institutional repository undip (undip-ir)eprints.undip.ac.id/81338/1/skripsi_full.doc · web...

254
PERSEPSI PEMUSTAKA TERHADAP TATA RUANG DI PERPUSTAKAAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora Oleh: Nabela Kurnia Saraswati NIM 13040111130104 PROGRAM STUDI S-1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2016

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERSEPSI PEMUSTAKA TERHADAP TATA RUANG

DI PERPUSTAKAAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

PROVINSI JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

Oleh:

Nabela Kurnia Saraswati

NIM 13040111130104

PROGRAM STUDI S-1 ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2016

i

ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

I’ve never been close to perfect, but I won’t let it out of my sight.

So everyone can’t talk about impossibility.

-Anonymous-

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1.Ibu

2.Para sahabat

3.Orang-orang yang telah memberikan dukungan dan motivasi

4.Undip almamaterku

iii

iv

v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan pada Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang. Penulis menyadari bahwa selama menempuh masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberikan bantuan kepada peneliti, yaitu:

1. Dr. Redyanto Noor, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan berbagai kemudahan fasilitas selama masa studi maupun di saat penyusunan skripsi.

2. Dra. Rukiyah, M.Hum., selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.

3. Yuli Rohmiyati, S.Sos., M.Si., selaku dosen wali yang telah banyak memberikan arahan dan masukan selama masa studi.

4. Drs. Jumino, M. Lib., M. Hum., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, serta motivasi yang bermanfaat kepada peneliti selama menyusun skripsi ini.

vi

5. Ir. Lalu Muhamad Syafriadi, M.M. , selaku Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah atas izin dan bantuan-bantuan yang diberikan sehingga peneliti dapat melakukan penelitian dalam menyusun skripsi .pada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah

6. Seluruh informan yang bersedia meluangkan waktu dan informasi yang peneliti butuhkan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

7. Ibu, Tante Esti, dan Tante Novi yang telah memberikan doa restu, dukungan, arahan, semangat, dan motivasinya untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Rani, Tami, Anis, Anni, Ratna, Aulia, Mutiara, Sabilal, Andri, Nanis, dan khususnya Arie beserta semua sahabat yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan.

9. Teman sepembimbinganku Marya, Peni, dan Yuliah untuk semangat dan dukungan yang diberikan.

10. Rekan-rekan kerja di Universitas Pandanaran yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan banyak doa, bantuan, konsultasi, dan motivasi.

11. Teman-teman di Ilmu Perpustakaan Angkatan Tahun 2011 khususnya Kelas C dan Tim KKN Larikrejo 2015 atas kebersamaan yang menyenangkan.

12. Seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu yang telah memberikan banyak bantuan sehingga skripsi dapat diselesaikan.

vii

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna akibat keterbatasan pengetahuan, waktu, dan tenaga yang peneliti miliki. Namun peneliti berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

Semarang, Agustus 2016

Tertanda,

Peneliti

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...........................................ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................iii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................iv

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................v

PRAKATA.....................................................................................................vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR BAGAN ........................................................................xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................xiv

ABSTRAK.....................................................................................................xv

ABSTRACT .....................................................................................................xvi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xvii

BAB IPENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang1

1.2.Perumusan dan Batasan Masalah6

1.3.Tujuan Penelitian6

1.4.Manfaat Penelitian7

1.5.Secara teoritis7

1.6.Secara praktis7

1.7.Tempat dan Waktu Penelitian7

ix

1.8.Kerangka Penelitian8

1.9.Batasan Istilah10

1.10.Sistematika Penulisan11

1.11.Bab 1 Pendahuluan11

1.12.Bab 2 Tinjauan Pustaka11

1.13.Bab 3 Metode Penelitian11

1.14. Bab 4 Gambaran Umum Objek Penelitian11

1.15.Bab 5 Analisis Hasil Penlitian12

1.16.Bab 6 Simpulan12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Perpustakaan13

2.2.Pengertian, Peran, dan Fungsi Perpustakaan Khusus14

2.3.Jenis Perpustakaan Khusus20

2.4.Pengertian dan Proses Persepsi21

2.5.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi25

2.6.Tata Ruang Perpustakaan26

2.6.1.Fleksibel27

2.6.2.Lapang28

2.6.3.Akses mudah29

2.6.4.Dapat diperluas29

2.6.5.Bervariasi30

2.6.6.Terorganisir30

2.6.7.Nyaman30

2.6.8.Lingkungan31

2.6.9.Aman31

2.6.10. Ekonomis31

2.7.Elemen-elemen Tata Ruang32

2.7.1.Tata Letak Ruang33

x

2.7.2.Warna36

2.7.3.Pencahayaan37

2.7.4.Sirkulasi Udara39

2.7.5.Furniture/ Perabot40

2.8.Penelitian Sejenis Sebelumnya41

BAB 3METODE PENELITIAN

3.1.Desain dan Jenis Penelitian45

3.2.Jenis dan Sumber Data47

3.3.Subjek dan Objek Penelitian48

3.4.Teknik Pengumpulan Data49

3.4.1.ObservaSI49

3.4.2.Studi Dokumentasi49

3.4.3.Wawancara50

3.5.Informan Penelitian51

3.6.Teknik Pengolahan dan Analisis Data51

3.6.1.Analisis Data51

3.6.2.Keabsahan Data53

BAB 4GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Tengah55

4.1.1.Profil Singkat55

4.1.2.Visi, Misi, dan Tupoksi (Tugas, Pokok, dan Fungsi)56

4.1.3.Fasilitas Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Tengah60

4.2. Tata Ruang Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Tengah63

4.2.1Tata Letak65

4.2.2Pewarnaan67

4.2.3Pengaturan Udara68

xi

4.2.4Pencahayaan68

4.2.5Furniture/ Perabot69

BAB 5ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1Profil Informan71

5.2Analisis Data Penelitian72

5.2.1 Tata Letak Ruang Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Jawa Tengah73

5.2.2 Pewarnaan di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa

Tengah78

5.2.3 Sirkulasi Udara di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Jawa Tengah80

5.2.4 Sistem Pencahayaan di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Tengah83

5.2.5 Pengaturan Suhu Udara Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Tengah85

5.2.6 Kelengkapan Perabot di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Tengah86

BAB 6 PENUTUP

6.1Simpulan89

6.2.Saran91

DAFTAR PUSTAKA93

xii

DAFTAR GAMBAR / BAGAN

Bagan 1: Kerangka Penelitian8

Bagan 2: Tahap-tahap Pengolahan Informasi23

Gambar1:DenahTataLetakPerpustakaanDinasKelautandanPerikanan

Provinsi Jawa Tengah66

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1:Tabel Informan di Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Tengah71

xiv

ABSTRAK

Penelitian dilakukan berdasarkan pada latar belakang bahwa perpustakaan khusus perkantoran yang dimiliki oleh intansi pemerintahan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah memiliki tata ruang yang perlu dikaji melalui sudut pandang pemustaka dan standar teori yang berlaku untuk kepentingan perkembangan jangka panjang perpustakaan tersebut. Rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian adalah bagaimana persepsi pemustaka terhadap tata ruang di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana tanggapan pemustaka mengenai tata ruang perpustakaan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari 6 unsur tata ruang: tata letak, pewarnaan, pengaturan udara, pencahayaan, dan furniture/ perabot. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, studi dokumentasi, dan wawancara semi terstruktur dengan 6 informan yang bekerja di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah dan instansi terkait. Teknik analisis data penelitian ini dilakukan dengan mereduksi data, kemudian menyajikan, dan menarik simpulan. Adapun teori yang dipakai untuk menjadi standar penilaian dalam penelitian adalah elemen-elemen tata ruang yang sesuai dengan daftar terbitan IFLA/ UNESCO Guideliness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pendapat informan, persepsi pemustaka terhadap tata ruang sudah memenuhi standar peran perpustakaan instansi pemerintahan. Hal ini dibuktikan dengan keseluruhan jawaban dari informan mengenai tata ruang yang cenderung baik dan relevansinya dengan teori yang digunakan.

Kata Kunci: Persepsi, Pemustaka, Tata Ruang, Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

xv

ABSTRACT

The background of this research is to review the office library spatial owned by Marine and Fisheries Department of Central Java Province according to library users and applied standard theory in the purpose of its long-term development. The problem formulation is how the perceptions of library users are regarding library spatial of Marine and Fisheries Department of Central Java Province. This research aims to know the perceptions of library users are regarding library spatial of Marine and Fisheries Department of Central Java Province according to 6 spatial elements: layout, coloration, air regulation, lighting, and furniture. This research uses descriptive qualitative method. The data is collected through observation of the participants, documentation study, and semi-structured interview with 6 informants who are employees of Marine and Fisheries Department of Central Java Province and related institution. The data is analyzed through data reduction, then presented, and concluded. The theory used in the research is spatial elements according to IFLA / UNESCO Guideliness. The result of this research is that according to the informants, the library users’s perception already meet the standards of government agencies. This is proven by all good answers from the informants and its relevances to the applied theory.

Keywords: Perception, Library User, Spatial, Marine and Fisheries Department of Central Java Province’s Library

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1 , Panduan Wawancara.....................................................................

xviii

Lampiran 2

, Reduksi Data.................................................................................

xx

Lampiran 3

, Surat Pengantar Penelitian .........................................................

xxxiii

Lampiran 4

, Lembar Konsultasi Bimbingan ..................................................

xxxiv

Lampiran 5

, Surat Ijin Penelitian ...................................................................

xxxvi

xvii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perpustakaan meskipun bukan merupakan lembaga profit, dalam peranannya mencerdaskan bangsa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 terus mengupayakan perkembangan, baik dalam sistem pelayanannya, memperbarui koleksi dan bahan pustaka, maupun penambahan fasilitas dan sarana prasarananya. Pada dasarnya, perpustakaan menyediakan informasi, fasilitas, dan koleksi yang disesuaikan dengan berbagai pertimbangan. Misalnya pada perpustakaan desa, perpustakaan menyediakan koleksi yang berkaitan dengan pengetahuan pertanian, sumber daya, dan pendidikan yang menyangkut kelebihan dan wawasan yang diperlukan oleh masyarakat desa tersebut. Bukan hanya mengenai koleksi, perpustakaan juga diwajibkan untuk menyediakan layanan yang terus disesuaikan dengan perkembangan jaman.

