integrasi ilmu pengetahuan dan pengintegrasiannya dalam islam

27
INTEGRASI ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN Disusun oleh : Arum Kurniawati (1301037) Yanuar Caesario PP (1301063) S1 KEPERAWATAN Tk. IIB 1

Upload: maz-nano-sumarna

Post on 03-Oct-2015

414 views

Category:

Documents


49 download

TRANSCRIPT

INTEGRASI ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

Disusun oleh :

Arum Kurniawati(1301037)Yanuar Caesario PP(1301063)

S1 KEPERAWATAN Tk. IIB

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN2014/2015KATA PENGANTAR

Puji syukur, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :1. "Sumarna,M.Ag, selaku dosen pembimbing mata kuliah ini.2. Teman-teman S1 Keperawatan 2B yang selalu memberikan kritik dan sarannya.3. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu.Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna serta masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi sempurnanya makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.

Klaten, 07 Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman JuduliKata PengantariiDaftar Isiiii

BAB IPENDAHULUAN1.1.Latar Belakang Masalah41.2. Permasalahan4BAB IIPEMBAHASAN2.1. Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan52.2. Hakikat ayat-ayat Allah SWT92.3. Kesatuan & Interkoneksitas dalam memahami ayat qauliyah dan ayat kauniyah 112.4. Ayat qauliyah dan kauniyah16BAB IIIPENUTUP3.1. Kesimpulan17

Daftar Pustaka19

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang MasalahPemikiran tentang integrasi atau Islamisasi ilmu pengetahuan dewasa ini yang dilakukan oleh kalangan intelektual muslim, tidak lepas dari kesadaran beragama. Secara totalitas ditengah ramainya dunia global yang sarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sebuah konsep bahwa umat Islam akan maju dapat menyusul menyamai orang-orang barat apabila mampu menstransformasikan dan menyerap secara aktual terhadap ilmu pengetahuan dalam rangka memahami wahyu, atau mampu memahami wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Disamping itu terdapat asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari negara-negara barat dianggap sebagai pengetahuan yang sekuler oleh karenanya ilmu tersebut harus ditolak, atau minimal ilmu pengetahuan tersebut harus dimaknai dan diterjemahkan dengan pemahaman secara islami. Ilmu pengetahuan yang sesungguhnya merupakan hasil dari pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah swt, kehilangan dimensi spiritualitasnya, maka berkembangkanlah ilmu atau sains yang tidak punya kaitan sama sekali dengan agama. Tidaklah mengherankan jika kemudian ilmu dan teknologi yang seharusnya memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi kehidupan manusia ternyata berubah menjadi alat yang digunakan untuk kepentingan sesaat yang justru menjadi penyebab terjadinya malapetaka yang merugikan manusia. Dipandang dari sisi aksiologis ilmu dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrumen penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya. Dengan demikian, ilmu dan teknologi haruslah memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia dan bukan sebaliknya. Untuk mencapai sasaran tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu keislaman, sehingga ilmu-ilmu umum tersebut tidak bebas nilai atau sekuler. Pendekatan interdisciplinary dan inter koneksitas antara disiplin ilmu agama dan umum perlu dibangun dan dikembangkan terus-menerus tanpa kenal henti.Bukan masanya sekarang disiplin ilmu ilmu agama (Islam) menyendiri dan steril dari kontak dan intervensi ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kealaman dan begitu pula sebaliknya. 1.2. PermasalahanPermasalahan yang penting diajukan adalah bagaimana mengintegrasikan atau menyatukan ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum.

