infeksi bakteri 2
TRANSCRIPT
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 1/13
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan bagi Negara maju dan berkembang
termasuk di Indonesia. Meskipun berbagai intervensi terapi dan pencegahan terhadap
pengaruh bakteri pada host telah dilakukan tetapi infeksi karena bakteri masih mendominasi
potensi terjadinya infeksi berat, sepsis, syok sepsis dan disfungsi multiorgan.
Proses terjadinya penyakit infeksi akibat interaksi antara trias penyebab yaitu penjamu
atau host, agen dan faktor lingkungan. Beberapa faktor host mempengaruhi kejadian penyakit
infeksi yaitu: umur, imunisasi, penyakit yang diderita sebelumnya, status nutrisi, kehamilan,
status emosional. Mekanisme pertahanan tubuh individu, baik spesifik maupun nonspesifik
sangat menentukan dampak paparan mikroorganisme pathogen menimbulkan, menentukan
perjalanan penyakit infeksi. Beberapa tindakan medis juga dapat meningkatkan potensi
terjadinya infeksi, termasuk pemberian obat-obatan imunosupresan.
Infeksi bakteri dapat memicu terjadinya gradasi penyakit yang berat, bila tidak
ditanggulangi secara serius maka morbiditas dan mortalitas tetap tinggi. Hal tersebut
diakibatkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan: kerentanan individu, luasnya
variasi manifestasi klinis, lambatnya menegakan diagnosis, terapi yang kurang adekuat,
malnutrisi, serta akibat munculnya multidrug resistant (MDR) yang mempengaruhi derajat
berat penyakit, timbulnya komplikasi bahkan mendororng kearah kematian penderita.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas mengenai infeksi bakteri.
B. Tujuan Penulisan
Memahami tentang infeksi bakteri
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 2/13
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis
mungkin tak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin,
replikasi intrasel, atau respons antigen-antibodi.
Infeksi yaitu ditemukannya organisme pada tempat yang normal steril, yang biasanya
disertai dengan respon inflamasi tubuh. ( Nasronudin, 2007)
Infeksinya dapat tetap terlokalisasi, subklinis, dan bersifat sementara jika mekanisme
pertahanan tubuh efektif. Infeksi lokal dapat menetap dan menyebar menjadi infeksi klinis
atau kondisi penyakit yang bersifat akut, subakut, atau kronik. Infeksi lokal yang dapat
menjadi sistemik bila mikro-organisme mencapai sistem limfatik atau vaskular
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok terbanyak dari
organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel
tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/ inti sel, cytoskeleton, danorganel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Banyak patogen merupakan bakteri.
Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat
menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding
sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan).
Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela
kelompok lain.
Terdapat 3 kelompok bakteri dipandang dari sisi kemampuan invasi ke dalam sel
eukariositik yaitu bakteri intraseluler fakultatif, bakteri intraseluler obligat, dan bakteri
ekstraseluler. Termasuk dalam kelompok intraseluler fakultatif adalah Salmonella spp,
Shigella spp, Legionella pneumophili, Invasive Escherichia coli, Neisseria spp,
Mycobacterium spp, Listeria monocytogenes, Bordetella pertussis. Dalam kelompok
intraseluler obligat termasuk Rickettsia spp, Coxiella burnetti, Chlamydia spp. Sebagai
contoh bakteri ekstraseluler adalah Mycoplasma spp, Pseudomonas aeruginosa,
Enterotoxigenic Escherichia coli, Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes, Haemophylus influenzae, Bacillus anthracis.
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 3/13
3
B. Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Bakteri pada Manusia
Infeksi bakteri pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Fimbriae (pili) adalah struktur yang menyerupai rambut yang terdapat pada tubuh
bakteri. Pili berfungsi membantu bakteri menempelkan tubuhnya pada lokasi
infeksi. Kondisi penempelan ini disebut sebagai adhesi.
Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, reaksi tertentu membantu terjadinya adhesi.