Menurut Sulistyo-Basuki (1993: 3), perpustakaan dibagi menjadi perpustakaan internasional, perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan swasta (pribadi), perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan tinggi. Perpustakaan khusus sendiri memiliki fungsi sama dengan perpustakaan umum dan sekolah meski tujuan pendiriannya berbeda. Perpustakaan khusus menjadi tempat atau ruang yang memiliki lima fungsi

1

2

berkenaan dengan pemanfaatannya, yaitu sebagai sarana simpan karya manusia, informasi, rekreasi, penelitian dan budaya. Dalam pengaturannya di SNI Perpustakaan Khusus Instansi Pemerintah, terdapat fungsi yang lebih rinci, di antaranya adalah dengan menunjang terselenggaranya pelaksanaan tugas lembaga induknya dalam bentuk penyediaan materi perpustakaan dan akses informasi. Hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan dengan menyediakan sarana prasarana yang dibutuhkan baik oleh pemustaka dan pustakawan guna menunjang kinerja pustakawan sendiri.

Kategori perpustakaan khusus ini masih dibagi lagi menjadi tiga jenis perpustakaan menurut Soeatminah, yaitu perpustakaan khusus bidang ilmu profesi, perpustakaan khusus perkantoran, dan perpustakaan khusus perusahaan (1992: 36-37). Dalam penelitian ini, perpustakaan tempat penelitian ini merupakan perpustakaan khusus yang berada di bawah naungan instansi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Perpustakaan ini merupakan perpustakaan khusus perkantoran, dikarenakan menyajikan berbagai kebutuhan penunjang keilmuan khusus bidang kelautan dan perikanan. Perpustakaan khusus perkantoran memiliki visi dan misi yang sama yang digunakan untuk mendukung pencapaian visi dan misi lembaga induk. Sebuah perpustakaan khusus perkantoran merupakan salah satu bagian vital bagi satu instansi/lembaga yang membuat instansi/lembaga bersangkutan dapat dikatakan sah. Kemajuan perpustakaan itu sendiri juga menjadi acuan bagi lembaga yang bersangkutan dalam hal kualitas SDM yang bekerja di dalamnya. Perpustakaan khusus sendiri merupakan milik lembaga atau instansi tertentu, yang beranggotakan pada kalangan terbatas, dan

3

memiliki layanan serta bahan pustaka yang berbeda pula dibandingkan perpustakaan lain dengan mengikuti standar nasional perpustakaan.perpustakaan khusus cenderung menyediakan koleksi yang berkaitan dengan instansi yang menaunginya. Lembaga yang dimaksud dapat berupa instansi swasta maupun badan pemerintahan. Untuk perpustakaan khusus, tentunya juga koleksi, sarana, dan prasarana berbeda dengan apa yang disediakan oleh perpustakaan umum dan sekolah.

Undang-undang terkait mengenai perpustakaan telah diatur secara lengkap dan kemudian menjadi panduan baku dalam penyelenggaraan yang berisi mengenai kode etik hingga standar yang sesuai dengan perpustakaan saat ini. Peraturan tersebut bukan saja mencakup mengenai pengaturan bahan pustaka, tetapi juga standar ruangan yang seharusnya dipergunakan, mulai dari penataan ruangan hingga kenyamanan yang dibutuhkan oleh pemustaka dalam pemanfaatan koleksi perpustakaan. Diharapkan pemustaka dapat merasa betah dalam memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Dalam pelaksanaannya, perpustakaan tidak hanya membutuhkan ruang untuk penyimpanan bahan pustaka tetapi juga ruang tambahan bagi pengembangan perpustakaan baik berupa pengembangan maupun fungsi ruang dan tempat tersendiri bagi staf dan pustakawan. Terdapat pula ruang-ruang yang dipergunakan khusus untuk perangkat-perangkat yang berhubungan dengan perpustakaan, seperti instalasi listrik, pemadam kebakaran, dan ruang yang diperlukan untuk penempatan operator. Di sini peranan tata ruang dibutuhkan, agar ruang-ruang tersebut dapat menempati letak yang strategis dan disesuaikan dengan kebutuhannya. Tata ruang juga tidak bisa dipisahkan dari

4

kebutuhan pustakawan dalam rangka pergerakan yang mudah selama bekerja, mulai dari pengadaan bahan pustaka, mengolah bahan pustaka di ruang pengolahan. Pergerakan yang mudah bukan hanya menjadi syarat dalam tata ruang perpustakaan yang baik, tetapi juga tata letak mabeler penunjang perpustakaan disesuaikan dengan ruang yang ada sehingga membuat nyaman bagi pemustaka maupun pustakawan. Terutama di dalam perpustakaan khusus perkantoran, tata ruang di dalam perpustakaan bukan hanya diperuntukkan bagi kenyamanan dan keamanan pemustaka dan pustakawan semata, tetapi juga digunakan agar penataan ruang yang disediakan untuk perpustakaan dapat menampung bahan pustaka dan pemustaka dengan segala perkembangannya tanpa perlu menganggu ruang-ruang lain dalam kantor, seperti pada ruang per divisi dan ruangan lain yang dimiliki dalam perkantoran instansi tersebut.

Jadi dengan adanya keterbatasan ruang tersebut, untuk membuat sebuah perpustakaan tetap layak dikunjungi oleh pemustaka merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi pengelola perpustakaan khusus perkantoran. Terutama di dalam perpustakaan khusus perkantoran, tata ruang di dalam perpustakaan bukan hanya diperuntukkan bagi kenyamanan dan keamanan pemustaka dan pustakawan semata, tetapi juga digunakan agar penataan ruang yang disediakan untuk perpustakaan dapat menampung bahan pustaka dan pemustaka dengan segala perkembangannya tanpa perlu menganggu ruang-ruang lain dalam kantor, seperti pada ruang per divisi dan ruangan lain yang dimiliki dalam perkantoran instansi tersebut. Jadi dengan adanya keterbatasan ruang tersebut, untuk membuat sebuah

5

perpustakaan tetap layak dikunjungi oleh pemustaka merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi pengelola perpustakaan khusus perkantoran.

Begitu pula diperlukannya tata ruang di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Perpustakaan tersebut memiliki satu ruangan lebar yang disekat menjadi ruang koleksi, ruang baca, dan ruang untuk layanan sirkulasi. Adapun yang dimaksud pemustaka di perpustakaan ini merupakan pegawai negeri sipil instansi terkait dan kalangan umum yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat. Koleksi yang dimiliki meliputi bahan pustaka buku mengenai kelautan, perikanan, pengetahuan umum, hingga karya-karya ilmiah dan penelitian yang dilakukan oleh PNS setempat maupun kalangan umum yang meneliti berkenaan dengan instansi tersebut serta majalah dan jurnal. Terdapat sedikit pembenahan perpustakaan pada awal tahun 2015 untuk pencahayaan dan kenyamanan pemustaka. Pembenahan ini diharapkan dapat meningkatkan intensitas kunjungan pemustaka dan kembali memanfaatkan layanan perpustakaan guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia khususnya pada pegawai instansi terkait. Tata ruang tersebut kemudian berkembang menjadi tidak hanya mengenai kenyamanan pemustaka, tetapi juga untuk kelancaran kinerja pustakawan itu sendiri. Hal ini tidak disadari oleh pihak instansi terkait bahwa terdapat kemungkinan tetap adanya ketidaknyamanan pemustaka akibat pembenahan yang tidak sesuai dengan harapan. Kesan pertama yang merupakan penilaian penting pemustaka terhadap pelayanan perpustakaan inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana pemustaka menyikapi tata ruang yang dimiliki perpustakaan tersebut. Bagaimana tanggapan

6

pemustaka sendiri merupakan sebuah kunci tersendiri di perpustakaan untuk mengembangkan perpustakaan tersebut tanpa perlu melakukan kajian rumit mengenai bagaimana perpustakaan tersebut telah memenuhi kebutuhan dasar kenyamanan dan idealisme sebuah perpustakaan. Dengan adanya fenomena ini, peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian dengan judul “Persepsi Pemustaka terhadap Tata Ruang Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah”.

1.2 Perumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi pemustaka terhadap Tata Ruang di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

7

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1.4.1. Secara teoritis

Dengan melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan manfaat perkembangan pengetahuan dalam aspek teoritis Ilmu Perpustakaan dan menjadikan salah satu contoh implikasi keilmuwan yang berhubungan dengan pengembangan suatu bangunan menyesuaikan dengan aturan yang berlaku dan sudut pandang pemustaka

1.4.2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran bagi Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah setelah mengetahui kondisi sebenarnya perpustakaan dan dapat dijadikan bahan referensi melalui persepsi pemustaka berkaitan dengan tata ruang perpustakaan.

1.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengambil tempat di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah yang bertempat di Jalan Imam Bonjol No. 134 Semarang, Jawa Tengah. Waktu penelitian yang dibutuhkan dua bulan yaitu November-Desember 2015.

8

1.6 Kerangka Penelitian

Bagan 1: Kerangka Penelitian

Berdasarkan bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa perpustakaan adalah tempat informasi disimpan, diolah, dan disebarluaskan. Untuk mendapatkan sebuah informasi yang ada di perpustakaan, pemustaka memerlukan kesan bahwa tempat tersebut nyaman dan aman bagi mereka sehingga dalam rangka menunjang dua poin tersebut terdapat unsur-unsur pada ruangan perpustakaan, termasuk tata ruang. Tata ruang tersebut terdiri dari beberapa hal yang nantinya merupakan

9

penunjang utama kelangsungan kunjungan pemustaka dan kenyamanan kerja pustakawan sendiri.

Di dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui persepsi pemustaka khususnya pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah terhadap tata ruang yang ada di perpustakaan terkait. Persepsi dalam penelitian ini merupakan persepsi yang berasal dari pemustaka ketika berada di dalam perpustakaan dari segi tata ruang yang digunakan. Persepsi tersebut terdiri dari bagaimana pemustaka mampu menemukan perpustakaan tanpa petunjuk arah yang rumit, kenyamanan pemustaka saat berada dalam perpustakaan yang mana berkenaan dengan interior perpustakaan dan kendala bagi perpustakaan dalam mengembangkan perpustakaan terutama dalam minat kunjung dari sudut pandang baik pemustaka maupun pustakawan. Adapun penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan instrumen penelitian berupa wawancara, yang akan peneliti tanyakan pada pemustaka termasuk pada unsur tata ruang berupa tata letak ruang, warna, sirkulasi udara, pencahayaan, dan furniture perpustakaan. Diharapkan dengan diketahuinya persepsi pemustaka ini, dapat dijadikan bahan acuan untuk perpustakaan bersangkutan guna mengembangkan perpustakaan ke arah yang lebih baik.

