intercondylar femur dextracomminutive type displacedeprints.ums.ac.id/45442/31/naskah jadi.pdf ·...
TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST
OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION (ORIF)
INTERCONDYLAR FEMUR DEXTRACOMMINUTIVE
TYPE DISPLACED
DI RSUD DR. MOEWARDI
Disusun Untuk Melengkapi dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
Oleh:
Rinna Ainul Maghfiroh
J100130074
PROGRAM STUDI DIPLOMAIII FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
i
ii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION (ORIF) INTERCONDYLAR
FEMUR DEXTRA COMMINUTIVE TYPE DISPLACED DI RSUD DR. MOEWARDI
ABSTRAK
LatarBelakang : Fraktur intercondylar femurcomminutive type displacedmerupakan hilangnya kontinuitas tulang intercondylarpada femur dengan kondisi garis patahan lebih dari satu, tulang masih tersambung dengan kondisi patahan bergeser. Tulang intercondylar femurmerupakan lekukandalam yang terletak di antarapermukaanbelakangepicondylus lateraldanepicondylus medialdarifemur. Salah satu penanganan medis fraktur ini adalah dengan operasi pemasangan internal fiksasi berupa plate and screw. Masalah yang timbul adalah nyeri tekan dan nyeri gerak pada lutut, spasme otot hamstringdan quadriceps, penurunan kekuatan otot sendi lutut, keterbatasan gerak sendi lutut dan penurunan kemampuan fungsional. Tujuan : Untuk mengetahui manfaat penggunaan Infrared Raysdan terapi latihan dalam mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan Lingkup Gerak Sendi dan meningkatkan kemampuan fungsional sendi lutut. Hasil :Setelah dilakukan terapi selama 6 kali terapi diperoleh hasil penilaian nyeri tekan T1 : 4,6 menjadi T6 : 2,4, nyeri gerak T1 : 6,8 menjadi T6 : 4, peningkatan lingkup gerak sendi lutut, gerak aktif T1 : S (15o-65o) menjadi T6 : S (5o-75o), namun belum adanya peningkatan kekuatan otot pada grup otot lutut T1 : 2, T6 : 2. Kesimpulan : Pemberian Infrared Raysdan terapi latihan dapat mengurangi nyeri pada lutut, meningkatkan lingkup gerak sendi lutut, meningkatkan kemampuan fungsional, namun belum ada peningkatan kekuatan otot sendi lutut. Kata Kunci : Intercondylar femur comminutive type displaced, internal fiksasi, infrared rays, terapi latihan.
ABSTRACT
Background: Fracture of the femoral intercondylarcomminutive type displaced is the loss continuity of intercondylar femur bone with the conditions of the fault line more than one but the bones still connected with shifting fault condition. Intercondylar femur bone is a deep indentation that is located between the rear surface epicondylus lateral and medial femur. One of medical treatment of this fracture is internal fixation fixing operation in the form of plate and screw. The problem that arises is tenderness and pain of motion of knee, hamstring and quadriceps muscle spasm, decreased muscle strength of knee joint, motion limitation of knee joint and a decrease in functional ability. Objective: To determine the benefits of using Infrared Rays and exercise therapy in reducing pain, improving muscle strength, increasing the range of joint motion and improve functional ability of knee joint.
1
2
Results: After 6 times of treatment the therapeutic result for tenderness is T1: 4.6
to T6 : 2.4, painful motion T1 : 6.8 into T6: 4, increased range of motion of knee
joint, active movement T1 : S ( 15o-65
o) into T6 : S (5
o-75
o), but it does not have
an increasingly in muscle strength for knee muscle group T1 : 2, T6: 2.
Conclusion:The application of Infrared Rays and exercise therapy can reduce
pain of knee, increasing the range of motion of knee joint, improve functional
ability, but there is no improvement in muscle strength of knee joint.
Keywords: femoral intercondylar comminutive type displaced, internal fixation,
infrared rays, exercise therapy.
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Patah tulang atau dalam bahasa medis biasa disebut fraktur adalah
kondisi dimana terjadi kerusakan bentuk dan fungsi dari tulang tersebut
yang dapat berupa patahan atau pecah dengan serpihan.
Salah satu kejadian fraktur ekstremitas bawah adalah fraktur tulang
intercondylar femur. Fraktur tulang intercondylar femur ini adalah
hilangnya kontinuitas tulang intercondylar pada femur. Tulang
intercondylar femur merupakan lekukan dalam yang terletak di antara
permukaan belakang epicondylus lateral dan epicondylus medial dari femur
(Snell, 2007).
