infanticide-forensik.doc
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat-Nya paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Paper ini
disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka Kepaniteraan
Klinik Madya di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Paper ini berjudul Pembunuhan
Anak Sendiri (Infanticide).
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat : dr.Guntur Bumi Nasution, Sp.F selaku
pembimbing kami,
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu semua saran dan kritik demi kesempurnaan tulisan ini sangat penulis
harapkan. Semoga Paper ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang
ilmu kedokteran forensik dan memberi manfaat pada pembacanya.
Medan, September 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………………… 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………... 2
DEFINISI………………………………………………………………… 2
DASAR HUKUM……………………………………………………….. 2
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK………………………. 3
1. Lahir Hidup atau mati……………………………………….... 4
2. Tanda Perawatan…………………………………………….. 10
3. Luka-luka…………………………………………………….. 10
4. Cukup Bulan dalam Kandungan…………………………….. 12
5. Viabilitas …………………………………………………….. 12
PEMERIKSAAN KASUS INFANTICIDE…………………………… 12
BAB 3. KESIMPULAN……………………………………………………… 16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai
pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok
yang penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi anak buah hatinya. Oleh
karena itu seorang anak harus mendapatkan perlindungan baik masih dalam
kandungan maupun setelah dilahirkan. Tetapi sekarang ini berita-berita tentang
ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan meninggal karena dibunuh oleh
ibunya, seringkali dijumpai di media massa (Hadijah, 2008).
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak
dahulu dan terjadi dimana saja. Fir’aun di zamannya telah memerintahkan
membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir, karena takut munculnya seorang raja
baru. Pada zaman dahulu juga terjadi di tanah arab dimana lazimnya terjadi setiap
bayi perempuan yang dianggap membawa sial bagi keluarganya juga dibunuh.
Masih banyak lagi alasan lain yang mendorong seseorang sampai hati merampas
nyawa seorang bayi yang baru dilahirkan (Hoediyanto, 2008).
Pembunuhan anak adalah suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa dimana
kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan
haruslah ibu kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk melakukan
kejahatan tersebut adalah karena ibu kandungnya takut ketahuan bahwa dia telah
melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut adalah hasil hubungan gelap.
Selain itu, keunikan lainnya yaitu saat dilakukan tindakan menghilangkan nyawa
anaknya yaitu saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian. Patokannya yaitu
dapat dilihat apakah sudah ada atau belum tanda-tanda perawatan, dibersihkan,
dipotong tali pusat atau diberikan pakaian (Idries, 1997).
Cara yang paling sering digunakan dalam kasus pembunuhan anak sendiri
adalah membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan,
penjeratan dan penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar
30-40 kasus PAS per tahun dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk
3
kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di kepala (5-10%) dan kekerasan
tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun) (Affandi et al,2008).
Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental
emosional dari ibu seperti rasa malu, takut, benci serta rasa nyeri bercampur aduk
menjadi satu, sehingga perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam keadaan
mental yang tenang, sadar serta dengan perhitungan yang matang (Idries, 1997).
4
BAB 2
Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide)
2.1. Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri
Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan
oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian
karena takut ketahuan telah melahirkan anak. Dengan demikian berdasarkan
pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus pembunuhan
anak (infanticide) yaitu:
1. Pelaku adalah ibu kandung
2. Korban adalah anak kandung
3. Alasan melakukan tindakan tersebut yaitu takut ketahuan telah
melahirkan anak
4. Waktu pembunuhan yaitu tepat pada waktu melahirkan atau beberapa
saat setelah melahirkan.
Untuk itu dengan adanya batasan yang tegas tersebut maka suatu
pembunuhan yang tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut
sebagai pembunuhan anak (infanticide), malainkan suatu pembunuhan biasa
(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).
2.2. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab
kejahatan terhadap nyawa orang. Adapun bunyi pasalnya yaitu:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas
nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan
karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak
5
dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau
pembunuhan berencana.
Berdasarkan undang-undang tersebut kita dapat melihat adanya tiga faktor
penting yaitu:
Ibu yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan
pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah
atau tidak, sedangkan bagi orang lain yang melakukan atau turut
membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan
berencana, dengan hukuman yang lebih berat yaitu 15 tahun penjara (pasal
338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman
mati ( pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).
Waktu yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu
yang tepat, tetapi hanya dinyatakan “ pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian “. Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih
sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul
maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.
Psikis yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa
ketakutan akan diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya
anak yang dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan tidak sah.
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya
tempat sampah, got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah
korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342) pembunuhan (pasal 338, 339,
340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181) atau bayi yang ditelantarkan
sampai mati (pasal 308) (Budiyanto et al.,1997).
