dalam konvensi-konvensi tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut
Tabel 1Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kejahatan Transnasional
(Organized Crime)
No Kejahatan Tindak Peraturan Perundang-undangan
4
Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No
15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU
No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3 Perdagangan Manusia
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9
6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan
berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut
di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan
istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa
kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk
kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan
transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum menjadi suatu kebutuhan
9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan
5
Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak
dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11
dalam ranah hukum pembuktian
Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law
dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat
perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi
manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh
pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh
dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering
semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi
selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada
Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik
khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan
boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya
aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan
tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik
melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana
menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan
pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif
Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan
dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi
11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan
6
dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam
intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian
tersendiri pada sub bab pembahasan
B Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan
dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan
intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan
C Tujuan Penulisan
Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka
akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni
1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi
dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan
Hak Asasi Manusia
2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan
pembatasan pengecualiannya
D Metode Penulisan
7
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum
secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan
sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas
berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk
memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan
perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis
melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -
undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara
tersendiri
E Tinjauan Kepustakaan
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan
muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan
datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin
bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan
sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk
8
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Pidana1 Pencucian Uang UU No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No
15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang2 Korupsi - UU No20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU
No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3 Perdagangan Manusia
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
4 Terorisme UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
5 Narkotika UU No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika9
6 Psikotropika UU No5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Selanjutnya dalam kaitannya dengan percepatan pemberantasan
berbagai macam kejahatan terorganisasi ini dalam undang-undang tersebut
di atas telah diatur tentang kegiatan penyadapan atau lazim disebut dengan
istilah intersepsi10 Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa
kejahatan terorganisasi (criminal organization) salah satunya menunjuk
kepada suatu pergerakan teknologi informasi selain komunikasi dan
transportasi yang pesat maka penyadapan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum menjadi suatu kebutuhan
9 Pasal 153 Dengan berlakunya Undang-Undang ini a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan b Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10 Kasus penyadapan pernah mencuat dan menghebohkan masyarakat pada era pemerintahan BJ Habibie Majalah Panji Masyarakat memuat rekaman pembicaraan yang suaranya mirip Jaksa Agung Andi M Ghalib dengan Presiden BJ Habibie terkait dengan penanganan kasus korupsi alm Soeharto Selanjutnya penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar pelaku korupsi seperti hubungan telepon antara Artalyta Suryani dengan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jamdatun Untung Uji Santoso dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan
5
Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak
dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11
dalam ranah hukum pembuktian
Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law
dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat
perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi
manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh
pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh
dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering
semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi
selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada
Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik
khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan
boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya
aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan
tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik
melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana
menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan
pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif
Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan
dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi
11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan
6
dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam
intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian
tersendiri pada sub bab pembahasan
B Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan
dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan
intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan
C Tujuan Penulisan
Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka
akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni
1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi
dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan
Hak Asasi Manusia
2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan
pembatasan pengecualiannya
D Metode Penulisan
7
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum
secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan
sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas
berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk
memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan
perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis
melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -
undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara
tersendiri
E Tinjauan Kepustakaan
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan
muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan
datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin
bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan
sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk
8
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Pada dasarnya dalam mengungkap suatu tindak pidana tidak
dibenarkan melakukan penyadapan Hal ini terkait dengan bewijsvoering11
dalam ranah hukum pembuktian
Bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due process of law
dalam sistem peradilan pidana perihal bewijsvoering cukup mendapat
perhatian Dalam due process of law negara menjunjung tinggi hak asasi
manusia (hak-hak tersangka) sehingga seorang tersangka dibebaskan oleh
pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh
dengan cara tidak sah atau disebut unlawful legal evidence Bewijsvoering
semata-mata menitikberatkan pada hal-hal formalities konsekuensi
selanjutnya sering mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada
Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik
khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan
boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan Pertimbangannya
aneka kejahatan itu biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya dan
tergolong kejahatan yang luar biasa Dengan adanya kewenangan penyidik
melakukan penyadapan dan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana
menjadi salah salu alat bukti petunjuk di Pengadilan diharapkan
pemberantasan terhadap tindak pidana menjadi lebih efektif
Dalam penulisan makalah ini beberapa hal yang perlu dicermati dan
dilakukan suatu pembahasan adalah menyangkut tentang peranan intersepi
11 Secara harfiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan
6
dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam
intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian
tersendiri pada sub bab pembahasan
B Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan
dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan
intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan
C Tujuan Penulisan
Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka
akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni
1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi
dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan
Hak Asasi Manusia
2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan
pembatasan pengecualiannya
D Metode Penulisan
7
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum
secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan
sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas
berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk
memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan
perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis
melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -
undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara
tersendiri
E Tinjauan Kepustakaan
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan
muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan
datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin
bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan
sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk
8
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
dalam memberantas kejahatan intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
hasil intersepsi sebagai alat bukti dan pembatasan pengecualian dalam
intersepsi Kesemuanya tersebut diuraikan dan dianalisis pada bagian-bagian
tersendiri pada sub bab pembahasan
B Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini pokok permasalahan yang akan
dilakukan pembahasan dan analisis adalah Bagaimanakah peranan
intersepsi (penyadapan) dalam memberantas kejahatan
C Tujuan Penulisan
Dengan melakukan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah ini maka
akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yakni
1 Untuk mengetahui bagaimana peranan teknologi informasi intersepi
dalam memberantas kejahatan dan bagaimana hubungannya dengan
Hak Asasi Manusia
2 Untuk mengetahui kedudukan hasil intersepsi sebagai alat bukti dan
pembatasan pengecualiannya
D Metode Penulisan
7
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum
secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan
sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas
berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk
memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan
perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis
melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -
undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara
tersendiri
E Tinjauan Kepustakaan
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan
muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan
datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin
bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan
sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk
8
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan pendekatan hukum
secara normatif Penulisan ini didasarkan atas sumber data sekunder dan
sumber data tersier Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran atas
berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sedangkan untuk
memperoleh data tersier didapatkan melalui kamus dan ensiklopedi Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yakni kegiatan mengumpulkan berbagai peraturan
perundangan buku dan tulisan ilmiah dari para pakar yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas Dalam proses pengolahan data penulis
melakukan analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui penelitian literatur termasuk peraturan perundang -
undangan yang memuat ketentuan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran di bidang ekonomi yang selanjutnya dilakukan telaahan secara
tersendiri
E Tinjauan Kepustakaan
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan
muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan
datang Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin
bervariasi Suatu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa kejahatan
sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk
8
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
menjadi suatu tradisi atau budaya padahal jika dibandingkan dengan
berbagai budaya yang ada usia kejahatan tentulah lebih tua12
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan
merekam membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang tidak bersifat
publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi Tindakan
penyadapan informasi dapat berupa penyadapan melalui telepon genggam
atau penyadapan atas keutuhan datadokumen elektronik dalam suatu sistem
elektronik atau komputer Penyadapan (intersepsi) terdiri dari13
1 Penyadap pasif yaitu yang membaca data yang tidak diotorisasi
2 Penyadap aktif yaitu mengubah data yang tidak di otorisasi
Sementara itu katagori dari Penyadapan meliputi
1 Lirikan mata pemakai non-teknis
2 Penyadapan oleh orang dalam
3 Usaha hacker dalam mencari uang
4 Spionase militer atau bisnis
12 Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi (Bandung Citra Aditya Bakti 2002) h2913 httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
9
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Intersepsi merupakan ancaman terhadap keterahasiaan Pihak tak diotorisasi
dapat berupa orang atau progaram komputer seperti penyadapan untuk
mengambil data rahasia dan mengkopi file tanpa diotorisasi
Abdul Hakim Ritonga menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan
adalah mendengarkan merekam mengubah menghambat dan atau
mencatat transmisi informasi elektronik yang tidak bersifat publik baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun nirkabel Pola umum yang
digunakan untuk menyadap sistem komputer adalah menyerang jaringan
komputer dengan memperoleh akses terhadap account user kemudian
menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyadap
dokumen atau data elektronik atau berupa informasi selanjutnya
ditransmisikan yang bersifat privasi atau non publik yang tidak menyebabkan
perubahan atau penghilangan atas keutuhan data tersebut 14
Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah dibentuk atau
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing Informasi mempunyai tingkat kualitas yang
ditentukan beberapa hal antara lain
14 httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
10
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
1 Akurat artinya informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
bias atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya
2 Tepat pada waktunya maksudnya informasi yang datang tidak boleh
terlambat pada penerima
3 Relevan berarti informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya
4 Lengkap yakni informasi berisi informasi yang dibutuhkan
5 Jelas artinya isi informasi bertenu dengan keperluan pemakai
Informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang
direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks) angka
(numeric) gambarpencitraan (images) suara (voices) ataupun gerak (sensor)
yang telah diperoses atau telah mengalami perubahan bentuk pertambahan
nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti bermanfaat Sementara itu
pengertian elektronik secara umum adalah ilmu yang mempelajari alat listrik
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel
bermuatan listrik lainnya dalam suatu adalah seperti katup termionik dan
semikonduktor Ilmu yang hanya mempelajari alat-alat seperti itu dianggap
cabang dari fisika dan desain dan pembuatan sirkuit elektronik untuk
menyelesaikan berbagai masalah praktis adalah bagian dari teknik elektro dan
teknik komputer15 Angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE)
menyatakan
15 Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007 hlm 12
11
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
rdquoInformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan suara gambar peta rancangan foto electronic data interchange (EDI) surat elektronik (electronic mail) telegram teleks telecopy atau sejenisnya huruf tanda angka Kode Akses simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminyardquo
Berdasarkan definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
yaitu
1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2 Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan suara gambar
3 Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami
Teknologi berasal dari bahasa yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic
treatment of the arts and crafts) Perkataan tersebut mempunyai akar kata
techne pada zaman yunani kuno berarti seni (art) kerajinan (craft)
Berdasarkan hal tersebut maka pada zaman yunani teknologi diartikan
sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya
Selanjutnya berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan manusia bahkan ada yang menyebutnya sebagai
keterampilan saja Dengan demikian maka teknologi bukanlah ilmu
pengetahuan dan juga bukan produk Teknologi adalah penetapan atau
aplikasi ilmu pengetahuan untuk memproduk atau membuat barang danatau
jasa Produk tersebut merupakan hasil akhir teknologi tetapi produk itu sendiri
bukanlah teknologi Informasi adalah data yang sudah diolah dibentuk atau
12
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan
data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan
data mentah Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan
menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu Informasi
dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya
pada tingkatnya masing-masing16
F Analisis dan Pembahasan
1 Peranan Teknologi Informasi Intersepi Dalam Memberantas
Kejahatan
Dari berbagai kejahatan yang sangat beragam dan sangat sulit
pembuktiannya dikarenakan kejahatan tersebut sangat terorganisir Kesulitan
menemukan bukti terutama sekali disebabkan semakin canggihnya teknik-
teknik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seperti dalam tindak pidana
korupsi yang sedemikian berkembang modus operandinya17
Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus
berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar
crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar bahkan saat ini
telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized
crimes) memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means)
serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes)
16 Agus Raharjo OpCit h1117 Bandingkan dengan Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung CetII (Bandung Grafitri 2009) h37
13
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini selain menghasilkan banyak harta
kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk
membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya baik sarana
maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan Dalam
menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini tentu saja
tidak cukup dengan proses pidana konvensional
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan
penuh untuk menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful
interception)
Intersepsi atau penyadapan secara sah yang berkaitan dengan
penegakan hukum hanya didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan pesan informasi danatau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronik lainnya18
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik UU No 15 Tahun 2003
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika dan UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18 Lihat Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengertian yang diberikan dalam Pasal ini menyangkut tentang penyadapan yang sah untuk kepentingan penegakan hukum oleh aparat penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak ada pengertian tentang penyadapan
dimaksud
Pengertian penyadapan sebagai perbuatan yang tidak sahillegal
disebut dalam UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat
atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan
mendapatkan informasi dengan cara tidak sah Pada dasarnya informasi yang
dilindungi oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang19
Sedangkan menurut UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan ldquointersepsi atau
penyadapanrdquo adalah kegiatan untuk mendengarkan merekam
membelokkan mengubah menghambat danatau mencatat
transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi20
Menurut European Telecommunications Standards Institute (ETSI)
intersepsi (interception) didefinisikan sebagai kegiatan penyadapan yang sah
19 Lihat Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pengertian yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 40 ini menunjuk kepada penyadapan yang dilakukan secara tidak sah atau illegal Undang-undang ini tidak memberikan pengertian tentang penyadapan sah sebagaimana disebut dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika20 Lihat Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
15
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
menurut hukum yang dilakukan oleh network operatoracces providerservice
provider (NWPAPSvP) agar informasi yang ada selalu siap sesedia
digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum 21
Objek yang disadap adalah layanan komunikasi yang
menggunakanmelintasi network operator acces operator danatau layanan
internet melalui service provider22 Teknik impelementasi penyadapan yang
lazim dilakukan adalah dalam bentuk penyadapan aktif (yaitu penyadapan
yang dilakukan secara langsung) penyadapan semi aktif dan penyadapan
pasif Tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif23
Teknik intersepsi oleh penegak hukum di negara-negara maju terbukti
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencegahan pemberantasan
kejahatan serius sebagai contoh FBI dan Interpol di seluruh negara dapat
melacak peredaran gelap Narkotika dan senjata api kejahatan pencucian
uang yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional Teknik ini pun
dalam berbagai konvensi internasional tentang korupsi terorisme
perdagangan orang dan konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
diperbolehkan bahkan disarankan untuk digunakan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum domestik tiap negara24
21 htpppancawordpresscom Diakses tanggal 28 Januari 201322 LocCit23 LocCit24 Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar Indonesia Senin 7 Desember 2009
16
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagian besar
didukung dari hasil penyadapan Mantan pimpinan KPK Erry Riyana
Hardjapamekas menyebutkan lebih dari 50 persen keberhasilan
pengungkapan korupsi justru karena kegiatan penyadapan25 Penyadapan
pada dasarnya adalah merupakan salah satu teknik audit untuk mendapatkan
informasi dalam upaya mengungkap kasus ataupun sebagai dasar
menetapkan langkah auditpenyelidikan berikutnya Rekaman hasil
penyadapan tidak serta merta dapat menjadi alat bukti hukum namun
informasi pada rekaman hasil penyadapan terbukti sangat efektif untuk dapat
memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu mengungkap
terjadinya tindak pidana korupsi26 Misalnya pada kasus penyuapan yang
melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani terkait kasus suap
BLBI Dalam kasus tersebut penyidik KPK memanfaatkan penyadapan dalam
rangka mengungkap hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri
Gunawan dan juga percakapan antara Artalyta Suryani dengan Jampidus
Kemas Yahya Rahman serta Jamdatun Untung Uji Santoso
Pada saat ini dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di
Indonesia penyidik diberikan kewenangan khusus untuk melakukan
penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan
dengan cara under cover Setidaknya terdapat tujuh peraturan perundang-
25 Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM htppwwwberita8com Diakses tanggal 28 Januari 201326 Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo Lihat httpwwwbalitbanghamgoId Diakses tanggal 28 Januari 2013
17
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
undangan setingkat undang-undang yang member kewenangan khusus
tersebut yaitu UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika UU No 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme UU No 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dan UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE)
serta Peraturan Kapolri No5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan
Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara (Khusus Untuk Internal
Kepolisian RI) dan Permenkominfo No 11PERMKOMINFO0202006
Bagan di bawah ini menggambarkan pengaturan penyadapan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud
Bagan 1Pengaturan Penyadapan Dalam Peraturan Perundang-undangan
18
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi( Pasal 42 ayat (2) )
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika ( Pasal 75 huruf I )
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
( Pasal 12 ayat (1) huruf a )
Pengaturan Penyadapan
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika( Pasal 55 huruf c )
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Selanjutnya menyangkut tentang ketentuan pengaturan penyadapan
sebagaimana tercantum dalam bagan di atas berikut di bawah ini pengaturan
penyadapan dalam peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut
- UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 55 huruf c
disebutkan bahwa menyadap pembicaraan melalui telepon danatau
alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan tindak pidana psikotropika Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
- UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2)
disebutkan bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu
b permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku
19