10

1.7 Batasan Istilah

Untuk menghindari adanya salah pengertian, berikut dibuat batasan istilah. Istilah yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Perpustakaan Khusus

Perpustakaan khusus yang dimaksud merupakan perpustakaan yang ditujukan untuk kalangan tertentu dan mengadakan koleksi hanya yang berkaitan dengan kebutuhan kalangan tersebut. Dalam hal ini, perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan dapat dikategorikan sebagai perpustakaan khusus.

2. Persepsi

Persepsi merupakan gambaran seseorang terhadap suatu objek maupun permasalahan setelah melalui proses penyortiran, interpretasi, analisis, dan integrasi yang terjadi pada tiap individu.

3. Pemustaka

Dalam penelitian ini pemustaka merupakan pengguna perpustakaan, baik perseorangan maupun kelompok yang memanfaatkan fasilitas perpustakaan maupun bahan pustakanya.

4. Tata Ruang Perpustakaan

Tata ruang dalam penelitian ini berkenaan dengan penataan ruang pada perpustakaan sehingga pemustaka tidak membutuhkan penunjuk arah untuk mencapai perpustakaan dan dapat memanfaatkan fasilitas yang ada dengan nyaman dan aman.

11

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:

1.8.1. Bab 1 Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat dan waktu penelitian, kerangka penelitian, batasan istilah, dan sistematika penelitian.

1.8.2. Bab 2 Tinjauan Pustaka

Di dalam bab 2 terdapat landasan teori yang melingkupi pengertian singkat perpustakaan, pengertian perpustakaan khusus beserta peran dan fungsinya, penjelasan singkat persepsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, serta pengertian dan elemen-elemen tata ruang.

1.8.3. Bab 3 Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan variabel penelitian, waktu dan tempat penelitian, metode pengumpulan data, dan proses analisis data.

1.8.4. Bab 4 Gambaran Umum Objek Penelitian

Bab ini berisi gambaran Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah dan tata ruang di perpustakaan tersebut.

12

1.8.5. Bab 5 Analisis Hasil Penelitian

Bagian ini berisi analisis dari hasil pengolahan data dan pembahasan mengenai persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah

1.8.6. Bab 6 Penutup

Bab ini berisi beberapa simpulan dan saran dari hasil penelitian.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perpustakaan

Kata 'perpustakaan’ berasal dari kata dasar pustaka dengan imbuhan per - dan - an, yang dapat diartikan sebagai tempat atau kumpulan bahan pustaka. Terdapat pengertian perpustakaan menurut para ahli, sebagai berikut:

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, disebutkan bahwa perpustakaan merupakan:

“institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, dan rekreasi para pemustaka” (2007: 3).

2. Sulistyo-Basuki (1993: 3) berpendapat bahwa perpustakaan ialah

“sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual”.

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diambil simpulan bahwa perpustakaan merupakan ruang yang didirikan khusus untuk menghimpun bahan pustaka, baik koleksi buku maupun non-buku, yang berada di bawah institusi

13

14

ataupun lembaga atau gedung itu sendiri dan difungsikan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.

2.2 Pengertian, Peran, dan Fungsi Perpustakaan Khusus

Perpustakaan khusus mempunyai tugas melayani suatu kelompok masyarakat khusus yang memiliki kesamaan dalam kebutuhan dan minat terhadap bahan pustaka dan informasi (Soeatminah, 1992: 35). Dalam UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, dibahas pula mengenai perpustakaan khusus yang menyebutkan bahwa “perpustakaan khusus adalah perpustakan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain” (2014: 4), dan bahwa perpustakaan khusus memberikan layanan dengan lingkungan yang terbatas dan bahan pustaka yang terbatas pula, diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan dengan bantuan pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, dapat berupa pemberian teknis, pengelolaan, dan/atau pengembangan perpustakaan (2014: 20-21).

Terdapat ciri utama dalam perpustakaan khusus yang dipaparkan oleh Sulityo-Basuki sebagai berikut:

1. Buku yang terbatas pada satu atau beberapa disiplin ilmu saja.

2. Keanggotaan perpustakaan terbatas pada sejumlah anggota yang ditentukan oleh kebijakan erpustakaan atau kebijakan badan induk.

15

3. Peran utama pustakawan ialah melakukan penelitian kepustakaan untuk anggota.

4. Tekanan koleksi bukan pada buku melainkan pada majalah, pamflet, paten, laporan penelitian, abstrak, atau indeks karena jenis tersebut umumnya informasinya lebih mutakhir dibandingkan buku.

5. Jasa yang diberikan lebih mengarah pada minat perorangan, misalnya pada layanan pengiriman fotokopi artikel berdasar kepeminatan pemustaka (1993: 49).

Perpustakaankhususdidefinisikansebagai“perpustakaansebuah

departemen, lembaga negara, lembaga negara, lembaga penelitian, organisasi

massa, militer, industri, maupun perusahaan swasta” (Sulistyo-Basuki, 1993: 49).

Selain melayani kalangan khusus yang memiliki kesamaan dalam kebutuhan dan

minat terhadap koleksi perpustakaan, perpustakaan khusus juga menyediakan

koleksiyangbiasanyaberhubungandenganpotensiinstitusi/lembagayang

menaungi perpustakaan tersebut, seperti yang dijabarkan oleh Thompson (1996:

11) :

The term (special libraries) is used to denote libraries which are not university, college, school, hospital or public libraries. Despite this negative description special libraries have some important positive attributes in common. Their collections are usually limited in subject range but can have very great depth of coverage of their particular specialities.

Pernyataandiatasmenunjukkanbahwaistilah(perpustakaankhusus)

digunakan untuk menunjukkan perpustakaan yang bukan universitas, perguruan

16

tinggi, sekolah, rumah sakit, atau perpustakaan umum. Meskipun deskripsi negatif

ini, perpustakaan khusus memiliki beberapa atribut positif penting dalam hal

umum. Koleksi mereka biasanya terbatas dalam kisaran subjektetapi dapat

memiliki pembahasan yang sangat besar dari cakupan spesialisasi khusus mereka.

Peranutamaperpustakaanuntukperpustakaankhususbukanhanya

mengenai layanan sirkulasi dan koleksi, tetapi juga untuk melakukan penelitian

untuk anggota sebatas penelusuran literatur atau hanya memberi petunjuk umum

dalam menggunakan penggunaan sarana bibliografi (Sulistyo-Basuki, 1993: 49).

Fungsi perpustakaan ini dijelaskan sebagai “as information centres for their

parent institutions”.

Ruang lingkupnya sendiri telah dijelaskan dalam SNI Perpustakaan Khusus

Instansi Pemerintahan (2009: 1):

Standar perpustakaan khusus ini menetapkan dasar pengelolaan perpustakaan khusus instansi pemerintah, meliputi status organisasi, jasa dan sumber daya yang terdiri dari sumber daya manusia, gedung dan anggaran. Standar ini berlaku pada perpustakaan khusus yang dibentuk oleh dan menjadi bagian dari instansi pemerintah.

Adapun penjelasan lebih lengkap sebagai berikut:

“...catering for the educational and recreational needs of the members of the organization, but un-doubtedly an efficient and up-to-the-minute information service is the very essence of special library work. They not only aqcuire source material but also produce it by scanning and abstracting from a wide range of sources to meet the exact, and predicted, needs of their users” (Thompson, 1996: 11-12).

Maksud dari pernyataan di atas adalah bahwa titik utama perpustakaan

khusus adalah bagaimana perpustakaan menyediakan dan memenuhi kebutuhan

informasi pemustakanya secara tepat dan sesuai prediksi oleh pemustaka secara

17

efisien dan sesuai dengan etos kerja perpustakaan. Ini dilakukan agar tidak hanya perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi pemustakanya yang jauh lebih rumit ketimbang pemustaka perpustakaan umum tetapi juga tetap dapat memenuhi fungsi perpustakaan sebagai tempat rekreasi dan refreshing.

Perpustakaan khusus dalam implikasinya, menjalankan fungsi seperti yang dinyatakan oleh Purwono dalam Qalyubi sebagai berikut:

1. Fungsi penyimpanan, yaitu fungsi dasar perpustakaan untuk menyimpan buku yang diterimanya.

2. Fungsi informasi. Yang dimaksud adalah bahwa perpustakaan memberikan informasi yang disimpan kepada pemustakanya berdasarkan jenis perpustakaan.

3. Fungsi pendidikan untuk menunjang sistem pembelajaran seumur hidup yang dicanangkan oleh pemerintah.

4. Fungsi penelitian dengan menyediakan berbagai macam koleksi informasi untuk keperluan penelitian yang dilakukan pemustaka.

5. Fungsi rekreasi kultural, dengan menjadikan perpustakaan sebagai media dalam rangka menyimpan berbagai kebudayaan yang dituangkan dalam suatu karya (2003: 16-17).

Selanjutnya Suwarno berpendapat bahwa terdapat paradigma baru fungsi

perpustakaan yang dituntut untuk mengikuti perkembangan IT, di antaranya

sebagai berikut:

18

1. Simpan saji karya, yaitu fungsi perpustakaan sebagai tempat menyimpan suatu karya.

2. Pusat Sumber Daya Informasi (SDI), maksudnya adalah perpustakaan menjadi pusat yang berfungsi untuk menggali dan mengelola informasi untuk dijadikan bahan bagi pemustaka yang kemudian menghasilkan karya baru. Karya tersebut dapat diakses oleh pemustaka lain sebagai informasi yang baru.

3. Pusat sumber belajar dan penelitian masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang cerdas dan berpengetahuan luas.

4. Rekreasi dan re-kreasi, yaitu fungsi sebagai tempat yang nyaman dan menyajikan informasi-informasi yang sifatnya menyenangkan.

5. Mengembangkan kebudayaan, yaitu sebagai tempat pengembangan kebudayaan melalui informasi yang disajikan, serta penanaman nilai-nilai kepada masyarakat melalui berbagai kegiatannya yang berhubungan dengan budaya (2013: 21-23).

Perpustakaan khusus tidak jauh berbeda dengan perpustakaan pada umumnya, hanya didasarkan pada perbedaan pemustaka yang dilayani dan bahan pustaka yang dilayankan.

Dikutip dari e-book Guidelines for Libraries of Government Departments yang diunduh dari situs IFLA bahwa perbedaan fungsi perpustakaan khusus masih dibedakan beberapa lagi, dan objek penelitian ini dapat dikategorikan sebagai perpustakaan pemerintah yang fungsi utamanya dapat dijelaskan dalam kutipan sebagai berikut:

19

“The primary function of government libraries is to serve government at different levels by making available all kinds of information published by government and non-government bodies and individuals. Their clientele are elected representatives, ministers, administrators, scientists and other specialists,researchers, and, in some cases, the general public. The number of librariesmay be considerable, and they can differ widely in size and scope. Libraries have a responsibility to contribute to and support the goals of the parent organisation and to support the basic functions of their parent bodies such as the formulation of programmes and policies; administrative and regulatory actions; advisory functions; and research programmes” (2008: 7).

