interelasi antar fungsi fungsi manajemen
DESCRIPTION
Sumber Daya Manusia, Fungsi Manajemen , Operasional manajemenTRANSCRIPT
MUJI GUNARTO NIM: 1503292
2015
ANALISIS PENGELOLAAN PERGURUAN
TINGGI SWASTA DI SUMATERA
SELATAN Dosen: Prof. Dr. Tjutju Yuniarsih, S.E., M.Pd
T U G A S I M K M S D M L A N J U T A N I N T E R E L A S I D A N I N T E R D E P E N D E N S I A N T A R F U N G S I M A N A J E M E N
Page 1 of 7
ANALISIS PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA
DI SUMATERA SELATAN
Oleh:
Muji Gunarto (NIM. 1503292)
I. PERMASALAHAN
Persaingan sektor jasa pendidikan dikalangan perguruan tinggi khususnya
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam memperebutkan “pasar” mahasiswa
merupakan persaingan yang cukup berat. Saat ini jumlah perguruan tinggi di
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi sudah mencapai 3.098 yang
terdiri dari 121 Perguruan Tinggi Negeri dan 2.977 PTS dengan jumlah program studi
lebih dari 12.056 (www.forlap.dikti.go.id, September 2015). Hampir semua perguruan
tinggi swasta merasakan dampak hebatnya persaingan dalam mendapatkan
mahasiswa. Hal ini bisa dilihat dari prosentase jumlah mahasiswa setiap tahun yang
mengalami penurunan sehingga menyebabkan sekitar 30%-40% PTS di Indonesia
tengah menuju kebangkrutan (www.pts.co.id/kondisi.asp/ Kondisi). Penurunan
jumlah mahasiswa juga dialami pada PTS-PTS di Kota Palembang, terutama pada
tingkat sarjana dan diploma (Gunarto,2014).
Jumlah PTS di Kopertis Wilayah II saat ini adalah 206 PTS yang tersebar di 4
(empat) provinsi, yaitu 106 PTS di Provinsi Sumatera Selatan, 70 PTS di Provinsi
Lampung, 16 PTS di Provinsi Bengkulu dan 14 PTS di Kepulauan Bangka Belitung.
Dari 106 PTS di Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 13 PTS berbentuk Universitas,
53 berbentuk Sekolah Tinggi, 33 berbentuk Akademi dan 7 berbentuk Politeknik
dengan jumlah program studi sebanyak 357 (http://www.forlap.dikti.go.id. Diakses 2
Maret, 2015). PTS di Provinsi Sumatera Selatan yang sudah terakreditasi institusi
baru 8 (7,5%) PTS dengan nilai sebagian besar C dan hanya ada 2 PTS yang
memiliki nilai akreditasi institusi B. Sedangkan dari 357 program studi yang ada di
Provinsi Sumatera Selatan, hanya ada 1 program studi yang memiliki nilai A, yaitu
program studi Sistem Informasi Universitas Bina Darma, yang lainnya ada 30 persen
program studi memiliki nilai B dan sisanya hampir 70 persen memiliki nilai akreditasi
C (Sumber: www.ban-pt.kemdiknas.go.id, diakses 21 Februari 2015).
Menurut Wiradinata (2005) fenomena atau gambaran empirik universitas
swasta di daerah memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan dan kepakaran pimpinan
relatif rendah, posisi jabatan kunci masih ada yang dirangkap oleh dosen/pejabat
PTN/PNS lainnya, organisasi belum berjalan dinamis dan efektif (adanya kendala
hubungan yayasan dengan universitas), kualitas lulusan rendah, sarana kampus dan
fasilitas akademik lainnya relatif terbatas, kepercayaan stakeholders kecil bahkan
Page 2 of 7
belum tampak, peringkat akreditasi BAN PT sebagian besar masih berkisar pada
peringkat C (dalam Gunarto, 2014).
Mutu pendidikan tinggi di Indonesia khususnya PTS di Sumatera Selatan masih
jauh dari harapan, hal ini terlihat dari 106 PTS, baru 8 PTS yang terakreditasi institusi
dengan nilai sebagian besar C dan hanya ada 1 program studi yang mendapat nilai
akreditasi A (Gunarto, 2014). Sampai saat ini sudah banyak kriteria penilaian kinerja
perguruan tinggi dari mulai penilaian akreditasi, peringkat yang dilakukan oleh
berbagai lembaga, namun penilaian ini belum bisa menjamin bahwa kinerja
perguruan tinggi tersebut sudah baik khususnya untuk PTS, hal ini bisa dilihat dari
jumlah mahasiswa dan kualitas alumninya. Ada beberapa program studi dengan
akreditasi C memiliki jumlah mahasiswa yang lebih besar dibanding program studi
dengan akreditasi B baik untk pada program studi yang berbeda pada PTS yang
sama, maupun program studi yang sama untuk PTS yang berbeda.
