info muria 15

12
Info Muria / Edisi XV/ Agustus - Oktober2013 Media Komunikasi Antar Sivitas Akademika UMK Cerdas dan Santun ISSN: 2088-2920 www.umk.ac.id INFO MURIA C u l t u r e U n i v e r s i t y T ahun 2013, Vserv yang merupakan salah satu jaringan periklanan mobile terbesar di dunia, baru saja merilis sejumlah hasil penelitiannya tentang peta konsumen mobile internet untuk wilayah Asia Tenggara. Hasilnya, Indonesia masuk dalam pengguna mobile internet dengan rentan usia paling muda se-Asia Tenggara yaitu dengan persentase 21% pengguna mobile internet di Indonesia berada di rentang usia di bawah 18 tahun, diikuti dengan 32% pengguna di usia 18-24 tahun, 33% di rentang usia 25-35 tahun, dan terakhir sebanyak 14% pengguna mobile internet di Indonesia berada di rentang usia lebih dari 35 tahun. (Avi Tejo Bhaskoro, http://www.trenologi.com/2013082821947/ vserv-rilis-laporan-pola-pengguna-mobile-internet-se-asia- tenggara/) Perkembangan teknologi beserta feature phone yang ditawarkan secara tidak langsung turut mempengaruhi penggunaan ponsel pintar atau smart phone di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan ramainya penggunaan internet melalui smart phone di Indonesia yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Sebab, dari data yang merupakan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan jika pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 63 juta orang. Sementara itu sebesar 70,1% pengguna menggunakan smart phone untuk surfing di internet, dan sebanyak 64,2% pengguna berada di rentan usia 13-24 tahun. (Dewi Widya Ningrum, http://tekno.liputan6.com/ read/467387/2012-pengguna-internet- indonesia-capai-63-juta) Yudha Pandu Wibisono, salah satu mahasiswa Sistem Informasi Fakultas Teknik UMK pun menjadi salah satu pengguna smart phone. Yudha menuturkan, jika Operating System Android yang Open Source lebih bebas untuk dioperasikan atau di utak-atik sesuka hati. Yudha pun menambahkan, jika smart phone yang ia gunakan sangat mempermudah proses pembelajaran, ataupun untuk hiburan karena aplikasi yang ditawarkan cukup bagus dan menarik. “ Apalagi kalau mau membuka file Office tidak perlu laptop atau netbook jadi bisa mengefisienkan waktu. Tab juga praktis mudah dibawa, dan untuk searching oke juga,” aku mahasiswa yang sering memakai aplikasi Path untuk mengedit foto dan terkoneksi ke berbagai media sosial (medsos) twitter, facebook, flipster, dan medsos lain. Fajar Kawuryan, S.Psi, M,Si selaku Dosen Fakultas Psikologi UMK pun melihat penggunaan smart phone dikalangan remaja dari dua sisi. Menurutnya, sisi positif dari penggunaan smart phone dapat memperluas wawasan, pergaulan, dan jaringan. Juga dapat digunakan sebagai media penyambung sillaturrahmi. Bagi remaja yang introvert atau pendiam pun dapat dengan lancar berkomunikasi dengan teman-teman di dunia maya terutama untuk sharing, katarsis (curhat) sehingga dapat memacu rasa percaya diri karena tidak ketinggalan zaman. Lanjutnya, dampak negatif dari penggunaan smart phone ini dapat menyebabkan remaja jadi lupa waktu dan lupa diri, konsumtif, dan gampang diperdaya jika tidak selektif dan teliti dalam memilih teman dan kegiatan di dunia maya. “Jadi idealnya, ketika sudah tahu efek positif dan negatifnya, sebaiknya manjauhi efek negatifnya dan mengoptimalkan efek positif dari penggunaan smart phone.” tuturnya. (Nabila-Desi/Info Muria) Optimalkan Smart Phone Secara Bijak Sisi positif dari penggunaan smart phone dapat memperluas wawasan, pergaulan, dan jaringan. Juga dapat digunakan sebagai media penyambung sillaturrahmi. Bagi remaja yang introvert atau pendiam pun dapat dengan lancar berkomunikasi dengan teman-temn di dunia maya terutama untuk sharing, katarsis (curhat) sehingga dapat memacu rasa percaya diri karena tidak ketinggalan zaman. Mahasiswa UMK sedang asyik menggunakan Samrtphone (Dok. Info Muria)

Upload: info-muria

Post on 10-Mar-2016

241 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Optimalkan Smart Phone Secara Bijak

TRANSCRIPT

Page 1: Info Muria 15

Info Muria / Edisi XV/ Agustus - Oktober2013

Media Komunikasi Antar Sivitas Akademika UMKCerdas dan Santun ISSN: 2088-2920www.umk.ac.id

INFO MURIACulture Uni

vers

ityTahun 2013, Vserv yang merupakan salah satu jaringan

periklanan mobile terbesar di dunia, baru saja merilis sejumlah hasil penelitiannya tentang peta konsumen mobile internet untuk wilayah Asia Tenggara. Hasilnya, Indonesia masuk dalam pengguna mobile internet dengan rentan usia paling muda se-Asia Tenggara yaitu dengan persentase 21% pengguna mobile internet di Indonesia berada di rentang usia di bawah 18 tahun, diikuti dengan 32% pengguna di usia 18-24 tahun, 33% di rentang usia 25-35 tahun, dan terakhir sebanyak 14% pengguna mobile internet di Indonesia berada di rentang usia lebih dari 35 tahun. (Avi Tejo Bhaskoro, http://www.trenologi.com/2013082821947/vserv-rilis-laporan-pola-pengguna-mobile-internet-se-asia-tenggara/)

Perkembangan teknologi beserta feature phone yang ditawarkan secara tidak langsung turut mempengaruhi penggunaan ponsel pintar atau smart phone di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan ramainya penggunaan internet melalui smart phone di Indonesia yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Sebab, dari data yang merupakan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan jika pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 63 juta orang. Sementara itu sebesar 70,1% pengguna menggunakan smart phone untuk surfing di internet, dan sebanyak 64,2% pengguna berada di rentan usia 13-24 tahun. (Dewi Widya Ningrum, http://tekno.liputan6.com/read/467387/2012-pengguna-internet-indonesia-capai-63-juta)

Yudha Pandu Wibisono, salah satu mahasiswa Sistem Informasi Fakultas Teknik UMK pun menjadi salah satu pengguna smart phone. Yudha menuturkan, jika Operating System Android yang Open Source lebih bebas untuk dioperasikan atau di utak-atik sesuka hati. Yudha pun menambahkan, jika smart phone yang ia gunakan sangat mempermudah proses pembelajaran, ataupun untuk hiburan karena aplikasi yang ditawarkan cukup bagus dan menarik. “ Apalagi kalau mau membuka file Office tidak perlu laptop atau netbook jadi bisa mengefisienkan waktu. Tab juga praktis

mudah dibawa, dan untuk searching oke juga,” aku mahasiswa yang sering memakai aplikasi Path untuk mengedit foto

dan terkoneksi ke berbagai media sosial (medsos) twitter, facebook, flipster, dan medsos lain.

Fajar Kawuryan, S.Psi, M,Si selaku Dosen Fakultas Psikologi UMK pun melihat penggunaan smart phone dikalangan remaja dari dua sisi. Menurutnya, sisi positif dari penggunaan smart phone dapat memperluas wawasan, pergaulan, dan jaringan. Juga dapat digunakan sebagai media penyambung sillaturrahmi. Bagi remaja yang introvert atau pendiam pun dapat dengan lancar berkomunikasi dengan

teman-teman di dunia maya terutama untuk sharing, katarsis (curhat) sehingga dapat memacu rasa percaya diri karena tidak ketinggalan zaman.