BAB IIPEMBAHASAN2.1.Integrasi Islam dan Ilmu PengetahuanSetelah umat Islam mengalami kemunduran sekitar abad XIII-XIX, justru pihak Barat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya dari Islam sehingga ia mencapai masa renaissance. Ilmu pengetahuan umum (sains) berkembang pesat sedangkan ilmu pengetahuan Islam mengalami kemunduran, yang pada akhirnya muncullah dikotomi antara dua bidang ilmu tersebut.Tidak hanya sampai di sini tetapi muncul pula sekularisasi ilmu pengetahuan. Namun sekularisasi ilmu pengetahuan ini mendapat tantangan dari kaum Gereja. Galileo (L. 1564 M) yang dipandang sebagai pahlawan sekularisasi ilmu pengetahuan mendapat hukuman mati tahun 1633 M, karena mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan pandangan Gereja. Galileo memperkokoh pandangan Copernicus bahwa matahari adalah pusat jagat raya berdasarkan fakta empiris melalui observasi dan eksperimen. Sedangkan Gereja memandang bahwa bumi adalah pusat jagat raya (Geosentrisme) didasarkan pada informasi Bibel. Pemberian hukuman kepada para ilmuan yang berani berbeda pandangan dengan kaum Gereja menjadi pemicu lahirnya ilmu pengetahuan yang memisahkan diri dari doktrin agama. Kredibilitas Gereja sebagai sumber informasi ilmiah merosot, sehingga semakin mempersubur tumbuhnya pendekatan saintifik dalam ilmu pengetahaun menuju ilmu pengetahuan sekuler. Sekularisasi ilmu pengetahuan secara ontologis membuang segala yang bersifat religius dan mistis, karena dianggap tidak relevan dengan ilmu. Alam dan realitas sosial didemitologisasikan dan disterilkan dari sesuatu yang bersifat ruh dan spirit dan didesakralisasi (di alam ini tidak ada yang sakral).- Sekularisasi ilmu pengetahuan dari segi metodologi menggunakan epistemologi rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme berpendapat bahwa rasio adalah alat pengetahuan yang obyektif karena dapat melihat realitas dengan konstan. Sedangkan empirisme memandang bahwa sumber pengetahuan yang absah adalah empiris (pengalaman).- Sekularisasi ilmu pengetahuan pada aspek aksiologi bahwa ilmu itu bebas nilai atau netral, nilai-nilai ilmu hanya diberikan oleh manusia pemakainya. Memasukkan nilai ke dalam ilmu, menurut kaum sekular, menyebabkan ilmu itu memihak, dan dengan demikian menghilangkan obyektivitasnya. Kondisi inilah yang memotivasi para cendekiawan muslim berusaha keras dalam mengintegrasikan kembali ilmu dan agama. Upaya yang pertama kali diusulkan adalah islamisasi ilmu pengetahuan. Upaya islamisasi ilmu bagi kalangan muslim yang telah lama tertinggal jauh dalam peradaban dunia moderen memiliki dilema tersendiri. Dilema tersebut adalah apakah akan membungkus sains Barat dengan label Islami atau Islam? Ataukah berupaya keras menstransformasikan normativitas agama, melalui rujukan utamanya Alquran dan Hadis, ke dalam realitas kesejarahannya secara empirik? . Kedua-duanya sama-sama sulit jika usahanya tidak dilandasi dengan berangkat dari dasar kritik epistemologis. Dari sebagian banyak cendikiawan muslim yang pernah memperdebatkan tentang islamisasi ilmu, di antaranya bisa disebut adalah: Ismail Raji Al-Faruqi, Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Fazlur Rahman, dan Ziauddin Sardar. Kemunculan ide: Islamisasi ilmu tidak lepas dari ketimpangan-ketimpangan yang merupakan akibat langsung keterpisahan antara sains dan agama. Sekulerisme telah membuat sains sangat jauh dari kemungkinan untuk didekati melalui kajian agama. Pemikiran kalangan yang mengusung ide Islamisasi ilmu masih terkesan sporadis, dan belum terpadu menjadi sebuah pemikiran yang utuh. Akan tetapi, tema ini sejak kurun abad 15 H., telah menjadi tema sentral di kalangan cendekiawan muslim.Tokoh yang mengusulkan pertama kali upaya ini adalah filosof asal Palestina yang hijrah ke Amerika Serikat, Ismail Raji Al-Faruqi. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengembalikan ilmu pengetahuan pada pusatnya yaitu tauhid. Hal ini dimaksudkan agar ada koherensi antara ilmu pengetahuan dengan iman.Upaya yang lainnya, yang merupakan antitesis dari usul yang pertama, adalah ilmuisasi Islam. Upaya ini diusung oleh Kuntowijoyo. Dia mengusulkan agar melakukan perumusan teori ilmu pengetahuan yang didasarkan kepada Alquran, menjadikan Alquran sebagai suatu paradigma. Upaya yang dilakukan adalah objektifikasi. Islam dijadikan sebagai suatu ilmu yang objektif, sehingga ajaran Islam yang terkandung dalam Alquran dapat dirasakan oleh seluruh alam (rahmatan lil alamin), tidak hanya untuk umat Islam tapi non-muslim juga bisa merasakan hasil dari objektivikasi ajaran Islam.Masalah yang muncul kemudian adalah apakah integrasi/islamisasi ilmu pengetahuan keislaman, dengan ilmu-ilmu umum mungkin dilakukan dengan tetap tegak diatas prinsipprinsip tanpa mengacu pada pendekatan teologi normatif.Moh. Natsir Mahmud mengemukakan beberapa proposisi (usulan) tentang kemungkinan islamisasi ilmu pengetahuan, sebagai berikut:1. Dalam pandangan Islam, alam semesta sebagai obyek ilmu pengetahuan tidak netral, melainkan mengandung nilai (value) dan maksud yang luhur. Bila alam dikelola dengan maksud yang inheren dalam dirinya akan membawa manfaat bagi manusia. Maksud alam tersebut adalah suci (baik) sesuai dengan misi yang diemban dari Tuhan.2. Ilmu pengetahuan adalah produk akal pikiran manusia sebagai hasil pemahaman atas fenomena di sekitarnya. Sebagai produk pikiran, maka corak ilmu yang dihasilkan akan diwarnai pula oleh corak pikiran yang digunakan dalam mengkaji fenomena yang diteliti.3. Dalam pandangan Islam, proses pencarian ilmu tidak hanya berputar-putar di sekitar rasio dan empiri, tetapi juga melibatkan al-qalb yakni intuisi batin yang suci. Rasio dan empiri mendeskripsikan fakta dan al-qalb memaknai fakta, sehingga analisis dan konklusi yang diberikan sarat makna-makna atau nilai.4. Dalam pandangan Islam realitas itu tidak hanya realitas fisis tetapi juga ada realitas non-fisis atau metafisis. Pandangan ini diakui oleh ontologi rasionalisme yang mengakui sejumlah kenyataan empiris, yakni empiris sensual, rasional, empiris etik dan empiris transenden. Azyumardi Azra, mengemukakan ada tiga tipologi respon cendekiawan muslim berkaitan dengan hubungan antara keilmuan agama dengan keilmuan umum.Pertama: Restorasionis, yang mengatakan bahwa ilmu yang bermanfaat dan dibutuhkan adalah praktek agama (ibadah). Cendekiawan yang berpendapat seperti ini adalah Ibrahim Musa (w. 1398 M) dari Andalusia. Ibnu Taymiah, mengatakan bahwa ilmu itu hanya pengetahuan yang berasal dari nabi saja. Begitu juga Abu Al-Ala Maududi, pemimpin jamaat al-Islam Pakistan, mengatakan ilmu-ilmu dari barat, geografi, fisika, kimia, biologi, zoologi, geologi dan ilmu ekonomi adalah sumber kesesatan karena tanpa rujukan kepada Allah swt. dan Nabi Muhammad saw.Kedua: Rekonstruksionis interprestasi agama untuk memperbaiki hubungan peradaban modern dengan Islam. Mereka mengatakan bahwa Islam pada masa Nabi Muhammad dan sahabat sangat revolutif, progresif, dan rasionalis. Sayyid Ahmad Khan (w. 1898 M) mengatakan firman Tuhan dan kebenaran ilmiah adalah sama-sama benar. Jamal al-Din al-Afgani