interaksi obat (2012)

49
Interaksi Obat (Dra. Retno Gitawati, Apt., MS) Pendahuluan. Interaksi obat adalah keadaan dimana efek farmakologik (farmakodinamik dan/atau farmakokinetik) dari suatu obat mengalami perubahan akibat berinteraksi antar obat itu sendiri, ataupun dengan obat lain. Perubahan yang terjadi dapat berupa efek yang memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), misalnya terjadinya efek sinergistik (efek obat meningkat karena adanya obat/senyawa lainnya); ataupun efek yang tidak dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs), yang lazimnya menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas akibat meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau menurunnya kadar obat dalam plasma sehingga hasil terapi menjadi tidak optimal. Obat yang dipengaruhi efeknya disebut “object drug” atau index drug”, sedangkan obat lainnya yang mempengaruhi disebut “precipitant drug- Contoh index drugs antara lain: antikoagulan (warfarin, kumarin), digoksin, dilantin, obat-obat sitostatika, kontrasptik hormonal. - Contoh precipitant drug antara lain: aspirin, fenilbutazon, sulfa Warfarin yang diberikan bersama (concomitant) dengan aspirin menyebabkan efek warfarin meningkat dan terjadi efek samping perdarahan hebat. Drug Interaction- 2012 1

Upload: yananiezz

Post on 12-Aug-2015

1.137 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

IO

TRANSCRIPT

Page 1: Interaksi Obat (2012)

Interaksi Obat(Dra. Retno Gitawati, Apt., MS)

Pendahuluan.

Interaksi obat adalah keadaan dimana efek farmakologik (farmakodinamik

dan/atau farmakokinetik) dari suatu obat mengalami perubahan akibat berinteraksi

antar obat itu sendiri, ataupun dengan obat lain.

Perubahan yang terjadi dapat berupa efek yang memang dikehendaki

(Desirable Drug Interaction), misalnya terjadinya efek sinergistik (efek obat

meningkat karena adanya obat/senyawa lainnya); ataupun efek yang tidak

dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs), yang lazimnya

menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas akibat meningkatnya kadar

obat di dalam plasma, atau menurunnya kadar obat dalam plasma sehingga hasil

terapi menjadi tidak optimal.

Obat yang dipengaruhi efeknya disebut “object drug” atau “index drug”,

sedangkan obat lainnya yang mempengaruhi disebut “precipitant drug”

- Contoh index drugs antara lain: antikoagulan (warfarin, kumarin), digoksin,

dilantin, obat-obat sitostatika, kontrasptik hormonal.

- Contoh precipitant drug antara lain: aspirin, fenilbutazon, sulfa

Warfarin yang diberikan bersama (concomitant) dengan aspirin menyebabkan efek

warfarin meningkat dan terjadi efek samping perdarahan hebat.

Selain interaksi antar obat (drug-drug interaction), dapat juga terjadi interaksi

antara obat dengan herbal/tanaman obat (drug-plant interactions), maupun antar obat

dengan makanan/minuman (drug-food interactions)

Contoh:

- Jika sedang minum obat-obat antidepresan golongan monoamine oxidase

inhibitors/MAOI (penghambat monoamin oksidase) tidak boleh makan makanan

yang mengandung tiramin (misalnya keju), karena dapat terjadi krisis hipertensi.

- Jika sedang minum obat antihiperlipidemia golongan statin tidak boleh bersamaan

dengan minuman grape fruit juice, karena efek samping statin akan meningkat

(terjadi rabdomyelitis).

Drug Interaction- 2012 1

Page 2: Interaksi Obat (2012)

Pada keadaan tertentu, interaksi dapat terjadi tanpa melibatkan efek apapun dari

suatu obat. Misalnya, adanya suatu obat dalam darah dapat mempengaruhi beberapa

jenis tertentu analisis laboratorium (analytical interference). Misalnya, vitamin C

dosis tinggi mempengaruhi analisis laboratorium untuk glukosa darah, hemoglobin,

dan nitrit dalam urin.

Interaksi tersebut di atas dapat terjadi karena pengguna-salahan (misuse) akibat

ketidaktahuan akan adanya zat aktif tertentu dalam suatu senyawa/tanaman/makanan

yang berinteraksi dengan obat yang diminum.

Oleh karena itu, adalah sangat penting memahami kemungkinan terjadinya interaksi

dalam penggunaan obat guna menghindari timbulnya efek samping yang merugikan

serta guna tercapainya hasil terapi yang optimal.

Implikasi klinis interaksi obat.

A. Interaksi obat yang tidak dikehendaki

Interaksi obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek samping obat

(adverse drug reactions), yakni jika metabolisme suatu obat terganggu akibat adanya

obat lain dan menyebabkan peningkatan kadar plasma obat indeks sehingga terjadi

toksisitas.

Sebaliknya, interaksi antar obat juga dapat menurunkan kadar plsama obat

indeks sehingga efikasi obat tersebut menurun dan efek terapi tidak tercapai.

Interaksi obat demikian tergolong sebagai interaksi obat ”yang tidak dikehendaki”

atau Adverse Drug Interactions (ADIs). Meskipun demikian, beberapa interaksi obat

adakalanya tidak selalu harus dihindari karena tidak selamanya serius untuk

mencederai pasien.

Banyak faktor berperan dalam terjadinya interaksi obat yang tidak

dikehendaki (ADIs) yang bermakna secara klinik, antara lain faktor usia, faktor

penyakit, genetik, dan penggunaan obat-obat preskripsi bersama-sama beberapa obat-

obat OTC sekaligus.

1. Usia lanjut lebih rentan mengalami interaksi obat. Pada penderita diabetes

melitus usia lanjut yang disertai menurunnya fungsi ginjal, pemberian

penghambat ACE (misal: kaptopril) bersama diuretik hemat kalium (misal:

Drug Interaction- 2012 2

Page 3: Interaksi Obat (2012)

spironolakton, amilorid, triamteren) menyebabkan terjadinya hiperkalemia

yang mengancam kehidupan.

2. Beberapa penyakit seperti

penyakit hati kronik dan kongesti hati menyebabkan penghambatan

metabolisme obat-obat tertentu yang dimetabolisme di hati. Pemberian

obat yang dimetabolisme di hati bersama dengan obat-obat yang

merupakan penghambat enzim pemetabolis hati (misalnya simetidin)

pada penderita kelainan fungsi hati menyebabkan metabolisme obat

terhambat sehingga toksisitasnya dapat meningkat.

Pada penderita disfungsi ginjal, ekskresi aminoglikosida menurun

sehingga kadar obat ini dalam plasma meningkat. Pemberian relaksans

otot bersama aminoglikosida pada keadaan ini akan berinteraksi dan

dapat menyebabkan efek relaksans otot meningkat, kelemahan otot

meningkat, dan terjadi depresi pernapasan.

3. Faktor genetik a.l. polimorfisme adalah salah satu faktor genetik yang

berperan dalam interaksi obat. Pemberian fenitoin bersama INH pada

kelompok polimorfisme asetilator lambat dapat menyebabkan toksisitas

fenitoin meningkat.

4. Obat-obat OTC seperti antasida, NSAID dan rokok yang banyak digunakan

secara luas dapat berinteraksi dengan banyak sekali obat-obat lain.

5. Bentuk sediaan obat tertentu, misalnya tablet lepas–lambat (sustained

release tablet) akan berada lebih lama di dalam saluran cerna sehingga

memperbesar kemungkinan terjadinya interaksi jika diberikan bersamaan

dengan obat lain yang berpotensi berinteraksi.

6. Cara pemberian obat dapat mempengaruhi efektifitas obat tertentu jika

diberikan bersama makanan/minuman. Misalnya, tetrasiklin akan menurun

efektivitasnya jika diberikan bersama susu. Obat-obat hipnotik/sedatif akan

meningkat efeknya jika diminum bersama alkohol. Obat-obat penghambat

MAO jika diminum/diberikan bersama kopi, coklat, keju menyebabkan

hipertensi berat.

7. Urutan minum obat harus diperhatikan jika menggunakan lebih dari 1 jenis

obat yang kemungkinan berinteraksi. Pemebian masing-masing obat harus

diberi interval/jarak waktu 1 – 2 jam. Contoh, pemberian tetrasiklin dengan

antasida, tidak boleh bersamaan. Beri antasida terlebih dahulu, 2 jam

Drug Interaction- 2012 3

Page 4: Interaksi Obat (2012)

kemudian baru tetrasiklin diberikan. Demikian pula, beberapa obat tertentu

(misal antibiotika, statin) dapat terhambat absorpsinya jika diberikan secara

bersamaan dengan kaolin/pektin (anti diare).