Reseptor permukaan pada sel-sel epitel dan struktur perekat (adhesin) pada
permukaan bakteri terlibat dalam reaksi adhesi ini. Struktur perekat (adhesin)
terdapat pada fimbriae/fibrillae/pili. Adhesin mengandung faktor virulensi yang
membuat rantai virulen bakteri. Bila adhesin hilang, bakteri menjadi avirulen.
Jadi, orang yang diimunisasi dengan adhesin tertentu akan membuat tubuh
membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri tertentu.
2. Daya Serang
Bakteri yang menyerang jaringan tubuh inang bisa menimbulkan infeksi pada
skala luas atau hanya infeksi lokal. Misalnya, infeksi luka dapat menyebabkan
septikemia streptokokus yang merupakan jenis infeksi luas. Sedangkan infeksi
abses Staphylococcus lebih bersifat lokal.
3. Jenis Toksin
Bakteri mampu menghasilkan toksin yang menyebabkan infeksi pada tubuh. Ada
dua jenis toksin yang dihasilkan oleh bakteri, yaitu eksotoksin dan endotoksin.
Eksotoksin dapat berdifusi pada media di sekitarnya dan sangat berbahaya
meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit. Sedangkan endotoksin mudah hancur
karena panas.
Terdapat beberapa eksotoksin yang terkenal sebagai zat paling beracun di dunia.Misalnya, toksin botullinum. Satu juta marmut dapat dibunuh dengan hanya 1 mg
toksin botullinum. Eksotoksin umumnya dihasilkan oleh bakteri gram positif dan
beberapa bakteri gram negatif seperti E.coli, Cholera vibrio, dan lainnya.
Eksotoksin menunjukkan afinitas spesifik terhadap jaringan tertentu dan setiap
eksotoksin memiliki efek yang berbeda pada masing-masing inang. Endotoksin
merupakan bagian integral dari dinding sel bakteri gram negatif.
Endotoksin terbuat dari kompleks polisakarida-protein-lipid yang sangat stabil
terhadap panas. Lipid A merupakan komponen yang mempengaruhi toksisitas
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 4/13
4
endotoksin. Komponen ini akan dilepaskan ke media sekitarnya hanya ketika
dinding sel bakteri hancur. Endotoksin akan berbahaya hanya ketika terdapat
dalam jumlah banyak. Endotoksin tidak memiliki aktivitas farmakologis tertentu
dan memiliki efek yang sama pada setiap inang.
4. Faktor Lain
a. Bakteriofag
Beberapa bakteri mengandung bakteriofag yang memberikan sifat virulensi
pada bakteri tersebut. Misalnya, bakteri difteri mengandung bakteriofag yang
memiliki gen untuk memproduksi toksin.
b. Plasmid
Terdapat bakteri yang mengandung plasmid. Plasmid ini memberikan
kekebalan ganda terhadap pengobatan pada bakteri sehingga infeksi menjadi
sulit diobati.
c. Bakteri berkapsul
Klebsiella pneumoniae dan Haemophilus influenzae adalah jenis bakteri yang
berkapsul. Sel-sel bakteri dilindungi oleh sebuah kapsul yang membantu
mereka menghindari fagositosis. Bakteri tersebut membawa antigen pada
kapsul untuk melanjutkan aktivitas lisis (proses penghancuran) di dalam sel-
sel tubuh.
C. Respon Imun Terhadap Infeksi Bakteri
Interaksi antara bacterial dan host dipengaruhi oleh: pertahanan tubuh bagian luar,
pertahanan jaringan dan darah, virulensi bakteri yang mempromosi kolonisasi, virulensi yang
merusak sel host (eksotoksin, endotoksin, enzim hidrolitik, produk bakteri), regulasi gen.
Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dipengaruhi oleh struktur dan
pathogenesis bakteri, tergantung pada struktur dinding sel, golongan bakteri gram positif dan
gram negative. Lapisan luar bakteri bakteri gram negative terdiri dari lipid A yang
merupakan komponen penting yang peka oleh pengaruh lisis komplemen dan sel sitotoksik.