Lanjutnya, dampak negatif dari penggunaan smart phone ini dapat menyebabkan remaja jadi lupa waktu dan lupa diri, konsumtif, dan gampang diperdaya jika tidak selektif dan teliti dalam memilih teman dan kegiatan di dunia maya. “Jadi idealnya, ketika sudah tahu efek positif dan negatifnya, sebaiknya manjauhi efek negatifnya dan mengoptimalkan efek positif dari penggunaan smart phone.” tuturnya. (Nabila-Desi/Info Muria)

Optimalkan Smart Phone Secara Bijak

Sisi positif dari penggunaan smart phone dapat memperluas wawasan, pergaulan, dan jaringan. Juga dapat

digunakan sebagai media penyambung sillaturrahmi. Bagi remaja yang

introvert atau pendiam pun dapat dengan lancar berkomunikasi dengan teman-temn di dunia maya terutama

untuk sharing, katarsis (curhat) sehingga dapat memacu rasa percaya diri karena tidak ketinggalan zaman.

Mahasiswa UMK sedang asyik menggunakan Samrtphone (Dok. Info Muria)

Page 2: Info Muria 15

Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 20132

TajukFokus

Gadget, kini bukan lagi barang mewah. Di kalangan anak muda dan remaja varian teknologi produk gadget dari berbagai merek populer telah mereka miliki. Mereka sangat familier dan lihai memainkan tombol keyboar mini atau sentuhan tangan pada piranti produk android. Jika tidak digenggam, biasanya diletakkan di saku celana atau baju. Dalam kesehariannya, mereka tak pernah mau dan bisa lepas dari perangkat canggih teknologi informasi ini.

Rhenald Kasali dalam bukunya “Cracking Zone”, mengindetifikasi anak muda yang tergila-gila dengan gadget ini digategorikan sebagai generasi Gen C. Gen C adalah generasi connected, generasi komputer, generasi chameleon (bunglon). Mereka kebanyakan lahir pada tahun 90-an ke atas.

Gadget sendiri memberikan fasilitas yang “memanjakan” pemiliknya. Karena itu, generasi muda dan remaja yang selama ini terbuai oleh layanan gadget tidak terasa telah membentuk perilaku dan budaya baru.

Bahkan terkadang generasi gadget ini sulit difahami oleh orang tua, apabila tidak ngeh dengan keberadaan dan perkembangannya. Salah satunya adalah cara mereka berkomunikasi. Mereka seringkali menyatukan tulisan (huruf) dengan angka, atau menyingkat-nyingkatnya sehingga susah membacanya kecuali sesama mereka.

Dalam berdandan mereka juga seringkali menginginkan tampil beda (eksklusif), pakaiannya serba mathcing. Mulai dari baju, celana, sepatu, kaos kai, bahkan warna rambutnya pun dibuat sewarna.

Ada yang menyebut mereka sebagai Generasi Alay. Entah apa yang dimaksud secara filosofis dengan penamaan alay. Perubahan culture, dan derasnya informasi dapat dengan cepat diserap dan diikuti oleh mereka. Tak peduli mereka dikatakan aneh, norak atau bahkan melanggar norma, yang terpenting bagi mereka adalah gaul.

Generasi gaul inilah yang sekarang ini sedang menunggu estafet zaman. Bagaimana dengan konteks sumpah pemuda? Agaknya, perlu kreatifitas mengemas isu agar mereka bisa memahami nilai luhur momen sumpah pemuda. Bagi mereka, jika kemasan lebih menarik, gaul dan up to date tentu akan diburu dan ditiru. ***

Generasi (Muda) ConnectedPemuda disebut-sebut sebagai tonggak kemajuan suatu

bangsa. Peran pemuda sangatlah penting. Siapa lagi yang akan melanjutkan jika bukan pemuda, para orang tua pastinya akan segera selesai dengan segala rutinitas di kehidupan bermasyarakat.

Harapan besar yang ditujukan kepada pemuda tidak serta merta membuat pemuda berlomba-lomba memajukan negeri ini. Banyak pula pemuda yang lari, bekerja ke negara lain demi mendapat pendapatan yang berjumlah besar. Alhasil, pemuda tergiur menyeberang ke negeri orang dan melupakan nasib ibu pertiwi di masa depan. Sungguh malang ibu pertiwi saat ini.

Jauh di pelosok negeri ini, terdapat masyarakat dengan segala keterbatasan. Mereka menunggu tangan pemuda untuk memajukan kehidupan di daerah mereka. Jarang sekali ditemui anak-anak bersekolah sampai jenjang pendidikan tinggi. Pengalaman penulis sebagai peserta Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) di daerah Datukeli, Kabupaten Ende, provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai bukti.

Di daerah ini, baru dua bulan didirikan sebuah sekolah kejuruan, ada 31 anak yang mendaftar bersekolah. Mereka bukan berasal dari lulusan SMP yang baru lulus saja, namun terdapat lulusan SMP yang telah 2 tahun berhenti masih memiliki semangat sekolah. Alasan mereka memang sederhana, bisa bersekolah dengan biaya murah. Bagaimana tidak, daerah Datukeli berada di pegunungan yang meski rata namun membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan ke sekolah dengan melalui jalan yang berliku termasuk jurang.

Di sinilah seharusnya peran pemuda ditegaskan. Berkembangnya suatu negara sangat dekat dengan pendidikan. Sebenarnya jika kita mau melihat keadaan Indonesia, banyak sekali anak-anak negeri ini ingin bersekolah. Sayangnya tidak semua keadaan baik menjangkau mereka. Sebut saja, di sebuah Kabupaten Yahukimo di Papua. Seorang guru terkadang pergi ke sekolah lima bulan sekali. mengapa? Karena daerah itu berada di pegunungan tanpa jalur darat. Masyarakat di sana dapat pergi ke laut atau daerah lain dengan menggunakan pesawat kecil. Coba bayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan jika harus bolak-balik menuju dan keluar daerah itu.

Alangkah baiknya jika para pemuda mau menengok saudara-saudara jauh di pelosok negeri. Memberikan pengabdian kepada ibu pertiwi. Tidak ada satupun anak di negeri ini tidak ingin merasakan sekolah, minimnya guru membuat mereka semakin jauh dari pendidikan (Dian/Info Muria).

Pengabdian Pemuda

Page 3: Info Muria 15

�Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 2013

Fokus

Penanggung Jawab: Rektor UMK, Pengarah: Wakil Rektor I, Wakil Rektor II, Wakil Rektor III, Wakil Rektor IV Pimpinan Redaksi: Zamhuri, Redaktur Pelaksana: M Widjanarko, Sekretaris Redaksi: Noor Athiyah, Staf Redaksi: Much Harun, Milla, Anggi, Faisal, Nabila, Atik, Anik, Sofi, Desi. Diterbitkan oleh Humas Universitas Muria Kudus. Alamat: Gondangmanis PO. Box 5� Bae Kudus 59�52 (0291) 4�8229. Redaksi menerima artikel, foto dan tulisan lainnya dilampiri kartu identitas melalui email: [email protected]. atau [email protected]. Epaper Info Muria bisa diunduh di www.infomuria.umk.ac.id

SuSunan RedakSi info MuRia

Betapa perih hati ini, manakala di media cetak dan elektro-nik memberitakan dan mempublikasikan ‘kenakalan’ ge-

nerasi muda yang sifatnya kriminal, misalnya melakukan pelang-garan hukum yaitu korupsi, tawuran sampai ada yang meninggal, membunuh gara-gara alasan yang sepele, diejek. Tindak kriminal yang lain seperti mencuri, menjabret, merampok, minum-minu-man keras dan narkoba serta melakukan pelanggaran seksual untuk kesenangan semata. Inikah potret generasi bangsa yang diidamkan oleh para pahlawan dan pendiri negara?

Angkatan 20-an telah meletakkan pondasi dengan meng-gelar sumpah pemuda dalam situasi belum merdeka, ang-katan ‘45 mengumandangkan proklamasi kemerdekaan, angkatan ‘66 membuat terobosan melawan gelombang orde lama dan angkatan ‘90 mendobrak kebekuan tirani, orde baru. Apa yang bisa dilakukan angkatan selanjutnya? Apakah remaja atau pemuda sekarang mengalami degradasi moral dan tidak lagi memiliki rasa nasionalis?

Para mahasiswa penulis yang terlibat dalam pengabdian dan penelitian di kawasan Muria, selalu bergembira dan berse-mangat dalam setiap kegiatan. Dari bertemu dengan ibu-ibu untuk mengajari membuat sirup parijoto, membuat tas dari ba-han bekas sampai bertemu dengan remaja untuk menginforma-sikan potensi desa dan bertemu anak-anak untuk melakukan penyadaran perlunya peduli lingkungan. Bahkan sampai mene-lusuri keragaman hayati dan sosial budaya di desa pinggir hutan Muria di Kabupaten Kudus, Pati dan Jepara.