menyatakan bahwa Islam memiliki semangat ilmiah.Ketiga: Reintegrasi, merupakan rekonstruksi ilmu-ilmu yang berasal dari al-ayah al-quraniyah dan yang berasal dari al-ayah al-kawniyah berarti kembali kepada kesatuan transsendental semua ilmu pengetahuan. Kuntowijoyo menyatakan bahwa inti dari integrasi adalah upaya menyatukan (bukan sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia (ilmu-ilmu integralistik), tidak mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan manusia (other worldly asceticisme). Model integrasi adalah menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai grand theory pengetahuan. Sehingga ayat-ayat qauliyah dan qauniyah dapat dipakai. Integrasi yang dimaksud di sini adalah berkaitan dengan usaha memadukan keilmuan umum dengan Islam tanpa harus menghilangkan keunikankeunikan antara dua keilmuan tersebut.Terdapat keritikan yang menarik berkaitan dengan integrasi antara ilmu agama dengan sains:(1) Integrasi yang hanya cenderung mencocok-cocokkan ayat-ayat Alquran secara dangkal dengan temuan-temuan ilmiah. Disinilah pentingnya integrasi konstruktif dimana integrasi yang menghasilkan kontribusi baru yang tak diperoleh bila kedua ilmu tersebut terpisah. Atau bahkan integrasi diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin muncul jika keduanya berjalan sendiri-sendiri.Tapi ada kelemahan dari integrasi, di mana adanya penaklukan, seperti teologi ditaklukkan oleh sains.(2) Berkaitan dengan pembagian keilmuan, yaitu qauniyah (Alam) dan qauliyah (Teologis). Kuntowijoyo mengatakan bahwa ilmu itu bukan hanya qauniyah dan qauliyah tetapi juga ilmu nafsiyah. Kalau ilmu qauniyah berkenaan dengan hukum alam, ilmu qauniyah berkenaan dengan hukum Tuhan dan ilmu nafsiyah berkenaan makna, nilai dan kesadaran. Ilmu nafsiyah inilah yang disebut sebagai humaniora (ilmu-ilmu kemanusiaan, hermeneutikal).Amin Abdullah memandang, integrasi keilmuan mengalami kesulitan, yaitu kesulitan memadukan studi Islam dan umum yang kadang tidak saling akur karena keduanya ingin saling mengalahkan. Oleh karena itu, diperlukan usaha interkoneksitas yang lebih arif dan bijaksana. Interkoneksitas yang dimaksud oleh Amin Abdullah adalah: Usaha memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia. Sehingga setiap bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama, keilmuan sosial, humaniora, maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri, maka dibutuhkan kerjasama, saling tegur sapa, saling membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan antara disiplin keilmuan. Pendekatan integratif-interkonektif merupakan pendekatan yang tidak saling melumatkan dan peleburan antara keilmuan umum dan agama. Pendekatan keilmuan umum dan Islam sebenarnya dapat dibagi menjadi tiga corak yaitu: paralel, linear dan sirkular.- Pendekatan paralel masing-masing corak keilmuan umum dan agama berjalan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dan persentuhan antara satu dengan yang lainnya.- Pendekatan Linear, salah satu dan keduanya akan menjadi primadona, sehingga ada kemungkinan berat sebelah.- Pendekatan Sirkular, masing-masing corak keilmuan dapat memahami keterbatasan, kekurangan dan kelemahan pada masing-masing keilmuan dan sekaligus bersedia mengambil manfaat dari temuan-temuan yang ditawarkan oleh tradisi keilmuan yang lain serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki kekurangan yang melekat pada diri sendiri. Pendekatan integratif-interkonektif merupakan usaha untuk menjadikan sebuah keterhubungan antara keilmuan agama dan keilmuan umum. Muara dari pendekatan integratif-interkonektif menjadikan keilmuan mengalami proses obyektivikasi dimana keilmuan tersebut dirasakan oleh orang non Islam sebagai sesuatu yang natural (sewajarnya), tidak sebagai perbuatan keagamaan. Sekalipun demikian, dari sisi yang mempunyai perbuatan, bisa tetap menganggapnya sebagai perbuatan keagamaan, termasuk amal, sehingga Islam dapat menjadi rahmat bagi semua orang. Contoh konkrit dari proses objektivikasi keilmuan Islam adalah Ekonomi Syariah yang prakteknya dan teori-teorinya berasal dari wahyu Tuhan. Islam menyediakan etika dalam perilaku ekonomi antara lain; bagi hasil (al-Mudarabah) dan kerja sama (al-Musyarakah). Di sini Islam mengalami objektivitas dimana etika agama menjadi ilmu yang bermanfaat bagi seluruh manusia, baik muslim maupun non muslim, bahkan arti agama sekalipun. Kedepan, pola kerja keilmuan yang integralistik dengan basis moralitas keagamaan yang humanistik dituntut dapat memasuki wilayah-wilayah yang lebih luas seperti: psikologi, sosiologi, antropologi, kesehatan, teknologi, ekonomi, politik, hubungan internasional, hukum dan peradilan dan seterusnya.Perbedaan pendekatan integrasi-interkoneksi dengan Islamisasi ilmu adalah dalam hal hubungan antara keilmuan umum dengan keilmuan agama. Kalau menggunakan pendekatan islamisasi ilmu, maka terjadi pemilahan, peleburan dan pelumatan antara ilmu umum dengan ilmu agama. Sedangkan pendekatan integrasi interkoneksi lebih bersifat menghargai keilmuan umum yang sudah ada, karena keilmuan umum juga telah memiliki basis epistemologi, ontologi dan aksiologi yang mapan, sambil mencari letak persamaan, baik metode pendekatan (approach) dan metode berpikir (procedure) antar keilmuan dan memasukkan nilai-nilai keilmuan Islam ke dalamnya, sehingga keilmuan umum dan agama dapat saling bekerja sama tanpa saling mengalahkan.Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dalam mengintegrasikan ilmu-ilmu keislaman ke dalam ilmu-ilmu umum sebaiknya mengacu kepada perspektif ontologis, epistemologis dan aksiologis.- Dari perspektif ontologis, bahwa ilmu itu pada hakekatnya, adalah merupakan pemahaman yang timbul dari hasil studi yang mendalam, sistematis, obyektif dan menyeluruh tentang ayat-ayat Allah swt, baik berupa ayat-ayat qauliyyah yang terhimpun di dalam Alquran maupun ayat-ayat kauniyah yang terhampar dijagat alam raya ini. Karena keterbatasan kemampuan manusia untuk mengkaji ayat-ayat tersebut, maka hasil kajian / pemikiran manusia tersebut harus dipahami atau diterima sebagai pengetahuan yang relatif kebenarannya, dan pengetahuan yang memiliki kebenaran mutlak hanya dimiliki oleh Allah swt.- Dari perspektif Epistemologi, adalah bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi diperoleh melalui usaha yang sungguh-sungguh dengan menggunakan instrumen penglihatan, pendengaran dan hati yang diciptakan Allah swt. terhadap hukum-hukum alam dan sosial (sunnatullah). Karena itu tidak menafikan Tuhan sebagai sumber dari segala realitas termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.- Dari perspektif aksiologi, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi harus diarahkan kepada pemberian manfaat dan pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia. Bukan sebaliknya, ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk menghancurkan kehidupan manusia. Perlu disadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bagian dari ayat-ayat Allah dan merupakan amanat bagi pemiliknya yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban di sisi-Nya.