Umumnya bakteri mempunyai sifat invasive yang disertai aktivitas toksin secara local dan
produk enzim yang merusak jaringan sehingga bakteri dapat menyebar. Respon imun
terhadap bakteri ditentukan oleh: respon imun non spesifik maupun imunitas spesifik.
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 5/13
5
Karena pola invasi dan kolonisasi dalam host yang berbeda-beda maka untuk mengeliminasi
bakteri diperlukan system efektor yang berbeda-beda juga.
1. Respon imun terhadap bakteri ekstraselular
Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu:
a. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di
tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering
menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.
b. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat
berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen
dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator
produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta activator poliklonal sel
limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan
mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri
menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor
elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera
merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang
menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare yang
hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat motor
endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot
persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin
klostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat menghasilkan
gas gangren. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular ditujukan untuk
eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin. (Zakiudin, 2001)
1) Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular
Respons imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui mekanisme
fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Resistensi bakteri
terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi
bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting
dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri
gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.
Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri
serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 6/13
6
attack complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat
menimbulkan respons inflamasi melalui pengumpulan (recruitment) serta aktivasi
leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi sitokin oleh
makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara
lain tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan
berat molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama dari
sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta
meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan
menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi
yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan
yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi
bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B
yang menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam
jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan tubuh serta
berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang paling berat
adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-negatif yang menyebabkan
disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta syok septik atau
syok endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling berperan pada syok
endotoksin ini. (Zakiudin, 2001)
2) Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular
Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan spesifik
terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling
imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen
yang thymus independent . Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang
menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga
dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype switching rantai
berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular
melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang
mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong
untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid
makrofag.
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 7/13
7
Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan
bakteri:
a. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat
reseptor Fc_ pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan IgM
mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan C3b dan iC3b yang
mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi
peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi
piogenik yang hebat.
b. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan
terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin tersebut.
c. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC
serta pelepasan mediator inflamasi akut. (Zakiudin, 2001)
3) Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular
Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi di
dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap
degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta Listeria
monocytogenes.
Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme intraselular adalah
fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten terhadap degradasi
dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini
tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan
eksaserbasi yang sulit diberantas. (Zakiudin, 2001)
4) Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular
Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell
mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T
tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang
diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon a (IFN α).
Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. (Zakiudin, 2001)
Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding
sel bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi
sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah
disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 8/13
8
terutama IFN a. Sitokin INF a ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag
yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga
menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan
pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling
mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya. Reaksi inflamasi seperti ini
berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan
gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh
respons imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas
dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi
toksin atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan
pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular
lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati
dan sebagian ada yang tinggal dormant . Pada saat yang sama, pada individu yang
terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi
granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri
berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan
kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik yang sama.
(Zakiudin, 2001)
D. Penyakit Infeksi Bakteri Dalam Kehamilan
1. Streptokokus Grup B
Insidensi: dinegara maju, sepsis streptokokus grup B (SGB) neonatus muncul
sebagai komplikasi pada 1,8/1000 kelahiran hidup.
Tanda/ gejala pada ibu: 20% dari semua ibu hamil mengalami kolonisasi bakteri ini
di daerah vagina atau perineal tanpa menunjukan gejala.
Efek terhadap janin/ neonatus:
1) Infeksi SGB neonates onset dini (80%) disebabkan oleh penularan selama
persalinan atau kelahiran. Tanda-tanda infeksi serius (gawat napas, syok sepsis)
biasanya berkembang dalam waktu 6-12 jam setelah kelahiran. Angka kematian
adalah 25% dan bayi yang bertahan hidup seringkali memperlihatkan gejala sisa
neurologis.