Semua kegiatan tanpa honorarium artinya semua kegiatan tidak harus dengan ‘bertransaksi’ dengan materi (baca: uang). Keperluan di lapangan seperti makan, minum, peralatan la-pangan dan akomodasi dalam kegiatan penulis dan tim yang menanggung. Hasilnya, mereka, anak-anak muda menjadi pribadi yang tangguh, bisa belajar memahami kehidupan di luar kampus, di luar masih banyak yang bisa dilakukan untuk sesama dan mendapatkan proses pembelajaran yang nyata, tidak terjebak dalam ‘katanya-katanya’. Dari sini, penulis ber-harap, lima sampai sepuluh tahun mereka akan menjadi indi-vidu yang memiliki kepedulian terhadap sesama, dengan ling-kungannya dan menjadi pribadi yang tangguh dan kritis serta bertanggungjawab.

Di sisi lain, dalam proses yang resmi dan terjalur, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebuday-aan melalui Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Ter-luar dan Tertinggal (SM3T) telah melakukan hal yang ‘bombastis’,

memberikan peluang kepada anak bangsa untuk berbagi dengan sesamanya di daerah yang tertinggal. Program SM-3T adalah Pro-gram Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T (terdepan, ter-luar dan tertinggal) selama satu tahun sebagai penyiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Profesi Guru.

Daerah Sasaran program ini adalah kabupaten yang terma-suk kategori daerah 3T di empat provinsi, yaitu Provinsi Aceh, NTT, Sulawesi Utara, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Maluku.

Salah seorang mahasiswa yang sering terlibat dalam kegi-atan penulis, ikut lolos menuju NTT, Ende. “Saya sangat ber-semangat untuk mengikuti program ini, mencari pengalaman baru, saya baru pertama naik pesawat, pertama pergi jauh dari rumah dan dalam waktu yang lama”.

Pada kesempatan langka dan waktu yang berbeda, secara serius saya bertanya pada anak usia SMP, apa arti sumpah pemuda bagi dirinya, jawabannya ‘Membangkitkan rasa na-sionalisme anak muda yang banyak hilang karena globalisasi”. Apa yang bisa kamu lakukan? Belajar dengan giat karena anak muda adalah pemimpin bangsa di masa depan. Bagaimana caranya? kecuali dengan belajar, harus jujur, mengerjakan pe-kerjaan rumah dan disiplin, tidak membolos sekolah. Kecuali itu, saya suka menonton bola dari klub luar negeri, tapi kalau kesebelasan nasional kita main, saya juga menonton, senang dan bangga kalau menang. Saya juga menyukai musik dari In-donesia, bukan yang k-pop. Saya seperti pelajar yang lain, suka bermain game dalam komputer tetapi hanya di hari libur atau tidak ada pelajaran.

Banyak versi lain, yang bisa kita tangkap. Bagaimana anak muda di sekeliling kita memaknai sumpah pemuda. Artinya di sekeliling kita perlu terus menerus di gemakan dan diapli-kasikan kebanggaan dalam diri bahwa generasi muda harus belajar memahami kehidupan dan mengetahui bahwa negara kita memiliki kekayaan sumber daya alam dan budaya yang beragam dan tidak kalah dengan luar negeri, generasi muda yang nantinya akan bekerja sesuai dengan profesi dan kemi-natan serta keahlian akan mengelola dan menjaganya dengan bijak dan adil. Tentu saja, dengan perilaku yang peduli dengan sesama dan bertanggungjawab. Setuju ? (Widjanarko/Info Muria)

Semangat Pemuda

Page 4: Info Muria 15

Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 20134

Rembug

Pemuda merupakan sekuel kehidupan manusia yang penuh cita dan semangat menggebu. Pemuda berada

diantara anak-anak dan orang tua. Pemuda itu rawan. Ia rawan larut dalam ‘suka cita’ anak-anak dan rawan terlanjur memasuki ‘kehampaan’ orang tua. Dalam kondisi ini ia akan kehilangan ciri khasnya yang penuh cita dan semangat. Padahal setiap pemuda memiliki peran sebagai the leader of tomorrow. Pemuda juga memiliki peran sebagai ‘tangan Tuhan’ karena pada tangan merekalah nasib suatu bangsa dipertaruhkan. Jika kita memiliki semangat dan kemampuan untuk mengembangkan bangsa dan negaranya, maka sebenarnya semua itu akan kembali kepada kita. Hasil dari pembangunan dalam aspek apapun sebenarnya adalah kepentingan pribadi dan lingkungan kita.

Di suatu negeri gemah ripah lohjinawi, tapi pada suatu zaman yang dianggap kalatidha oleh pujangga terakhir Jawa, Ranggawarsita, pemuda tidak sadar akan dirinya sendiri, ia tidak menyadari potensinya yang penuh cita dan semangat.Pemuda kehilangan perannya dalam panggung sandiwara. Atau mungkin ia hanya berperan sebagai penonton yang mencaci.

Pada tahun 2020 pemuda menemukan kembali ‘peran’-nya dalam negeri dan (mungkin) kehidupan ini. Setidaknya masih ada waktu untuk merayakan 100 tahun negeri ini merdeka. Bonus demografi yang kita peroleh pada tahun 2045, merupakan dua mata pisau. Jika peran pemuda dikelola dengan baik, ‘merdeka’-lah negeri ini, namun jika tidak, entah apa jadinya. Lantas sebenarnya apa peran kita sebagai pemuda bagi negeri ini atau kehidupan ini? Dengan atau tanpa adanya “kita”, apakah kehidupan tetap berjalan?

Peran Pemuda cukup sederhana, mengambil peran dalam kehidupan ini. Apapun peran itu. Ironisnya, pemuda seperti kehilangan jati dirinya. Kita tidak berani mengambil peran dalam lingkungannya. Peran dengan tanggung jawab yang besar masih dipandang sebagai sesuatu yang membelenggu. Ketika disodori sebuah tanggung jawab (baca: peran), yang ada adalah saling lempar batu.

Kita semua saling berebut dan adu cepat, tetapi bukan untuk mengambil peran tersebut melainkan berlomba-lomba untuk menolak. Kita (mungkin) masih larut dalam ‘keceriaan’ anak-anak, sehingga tidak menganggap tanggungjawab sebagai sebuah kewajiban tetapi beban.Setiap pemuda memikul tanggungjawab yang besar di pundaknya karena setiap pemuda dengan kemampuannya untuk masyarakat dengan kebutuhannya.

Pemuda masih mengungkung diri dalan ke-aku-an. Peranan pemuda dalam sosialisasi bermasyarakat sungguh menurun

drastis. Dulu pada setiap kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan dan adat istiadat, pemuda berperan aktif dalam menyukseskan kegiatan tersebut. Kini pemuda melarutkan diri dalam suka cita anak-anak dan lebih suka berperan dalam dunia maya daripada duduk mufakat untuk kemajuan RT, RW, Desa, Universitas, Provinsi bahkan di tingkat yang lebih tinggi.

Pemuda itu penuh cita dan semangat. Tetapi itu saja tidaklah cukup. Seharusnya pemuda dengan penuh semangat menyambut peran mulai dari lingkungan terdekatnya. Mulai dari lingkungan keluarga, desa, perkuliahan, universitas dan seterusnya.

Pemuda terlalu sering mengambil peran sebagai penonton dan pencaci, yang tidak diimbangi dengan capaian-capaian yang ada. Terkadang cacian (kritik) tidak sepenuhnya didasari atas idealisme tetapi ada bumbu-bumbu perasaan iri karena berada di luar sistem dan ambisi yang besar untuk berada di dalam sistem. Sehingga hal ini mengingatkan kita pada istilah lama MAJOI (Malu Aku Jadi Orang Indonesia). Kalau sudah begini, darimana ke-cinta-an pada diri bangsa dapat tumbuh? Jika top down kurang efektif dan efisien sehingga menyisakan mental korup dan jurang ketimpangan antar daerah yang begitu jauh, dari sinilah pemuda memulai perannya melalui arus bottom up sebagai ‘pengiring’ arus top down. Seperti halnya membangun rumah yang dimulai dari pondasi, bukan dari atapnya.