2.2. Hakikat Ayat-Ayat Allah SWTAllah Subhanahu wataala telah menyatakan bahwa Al Quran diturunkan langsung oleh-Nya, sehingga tidak ada keraguan di dalamnya (lihat Qs. Yunus;37), dan Al Quran merupakan kitab yang menjelaskan segala sesuatu yang ada di alam ini, sebagai bahan renungan bagi orang-orang yang berpikir (lihat QS An Nahl: 89)Kebenaran ayat-ayat Al Quran yang diturunkan sekira 14 abad lalu tersebut, baru dapat dibuktikan pada masa sekarang melalui sejumlah penelitian yang dilakukan. Berikut ini beberapa fakta dalam Al Quran dan hadist yang telah dibuktikan kebenarannya.1. Setiap Ciptaan Allah itu BerpasanganAllah SWT berfirman:Dan segala sesuatu Kami telah menciptakan berpasangan agar kalian dapat menjadikannya pelajaran (Ad-Dzariyat: 49).Allah menciptakan dunia ini dengan penuh keseimbangan. Dalam setiap satu ciptaannya, selalu ada pasangannya. Para peneliti menemukan bahwa dalam jantung atom terdapat bagian positif dan negatif; dalam dunia matematika, ada jumlah positif dan negarif; dalam ilmu pengetahuan, waktu malam diimbangi waktu siang, ada hawa panas dan dingin, terang dan gelap; dalam dunia tanaman ada feminin dan maskulin.Kebenaran ilmiah bahwa setiap tanaman di bumi adalah berpasangan belum diketahui faktanya saat diturunkan Al Quran. Tetapi Allah mengatakan kepada kita dalam firman-Nya: dan semua buah-buahan di dalamnya dijadikan berpasangan (Ar-Rad:3).2. Warna ApiPara ilmuwan yang mempelajari api dan hubungannya dengan temperatur, menemukan bahwa warna api adalah merah, kemudian jika ditinggikan suhunya maka warna api akan menjadi putih dan jika dinaikkan lagi suhunya maka warna api akan berubah menjadi hitam dan fenomena ini disebut oleh para ulama radiasi benda hitam, dan yang menakjubkan lagi adalah Nabi saw telah menyebutkan fenomena ini, adanya perubahanwarna api! Nabi Muhammad saw bersabda:Api dinaikkan suhunya selama seribu tahun sampai berubah menjadi merah, lalu dinaikkan lagi selama seribu tahun hingga berubah menjadi putih, kemudian dinaikkan lagi selama seribu tahun sampai menghitam, dan itulah yang disebut dengan hitam legam. (HR. At-Tirmidzi).3. Ukuran Bumi BerkurangPara ilmuwan menemukan bahwa bumi itu dulunya lebih besar dari ukuran saat ini. Ukurannya terus menurun dengan berlalunya jutaan tahun. Penemuan ini disebutkan dalam al-Quran dengan jelas:Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?. (QS Ar-Ra`d: 41)4. Jasad Firaun yang Tetap UtuhJasad Firaun yang ditenggelamkan Allah namun tetap utuh telah membuat bingung para ilmuwan, yang bertanya-tanya bagaimana mungkin tubuh mayat yang tenggelam di lautan dalam masih bisa utuh dan bisa disaksikan sampai saat ini.Inilah salah satu kuasa Allah yang disampaikan dalam firman-Nya:Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami. (QS. Yunus: 92)5. Bangunan Piramida Dibuat dari Tanah LiatPara peneliti Prancis dan Amerika berpendapat bahwa batu-batu besar yang digunakan oleh para Firaun untuk membangun piramid hanyalah tanah liat kemudian dipanaskan pada suhu yang tinggi. Pendapat ini sesuai dengan Al-Quran yang menyampaikannya secara akurat dan sempurna, dalam ayat yang diucapkan Firaun ketika ia berkata:Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta. (QS Qashash: 38)Kenyataan itu telah dikonfirmasi oleh ilmuwan terkemuka di Amerika dan Perancis, dengan menampilkan contoh gambar menggunakan mikroskop elektron dari batu piramida.Bukti ilmiah tersebut menegaskan bahwa pembangunan monumen yang tinggi harus bersandar pada tanah, sama dengan apa yang telah disebutkan dalam kitab Allah Swt, dan rahasia ini yang disembunyikan oleh Firaun. Namun Allah mengetahui rahasia itu dan yang tersembunyisekalipun, karena itulah Allah menyampaikannya kepada kita agar menjadi salah satu tanda dan saksi akan kebenaran Al-Quran yang mulia.

