institut teknologi sepuluh nopember …pm3i.or.id/wp-content/uploads/2017/10/2.-holly-indi-r... ·...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH PLASTIK TERHADAP SIFAT BITUMEN SEBAGAI PENGUAT UNTUK
MATERIAL KONSTRUKSI JALAN
Disusun untuk mengikuti Lomba Paper of the Month PM3I 2017
Disusun oleh:
HOLLY INDI RAMADHIAN2715100044
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. i
ABSTRAK................................................................................................................................................iiBAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................................11.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................................................2BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................3
2.1 Aspal..............................................................................................................................................32.2 Plastik............................................................................................................................................4
2.3 Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy (FTIR)......................................................................6BAB III METODE PENELITIAN............................................................................................................7
3.1 Persiapan Sampel...........................................................................................................................73.2 Pengujian FTIR..............................................................................................................................7
3.3 Viscosity Test................................................................................................................................73.4 Uji Penetrasi...................................................................................................................................8
3.5 Softening Point..............................................................................................................................8BAB IV......................................................................................................................................................9
4.1 Uji FTIR.........................................................................................................................................94.2 Viscosity Test..............................................................................................................................11
4.3 Uji Penetrasi.................................................................................................................................134.4 Softening Point............................................................................................................................14
BAB V PENUTUP..................................................................................................................................165.1 Kesimpulan..................................................................................................................................16
5.2 Saran............................................................................................................................................16
i
ANALISIS PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH PLASTIK TERHADAP SIFAT BITUMEN SEBAGAI PENGUAT UNTUK
MATERIAL KONSTRUKSI JALAN
Holly Indi Ramadhian Departemen Teknik Material Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh
ABSTRAK
Plastik merupakan bahan polimer sintesis yang dibuat melalui proses polimerisasi dimana tidak dapat lepas dari kehidupan kita sehari-hari yang umumnya kita jumpai dalam bentuk plastik kemasan. Sifatnya yang sulit terdegradasi di alam menjadikannya penyumbang limbah terbesar yang menyebabkan rusaknya keseimbangan alam. Masalah kedua yaitu konstruksi jalan di Indonesia yang tidak cukup baik sehingga terbentuknya jalan yang berlubang karena lalu lintas dan beban yang berlebih. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan limbah plastik terhadap kekerasan bitumen (aspal). Plastik dipotong menjadi bagian kecil dan dicampur dengan bitumen menggunakan mixer pada temperatur 160oC – 170oC. Penambahan limbah plastik dilakukan dengan kadar yang berbeda-beda sebagai variabelnya. Campuran yang paling optimal dan tidak optimal untuk HDPE masing- masing diamati pada kadar polimer 2% dan 3%. Campuran homogen yang paling sempurna didapat pada plastik PP dengan kadar polimer 3%. Pengujian sampel dilakukan dengan pengujian karakterisasi dan mechanical testing. Pengujian karakterisasi dilakukan dengan menggunakan spectroscopy FTIR untuk mengetahui gugus fungsional pada komposit aspal. Tiga puncak yang menonjol teridentifikasi pada spektrum aspal yang tidak dimodifikasi, terjadi pada rentang frekuensi IR 3000-2850cm-1, spektra spesifik dari peregangan C-H alifatik simetris dan asimetris dalam alkana. Ikatan CH2 dan CH3 juga diamati pada frekuensi 1465cm-1 dan 1375cm-1. Mechanical testing dilakukan dengan pengujian kekerasan. Penggunaan limbah plastik dalam modifikasi pengikat pada aspal membawa keuntungan dengan harga ekonomis serta efisien untuk meningkatkan kinerja karakteristik aspal konvensional dan merupakan cara alternatif memanfaatkan limbah plastik.
Kata kunci: FTIR, Konstruksi Jalan, Limbah plastik, Mechanical Testing
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat.
Seiring dengan hal tersebut, peningkatan mobilitas penduduk mengakibatkan
banyak kendaraan-kendaraan berat melintasi jalan raya. Salah satu prasarana
transportasi yaitu jalan sebagai kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat.