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Ayat (3) ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
- UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 75 huruf I melakukan
penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup
Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan
dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan
diterima penyidik
Ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
Ayat (3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
Ayat (4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal
12 ayat (1) huruf a Dalam melaksanakan tugas penyelidikan
penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan
20
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
- UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme
Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) penyidik berhak
a membuka memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa
b menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang diduga digunakan untuk mempersiapkan merencanakan
dan melakukan tindak pidana terorisme
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan
penyidik
- UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Pasal 31 ayat (1) Berdasarkan bukti permulaan
yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan
merencanakan dan melakukan tindak pidana perdagangan orang
(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
21
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun
- UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 31 ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian kejaksaan danatau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
2 Intersepsi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang
Pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
setingkat Peraturan Pemerintah (PP) dianggap oleh berbagai kalangan
mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin oleh
konstitusi dan juga ketentuan perundang-undangfan lainnya di bidang hak
asasi manusia Pencabutan hak atau pembatasan yang dilakukan untuk
melanggar atau menyimpang haruslah diatur dengan kekuatan peraturan
perundang-undangan setingkat Undang-Undang bukan dengan Peraturan
Pemerintah27 Argumentasi penolakan RPP Penyadapan menunjuk kepada
27 Hal ini dinyatakan oleh sejumlah LSM di bidang hukum seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Menurut LSM tersebut ketentuan tentang penyadapan yang diatur dalam tingkat Peraturan Pemerintah (PP) harus ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan peraturan
22
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
ldquoSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersediardquo Selain itu
juga menunjuk kepada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang juga berhak
untuk mencari memperoleh memiliki menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenus sarana yang
tersedia
Mencermati polemik yang terjadi ini perlu dijelaskan bahwa setidaknya
ada dua hal penting menyangkut dengan pemberlakuan penyadapan dengan
Peraturan Pemerintah Pertama pembentukan RPP Penyadapan merupakan
amanat Undang-Undang Pasal 40 ayat (3) UU No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan
pemberian rekaman informasi diatur dengan PP Hingga kini PP dimaksud
UU Telekomunikasi belum terbit Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo
Nomor 11PerMKominfo22006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap
perundang-undangan lainnnya di bidang hak asasi manusia Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No 006PUU-I2003 dan No 012-016-019PUU-IV2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang Lihat htrpwwwberita8com Diakses tanggal 29 Januari 2013
23
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Informasi Selanjutnya Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata
cara intersepsi diatur dengan PP Jadi amanat kedua undang-undang itulah
yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi
Sedangkan dalam kaitannya dengan konstitusi dan instrumen HAM
restriksi atau pengurangan hak tersebut dibolehkan sepanjang diatur oleh
hukum dilakukan demi kepentingan dan tujuan objektif yang sah serta
dulakukan dengan produk yang sah dan bukan dengan cara sewenang-
wenang Pembatasan terhadap kebebasan juga ditentukan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral
nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis
Terlebih lagi dalam kaitannya dengan upaya penguatan penegakan
hukum (supremacy of law) Dalam kaitan ini penulis mengutip pendapat dari
Wolf Midendorf sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang
menyatakan bahwa peradilan pidana (penegakan hukum) akan berjalan efektif
apabila dipenuhi tiga faktor yang saling berkaitan yaitu (1) adanya undang-
undang yang baik (good legislation) (2) palaksanaan yang cepat dan pasti
24
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
(quick and certain enforcement) dan (3) pemidanaan yang layak atau
sekedarnya dan seragam (moderate and uniform sentencing)28 Lebih lanjut
dikatakan hukum undang-undang dibuat untuk dilaksanakan Undang-
undang tidak bias lagi disebut hukum apabila tidak pernah dilaksanakan
Kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersebut menuntut tindakan-tindakan yang
harus dilakukan29
Sejalan dengan hal ini Joseph Goldstein sebagaimana dikutip oleh
Nyoman Serikat Putrajaya menawarkan tiga konsep dalam penegakan hukum
(law enforcement) yaitu (1) Total enforcement (2) Full enforcement dan (3)
Actual enforcement Total enforcement merupakan ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana diharapkan dan dirumuskan oleh hukum pidana
materiil (substantive law of crimes) yang tidak mungkin diwujudkan karena
keterbatasan gerak penegak hukum disebabkan adanya pembatasan secara
ketat oleh hukum acara pidana yang mencakup aturan atau tata cara
penangkapan penggeledahan penahanan penyitaan sampai pada
pembatasan oleh hukum pidana materiil itu sendiri Area yang tidak terjamah
oleh penerapan hukum ini disebut dengan area of no enforcement Apabila
area penegakan hukum total ini dikurangi dengan area area of no
enforcement maka muncullah area yang disebut dengan full enforcement
Penegakan hukum secara full enforcement ini pun merupakan harapan
yang tidak realistic (non a realistic expectation) karena terdapat kendala-
28 Dalam Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara (Bandung Citra Aditya Bakti 2001) h5029 Ibid
25
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
kendala dalam pelaksanaannya seperti karena keterbatasan waktu personil
peralatan maupun sarana prasarana sehingga mengharuskan adanya
diskresi Dengan demikian yang tersisa hanyalah apa yang disebut dengan
actual enforcement (penegakan hukum yang senyatanya) yaitu sebagai hasil
dari total enforcement dikurangi area of no enforcement dikurangi lagi dengan
adanya diskresi30
Intersepsi atas informasi dalam kaitannya mengungkap tindak
kejahatan tertentu (organized crime) menuntut palaksanaan yang cepat dan