2.3. Kesatuan Dan Interkoneksitas dalam memahami ayat qauliyah dan kauniyahAntara ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah terdapat hubungan yang sangat erat karena keduanya sama-sama berasal dari Allah. Kalau kita memperhatikan ayat qauliyah, yakni Al-Quran, kita akan mendapati sekian banyak perintah dan anjuran untuk memperhatikan ayat-ayat kauniyah. Salah satu diantara sekian banyak perintah tersebut adalah firman Allah dalam QS Adz-Dzariyat ayat 20-21:

Dan di bumi terdapat ayat-ayat (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

Dalam ayat diatas, jelas-jelas Allah mengajukan sebuah kalimat retoris: Maka apakah kamu tidak memperhatikan? Kalimat yang bernada bertanya ini tidak lain adalah perintah agar kita memperhatikan ayat-ayat-Nya yang berupa segala yang ada di bumi dan juga yang ada pada diri kita masing-masing. Inilah ayat-ayat Allah dalam bentuk alam semesta (ath-thabiah, nature).

Dalam QS Yusuf ayat 109, Allah berfirman: Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?

Ini juga perintah dari Allah agar kita memperhatikan jenis lain dari ayat-ayat kauniyah, yaitu sejarah dan ihwal manusia (at-tarikh wal-basyariyah).Disamping itu, sebagian diantara ayat-ayat kauniyah juga tidak jarang disebutkan secara eksplisit dalam ayat qauliyah, yakni Al-Quran. Tidak jarang dalam Al-Quran Allah memaparkan proses penciptaan manusia, proses penciptaan alam semesta, keadaan langit, bumi, gunung-gunung, laut, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Bahkan ketika para ilmuwan menyelidiki dengan seksama paparan dalam ayat-ayat tersebut, mereka terkesima dan takjub bukan kepalang karena menemukan keajaiban ilmiah pada ayat-ayat tersebut, sementara Al-Quran diturunkan beberapa ratus tahun yang lalu, dimana belum pernah ada penelitian-penelitian ilmiah.

Karena itu, tidak hanya ayat-ayat qauliyah yang menguatkan ayat-ayat kauniyah. Sebaliknya, ayat-ayat kauniyah juga senantiasa menguatkan ayat-ayat qauliyah. Adanya penemuan-penemuan ilmiah yang menegaskan kemukjizatan ilmiah pada Al-Quran tidak diragukan lagi merupakan bentuk penguatan ayat-ayat kauniyah terhadap kebenaran ayat-ayat qauliyah.a. Keserasian Ayat-Ayat Qauliyah Dan KauniyahAllah SWT menurunkan ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya melalui 2 jalur formal yaitu ayat qouliyah dan jalurnon-formal yaitu ayat kauniyah. Ayat qouliyah adalah kalam Allah (Al-Quran) yang diturunkan secara formal kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ayat kauniyah adalah fenomena alam, jalurnya tidak formal dan manusia mengeksplorasi sendiri.Al-Quran Al-Karim, yang terdiri dari 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan sering tersebut sering di sebut ayat-ayat kauniyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal diatas. Jumlah ini tidak termaksud ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat.b. Al-Quran Dan Alam RayaDalam bericara tentang alam dan fenomenanya. Paling sedikit ada dua hal yang dapat dikemukakan menyangkut hal tersebut:1. Al-Quran memerintah kan atau menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka memperoleh manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupanyadan mengantarkan kepada kesadaran-kesadaran akan keesaan dan kemahakuasaan Allah SWT.2. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan dibawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti.Alam raya tidak bisa dilepaskan dari ketetapan-ketapan tersebut, kecuali jika dikehendaki oleh Allah SWT.Eksplorasi terhadap ayat kauniyah inilah yang kita kenal sebagai sains, yang kemudian dalam aplikasinya disebut teknologi. Sains dan teknologi (saintek) ini adalah implementasi dari tugas manusia sebagai khalifah fil ardhi untuk memakmurkan bumi. Karenanya bagi seorang muslim, saintek adalah sarana hidup untuk mengelola bumi, bukan membuat kerusakan.Paradigma seorang muslim terhadap ayat-ayat Allah ini, baik ayat qouliyah (Al-Quran) maupun kauniyah (fenomena alam) adalah mutlak benar dan tidak mungkin bertentangan, karena keduanya berasal dari Allah. Pada faktanya sains yang telah proven (qathi) selaras dengan Al Quran seperti tentang peredaran bintang, matahari dan bumi pada orbitnya. Namun sains yang masih dzanni (teori) kadang bertentangan dengan yang termaktub dalam Al-Quran seperti teori evolusi pada manusia.Allah swt menuangkan sebagian kecil dari ilmu-Nya kepada umat manusia dengan dua jalan. Pertama, dengan ath-thariqah ar-rasmiyah (jalan resmi) yaitu dalam jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang disebut juga dengan ayat-ayat qauliyah. Kedua, dengan ath-thariqah ghairu rasmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui ilham secara kepada makhluk-Nya di alam semesta ini (baik makhluk hidup maupun yang mati), tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena tak melalui perantaraan malaikat Jibril, maka bisa disebut jalan langsung (mubasyaratan). Kemudian jalan ini disebut juga dengan ayat-ayat kauniyah.Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan. Allah swt. berfirman: Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq:1-5)Saintis muslim bukan berhenti pada observasi dan menjelaskan fenomena alam, namun mesti mencapai level orang yang berakal ulil albab (QS Ali Imron 190-191). Akal berbeda dengan kecerdasan otak. Hewan pun mempunyai kecerdasan, namun tidak mempunyai akal. Karenanya orang yang tidak menggunakan akal diumpamakan binatang ternak (QS.Al-Araf : 179). Manusia yang tidak menggunakan akal dianggap sebagai binatang yang cerdas.Akal adalah kerja qalbu yang berada dalam dada (sebagaimana disebutkan dalam QS.Al-Hajj ayat 46), merupakan kemampuan untuk mengambil pelajaran. Kata ulil albab biasa disebut dalam Al-Quran setelah pemaparan fenomena alam, untuk menunjukkan orang yang bias mengambil pelajaran. Kata yafqohuun (memahami), yaqiluun(menggunakan akal) dalam Al-Quran dinisbatkan pada qalbu (QS.22:46, 7:179).maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,lalu mereka mempunyai qalbu yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qalbu yang di dalam dada. Ayat di atas didahului dengan ayat tentang pemaparan fenomena kaum-kaum yang diadzab.Berkaca dari makna akal dalam Al-Quran ini, maka semestinya penemu disket, penemu memori jika barakal maka akan sampai pada keyakinan tentang akhirat, tentang kesaksian dan pencatatan amal-amal manusia, dan hari pembalasan.Dalam sejarah peradaban Islam, para ilmuwan adalah juga ahli dalam agama karena memahami kedudukan saintek dalam Islam. Mereka belajar ayat qouliyah dan juga belajar ayat kauniyah. Kontribusi ilmu pengetahuan para ilmuwan muslim menjadi tonggak kemajuan iptek di barat.Dalam bidang matematika ada algorithm, algebra yang merupakan nama matematikawan muslim (Alkhawarizm, Aljabar). Juga angka Arab yang dengannya perhitungan menjadi mudah. Dalam bidang kimia ada istilah alkemi (chemistry), alkali, alkohol. Nama-nama ilmuwan muslim seperti IbnuSina (Avicena), Ibnu Rusyd (Averous), Ibnu Khaldun menjadi nama yang gemilang. Bidang-bidang yang sangat gemilang pada masa kejayaan peradaban Islam adalah kedokteran, matematika, dan astronomi, karena menjadi kebutuhan langsung seperti menentukan kiblat dan waktu-waktu ibadah.Dalam pandangan seorang muslim ayat qauliyah akan memberikan petunjuk/isyarat bagi kebenaan ayat kauniyah, misalnya surat An-Nur (24):43 mengisyaratkan terjadinya hujan, surat Al-Mukminun (23):12-14 mengisyaratkan tetang keseimbangan dan kesetabilan pada istem tata surya, surat Al-Ankabut(29):20 mengisyaratkan adanya evolusi pada penciptaan makhluk di bumi, surat AZ-Zumar (39):5 dan surat an-Naml (27): 28 mengisyaratkan adanya rotasi bumi dan bulatnya bumi,sebaliknya ayat kauniyah akan menjadi bukti (Al-Burhan) bagi kebenaran ayat qauliyah (lihat surat Al-Fushshilat 41:53)Dengan demikian,Pada pasal ini akan dijelaskan dan diberikan contoh hubungan antara ayat Qauliyah sebagai petunjuk wahyu yang memberikan isyarat global tentang fenomena iptek, untuk membantu menjelaskan dan mencocokkan terhadap ayat kauniyah. Banyak sekali contoh yang dapat dikemukakan, akan tetapi karena keterbatasan ruang, maka dalam hal ini akan dikemukakan dua contoh saja yang amat terkenal yaitu Siklus Hidrologi dan Konsep Tentang Alam Semesta.