Kesadaran Perguruan Tinggi dalam upaya menaikkan mutu dan relevansi ini
masih terkendala oleh sumberdaya manusia dan sumberdaya financial (terutama
PTS). Untuk mengatasi kendala itu, sering kemudian terjadi trade-off antara
peningkatan jumlah mahasiswa, biaya SPP dan kualitas pendidikan. Apabila hal ini
terjadi, dikuatirkan akan berakibat pada semakin terpuruknya pendidikan di
Indonesia. Beberapa indikasi yang ditemukan antara lain, adanya kelas jauh, kuliah
dimampatkan, ijazah kilat, ijasah aspal, yang menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar tidak sesuai dengan yang seharusnya. Yang diprihatinkan, masyarakat pun
tidak sadar ikut menikmati proses pembelajaran yang menyimpang ini dengan biaya
besar dan waktu studi singkat, tanpa menyadari bahwa ijasah yang diperolehnya
tidak mempunyai isi (value) yang sesuai.
Mutu pendidikan tinggi adalah pencapaian tujuan pendidikan dan kompetensi
lulusan yang telah ditetapkan oleh institusi pendidikan tinggi di dalam rencana
strategisnya, atau kesesuaian dengan standar yang telah ditentukan. Jaminan mutu
adalah keseluruhan aktivitas dalam berbagai bagian dari sistem untuk memastikan
bahwa mutu produk atau layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan
yang dijanjikan. Dalam jaminan mutu terkandung proses penetapan dan pemenuhan
standar mutu pengelolaan pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
seluruh stakeholders memperoleh kepuasan (Wibowo, 2011).
Keberhasilan dalam menciptakan mutu PTS sangat ditentukan oleh komitmen
pemilik, dalam hal ini pihak yayasan dalam mengelola perguruan tinggi. Rendahnya
mutu PT Indonesia terutama disebabkan oleh rendahnya komitmen pemerintah
terhadap pendidikan, dan kepemimpinan serta manajemen PT yang belum
didasarkan pada nilai-nilai akademik yang bermutu. Penyebab ini berakibat pada
rendahnya mutu input (kurikulum, dosen, dana, dan sarana prasarana). Ini berakibat
kepada rendahnya mutu proses pendidikan, penelitian, pengabdian kepada
masyarakat, serta proses manajemen dan tata kelola PT (Sumarno, 2012). Hal
senada juga diungkapkan oleh Yuniarsih (2013) yang menyebutkan bahwa salah
satu aspek yang akan menentukan keberhasilan ataupun kegagalan dalam
organisasi adalah imlementasi manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). SDM
Page 3 of 7
dalam pengelolaan PT adalah meliputi Yayasan sebagai pemilik dan pengelola yang
menjalankan organisasi.
Salah satu fungsi manajemen PT yang harus dikelola dengan baik adalah
sistem manajemen akademik. Sistem Manajemen Akademik Perguruan Tinggi
merupakan “Core Bisnis Utama” dari sebuah sistem pengelolaan penyelenggaraan
Perguruan Tinggi dan merupakan manajerial instrument untuk mewujudkan misi
utama Perguruan Tinggi yaitu pendidikan. Sistem Manajemen Akademik Perguruan
Tinggi ini adalah tulang punggung Perguruan Tinggi untuk mengelola akademik
secara total dan komprehensif dengan penyediaan layanan yang berkualitas dan
berperan sebagai penjaga Mutu Akademik. Saat ini masih banyaknya Perguruan
Tinggi yang Sistem Manajemen Akademiknya belum menjadi perhatian utama dan
belum dikelola secara optimal untuk mengelola keseluruhan komponen proses
pendidikannya, yang sebagian besar disebabkan belum adanya proses perancangan
Sistem Manajemen Akademik secara sistemik dan komprehensif (Permana, 2013).
Melalui tulisan ini, penulis ingin mengungkapkan:
1. Faktor apa saja yang menyebabkan rendahnya mutu PTS di Sumatera
Selatan?
2. Bagaimana strategi yang harus dikembangkan dalam mengelola PTS?
II. PEMBAHASAN
Perguruan tinggi Indonesia saat ini akan menghadapi berbagai tantangan besar
yang perlu direspons dengan bijaksana. Globalisasi ekonomi dan revolusi teknologi
informasi adalah dua kekuatan besar yang amat mempengaruhi dunia penguruan
tinggi Indonesia. Kalau lembaga pendidikan tinggi nasional tidak mampu merespons
tantangan globalisasi ini dengan memadai, diperkirakan lembaga tersebut akan tidak
mampu mempertahankan eksistensinya di masyarakat dan secara pelan tetapi pasti
akan kehilanganan peranannya (Effendi, 2003).