Dengan melihat peningkatan mobilitas penduduk yang sangat tinggi maka,
diperlukan peningkatan baik kuantitas maupun kualitas jalan yang memenuhi
kebutuhan masyarakat. Tingginya temperatur permukaan jalan dan curah hujan
juga merupakan beberapa penyebab kerusakan pada kekerasan aspal di Indonesia.
Ada banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi kerusakan yang
terjadi, salah satunya adalah dengan memperkenalkan bahan tambah (additive)
pada aspal untuk merubah sifat-sifat fisik aspal, khususnya kekerasan, kepekaan
terhadap temperatur dan pengelupasan. Diharapkan jika dicampur dengan agregat
akan menjadikan campuran beraspal yang lebih baik.
Di sisi lain, sampah plastik telah menjadi bagian dari keseharian manusia.
Ketika kebutuhan hidup meningkat dan jumlah kegiatan manusia bertambah
disertai dengan gaya hidup yang konsumtif, maka lebih banyak pula manusia
menghasilkan sampah plastik. Gaya hidup tersebut merupakan cerminan dari
masyarakat perkotaan, sehingga dapat diketahui bahwa permasalahan sampah
plastik merupakan permasalahan masyarakat perkotaan. Tas plastik yang terbuat
dari bahan polyethylene selama ini sering dikenal sebagai polutan yang sulit untuk
diuraikan. Sampah plastik umumnya hanya digunakan selama lima menit tetapi
baru terurai 500 tahun kemudian. Saat ini, metode pembuangan limbah plastik
yang umum digunakan adalah land filling, insinerasi dan dibiarkan sembarangan
di tempat pembuangan akhir (TPA). Metode-metode pembuangan ini memiliki
dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Akibatnya, sungai,
selokan dan pinggir jalan tersedak dan penuh dengan limbah plastik. Polyethylene
Terepthalate (PET) dan High density Polyethylene (HDPE) digunakan pada
1
sebagian besar kemasan botol air, yoghurt dan minuman ringan, selain itu jenis
sampah plastik yang mendominasi adalah tas plastik (atau “polyethylene”) yang
biasanya digunakan untuk kemasan makanan. Di sisi lain, volume lalu lintas jalan
yang semakin meningkat dan menuntut kenaikan beban yang sesuai dengan daya
dukung jalan dan masa pakainya.
Limbah plastik ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran sebagai
penguat pada material konstruksi jalan. Telah terbukti komposit polimer dapat
meningkatkan kinerja campuran bitumen yang digunakan pada permukaan jalan
dengan berbagai jenis campuran seperti polimer, karet lateks, karet remah, dan
lain lain. Pilihan campuran yang digunakan untuk konstruksi jalan tergantung
pada beberapa faktor termasuk kapabilitas konstruksi, ketersediaan campuran,
biaya, dan kinerja yang diharapkan. Modifikasi dapat dilakukan dengan dua
prosedur utama yaitu, proses kering yang melibatkan pencampuran langsung
limbah plastik dengan agregat sebelum menambahkan aspal, dan proses basah
yang melibatkan campuran aspal dan limbah plastik secara simultan. Metode
pengolahan limbah plastik ini merupakan metode yang praktis dan ekonomis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaruh penambahan limbah plastik sebagai bahan campuran
bitumen terhadap sifat fisik bitumen?
2. Bagaimana jenis polimer yang paling sesuai sebagai campuran bitumen?
3. Bagaimana pengaruh kadar penambahan polimer terhadap sifat fisik
bitumen?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh penambahan limbah plastik pada sifat fisik bitumen
2. Mengetahui jenis polimer yang sesuai sebagai campuran bitumen
3. Mengetahui pengaruh kadar penambahan limbah plastik
(polimer) terhadap sifat fisik bitumen
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspal
Aspal atau bitumen adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk
padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur
turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran
perkerasan jalan. Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan
atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam
yang ditemukan bersama-sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai
bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa
komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat
viscoelastis dan tergantung dari waktu pembebanan (The Blue Book–Building &
Construction, 2009).