Wahai para pemuda, khususnya mahasiswa, ambillah ‘peran’-mu. Jika kemarin kita hanya sebagai penonton, mulailah untuk menjadi pemeran atau pun sutradara. Jika kemarin kita hanya menjadi pencaci, mulailah menjadi orang yang dicaci. Jika kemarin kita menjadi orang yang dilayani, mulailah menjadi seorang pelayan. Jika kemarin kita sebagai pendoa, mulailah menjadi seorang pengabul doa. Mulailah dari diri sendiri, dari sekarang, dari hal yang terkecil dan terdekat. Dengan begitu, kita dapat menjawab tulisan cak nun ‘Indonesia bagian dari desa saya’ karena begitu berpengaruhnya bagi desanya tetapi tidak sebaliknya dengan ‘Desa saya (juga) bagian dari Indonesia’ karena lingkungan terkecil dan terdekat kita juga memberikan sumbangsih pada negeri ini.* Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muria Kudus 2013-2014

aktor itu Bernama PemudaOleh Agus Khrisna Pambudi *

Page 5: Info Muria 15

5Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 2013

Pakar

Tanggal 28 Oktober merupakan momentum yang harus selalu diingat oleh masyarakat Indonesia, yang

muda dan yang pernah muda. Karena lebih dari 50 tahun yang lalu, pemuda Indonesia dengan segala kondisi dan keterbatasannya telah menggaungkan semangat patriotik yang menggelorakan nasionalisme dan kesepakatan secara nasional bahwa bertanah air, berbangsa dan berbahasa yang satu yaitu Indonesia. Hanya tiga hal tetapi maknanya sangat besar, selalu relevan dan up to date dengan kondisi Indonesia, yang majemuk dan beragam.

Perubahan yang terjadi didukung dan didorong oleh teknologi dan perkembangannya menyentuh segala aspek kehidupan di berbagai aras, dari aras paling tinggi sampai pada kehidupan keseharian masyarakat secara individu dan kelompok di berbagai pelosok negeri. Perkembangan teknologi, mendorong berbagai inovasi yang menghasilkan semakin banyak kemudahan bagi yang dapat mengakses dan mengendalikannya untuk kemasalahan diri dan komunitasnya. Permasalahannya teknologi berkembang tidak memilih dan memilah! Sebaliknya diperlukan aktor yang dapat mengendalikannya agar menjadi sumberdaya untuk menopang kehidupan agar semakin bermakna dan berkualitas.

Bank Dunia (2009), dalam laporannya yang dikutip dari Dewa Rahman yang dimuat dalam Jurnal Perempuan vol 18 nomor 3 yang terbit pada bulan Agustus 2013, menyatakan bahwa akses terhadap internet (broadband) sebesar 10% akan mendorong kemajuan ekonomi di negara berkembang sebesar 1,38% dan di negara maju sebesar 1,12 %. Penambahan akses selama setahun terhadap internet tersebut akan berkorelasi dengan peningkatan 1,5 % produktivitas tenaga kerja dalam lima tahun dan serta penurunan pengangguran sebanyak 10%. Hal tersebut terjadi karena melalui internet dapat diperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat, yang pada akhirnya mendorong tumbuhnya wirausaha baru yang berbasis teknologi.

Dampak positif dapat dihitung dengan berbagai asumsi yang digunakan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai negara. Berbagai asumsi harus dibuat bukan hanya sebagai upaya pencapaian target dan dampak ekonominya saja, tetapi juga harus mempertimbangkan ekses sosial-budaya yang negatif. Hal tersebut mengingat karakteristik masyarakat yang majemuk secara kualitas, bersifat dualisme disatu sisi kelompok masyarakat yang maju dan dapat mengikuti derasnya arus modernisasi tekonologi informasi sekaligus menyeleksi makna dan manfaat sesuai kebutuhannya dan disisi lain masyarakat yang hanya

mengikuti dan hanyut oleh derasnya arus perubahan untuk tujuan kemudahan tanpa dapat memilah dan memilih sesuai kebutuhannya.

Pasar potensial bagi barang dan jasa layanan berbasis tekonologi adalah kelompok muda. Karakteristik dan sifatnya yang agresif dengan keingintahuan yang tinggi harus didukung oleh nilai dan norma, etika dan estetika, sifat kritis dan cermat dalam menghadapi daya tarik pasar teknologi. Sebagai aset bangsa kelompok muda memiliki fungsi yang sangat strategis.

Alfin Tofler telah mengingatkan bahwa ada masanya pada gelombang ketiga dunia (saat ini) hanya orang yang dapat menguasai informasi yang dapat menggengggam dunia. Kuasai internet dan berbagai bentuk teknologi informasi, bukan sebaliknya manusia yang dikuasai dan diperbudak teknologi. Hanya karena meng update status dapat melupakan kewajiban dan tanggung jawab lainnya yang lebih penting (karena menyangkut orang banyak). Human relation digantikan dengan gadget, bahkan sudah ditanamkan dan dibudayakan sejak dini kepada anggota keluarga, anak-anak dengan segala kebanggaannya. Jika hal ini dibiarkan maka akan menimbulkan dampak kontra produktif yang lebih hebat dari meningkatnya produktivitas ekonomi dan berkurangnya angka pengangguran. Namun, dapat dipastikan semakin memudarkan modal sosial, toleransi dan solidaritas sosial. Kecanggihan penguasaaan teknologi tidak akan bermakna apapun jika hanya berorientasi pada terbentuknya karakter yang individualism, opportunism dan lainnya dengan melupakan asas sebagai manusia seutuhnya yang bukan hanya dikendalikan otak kiri tetapi harus ada keseimbangan dengan fungsi otak kanan.

Pemuda dan orang muda harus disiapkan sejak dini dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter berbasis teknologi dengan tetap berpegang pada nilai- nilai luhur sebagai bangsa yang adiluhung. Bukan karena teknologi ada kemerdekaan yang tak terbatas untuk belajar pada berbagai situs yang tidak semua sesuai dengan kebutuhannya. Hal inilah yang saat ini kita alami, sehingga semakin banyak orang muda dan pemuda yang matang sebelum waktunya, mencoba hal-hal tidak pada saat dan tempat yang tepat. Realitas semakin banyaknya tindakan destruktif, arogansi, suka melawan, kekerasan, pelecehan, sampai angka penderita HIV/AIDS dan narkoba yang semakin tinggi adalah indikasi kesalahan informasi yang diperoleh dengan bebas melalui kebebasan dalam mengakses teknologi informasi yang tersedia dalam berbagai bentuk, jenis dan media. *Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus

Oleh Dr. Mamik Indaryani, MS*

karakter Bangsa di Tengah Liberalisasi Teknologi

Page 6: Info Muria 15

Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 2013�

Fokus

“Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia!”

Penggalan kalimat tersebut tentu sudah tak asing lagi di telinga kita. Ya, itu adalah penggalan pidato sang presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Begitu besarnya kepercay-aan Bung Karno akan kekuatan pemuda, sehingga beliau den-gan lantangnya berani mengatakan hal itu.

Kekuatan Pemuda telah terbukti dalam sejarah kita. Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia membuat sebuah pernyataan bahwa mereka bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa Indone-sia dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia, yang disebut Sumpah Pemuda.

Momentum inilah yang menjadi pertanda awal perger-akan pemuda dan cerminan komitmen pemuda dalam mem-perjuangkan kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Pemuda yang digadang sebagai agent of change mampu membuktikan bahwa kesungguhan dan tekad bulatnya mampu mengubah keadaan menjadi lebih bersemangat dan bersatu.

Lantas bagaimana dengan pemuda pada era Reformasi ini?

Danny Lutvi Hidayat, mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Inggris yang juga Presiden BEM FKIP 2011/2012 menu-turkan bahwa peran pemuda sangatlah penting dalam pem-bangunan bangsa. Mereka dapat berkontribusi sesuai dengan bidang ahli mereka masing-masing. Pemuda adalah seseorang yang memiliki jiwa muda, berpikiran maju dan terbuka.