Secara garis besar, maksud dari kutipan tersebut menyatakan mengenai

fungsi utama dari perpustakaan pemerintah adalah untuk melayani pemerintah

pada tingkat yang berbeda dengan membuat tersedia semua jenis informasi yang

diterbitkan oleh pemerintah dan non-pemerintah tubuh dan individu. Klien mereka

terpilih wakil, menteri, administrator, ilmuwan dan spesialis lain, peneliti, dan

dalam beberapa kasus, masyarakat umum. Jumlah perpustakaan dimungkinkan

menjadi cukup besar, dan mereka dapat sangat berbeda dalam ukuran dan ruang

lingkup.Perpustakaanmemilikitanggungjawabuntukberkontribusidan

mendukung tujuan dari organisasi induk dan untuk mendukung fungsi dasar tubuh

induknya seperti perumusan program dan kebijakan; tindakan administratif dan

peraturan; fungsi penasehat; dan program penelitian.

20

2.3 Jenis Perpustakaan Khusus

Perpustakaan khusus masih dibagi lagi berdasarkan pemustaka yang dilayani atau lembaga yang menaunginya. Terdapat beberapa jenis perpustakaan, yaitu:

1. Perpustakaan departemen dan lembaga negara non departemen

2. Perpustakaan bank

3. Perpustakaan surat kabar dan majalah

4. Perpustakaan industri dan badan komersial

5. Perpustakaan lembaga penelitian dan lembaga ilmiah

6. Perpustakaan perusahaan

7. Perpustakaan militer

8. Perpustakaan organisasi massa

9. Perpustakaan perguruan tinggi (Sulistyo-Basuki, 1993: 50).

Untuklebihrinci,terdapatpenjelasanuntuktigaperpustakaanyang

dikategorikan dalam perpustakaan khusus berdasarkan pendapat ahli lain:

1. Perpustakaan Khusus Bidang Ilmu/ Profesi

Merupakan perpustakaan suatu lembaga atau asosiasi masyarakat khusus yang menghimpun koleksi khusus salah satu bidang ilmu pengetahuan atau salah satu bidang profesi.

2. Perpustakaan Khusus Perkantoran

Perkantoran yang dimaksud ialah kantor pemerintah atau swasta yang melaksanakan tugas sehari-harinya. Perpustakaan ini berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kerja, menambah produktivitas karyawan/ pegawai, dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya. Koleksi dapat berupa peraturan perundangan, laporan kegiatan, laporan penelitian, dan hal-hal yang berkaitan dengan tugas kantor yang bersangkutan.

21

3. Perpustakaan Khusus Perusahaan

Koleksi perpustakaan milik perusahaan, baik yang memproduksi barang maupun jasa terdiri dari buku-buku yang berisi informasi yang digunakan untuk meningkatkan dan melancarkan kegiatan perusahaan, seperti pengetahuan administrasi, pengetahuan produksi, pengetahuan pemasaran, dan lain-lain (Soeatminah,1992: 36).

Perpustakaan Dinas Kelautan Provinsi Jawa Tengah termasuk kedalam perpustaan khusus perkantoran dikarenakan Dinas Kelautan dan Perikanan sendiri merupakan badan negara dengan koleksi yang terdiri dari bidang-bidang yang dilayankan oleh Dinas bersangkutan beserta kalangan khusus yang dilayankan oleh perpustakaan, walaupun tidak menutup kemungkinan masyarakat umum dapat memanfaatkan fasilitas tersebut.

2.4 Pengertian dan Proses Persepsi

Terdapat beberapa pendapat mengenai persepsi dalam berbagai perspektif. Salah satunya adalah pendapat persepsi yang dipaparkan Tampubolon (2012:65) bahwa persepsi merupakan “gambaran seseorang tentang suatu objek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi”. Persepsi sendiri merupakan kesan pertama yang didapat oleh individu mengenai suatu permasalahan.

Sementara Moskowitz dan Orgel dalam Prawira mengemukakan bahwa persepsi merupakan “keadaan yang integrated dari individu terhadap individu, termasuk pengalaman-pengalaman akan turut aktif dalam persepsi individu

22

tersebut” (2012: 63). Lebih lanjut dikatakan bahwa terjadinya persepsi memerlukan persyaratan bersifat fisik, fisiologis, dan psikologis.

Lain halnya dengan Rangkuti (2003: 33) yang mendefinisikan bahwa persepsi merupakan proses dimana individu memilih, mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna, dimana makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu.

Kemudian Solomon mendefinisikan persepsi sebagai proses bagaimana stimuli-stimuli berupa cahaya, warna, dan suara yang diterima panca indera itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan (2002: 62). Persepsi setiap orang terhadap objek akan berbeda-beda, oleh karena itu persepsi mempunyai sifat subjektif.

Persepsi sendiri merupakan rangkaian proses kognisi yang dimulai dari pemberian stimulus terhadap suatu informasi yang diperoleh dari penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak (Tampubolon, 2012: 67). Lebih lanjut dijelaskan bahwa persepsi merupakan fungsi fisiologis, dari lebih banyak bergantung pada kematangan dan berfungsinya organ-organ sensoris. Jadi seluruh keadaan yang berada dalam setiap individu seperti halnya pemikiran, perasaan, dan pengalaman turut memiliki peranan dalam setiap persepsi yang diambil.

23

PEMAPARAN

STIMULUSPERHATIAN MEMORI

PEMAHAMAN

PENERIMAAN

RETENSI

Bagan 2: Tahap-tahap Pengolahan Informasi

Sumber : Mowen dalam Sumarwan, 2011: 96.

Dalam prosesnya sesuai yang telah digambarkan di atas, Mowen dalam Sumarwan (2011: 96) menyebutkan bahwa terdapat tahap untuk mencapai persepsi yang dikenal sebagai tahap pengolahan informasi, adalah sebagai berikut:

1. Pemaparan (exposme): yang dimaksud adalah pemaparan stimulus, yang menyebabkan subjek menyadari stimulus tersebut melalui panca inderanya. Panca indera tersebut tidak hanya meliputi indera penglihatan dan peraba saja, melainkan apa yang diketahui subjek sebagai hal pertama yang dilihat subjek dari sebuah objek.

2. Perhatian (attention): kapasitas pengolahan yang dialokasikan subjek terhadap stimulus yang masuk. Yang dimaksudkan perhatian dalam

24

penelitian ini yaitu mengenai tata ruang perpustakaan sesuai dengan sudut pandang dan idealisme subjek.

3. Pemahaman (comprehension): setelah melalui pengolahan yang melibatkan panca indera dan mengalokasikan, maka menghasilkan interprestasi terhadap makna stimulus, dan bersama dengan keterlibatan subjek serta memori akan mempengaruhi pengolahan informasi.

4. Penerimaan: merupakan penyimpulan dari gambaran konsumen terhadap suatu produk. Biasanya setelah melihat, memperhatikan, dan memahami stimulus, konsumen melakukan penyimpulan stimulus atau persepsi terhadap suatu citra produk

5. Retensi: adalah proses memindahkan informasi atau stimulus ke memori jangka panjang. Interpretasi yang disimpan dalam memori konsumen nantinya dapat mempengaruhi persepsi terhadap stimulus baru.

Pada penelitian ini, tahap penerimaan dan retensi tidak peneliti gunakan mengingat kedua tahap tersebut tidak berada di dalam jangkauan penelitian.

Dari pernyataan di atas dapat ditarik simpulan bahwa subjek yang merupakan pemustaka di perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah memiliki persepsi berbeda tiap individunya disebabkan oleh stimulus yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan, dan kebutuhan yang sifatnya sangat indivual sehingga kemungkinan besar bahwa persepsi tiap orang

25

akan berbeda. Selain itu juga terdapat perbedaan tingkat kepekaan panca inderanya, perhatian yang difokuskan pada satu objek, dan pemahaman pemustaka tersebut mengenai tata ruang perpustakaan yang ada dan yang diharapkan (Sumarwan, 2011: 96).

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Individu mempersepsikan suatu benda yang sama secara berbeda-beda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Walgito (2002: 46) menyatakan terdapat setidaknya dua faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu:

1. Faktor Internal yang meliputi segi jasmani dan segi psikologis. Persepsi individu tergantung pada sistem fisiologis setiap individu dan berlaku juga bagi segi psikologis, motivasi serta pengharapan akan mempengaruhi persepsi individu.

2. Faktor Eksternal yang meliputi stimulus itu sendiri dan lingkungan tempat persepsi berlangsung. Kejelasan objek dan latar belakang objek tersebut mempengaruhi persepsi individu.

Selain itu terdapat pendapat Rival (2012: 236) menjelaskan lebih rinci bahwa terdapat tiga faktor yang meliputi beberapa bagian yang mempengaruhi persepsi: 1) faktor yang terdapat pada pelaku persepsi, 2) faktor yang ada pada objek atau target yang dipersepsikan yang meliputi hal baru, gerakan, bunyi,

26

ukuran, latar belakang, dan kedekatan, 3) faktor konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan yang meliputi waktu, keadaan/ tempat kerja, dan keadaan sosial.

2.6 Tata Ruang Perpustakaan

Brown menyatakan bentuk dasar tata ruang sendiri dijabarkan sebagai “in determining the basics shape of new library, library architects and consultants agree the most functional shape for a library is a sqaure, or a series of squares”

(2002: 24), yang dapat diartikan bahwa dalam menentukan dasar bentuk perpustakaan baru, arsitek perpustakaan dan konsultan setuju bahwa bentuk yang paling fungsional untuk perpustakaan adalah persegi , atau serangkaian kotak

Penataan ruang dan perabot pada perpustakaan, baik umum dan khusus, harus direncanakan agar dapat mendukung berlangsungnya kegiatan sesuai fungsi perpustakaan yang diharapkan (Atmodiwirjo, dkk., 2011: 52). Lebih lanjut Atmodiwirjo, dkk., menambahkan bahwa makin besar ukuran perpustakaan makin besar kebutuhan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman dengan jalan mengubah bentuk/cara penyimpanan buku, ruang baca, dan ruang pegawai. Elemen-elemen tetap seperti kamar kecil, tangga, dan fasilitas utama lain sebaiknya dikelompokkan pada lokasi yang sama. Dalam perencanaan awal harus sudah diperhitungkan kemungkinan penyebarluasan bangunan dan pengaruhnya terhadap bangunan utama. Penyekat ruang harus bisa dibongkar pasang. Perpustakaan juga harus memiliki keluwesan ruang sebagai kemungkinan menghadapi pengembangan akibat dari timbulnya teknik-teknik baru dalam

27

metode pengawasan/ pencantuman indeks/ pencarian informasi. Tetapi perancang juga harus berhati-hati agar terhindar dari pembauran suara dan pengenalan fungsi ruang serta menimbulkan kesenjangan suasana ruang. Perlu adanya pertimbangan juga untuk tinggi lantai ruang (2011: 52).