pasti dalam kaitannya dengan optimalisasi penegakan hukum selain juga
menghilangkan area yang tidak terjamah oleh penerapan hukum (area of no
enforcement) Sehingga pelaksanaan Intersepsi meniadakan kendala-
kendala penegakan hukum terlebih lagi terhadap kejahatan yang sangat sulit
pembuktiannya
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik mempunyai dua maksud pertama penegak hukum
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum Kedua penyadapan yang dilakukan harus
berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum Ketiga
kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka harus
didasarkan dengan adanya peraturan perundang-undangan di bidangnya
30 Nyoman Serikat Putrajaya Kapita Selekta Hukum Pidana (Semarang Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2001) h 51-52
26
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
masing-masing dan tata caranya diatur dalam peraturan pelaksanaan di
bawah undang-undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kewenangan intersepsi jaminan akan hak asasi manusia juga diatur
dengan adanya pengawasan vertikal yakni dari Ketua Pengadilan Dalam UU
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang
disebutkan pada Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun UU Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Terorisme menyebutkan dalam Pasal 31 ayat (2) tindakan penyadapan
sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun Begitupun dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
Pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan
3 Hasil Intersepsi Sebagai Alat Bukti
Secara konteks yuridis teoritis proses pembuktian dilakukan di
pengadilan pada tahap pembuktian sesungguhnya proses pembuktian sendiri
telah dimulai pada tahap penyidikan Pada tahap ini penyidik mencari dan
mengumpulkan serta menganalisis bukti yang ia temukan31 Dalam proses
31 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
27
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
pembuktian terdapat tiga hal paling utama yaitu sistem pembuktian beban
pembuktian dan alat bukti Proses pembuktian demikian penting dan sangat
terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Untuk membuktikan seseorang
terlibat atau tidak dalam tindak pidana proses pembuktian yang didukung
dengan alat bukti yang ada memegang peranan sangat penting
Dalam kaitannya dengan alat bukti tidak diketemukan suatu definisi
khsusus mengenai apa itu alat bukti namun secara umum yang dimaksudkan
dengan alat bukti adalah alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP32 Fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk membuktikan apakah
benar terdakwa yang melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya33 Pengaturan alat bukti secara
umum diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
a Keterangan saksi
b Keterangan ahli
c Surat
d Petunjuk
e Keterangan terdakwa
Apabila berdasarkan KUHAP maka yang dinilai sebagai alat bukti dan
yang dibenarkan mempunyai ldquokekuatan pembuktianrdquo hanya terbatas kepada
alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP34 Dengan kata lain
32 Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana (Yogyakarta Liberty 1988) h3733 M Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II (Jakarta Pustaka Kartini 1988) h28534 Ibid
28
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang
ditentukan saja Akan tetapi KUHAP bukanlah satu-satunya undang-undang
pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian Beberapa
undang-undang pidana yang memiliki aspek formil juga mengatur menggenai
alat bukti tersendiri Meskipun demikian secara umum alat bukti yang diatur
dalam undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti
yang diatur dalam KUHAP
Untuk itu maka perlu dikaji mengenai alat bukti dalam hal ini
menyangkut alat bukti berupa penyadapan intersepsi yang dilakukan oleh
penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (lex specialis) Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyebut dan mengatur kekuatan intersepsi sebagai salah satu alat bukti
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2Alat Bukti yang Terkait Dengan Intersepsi Menurut Peraturan
Perundang-undangan
No PeraturanPerundang-undangan
Pasal yang Mengatur dan Ketentuannya
1 UU Nomor 212007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 29 alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam UU Hukum Acara Pidana dapat berupaa infomasi yang diucapkan dikirimkan diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dab
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara alektronik termasuk tidak terbatas pada1) tulisan suara atau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya atau3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya (Selanjutnya lihat Penjelasan)
2 UU Nomor 112008 Tentang Pasal 44 alat bukti penyidikan penuntutan dan
29
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Informasi dan Transaksi Elektronik
pemeriksaan di sidang pengadilan menurut UU ini adalah sebagai berikuta alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan danb alat bukti lain berupa Informasi Elektronik danatau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
3 UU Nomor 152003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme
Pasal 27 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputia alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidanab alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
c data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada1) tulisan suara danatau gambar2) peta rancangan foto atau sejenisnya3) huruf tanda angka simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
4 UU Nomor 352009 TentangNarkotika
Pasal 86(1) penyidik dapat memperoleh alat bukti selain
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Hukum Acara Pidana
(2) alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupaa informasi yang diucapkan dikirimkan diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik selain kertas maupun yang terekam secara eletronik termasuk tetapi tidak terbatas pada3 tulisan suara danatau gambar4 peta rancangan foto atau sejenisnya atau5 huruf tanda angka symbol sandi atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
5 UU Nomor 202001 Tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh daria alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
b dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat dibaca danatau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
30
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
elektronik yang berupa tulisan suara gambar peta rancangan foto huruf tanda angka atau perforasi yang memiliki makna
c5 UU Nomor 152002 Tentang
Pencucian UangPasal 38 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa1 alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana2 alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan
dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