Lanjut Dani, pemuda sebagai generasi pembangun bangsa dapat mengasah dirinya dengan berorganisasi. Disana, mereka dapat mengembangkan kemampuan, berproses untuk mendewasakan diri, memimpin, mengkoordinasi, memecahkan konflik dan memutuskan pilihan. Pemuda dapat bebas memilih organisasi sesuai dengan minatnya.

Dalam ruang lingkup universitas, pemuda yang notabenenya seorang mahasiswa dapat bergabung dalam organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ/HIMA), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Disamping dapat mengembangkan kapasitas dirinya, dengan organisasi mereka dapat berlatih bermasyarakat dengan merealisasikan tri darma perguruan tinggi yakni, pendidikan, penelitian dan pengabdian Masyarakat.

Berawal dari sanalah mereka mendapatkan bekal untuk hidup bermasyarakat. Bekal kemampuan atau skill, bekal ko-munikasi yang santun guna mencapai tujuan hidup mereka masing-masing.

Senada dengan Danny, Mega Kusumawardhani, mantan ketua departemen Keilmuan dan Penalaran Akdemik BEM Psikologi 2012/2013, turut memberikan pendapat yang serupa.

Bagi gadis mungil berkacamata ini, peran organisasi bagi pemu-da sangatlah penting.

“Melalui organisasi, pemuda dapat belajar untuk menyam-paikan pemikiran mereka serta menjalankan kewajiban sesuai dengan job description masing-masing. Pemuda juga belajar untuk berinteraksi dengan berbagai macam karakter serta menghadapi dan menyelesaikan konflik. Singkatnya organ-isasi sebagai sarana mendewasakan diri,” tuturnya.

Menurut Mega, pengalaman belajar yang didapat dari organisasi inilah yang nantinya akan membuat pemuda lebih kritis, peka, berpikiran terbuka, serta memiliki dedikasi lebih tinggi dibanding pemuda yang tidak berorganisasi.

Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi Febra Robiyanto, S.E, M.Si, Akt menegaskan bahwa mahasiswa yang bergabung dalam organisasi akan berimbas positif untuk dirinya sendiri, dengan berorganisasi mereka dapat mengembangkan potensi melalui berbagai proses yang ada. Jika proses-proses ini dimanfaatkan dengan baik tentu saja pengalaman-pengalaman ini dapat di-pergunakan di lingkungan kerja dan kehidupan bermasyarakat.

Tambah Febra, dengan bergabungnya pemuda di dalam sebuah organisasi, maka mereka akan belajar memanajemen konflik guna mencapai tujuan hidup mereka. (Atik & Anggi/Info Muria)

Mendewasakan diri Melalui organisasi

Diskusi mahasiswa untuk berfikir out of the box (Doc. info Muria)

Page 7: Info Muria 15

�Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 2013

Fokus

Di era modern dan serba mudah ini, masyarakat dimanjakan dengan kemudahan dan kenyamanan

dalam segala hal seperti makanan telah banyak yang dikemas dalam bentuk jadi atau dengan istilah junk food, sehingga memudahkan dalam konsumsi tanpa repot-repot meracik terlebih dahulu. Semua ingin serba instan, karena terbiasa dengan kemudahan.

Berawal dari pemikiran bahwa banyak masyarakat yang mulai meninggalkan makanan tradisional, Nabila dan tiga orang temannya Fauziah, Afib, dan Puji terinspirasi untuk menjadikan Poetoe Boemboeng sebagai suatu program kreativitas. Nabila ingin memunculkan kembali cita rasa makanan itu dengan variasi rasa melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Salah satu hasil kreativitas mahasiswa penerima beasiswa PKM 2012 “Poetoe Boemboeng Koedoes” berhasil lolos sebagai PKM terpilih untuk dibiayai pelaksanaannya.

Poetoe Boemboeng merupakan makanan tradisional yang mulai hilang keberadaannya karena posisinya tergeser dengan semakin maraknya junk food yang lebih diminati masyarakat. Untuk itu, Poetoe Boemboeng kembali dihadirkan dengan beberapa varian rasa, berbeda dengan yang dijual pedagang pada umumnya yang berisi gula merah. Makanan tradisional yang berbahan dasar tepung beras ini mendapatkan respon yang positif dan mampu mengambil perhatian para penggemar Poetoe Boemboeng. “Rasanya enak dan lebih banyak varian rasanya sehingga ingin mencoba

Yang Muda yang Berkaryasemua rasa yang ada”, ungkap Geshar.

Poetoe Boemboeng hadir dengan inovasi baru. Poetoe Boemboeng Koedoes bisa jadi menjadi oleh-oleh khas Kudus selain jenang Kudus. Akan tetapi, karena Poetoe Boemboeng adalah makanan yang tidak bisa bertahan lama maka keinginan tersebut belum bisa terwujud. Nabila dan kawan-kawan sempat berjualan Poetoe Boemboeng di depan pasar Jember dan mendapatkan respon yang positif dari para pembeli. Poetoe Boemboeng juga di jual di beberapa Fakultas seperti Fakultas Psikologi dan Fakultas Teknik, harganya pun cukup terjangkau yaitu Rp 2000,- per-bungkus yang berisi 4 buah Poetoe Boemboeng.

Proses pembuatan Poetoe Boemboeng tidak mudah. Untuk bisa membuat Poetoe Boemboeng dengan cita rasa yang tinggi, Nabila dan teman-temannya membutuhkan waktu 3 minggu untuk belajar kepada pak Sapari, seorang pedagang Poetoe Boemboeng di Gang 1. Namun usaha dan ketekunan Nabila tidak sia-sia, Nabila mampu membuat Poetoe Boemboeng dengan rasa yang enak dan lezat berkat keseriusannya dalam belajar membuat Poetoe Boemboeng.

Bagi para pemuda dan pemudi teruslah berkarya, saatnya yang muda yang berkarya, dengan mengikuti jejak Nabila dan kawan-kawan dengan hal yang berbeda di luar sana. Meskipun

masih muda sebagai mahasiswa, Nabila tidak segan ataupun malu melakukan berkreasi, mau belajar membuat dan berjualan makanan tradisional seperti Poetoe Boemboeng sehingga dapat bangkit kembali dengan varian rasa. (Milla-Anik/Info Muria).

Produk mahasiswa Poetoe Boemboeng (Doc. info Muria)

Salah satu mahasiswa memamerkan produknya. (Doc. info Muria)

Poetoe Boemboeng hadir dengan inovasi baru. Poetoe Boemboeng

Koedoes bisa jadi menjadi oleh-oleh khas Kudus selain jenang Kudus.

Page 8: Info Muria 15

Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 20138

Kampus

Keberadaan industri hasil tembakau (IHT) telah berlangsung lama. Tembakau dan IHT telah ada sejak

masa kolonial, dengan demikian dari sisi historis keberadaan bisnis asap ini usianya jauh lebih tua dari pemerintah Indonesia itu sendiri. Namun, anehnya dari sisi eksitensi, tembakau dan IHT masih mendulang kontroversi. Pro kontra IHT selalu menyertai walau dari sisi kemanfaatan tidak dapat diragukan lagi. Sementara masyarakat yang masih mempersoalkan keberadaan IHT melihat semata dari satu perspektif yaitu kesehatan. Padahal IHT, terutama produk kretek yang sangat khas sebagai produk budaya bangsa Indonesia memiliki dampak ikutan yang multi perspektif dan mengakar dalam kehidupan masyarakat.

Suara kontra yang melakukan penentangan terhadap eksistensi kretek belakangan semakin lantang dan massif. Bahkan telah menempatkan isu kretek menjadi trending topik dari berbagai pertemuan dan forum baik dalam skala lokal, nasional maupun dalam percaturan global. Justru yang terjadi derasnya penentangan ini telah mempengaruhi pola keberadaan IHT dan kretek dalam posisi yang tertekan. Baik dari sisi supplay bahan baku, produksi, kemasan, promosi, pemasaran, komsumsi, bahkan sampai CSR mendapatkan pegaturan yang restrictif.