8. Polifarmasi (penggunaan lebih dari satu jenis obat sekaligus/bersamaan)

memperbesar risiko terjadinya interaksi obat. Semakin banyak jumlah jenis

obat yang diberikan, semakin besar kemungkinan terjadi interaksi.

Kemungkinan banyaknya interaksi dijelaskan dengan rumus berikut:

Jumlah interaksi = ½ n (n – 1)

n = jumlah jenis obat.

Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi klinis jika:

1. obat indeks memiliki batas keamanan sempit (narrow margin of safety),

contoh antikoagulan (warfarin), antikonvulsan (fenitoin), digitalis

2. mula kerja (onset of action) obat cepat, terjadi dalam waktu 24 jam;

3. dampak ADIs bersifat serius atau berpotensi fatal dan mengancam

kehidupan, misalnya terjadi perdarahan berat karena antikoagulan diberikan

bersama dengan antiplatelet;

4. obat indeks dan presipitant lazim digunakan dalam praktek klinik secara

bersamaan dalam kombinasi, misalnya obat-obat psikotropik untuk gangguan

psikiatrik, .

Oleh karena memiliki implikasi klinis, maka dalam penggunaan bersama obat-obat

lain harus benar-benar diperhatikan kemungkinan terjadinya interaksi yang

merugikan.

B. Interaksi obat yang dikehendaki

Adakalanya penambahan obat lain (presipitan) justru diperlukan untuk

meningkatkan atau mempertahankan/memelihara (maintenance) kadar plasma

obat-obat tertentu sehingga diperoleh efek terapetik yang diharapkan. Selain itu,

penambahan obat lain diharapkan dapat mengantisipasi atau mengantagonis efek

obat (index drug) yang berlebihan.

Penambahan obat lain dalam bentuk kombinasi (tetap ataupun tidak tetap)

kadang-kadang disebut pharmacoenhancement, juga sengaja dilakukan untuk

Drug Interaction- 2012 4

Page 5: Interaksi Obat (2012)

mencegah perkembangan resistensi, meningkatkan kepatuhan, dan menurunkan

biaya terapi karena mengurangi regimen dosis obat yang harus diberikan.

Berikut adalah contoh-contoh interaksi antar obat yang diharapkan menghasilkan efek

yang dikehendaki:

Kombinasi anti-aritmia yang memiliki waktu paruh singkat (misalnya

prokainamid), dengan simetidin dapat mengubah parameter farmakokinetik

prokainamid. Simetidin akan memperpanjang waktu paruh prokainamid dan

memperlambat eliminasinya. Dengan demikian frekuensi pemberian dosis

prokainamid sebagai anti aritmia dapat dikurangi dari setiap 4-6 jam menjadi setiap 8

jam/hari, sehingga kepatuhan pasien dapat ditingkatkan.

Dalam regimen pengobatan HIV, diperlukan kombinasi obat-obat penghambat

protease untuk terapi HIV dengan tujuan mengubah profil farmakokinetik obat-obat

tersebut. Misalnya, penghambat protease lopinavir jika diberikan tunggal

menunjukkan bioavailabilitas rendah sehingga tidak dapat mencapai kadar plasma

yang memadai sebagai antivirus. Dengan mengombinasikan lopinavir dengan

ritonavir dosis rendah, maka bioavailabilitas lopinavir akan meningkat dan obat

mampu menunjukkan efikasi sebagai antiviral. Ritonavir dosis rendah tidak memiliki

efek antiviral namun cukup adekuat untuk menghambat metabolisme lopinavir di usus

dan hati.

Kombinasi obat-obat anti malaria dengan mula kerja cepat tetapi waktu

paruhnya singkat (misal, artemisinin) dengan obat anti malaria lain yang memiliki

waktu paruh lebih panjang (misalnya lumefantrin), akan meningkatkan efktivitas

obat anti malaria tersebut dan mengurangi relaps.

Kombinasi obat-obat anti tuberkulosis diharapkan akan memperlambat

terjadinya resistensi. Kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat untuk

mencegah perkembangnya resistensi.

Penambahan atau pemberian beberapa obat dalam kombinasi untuk

mengurangi dosis obat yang dibutuhkan atau mengurangi efek samping obat indeks.

Misalnya, kombinasi beberapa obat antihipertensi mengurangi dosis obat yang harus

diberikan sehingga efek samping berkurang; kombinasi levodopa dan karbidopa

untuk penyakit Parkinson mengurangi efek samping dari levodopa.

Pemberian obat presipitan sebagai antagonis atau antidotum untuk mengkonter

efek samping obat indeks adalah contoh lain dari interaksi antar obat yang

dikehendaki. Misalnya, pemberian antikolinergik untuk mengatasi efek samping

Drug Interaction- 2012 5

Page 6: Interaksi Obat (2012)

ekstrapiramidal dari obat-obat anti emetik dan anti psikotik; pemberian nalokson

untuk mengatasi overdosis opium; pemberian atropin untuk intoksikasi

antikolinesterase, pemberian adrenalin untuk mengatasi syok anafilaktik obat dsb.

Obat Indeks dan Obat Presipitan

Obat Indeks (index drugs) adalah obat yang diubah atau dipengaruhi efek

farmakologiknya oleh obat/bahan lain.

Ciri-ciri obat indeks sbb.:

a. Obat-obat dimana adanya perubahan sedikit saja pada dosis obat ® akan

berakibat terjadinya perubahan besar pada efek klinik obat tsb. Secara

farmakologik, obat-obat ini mempunyai kurva dosis respons tajam

dimana jika kadar obat berkurang sedikit saja, makan efikasi kliniknya

akan menurun cukup signifikan.

b. Obat2 yang memiliki low margin of safety / low toxic-therapeutic ratio.

Adanya peningkatan sedikit saja dosis/kadar obat tersebut ® dapat

menimbulkan peningkatan efek toksik yang signifikan.

Contoh obat indeks:

- Antikoagulan: warfarin, dikumarol

- Antikonvulsan: fenitoin

- Antiaritmia: lidokain, prokainamid

- Antidiabetik oral: tolbutamid, klorpropamid

- Antibiotika: aminoglikosida (gentamisin, vankomisin)

- Glikosida jantung: digoksin

- Imunosupresan: sikloserin

- Kontraseptik hormonal

- Obat-obat SSP: gol. benzodiazepin, litium

- Sitostatika: 5-fluorourasil, metotreksat

- Teofilin

Drug Interaction- 2012 6

Page 7: Interaksi Obat (2012)

Obat Presipitan (precipitant drugs) adalah obat lain yang mempengaruhi/

mengubah efek obat indeks.

Ciri-ciri obat presipitan sbb.:

a. Obat-obat yang mempunyai ikatan protein (albumin) kuat . Obat-obat

ini akan menggusur (displaced) obat lain (obat indeks) yang ikatan

proteinnya lebih lemah, sehingga kadar plasma obat yang ‘tergusur’ akan

meningkat.

Contoh obat presipitan dengan ciri ini adalah: aspirin, fenilbutazon, sulfa

b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang

(inducer) enzim-enzim pemetabolisme di hati.

enzyme inhibitor ® menghambat metabolisme obat indeks ® kadar

obat indeks ® toksisitas

contoh: fenilbutazon, simetidin, kloramfenikol, allopurinol

enzyme inducer ® mempercepat eliminasi (metabolisme) obat indeks

® kadar plasma obat indeks ¯ ® efikasi ¯

contoh: rifampisin, karmamazepin, fenitoin, fenobarbital

c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /mengubah fungsi ginjal sehingga

eliminasi obat-obat lain (obat indeks) akan dimodifikasi.

Contoh: probenesid, diuretika

Ciri-ciri obat presipitan seperti dijelaskan di atas adalah yang terkait dengan

interaksi secara farmakokinetik, terutama pada proses distribusi (ikatan protein),

metabolisme, dan ekskresi ginjal.

Mekanisme Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni 1) interaksi

secara farmasetik (inkompatibilitas); 2) interaksi secara farmakokinetik dan 3)

interaksi secara farmakodinamik.

1. Interaksi farmasetik:

Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat

langsung dan dapat secara fisika atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi,

perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat

menjadi tidak aktif. Sering terjadi pada pada obat-obat yang dicampur dalam cairan

secara bersamaan, misal dlm infus atau injeksi

Drug Interaction- 2012 7

Page 8: Interaksi Obat (2012)

Contoh: interaksi karbenisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan

larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik,

terjadi presipitasi.