Meminjam konsep berpikir manajemen sistem industri modern, maka
manajemen perguruan tinggi di Indonesia seyogianya memandang bahwa proses
pendidikan tinggi adalah suatu peningkatan terus-menerus (continuous educational
process improvement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk
menghasilkan lulusan (output) yang berkualitas, pengembangan kurikulum, proses
pembelajaran, dan ikut bertanggung jawab untuk memuaskan pengguna lulusan
perguruan tinggi itu. Seterusnya, berdasarkan informasi sebagai umpan-balik yang
dikumpulkan dari pengguna lulusan (external customers) itu dapat dikembangkan
ide-ide kreatif untuk mendesain ulang kurikulum atau memperbaiki proses
pendidikan tinggi yang ada saat ini. Karena penguatan tata kelola, akuntabilitas dan
citra publik Perguruan Tinggi bermuara pada meningkatnya kinerja Perguruan Tinggi
dan kualitas produk. Kebijakan ini bermakna manakala dikaitkan dengan upaya
pemenuhan layanan manajemen pendidikan yang bermutu, program pengajaran
yang bermutu, fasilitas pendidikan yang bermutu, dan Staf pendidikan yang bermutu
pula (Permana, 2013).
Page 4 of 7
Penerapan roda Deming (Gaspersz, 2008) dalam manajemen pendidikan tinggi
terdiri dari empat komponen utama, yaitu: riset pasar tenaga kerja, desain proses
pendidikan tinggi, operasional proses pendidikan tinggi, dan penyerahan lulusan
yang kompetitif dan berkualitas ke pasar tenaga kerja. Dalam hal ini diperlukan suatu
interaksi tetap antara riset pasar tenaga kerja, desain proses pendidikan tinggi,
operasional proses pendidikan tinggi, dan bertanggung jawab menghasilkan lulusan
yang kompetitif dan berkualitas ke pasar tenaga kerja, agar perguruan tinggi mampu
berkompetisi dalam persaingan global dan seterusnya. Berkaitan dengan hal ini,
sudah saatnya perguruan tinggi melakukan reorientasi dan redefinisi tujuan dari
pendidikan tinggi, bukan sekedar menghasilkan lulusan sebanyak-banyaknya tanpa
peduli akan kepuasan pengguna lulusan itu, melainkan juga harus bertanggung
jawab untuk menghasilkan output (lulusan) yang kompetitif dan berkualitas agar
memuaskan kebutuhan pengguna tenaga kerja terampil berpendidikan tinggi.
Yuniarsih (2013) menyebutkan bahwa dilihat dari dimensi manajerial, sekurang-
kurangnya ada lima fungsi esensial, yaitu perencanaan (planning), staffing, directing,
supervising, dan controlling. Dalam kaitannya dengan manajemen PTS, pengelola
PTS harusnya sudah melakukan perencanaan terkait dengan sarana prasarana,
jumlah dan kualifikasi dosen, jumlah tenaga administrasi, jumlah mahasiswa dan lain
sebagainya. Kondisi dilapangan terlihat bahwa PTS tidak memiliki perencanaan yang
jelas terhadap jumlah dan kualifikasi dosen, serta jumlah mahasiswa yang harus
masuk, sehingga hampir semua PTS di Sumatera Selatan tidak ada yang melakukan
seleksi penerimaan mahasiswa. Jika mahasiswa yang mendaftar banyak maka PTS
tersebut akan mengalami kekurangan rasio antara jumlah mahasiswa dengan dosen.
Disaat manajemen tidak melakukan perencanaan yang baik, maka fungsi-fungsi lain
akan mengalami permasalahan.
Dilihat dari dimensi operatif, implementasi manajemen SDM pada perguruan
tinggi, khususnya PTS mencakup enam fungsi dasar, yaitu: procurement,
development, compensation, integration, maintenance, dan separation (Yuniarsih,
2013). Fungsi pengadaan (procurement) dalam manajemen SDM dimaksudkan
untuk mendapatkan orang dengan kualifikasi yang tepat sesuai kebutuhan. Dalam
kaitannya dengan PTS, fungsi pengadaan dosen sebagai sumber daya utama dalam
proses bisnis di PTS merupakan sesuatu yang paling menjadi kendala. Hal ini terkait
dengan kebutuhan kualifikasi dosen yang sangat tinggi, disisi lain hampir semua PTS
mengalami kendala keuangan, karena sebagian besar PTS sumber pembiayannya
berasal dari mahasiswa. Kendala keuangan ini menjadikan fungsi operasi dari
berbagai dimensi akan mengalami hambatan atau tidak dapat berjalan secara efektif.