Aspal berfungsi sebagai perekat agregat dalam campuran aspal beton,
sehingga menjadikannya sangat penting dipertahankan kemampuannya terhadap
kelekatan, titik lembek dan kelenturannya. Penambahan aditif pada aspal menjadi
alternatif yang dapat digunakan untuk mempertahankan maupun meningkatkan
daya rekatnya, titik lembek, maupun kelenturanya (Rianung, 2007).
Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat
ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang
ditemukan bersama-sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan
pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa komplek
seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan
tergantung dari waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan proses
pemadatan sifat aspal dapat ditunjukkan dari nilai viscositasnya, sedangkan pada
sebagian besar kondisi saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viscositas
yang diwujudkan dalam suatu nilai modulus kekakuan (Shell Bitumen, 1990).
Sedang sifat aspal lainnya adalah :
3
a. Aspal mempunyai sifat mekanis (Rheologi), yaitu hubungan antara tegangan
(stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami
pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat cepat, maka aspal
akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya terjadi dalam jangka waktu yang
lambat maka sifat aspal menjadi plastis (viscous).
b. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau
viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi.
Semakin tinggi temperature aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah atau
semakin encer demikian pula sebaliknya. Dari segi pelaksanaan lapis keras, aspal
dengan viskositas yang rendah akan menguntungkan karena aspal akan
menyelimuti batuan dengan lebih baik dan merata. Akan tetapi dengan
pemanasan yang berlebihan maka akan merusak molekul-molekul dari aspal,
aspal menjadi getas dan rapuh.
c. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami
tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan jalannya
waktu.
2.2 Plastik
Plastik merupakan bahan yang terbentuk dari produk polimerisasi sintetik
atau semi-sintetik yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. Polimer sendiri
adalah adalah rantai berulang dari atom yang panjang, terbentuk dari pengikat
yang berupa molekul identik yang disebut monomer. Jika monomernya sejenis
disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda akan menghasilkan
kopolimer. Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus
mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat
antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen.
Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras
(Flinn dan Trojan, 1975). Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama
dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika
teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar
(Syarief et al., 1988).
4
Syarief et al. (1989) membagi plastik menjadi dua berdasarkan sifat-
sifatnya terhadap perubahan suhu, yaitu:
1. Termoplastik: merupakan jenis plastik yang dapat meleleh pada suhu tertentu,
melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel)
kepada sifat aslinya. Proses pemanasan akan membuat plastik ini kembali
mengeras bila didinginkan. Jenis plastik thermoplast antara lain: PE, PP, PS, ABS,
SAN, nylon, PET, BPT, Polyacetal (POM), PC dan lain-lain.
2. Termoset: tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Plastik
thermoset adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak
dapat dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi.
Jenis plastik ini tidak dapat dilunakkan kembali, setelah proses pengerasan. Proses
pemanasan yang tinggi akan membentuk arang dan terurai pada jenis plastik ini.
Jenis-jenis plastik termoset antara lain: PU (Poly Urethene), UF (Urea
Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi dan lain-lain.
2.2.1 HDPE (High Density Polyethylene)
HDPE merupakan polietilen dengan jumlah rantai cabang yang lebih
sedikit dibandingkan dengan PE. Rantai cabang yang lebih sedikit ini membuat
plastik HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan
terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul yang berada pada plastik ini
juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik (Harper, 1975). HDPE
memiliki titik leleh yang cukup tinggi, oleh karena sifatnya ini HDPE sering
digunakan pada kemasan untuk botol susu, tupperware, galon air minum, kursi
lipat, kemasan deterjen, kemasan susu.