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 9/13
9
2) Infeksi SGB onset lanjut (20%) merupakan infeksi nosocomial atau infeksi yang
didapat di masyarakat. Infeksi ini terjadi lebih dari satu minggu setelah kelahiran
dan biasanya muncul dalam bentuk meningitis. Angka kematian lebih rendah
dibandingkan penyakit ini dengan onset dini, tetapi gejala sisa neurologis tetap
terjadi dalam frekuensi yang sama
Pencegahan: strategi untuk mencegah infeksi SGB neonates onset dini bervariasi. Di
Inggris digunakan suatu protocol berbasis faktor risiko. Pasien diterapi sejak
persalinan jika salah satu faktor risiko berikut ditemukan: bayi sebelumnya terinfeksi
(bukan SGB positif pada kehamilan sebelumnya), ISK SGB dalam indeks kehamilan,
persalinan preterm, demam atau ketuban pecah ≥ 18 jam. Protocol ini menghasilkan
terapi pada 15-20% ibu hamil dan mencegah 65-70% sepsis SGB onset dini.
Amerika serikat lebih menyukai protocol skrining universal. Semua ibu diskrining
untuk mengetahui status karier SGB pada usai gestasi 35-37 minggu. Ibu yang
menjadi karier SGB menerima antibiotic intrapartum. Protocol yang berikutnya
menghasilkan terapi pada 25-30% ibu hamil dan mencegah 85-90% sepsis SGB onset
dini. Pasien dengan status karier SGB yang tidak diketahui pada saat persalinan harus
diterapi sesuai dengan protocol berbasis faktor risiko.
Pengobatan: penisilin intrapartum (sefalosporin generasi kedua, eritromisin atau
klindamisin jika pasien alergi terhadap penisilin). (Errol, 2006)
2. Korioamnionitis.
Insidensi: ditemukan dalam 1-10% kehamilan
Tanda/ gejala pada ibu: korioamnionitis adalah diagnosis klinis. Diagnosis defenitif
memerlukan kultur cairan amnion positif. Komplikasi ibu dapat mencakup sepsis,
sindrom gawat napas dewasa, edema paru, dan kematian.
Efek terhadap janin/ neonatus: sepsis neonatal, pneumonia, kematian
Pencegahan: hindari ketuban peah > 18 jam
Pengobatan: pemberian segera antibiotic spectrum luas dan persalinan.
Korioamnionitis bukan indikasi untuk persalinan dengan bedah sesar, tetapi angka
bedah sesar meningkat akibat distosia dan hasil pemeriksaan janin yang kurang
meyakinkan. (Errol, 2006)
3. Listerosis
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 10/13
10
Merupakan penyebab sepsis neonatal yang tidak umum dijumpai dan mungkin
diperoleh secara transplasenta. Kultur serviks dan darah harus dilakukan pada ibu
yang memperlihatkan gejala-gejala mencurigakan. Listeriosis merupakan penyebab
umum meninggalnya janin di dalam uterus dan angka kematian neonatusnya juga
tinggi.
Pengobatan: ampisillin dan gentamisin (Errol, 2006)
4. Tuberkolosis (TB)
Insidensi: TB pada ibu hamil sangat jarang terjadi di Negara maju. Kasus semacam
ini paling sering terjadi dikalangan imigran baru.
Tanda/ gejala pada ibu: sebagian besar asimptomatik. Penyakit aktif jarang
ditemukan.
Efek terhadap janin/ neonatus: TB kongenital atau neonates merupakan kondisi
yang sangat morbid dan dapat bersifat fatal jika terjadi kesalahan diagnosis
Pencegahan: pemberian derivate protein yang telah dipurifikasi ( purified protein
derivate, PPD) secara intradermal merupakan cara yang akurat untuk skrining TB.
Interpretasi uji PPD bergantung pada status risiko pasien
Pengobatan: hasil PPD positif mengharuskan rontgen dada dilakukan. Jika rontgen
memperlihatkan hasil yang normal maka isoniazid (INH) selama 6 bulan
direkomendasikan pada ibu yang berusia < 35 tahun (dapat ditunda setelah
melahirkan). Jika rontgen memperlihatkan hasil yang abnormal, maka pengobatan
segera dengan INH dan etambutol diindikasikan dan tiga kultur sputum pagi harus
dikirimkan ke laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan adanya TB paru aktif.