Sementara itu mulai dari lokasi gedung/ ruang tersebut hingga faktor eksternal dan internal lainnya, seorang arsitek asal Inggris, Faulkner Brown, mengemukakan 10 kriteria untuk membuat sebuah gedung perpustakaan yang bagus, sehingga kiranya evaluasi ruangan tersebut diperlukan, baik pada saat pembangunan ruang maupun setelah ruang dipergunakan oleh pengguna (pemustaka) supaya tingkat keamanan dan perlindungan koleksi terjamin. Di samping itu, diutamakan pula keselamatan dan kenyamanan pengguna dan pustakawan serta staf yang bekerja dalam perpustakaan tersebut. Berikut merupakan kriteria sebuah perpustakaan yang baik menurut Brown dalam Jumino:

2.6.1Fleksibel

Tata letak dan struktur gedung dan layanan bisa diadaptasi dengan fleksibilitas dalam pemindahan materi dan sarana prasarana lainnya, sehingga dalam pengoperasiannya di masa depan dapat mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebutuhan ruang layanan perpustakaan yang sangat pesat.

2.6.2Lapang

28

Hal ini dimaksudkan agar pemustaka juga pustakawan dapat bergerak dengan mudah, tanpa adanya halangan yang dapat menyulitkan pergerakan mereka di perpustakaan sementara pustakawan sendiri pun dapat bekerja dengan leluasa tanpa perlu adanya tabrakan yang terjadi akibat kekurangan ruang. Formasi paling lapang untuk desain perpustakaan adalah bentuk kubus, sehingga formasi itu banyak dipakai di perpustakaan hingga saat ini. Neufert (1994: 3-4) sendiri menjelaskan bahwa terdapat jarak ideal dalam penataan setiap wilayahnya, terutama dalam rak dan meja yang ideal sehingga terdapat tiga jarak ideal yang peneliti kutip sesuai dengan kebutuhan penelitian ini:

1. Jarak antar rak untuk:

a. Lorong sempit : 1, 30 m

b. Jalan untuk lalu-lintas pengunjung : 1, 50 m

c. Luas yang lazim : 2, 30 m

2. Jarak antara rak dan meja pemustaka : 75 cm.

3. Jarak untuk ruang gerak minimum di dalam jangkauan ruang baca : 135 – 150 cm.

2.6.3 Akses mudah

Perpustakaan dengan akses yang mudah akan membuat pemustaka dapat memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Akses yang dimaksud bukan hanya akses dari luar, namun juga akses menuju layanan-layanan yang

29

terdapat di perpustakaan. Layanan-layanan tersebut harus mudah untuk ditemukan, dapat dilihat dengan mudah dari banyak sudut. Dengan begitu pemustaka akan mengetahui dengan pasti kemana mereka akan pergi saat mereka membutuhkan sesuatu di perpustakaan tanpa memerlukan banyak bantuan dari pustakawan.

2.6.4Dapat diperluas

Brown dalam Jumino berpendapat bahwa “koleksi yang ada di perpustakaan tidak diragukan berkembang dengan sangat pesat. Bahkan diprediksi dalam 10-15 tahun koleksi di perpustakaan akan berjumlah dua kali lipat lebih banyak dari saat ini” (1995: 24). Karenanya butuh ruangan yang dapat dengan mudah diperluas untuk menampung koleksi yang begitu banyak itu demi memperluas . Ini tidak harus dengan membangun gedung baru atau membongkar bangunan lama, namun bisa dilakukan dengan menambah jumlah lantai. Saat pekerjaan perluasan dilakukan, perlu juga diperhatikan keberlangsungan aktifitas di perpustakaan. Suara yang muncul akibat pekerjaan bangunan akan mengganggu aktifitas pemustaka, jadi harus dilakukan langkah antisipasi terlebih dahulu.

2.6.5Bervariasi

Pemustaka datang ke perpustakaan dengan berbagai motif, mulai dari hanya sekedar membaca hingga mengerjakan tugas dan melakukan penelitian. Motif-motif tersebut sudah seharusnya diantisipasi dengan

30

penyediaan lokasi yang berbeda untuk tiap motif sehingga pemustaka dapat dengan nyaman beraktifitas di perpustakaan. Motif-motif seperti inilah yang harus diperhatikan sebagai masukan dalam perencanaan desain perpustakaan.

2.6.6Terorganisir

Brown dalam Jumino berpendapat bahwa “tujuan dari pengorganisasian desain perpustakaan adalah agar pemustaka dapat mengakses setiap layanan dengan mudah dan cepat. Tata letak yang simpel namun efektif akan sangat membantu pemustaka dalam beraktifitas di dalam perpustakaan” (1995: 25).

2.6.7Nyaman

Tingkat kenyamanan sebuah perpustakaan sangat penting, dalam mempengaruhi kemauan pemustaka untuk kembali berkunjung ke perpustakaan. Kriteria nyaman untuk perpustakaan melibatkan banyak hal. Diantaranya adalah pencahayaan, udara bersih dan temperatur. Juga, interior perpustakaan sebaiknya terlihat menarik untuk dipandang.

2.6.8Lingkungan

Terdapat 3 kriteria menurut Brown yang termasuk ke dalam aturan “10 Kriteria Faulkner Brown” ini, yaitu pemustaka dan staf, koleksi dan gedung. Pemustaka dan staf membutuhkan suhu sekitar 200 – 250 C. Kemudian

31

koleksi membutuhkan suhu yang lebih rendah dari manusia, kurang lebih 200 C. Perpustakaan yang berada di lingkungan yang cenderung bising biasanya akan kesulitan untuk mendapat pengunjung, begitu juga sebaliknya.

2.6.9Aman

Aman yang dimaksud bukan hanya untuk koleksi, namun juga bagi pustakawan serta pemustaka. Untuk keamanan koleksi, sebaiknya hanya ada 1 pintu masuk dan keluar utama, pintu khusus staf sebaiknya dilengkapi dengan akses pemindai. Jendela harus bisa dikunci. Untuk staf dan pemustaka sendiri, pintu gawat darurat harus disediakan sehingga dapat dilakukan antisipasi penyelamatan seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

2.6.10 Ekonomis

Terdapat 2 faktor yang terlibat, yaitu dana inisial dan dana perawatan. Dana inisial dapat diprediksi dan lebih rinci dibandingkan dengan dana perawatan yang tidak tentu dan terlalu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak terduga. Dinding batu akan membutuhkan dana lebih mahal untuk perawatan daripada dinding plester (1995: 27).

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa sepuluh kriteria yang dibuat oleh Brown tersebut merupakan standar yang digunakan oleh mayoritas perpustakaan dan ruang perpustakaan yang didesain untuk kenyamanan

32

dan keamanan pemustaka. Perpustakaan yang tidak menggunakan aturan ini belum tentu tidak sesuai dengan standar, karena yang dilakukan untuk perpustakaan merupakan prioritas terhadap pemustaka dan pustakawan tetapi akan lebih baik lagi untuk melengkapi standar sesuai dengan peraturan yang telah disebutkan sebelumnya.

2.7 Elemen-elemen Tata Ruang

Pada saat pemustaka memasuki sebuah bangunan, pemustaka akan merasakan adanya naungan dan perlindungan. Persepsi ini timbul karena kita dikelilingi oleh bidang-bidang lantai, dinding, dan langit-langit ruang interior dimana itulah elemen-elemen arsitektur yang menjadi batas-batas fisik ruang (Ching, 1996: 14).

Neufert mengemukakan tiga elemen penting dalam perpustakaan; bahan bacaan, pembaca, dan pegawai perpustakaan yang berhubungan dengan cara yang yang berbeda-beda tergantung pada kebijakan organisasi perpustakaan (1994: 145).

Berdasarkan dari IFLA/ UNESCO Guideliness (2006:10), terdapat elemen-elemen yang membentuk tata ruang yaitu:

2.7.1 Tata Letak Ruang

Berkenaan dengan penataan ruang pada perpustakaan sehingga pemustaka tidak membutuhkan penunjuk arah atau denah gedung.

33

Penataan ruang yang baik membuat pemustaka tidak merasa bingung sehingga bisa langsung memilih ruang layanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Tidak hanya mengenai letaknya yang mudah dicapai, perpustakaan juga memiliki perabot yang tidak mempersulit gerak pengguna perpustakaan, baik terlalu banyak perabot atau justru memiliki perabot yang tidak pada tempatnya, petunjuk yang ada tentu akan memudahkan pemustaka dan kemudahan pemustaka untuk melihat petunjuk tersebut juga perlu dipertimbangkan, seperti halnya meletakkan tanda nomor klasifikasi atau penempatan bagian-bagian koleksi. Selain penataan ruang yang telah disebutkan, terdapat pula beberapa kategori yang diatur sebagai berikut sebagaimana dikutip dari Thompson (1996: 33-53):

1. Situasi perpustakaan

Ketika mendesain sebuah perpustakaan para arsitek melakukan forwarding sebuah servis yang secara rasional tidak mudah untuk dicapai. Konstribusi sebuah perpustakaan adalah membuat sebuah komunitas menyadari sesuatu yang istimewa dari sifat dasar komunitas itu sendiri dan dari perkembangan dari sudut-sudut tertentu, dari keseluruhan instrumen, paling berperan. Di dalam institusi, tujuan perpustakaan adalah memahami baik tujuan dari institusi itu sendiri maupun pokok kontribusi, yang terekam

34

atau tersirat, dimana perpustakaan harus dapat memenuhinya.

2. Kondisi akses

Sebagai tambahan untuk menentukan kuantitas material, pustakawan juga harus menentukan:

a. Kondisi akses dimana material ditempatkan

b. Urutan ukuran dimana buku-buku yang di rakkan dan kuantitas di setiap ukuran

c. Kelonggaran untuk membuat ekspansi ke depannya

d. Pilihan pustakawan dalam shelving

Setiap faktor ini merupakan kepentingan yang besar dan harus dipertimbangkan secara hati-hati sebelum melakukan pelaksanaan; tapi harus diingat pula bahwa arsitek adalah tahap yang tidak membutuhkan hal mendetil seperti jumlah buku referensi di perpustakaan bagian anak-anak.