2.2.2 PP (Polypropylene)
Plastik PP memiliki sifat sangat mirip dengan plastik PE, dan sifat-sifat
penggunaannya juga serupa (Brody, 1972). Plastik PP memiliki sifat lebih kuat
dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap
lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie,
1983). Monomer PP diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha
(distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi
dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis
5
Natta-Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley et al., 1988). PP
adalah bahan plastik yang dipakai pada kemasan makanan ringan/snack, sedotan,
kantong obat, penutup, dan lain-lain.
2.3 Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy (FTIR)
Radiasi inframerah (IR) berada pada kisaran panjang gelombang 0.78-
1000 µm atau bilangan gelombang 12800-10 cm-1 . Spektrumnya terdiri atas
radiasi inframerah dekat (12800-4000 cm-1 ), menengah (4000- 200 cm-1 ), dan
jauh (200-10 cm-1 ). Energi radiasi IR digunakan terbatas hanya pada transisi
molekul yang melibatkan vibrasi dan rotasi. Serapan gugus fungsional dengan IR
berada pada kisaran 4000-1500 cm-1 , sedangkan fenomena ikatan intramolekuler
yang bersifat sangat spesifik untuk setiap materi yaitu pada 1500-400 cm-1 (daerah
sidik jari) (Khopkar 2002). Pada daerah sidik jari, sedikit saja perbedaan struktur
dan susunan molekul akan menyebabkan perubahan distribusi puncak serapan.
Berbeda dari spektrometer dispersif, FTIR tidak mengukur panjang gelombang
satu demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas pada berbagai panjang
gelombang secara serempak (Skoog et al. 1998). Instrumen FTIR dapat memiliki
resolusi yang sangat tinggi (0.001 cm-1) (Silverstein et al., 2005). Monokromator
prisma atau kisi yang dapat mengurangi energi sinar diganti dengan
interferometer. Interferometer membuat spektrometer mampu mengukur semua
frekuensi optik secara serempak dengan mengatur intensitas dari setiap frekuensi
tunggal sebelum sinyal sampai ke detektor. Hasil dari pindai interferometer yang
berupa interferomogram (plot antara intensitas san posisi cermin) ini tidak dapat
diinterpretasikan dalam bentuk aslinya. Proses transformasi Fourier akan
mengubah interferomogram menjadi spektrum antara intensitas dan frekuensi.
6
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Persiapan Sampel
Dalam penelitian ini wet method digunakan untuk proses pencampuran
polimer. Sampel disiapkan menggunakan teknik pencampuran lelehan. Bitumen
(400g) dipanaskan dalam mixer sampai benar-benar meleleh atau berubah
menjadi fase cair dan polimer yang telah dipotong kecil-kecil ditambahkan
perlahan. Kecepatan mixer dibuat supaya tetap konstan di atas 120 rpm, dan
temperatur antara 160 °C dan 170 °C. Kadar penambahan PP dan HDPE dibuat
berbeda-beda sebagai variabelnya, berkisar antara 0,5% -3% dari berat campuran
dengan kenaikan kadar 0,5%. Pencampuran dilakukan selama 30 menit hingga 1
jam untuk menghasilkan campuran yang homogen. Bitumen yang telah
dimodifikasi dengan polimer dimasukkan dalam sealed bag dan disimpan untuk
pengujian lebih lanjut. Pengujian sifat fisik bitumen seperti penetrasi, viskositas
kemudian dilakukan pada sampel yang disiapkan. Uji FTIR juga dilakukan untuk
mengetahui adanya gugus fungsi yang terdapat pada bitumen setelah dimodifikasi
dengan polimer.
3.2 Pengujian FTIR
Analisis FTIR dilakukan pada aspal dasar dan komposit aspal polimer
untuk menentukan apakah terjadi perubahan kimia selama dispersi limbah plastik
dalam pengikat aspal. Spektroskopi spektroskopi infra merah Fourier (FT-IR)
diukur dengan menggunakan Spektrometer Inframerah Fourier Transform
Interspec 200-X. Frekuensi pemindaian masing-masing spektrum adalah 32 kali
per menit. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2.