(Errol, 2006)
5. Vaginosis bacterial
Vaginosis bacterial merupakan penyebab paling sering untuk keberadaan secret
vagina pada saat kehamilan. Kondisi ini berhubungan dengan persalinan preterm pada
ibu beresiko tinggi. Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik akibat pergantian
Lactobasillus Spp penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri
anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh: Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp),
Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. (Errol, 2006)
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 11/13
11
6. Klamidia
Insidensi: merupakan penyakit menular seksual yang sangat sering ditemukan
Tanda/ gejala pada ibu: biasanya asimptomatik
Efek terhadap janin/ neonatus: klamidia yang tidak diobati berkaitan dengan
peningkatan morbiditas neonatus
Pencegahan: kultur serviks pada awal kehamilan untuk ibu berisiko tinggi dapat
diandalkan untuk mendeteksi infeksi.
Pengobatan: eritomisin atau azitromisin oral (Errol, 2006)
7. Gonorhea
Gonore adalah penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, yang menginfeksi
lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan dan bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan
persendian. Pada wanita , gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput
didalam pinggul sehingga timbul nyeri pinggul dan gangguan reproduksi. (Errol, 2006)
Gejala penyakit kencing nanah mungkin tidak begitu nyata lagi, namun jika dilakukan
pemeriksaan getah prostat, nanah akan keluar bersama lendir (lewat urut prostat). Gejala
kencing nanah yang masih baru sangat nyata. Dari liang penis pada pria atau di mulut vagina
pada wanita, menetes nanah menyerupai susu kental manis yang biasanya meninggalkan flek
di celana dalam. Nanah umumnya menetes waktu bangun tidur pagi hari (morning drip). Jika
penyakit sudah berlangsung menahun (lebih dari 6 bulan), gejala itu mungkin tidak lagi nyata.
Penyakit biasanya sudah bersarang masuk jauh ke organ reproduksi yang lebih dalam. Pada
wanita bisa sampai ke saluran telur tuba.
Jika cairan yang terinfeksi mengenai mata, maka bisa menyebabkan terjadinya infeksi
mata luar (konjungtivitis gonore). Bayi yang baru lahir juga bisa terinfeksi gonore dari ibunya
selama proses persalinan sehingga terjadi pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan
dari matanya keluar nanah. Jika infeksi itu tidak diobati, maka akan menimbulkan buta.
Diagnosis penyakit gonore didasarkan pada hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap
nanah, dimana ditemukan bakteri penyebab gonore. Jika pada pemeriksaan mikroskopik tidak
ditemukan bakteri, maka dilakukan pembiakan di laboratorium.
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 12/13
12
BAB III
KESIMPULAN
Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis
mungkin tak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin,
replikasi intrasel, atau respons antigen-antibodi. Mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi bakteri dipengaruhi oleh struktur dan pathogenesis bakteri, tergantung pada struktur
dinding sel, golongan bakteri gram positif dan gram negative.
Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu:
Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi dan
Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik.
Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell
mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi
fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin
yang diproduksi oleh sel T terutama interferon a (IFN α).
Infeksi bakteri pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Fimbriae (pili) adalah struktur yang menyerupai rambut yang terdapat pada tubuh
bakteri.
2. Daya Serang
3. Jenis Toksin
4. Faktor Lain
a. Bakteriofag. Beberapa bakteri mengandung bakteriofag yang memberikan sifat
virulensi pada bakteri tersebut.
b. Plasmid. Plasmid ini memberikan kekebalan ganda terhadap pengobatan pada
bakteri sehingga infeksi menjadi sulit diobati.
c. Bakteri berkapsul
7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2
http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 13/13
13
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland . Jakarta: EGC.
Errol N, John S. 2006. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Erlangga
Nasronudin, dkk. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga university press
Peterson JW. Bacterial pathogenesis. Dalam: Baron S ed. Medical Microbiology 4th
edition.
Zakiudin Munasir, Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 4,
Maret 2001: 193 – 197
http//www.google.com/faktor yang mempengaruhi infeksi bakteri pada manusia