6
2.3. Pemeriksaan Kedokteran Forensik
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang
diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di dalam
hal sebagai berikut:
Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab
kematian?
Oleh karena Visum et Repertum itu juga mengandung makna sebagai
pengganti barang bukti, maka segala apa yang terdapat dalam barang bukti dalam
hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian selain
ketiga kejelasan tersebut di atas, masih ada dua hal lagi yang harus diutarakan
dalam VR yaitu:
Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?
Sehingga lebih jelas bahwa permasalahan tentang maturitas seperti cukup
bulan atau prematur merupakan hal yang penting, sama halnya dengan
kemampuan anak untuk hidup dengan wajar (viabilitas) tanpa kelainan bawaan
yang diderita oleh anak (Idries, 1997).
Sebelum melangkah lebih jauh, perlu ditinjau lebih dahulu pengertian lahir
hidup dan lahir mati. Perlu diketahui bahwa seorang dokter tidak dibenarkan
membuat kesimpulan lahir hidup atau lahir mati dari hasil pemeriksaan terhadap
korban kasus yang diduga akibat pembunuhan anak (Apuranto, H. dan
Hoediyanto, 2007).
A. Lahir hidup atau lahir mati
Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi
yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda
7
kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat
dipotong dan uri dilahirkan.
Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau
dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum
ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian
ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan
lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka
(Budiyanto et al.,1997).
Adapun tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan yaitu :
Pernapasan
o Paru mengembang
o Udara dalam lambung atau usus
Menangis
Pergerakan otot
Sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin
Isi usus
Keadaan tali pusat
(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007)
1. Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya
gangguan sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang
permanen pada paru.
a. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya
artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah
dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga
8
tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat
sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esophagus
bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan
trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini
dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan ketuban, mekonium atau
benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea; bukan untuk mencegah
masuknya udara ke dalam paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau
pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian
esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini
dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-
usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam
air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan
dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air,
diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung,
letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus
jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan
interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih
mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu
yang tidak akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli
pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar
dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru
mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang
9
dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau vagitus vaginalis) yaitu
bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan
bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini,
pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir
mati atau lahir hidup.
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat
dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.
b. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang
untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah
difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya
digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan
Gomori atau Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum
bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26
minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya tonjolan
(projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (club
like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak
darah. Pada paru bayi belum bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan
Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding
alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection
berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk
gelung-gelung terbuka (open loops).
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi
cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya
tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur
10
(intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel
permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf
“S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel
amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik
dengan batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua
mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan
deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau
fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan
terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang
hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterin,
kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus (Budiyanto et al.,1997).
Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru yaitu (Apuranto,
H. dan Hoediyanto, 2007):
N Paru belum bernapas Paru sudah bernapas
1
1.
Volume kecil, kolaps,
menempel pada vertebra,
konsistensi padat, tidak ada
krepitasi
Volume 4-6x lebih besar, sebagian
menutupi jantung, konsistensi seperti
karet busa (ada krepitasi)
2
2.
Tepi paru tajam Tepi paru tumpul
3
3.
Warna homogen, merah
kebiruan/ungu
Warna merah muda
5
4.
Kalau diperas di bawah
permukaan air tidak keluar
gelembung gas atau bila sudah
ada pembusukan
gelembungnya besar dan tidak
rata.
Gelembung gas yang keluar halus dan
rata ukurannya.
11
6
5.
Tidak tampak alveoli yang
berkembang pada permukaan
Tampak alveoli, kadang-kadang
terpisah sendiri
6
6.
Kalau diperas hanya keluar
darah sedikit dan tidak berbuih
(kecuali bila sudah ada
pembusukan)
Bila diperas keluar banyak darah
berbuih walaupun belum ada
pembusukan (volume darah dua kali
volume sebelum napas.
8
7.
Berat paru kurang lebih 1/70
BB
Berat paru kurang lebih 1/35
BB
8
8.
Seluruh bagian paru tenggelam
dalam air
Bagian-bagian paru yang
mengembang terapung dalam air.
2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat
terjadi tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut
lahir hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam
vagina. Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara
dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2
dalam darah meningkat.
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem
tidak dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup
kemudian mati maupun yang lahir mati.
4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung
(harus ada saksi mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb
serta perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus
venosus (cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior).
12
Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada
bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran
hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu
hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi
jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3
hari sampai beberapa minggu.
5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat
masuk akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir
hidup). Udara dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar,
pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat
dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama
lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke
dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan
adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua
seluruhnya dari usus besar.
6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau
tidaknya denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan
dengan saksi mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan,
bagaimana tali pusat itu di putus (secara tajam atau tumpul).