3.3 Viscosity Test
Viscosity test dilakukan dengan menggunakan DV II Progammable
Brookfield viscometer untuk aspal dasar dan aspal yang telah dimodifikasi
polimer. Penentuan viskositas absolut dan kinematika dilakukan pada temperatur
60°C dan 135°C. Pengujian ini dilakukan pada semua polimer sampai konsentrasi
3%. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4.
7
3.4 Uji Penetrasi
Sampel aspal sebanyak 100 g disiapkan. Uji penetrasi dilakukan pada
temperatur 25°C selama 5 detik menggunakan Analis Penetrometer P734.
Pengujian dilakukan pada aspal dasar dan pada aspal modifikasi polimer dengan
variasi kadar polimer 0,5-3%. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 5.
3.5 Softening Point
Softening test merupakan uji standar untuk menentukan konsistensi aspal,
yang menunjukkan pada temperatur berapa akan terjadi perubahan fasa dari
padatan menjadi cair. Pada temperatur ini bola baja standar 3/8 inci dengan berat
3,55g jatuh dan menyentuh pelat dasar yang berjarak 2,5 mm. Hasil pengujian ini
ditunjukkan pada Gambar 6.
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji FTIR
Polietilen densitas tinggi (HDPE) merupakan rantai alifatik yang terdiri
dari hidrokarbon. Spektrum yang ditunjukkan pada Gambar 1 membuktikan
bahwa aspal yang dimodifikasi HDPE 0,5% menghasilkan kenaikan intensitas
lebih dari 20% pada grup alifatik –C-H dalam pengikat dibanding aspal yang tidak
dimodifikasi, absorbansi pada perubahan pengikat yang tidak dimodifikasi dari
1,0 menngalami peningkatan menjadi 1,24. Ikatan CH2 dan CH3 terlihat pada
1465cm-1 dan 1375cm-1 juga diamati untuk meningkatkan intensitas. Adanya
peningkatan empat kali lipat juga terjadi pada gugus –C≡C- atau –C≡N karena
absorbansinya mencapai 0,5. Spektrum untuk HDPE 1% dan HDPE 2% masing-
masing menunjukkan adanya peningkatan intensitas yang cukup signifikan pada
gugus C-H alifatik, CH2 dan CH3, serta gugus –C≡C- atau –C≡N. Hal ini
menunjukkan adanya suatu kohesi aktif antara polimer dan fraksi aspal. Karena
tidak ada gugus fungsional baru yang terbentuk, maka dapat disimpulkan lebih
lanjut bahwa peningkatan intensitas yang cukup signifikan pada gugus fungsi asli
merupakan hasil pencampuran polimer yang berhasil ke dalam matriks pengikat.
Meskipun demikian, dalam spektrum 1,5% HDPE dan 2.5% HDPE aspal yang
dimodifikasi terlihat intensitas tiga puncak spektra utama hanya mengalami
sedikit peningkatan dibandingkan dengan yang spektra aspal modifikasi HDPE
1% dan 2%. Hal ini disebabkan karena terjadi low shearing dari plastik ke matriks
pengikat.
Dari spektra aspal yang termodifikasi HDPE 3%, dapat diketahui dengan
jelas bahwa komposisi plastik ini memberikan pengaruh yang sangat rendah
terhadap sifat fungsional aspal. Pada rasio polimer maksimum ini, efek dari
penambahan plastik dengan berat molekul tinggi menjadi sangat menonjol, karena
adanya agregasi dari helaian polimer yang tidak tercampur akan sangat
meningkatkan intensitas puncak gugus CH2 dan CH3 dengan pengaruh yang
sangat kecil pada struktur fungsional pengikat. Pengamatan ini menjelaskan
9
kerentanan campuran polimer-aspal pada fase kasar. Pada komposisi polimer
HDPE 3% terlihat intensitas puncak yang paling sedikit. Hal ini menunjukkan
adanya interaksi yang buruk antara plastik dan aspal pada persentase
pencampuran tersebut.