Peningkatan mutu dan relevansi dalam rangka meningkatkan daya saing
lulusan perguruan tinggi sudah merupakan suatu keharusan. Kegagalan lulusan
perguruan tinggi memasuki dunia kerja adalah karena masih rendahnya mutu dan
tidak relevannya kompetensi lulusan dengan dunia kerja.
Pendanaan proses pendidikan merupakan masalah utama Perguruan Tinggi
Swasta, karena kebanyakan PTS membebankan semua biaya pendidikan pada
mahasiswa, sehingga jumlah mahasiswa sering dipakai sebagai tolok ukur
Page 5 of 7
keberlangsungan pendidikan di PTS. Pada perguruan tinggi yang sudah maju,
dimana kegiatan tridharma nya sudah lengkap, sebagian besar sumber dana
pendidikan diperoleh dari kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat
bekerjasama dengan industry dan pemerintah daerah. Di Sumatera Selatan, dari 206
PTS hanya ada 3 PTS yang masuk kategori Madya, sehingga dapat mengelola dana
penelitian sendiri.
Untuk mengatasi kendala di atas, maka pengelola pendidikan harus konsisten
terhadap peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, serta peningkatan tata kelola
organisasi dan akuntabilitasnya. Semakin banyak dana masyarakat mengalir ke
institusi pendidikan semakin besar tanggung jawabnya terhadap peningkatan mutu
dan relevansi lulusannya. Untuk menjamin konsistensi peningkatan mutu tersebut,
dibutuhkan keyakinan yang kuat bahwa mutu pendidikan adalah kekuatan utama
masuk dalam persaingan regional maupun global.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya mutu PTS di Sumatera Selatan
adalah:
a. Kurangnya komitmen pihak yayasan dan pengelola dalam mengedepankan
mutu PTS melalui tatakelola organisasi yang baik serta mengedepankan
mutu lulusan, akan tetapi masih berorientasi pada jumlah mahasiswa,
karena sebagian besar biaya operasional tergantung dari SPP mahasiswa.
b. Beberapa fungsi manajerial tidak berjalan, karena alasan biaya operasional,
dimana biaya operasional masih tergantung dari mahasiswa, sehingga tidak
bisa melakukan fungsi perencanaan yang baik dan akhirnya fungsi
manajerial lainnya juga tidak berjalan efektif.
c. Faktor ketiga adalah tidak berjalannya fungsi operasi dengan baik, seperti
kualifikasi dan jumlah dosen yang masih menjadi kendala. Hal ini dirasa
sangat dilematis, karena jika jumlah mahasiswa banyak akan kekurangan
dosen, sementara jika penerimaan mahasiswa di batasi, maka manajemen
tidak bisa melakukan fungsi operasi dengan baik.
2. Strategi yang harus dikembangan untuk mengelola PTS yang bermutu adalah
melalui:
a. Komitmen yang kuat dari pihak yayasan sebagai pemilik dan
profesionalisme pengelola untuk dapat membangun organisasi dengan
baik.
b. Fungsi manajerial harus dijalankan dengan efektif, dimana pembiayaan
dapat dilakukan dengan menggandeng pihak ketiga atau penyandang
dana, sehingga fungsi perencanaan bisa berjalan.
c. Melakukan strategi marketing yang efektif sehingga bisa mendapatkan
persepsi yang baik dimasyarakat yang pada akhirnya akan dipilih oleh
calon mahasiswa.
Page 6 of 7
REFERENSI
Effendi, Sofian. 2003. “Pengelolaan Perguruan Tinggi Menghadapi Tantangan Global.” Makalah Seminar Nasional Majelis Rektor Indonesia. Makasar, 2 Februari 2003.
Gaspersz, Vincent, 2008. Total Quality Management. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Gunarto, Muji. 2014. “Penggunaan Analisis Biplot pada Pemetaan Perguruan Tinggi
Swasta di Kota Palembang”, Seminar Nasional Forum Manajemen Indonesia ke-6 di Medan, November 2014.
Permana, Budi, 2013. “Sistem Manajemen Akademik Perguruan Tinggi.” Disertasi.
Program Studi Administrasi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Univeristas Pendidikan Indonesia.
Sumarno, 2012. Rendahnya Mutu PendidikanTinggi Indonesia: Penyebab dan
Strategi Peningkatannya. www.portalgaruda.org (diakses 1 Maret 2015). Wibowo, Erwin Dwi Edi, 2011. Orientasi Mutu: Inovasi Pemberdayaan Pendidikan di
Perguruan Tinggi Swasta. Journal Dinamika Sains, Vol.9 No 21. Yuniarsih, Tjutju dan Suwatno. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori,
Aplikasi dan Isu Penelitian, Penerbit Alfabeta. Bandung.