Penanganan medis yang diberikan untuk menangani fraktur
intercondylar femur ini dapat dilakukan metode konservatif atau non
operatif dan metode operatif. Metode konservatif atau non operatif adalah
penanganan fraktur berupa reduksi atau reposisi tertutup. Sedangkan metode
operatif adalah penanganan fraktur dengan reduksi terbuka yaitu membuka
daerah yang mengalami fraktur dan memasangkan fiksasi internal maupun
eksternal. Pada kasus fraktur intercondylar femur dalam karya tulis ilmiah
ini dilakukan penanganan secara operatif yaitu dengan pemasangan Open
Reduction and Internal Fixation (ORIF) berupa plate and screw.
Sedangkan masalah-masalah yang timbul pada kasus fraktur
intercondylar femur ini diantaranya adalah nyeri tekan dan nyeri gerak pada
lutut, spasme otot hamstring dan quadriceps, penurunan kekuatan otot pada
grup otot sendi lutut, keterbatasan gerak sendi lutut dan penurunan
3
kemampuan fungsional berupa berjalan dan jongkok. Hal inilah yang harus
ditangani oleh tenaga kesehatan terutama fisioterapi.
Fisioterapi mempunyai beberapa macam modalitas yang bertujuan untuk
mengatasi permasalahan yang timbul karena post ORIF fraktur
intercondylar femur ini yaitu dengan menggunakan Infrared Rays (IR) dan
terapi latihan berupa static contraction, free active movement, resisted active
movement, hold relax, latihan berdiri dengan menekuk lutut serta latihan
cara berjalan dengan crutch.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan masalah
dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah : Apakah penggunaan Infrared Rays
(IR) dan terapi latihan dapat mengurangi nyeri pada lutut kanan, dapat
meningkatkan kekuatan otot lutut kanan, dapat meningkatkan Lingkup
Gerak Sendi (LGS) lutut kanan, dan dapat meningkatkan kemampuan
fungsional pasien.
II. METODE
1. Infrared Rays (IR)
Sinar infrared adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7.700 A – 4 juta A. Efek fisiologis sinar infrared
terhadap kasus post ORIF Intercondylar Femur ini adalah meningkatkan
proses metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah, pigmentasi, pengaruh
terhadap saraf sensorik, pengaruh terhadap jaringan otot, distruksi jaringan,
meningkatkan temperatur tubuh, mengaktifkan kelenjar keringat. Sedangkan
efek terapeutiknya adalah mengurangi nyeri, relaksasi otot, meningkatkan
sirkulasi darah, menghilangkan sisa-sisa metabolisme.
2. Static Contraction
Static contraction merupakan suatu terapi latihan dengan cara
mengontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot maupun
pergerakan sendi. Tujuan static contraction adalah memperlancar sirkulasi
4
darah sehingga dapat membantu mengurangi nyeri serta menjaga kekuatan
otot agar tidak terjadi atrofi (Kisner, 2002).
3. Free Active Movement
Gerakan yang dilakukan oleh otot anggota gerak tubuh pasien itu sendiri.
Gerakan ini berfungsi untuk meningkatkan sirkulasi darah sehingga apabila
ada oedem akan dapat mengurangi oedem dan nyeri pun berkurang. Gerakan
ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan otot
(Kisner, 2002).
4. Resisted Active Movement
Resisted active movement merupakan gerakan yang dilakukan oleh
pasien sendiri, namun ada penahanan saat otot berkontraksi. Tahanan yang
diberikan bertahap mulai dari minimal sampai maksimal.Latihan ini dapat
meningkatkan kekuatan otot (Kisner, 2002).
5. Hold Relax
Suatu teknik dimana kontraksi isometrik mempengaruhi otot antagonis
yang mengalami pemendekan, yang akan diikuti dengan hilangnya atau
kurangnya ketegangan dari otot-otot tersebut. Latihan ini bertujuan dalam
meningkatkan lingkup gerak sendi dan menurunkan nyeri (Buck, 2008).
6. Latihan berdiri dengan menekuk lutut kanan
Latihan berjalan merupakan aspek terpenting pada pasien sehingga
mereka dapat kembali melakukan aktivitasnya seperti semula. Latihan ini
dilakukan secara bertahap. Dapat diberikan secara bertahap dari Non Weight
Bearing, Partial Weight Bearing, Full Weight Bearing. Tetapi sebelumnya
pasien harus dilatih ketahanan dalam berdiri dengan menekuk salah satu
lutut.Selama 3 minggu pasca operasi pasien diharuskan untuk berjalan
dengan tipe Non Weight Bearing (NWB) (Kisner, 2007).