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya
kehidupan setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat
memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maceration, yang
dapat terjadi bila bayi sudah mati in utero beberapa hari (8-10 hari). Hal ini
harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak
terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi
13
waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari
ibu.
Bukti kematian dalam kandungan:
Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan
waktu melahirkan
Meceration, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan
ciri-ciri:
o Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya
hijau)
o Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan
kemerahan
o Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak
o Tidak ada gas, baunya khas
o Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari
dalam kandungan
(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007):
B. Tanda Perawatan
Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam
kasus pembunuhan anak, oleh karena dapat diduga apakah kasus yang dihadapi
memang benar kasus pembunuhan anak seperti dimaksud dalam undang-undang,
atau menjadi kasus lain yang ancaman hukumannya berbeda.
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat
diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut:
tubuh masih berlumuran darah
ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih
berhubungan dengan pusat (umbilicus)
bila ari-ari tidak ada, maka ujung talli pusat tampak tidak beraturan,
hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke
permukaan air
14
adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah
yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat
paha dan bagian belakang bokong.
Gambar 1. Tali Pusat Belum Terpotong dan Masih Terhubung
dengan Plasenta.
C. Luka-luka yang dapat Dikaitkan dengan Penyebab Kematian
Cara atau metoda yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan
pembunuhan anak adalah cara atau metoda yang menimbulkan keadaan mati
lemas (asfiksia) seperti penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta
membenamkan ke dalam air. Adapun cara yang lain seperti menusuk atau
memotong serta kekerasan dengan benda tumpul relatif jarang ditemukan.
Dalam kasus ini yang harus diperhatikan yaitu:
Adanya tanda-tanda mati lemas seperti sianosis pada bibir dan ujung-
ujung jari, bintik-bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput
kelopak mata serta jaringan longgar lainnya, lebam mayat yang lebih
gelap dan luas, busa halus berwarna putih atau putih kemerahan yang
keluar dari lubang hidung dan atau mulut serta tanda-tanda bendungan
pada alat dalam.
15
keadaan mulut dan sekitarnya yaitu adanya luka lecet tekan di bibir
dan sekitarnya, biasanya berbentuk bulan sabit, memar pada bibir
bagian dalam yang berhadapan dengan gusi serta adanya gumpalan
benda asing seperti koran atau kain yang mengisi rongga mulut.
keadaan di daerah leher dan sekitarnya yaitu adanya luka lecet tekan
yang melingkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan
jejas jerat sebagai akibat tekanan yang ditimbulkan oleh alat penjerat
yang digunakan, adanya luka-luka lecet kecil berbentuk bulan sabit
yang diakibatkan dari ujung kuku dan adanya luka-lua lecet dan
memar yang tidak beraturan akibat tekanan ujung jari.
adanya luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian
tubuh lainnya. adanya istilah “tusukan bidadari” yaitu menusukkan
benda tajam pada langit-langit rongga mulut sampai menembus rongga
tengkorak.
adanya tanda terendam seperti tubuh yang basah dan berlumpur,
telapak tangan dan telapak kaki yang pucat dan keriput (washer
woman hand), kulit yang berbintil-bintil (cutis anserina sepert kulit
angsa, serta adanya benda asing di saluran pernapasan terutama
trakea).
Gambar 2. Tampak adanya Luka terbuka pada Kepala dan Luka
lecet Berbentuk Bulan Sabit pada Leher.
16
D. Cukup Bulan dalam Kandungan
pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, tinggi badan, berat badan
ujung-ujung jari
keadaan genitalia eksterna
pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (os femur)
mempunyai arti yang cukup penting. Bagian distal os femur serta
proksimal os tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur
kehamilan 36 minggu, demikian juga pada os cuboideum dan os
cuneiform, sedangkan os talus dan calcaneus pusat penulangan akan
tampak pada umur kehamilan 28 minggu.
E. Viabilitas
Dapat dilihat apakah terdapat kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bayi seperti jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau
mikrosefalus) dan saluran pencernaan (stenosis esophagus) (Idries, 1997).
2.4. Pemeriksaan Kasus Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide)
Pemeriksaan dilakukan terhadap pelaku/tertuduh (ibu kandung yang baru
melahirkan) dan korban (bayi yang baru dilahirkan).