Interaksi farmasetik secara fisika, sangat bergantung pada sifat2 fisik dan bentuk

sediaan obat, terjadi saat pencampuran

Contoh:

a). obat berubah menjadi basah (higroskopis):

- K/Na bromida

- Pembebasan air kristal: Mg2SO4.7H2O + Na2CO3.H2O

- Terjadi campuran eutetik: menthol + camphor/thymol

b). Terjadi adsorpsi obat berkhasiat:

- Norit + papaverin, antibiotika ® adsorpsi bahan berkhasiat obat

- Kaolin, bolus alba ® menyerap obat lain

- Terjadi campuran eutetik: menthol + camphor/thymol

Interaksi farmasetik secara kimiawi yaitu jika terjadi reaksi kimia jika 2 atau lebih

obat dicampur, atau terbentuk zat baru dg khasiat berbeda dari bahan asal semula.

Contoh:

a) Terbentuk zat yang lebih toksik

- Acetosal + quinine ® quinotoxin

- Hg2Cl2 (Calomel) + KI ® Hg2I2

b) Terbentuk garam komplek yang tidak larut

- Tetrasiklin + garam kalsium (fosfat, karbonat) ® terbentuk senyawa

chelate yang tidak larut ® tidak dapat diabsorpsi ® tetrasiklin tidak aktif

2. Interaksi farmakokinetik:

Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme

dan ekskresi (ADME) yang terjadi di saluran cerna, hati, ginjal, dan dapat

meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara

farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak

berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan

karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik

yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin (H2-bloker) tidak

Drug Interaction- 2012 8

Page 9: Interaksi Obat (2012)

dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi farmakokinetik oleh terfenadin, aztemizole

(antihistamin non-sedatif) tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.

3. Interaksi farmakodinamik:

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada

sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek

yang aditif, potensiasi, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar

plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya

dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang

berinteraksi (class effect), karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek

farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat

diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja

obat.

Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya:

interaksi antara β-bloker dengan agonis-β2 pada penderita asma; interaksi antara

penghambat reseptor dopamin (haloperidol, metoclopramid) dengan levodopa pada

pasien parkinson.

Beberapa contoh interaksi obat secara fisiologik serta dampaknya antara lain

sebagai berikut: interaksi antara aminoglikosida dengan furosemid akan

meningkatkan risiko ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida; β-bloker dengan

verapamil menimbulkan gagal jantung, blok AV, dan bradikardi berat; benzodiazepin

dengan etanol meningkatkan depresi susunan saraf pusat (SSP); kombinasi obat-obat

trombolitik, antikoagulan dan anti platelet menyebabkan perdarahan.

Penggunaan diuretik kuat (misal furosemid) yang menyebabkan perubahan

keseimbangan cairan dan elektrolit seperti hipokalemia, dapat meningkatkan toksisitas

digitalis jika diberikan bersama-sama. Pemberian furosemid bersama relaksan otot

(misal, d-tubokurarin) menyebabkan paralisis berkepanjangan. Sebaliknya,

penggunaan diuretik hemat kalium (spironolakton, amilorid) bersama dengan

penghambat ACE (kaptopril) menyebabkan hiperkalemia. Kombinasi antihipertensi

dengan obat-obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) yang menyebabkan retensi

garam dan air, terutama pada penggunaan jangka lama, dapat menurunkan efek

antihipertensi.

Drug Interaction- 2012 9

Page 10: Interaksi Obat (2012)

Pasien Berisiko

Kelompok pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami interaksi obat adalah sebagai

berikut:

1. Pasien geriatrik (usia lanjut > 65 th)

2. Pasien pediatrik (neonatus dan infant)

3. Pasien sakit berat/kritis (critically ill patients)

4. Pasien HIV/AIDS

5. Pasien pasif (passive patiens)

6. Penyalah-guna Obat (Drug abusers)

1. Usia Lanjut:

Pada proses penuaan (degeneratif) yang normal atau normal aging, terjadi

penurunan fungsi-fungsi fisiologi tubuh dan penurunan homeostatis. Hal ini

menyebabkan terjadinya perubahan dalam parameter farmakokinetik dan

farmakodinamik obat, yang berakibat terjadinya perubahan respons tubuh terhadap

obat-obat yang diberikan, dan akan mempermudah terjadinya reaksi efek samping

obat (adverse drug reaction) ataupun peningkatan toksisitas.

Selain itu, adanya berbagai penyakit yang diderita sekaligus (multiple

diseases) pada kelompok usia lanjut menyebabkan penggunaan berbagai macam obat

sekaligus (polifarmasi) yang akan memperbesar risiko terjadinya interaksi obat.

Beberapa perubahan parameter farmakokinetik akibat perubahan fungsi fisiologis

pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

Absorpsi Oral: perubahan fungsi fisiologis di saluan cerna pada usia lanjut antara lain

menurunnya sekresi asam lambung, sehingga pH lambung meningkat (lebih basa); hal

ini menyebabkan penurunan disolusi obat-obat a.l. ketokonazol, itrakonazol dan

preparat besi, yang berpengaruh pada absorpsinya.

Pada usia lanjut, area absorpsi usus mengalami penurunan (20-30%), demikian juga

aliran darah (40%) dan motilitas saluran cerna, serta transport aktif. Hal ini berakibat

pada menurunnya absorpsi beberapa obat, antara lain vitamin (B1, B12), zat besi dan

kalsium.

Drug Interaction- 2012 10

Page 11: Interaksi Obat (2012)

Metabolisme lintas pertama: dipengaruhi oleh perubahan fungsi fisiologis yang

antara lain menurunnya aliran darah hepar. Hal ini berpengaruh terhadap

metabolisme obat-obat yang memiliki ratio ekstraksi tinggi (> 0.7) (misalnya,

propranolol, metoprolol, labetalol, calcium channel blocker, morfin) dimana

bioavailabilitas obat-obat tsb. akan meningkat signifikan.

Distribusi obat: pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan karena:

- menurunnya total body water (10-15%), berpengauh pada obat-obat yang

larut dalam air (misalnya: simetidin, antipirin, alcohol), dimana volume

distribusi obat tsb. (Vd) menurun ® berakibat pada peningkatan kadar

plasma obat.

- menurunnya Lean body mass (10-15%), berpengaruh terhadap volume

distribusi (Vd) digoksin (menurun) sehingga kadar plasma meningkat ®

dibutuhkan pengurangan loading dose.

- menurunnya Body fat : menurunya lemak tubuh berpengaruh pada obat-

obat yang larut dalam lemak (tiopental, diazepam, klobazepam,

klordiazepoksid), dimana volume distribusi obat tsb.meningkat, dan

menyebabkan peningkatan t ½ obat-obat tersebut.

Ikatan Protein Plasma: pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan

karena:

- menurunnya plasma albumin (6-20%), berpengaruh pada obat-obat asam

yang terikat kuat dengan albumin (a.l. fenilbutazon, salisilat, naproksen,

fenitoin, asam valproat, warfarin). Berkurangnya ikatan protein ®

menyebabkan fraksi obat bebas meningkat ® risiko ES meningkat.

- meningkatnya a-1-acidglycoprotein plasma, berpengaruh pada obat-obat

basa yg terikat kuat dg protein tsb. (a.l. propranolol, lidokain, imipramin),

menyebabkan peningkatan ikatan obat-protein ® sehingga fraksi obat

bebas menurun ® efektivitas obat menurun.

Metabolisme Hepar: perubahan metabolisme obat pada usia lanjut disebabkan oleh

adanya perubahan fisiologis yaitu:

- Perubahan enzim pemetabolisme (dari segi jumlah dan aktivitasnya)

- Penurunan massa hepar ® sehingga jumlah obat yang dimetabolisme

menurun

Drug Interaction- 2012 11

Page 12: Interaksi Obat (2012)

- Penurunan aliran darah hepar (35%), menyebabkan menurunnya perfusi

hepar (10-15%)

Obat-obat yang dipengaruhi adalah obat basa yang dimetabolisme oleh enzim hepar,

a.l. propranolol, labetalol, calcium channel blocker, kuinidin, teofilin, barbiturat,

benzodiazepin, anti depresan trisiklik (ADT). Klirens hepar obat-obat ini menurun

sehingga ® t ½ obat meningkat.

Ekskresi Ginjal : pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan karena:

- menurunnya massa ginjal (25-30%)

- menurunnya renal blood flow (1% per tahun setelah usia 40 th)

- menurunnya GFR (Glomerular Filtration Rate) (35%)

Obat-obat yang dipengaruhi adalah obat yang dieliminasi via ginjal yaitu:

ACE-Inhibitor, HCT, atenolol, sotalol, prokainamid, digoksin, furosemid, simetidin,

ranitidin, metformin, aminoglikosida, litium. Klirens ginjal obat-obat ini menurun

sehingga ® t ½ obat meningkat.