3 dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Dari tabel tersebut di atas maka diketahui bahwa peraturan
perundang-undangan pidana di atas selain mengatur aspek formil juga
mengatur menggenai alat bukti tersendiri
Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
selain mengatur tentang pidana material yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsur tindak pidana terorisme juga
mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut Pengaturan
mengenai alat bukti dalam UU No15 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 27
Penggunaan bukti digital dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003 terlihat pada Pasal 27 tersebut Dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003 dinyatakan yang dapat menjadi alat bukti pemeriksaan tindak
pidana terorisme adalah alat bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
(merujuk pada KUHAP) dan terdapat dua alat bukti lainnya yang merupakan
alat bukti digital
Selain Undang-undang No 15 Tahun 2003 Undang-undang No 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-undang No 15
Tahun 2002) mengatur pula aspek formil atau acara dari pidana pencucian
31
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
uang tersebut Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 menggunakan
informasi elektronik sebagai alat bukti dalam penyidikan penuntutan dan
pemeriksaan Pasal 38 Undang-undang No 15 Tahun 2002 khususnya huruf
b membuktikan bahwa Undang-undang tersebut menggunakan alat bukti yang
terkait dengan elektronik seperti informasi yang diucapkan dikirimkan
diterima atau disimpan secara elektronik Contohnya adalah informasi yang
didapat dari email atau bukti transfer uang melalui ebanking
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengatur pula khusus tindak pidana korupsi alat bukti dapat
diperoleh berupa informasi dan dokumen elektronik Alat bukti tersebut diatur
dalam Pasal 26 A Dalam penjelasan pasal diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan ldquodisimpan secara elektronikrdquo misalnya data yang disimpan dalam
mikro film Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once
Read Many (WORM) Sedangkan yang dimaksud dengan ldquoalat optic atau
yang serupa dengan iturdquo dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung
elektronik (electronic data interchange) surat elektronik (email) telegram
teleks dan faksimili
Mengenai kedudukan rekaman penyadapan telepon sebagai alat bukti
dalam persidangan pasal 26A huruf a UU No 20 Tahun 2001 menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP khusus untuk tindak pidana korupsi juga
32
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan
dikirim diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu Jadi rekaman penyadapan telepon adalah sebagai alat
bukti petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Dalam hal ini
berdasarkan pasal 188 ayat (3) KUHAP penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya
Sebagai catatan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alat bukti digital digunakan sebagai
perluasan alat bukti pentujuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat
(2) KUHAP jadi dalam hal ini bukti digital pada tindak pidana korupsi tidak
seperti bukti digital pada Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Teroris yang penggunaannya telah berdiri sebagai satu alat bukti tersendiri
Undang-undang yang memuat alat bukti elektronik menandakan
adanya perkembangan penggunaan alat bukti konvensional menjadi alat bukti
33
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
berteknologi modern sesuai perkembangan zaman Hal tersebut berbeda
dengan alat bukti yang diatur dalam KUHAP Beberapa alat bukti yang diatur
dalam KUHAP adalah surat dan petunjuk Akan tetapi KUHAP tidak
mengakomodir kemungkinan bahwa surat atupun petunjuk tersebut ditemukan
dalam format misal email atau website di Internet
Berdasarkan analisis sebelumnya penggunaan bukti digital pada suatu
proses peradilan telah dimungkinkan dengan adanya dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijabarkan di
atas Meskipun demikian menurut Edmon Makarim secara umum paling tidak
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pada keberadaan suatu informasi
elektronik (arsip elektronik) terkait penggunaannya sebagai alat bukti digital
yaitu (i) substansi informasi (ii) metodologi fiksasi dan media penyimpanan
yang mengonkretkan bentuk dari informasi itu serta (iii) identifikasi
subjektifnya35
Hal tersebut terkait dari subjektifitas informasi itu sendiri sehingga
semestinya suatu informasi baru dapat dipercaya jika jelas siapa subjek
pengirimnya Namun apabila informasi tersebut merupakan hasil otomatisasi
dari suatu sistem yang berjalan sebagaimana mestinya maka informasi
tersebut tidak perlu dipertanyakan unsur subjektifitasnya melainkan hanya
perlu membuktikan sistem yang menghasilkan informasi tersebut berjalan
dengan baik36
35 Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005) h6736 Ibid
34
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Begitu pula dalam penerapan bukti digital pada proses persidangan
Agar suatu bukti digital memiliki nilai otentik dan dapat digunakan sebagai alat
bukti bukti digital tersebut harus diperoleh dari suatu sistem elektronik yang
dapat melindungi keotentikan integritas kerahasiaan ketersediaan dan
keteraksesan dari informasi elektronik pada sistem elektronik tersebut
6 Pembatasan Pengecualian Dalam Intersepsi
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyadapan adalah perbuatan pidana Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan Setiap orang dilarang
melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apa pun Sedangkan Pasal 56 menegaskan
barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Sebagai
perbuatan pidana penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak mencari memperoleh memiliki
menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang ada Demikian pula Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
menyatakan tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga
kehormatan martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
35
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Karena itu
dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan
melakukan penyadapan
Namun dalam setiap pengaturan tentu ada pembatasan atau
pengeculian dalam kaitan ini maka berlaku prinsip atau asas lex specialis
derogate lex generalis Terhadap delik-delik khusus (bijzondere delicten)
diberlakukan ketentuan khusus pula yang menyimpang dari ketentuan umum
(lex generali)
Dari sudut konstitusi kegiatan intersepsi guna mengungkap suatu
kejahatan sebagai suatu pengecualian dapat dibenarkan Hal ini karena
kebebasan untuk berkomunikasi dan mendapat informasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bukan pasal-pasal yang
tak dapat disimpangi dalam keadaan apa pun Artinya penyadapan boleh
dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan atas dasar ketentuan
undang-undang yang khusus sifatnya
G Penutup