7. Latihan berjalan dengan crutch
Pola gaya berjalan setelah fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan
jumlah titik kontak yang diambil saat melangkah (gaya berjalan dua titik,
tiga titik atau empat titik). Dalam kasus ini pasien diberikan latihan berjalan
pola two point gait. Pada gaya berjalan dua titik, crutch dan tungkai yang
5
fraktur sebagai satu titik dan tungkai yang sehat sebagai titik lainnya. Crutch
dan tungkai yang fraktur dimajukan sebagai satu unit, dan tungkai sehat
penanggung beban dibawa ke depan crutch sebagai unit kedua (Thomas,
2011).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Seorang pasien perempuan dengan nama F.Y.A umur 20 tahun,
beralamat di Krembyongan RT / RW 001 / 005 Kadipiro, Banjarsari -
Surakarta, dengan diagnosa medis Post ORIF Intercondylar Femur Dextra
Comminutive Type Displaced didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Nyeri
TABEL 4.1
Evaluasi Skala Nyeri Tungkai Kanan
Menggunakan Visual Analogue Scale (VAS)
Nyeri T1 T3 T5 T6
Nyeri Diam 0 cm 0 cm 0 cm 0 cm
Nyeri Tekan 4,6 cm 4,3 cm 3,2 cm 2,4 cm
Nyeri Gerak 6,8 cm 6,1 cm 5,2 cm 4,0 cm
b. Kekuatan Otot
TABEL 4.2
Evaluasi Kekuatan Otot Tungkai Kanan
Menggunakan Manual Muscle Testing (MMT)
Sendi Grup Otot T1 T3 T5 T6
Hip Fleksor 5 5 5 5
Ekstensor 5 5 5 5
Knee Fleksor 2 2 2 2
Ekstensor 2 2 2 2
Ankle Dorsi fleksor 5 5 5 5
Plantar fleksor 5 5 5 5
6
c. LGS
TABEL 4.3
Evaluasi Lingkup Gerak Sendi Tungkai Kanan Menggunakan Goniometer
Sendi T1 T3 T5 T6
AK
TIF
Hip S : 10o-0
o-110
o S : 10
o-0
o-110
o S : 10
o-0
o-110
o S : 10
o-0
o-110
o
F : 30o-0
o-25
o F : 30
o-0
o-25
o F : 30
o-0
o-25
o F : 30
o-0
o-25
o
Knee S : 15o-65
o S : 10
o-70
o S : 10
o-70
o S : 5
o-75
o
Ankle S : 40o-0
o-20
o S : 40
o-0
o-20
o S : 40
o-0
o-20
o S : 40
o-0
o-20
o
F : 10o-0
o-30
o F : 10
o-0
o-30
o F : 10
o-0
o-30
o F : 10
o-0
o-30
o
PA
SIF
Hip S : 10o-0
o-110
o S : 10
o-0
o-110
o S : 10
o-0
o-110
o S : 10
o-0
o-110
o
F : 30o-0
o-25
o F : 30
o-0
o-25
o F : 30
o-0
o-25
o F : 30
o-0
o-25
o
Knee S : 15o-70
o S : 10
o-70
o S : 10
o-70
o S : 5
o-80
o
Ankle S : 40o-0
o-20
o S : 40
o-0
o-20
o S : 40
o-0
o-20
o S : 40
o-0
o-20
o
F : 10o-0
o-30
o F : 10
o-0
o-30
o F : 10
o-0
o-30
o F : 10
o-0
o-30
o
d. Kemampuan Fungsional
TABEL 4.4
Evaluasi Kemampuan Fungsional Menggunakan Indeks Barthel
No Aktivitas Nilai
Normal T1 T3 T5 T6
1 Kebersihan diri 5 5 5 5 5
2 Mandi 5 3 3 4 5
3 Makan 10 10 10 10 10
4 Aktivitas toilet
(BAK&BAB) 10 6 7 8 10
5 Naik turun tangga 10 4 5 5 6
6 Berpakaian 10 5 6 6 7
7 Control BAB 10 10 10 10 10
8 Control BAK 10 10 10 10 10
9 Ambulasi Kursi
Roda 15 10 12 12 15
10 Transfer Kursi
Roda 15 8 10 10 13
JUMLAH SKOR 100 71 78 80 91
7
2. Pembahasan
a. Nyeri
GRAFIK 4.1
Evaluasi Skala Nyeri Menggunakan Visual Analogue Scale (VAS)
b. Kekuatan Otot
GRAFIK 4.2
Evaluasi Kekuatan Otot Menggunakan Manual Muscle Testing (MMT)
c. LGS
GRAFIK 4.3
Evaluasi Lingkup Gerak Sendi (LGS) Sendi Lutut Kanan Aktif
Menggunakan Goniometer
0
2
4
6
8
T1 T3 T5 T6
Nyeri diam Nyeri tekan Nyeri gerak
0
1
2
3
4
5
6
Hip Fleksor-Ekstensor Knee Fleksor-Ekstensor Ankle Dorsi-PlantarFleksor
T1 T3 T5 T6
0
20
40
60
80
T1 T3 T5 T6Fleksi Knee Ekstensi Knee
8
GRAFIK 4.4
Evaluasi Lingkup Gerak Sendi (LGS) Sendi Lutut Kanan Pasif
Menggunakan Goniometer
d. Kemampuan Fungsional
GRAFIK 4.5
Evaluasi Kemampuan Fungsional Dengan Menggunakan Indeks Barthel
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Pasien dengan diagnosa post ORIF Fraktur Intercondylar Femur Dextra
Comminutive Type Displaced setelah diberikan terapi dengan modalitas
fisioterapi Infrared Rays (IR) dan terapi latihan (exercise) berupa static
contraction, free active movement, resisted active movement, hold relax
serta latihan berdiri dan berjalan selama 6 kali terapi, disimpulkan hasil
sebagai berikut :
a. Terjadi pengurangan intensitas nyeri tekan dan nyeri gerak pada
lutut sebelah kanan.