Contoh-contoh interaksi obat pada usia lanjut dengan adanya penyakit:

1. Ulkus peptik + Antikoagulan atau NSAID ® meningkatkan terjadinya

perdarahan lambung

2. Gangguan/insufisiensi ginjal kronik + NSAID, atau aminoglikosida,

atau bahan kontras media ® dapat terjadi gagal ginjal akut

3. Diabetes mellitus + diuretik, atau kortikosteroid ® meningkatkan

hiperglikemia

4. Hipokalemia + digoksin ® meningkatkan kejadian aritmia jantung

5. Hipertensi + NSAID, atau phenilpropanol amin (PPA) ® peningkatan

tekanan darah

6. Hipotensi postural + diuretik, atau antidepresan trisiklik (ADT), atau

a-bloker ® dapat terjadi sinkop, terjatuh, fraktur

Beberapa jenis obat yang merupakan komposisi/komponen obat flu pada obat-obat

OTC dapat berinteraksi dan berisiko menimbulkan ESO pada usia lanjut, misalnya:

- antihistamin (difenhidramin), memiliki ES antikolinergik, pada usia

lanjut dapat menyebabkan peningkatan retensi urin, konstipasi, pandangan

(mata) kabur, glaukoma, mulut kering, gangguan memori.

Drug Interaction- 2012 12

Page 13: Interaksi Obat (2012)

- nasal dekongestan/a agonis (fenilpropanol amin, fenilefrin, pseudo

efedrin), pada usia lanjut dapat meningkatkan tekanan darah.

2. Pasien Pediatrik.

Interaksi obat dapat terjadi pada setiap tahap proses farmakokinetik, misalnya

pada tahap absorpsi. Pada neonatus dan bayi (infant), belum sempurnanya fungsi-

fungsi fisiologis tubuh menyebabkan terjadinya perubahan dalam parameter

farmakokinetik obat.

Absorpsi obat: pengaruh masih terbatasnya motilitas usus dan lambatnya

pengosongan lambung menyebabkan tercapainya kadar plasma obat berlangsung

lebih lambat. Contoh, absorpsi menurun pada obat-obat parasetamol, fenobarbital,

fenitoin.

Adanya obat/zat lain seperti kalsium, zat besi, mangan, senyawa Al, akan

menurukan laju kecepatan dan jumlah (rate & extent) absorpsi obat sefalosporin

dan fluorokuinolon.

Metabolisme obat: interaksi paling sering terjadi dengan melibatkan enzim-enzim

pemetabolisme hati, terutama sistem enzim CYP yang pada pediatrik masih belum

mature (immature). Obat-obat inhibitor enzim (e.g. simetidin, omeprazol,

eritomisin, siprofloksasin) sering dipreskripsi utk anak ® dapat menghambat

metabolisme obat-obat a.l. teofilin, kodein, kortikosteroid, metronidazol ®

sehingga toksisitas obat-obat ini akan meningkat. Obat-obat induktor enzim (e.g.

fenobarbital, rifampisin, fenitoin, karbamazepin) ® akan meningkatkan

metabolisme obat-obat indeks, sehingga kadar plasma dan efek obat akan menurun.

Data tentang pengaruh enzim hati pada pediatrik masih terbatas antara lain karena

adanya issue etik dimana studi-studi yang melibatkan subyek anak sangat terbatas.

Ekskresi ginjal: proses maturasi fungsi ginjal pada pediatrik berlangsung bertahap

dan mencapai kematangan dalam waktu 1 sampai 2 tahun. Glomerulus Filtration

Rate (GFR) pada neonatus hanya 30 – 40% GFR orang dewasa. Obat-obat yang

dieliminasi via ginjal (e.g. aminoglikosid, penisilin, metotreksat) perlu

diperhatikan untuk penyesuaian dosis. Eliminasi obat-obat tersebut terhambat,

dapat menyebabkan intoksikasi. Contoh: Metotreksat + salisilat ® sekresi tubular

metotreksat dihambat menyebabkan toksisitas metotraksat meningkat.

3. Pasien sakit berat/kritis (critically ill patients)

Drug Interaction- 2012 13

Page 14: Interaksi Obat (2012)

Terjadi perubahan fisiologi pada satu atau beberapa sistem organ tubuh

akibat penyakit berat yang dideritanya, misalnya pada pasien dengan penyakit

ginjal, hepar, paru, jantung, dementia-alzheimer, miastenia gravis yang

memerlukan beberapa jenis obat. Digunakannya beberapa jenis obat menyebabkan

interaksi obat meningkat, selain itu karena penyakitnya indeks terapi obat

menyempit. Adanya perubahan efek obat yang relatif kecil akan bermakna klinik

dan menimbulkan adverse drug reaction (ADR), toksisitas, serta menurunnya

efikasi.

4. Pasien HIV/AIDS:

Pada pasien ini risiko gagal fungsi organ meningkat akibat berbagai infeksi

oportunis. Pasien akan sering menerima obat-baru baru (yang masih minim

informasi) dalam jumlah banyak sehingga akan meningkatkan risiko interaksi

obat, dan meningkatkan efek toksik.

5. Pasien pasif (passive patiens) :

Pasien pasif adalah pasien yang tidak memahami alasan pengobatan yang

diberikan padanya, misalnya pasien psikiatri, pasien usia lanjut yang tanpa

pendampingan. Penggunaan obat pada pasien ini berisiko untuk terjadinya

ketidak-rasionalan dan interaksi antara lain karena masalah-masalah

compliance/adherence (ketidak-patuhan).

Pada prinsipnya, dokter dan farmasis harus bertanggung jawab dalam menangani

passive patient, meminimalkan dosis dan jumlah pengobatan untuk mengurangi

risiko yang tidak dikehendaki.

6. Penyalah-guna Obat (Drug abusers) :

Penyalahguna obat seringkali juga mengkonsumsi rokok, alkohol, obat-obat

psikotropik/narkotik dan OTC dalam jumlah besar. Oleh karena itu risiko

terjadinya interaksi obat meningkat, dengan konsekuensi adverse events juga

meningkat.

Interaksi Obat dalam Saluran Cerna

Interaksi obat yang terjadi pada saat absorpsi di saluran cerna berlangsung melalui

beberapa mekanisme atau akibat beberapa hal antara lain:

Drug Interaction- 2012 14

Page 15: Interaksi Obat (2012)

1. Interaksi yang langsung terjadi sebelum obat diabsorpsi

2. Adanya perubahan pH cairan saluran cerna

3. Adanya perubahan dalam pengosongan lambung dan motilitas saluran cerna

4. Adanya hambatan transpor aktif saluran cerna

5. Adanya perubahan flora normal usus

6. Adanya pengaruh makanan

1. Interaksi Langsung

Merupakan interaksi secara fisik atau kimiawi antar obat dalam lumen saluran

cerna sebelum obat diabsorpsi. Interaksi terjadi pada obat-obat yang diberikan per

oral yang absorpsinya lewat membran mukosa. Interaksi ini dapat dihindarkan atau

sangat berkurang jika obat yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu

minimal 2 jam.

Interaksi obat yang terjadi langsung akan menyebabkan penurunan laju/kecepatan

dan jumlah (rate and extent) absorpsi obat

- Untuk obat yang diberikan single dose (misalnya, hipnotik, analgetik)

dimana diharapkan kadar plasma obat yang tinggi harus cepat dicapai,

maka jika kecepatan (rate) absorpsi menurun ® jumlah (extent) obat yang

diabsorpsi juga menurun sehingga kadar plasma yang adekuat tidak

tercapai ® terjadi kegagalan terapi

- Untuk obat yang diberikan secara kronik / regimen multiple dose

(misalnya, antikoagulan) dimana kecepatan (rate) absorpsi tidak penting,

maka jumlah total obat yg diabsorpsi (extent) tidak terlalu dipengaruhi

Berikut adalah tabel contoh interaksi obat secara langsung:

Tabel 1. Beberapa Contoh Interaksi Obat secara Langsung

OBAT INDEKS OBAT PRESIPITAN EFEK INTERAKSI

Drug Interaction- 2012 15

Page 16: Interaksi Obat (2012)

Tetrasiklin kation multivalen Ca+2, Mg2+, Al3+ (dalam antasid), Ca2+ dalam susu, Fe2+

Terbentuk kelat yang tidak diabsorpsi ® jumlah obat indeks yang diabsorpsi ¯

Digoksin, tiroksin, asam valproat, siklosporin

Kolestiramin Terbentuk kompleks dengan kolestiramin ® absorpsi obat indeks ¯

Penisilamin, anti infeksi gololongan kuinolon (siprofloksasin)

Antasid mengandung Al, Mg; makanan, preparat besi

Terbentuk komplek kelat sukar larut ® absorpsi obat indeks ¯

Digoksin, linkomisin Kaolin, pektin Obat indeks di adsorpsi ® juml obat indeks yang diabsorpsi ¯

2. Adanya perubahan pH cairan saluran cerna

Obat melintasi membran mukosa secara difusi pasif, absorpsinya ditentukan

oleh jumlah obat yang tidak terion dan kelarutan dalam lemak. Absorpsi

dipengaruhi akan oleh pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH cairan saluran

cerna dan formulasi obat. Pemberian obat yang dapat mengubah pH cairan saluran

cerna akan mempengaruhi absorpsi. Berikut adalah contoh interaksi obat yang

dipengaruhi oleh perubahan pH cairan saluran cerna.