1. Ayat/Fenomena KauniyahDari hasil observasi dan penelitian yang berulang-ulang bahwa siklus hidrologi atau sikulasi air (hydrologi cycle) dapat dijelaskan sebagai berikut:Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang terjadi akibat radiasi/panas matahari, sehingga air yang dilaut, sungai, dan juga air pada tumbuh-tumbuhan mengalami penguapan ke udara (transpiration), sehingga dikenal sebagai evapotranspiration, lalu uapair tersebut pada ketinggian tertentu menjadi dinggin dan terkondensasi menjadi awan. Akibat angin,bekumpulan awan dengan ukuran tertentu dan terbuat awan hujan, karena pengaruh berat dan gravitasi kemudian terjadilah hujan (presipitasion). Beberapa air hujan ada yang mengalir di atas permukaan. Tanah sebagai aliran limpasan (overland flow) dan ada yang terserap kedalam tanah (infiltrasioan). Aliran limpasan selanjutnya dapat mengisi tampungan-cekungan (depresioan storage). Apabila tampungan ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan-permukaan (surface runoff) yang selanjutnya mengalir kelaut. Sedangkan air yang terinfiltrasi, bisa keadaan formasi geologi memungkinkan, sebagian dapat mengalir literal di lapisan tidak kenyang air sebagai aliran antara (subsurface flow/interflow). Sebagian yang lain mengalir vertikal yangdisebut dengan perkolasi (percolation) yang akan mencapai lapisan kenyang air (saturated zone/aquifer). Air dalam akifer akan mengalir sebagai air tanah (grounwter flow/base flow) kesungai atau ketampungan dalm (deep storage). Siklus hirologi ini terjadi terus-menerus atau berulang-ulang dan tidak terputus.