Demikian salah satu persoalan pokok yang melatari DR. Mamik Indaryani, MS, mengangkat isu kretek menjadi tema disertasi yang dipertahankan dalam ujian terbuka Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2 Oktober 2013.

Menurut Mamik, tekanan yang dialami oleh IHT selain oleh penolakan masyarakat anti rokok (tobacco control), juga disebabkan oleh kebijakan (regulasi) pemerintah, terutama dalam hal regulasi sebagai barang kena cukai, serta persaingan usaha sesama pelaku usaha.

Disertasi Mamik mengangkat isu tentang “Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi di dalamnya”. Menurut Mamik stigma illegal merupakan label yang diberikan oleh pemerintah sebagai barang kena cukai, karena melanggar peraturan yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 1997 tentang Cukai yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai.

Pada disertasi tersebut, Mamik mengidentifkasi illegal dari sisi ketiadaan lisensi produk, peralatan, dan tempat usaha, tidak memiliki pita cukai, berpita cukai palsu atau berpita cukai bekas. Produk kretek yang diberi label “illegal” oleh pemerintah tersebut, menurut Mamik sejatinya adalah dampak kebijakan sekaligus sebagai strategi para pelaku usaha agar tetap survive. Bahkan Mamik menilai sebagai langkah inovasi sebagai strategi untuk memenangkan persaingan.

Mamik memberi catatan terhadap kebijakan pemerintah yang ambigu, tidak konsisten dan diskriminatif yang sebetulnya akan melahirkan perilaku opportunis. Perilaku ini akan menimbulkan biaya transaksi yang menyebabkan industri tidak efisien dan memiliki daya saing.

Mamik lebih fokus menyoroti pada pelaku IHT dalam skala kecil dan rumahan. Karena kelompok pelaku usaha tersebut sangat rentan terhadap diskriminasi. Padahal menurut Mamik, posisi mereka sangat lemah yang seharusnya mendapatkan affirmative action dari negara.

Menurut Mamik IHT dalam skala kecil sampai rumahan memiliki masalah yang komplek, karena itu, dalam memberi perlakuan jenis usaha ini memakai pendekatan New Institusional Economic (NIE) yang dikemukan oleh Neli Freigstein (1990), Richard Swedberg (2004), dan Victor Nee (2004). Teori NIE memiliki karekteristik interdisipliner, holistik dan kualitatif. Dengan demikian, menurut Mamik, negara (pemerintah) harus mengakomodasi dan keberadaan kretek yang dinilai illegal.

Dengan disertasi tersebut Mamik mendapatkan hasil ujian sangat memuaskan yang diberikan oleh Dr Gatot Sasongko, SE, MS, Marwata, SE, MSi, Akt., Ph.D. dan Prof. Dr. FX Sugiyanto, MS. Ujian dihadiri juga oleh promotor Dr. Ir. Ketut Suwondo, MS dan copromotor Prof. Daniel D Kameo, Se, MA., Ph.D. Ujian juga disaksikan oleh sejumlah tamu undangan antara lain dari kalangan usahawan, Sekjen GAPPRI, Suwarno M Serad (PT Djarum), Prof. Dr. Haryono Suyono, mantan Bupati Kudus, Soedarsono, Pimpinan Universitas dan Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus (UMK), dan teman sejawat Mamik Indaryani, baik di UMK, maupun UKSW. (Hoery-Info Muria)

Teliti “illegal” Rokok antar Mamik Raih doktor

Ujian terbuka Mamik Indaryani untuk memperoleh gelar Dr di Salatiga (Doc. info Muria)

Page 9: Info Muria 15

9Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 2013

Kampus

Lalu lalang ratusan mobil klasik Volkswagen (Vw) memadati lingkungan Universitas Muria Kudus

(UMK) medio September lalu. Temu sedulur komunitas Vw dari berbagai daerah se Indonesia tersebut diselenggarakan bersamaan dengan Expo Kewirausahaan dan kreatifitas mahasiswa serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hasil binaan UMK.

Tampak pula belasan stand memenuhi lahan parkir kampus UMK dan ratusan pengunjung yang berantusias untuk mencoba inovasi makanan baru mahasiswa. Seperti stand “Poetoe Boemboeng” yang didirikan Nabila Luthvita bersama ketiga temannya yaitu Afib Ermawan, Puji Ulin Niam, dan Dwi fauziyah. Keempat mahasiswa ini tergabung dalam satu tim Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang proposalnya telah lolos hingga tingkat provinsi beberapa waktu lalu.

Nabila menuturkan, respon pengunjung yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum sangat baik. “Mereka sangat berantusias, baik membeli maupun memasak putu bumbung sendiri. Jadi selain jualan, malah seperti demo masak Poetoe Boemboeng ,” ungkapnya. Mahasiswa Fakultas Hukum UMK semester tujuh ini mengaku senang dengan adanya ekspo Kewirausahaan dan kreatifitas mahasiswa. Pasalnya, ia dapat memperkenalkan hasil olahannya yang terbilang baru di masyarakat pada umumnya. Bersama timnya,

Nabila mengkombinasikan berbagai rasa baru pada produknya tersebut. “Kami menyediakan rasa coklat, abon, nangka, dan stroberi pada olahan putu bumbung,” jelasnya.

Ketua panitia kegiatan, Dr. Sukresno, SH, M. Hum mengatakan tujuan ekspo yang bertemakan Penguatan Program Kewirausahaan Untuk Mahasiswa yang Berdaya Saing dan Mandiri tersebut untuk meningkatkan jiwa entrepreneur mahasiswa dan masyarakat sekitar, juga sebagai sarana publikasi hasil kewirausahaan mahasiswa. “Jadi Universitas itu bukan kuburan, tapi market value,” terangnya. Menurut Sukresno, ekspo kewirausahaan akan dilaksanakan tiap tahun. Karena kampus merupakan tempat yang efektif untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan. “Kalau perlu di kampus ada technopreneur, kuliner yang berteknologi,” imbuh dosen Fakultas Hukum ini.

Kewirausahaan sendiri, lanjut Sukresno, sebaiknya tidak hanya dilakukan satu semester, tapi dua semester. “Semester pertama untuk teori, dan selanjutnya untuk praktik penerapan ilmu yang telah didapatkan,” tuturnya. Sukresno menambahkan kedepannya Universitas berencana akan mengadakan kantin mahasiswa sebagai wadah kuliner inovasi mahasiswa, serta sekolah kewirausahaan yang terbuka untuk umum dan mahasiswa selama delapan bulan. “Tentu saja hal ini akan bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja - Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Transmigrasi Kabupaten Kudus,” pungkasnya (Ulum/Info Muria).

kuliner kreasi Mahasiswa Semarakkan ekspo kewirausahaan

Dalam rangka memberikan informasi yang utuh mengenai penjaminan mutu, Fakultas Psikologi

Universitas Muria Kudus (UMK) mengadakan kegiatan sosialisasi penjaminan mutu (PM) bertempat di ruang seminar gedung rektorat lantai IV (26/09/2013) dan di ikuti oleh mahasiswa Fakultas Psikologi UMK.

Trubus Raharjo, S.Psi,M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi UMK dan Latifah Nur Ahyani,S.Psi, MA Kepala Program Studi (progdi) Fakultas Psikologi UMK menjadi pembicara pada acara sosialisasi ini.

Menurut Trubus untuk membentuk budaya mutu tidaklah mudah, diperlukan kerjasama dosen atau staff dan mahasiswa. Trubus berharap agar mahasiswa memberikan kontribusi yang baik untuk meningkatkan mutu Fakultas Psikologi UMK. “Dengan mutu pendidikan yang baik mahasiswa akan mendapatkan keahlian yang ada di bidang Psikologi,” jelas Trubus.

Selaku Dekan, Trubus menekankan pentingnya pemahaman

sivitas mengenai spesifikasi progdi Psikologi. “Spesifikasi tersebut terdiri dari identitas Fakultas Psikologi UMK, visi, misi, dan tujuan, profil sarjana Psikologi, dukungan mahasiswa dalam proses pembelajaran, metode evaluasi dan peningkatan kualitas dan standar proses pembelajaran, serta kriteria lulusan”, jelas Trubus.