Dalam konteks negara hukum yang demokratis menuntut negara
menjunjung tinggi hak asasi manusia prinsip ini menjadi mutlak ada dan
dalam konstitusi pengormatan atas HAM telah dirincikan secara limitative dan
diatur sedemikian rupa Dalam kaitannya dengan kegiatan intersepsi sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum (supremacy of law) terhadap berbagai
36
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
kejahatan yang sedemikian kuat utuh dan mengakar terlebih lagi sulit
pembuktiannya yang dikenal dengan nama white collar crime organized
crime transnational crime maka pemberdayaan intersepsi dipandang mutlak
dan ampuh dalam kaitannya dengan mengungkap kejahatan-kejahatan yang
mengancam kelangsungan hidup negara Kegiatan intersepsi merupakan
suatu pembatasan atas HAM yang juga didasarkan kepada tujuan yang lebih
besar yakni menyelamtakan berbagai kepentingan-kepentingan negara dan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar
Kitab Undang-undang Hukum Pidana penyadapan boleh dilakukan dalam
rangka mengungkap kejahatan Saat ini intersepsi telah diakui dan
dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan
maraknya tindak pidana yang menggunakan sarana-sarana informasi dan
teknologi serta aneka kejahatan itu biasanya dilakukan terorganisasi dan sulit
pembuktiannya
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan ini
hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas mengikuti ketentuan yang ada
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing aparat penegak
hukum Sehingga perlu adanya aturan main yang disepakati bersama melalui
peraturan perundang-undangan
Paling tidak ada tiga hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan
penyadapan yakni pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani
37
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
kepentingan kejaksaan polisi dan KPK sehingga tidak perlu lembaga
penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan
operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri Sentralisasi ini juga dapat
mengurangi biaya penyediaan perangkat operasional dan menghindari efek
ldquorumah kacardquo yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan
kemungkinan salah sadap Kedua perlunya prosedur operasi standar dalam
hal penyadapan Misalnya siapa yang berwenang menandatangani
permintaan tertulis penyadapan kapan boleh dilakukan penyadapan dan
sampai berapa lama Sebab mungkin saja walau belum ada indikasi tindak
pidana atau korupsi sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak
pidana atau korupsi juga disadap Masa sadap yang tidak berbatas waktu
juga membuat privasi terganggu Dan ketiga perlu adanya audit mengenai
penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum Ini untuk menilai
apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi
standar yang telah ditentukan Sadap-menyadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu ke depan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Padahal perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal
sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Raharjo Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi Bandung Citra Aditya Bakti 2002
Barda Nawawi Arief Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara Bandung Citra Aditya Bakti 2001
Djoko Prakoso Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana
Yogyakarta Liberty 1988
Edmon Makarim Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian
Jakarta PT RajaGrafindo Persada 2005
HR Abdussalam dan DPM Sitompul Sistem Peradilan Pidana Jakarta
Restu Agung 2007
Harahap M Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jilid II Jakarta
Pustaka Kartini 1988
Krisna Harahap Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung
CetII Bandung Grafitri 2009
M Arief Amrullah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) CetII
Malang Bayumedia Publishing 2004
Putrajaya Nyoman Serikat Kapita Selekta Hukum Pidana Semarang Badan
Penerbit Universitas Diponegoro 2001
Rahmani Pengantar Hukum Telematika Diktat Hukum Telematika 2007
Jurnal dan Internet
Audy Murfi ldquoPenyadapan Pemberantasan Korupsi Dan Hak Asasi Manusiardquo
Lihat httpwwwbalitbanghamgoid
39
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Bambang Poernomo Prediksi Pertumbuhan Kejahatan Terorganisasi Akibat
ArusGlobalisasihttpwwwhamlineedu
Muhammad Razi Rahman Antara Antikorupsi dan HAM
htppwwwberita8com
Romli Atmasasmita Aspek Hukum RPP Penyadapan Harian Seputar
Indonesia Senin 7 Desember 2009
httpwwwberita8com
htpppancawordpresscom
httpwwwtinodwiantorocom|kelana2010yahoocom Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1630 WIB
httpwwwmajalahtrustcom Mengecam Penyadapan Telepon Diakses tanggal 28 Januari 2013 jam 1640 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan
Republik Indonesia Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
40
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian
Republik Indonesia Peraturan Menkominfo Nomor 11PerMKominfo22006
Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 5 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
41
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Lampiran 1
Bagan 2 Posisi Kejahatan Terorganisasi Lintas Batas (Transnational Crime amp Organized Crime) Dalam Berbagai Tindak Pidana
42
Transnational Crime amp
Organized Crime
Trafficking in Women amp Children
Illegal Logging
Narcotic (The Drug
Trafficking Indudstry)
Corruption
Money Laundering
Terrorism
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
Lampiran 2
Bagan 3 Perbandingan Kewenangan Penyadapan Intersepsi Oleh Institusi Penegak Hukum
43
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat merekam informasi dan dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan
tertulis Jaksa Agung dan Kapolri dan Penyidik untuk pidana Tertentu
UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 42 ayat (2)
UU No 35 Tahun 2009 TentangNarkotika
( Pasal 75 huruf I )
UU No 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 ayat (1) huruf a
UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Teorisme( Pasal 31 huruf b )
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang( Pasal 31 ayat (1) )
UU No 11 Tahun 2008 TentangInformasi Dan Transaksi Elektronik
( Pasal 31 ayat (3) )
Intersepsi atas permintaan Kejaksaan Kepolisian danatau Institusi Penegak Hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
Penyadapan langsung Penyidik Polri dan Penyidik BNN (Pasal 81) atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan dilakukan paling lama 3 bulan dan perpanjangan 1 bulan (Ps77) Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan tanpa izin dan melaporkannya (Ps78)
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri dengan izin tertulis Ketua Pengadilan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun
UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 55 huruf c
Penyadapan langsung oleh Penyidik Polri
Penyadapan langsung oleh KPK
44
45
46
44
45
46
45
46
46