Gambar 1. Kombinasi hasil spektra FTIR aspal dasar dan aspal modifikasi HDPE
Hasil spektra aspal yang dimodifikasi plastik jenis PP (Gambar 2) terlihat
mengurangi pengaruh terhadap struktur mikro pengikat pada rasio polimer kadar
rendah bila dibandingkan dengan HDPE. Terjadi sedikit peningkatan pada
intensitas puncak-puncak utama karena kadar polimer yang meningkat dari 0,5%
menjadi 1,5%. Pada kadar 2% dan 3% aspal yang dimodifikasi PP, intensitas
spektra dari gugus yang menyerap IR didaerah C-H alifatik menjadi lebih jelas.
Hal ini menunjukkan pengaruh fungsional polimer mulai terlihat karena rasio
persentasenya meningkat. Puncak yang paling intens untuk aspal yang
dimodifikasi PP juga terjadi antara 3000 dan 2850cm-1 pada kadar PP 3%.
Kecenderungan kenaikan intensitas puncak yang meningkat seiring rasio polimer
yang meningkat dari spektra yang berbeda menunjukkan bahwa rasio polimer bisa
meningkat melebihi 3% untuk aspal yang dimodifikasi PP.
10
Gambar 2. Kombinasi hasil spektra FTIR aspal dasar dan aspal modifikasi PP
4.2 Viscosity Test
Bila aspal dicampur dengan polimer maka sistem multiphase akan
terbentuk, satu fase yang kaya akan aspal yang tidak diserap oleh polimer akan
meningkatkan viskositas dengan pembentukan struktur internal yang lebih
kompleks (Stastna et al., 2002). Sifat alir bahan aspal dijelaskan dalam bentuk
viskositas, menunjukkan karakteristik Newtonian dan non-Newtonian yang
bergantung pada komposisi dan sumber minyak mentah. Temperatur dan
pemuatan juga mempengaruhi perilaku yang menggambarkan sifat viskoelastik
material. Struktur internal dari aspal itu sendiri juga mempengaruhi
viskoelastiknya (Sybilski D, 1997).
11
Gambar 3. Grafik viskositas aspal dasar, aspal modifikasi PP, aspal modifikasi
HDPE pada temperatur 60°C
Dari Gambar 4, Bitumen dasar dengan viskositas 360 CSt pada 135°C
menunjukkan adanya peningkatan viskositas yang sebanding dengan
meningkatnya konsentrasi polimer dan laju geser. Namun, perilaku non-
Newtonian terlihat dengan adanya penurunan viskositas karena laju geser yang
meningkat untuk kedua polimer pada konsentrasi 2,5%. Fenomena non-
Newtonian ini bergantung pada laju geser dan juga dipengaruhi oleh struktur
internal PMB. Fluktuasi viskositas yang teramati, lebih banyak terjadi pada HDPE
sampai kadar polimer 2,5%. Sifat campuran dengan menurunnya viskositas terjadi
karena laju geser meningkat kemudian terjadi peningkatan viskositas lagi,
merupakan hasil dari efek thixotropic (sifat yang ditunjukkan oleh gel tertentu
karena menjadi fasa cair saat diaduk atau digoncangkan dan kembali ke keadaan
semi solid saat didiamkan). Sifat thixotropic aspal yang dimodifikasi mungkin
disebabkan oleh pemecahan struktur reversibel yang umum ditemukan pada
sistem multiphase bitumen yang dimodifikasi polimer. HDPE tidak sepenuhnya
terdispersi dalam aspal karena berat molekulnya yang lebih tinggi dan sehingga
menunjukkan sifat thixotropy dan viskoelastisitas pada semua konsentrasi polimer
dalam campuran. Aspal yang dimodifikasi PP terlihat memberikan sedikit
fluktuasi untuk semua konsentrasi polimer seperti yang ditunjukkan pada Gambar
3 dan 4.