2. Ayat/Fenomena QauliyahPada penjelasan fenomena kauliyah, dapat kita tarik kesimpulan bahwa siklus hidrologi memiliki 4 (empat) macam proses yang saling menguatkan, yaitu:a. hujan/presipitasi.b. penguapan/evaporasi.c. infiltrasi dan perkolasi (peresapan).d. lipahan permukaan (surface runoff) dan limpasan air tanah (subsurface runoff)Isyarat adanya fenomena siklus hidrologi dapat kata lihat pada surat An-Nur (24) ayat 43Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (An Nur: 43)Pada ayat diatas, menunjukkan adanya proses inti yang sedang berlangsung dan merupakan bagian dari proses siklus hidrologi.Kedua proses itu, yaitu proses penguapan (evaparasi)yang ditunjukkan dengan kata awandan proses hujan (presipitasi)yang berupa keluarnya air dan butiran es dari awan.Diman awan adalah massa uap air yang terkumpul akibat penguapan dan kondisi atmosfir tertentu. Menurut Prof. Sri Harto (2000)seorang pakar biologi, awan dalam keadan ini yang kalau masih mempunyai butir-butir air berdiameter lebih kecil dari 1mm masih akan melayang-layang di udara karena berat butir-butir tersebut masih lebih kecil daripada gaya tekan ke atas udara. Sehingga pada kondisi ini awan masih bisa bergerak terbawa angin, kemudian berkumpul menjadi banyak dan bertindih-tindih (bercampur), dalam ayat lain awan menjadi bergumpal-gumpal seperti pada surat Ar-Arum(30)ayat 48Allah, dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-Arum: 48).Demikian jelaslah bahwa dengan terbawanya awan oleh pergerakkan angin, maka awan akan berkumpul menjadi banyak dan bergumpal-gumpal. Akibat berbagai sebab klimatologis seperti pengaruh kondensasi, awan tersebut dapat menjadi awan yang potensial menimbulkan hujan, yang biasanyamnurut Sri Harto (2000) terjadi bila butir-butir berdiameter lebih besar dari pada 1mm.Sehingga pada ayat diatas hujan keluar dari celah-celahnyaawan, maksudnya secara ilmiah hujan turun tidak seperti menggelontornya air, melainkan berupa butir-butir air kecil (lebih besar dari pada 1mm)yang turun dari awan akibat pengaruh berat dan gravitasi bumi, seperti jatuhnya tetes-tetes aur dari celah-celah mata air. Sedangkan turunya butiran-butiran es langit, itu disebabkan apabila gumpalan-gumpalan awan pada ketinggian tertentu dan kondisi atmosfir tertentu mengalami kondensasi sampai mencapai kondisi titik beku, sehingga terbentuklah gunung-gunung es. Kemudian karena pengaruh berat dan gravitasi bumi sehingga jatuh/turun ke permukaan bumi, dan dalam perjalananya dipengaruhi oleh temperatur, pergerakan angin dan gesekan lapisan udara , maka gunung es itu peceh menjadi butir-butir es yang jatuh ke permukaan bumi.Bila terjadi hujan masih besar kemungkinan air teruapkan kembali sebelum sampai di permukaan bumi, karena keadaan atmosfir tertentu. Hujan baru dusebut sebagai hujan apabila telah sampai di permukaan bumi dapat diukur. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sebagai air lintasan dan sebagai air yang terinflocrsi/meresap ke dalam tanah (Sri Harto.2000). Kaidah-kaidah atas di tunjukkan pula pada surat Al-Mukminun 23 ayat 18:Dan kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu kami jadikan air itu menetap di bumi, dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.(Al-Mukminun :18)Pada ayat diatas Allah menurunkan hujan menurut suatu ukuran sehingga hujan yang sampai di permukaan bumi dapat di ukur. Hanya tinggal kemampuan manusai sampai dimana tingkat validitasnya dalam mengukur dan memperkirakan jumlah atau kuantitas hujan. Sehingga timbul beberapa teori pendekatan dalam analisis kuantitas hujan yang menjadikan berkembangnya ilmu hidrologi. Lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi. Maksidnya adalah air yang jatuh dari langit itu tinggal di bumi menjadi sumber air, sebagai mana tercantum dalam surat Az-Zumar 39 ayat 21:Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.( Az-Zumar: 21)Sumber-sumber air dibumi bisa berupa air sebagai aliran limpasan seperti air sungai, danau, dan laut. Juga bisa berupa air tanah (graund water) segagai akibat dari infiltrasi seperti air sumur , air artesi dan sungai bawah tanah.Dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.maksudnya Allah berkuasa untuk menghilangkan sumber-sumber air tadi, seperti dengan cara kemarau panjang (akibat siklus musim yang dipengaruhi oleh pergerakan matahari disekitar equator) , sehinga tidak ada suplei air sebagai pengisian (recharge kedalam permukaan tanah atau bawah permukaan tanah. Sedangkan, proses pengguapan, pergerakan air permukaan dan pergerakan air tanah berlangsung terus-menerus,sehinga lapisan iar tanah (water table) menjadi turun dan sumber mata iar menjadi berkurang, bahkan lebih drastis lagi muka air tanah bisa turun mencapai lapisan akifer artetis yang kedap iar. Maka kondisi seprti itu seringkaili terlihat sungai-sungai kekeringan, sumur-sumur air dangkal kekeringan, muka air danau surut dan bahkan ada yang sdampai kering, dan pohon-pohon mengalami kerontokan dan mati kekeringan. Kaidah-kaidan seperti ini sebagai mana telah digambarkan pad surat Az-Zumar (39) ayat 21 di atas. Dengan demikian bahwa kajian ayat-ayat qauliyah diatas meliputi suatu sunnatullah daur yang terus menerus tidak terputu, seperti lingkaran setan yang disebut sebagai siklus hidrologi.

2.4. Ayat qauliyah dan kauniyahAyat Qauliyah, yang terangkum dalam al-Quran dan al-Hadis/as-Sunnah. Dalam kepatuhan pada ayat Quraniyah, hukum yang terpenting adalah tauhid (keesaan Allah), Akhlak (moralitas), dan keadilan (hukum kepasangan positif dan negatif ataumaslahatdanmafsadat).Fungsi terbesar akidah Tiada Tuhan selain Allah adalah sebagai kunci ketika menyeberangi dunia menuju akhirat, sedangkan syirik sebagai satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni Allah, kecuali dengan taubat nasuha (benar-benar taubat). Orang yang tunduk kepada ayat Quraniyah disebutmuslim teologis.Ayat Kauniyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di Jagat raya (kosmos). Tanda kebesaran Allah yang terpenting di sini adalah hukum kepasangan yang dititipkan Allah pada setiap benda alamiah.Sunnatullahatau takdir Allah (hukum alam) ini memegang peran kunci dalam menentukan keselamatan atau kedamaian di dunia.Islamipada tingkat alam adalah menyeimbangkan potensi negatif dan potensi positif setiap benda.Islamidi sini ditarik sampai pada titik memaksimalkan potensi positif dan meminimalkan potensi negatif suatu benda. Hukum alam ini berlaku bagi siapa saja tanpa mengenal batas-batas kemanusiaan apapun seperti ras, agama, dan status sosial. Pada tingkat alam inilah semua agama sama, karena siapa pun yang melanggar hukum kepasangan ini pasti dihukum Allah seketika. Sebaliknya, siapapun yang taat (tunduk pada hukum kepasangan ini), pasti diberi pahala oleh Allah, yaitu keselamatan (di dunia). Misalnya, jika ada seorang Islam, Yahudi, Kristen, Budha, atau Hindu, menyeberangi Laut Selatan dengan berenang (tanpa alat renang), pasti dia akan dihukum oleh Allah. Dia akan tenggelam dan mati. Sebaliknya, jika ada orang komunis (Ateis) menyeberangi Laut Selatan dengan kapal, maka dia akan selamat sampai tujuan. Karena pada hakikatnya, si komunis adalahmuslim alamiah,sebab dia beriman kepada hukum kepasangan sebagai hukum terbesar yang mengatur kehidupankosmos, sehingga dia mencapai keamanan (seakar dengan iman).Seperti halnya Islam, Iman adalah proses yang tujuannya adalah amanatausafety,dalam bahasa Indonesia menjadi keamanan. Keselamatan dan kedamaian atau keamanan di sini hanya pada tingkatkosmosatau duniawi. Untuk menyeberangi akhirat dibutuhkan kunci:Tauhid.