Sementara itu Latifah Nur Ahyani selaku pembicara pada acara tersebut menekankan pemahaman dan implementasi berkaitan dengan proses-proses yang dijalani oleh dosen dan mahasiswa seperti instruksi bimbingan akademik, instruksi perkuliahan, manual prosedur Kuliah Kerja Lapangan (KKL), manual prosedur ujian skripsi, manual prosedur bimbingan skripsi dan manual prosedur permohonan beasiswa.

Menurut Latifah, semua yang akan dilakukan oleh mahasiswa telah ada prosedur dan aturan yang terarah. “Manfaatkanlah dosen pembimbing akademik sebaik-baiknya untuk mengetahui bagaimana cara memperoleh nilai yang baik dan bagus sehingga bisa lulus dengan waktu 3,5 tahun” jelas Latifah. (Milla/Info Muria)

dekan Psikologi Sosialisasikan PM

Page 10: Info Muria 15

Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 201310

Ketika kata “Kudus” disebutkan terbesit dalam benak kita tentang “Menara Kudus”. Ini merupakan

ikon kota yang disebut juga sebagai Kota Kretek. Menara Kudus dipercayai masyarakat sebagai bukti catatan sejarah penyebaran agama Islam di Jawa oleh Syech Ja’far Shodiq (Sunan Kudus).

Menara Kudus diperkirakan berdiri pada abad ke XVI, pada tahun 1549 m atau 956 H. Ini hampir bebarengan dengan pembuatan Masjid Al Aqsha yang berada di utara Menara. Hal ini dapat diketahui dari inskripsi batu yang berada pada masjid dan fungsi masing-masing yaitu Menara sebagai tempat mengumandangkan adzan, masjid sebagai tempat ibadah.

Bentuk Menara yang menyerupai candi dipercayai beberapa orang sebagai peninggalan agama Hindu. Tetapi, hal ini tidak dibenarkan oleh Denny, Staf Yayasan Masjid dan Makam Sunan Kudus. “Wajah Menara Kudus menghadap ke arah timur, jika ini peninggalan Hindu wajah Menara akan menghadap ke arah gunung yaitu ke arah utara. Selain itu, dinding pada Menara Kudus tidak ber-relief sehingga

Menara kudus, ikon kota kudustidak mengandung cerita. Satu hal lain, tidak ditemukan arca di sekitar kompleks Menara. Sehingga, kita tidak dapat membenarkan bahwa Menara adalah peninggalan Hindu sebelum adanya data dan fakta yang valid” tuturnya.

Lanjut Denny, “Pembuatan Menara Kudus yang berbentuk candi, bertujuan untuk mendapatkan simpati masyarakat Kudus dan sekitarnya untuk memeluk agama Islam, yang mana dahulu mereka sebagai pengikut ajaran agama Hindu”.

Karena telah lama berdiri, Menara yang berhiaskan piringan-piringan Belanda ini, membutuhkan perawatan agar terjaga kelestariannya. Perawatan ini meliputi pembersihan secara rutin dan renovasi bangunan. “Renovasi dilakukan melihat kondisi dari komponen Menara Kudus. Apakah masih layak digunakan atau perlu pembenahan. Tanpa menambah dan mengurangi komponen Menara sebagai warisan cagar budaya”, terang Denny.

Menara yang berdiri di Desa Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus ini, dibuka hanya pada jam sebelum sholat untuk membunyikan bedug dan kentongan. Ini tidak dibuka untuk umum agar tetap lestari dan berdiri kokoh (Atik-Info Muria).

Kudusan

Rumah adat Kudus memiliki simbol sejarah monumental. Keberadannya patut dipertahankan. Simbol sejarah ini

sebagai ciri khas bentuk rumah yang hanya bisa ditemukan di daerah Kudus. Namun, kenyataannya rumah adat yang dikenal dengan Joglo Pencu ini semakin lama terancam keberadaannya. Hanya sebagian kecil dari masyarakat (pemilik) yang peduli dan mempertahankan bangunan rumah adat Kudus.

Rumah adat kudus atau Joglo Pencu sendiri merupakan simbol dari wujud akulturasi kebudayaan Hindu dengan Islam.Keberadanan rumah adat di kudus sendiri idak lepas dari seorang tokoh yang bernama Telingshinng. Beliau adalah seorang sodagar atau pedagang dari China yang mukim dan menetap di Kudus.

Joglo Pencu memiliki 4 (empat) tiang penyangga dan 1 (satu) tiang besar yang dinamakan soko geder yang melambangkan bahwa Allah SWT bersifat Esa. Kepala bagian Museum Kretek, Suyanto, menjelaskan bahwa rumah adat Kudus Joglo Pencu memiliki 3 bagian ruangan yang disebut Jogo Satru, Gedongan, dan Pawon. Jogo Satru adalah nama untuk bagian depan dari rumah tersebut. Secara makna kata Jogo Satru bisa diterjemahkan jogo artinya menjaga dan Satru artinya musuh. Namun untuk sehari-hari Ruangan ini sering digunakan sebagai tempat menerima tamu yang berkunjung.

Gedongan adalah bagian ruang keluarga. Ruangan ini biasa digunakan untuk tempat tidur kepala keluarga. Untuk Pawon sendiri letaknya berada pada bagian samping. Pawon biasa

digunakan untuk masak, belajar dan melihat televisi. “Untuk halaman depan rumah, terdapat sumur pada sebelah kiri yang dinamakan Pakiwan”, tutur Suyanto.

Rumah ini diperkirakan mulai dibangun pada tahun 1500-an M dengan bahan baku utama dari kayu jati berkualitas tinggi dengan sistem pemasangan knock-down (bongkar pasang tanpa paku). Pada permukaan kayu juga terdapat ukiran dengan bentuk dan ukirannya yang mengikuti pola binatang, rangkaian bunga melati, motif ular naga, buah nanas (sarang lebah),motif burung, dan lain-lain.

Mulai Dilupakan.

Seiring dengan perkembangan masyarakat, keberadaan rumah adat Kudus sendiri sebagai penentu tingkat perekonomian seseorang. Tidak dapat dipungkiri untuk pengrajin yang membuat rumah adat ini mematok harga yang sangat mahal, sehingga hanya sebagian kecil masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke atas yang bisa membelinya.

Sedangkan kelemahan budaya lokal adalah kurangnya sumber informasi yang dibukukan, sehingga tidak ada sumber yang bisa dijadikan acuan atau referensi dalam pengenalan budaya lokal tersebut. “Dibutuhkan sebuah kajian, jika ada yang tahu sepenggal dan memberanikan diri untuk menulis dan tanpa ada sumber yang jelas adalah kesalahan”, tambah Suyanto memberi info penegasan pada Info Muria. (Zanri-Info Muria)

Joglo Pencu, Ciri Rumah adat kudus

Page 11: Info Muria 15

11Info Muria / Edisi XV/ Agustus-Oktober 2013

Resensi

Tidak mengurangi rasa hormat, jika pembaca

belum membaca dua buku sebelumnya, yaitu negeri 5 menara dan ranah 3 warna maka membaca buku ini tidak akan kehilangan makna di dalamnya. Buku ketiga dari trilogi negeri 5 menara ini sangat bagus untuk memotivasi anak bangsa yang sekarang baru didera dengan kompleksivitas kegaluan, seperti kebingungan dalam mencari arti kehidupan atau merasa tidak memiliki harapan ketika ‘putus’ dengan orang yang dicintai dan keresahan yang lain dalam kehidupan.

Buku ini mendorong para pembaca untuk meraih cita-cita dengan proses yang ‘berdarah-darah’, tidak melalui perilaku

Kerja Keras Anak Muda dalam Menggapai Impian Judul Buku : Rantau 1 Muara

Penulis : Ahmad Fuadi

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : Pertama, Mei 2013

Tebal : IX + 407 halaman

ISBN : 978-979-22-9473-6

instan, sekejap dengan fasilitas yang ada. Bacalah, bagaimana sang tokoh dalam buku ini mengalami kehidupannya, tidak berpunya, harus mengandalkan kemampuan diri sendiri dalam berkehidupan, belajar lebih keras daripada umumnya dan tentunya semua aktivitas dilakukan dengan cara yang bertanggungjawab.