Tabel 2. Beberapa Contoh Interaksi Obat yang dipengaruhi perubahan pH

OBAT (A) OBAT (B) EFEK INTERAKSI

Aspirin Antasida, NaHCO3 Disolusi (A) ® kecepatan abs (A)

Eritromisin Antasida pH lambung ® absorpsi obat (A)

Tablet Besi Antasida pH lambung ® absorpsi obat (A)

Tablet Besi Vitamin C pH lambung ¯ ® absorpsi obat (A) ¯

Tetrasiklin NaHCO3 Kelarutan (A) ¯ ® absorpsi obat (A) ¯ Glibenklamid, glipizid, tolbutamid

Antasida, H2-blocker, proton pump inhibitor

pH lambung ® absorpsi obat (A)

Ketokonazol, itrakonazol(basa lemah)

Antasida, H2-blocker, proton pump inhibitor

pH lambung ® absorpsi obat (A) ¯

Seruroksim asetil,Sefrodoksim proksetil(butuh deesterifikasi pd suasana asam sebelum diabsorpsi)

Obat-obat yg meningkatkan pH cairan saluran cerna

pH lambung ® absorpsi obat (A) ¯

Note: H2 –blocker, misalnya simetidin, ranitidin; proton pump inhibitor misalnya, omeprazol

3. Adanya perubahan dalam pengosongan lambung dan motilitas saluran cerna

Perubahan motilitas saluran cerna berakibat pada perubahan kecepatan/laju

pengosongan lambung. Interaksi obat yang terkait dengan perubahan motilitas

Drug Interaction- 2012 16

Page 17: Interaksi Obat (2012)

saliran cerna bergantung pada karakteristik disolusi, kelarutan obat, dan kecepatan

pelepasan obat dari bahan pembawanya. Interaksi demikian akan berpengaruh

terhadap laju/kecepatan (rate) dan jumlah (extent) absorpsi obat, yakni dapat

meningkat atau menurun.

- Obat yang mempercepat/memperpendek waktu pengosongan lambung

(misalnya, metoklopramid) ® akan mempercepat absorpsi obat lain

- Obat yang memperlambat/memperpanjang waktu pengosongan lambung

(misalnya, antihistamin, antikolinergik, analgetik narkotik, antidepresan

trisiklik) ® akan memperlambat absorpsi obat lain

Usus halus (intestin) adalah tempat absorpsi utama dari semua obat. Absorpsi di

intestin berlangsung jauh lebih cepat daripada absorpsi di lambung, semakin cepat

obat sampai di intestin, maka laju absorpsi makin cepat demikian juga jumlah obat

yang diabsorpsi makin meningkat.

Dari lambung, obat akan masuk ke intestin dan ‘transit’ di sana untuk waktu

tertentu. Waktu transit intestinal adalah lama waktu yang dibutuhkan oleh

obat/zat untuk berada (singgah) di intestin, yang biasanya tidak mempengaruhi

absorpsi obat di intestin, kecuali untuk:

- Obat-obat yang sukar larut dalam saluran cerna: digoksin, kortikosteroid

- Obat yang sukar diabsopsi: dikumarol

- Obat yang diabsorpsi secara aktif hanya di satu segmen intestine saja:

missal Fe dan riboflavin (di segmen intestin bagian atas); vitamin B12 (di

ileum)

Berikut adalah contoh interaksi obat yang dipengaruhi oleh perubahan waktu

pengosongan lambung dan waktu transit usus.

Tabel 3. Beberapa Contoh Interaksi Obat yang dipengaruhi oleh perubahan waktu pengosongan lambung dan transit usus

OBAT (A) OBAT (B) EFEK INTERAKSI

Antikolinergik, levodopa Obat (A) memperpanjang waktu

Drug Interaction- 2012 17

Page 18: Interaksi Obat (2012)

antidepresan trisiklik pengosongan lambung ® bioavailabilitas obat (B) ¯

Al(OH)3 INH, klorpromazin idem

Litium klorpromazin idem

Antikolinergik digoksin Obat (A) memperpanjang waktu transit usus ® bioavailabilitas obat (B)

Antidepresan trisiklik dikumarol idem

Metoklopramid parasetamol, diazepam, propranolol

Obat (A) mempercepat waktu pengosongan lambung ® mempercepat absorpsi obat (B)

Metoklopramid levodopa Obat (A) mempercepat waktu pengosongan lambung ® bioavailabilitas obat (B)

Metoklopramid digoksin Obat (A) memperpendek waktu transit usus ® bioavailabilitas obat (B) ¯

Mg(OH)2 digoksin, prednison, dikumarol idem

4. Adanya hambatan transpor aktif saluran cerna

Transporter di saluran cerna protein yang berperan dalam transpor aktif (up-take

dan efflux) zat/obat dari saluran cerna melalui membran mukosa saluran cerna

Protein Uptake transporter di saluran cerna, antara lain adalah:

- OATP (Organic Anionic Transporting Polypeptide): untuk anion organik

- OCT (Organic Cationic Transporter): untuk kation organik

Protein Efflux transporter (terdapat di usus, hati, ginjal, sel endotel) adalah:

- P-glikoprotein (P-gp)

Adanya hambatan pada transporter OATP, OCT oleh suatu zat/obat ® berakibat

terjadinya penurunan atau peningkatan kadar plasma/biovailabilitas obat yang

merupakan substrat transporter tersebut, contoh:

- jus buah grapefruit adalah inhibitor OATP; obat-obat betabloker,

fexofenadin (= substrat OATP) jika diberikan bersama jus grapefruit,

maka kadar plasma/bioavailitas obat-obat tersebut akan menurun.

- Siklosporin (inhibitor OATP) jika diberikan bersama atorvastatin

(substrat OATP) ® makan bioavailabilitas atorvastatin meningkat.

Adanya penghambatan pada transporter P-glikoprotein (P-gp) oleh suatu

zat/obat ® berakibat terjadinya penurunan atau peningkatan kadar

plasma/biovailabilitas obat yang merupakan substrat transporter tersebut, contoh:

Drug Interaction- 2012 18

Page 19: Interaksi Obat (2012)

- Ketokonazol, kuinidin, amiodaron (= inhibitor P-gp) jika diberikan

bersama digoksin (= substrat P-gp) ® maka akan terjadi peningkatan

absorpsi dan kadar plasma digoksin, terjadi penurunan ekskresi empedu

dan penurunan sekresi tubular proximal digoksin ® terjadi gagal jantung.

5. Adanya perubahan flora normal usus

Flora normal usus berperan dalam: Sintesis vit.K, metabolisme obat, hidrolisis

glukuronid, konversi obat menjadi komponen aktif

Perubahan flora usus (terjadi supresi) dapat terjadi misalnya akibat penggunaan

antibiotika broad spectrum (tetrasiklin, kloramfenikol, ampisilin). Contoh

interaksi akibat perubahan flora usus:

- Koagulan oral (Vit. K) diberikan bersama antibiotika broad spectrum ®

kadar plasma vitamin K menurun ® efektivitas vit. K menurun, dan

terjadi perdarahan

- Efektivitas sulfasalazin menurun ® karena tidak terjadi konversi obat

tersebut menjadi komponen aktif akibat adanya perubahan flora usus

(karena pemberian antibiotika broad spectrum)

6. Adanya pengaruh makanan

Adanya makanan yang diberikan bersama obat berpengaruh terhadap kinetik dari

beberapa obat berikut, yaitu akan:

- meningkatkan absorpsi: HCT, nitrofurantoin, fenitoin, halofantrin,

mebendazol

- menurunkan absorpsi obat: parasetamol, aspirin, INH, rifampisin, tetrasiklin

- menurunkan metabolisme lintas pertama: propranolol, metoprolol,

hidralazin ® sehingga bioavailabilitas obat-obat tersebut meningkat

- Makanan berlemak akan meningkatkan sekresi asam empedu:

- bioavailabilitas griseofulvin, danazol, spironolakton

- ¯ bioavailabilitas neomisin, kanamisin (insoluble).