3. Shelving

Peluang perluasan yang mana akan arsitek buat untuk menempatkan material terdaftar akan tergantung pada tingginya dimana buku tersebut ditempatkan, jaraknya tergantung dari rak dan faktor angka lainnya. Jumlah besar material yang ditempatkan akan ada dalam bentuk buku berpunggung keras; koleksi terpisah harus dibuat dari setiap bentuk dan kuantitasnya. Di banyak perpustakaan akan ada sejumlah besar bentuk-bentuk lain penempatan koleksi.

35

4. Fleksibilitas

Konsep fleksibilitas dapat diperluas sejauh perencanaan terbuka perpustakaan telah lengkap, dimana hampir setiap benda free-standing dari perabotan dan perlengkapan dapat dipindahkan untuk memberi pelayanan dalam tiap bagian gedung manapun. Fleksibilitas mutlak berarti bahwa pencahayaan, suhu udara, dan muatan lantai harus direncanakan di mana pun berdasarkan pada persyaratan khusus tertinggi dari sebagian besar permintaan khusus perindividu. Air-conditioning akan lebih menghabiskan biaya karena pengontrol harus diinstal untuk menunjukkan variasi dimana penyekat penuh secara normal akan diberikan. Belum lagi dipertimbangkan ruang yang habis sia-sia, karena pola aliran sirkulasi yang membagi wilayah aktivitas menggunakan lebih banyak ruang daripada sekedar sejumlah kecil koridor. Dari sudut pandang operasional pustakawan itu membuat gangguan bagi pemustaka dari lalu lintas dari dan ke sebagaimana rendahnya tingkat privasi (diharapkan dapat diterima di dalam kantor privat) dan mengakibatkan masalah tambahan dalam menangani permasalahan pekerjaan yang tidak terelakkan dari pandangan umum. Ketidakuntungan yang utama adalah menghasilkan interior yang monoton, karena lanta-lantai,

36

langit-langit, dan bahkan penyekat-penyekat pun memberi pemandangan yang terkesan lebar dan identik dimanapun pemustaka melihat.

2.7.2 Warna

Terdapat pertimbangan-pertimbangan yang dipergunakan untuk memilih dan menggunakan warna yang dapat menyenangkan pemustaka. Beberapa poin yang dikutip dengan perubahan seadanya dari Atmodiwirjo, dkk., adalah sebagai berikut:

1. Ruang perpustakaan sebaiknya menggunakan warna netral seperti krem dan putih serta warna alami kayu yang cukup terang untuk digunakan pada sebagian ruang dan perabot. Dengan tambahan perabot dan beberapa warna cerah dapat menjadikan ruangan lebih hidup dan menyenangkan

2. Ruang perpustakaan dapat menggunakan lebih dari satu warna yang dipadukan untuk mewarnai berbagai bagian perpustakaan, namun sebaiknya tidak menggunakan terlalu banyak warna

3. Warna yang dihindari adalah warna yang menyilaukan atau terlalu terang, karena akan mengganggu kenyamanan membaca dan mengakses informasi lain. Selain itu juga warna yang terlalu gelap sejenis abu-abu gelap dan colat tua untuk menghindari kesan suasana muram, penggunaan warna kayu dibatasi pada warna coklat muda.

37

4. Pada ruangan yang cukup luas, warna digunakan untuk menandai bagian-bagian tertentu seperti koleksi audivisual atau koleksi umum. Pembedaan warna ini digunakan untuk memudahkan pemustaka mencari area yang diperlukan, namun perlu diperhatikan agar warna satu dengan yang lain tetap terpadu dengan baik.

5. Penggunaan warna pada berbagai bagian ruang perpustakaan, sebaiknya penerapan warna dilakukan hanya pada bagian ruang tertentu, tidak pada keseluruhan ruang

6. Dalam memberikan warna pada ruangan perlu diperhatikan pemilihan jenis bahan cat yang digunakan baik keamanan pemustaka, terutama anak-anak (2011: 52).

2.7.3 Pencahayaan

Terdapat dua sumber cahaya yang masuk ke perpustakaan, terbagi dalam pencahayaan buatan yang terkontrol tetapi terbatas dan pencahayaan alami yang tidak terbatas tetapi lebih sulit dalam pengendaliannya, seperti yang dikutip dari Thompson (1996:116) bahwa “artificial light, which, within limits, is controllabel, and natural light, which is very much less controllable but ‘free’”yang dapat diartikan bahwa pencahayaan buatan lebih terkontrol sementara pencahayaan alami lebih sulit dalam pengontrolan tetapi tidak terbatas. Adapun untuk standar atau batasan pencahayaan dalam perpustakaan yang baik, Atmodiwirjo,dkk menyatakan kondisi pencahayaan yang

38

memadaiadalahyangmencangkupprinsip-prinsipdasarsebagai

berikut:

1. Ruang perpustakaan membutuhkan pencahayaan yang merata di seluruh area, dan pencahayaan minimum secara umum sekitar 200 lux

2. Penggunaan sumber cahaya alami perlu dimaksimalkan untuk memberikan penerangan pada siang hari yang dapat dicapai dengan memberikan jendela atau bukaan pada ruangan dengan jumlah yang perlu disesuaikan. Jendela atau bukaan yang terlalu banyak akan membuat ruangan terlalu silau dan terasa panas sehingga membutuhkan lebih banyak kipas atau AC.

3. Cahaya matahari yang berasal dari jendela atau lubang udara lain tidak boleh terhalang, karenanya rak dan pengumuman-pengumuman perlu dipertimbangkan penempatannya.

4. Penggunaan sumber cahaya buatan dapat diterapkan pada saat tertentu, yaitu waktu mendung atau hujan. Jenis lampu yang disarankan adalah lampu TL dengan jenis hemat energi yang tahan lama untuk mengurangi biaya pemeliharaan dan penggantian lampu

5. Penempatan sumber cahaya harus dipertimbangkan dengan penataan koleksi di dalam ruangan, yang dimaksud adalah sebaiknya tidak terkena sinar secara langsung dan cahaya

39

matahari tidak boleh jatuh menyinari layar monitor dan dapat mengakibatkan silau pada penggunanya

6. Pencahayaan pada ruang perpustakaan diatur sedemikian rupa supaya tidak terjadi glare atau silau dan mengganggu kenyamanan pemustaka, begitu pula dengan pemantulan cahaya oleh monitor dan bukaan atau jendela yang terlalu besar (2011: 36-38)

2.7.4 Sirkulasi Udara

Sirkulasi udara dapat diadakan dari dua sumber, yakni dengan ventilasi, jendela, dan lubang udara lain yang disebut sebagai pengudaraan alami atau dengan menggunakan air conditioner (AC) yang lebih dikenal dengan istilah pengudaraan buatan. Penggunaan AC dewasa ini lebih diandalkan karena ketidakstabilan temperatur dan kelembaban udara dapat diatur sedemikian rupa. Meski demikian alat pendingin udara tersebut bukan alternatif mudah karena tidak semua perpustakaan dapat memasang serta membiayai operasionalnya (Sulistyo-Basuki, 1993: 311). Bagi perpustakaan dengan biaya operasional terbatas, maka pemasangan AC sebaiknya terbatas pada ruang yang memiliki komputer atau penyimpan mikrofilm dan media audio visual lainnya sebagai salah satu metode preservasi koleksi. Menurut Atmodiwiryo, dkk terdapat empat poin mengenai sirkulasi udara:

40

1. Ideal sebuah ruang perpustakaan dengan suhu 20º-24ºC dan kelembaban berkisar 40-60%. Dengan adanya iklim tropis di Indonesia, ada baiknya untuk mengupayakan pengudaraan buatan daripada membuat terlalu banyak lubang udara.

2. Pengudaraan alami dapat diupayakan dari bukaan jendela atau lubang ventilasi yang memadai.

3. Selain AC, pengudaraan buatan juga dapat dari kipas angin atau exhaust van yang membantu pertukaran udara dalam ruangan.

4. Kondisi pengudaraan yang baik sangat diharapkan di sebagian ruang perpustakaan, sehingga sebaiknya perabot yang menghalangi aliran angin dalam ruangan perlu lebih dipertimbangkan begitu pula jika hendak merencanakan penyekatan ruangan (2011: 39-40).

2.7.5 Furniture/ Perabot

Sulistyo-Basuki (1993: 309-311) membedakan bahwa furniture dibedakan menjadi:

1. Perabot Bergerak

Yangdimaksudperabotyangdapatbergerakyakni

“mencakup barang-barang untuk keperluan umum, ruang kerja, pemberian jasa, serta barang tambahan lainnya” (Sulistyo-Basuki, 1993: 309). Jadi, perabot yang dapat dipindahkan sesuai dengan keperluan dan perluasan seperti halnya meja, kursi, rak,

41

lemari, dan barang-barang mebel atau elektronik lainnya. Untuk perabot pun, perpustakaan memiliki standar yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan setempat. Untuk perabot yang perlu dimiliki oleh perpustakaan khusus, didasarkan pada peraturan yang mengatur seperti dalam IFLA atau SNI Perpustakaan Khusus, yang mana telah dialih media menjadi format soft file sehingga dapat diunduh dari berbagai sumber laman internet.

2. Perabot Tidak Bergerak

Adapun untuk perabot tidak bergerak sendiri mencakup penerangan, alat pendingin udara, pencegah kebisingan, alat pemadam kebakaran, komunikasi, dan fumigasi. Untuk penerangan dan alat pendingin udara sendiri telah dijelaskan sebelumnya, sementara pencegah kebisingan yang dimaksud dapat berupa tembok yang dilengkapi alat peredam suara (IFLA, 2008: 10).

2.8Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai tata ruang sebelumnya telah banyak dilakukan dan dengan kajian yang tidak sedikit. Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan penelitian ini antara lain sebagai berikut:

42

Septiana (2013) menggunakan judul “Pengaruh Tata Ruang Layanan terhadap Minat Berkunjung Pemustaka di Perpustakaan Khusus Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah” penelitian ini bertujuan mengetahui seberapa besar pengaruh tata ruang layanan perpustakaan terhadap minat berkunjung pemustaka ke perpustakaan khusus Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Desain penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini diketahui bahwa ada pengaruh signifikan antara tata ruang layanan terhadap minat berkunjung pemustaka di perpustakaan khusus Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Palgunadi (2013) juga mengangkat permasalahan tata ruang di Perpustakaan Salatiga dengan judul “Persepsi Pemustaka Terhadap Tata Ruang Perpustakaan di

Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga” bertujuan mengidentifikasi persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan di kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga dengan metode penelitian kualitatif jenis penelitian studi kasus dan mengambil simpulan bahwa tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memberikan kemudahan untuk pemustaka baik dari eksterior maupun interior. Kemudahan eksterior yaitu lokasi gedung perpustakaan yang mudah ditemukan dan berada di lingkungan yang sering dilewati masyarakat Kota Salatiga dan dilewati banyak angkutan umum. Bentuk gedung perpustakaan yang unik dengan halaman yang luas mampu menarik pemustaka dan membuat pemustaka nyaman. Kemudahan interior yaitu fungsi jendela yang membantu sirkulasi udara dan memberikan pemandangan dari luar sangat disukai pemustaka, pencahayaan alami berupa cahaya matahari yang

43

masuk melalui jendela lebih disukai pemustaka, sirkulasi udara yang didukung iklim Kota Salatiga yang sejuk membuat kenyamanan udara di dalam perpustakaan, dan jarak gedung yang cukup jauh dari jalan raya sehingga tidak menimbulkan kebisingan di dalam gedung.