BAB IIIPENUTUP

3.1.KesimpulanPada dasarnya paradigma dalam ilmu pengetahuan dan ilmu Islam adalah menemui kesamaan-kesamaan. Dimana dalam sejarah yang ada bahwa ilmu pengetahuan ini berawal dari sebuah pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim yang menghasilkan suatu peradaban pengetahuan dalam Islam itu sendiri. Namun dengan adanya perkembangan zaman tersebut maka ilmu pengetahuanpun berkembang begitu pesat tanpa adanya kontrol dari agama Islam sendiri yang mengakibatkan adanya ilmu pengetahuan yang tidak beretika.Sehingga seiring dengan berputarnya waktu menimbulkan stigma mengenai adanya ilmu surga dengan ilmu yang berlumuran dosa yakni ilmu pengetahuan yang liberal. Dengan begitu seakan-akan terjadi pembedaan dari kedua ilmu tersebut. Dari fenomena tersebut muncullah sebuah cendekiawan muslim yang mengkritisi mengenai fenomena tersebut dengan memunculkan gagasan Islamisasi pengetahuan.Ilmu pengetahuan lebih memusatkan pada nilai-nilai kebenaran yang sifatnya empiris. Dimana nilai-nilai empiris ini menjadi pondasi awal dalam ilmu pengetahuan menilai kebenaran. Kebenaran empiris inilah yang menjadi patokan dalam ilmu pengetahuan. Sedangkan kebenaran ilmu pengetahuan ini ironis dengan kebenaran yang ada di agama. Dimana nilai kebenaran yang ada di agama ini selain mengarahkan pada nilai kebenaran empiris tapi juga menilai kebenaran dari nilai dogma atau kepercayaan terhadap sesesuatu yang sifatnya terkadang sangat irasional.Nilai kebenaran inilah yang seakan akan menjadi sebuah pembatas atau pembeda antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam inilah yang menjadikannya sebagai pembeda dalam suatu ruang. Dari pembedaan inilah yang menimbulkan beberapa tokoh Islam mencoba untuk berusaha mengintegrasikan nilai-nilai yang ada di Islam dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan.Islamisasi pengetahuan ini juga diawali dengan adanya keresahan dan kekecewaan pada kaum muslim dalam melihat fenomena betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak didasari sebuah nilai-nilai agama khususnya agama Islam. Dalam hal ini agama Islam. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuanpun bisa menjadikan seseorang menjadi sekuler. Dengan terjadinya sekuler ini kedua tokoh tersebut ingin mengembalikan ilmu pengetahuan pada nilai-nilai agama.Nilai-nilai agama disini diartikan suatu yang fundamental dalam perkembangan ilmu pengetahuan apapun. Nilai-nilai agama dijadikan sebagai pondasi dasar dalam ilmu pengetahuan. Diantara pemikiran kedua tokoh tersebut mempunyai tawaran yang berbeda dalam konsep Islamisasi ilmu pengetahuan.Syed M.Naquib Al-Attas menawarkan dua opsi dalam melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan.Pertama,dengan melakukan pemisahan konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat.Kedua, dengan memasukan konsep kunci Islam ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan.Dalam hal ini Ismail Raji Al-Faruqi juga menawarkan dua Konsep dalam melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan. Yakni tauhid, integrasi kebenaran Islam dan ilmu pengetahuan, dan ayatisasi atau pemberian ayat-ayat terhadap ilmu pengetahuan.Dari kedua konsep yang ditawarkan oleh para tokoh tersebut dilatarbelakangi oleh pemikiran yang bebeda pula. Dimana Syed Naquib Al-Attas melihat situasi kondisi umat muslim dengan melihat kondisi external umat muslim itu sendiri yakni proses degradasi dan kemundurun-kemunduran yang dialami oleh kaum muslim yang salah satunya disebabkan oleh orang-orang Barat dan budaya Barat seperti halnya westernisasi atau hidup kebarat-baratan dan sekulerisasi atau pembedaan antara kehidupan didunia dengan agama.Sedangkan Ismail Raji Al-Faruqi Lebih melihat pada faktor internal kaum muslim itu sendiri. Dimana peradaban dan kejayaan umat muslim kini perlu dipertanyakan sehingga bagaimana bisa mencapai peradaban dan kejayaan kaum muslim yakni dengan cara Islamisasi ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail Raji al-faruqi.Islamisasi Ilmu Pengetahuan.Bandung: Pustaka.Zaqlul An-Najar. Hadist Nabi dan Sains.Kuala Lumpur:Al-Hidayah.Kuntowijoyo.2001.Muslim tanpa masjid,Esay-esay Agama,Budaya dan politik dalam bingkai strukturalisme transendental.Bandung : Mizan.M.QuraishShihab.2003.Wawasan Al-Quran.Cet.XIV.Bandung:Mizan.1

19