Interaksi Obat terkait proses Distribusi Obat

Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara reversibel meninggalkan

aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan / atau ke sel-sel jaringan.

Interaksi obat yang tejadi dalam proses distribusi berlangsung sewaktu terjadi

transportasi obat dalam darah.

Drug Interaction- 2012 19

Page 20: Interaksi Obat (2012)

Distribusi obat berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh, ada 2 fase yaitu :

- Distribusi obat ke dalam organ yang perfusinya sangat baik, misal: jantung, paru-

paru, ginjal, hati dan otak

- Distribusi ke jaringan yg perfusinya kurang baik, misal: jaringan lemak, tulang,

otot, kulit dan jaringan ikat.

Parameter yang berperan dalam proses distribusi dan transportasi obat dalam

darah antara lain adalah : volume distribusi (Vd), aliran darah, permeabilitas kapiler,

derajat ikatan protein plasma.

Volume distribusi (Vd):

adalah volume (hipotetik) dimana obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh.

Vd berguna untuk memperkirakan kadar plasma obat jika jumlah obat dalam

tubuh diketahui.

Besar volume distribusi dihitung dengan rumus:

Vd = D/C, dimana C = kadar obat dalam plasma dan D = jumlah/banyaknya

obat dalam tubuh.

- Vd berguna untuk memperkirakan dosis yang dibutuhkan untuk

mencapai kadar plasma obat tertentu.

- Vd menunjukkan luasnya distribusi dan pengikatan dari obat

Jika obat diakumulasi di jaringan ® maka obat yang beredar di

plasma berkurang ® Vd besar

Obat yang terikat kuat protein plasma ® memiliki Vd kecil

Protein plasma

Plasma darah mengandung 93% air dan 7% bahan-bahan terlarut terutama

protein. Fraksi protein terpenting adalah albumin (5% dari plasma) yang akan

berikatan dengan obat. Protein terdapat dalam plasma dan jaringan. Jenis protein

penting yang dapat berikatan dengan obat adalah:

1. Albumin: mengikat obat bersifat asam, obat netral dan zat endogen

2. a1-acid glycoprotein (AGP): mengikat obat-obat bersifat basa (misal,

propranolol) dan hormon

3. Corticosteroid Binding Globulin (CBG): mengikat kortikosteroid

4. Sex Steroid Binding Globulin (SSBG): proteinn yang khusus mengikat hormon

sex, terutama testoteron dan estradiol.

Tempat (site) protein albumin berikatan dengan obat dikenal ada beberapa, yaitu:

Drug Interaction- 2012 20

Page 21: Interaksi Obat (2012)

- Warfarin site: mengikat warfarin, fenilbutazon, fenitoin, asam valproat,

tolbutamid, sulfonamid, bilirubin

- Diazepam site: mengikat diazepam dan benzodiazepin lainnya, asam2

kaboksilat (terutama NSAID), penisilin & derivatnya

- Asam-asam lemak mempunyai tempat ikatan yang khusus pada albumin

Protein plama (pp) berfungsi untuk pengikatan dan transport obat dan zat-zat

endogen. Obat yang terikat protein plasma (obat-pp) berada dalam keseimbangan

dengan fraksi obat bebas (tidak terikat pp); fraksi obat bebas ini bersifat aktif secara

farmakologis.

Pengikatan obat oleh protein plasma mempengaruhi ‘nasib’ obat di dalam tubuh,

yakni mempengaruhi lama dan intensitas kerja obat tsb. Adanya fraksi obat bebas

dalam sirkulasi darah mempengaruhi kecepatan eliminasi.

Konsekuensi dari adanya ikatan obat dengan protein plasma (obat-pp) berpengaruh

terhadap hal-hal sebagai berikut:

1. Aktifitas farmakologi: hanya obat bebas yang dapat berdifusi melalui barrier

membran menuju ke organ target dan berinteraksi dengan reseptor, sehingga

menghasilkan efek farmakologi (baik berupa efikasi/efektifitas ataupun

toksisitas)

2. Distribusi obat: ikatan obat-pp yang kuat akan membantu distribusi obat

untuk sampai ke organ target yang jauh dari tempat pemberian

3. Biotransformasi obat: ikatan obat-pp membatasi obat yang dibiotransformasi

dengan lambat (misalnya, warfarin, fenilbutazon)

4. Ekskresi ginjal: ikatan obat-pp membatasi kecepatan filtrasi melalui

glomerulus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat- protein plasma:

- Umur: pada neonatus dan usia lanjut, ikatan protein umumnya tidak kuat

sehingga lebih banyak fraksi obat bebas.

- Adanya variasi individu dalam pengikatan obat basa-protein plasma,

disebabkan oleh faktor genetik

- Pengaruh penyakit

Drug Interaction- 2012 21

Page 22: Interaksi Obat (2012)

- Adanya obat lain, berisiko terjadinya interaksi

Kepentingan Klinik Ikatan Obat- PP

1. Interaksi Obat

- Karena jumlah protein plasma terbatas, maka dapat terjadi kompetisi

antara obat bersifat asam dan obat bersifat basa untuk berikatan dengan

protein yang sama

- Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein plasma, maka

suatu obat dapat ‘digusur’ (displaced) dari ikatannya dengan protein oleh

obat lain sehingga kadar fraksi obat bebas yang tergusur meningkat dan

efek farmakologinya juga meningkat.

- Obat dengan ikatan protein kuat akan menggusur obat lain yang ikatan

proteinnya lebih lemah.

2. Dampak klinik akibat interaksi ini penting jika:

- obat yang ‘tergusur’ mempunyai ‘margin of safety’ sempit ® sehingga

peningkatan kadar fraksi obat bebas menyebabkan efek toksik meningkat

- Obat yang ‘tergusur’ mempunyai ikatan obat-pp cukup kuat (³ 85%),

dengan Vd kecil, dan terutama obat yang bersifat asam ® sedikit saja obat

ini dibebaskan, maka akan meningkatkan kadar fraksi bebasnya hingga 2 –

3 kali lipat

3. Adanya kelainan/penyakit yang diderita:

- Hipoalbuminemia: kondisi ini menyebabkan ikatan obat-albumin

berkurang, sehingga fraksi obat bebas akan meningkat dan efek

farmakologinya meningkat.

- Penyakit ginjal (gagal ginjal akut, kronik, nefrosis) ® pada kondisi ini

terjadi hipoalbuminemia dan uremia, sehingga dapat terjadi akumulasi

metabolit yang akan berkompetisi dengan obat dalam berikatan dengan

albumin. Hal ini menyebabkan ikatan obat-pp berkurang, sehingga fraksi

obat bebas meningkat dan efek farmakologi meningkat.

- Sirosis hati: pada kondisi ini terjadi hipoalbuminemia dan

hiperbilirubinemia. Bilirubin berkompetisi dengan obat untuk berikatan

dengan albumin ® menyebabkan ikatan obat-pp berkurang, sehingga kadar

fraksi obat bebas meningkat dengan konsekuensi efek farmakologi juga

meningkat.

Drug Interaction- 2012 22

Page 23: Interaksi Obat (2012)

Tabel 4. Interaksi Obat terkait Ikatan Protein

OBAT A (DISPLACED DRUG)

OBAT B (DISPLACING)

EFEK INTERAKSI

Warfarin dan other

highly albumin bound

Fenilbutazon,

Oksifenbutazon

Asam Mefenamat,

Salisilat

Sufafenazon

Asam etakrinat

Asam nalidiksat

Klofibrat

Perdarahan ,

Hiperprotrombinemia

Tolbutamid,

klorpropamid idem

Hipoglikemia

Metotreksat (Mtx) Salisilat

Sufonamid

Pansitopenia (ES Mtx)

Implikasi adanya ikatan obat-protein pada terapi obat

- Jika ikatan obat-albumin subnormal, maka dosis obat pada pemberian

single dose harus kecil

- Obat yang memiliki afinitas tinggi terhadap albumin dan memiliki Vd

kecil maka dosis obat pada pemberian kronik harus disesuaikan

Interaksi Obat pada tahap Metabolisme

Metabolisme obat adalah perubahan struktur kimia obat yg terjadi dlm tubuh

dan dikatalisis oleh enzim. Proses metabolisme mengubah molekul obat menjadi lebih

polar sehingga lebih mudah di ekskresikan oleh ginjal, dan proses ini sangat penting

dalam mengakhiri kerja obat, mengubah obat menjadi metabolitnya yang inaktif.