12
Gambar 4. Grafik viskositas aspal dasar, aspal modifikasi PP, aspal modifikasi
HDPE pada temperatur 135°C
4.3 Uji Penetrasi
Dari hasil yang ditunjukkan pada Gambar 5 untuk aspal yang tidak
dimodifikasi, aspal yang dimodifikasi PP dan HDPE, terjadi penurunan yang
signifikan pada nilai penetrasi 140,3dmm untuk aspal dasar menjadi 88,03dmm
untuk HDPE dan 135,2dmm untuk PP pada kadar polimer 0,5%. Penambahan
polimer 0,5% menunjukkan peningkatan kekerasan aspal.
HDPE
PP
Gambar 5. Grafik hasil uji penetrasi aspal murni, aspal modifikasi PP dan HDPE
Titik leleh HDPE dan PP masing-masing adalah 135°C dan 165ºC, pada suhu di
atas 160°C polyethylene berada dalam keadaan meleleh, polyethylene akan
13
menyerap sejumlah minyak dan melepaskan fraksi berat molekul rendah ke dalam
aspal yang akan meningkatkan viskositas aspal modifikasi. Dengan meningkatkan
viskositas pada akhir proses pencampuran, maka saat proses pendinginan
campuran aspal pengerasan akan terbentuk. Pengerasan aspal ini dapat bermanfaat
karena akan meningkatkan kekakuan material, kemampuan persebaran beban dari
struktur tetapi juga dapat menyebabkan fretting atau cracking. Penetrasi yang
terkait dengan viskositas dan hubungan empiris telah dikembangkan untuk
material Newtonian. Jika penetrasi diukur pada rentang suhu, maka kerentanan
suhu aspal modifikasi atau murni dapat diketahui.
4.4 Softening Point
Hasil yang diperoleh dari Gambar 6, menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan secara linier pada temperatur softening untuk aspal modifikasi HDPE
hingga kadar polimer 3% dalam aspal dibandingkan dengan aspal dasar.
Modifikasi termoplastik tidak berpengaruh signifikan terhadap softening point
dibandingkan dengan penetrasi. Hal ini disebabkan oleh struktur internal yang
dibentuk oleh polimer, yang terlihat stabil secara termodinamika dan tidak
berpengaruh signifikan terhadap softening point aspal modifikasi. Aspal
modifikasi HDPE menunjukkan peningkatan yang lebih banyak pada titik
pelunakan dibandingkan dengan PP. Hal ini menunjukkan bahwa aspal modifikasi
memberikan peningkatan softening point yang telah dibuktikan untuk
menunjukkan peningkatan karakteristik kinerja perkerasan dalam hal rutting dan
kepekaan suhu (Yousefi dan Kadi, 2000). Selain itu, dapat diamati juga, PP
menawarkan variasi yang lebih rendah pada softening point, yang mungkin
disebabkan homogenitas yang dicapai selama pencampuran PP dengan aspal dasar
karena berat molekul yang rendah dan juga lebih polar. Sehingga aspal modifikasi
PP mungkin menawarkan ketahanan rutting yang lebih baik pada suhu yang lebih
tinggi.
14
5.1 Kesimpulan
BAB V
PENUTUP
Penambahan limbah plastik ke bitumen konvensional diketahui dapat
memperbaiki sifat viskoelastis aspal dan mengubah sifat reologinya. Dua jenis
modifikasi digunakan, yaitu polietilen densitas tinggi (HDPE) dan polipropilena
(PP). Kedua polimer tersebut diamati untuk menunjukkan pengaruh yang berbeda,
yaitu meningkatkan softening point, menurunkan nilai penetrasi sekaligus
meningkatkan viskositas dinamis dan viskositas pengikat secara keseluruhan.