Buku ini sangat bagus untuk di baca semua kalangan, tidak terbatas pada individu yang mengaku sebagai alumni

pondok pesantren, tetapi juga yang bersekolah umum dan kalangan muda yang menyukai kehidupan ‘petualangan’, generasi muda Indonesia yang akan dan mau menggapai cita-cita keluar dari zona nyaman. Narasi cerita yang membumi, berbalut realisme-humanis menjadi suguhan yang menarik.

Penulis tidak saja berteori, tetapi juga telah melakukan hal yang menurut banyak orang adalah kemustahilan. Ini akan menjadi contoh bagi para pembaca untuk serius dalam menjalani kehidupan, mengisi dengan banyak aktivitas yang positif sebagai bekal kehidupan besoknya. (Widjanarko/Info Muria).

Setiap insan baik muda atau tua pasti memiliki

pengalaman hidup masing-masing. Pengalaman hidup dapat dipelajari dari pengalaman hidup orang lain sehingga seseorang bisa saja memiliki pengalaman hidup yang luar biasa jika bisa mengambil pelajaran dari suatu peristiwa atau tantangan. Sebagian berpendapat bahwa masa muda adalah masa untuk bersenang-senang sehingga sebagian dari mereka melewatkan kesempatan yang seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Kebanyakan orang merasa tidak mampu karena tantangan yang di hadapi terasa begitu sulit, namun sesungguhnya jika seseorang dapat melewati tantangan tersebut dengan baik dan memaknai bahwa untuk meraih suatu mimpi dan kesuksesan tidaklah mudah, dalam mencapainya di butuhkan usaha dan kerja keras maka mimpi tersebut akan terwujud.

Meraih Kesuksesan di Usia MudaBuku “Indonesia

Bangga, 30 Anak Muda Indonesia dengan Prestasi Dunia” menceritakan sosok 30 anak muda yang luar biasa dan bisa dijadikan inspirator bagi mereka yang merindukan kesuksesan dalam mewujudkan mimpi dan cita-cita. Mereka mampu

meraih mimpi-mimpi dan kesuksesan di usia yang terbilang masih muda. Berbagai rintangan dan tantangan mereka lewati. Karena mereka fokus pada prioritas dan tujuan.

Pada buku ini, pembaca akan menemukan kisah dari para tokoh seperti Peter Firmansyah (Peter Says Denim), Andrea Hirata, Anne Ahira, Merry Riana dan lain-lain yang mengandung nilai-nilai dan pesan yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, utamanya untuk para anak muda yang ingin meraih impian dan cita-cita.

Untuk meraih suatu impian tidaklah mudah, di butuhkan usaha dan kerja keras bahkan air mata untuk meraihnya. Buku ini patut dibaca untuk para generasi muda yang ingin mewujudkan impian dan meraih kesuksesan. “Langkah awal untuk mewujudkan mimpi adalah bangun dari tidur.” (Milla/Info Muria).

Judul Buku : Indonesia Bangga, 30 Anak Muda Indonesia

dengan Prestasi Dunia

Penulis : Muhamad Alfan dan Arimy Adi Savitri

Penerbit : Caesar Media Pustaka

Cetakan : Juli 2013

ISBN : 978-602-18760-6-0

Page 12: Info Muria 15

12 Info Muria / Edisi XV/ Agustus - Oktober 2013

Kekayaan alam di Indonesia memang tidak perlu diragukan lagi. Berbagai keanekaragam hayati tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dari wilayah pantai, desa, kota, lembah hingga pegunungan. Seperti yang tersimpan di Pegunungan Muria, tepatnya di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Info Muria bersama dengan tim Jelajah Muria MRC (Muria Research Center) Indonesia memasuki wilayah Desa Tempur. Terlihat hamparan sawah dan topografi pegunungan berkelok asri dan sejuk. Jalanan yang menanjak atau menikung menjadi satu-satunya jalan yang harus dilewati untuk memasuki kawasan desa ini. Lamanya perjalanan, kurang lebih dua jam dari Kota Kudus, seolah terbayar dengan keindahan panorama alamnya.

Desa Tempur memiliki berbagai kekayaan lokal yang dikelola oleh masyarakat. Salah satunya, minyak nilam yang merupakan bahan dasar pembuatan minyak wangi atau sabun mandi yang diproduksi oleh Ali Alaydrus, warga Kudus yang tinggal di Dukuh Duplak, Desa Tempur. Tanaman nilam dapat ditemukan di sekitar Desa Tempur di ketinggian 700 - 900 mdpl. Harga minyak nilam turun naik tergantung kesepakatan harga dengan pembeli. Saat ini mencapai 450.000 /kg.

Untuk menghasilkan minyak nilam, daun nilam yang telah dik-eringkan direbus dalam sebuah tungku tradisional yang tingginya mencapai 3 meter. Setelah proses tersebut selesai, air hasil pere-busan tersebut baru dapat dipisahkan dari minyaknya. Sari nilam yang telah terpisah itulah yang dicari sebagai minyak nilam untuk selanjutnya dikemas dan siap diserahkan kepada produsen mi- nyak atau dieksport ke Negara Perancis untuk proses pematangnnya.

Menurut Ali, pemasaran minyak nilam tidak sulit. Sebab banyak produsen minyak wangi yang justru mendatanginya untuk membeli minyak nilam hasil produksinya. Sehingga, minyak nilam yang telah dihasilkannya pun tidak sia-sia.

Kopi Tempur dan Luwak

Selain minyak nilam, kekayaan lokal yang menjadi kebanggaan warga Desa Tempur adalah Kopi Tempur dan Kopi Luwak. Desa Tempur yang berada di daerah pegunungan Muria menjadi wilayah yang bagus untuk ditanami tumbuhan kopi karena berada diketinggian hingga 1.000 meter. Sehingga, Tempur menjadi penghasil biji kopi Robusta yang menjanjikan secara ekonomi. Luas lahan tanaman kopi di Desa Tempur kira-kira 500 ha, sekali panen 1 ha bisa mendapatkan 1,2 ton, harga perkilogram bisa mencapai Rp. 17.000,-.

Tanaman kopi di Desa Tempur menggunakan setek tempel, naungan pohon dikurangi, model perawatan selapanan. Dengan mengunakan setek, buah kopi lebih banyak, tidak jarang dan memiliki bobot yang berat juga mengkilat. Petik merah menjadi andalan petani, jika dimasukkan ke goni, makin lama, makin bagus, aroma kopinya tidak hilang.

Menurut salah seorang petani kopi, Pak Anwar, begitu ia disapa, menjelaskan ciri khas Kopi Tempur terdapat dalam rasa karena proses peracikannya dicampur dengan kapulaga. Pencampuran ini meninggalkan rasa khas rempah yang kuat

dan mampu menandingi rasa asam dan pahit kopi. Terlebih jika disantap dengan air mendidih, aroma nya pun keluar harum.

Pemasaran Kopi Tempur sudah meluas ke berbagai daerah di Jawa Tengah dan Indonesia. Bahkan, salah seorang pengusaha asal Korea tertarik untuk mengunjungi Desa Tempur karena ingin mengetahui keunikan Kopi Tempur. Area pemasaran Kopi Tempur yang luas disebabkan karena para petani sering mengikuti pameran yang diselenggarakan

oleh berbagai instansi pemerintah atau swasta.

Kecuali kopi Robusta, di Desa Tempur tepatnya di Dukuh Duplak, terdapat seorang petani kopi yang mempunyai usaha kopi luwak. Pak Djamal menuturkan untuk peternakan luwak (baca: musang) perlu modal 2,6 juta termasuk empat ekor luwak, kandang dan kegiatan pelatihan.

“Kopi luwak biji dijual 200 ribu/kg dan kopi luwak bubuk dijual 1 kg/400 ribu. Untuk kopi luwak bubuk yang 1 kg bisa dipergunakan sebagai minuman minimal 200 gelas@ 2 sendok teh. Banyak orang yang meyakini minum kopi luwak membuat baik kesehatannya,” kata Anwar. (Nabila-Anik/Info Muria).

Potensi alam desa Tempur di Muria

Tanaman Kopi Muria. (Doc. Info Muria)

Kopi Luwak Muria (Doc. Info Muria)