A. Pemeriksaan terhadap Ibu
1. Tanda telah melahirkan anak
Robekan baru pada alat kelamin
ostium uteri dapat dilewati ujung jari
keluar darah dari rahim
ukuran rahim saat post partum setinggi pusat,
6-7 hari post partum setinggi tulang kemaluan
payudara mengeluarkan air susu
hiperpigmentasi aerola mamma
striae gravidarum dari warna merah menjadi putih
2. Berapa lama telah melahirkan
17
ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari
3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus
robekan pada alat kelamin
inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi
keluar, lebih-lebih bila tali pusat pendek
robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada
tempat lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan
dengan pemeriksaan histopatologis
luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit
kepala, perdarahan di dalam tengkorak
4. Pemeriksaan golongan darah
5. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasa
dari rahim
B. Pemeriksaan terhadap Korban
1. Viabilitas
Syaratnya yaitu:
Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan
Panjang badan ≥ 35 cm
Berat badan ≥ 2500 gram
Tidak ada cacat bawaan yang berat
Lingkaran frontoocipital ≥ 32 cm
2. Penentuan umur bayi
berdasarkan panjang badan (rumus Haase)
berdasarkan ciri-ciri pertumbuhan
berdasarkan inti penulangan
18
o Calcaneus = ± 5-6 bulan
o Talus = ± 7 bulan
o Femur = ± 8-9 bulan
o Tibia = ± 9-10 bulan
3. Pernah atau tidak pernah bernapas. Hal ini dibuktikan dengan percobaan
apung paru. Hasil percobaan apung paru yang menyimpulkan “belum
pernah bernapas”, belum dapat menyingkirkan kemungkinan tindakan
“pembunuhan anak”, karena ada keadaan dimana bayi lahir hidup tetapi
belum/tidak sempat bernapas dan dibunuh ibunya pada saat itu (bernapas
hanya salah satu bukti/tanda kehidupan)
4. Berapa lama bayi hidup
Lamanya bayi hidup (bila hidup lebih dari 24 jam) dapat dilihat pada:
perubahan tali pusat, perubahan pada pembuluh darah. Kalau bayi hidup
kurang dari 24 jam, hal ini tidak dapat ditentukan dengan pasti. Penutupan
duktus arteriosus dan foramen ovale tidak dapat dipakai sebagai pegangan,
karena waktu penutupannya bervariasi (tidak tepat).
5. Sebab kematian
a. Kelalaian
Pada peristiwa kelahiran sering dijumpai kelalaian, baik itu disengaja atau
tidak disengaja.
Inhalasi cairan ketuban/darah atau terbenam di dalam WC mati
akibat asfiksia
Terjerat tali pusat, mati akibat asfiksia. Jeratan tali pusat yang
dilakukan setelah bayi mati dapat dibedakan dengan jeratan tali
pusat intrauterine yaitu bayi yang mati intrauterine menunjukkan
paru yang belum pernah bernapas.
Perdarahan dari tali pusat, karena setelah bayi lahir, tali pusat tidak
diikat dengan baik.
Suffocation, misalnya terjadi kelahiran dibawah selimut
19
Lalai membuat hangat (tidak dapat dibuktikan post mortem) atau
tidak memberi ASI. Sehingga kematian bayi secara pasif
(kedinginan dan starvasi)
b. Kekerasan
Kekerasan dalam uterus
o Dinding perut tertumbuk sesuatu (jatuh/ditendang)
o Pemasukkan alat ke vagina
Kekerasan selama proses kelahiran
o Kemungkinan terjadi trauma kelahiran yang wajar harus
dipikirkan sebelum menduga adanya tindak kekerasan
o Retak tulang tengkorak karena trauma kelahiran (biasanya
pada os temporal) pada umumnya hanya sedikit dan tidak
disertai luka lecet
o kekerasan pada kepala yang disengaja menimbulkan retak
yang besar, ada luka lecet, mungkin ditemukan
kontusio/laserasi cerebri
Kekerasan yang terjadi setelah kelahiran lengkap
o Kekerasan benda tumpul
o Suffocation dan gagging
o Jeratan atau cekikan
o Luka iris atau luka tusuk
o Tenggelam
6. Periksa golongan darah
7. Tanda-tanda perawatan
(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).
20
BAB 3
Kesimpulan
1. Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan
oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama
kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak.
2. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri tertera dalam
KUHP pasal 341, 342,343.
3. Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang
diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di
dalam hal sebagai berikut:
Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab
kematian?
Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Affandi et al. 2008. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) Dengan Kekerasan
Multipel. Majalah Kedokteran Indonesia, September 2008, Vol 58 Nomor
9.
2. Apuranto, H. dan Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik &
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
3. Budiyanto et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Hadijah, Siti. 2008. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan
Pembunuhan Bayi Di Wilayah DIY. Available from:
http://eprints.undip.ac.id (accessed: 2010, Desember 24)
5. Hoediyanto. (Last Update: 2008, September 17). Pembunuhan Anak
(Infanticide). Available from: http://www.fk.uwks.ac.id (accesed: 2010,
Desember 24)
6. Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa
Aksara.
22