Analisa spektroskopi yang dilakukan oleh spektrofotometri FTIR tidak
menunjukkan gugus fungsi yang berbeda dari spektrum aspal dasar untuk semua
sampel aspal yang dimodifikasi. Namun, puncak dominan asli yang muncul pada
3000cm-1-2850cm-1 untuk -C-H alifatik, 2400 cm-1-2100 cm-1 untuk gugus ikatan
rangkap tiga C≡C atau C≡N dan 1465cm-1 dan 1375cm-1 untuk CH2 dan CH3
menunjukkan peningkatan intensitas yang bergantung pada jenis polimer dan
kadar pencampurannya. Hal ini menunjukkan pencampuran polimer yang berhasil
ke dalam matriks aspal. Hasil terbaik yang diperoleh yaitu aspal modifikasi yang
sesuai untuk keperluan pembuatan jalan diperoleh dari pencampuran
Polypropylene (PP) dengan kadar 3%.
5.2 Saran
- Aspal modifikasi polimer dapat menjadi metode penanganan limbah
plastik yang menjanjikan
- Aspal modifikasi polimer dapat memberikan perubahan sifat fisik aspal
yang lebih baik untuk konstruksi jalan
- Penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk mengetahui kinerja jangka
panjang dari bagian uji lapangan dari aspal modifikasi sehingga dapat
mengevaluasi efek pada penyimpanan, rutting, ketahanan retak pada
berbagai kondisi lalu lintas
16
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharya Sati N. (1997) “Rheology Fundamentals and Measurement” chapter 1, Royal Melbourne Institute of Technology. Australia.
Bierley, A.W., R.J. Heat and M.J. Scott, 1988, Plastic Materials Properties and Aplications. cations. Chapman and Hall Publishing, New York.
Brody. A.L. 1972. Aseptic Packaging of Foods. Food Technology. Aug. 70-74. Flinn, R.A. dan Trojan, P.K. 1975. Engineering Materials and Their Aplications.
Boston: Honh Ton Mifflin Co.Hadidy Al, Qui Tan Yi (2009) “ Effect of Polyethylene on life of flexible
pavements” Construction and Building Materials vol.23 pp. 1456‐1466.Harper. 1975. Handbook of Plastic and Elastomer. Westing House Electric
Corporation. Baltimore. Maryland.Isacsson, U. and Lu X., (1995), “Testing and appraisal of polymer modified road
bitumen.”Material structure Vol. 28, pp. 139–159.King, G. N. and H. W. King. (1986), Polymer Modified Asphalts, an Overview.
American Society of Civil Engineering, pp 240‐254.Noor Zainab Habib, Ibrahim Kamaruddin, Madzalan Napiah and Isa Mohd Tan,
(2011) “Rheological Properties of Polyethylene and Polypropylene Modified Bitumen” International Journal of Civil and Environmental Engineering 3:2.
Rianung, Sih. 2007. Kajian Laboratorium Pengaruh Bahan Tambah Gondorukem pada Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) Tehadap Nilai Propertis Marshall dan Durabilitas. Tesis Program Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro. Semarang.
SHELL BITUMEN (1990), The Shell Bitumen Handbook, Shell Bitumen, U.K.Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998. Principles of Instrumental Analysis. Ed
ke- 5. Orlando: Hourcourt Brace.Stastna J. et al.(2002) “Viscosity functions in polymer modified asphalts” Journal
of Colloid and Interface Science, vol. 259, pp.200‐209.Syarief et al. 1989. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta : Penerbit Arcan.Sybilski, D. (1997) “New simplified equation for the computation of absolute
viscosity of polymer‐bitumens” Materials and Structure, vol.30, pp.182187.
United Nations Environment Programme, (2009), “Converting waste Plastics into A resource: Assessment guidelines. pp 1.
Whiteoak C.D., (2003) “The shell bitumen hand book”. Surrey, UK.Yousefi A.A., Kadi A. AIT, (2000) “Composite asphalt binders: Effects of
modified RPE on asphalt” Journal of Materials in civil Engineering, May, pp.113‐123,