Adanya variabilitas yang besar pada metabolisme obat untuk setiap individu

yang antara lain karena pengaruh faktor genetik, lingkungan, dan status penyakit,

Drug Interaction- 2012 23

Page 24: Interaksi Obat (2012)

menyebabkan pemberian obat dengan dosis yang sama akan menghasilkan respons

yang bebeda pada tiap individu.

Reaksi biokimia yang terjadi pada metabolisme terdiri atas 2 fase reaksi yaitu:

- Reaksi fase I: meliputi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Fase ini mengubah obat

menjadi metabolit polar yang inaktif, kurang aktif atau lebih aktif dari senyawa

induknya

- Reaksi fase II: adalah reaksi konjugasi obat atau hasil metabolit obat dengan

substrat endogen. Reaksi konjugasi menghasilkan senyawa yang jauh lebih polar

dan akan jauh lebih mudah dieliminasi/ekskresikan.

Diagram Metabolisme Obat

Konsekuensi proses metabolisme obat akan menghasilkan:

- Senyawa / metabolit inaktif

- Metabolit aktif

- Senyawa mirip dengan senyawa induk (parent drug)

- Senyawa yang lebih aktif dibandingkan parent drug

- Senyawa lain dengan efek baru

- Metabolit yang toksik

Proses metabolisme berlangsung di mikrosom hati dan sitosol. Proses oksidasi di

mikrosom hati diperantarai olehsistem enzim sitokrom P450 (CYP). Aktivitas CYP

dapat dirangsang (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh zat kimia (obat) tertentu.

Sietem enzim sitokrom P450 (CYP) mempunyai beberapa isoform/isozim, antara lain

yang terpenting dalam proses metabolisme obat adalah: CYP3A; CYP2D6;

Drug Interaction- 2012 24

Page 25: Interaksi Obat (2012)

CYP1A2 ; CYP2C9 ; dan CYP2C19. Penulisan (nomenklatur) sitokrom P450

berdasarkan genetik, dan tidak mempunyai implikasi fungsional. Contoh, CYP2D6

CYP = sitokrom P450

2 = genetic family

D = genetic sub-family

6 = gen spesifik

Sistem CYP terutama mempengaruhi (memetabolisme) substrat enzim mikrosomal

tdi hati. CYP3A adalah isozim yang memetabolisme sebagian besar (± 60%) obat

pada manusia, selain di mikrosom hati juga ditemukan di intestinal dan ginjal.

CYP2D6: adalah CYP yang pertama kali dikenal, juga dinamakan ‘debrisokuin

hidroksilase’.

Obat-obat yang merupakan substrat CYP3A a.l.

- Ca-channel blocker (sebagian besar)

- Benzodiazepin (sebagian besar)

- HIV protease inhibitor (sebagian besar)

- Statin (HMG-Co-A reductase inhibitor)

- Non-sedating antihistamins (sebagian besar)

- Cisapride

- Steroid (estradiol)

Obat-obat yang merupakan substrat CYP2D6 a.l.

- kodein

- beta blocker (banyak)

- Antidepresan trisiklik (banyak)

Obat-obat yang merupakan substrat CYP2C9 a.l.

- Kebanyakan NSAID, termasuk Cox-2

- Fenitoin

- S-warfarin (bentuk aktif warfarin)

Obat-obat yang juga dimetabolisme (merupakan substrat) CYP2C19 a.l.

- diazepam

- fenitoin

- omeprazol

Drug Interaction- 2012 25

Page 26: Interaksi Obat (2012)

Obat-obat yang dimetabolisme (merupakan substrat) CYP1A2:

- teofilin

- imipramin

- propranolol

- klozapin

Interaksi obat dalam proses metabolisme terutama terjadi karena adanya:

- Hambatan proses metabolisme

- Induksi proses metabolisme

- Adanya perubahan aliran darah hati

- Gangguan dalam ekskresi bilier (empedu) dan siklus enterohepatik

Hambatan proses metabolisme

Tergantung jenis obatnya (substrat), hambatan terhadap enzim

pemetabolisme obat dapat menyebabkan: efek terapetik menurun, atau efek toksik

senyawa yang tidak dimetabolisme meningkat

Obat-obat yang merupakan inhibitor CYP3A a.l.: Ketokonazol, itrakonazol,

flukonazol, simetidin, klaritromisin, eritromisin, troleandromisin, (grape fruit juice)

Obat-obat yang merupakan inhibitor CYP lainnya adalah,: flukonazol (CYP2C9);

omeprazol, INH, ketokenazol (CYP2C19); antibiotik fluorokuinolon (ofloxacin),

simetidin, flufoksamin (CYP1A2).

Tabel 5. Interaksi Obat terkait Hambatan Metabolisme

SUBSTRAT CYP3A

INHIBITORCYP3A

EFEK INTERAKSI

Terfenadin,Astemizol,Norastemizol,Loratadin,Cisaprid

Ketokonazol, itrakonazol, eritromisin,klaritromisin, simetidin, grape fruit juice

Konsentrasi substrat ® QT interval memanjang ® aritmia ventrikular (torsades de pointes) ® fatal

Drug Interaction- 2012 26

Page 27: Interaksi Obat (2012)

Felodipin, Siklosporin

idem bioavailabilitas substrat

Statinidem

Konsentrasi substrat ® ES (miopati, rhabdomyelitis)

Benzodiazepin idem ES Drowsiness

SUBSTRATCYP2D6

INHIBITORCYP2D6

EFEK INTERAKSI

Antipsikotik, Antidepresan trisiklik

Kuinidin,Haloperidol,Fluoksetin,Paroksetin Simetidin, Ritonavir

Konsentrasi substrat ® efek sedasi

Betabloker, Sildenafil idem

Konsentrasi substrat ® hipotensi

Kodein idemKodein tidak dapat diubah menjadi bentuk metabolit aktif ® efek ¯

SUBSTRATCYP2D6

INHIBITORCYP2D6

EFEK INTERAKSI

NSAID,COX-2 inhibitor (celecoxib, rofecoxib

FlukonazolKonsentrasi substrat ® ES

Fenitoin Flukonazol Konsentrasi substrat ® ES

Warfarin Flukonazol

Konsentrasi substrat ® ES ® terjadi perdarahan

Induksi proses metabolisme

Zat penginduksi (induktor) dapat menginduksi enzim tanpa perlu menjadi

substratnya. Jika pajanan induktor dihentikan, maka efek induksi akan hilang secara

bertahap. Beberapa obat ada yang bersifat auto induktor, yang dapat merangsang

metabolismenya sendiri sehingga timbul toleransi.

Obat-obat yang merupakan induktor CYP450 antara lain adalah:

- rifampisin, deksametazon, fenitoin

Drug Interaction- 2012 27

Page 28: Interaksi Obat (2012)

- etanol

- Asap rokok/hidrokarbon polisiklik aromatik

- St.John Wort (Hypericum perforatum, herba antidepresan)

Tabel 6. Interaksi Obat terkait Induksi Metabolisme

SUSTRAT CYP INDUKTOR CYP EFEK INTERAKSI

Kontraseptik oral rifampisin Kadar estrogen ¯ ® kegagalan terapi

Siklosporin Fenitoin, Karbamazepin, St. John Wort

Kadar siklosporin ¯ ® penolakan organ transplan (transplant rejection)

Parasetamol Alkohol (kronik) hepatotoksisitas pada dosis kecil

Kortikosteroid Fenitoin, Rifampisin Metabolisme kortikosteroid ® gagal terapi

Perubahan aliran darah hepar.

Perubahan aliran darah hepar berpengaruh pada obat-obat dengan ratio ekstraksi

hepar tinggi, contohnya lidokain, propranolol (obat indeks).

- Jika obat-obat ini (sebagai obat indeks) diberikan bersama obat-obat yang

menurunkan aliran darah hepar (contoh, betabloker lainnya), maka klirens obat

indeks akan menurun.

- Jika obat-obat tsb. diberikan bersama obat-obat yang dapat meningkatkan alir

darah hepar (contoh, isoproterenol, nifedipin), maka klirens obat indeks akan

meningkat.

Gangguan ekskresi empedu / bilier

Diketahui ada 3 transporter yang berperan untuk sekresi bilier (biliary secretion)

yaitu:

- P-glikoprotein (P-gp) untuk kation organik (misalnya kuinidin) yang dapat

menurunkan biliary excretion digoksin

- P-gp untuk anion organik (misalnya, probenecid), dapat menurunkan biliary

excretion rifampisin

Drug Interaction- 2012 28

Page 29: Interaksi Obat (2012)

- P-gp untuk konjugat (misalnya, glukuronid atau glutation konjugat)

Gangguan sirkulasi enterohepatik (EHC)

Obat terkonjugasi yang dihidrolisis oleh flora usus, parent drug nya di reabsorbsi

akan mengganggu siklus enterohepatik (EHC).