Greindyapuri (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Tanggapan Pengguna Tentang Tata Ruang Perpustakaan SMA Negeri 14 Bandung” bertujuan mengetahui tanggapan pengguna mengenai lokasi dan aksesibilitas, warna, pencahayaan, sirkulasi udara, suara (akustik), dan furniture di Perpustakaan SMA Negeri 14 Bandung dengan metode penelitian kuantitatif dan teknik pengambilan sampel Proportionate Stratified Random Sampling. Penelitian tersebut mengambil simpulan bahwa tangapan pengguna lokasi dan aksesibiltas perpustakaan tidak bagus, tanggapan pengguna untuk warna perpustakaan cukup bagus, tanggapan pengguna untuk pencahayaan perpustakaan sudah bagus, tanggapan pengguna untuk sirkulasi udara sudah bagus, tanggapan pengguna tentang suara (akustik) tidak bagus, dan tanggapan pengguna untuk furniture perpustakaan sudah bagus.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bahwa meskipun peneliti menggunakan pendekatan kualitatif mengenai persepsi pemustaka dimana pemustaka memiliki idealisme berbeda mengenai tata ruang perpustakaan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah sehingga teknik penelitian ini berbeda dengan Septiana dan Greindyapuri, namun teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan menggunakan pengkategorian dalam memilih informan yang merupakan pegawai di instansi yang sama. Pemilihan informan dari kalangan pegawai ini menjadi pembeda

44

dalam penelitian Palgunadi dan Greindyapuri yang mengambil informan dari kalangan siswa dan mahasiswa, sementara pada penelitian Septiana melakukan pemilihan merata baik dari pegawai maupun mahasiswa yang memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Adapun penelitian kualitatif yang dijadikan bahan referensi peneliti adalah penelitian Palgunadi sehingga terdapat persamaan dalam teknik pengumpulan data dan dalam prosedur menganalisa data.

BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik untuk maksud, cara kerja sistematis untuk memudahkan pelaksanaan sebuah kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Dengan mencapai demikian, metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang metode yang digunakan dalam penelitian. (Sulistyo-Basuki, 2010:22).

3.1 Desain dan Jenis Penelitian

Untuk mencapai sebuah hasil dalam penelitan secara garis besar terdapat

dua metode yang terbagi menjadi penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.

Sementara untuk penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Adapun pengertian metode penelitian ini sendiri dikutip dari Holloway

dalam Wahyuni (2012: 2) sebagai berikut:

“Qualitative research is a form of social inquiry that focuses on the way people interpret and make sense of their experiences and the world in which they live. A number of different approaches exist within the wider framework of this type of research, but most of these have the same aim. To understand the social reality”.

Secara garis besar, maksud dari kutipan tersebutmenunjukkan suatu

bentuk penyelidikan sosial yang berfokus pada cara orang menafsirkan dan

memahami pengalaman mereka dan dunia di mana mereka tinggal. Sejumlah

pendekatanyangberbedaadadalamkerangkayanglebihluasdarijenis

45

46

penelitian, namun sebagian besar memiliki tujuan yang sama. Yaitu memahami realitas sosial.

Metode penelitian kualitatif ini sendiri peneliti pilih karena penelitian ini bermaksud mengungkap kesan dan persepsi yang dimiliki pemustaka mengenai tata ruang perpustakaan, sehingga penelitian ini membutuhkan metode yang lebih mendalam dibanding sekedar mengungkap kuantitas dalam kuisioner.

Sementara itu desain menurut Istijanto dalam Sunyoto (2013: 29) adalah sebagai suatu kerangka kerja atau cetak biru (blueprint) yang merinci secara detail prosedur yang diperlukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan bagi pengambilan keputusan.

Untuk desain penelitian ini digunakan desain penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus sendiri sesuai dengan yang dikutip dari Sunyoto bahwa penelitian studi kasus merupakan “penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalu” (2013: 31). Jenis penelitian ini dipilih karena penelitian difokuskan pada satu perpustakaan yakni perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah untuk memahami secara mendalam dan menyeluruh mengenai bagaimana persepsi pemustaka yang merupakan pegawai di instansi bersangkutan terhadap tata ruang perpustakaan perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah.

47

3.2 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan dua sumber data, yaitu data primer dan

data sekunder. Sumber data tersebut berupa:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuisioner yang biasa dilakukan peneliti (Umar, 2007: 42).

Data primer dalam penelitian ini adalah jawaban dari pertanyaan yang dihasilkan pada wawancara dengan informan dengan sejumlah pertanyaan yang telah dipilih oleh peneliti berdasarkan keadaan yang ada selama bulan November – Desember 2015. Sebelumnya, peneliti juga melakukan pengamatan langsung dan pemilihan informan yang sesuai dengan kriteria bersamaan dengan observasi ke perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan selama awal bulan pada tanggal 2-6 November 2015.

2. Data Sekunder

Berdasarkan pendapat Nasution, data sekunder merupakan data data yang diperoleh dari bahan bacaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa data sekunder adalah hasil pengumpulan orang lain dengan maksud tersendiri dan mempunyai kategori atau klasifikasi menurut keperluan mereka sehingga dapat terdiri dari berbagai macam seperti surat pribadi sampai dokumen resmi (2012: 143).

48

Yang dimaksud data sekunder dalam penelitian ini ialah penggunaan penelitian sebelumnya mengenai tata ruang yang bersangkutan sebagai tolok ukur pelaksanaan penelitian. Lebih lanjut mengenai maksud dan tujuan penelitian sebelumnya dapat dilihat di BAB 2 dalam subbab penelitian sebelumnya. Adapun sumber teori dalam penelitin ini didapat dari penggunaan teori-teori yang berasal dari Atmodiwirjo, dkk., Neufert, Thompson, dan Brown beserta buku mengenai persepsi karangan Rival, Tampubolon, dan Umar. Terdapat pula referensi penelitian sebelumnya yang berupa skripsi dengan tema yang telah dijelaskan di BAB 2 dan e-book IFLA/UNESCO, serta bahan literatur lain yang dapat membantu jalannya penelitian di antaranya ialah PP Nomor 24 Tahun 2014.

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

Setiap penelitian kualitatif memiliki subjek dan objek penelitian. Adapun

yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pegawai dengan intensitas kunjungan cukup tinggi ke perpustakaan di lingkungan kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, baik untuk kebutuhan pekerjaan maupun kebutuhan informasi lainnya. Objek dalam penelitian ini adalah tata ruang perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

49

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan komponen penting dalam penelitian, untuk itu diperlukan

teknik dalam mengumpulkan suatu data. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.4.1 Observasi

Teknik observasi dilakukan dengan pengamatan langsung pada objek dan subjek penelitian dan melakukan pencatatan secara sistematis tentang fenomena yang terjadi di lapangan. Observasi ini dilakukan sebagai studi pendahuluan mengenai tata ruang di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah Semarang pada tanggal 2-6 November 2015.

3.4.2. Studi Dokumentasi

Setelah dilakukan observasi, maka peneliti mencari bahan literatur yang memuat pembahasan objek yang bersangkutan. Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan berdasarkan data sekunder yaitu melalui penelitian sebelumnya, jurnal yang memiliki tema yang sama dengan penelitian, dan buku koleksi yang bersangkutan dengan tema tata ruang perpustakaan. Peneliti mengambil literatur mengenai tata ruang perpustakan antara lain karya Neufert, Thompson, dan Brown. Selain itu, terdapat pula e-book terbitan UNESCO yang diunduh dari website IFLA berisi standar perpustakaan pemerintahan dan penelitian bertema sama yang telah dibahas sebelumnya pada bab 2.

50

3.4.3. Wawancara

Dalam penelitian ini yang menggunakan pendekatan kualitatif, wawancara merupakan metode paling utama. Stewart & Cash dalam Herdiansyah menjelaskan wawancara diartikan sebagai sebuah interaksi yang di dalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi (2010: 118). Materi wawancara adalah tema yang dipertanyakan pada informan dengan pertanyaan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan bentuk wawancara semi-terstruktur. Dijelaskan lebih jauh, wawancara semi-terstruktur dilakukan dengan pertanyaan terbuka dengan alur pembicaraan dan tema yang telah dibatasi, sehingga menghindari kemungkinan keluar atau melebar dari topik pembicaraan.

Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena, dalam hal ini adalah persepsi pemustaka mengenai tata ruang perpustakaan. Untuk itu peneliti mengadakan wawancara dengan pustakawan dan pemustaka aktif yang keseluruhannya berjumlah 6 orang dengan status pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Satu di antaranya merupakan pustakawan yang juga diwawancarai dengan pertanyaan yang sama sebagai bahan perbandingan antara pemustaka dan pustakawan. Untuk profil informan dapat dilihat di BAB 5.

Analisis Data

Setelah data penelitian berhasil dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut untuk dianalisis. Adapun metode menganalisis data yang dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini:

51

3.5 Informan Penelitian

Iskandar menyebutkan bahwa informan penelitian merupakan subjek yang

memberikan informasi tentang fenomena-fenomena situasi sosial yang berlaku di lapangan (2013:48). Adapun subjek dalam penelitian ini yang akan dipilih menjadi informan memiliki syarat sebagai berikut:

1. Peneliti memilih 6 (enam) informan untuk di wawancara, terdiri dari 5 (lima) informan pemustaka dan 1 (satu) informan kunci yang merupakan staf sekaligus pustakawan.

2. Keseluruhan informan merupakan pegawai aktif Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah dan instansi terkait.