0
20
40
60
80
100
T1 T3 T5 T6
Fleksi Knee Ekstensi Knee
0
20
40
60
80
100
T1 T3 T5 T6
9
b. Belum terjadi peningkatan kekuatan otot pada grup otot sendi lutut
kanan.
c. Terjadi peningkatan Lingkup Gerak Sendi (LGS) pada sendi lutut
kanan.
d. Terjadi peningkatan kemampuan fungsional sendi lutut kanan.
2. Saran
Dari kesimpulan yang diuraikan di atas maka saran yang dapat
diberikan antara lain sebagai berikut :
a. Seorang fisioterapis diharapkan mampu untuk melakukan
assessment secara tepat dan professional dalam menegakkan
diagnosa pada kondisi ini.
b. Berbagai modalitas dan metode fisioterapi yang dapat digunakan
pada kondisi post ORIF Intercondylar Femur, untuk mendapatkan
hasil yang efektif dan efisien, maka harus dipilih intervensi yang
benar-benar tepat. Serta edukasi pada pasien maupun pada
keluarga pasien itu sangat penting, karena dengan terjalinnya
kerjasama yang baik antar fisioterapis dengan pasien maupun
keluarga pasien. Sehingga hasil akhir dari intervensi yang
diberikan pada suatu kondisi menjadi optimal
c. Penulis berharap agar pasien dapat melanjutkan terapinya sampai
benar-benar mendapatkan perubahan yang nyata pada kondisinya.
Agar kondisi pasien dapat kembali normal dan dapat melakukan
aktivitasnya seperti semula.
V. DAFTAR PUSTAKA
Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedidan Fraktur Sistem Appley. Jakarta:
Widya Medika.
Brunner, Suddart. 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Buck, Math, et al. 2008. PNF in Practice; 3rd
ed. Springer Medezin Verlag
Heidelberg.
Chandra, N. 2011.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Depkes RI.
Dorland. 2005. Kamus Saku Kedokteran Dorland; Edisi 25. Jakarta: EGC.
10
Helmi, N.Z. 2012. Buku Ajar :Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika.
Hoppenfeld, S., & Murthy, V.L. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. New
York : Lippincott Williams & Wilkins.
Kisner, et al., 2002. Therapeutic Exercise Foundations and Techniques; 3rd
ed.
Philadelphia: F.A. Davis Company.
Kisner, C. dan Colby, L.A. 2007. Therapeutic Exercise Foundations and
Technique, 3rd
ed.Philadelphia: F.A. Davis Company.
Martini, H, Frederic. 2004. Fundamentals of Anatomy & Physiology; 6th
ed.
Hawaii: Benjamin Cummings.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika.
Nayagam, Selvadurai. 2010. Apley’s System of Orthopedic and Fracture; 9th
ed. London: Hodder Arnold.
Paulsen F, J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Edisi 23. Jakarta: EGC.
Pearce,C, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta :
Gramedia.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit; 6th
ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Reeves, CJ, Roux G and Lockhart R. 2001. Keperawatan Medikal Bedah.
Buku 1 (Penerjemah Joko Setyono). Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth; 8th
ed. Alih bahasa oleh Agung. Jakarta : EGC.
Snell, Richard. 2007. Neuroanatomi Klinik. Edisi kedua. Jakarta: EGC.
Sujatno,et al. 2000. Aktino Terapi. Surakarta : Akademi Fisioterapi Surakarta.
Thomas, A, Mark, et al. 2011. Terapi & Rehabilitasi Fraktur. Jakarta : EGC.
Trisnowiyanto, Bambang. 2012. Instrument Pemeriksaan Fisioterapi dan
Kesehatan. Yogyakarta: Nuhamedika.