Antibiotika spektrum luas menekan flora usus, mengganggu EHC ® dapat

menyebabkan kegagalan kontrasepsi.

Interaksi Obat pada Ginjal (tahap Ekskresi)

Proses ekskresi obat dantabolitnya menunjukkan berakhirnya aktivitas serta

keberadaan obat dalam tubuh. Molekul obat yang masuk ke dalam tubuh dikeluarkan

kembali melalui berbagai mekanisme, tergantung apakah obat mengalami absorpsi

atau tidak. Obat yang tidak diabsorpsi, setelah pemberian oral akan dikeluarkan dari

tubuh bersama feses, contohnya norit, sulfaguanidin (SG), Al(OH)3 . Sedangkan obat

yang diabsorpsi akan masuk ke sirkulasi sistemik, setelah proses metabolisme

selanjutnya akan diekskresi/eliminasi dari tubuh bersama berbagai cairan tubuh

melalui beberapa rute, yaitu melalui urin (ginjal), ASI, saliva, kulit, atau organ

genitalia. Molekul obat dieliminasi dari dalam tubuh melalui biotransformasi menjadi

senyawa inaktif.

Organ yang berperan dalam proses ekskresi melalui urin adalah ginjal. Ginjal

berperan dalam homeostasis volume dan komposisi cairan extra selular melalui

mekanisme filtrasi glomerulus, sekresi tubular dan re-absorpsi tubular. Nefron, adalah

unit fungsional dari ginjal yang menentukan eliminasi dan re-absorpsi dari zat/obat

(terdapat sekitar 1 juta nefron untuk setiap ginjal). Sementara itu satu unit nefron

terdiri dari:

- Bagian kapiler (kapsul Bowman) dengan glomerulur, aferent & eferent

arteriol ® yang berfungsi untuk filtrasi glomerulus.

- Bagian tubular terdiri dari

Tubular convoluted proximal (loop Henle), berfungsi untuk sekresi

aktif;

Distal convoluted tube, berfungsi untuk reabsorpsi pasif dan aktif

Drug Interaction- 2012 29

Page 30: Interaksi Obat (2012)

Setelah keluar dari nefron, sisa zat/obat yang terlarut akan dikumpulkan dalam

collecting duct (kandung kemih) dan selanjutnya dieksresikan bersama urin.

Interaksi obat dalam tahap ekskresi ginjal dapat terjadi oleh karena:

1. Adanya gangguan/kerusakan fungsi ginjal akibat obat (due to drug-induced

renal impairment). Obat yg menyebabkan kerusakan ginjal antara lain adalah

aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B. Obat-obat yang dieliminasi oleh

ginjal (aminoglikosida, digoksin, flusitosin) jika ada gangguan fungsi ginjal

konsentrasinya akan meningkat dan menyebabkan toksisitas meningkat.

2. Adanya kompetisi pada tahap sekresi aktif tubuli ginjal (Competition for

active renal tubular secretion).

3. Adanya perubahan pH urin.

Perubahan ini akan menghasilkan klirens ginjal yang berarti secara klinik

hanya bila:

- Fraksi obat yg diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (> 30%)

- Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah dengan

pKa b 3,0 – 7,5

Contoh:

Asam lemah (pKa 3 – 7,5) misalnya NaHCO3 akan meningkatkan pH

urin, sehingga ionisasi obat seperti fenobarbital/ salisilat meningkat ®

ekskresi meningkat. Contoh: pada intoksikasi fenobarbital/salisilat, urin

dibuat basa dengan NaHCO3 agar ekskresi fenobarbital/salisilat

ditingkatkan sehingga intoksikasinya dapat berkurang.

Basa lemah (pKa 7,5 – 10) misalnya NH4Cl menurunkan pH urin ®

ionisasi metabolit amfetamin (pseudoefedrin) ditingkatkan ® ekskresi

pseudoefedrin meningkat

4. Adanya perubahan aliran darah ginjal

Aliran darah di ginjal terutama dipengaruhi oleh produksi prostaglandin di

ginjal. Jika sintesis prostaglandin dihambat (misal oleh pemberian NSAID)

maka ® akan menurunkan ekskresi beberapa obat, misalnya litium (obat

psikiatrik untuk gejala ‘manic depression’), diekskresi terutama via ginjal

sehingga jika ekskresinya dihambat ® kadar serum litium meningkat dan

terjadi intoksikasi.

Drug Interaction- 2012 30

Page 31: Interaksi Obat (2012)

Tabel 7. Interaksi Obat terkait perubahan Ekskresi Ginjal

OBAT INDEKS O.PRESIPITAN EFEK INTERAKSI

Sefalosporin,Dapson,Indometasin,Penisilin.

Probenesid Kadar plasma obat indeks ® kemungkinan tokisitas

Metotreksat (Mtx) Salisilat, beberapa NSAID lain

Kadar plasma Mtx ® toksisitas Mtx

AsetoheksamidGlibenklamidTolbutamid

Fenilbutazon Efek hipoglikemik dan lebih lama akibat ekskresi ginjal ¯

Beberapa Contoh Interaksi obat dengan Diuretik.

1. Diuretik hemat Kalium (spironolakton, amilorid, triamteren) dengan

suplemen Kalium dan garam Kalium:

- Memberikan efek aditif

- Diuretik hemat K + suplemen K ® menyebabkan hiperkalemia, dengan

tanda-tanda antara lain terjadi kelemahan otot, fatigue, paraestesia

(kesemutan), bradikardi, syok, dan EKG abnormal

- Hindarkan pemberian suplemen K pada pasien yang sedang mendapat

terapi diuretik hemat K kecuali jika pasien mengalami hipokalemia (kadar

K rendah)

2. Diuretik dengan trimetoprim (TMP)/kotrimoksazol:

- Pemberian secara bersamaan menghasilkan efek aditif.

- Tiazid + TMP / koktimoksazol ® terjadi penurunan kadar plasma Na

(hiponatremia) dengan tanda-tanda a.l.: nausea, anoreksia

3. Furosemid dengan Kloralhidrat (obat hipnotik-sedatif)

- Mekanisme belum diketahui secara pasti.

- Diduga:

furosemid menggeser asam trikloroasetat (metabolit kloralhidrat)

dari ikatan protein plasma dan akan menggeser hormon tiroksin

terjadi perubahan pH plasma sehingga terjadi peningkatan kadar

tiroksin bebas

Drug Interaction- 2012 31

Page 32: Interaksi Obat (2012)

- Furosemid injeksi (bukan per oral) diberikan bersama Kloralhidrat

menyebabkan ® berkeringat, hotflush, takikardi, gelisah. Reaksi ini cepat

terjadi (± 15 menit). Hindarkan pemberian furosemid IV pada pasien

setelah mendapatkan kloralhidrat

4. Furosemid dengan Kolestiramin/kolestipol

Kolestiramin /kolestipol adalah resin penukar anion yang akan mengikat

furosemid di usus sehingga absorpsi dan efek furosemid menurun. Absorpsi

furosemid relatif cepat, sehingga jika akan diberikan bersamaan, harus

diberikan 2-3 jam sebelum pemberian kolestiramin/ kolestipol.

5. Furosemid diberikan bersama Klofibrat pada pasien nefrotik sindrom akan

meningkatkan diuresis dan gejala muskular. Mekanisme: peningkatan diuresis

terjadi akibat kompetisi dan pergeseran furosemid oleh klofibrat dari ikatan

protein plasma. Klofibrat menyebabkan gejala muskular, yang dapat

diperparah pada kondisi hilangnya Na & K via urin (akibat diuresis) dan akan

meningkatkan t ½ klofibrat (16 jam menjadi 36 jam).

6. Furosemid diberikan bersama makanan, akan menurunkan bioavailabilitas

dan efek furosemid . Mekanisme interaksi ini belum jelas. Penanganannya

adalah dengan menghindari pemberian furosemid bersama makanan, yaitu

dengan memberikan jarak waktu pemberian 2 – 3 jam.

7. Furosemid, bumetanid diberikan bersama Indometasin/ NSAID lain.

Efek diuretik furosemid akan menurun dengan mekanisme sebagai berikut:

Diuretik menyebabkan ekskresi Na. Adanya gangguan sintesis prostaglandin

di ginjal oleh pemberian NSAID ® menyebabkan penurunan diuresis dan

aliran darah ginjal. Jika penggunan bersama tidak bisa dihindarkan, berikan

interval waktu pemberian obat.-

Drug Interaction- 2012 32