3. Memiliki intensitas kunjungan ke perpustakaan yang cenderung tinggi, setidaknya dua kali seminggu.

4. Sering memanfaatkan fasilitas dan layanan di perpustakaan.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam melakukanpengolahan data, terdapat tahap atau langkah yang

diambil dengan runtut dan cermat. Tahap dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

3.6.1

52

3.6.1.1Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, danmemfokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui wawancara yang telah disiapkan sebelumnya mengikuti variabel penelitian yang diperlukan, kemudian data tersebut dirangkum dan diseleksi sehingga akan memberikan gambaran yang jelas kepada penulis sehingga yang direduksi dalam penelitian ini merupakan hasil jawaban informan dari wawancara terstruktur peneliti.Rangkuman data tersebut berupa pengelompokkan jawaban seluruh informan sesuai pertanyaan dan dianalisis secara umum, kemudian disimpulkan.

3.6.1.2Penyajian Data

Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian ini, datadari hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel, teks naratif, dan uraian penjelasan yang bersifat deskriptif.Jawaban yang informan berikan dikelompokkan berdasarkan pertanyaan yang peneliti ajukan dalam beberapa jawaban informan. Setelah menganalisis setidaknya 3 (tiga) jawaban yang sama dari

53

informan mengenai pertanyaan yang sama, selanjutnya dapat diambil kesamaan atau generalisasi dari pertanyaan tersebut, sehingga nantinya langkah yang diambil berupa menarik simpulan.

3.6.1.3Penarikan Simpulan

Langkah ini merupakan langkah lanjutan dari reduksi data dan penyajian data. Sehinggasetelah data disimpulkan, peneliti masih berpeluang untuk menerima masukan. Dalam penelitian ini, simpulan dalam bentuk kalimat deskriptif sebagai laporan penelitian setelah analisis data didapat dalam bentuk teks naratif.Jadi dengan adanya pengelompokkan dalam tabel berupa teks naratif, peneliti mendapatkan garis besar persepsi informan terhadap tata ruang dan ditarik simpulan dalam bentuk deskriptif secara umum.

3.6.2Keabsahan Data

Perlu dilakukannya pemeriksaan keabsahan data dengan melakukan pengecekkan terhadap sumber data maupun hasil dari penelitian. Dalam penelitian ini, metode pengujian keabsahan data yang dilakukan adalah triangulasi. Pemeriksaan data lazim dilakukan selama pengumpulan data. Pemeriksaan ini dapat diulangi ketika semua data sudah terkumpul dan analisis data akhir akan dilakukan. Sugiyono memaparkan bahwa triangulasi dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yaitu: 1) triangulasi sumber yaitu untuk menguji

54

kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber, 2) triangulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, dan 3) melalui triangulasi waktu yang juga sering mempengaruhi kredibilitas data yaitu data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Lebih lanjut dijelaskan bahwa triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian, dari tim peneliti lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data (2014: 127-128).

Dalam penelitian ini triangulasi dilakukan dengan triangulasi sumber dan waktu, yaitu dengan membandingkan sumber informasi yang didapat dari hasil wawancara dari informan satu dengan yang lainnya dan melakukan pemeriksaan ulang dari berbagai metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

BAB 4

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah

4.1.1 Profil Singkat

Pendirian Dinas Perikanan dan Kelautan sendiri pada mulanya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Perikanan Darat dan Perikanan Laut. Perikanan Darat pada tahun 1950 disebut juga Banner Is Ray yang berkantor di Jalan Kepodang pada tahun 1951 sampai dengan tahun 1960. Kemudian pada tahun 1950, Perikanan Darat pindah kantor di Jalan Empu Tantular No. 2 Semarang. Jawatan Perikanan Laut sendiri bertempat di Jalan Imam Bonjol 134 Semarang. Namun pada tahun 1972 Perikanan Darat dan Jawatan Perikanan Laut digabung dengan nama Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah dan bertempat di Jalan Imam Bonjol No. 134 Semarang. Setelah terjadinya penggabungan, di tahun 2001 Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah kembali mengalami perubahan nama menjadi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah. Ini didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001.

Sejalan dengan berputarnya waktu berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah

55

56

mengalami perubahan kedua. Instansi yang awalnya bernama Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah tersebut kembali diubah menjadi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Hingga sekarang Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah berkedudukan di Jalan Imam Bonjol No. 134 Kelurahan Sekayu Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang.

Saat ini Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah dipimpin oleh Bapak Ir. Lalu M. Syafriadi, M.M dengan masa kepemimpinan sejak tahun 2013. Adapun terdapat kebijakan Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) yang baru, yang mana terdapat 15 (lima belas) Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Diantaranya terdiri dari 9 (sembilan) Pelabuhan Perikanan pantai, 3 (tiga) Laboratorium Pengawasan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 1 (satu) Balai Karantina dan Kesehatan Ikan, 1 (satu) Balai Perbenihan dan Budidaya Air Payau dan Laut, 1 (satu) Balai Perbenihan dan Budidaya ikan Air Tawar.

4.1.2 Visi, Misi, dan Tupoksi (Tugas, Pokok, dan Fungsi)

Adapun Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah memiliki visi

“Terwujudnya Sektor Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah yang Tangguh, Mandiri, Berdaya Saing dan Berkelanjutan", dengan penjelasan visi tersebut:

1. Tangguh, mengandung arti bahwa sektor Kelautan dan Perikanan di Jawa Tengah diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat

57

nelayandanpembudidayaikanmelaluipeningkatanpendapatandan

penguatan kelembagaan pemerintah sektor kelautan dan perikanan.

2. Mandiri, mengandung arti bahwa sektor Kelautan dan Perikanan di Jawa Tengah diharapkan mampu mendukung kedaulatan pangan melalui peningkatan produksi, sistem distribusi dan jaminan keamanan pangan yang berasal dari sumberdaya ikan.

3. Berdaya Saing, mengandung arti bahwa sektor Kelautan dan Perikanan di Jawa Tengah diharapkan mampu menghasilkan produk dan jasa dengan daya saing tinggi, mempunyai nilai tambah (Value Added) dan Keungguan Komparatif (Comparative Advantage).

4. Berkelanjutan, mengandung arti bahwa dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Jawa Tengah akan tetap memperhatikan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta menghindari rusaknya sumber daya Kelautan dan Perikanan.

Sementara misi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah terdiri

dari beberapa poin yang telah dikategorikan dengan rincian berikut:

1. Misi dalam kategori visi “Tangguh” berisi rincian sebagai berikut:

a. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir, nelayan dan pembudidaya ikan.

b. Penguatan Kelembagaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

2. Misi dalam kategori “Mandiri” terdiri atas:

58

a. Mewujudkan peningkatan produksi perikanan tangkap dan budidaya.

b. Mewujudkan perbaikan sistem distribusi dan jaminan keamanan pangan yang berasal dari sumberdaya ikan.

3. Misi dalam kategori visi “Berdaya Saing” terdiri atas:

a. Mewujudkan produk kelautan dan perikanan yang berkualitas dan berdaya saing serta memiliki nilai tambah.

b. Mewujudkan peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia kelautan dan perikanan.

c. Mewujudkan peningkatan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan.

4. Misi dalam kategori visi “Berkelanjutan” terdiri sebagai berikut:

a. Mewujudkan peningkatan daya dukung lahan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

b. Mewujudkan kelembagaan masyarakat pengawas yang berperan dalam kegiatan pengawasan.

Adapun Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, sesuai Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut:

1. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kelautan dan perikanan berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan.

59

2. Untuk menyelenggarakan tugas pokok yang dimaksud, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan teknis bidang kelautan dan perikanan;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kelautan dan perikanan;

c. Pembinaan dan fasilitasi bidang kelautan dan perikanan lingkup provinsi dan kabupaten/kota;

d. Pelaksanaan tugas di bidang kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil, perikanan tangkap, perikanan budidaya dan usaha kelautan dan perikanan;

e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan bidang kelautan dan perikanan;

f. Pelaksanaan kesekretariatan dinas; dan

g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

60

4.1.3 Fasilitas Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah

Perpustakaannya sendiri merupakan bagian dari fasilitas penunjang bagi instansi yang didirikan setelah Dinas Kelautan dan Perikanan pindah ke Jalan Imam Bonjol 134 pada tahun 1965. Berada di bawah Bagian Umum yang kemudian dikepalai oleh salah seorang pegawai divisi yang bersangkutan. Di tahun 2014 hingga saat ini, perpustakaan tersebut dikepalai oleh Rita Widyawati yang merupakan pegawai dari Bagian Umum dengan dua staf dari divisi lain yang diperbantukan. Perpustakaan sendiri memiliki cukup banyak bahan pustaka baik buku maupun non-buku dengan jumlah koleksi ± 2500 bahan pustaka yang difokuskan pada subjek perikanan dan bahari, meliputi bahan pustaka buku, majalah, dan jurnal.

Perpustakaan tersebut menyediakan beberapa layanan dasar untuk pemustaka sebagai berikut:

1. Layanan koleksi referensi terdiri dari handbook, kamus besar, undang-undang, peraturan, dan koleksi non-buku seperti map, peta, CD, dll.

2. Ruang Baca dan Diskusi, biasa dimanfaatkan pemustaka untuk mengerjakan skripsi bagi pemustaka dari kalangan mahasiswa dan pegawai yang tengah menempuh pendidikan pascasarjana, melewatkan waktu istirahat dengan membaca, dan keperluan pekerjaan. Ruang ini terdiri dari empat meja besar yang biasanya juga dimanfaatkan pemustaka untuk berdiskusi dan memanfaatkan koleksi perpustakaan.

61

3. Layanan Majalah terdiri dari pojok jurnal dan rak yang khusus berisi majalah dengan subjek mayoritas perikanan.

4. Layanan Jurnal, yaitu penyediaan rak berisi jurnal yang didapat melalui kerjasama baik antar instansi maupun dari Badan Perpustakaan dan Arsip Jawa Tengah dan sumbangan pihak-pihak terkait. Pemustaka tidak diperbolehkan meminjam jurnal dan hanya dibaca di tempat.

Setelah dijelaskan mengenai layanan yang ada di Perpustakaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Berikut ini adalah waktu layanan yang diberikan yang disesuaikan dengan jam kerja pegawai:

Senin-Kamis: 07.00-16.00

Jumat: 07.00-15.00

Hari Sabtu, Minggu, hari besar, dan cuti bersama : libur.

Adapun layanan yang diberlakukan adalah dengan open acces system artinya pemustaka diperkenankan memilih sendiri koleksi di rak koleksi. Layanan berikut merupakan pertimbangan bahwa adanya ruang yang memungkinkan pemustaka dapat manfaatkan untuk membaca koleksi perpustakaan.

Perpustakaan memiliki peraturan dan tata tertib yang harus ditaati oleh pemustaka, baik PNS maupun dari umum sekalipun. Peraturan dan tata ter