infanticide-forensik.doc

32
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Paper ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka Kepaniteraan Klinik Madya di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Paper ini berjudul Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide). Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : dr.Guntur Bumi Nasution, Sp.F selaku pembimbing kami, Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu semua saran dan kritik demi kesempurnaan tulisan ini sangat penulis harapkan. Semoga Paper ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang ilmu kedokteran forensik dan memberi manfaat pada pembacanya. Medan, September 2015 i

Upload: yulia-dewi-aini

Post on 02-Feb-2016

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: infanticide-forensik.doc

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat-Nya paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Paper ini

disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka Kepaniteraan

Klinik Madya di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Paper ini berjudul Pembunuhan

Anak Sendiri (Infanticide).

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat : dr.Guntur Bumi Nasution, Sp.F selaku

pembimbing kami,

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu semua saran dan kritik demi kesempurnaan tulisan ini sangat penulis

harapkan. Semoga Paper ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang

ilmu kedokteran forensik dan memberi manfaat pada pembacanya.

Medan, September 2015

Penulis

i

Page 2: infanticide-forensik.doc

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii

BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………………… 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………... 2

DEFINISI………………………………………………………………… 2

DASAR HUKUM……………………………………………………….. 2

PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK………………………. 3

1. Lahir Hidup atau mati……………………………………….... 4

2. Tanda Perawatan…………………………………………….. 10

3. Luka-luka…………………………………………………….. 10

4. Cukup Bulan dalam Kandungan…………………………….. 12

5. Viabilitas …………………………………………………….. 12

PEMERIKSAAN KASUS INFANTICIDE…………………………… 12

BAB 3. KESIMPULAN……………………………………………………… 16

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………17

ii

Page 3: infanticide-forensik.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai

pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok

yang penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi anak buah hatinya. Oleh

karena itu seorang anak harus mendapatkan perlindungan baik masih dalam

kandungan maupun setelah dilahirkan. Tetapi sekarang ini berita-berita tentang

ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan meninggal karena dibunuh oleh

ibunya, seringkali dijumpai di media massa (Hadijah, 2008).

Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak

dahulu dan terjadi dimana saja. Fir’aun di zamannya telah memerintahkan

membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir, karena takut munculnya seorang raja

baru. Pada zaman dahulu juga terjadi di tanah arab dimana lazimnya terjadi setiap

bayi perempuan yang dianggap membawa sial bagi keluarganya juga dibunuh.

Masih banyak lagi alasan lain yang mendorong seseorang sampai hati merampas

nyawa seorang bayi yang baru dilahirkan (Hoediyanto, 2008).

Pembunuhan anak adalah suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa dimana

kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan

haruslah ibu kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk melakukan

kejahatan tersebut adalah karena ibu kandungnya takut ketahuan bahwa dia telah

melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut adalah hasil hubungan gelap.

Selain itu, keunikan lainnya yaitu saat dilakukan tindakan menghilangkan nyawa

anaknya yaitu saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian. Patokannya yaitu

dapat dilihat apakah sudah ada atau belum tanda-tanda perawatan, dibersihkan,

dipotong tali pusat atau diberikan pakaian (Idries, 1997).

Cara yang paling sering digunakan dalam kasus pembunuhan anak sendiri

adalah membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan,

penjeratan dan penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar

30-40 kasus PAS per tahun dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk

3

Page 4: infanticide-forensik.doc

kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di kepala (5-10%) dan kekerasan

tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun) (Affandi et al,2008).

Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental

emosional dari ibu seperti rasa malu, takut, benci serta rasa nyeri bercampur aduk

menjadi satu, sehingga perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam keadaan

mental yang tenang, sadar serta dengan perhitungan yang matang (Idries, 1997).

4

Page 5: infanticide-forensik.doc

BAB 2

Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide)

2.1. Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan

oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian

karena takut ketahuan telah melahirkan anak. Dengan demikian berdasarkan

pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus pembunuhan

anak (infanticide) yaitu:

1. Pelaku adalah ibu kandung

2. Korban adalah anak kandung

3. Alasan melakukan tindakan tersebut yaitu takut ketahuan telah

melahirkan anak

4. Waktu pembunuhan yaitu tepat pada waktu melahirkan atau beberapa

saat setelah melahirkan.

Untuk itu dengan adanya batasan yang tegas tersebut maka suatu

pembunuhan yang tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut

sebagai pembunuhan anak (infanticide), malainkan suatu pembunuhan biasa

(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).

2.2. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri

Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab

kejahatan terhadap nyawa orang. Adapun bunyi pasalnya yaitu:

Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak

pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas

nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.

Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan

karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak

5

Page 6: infanticide-forensik.doc

dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan

rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau

pembunuhan berencana.

Berdasarkan undang-undang tersebut kita dapat melihat adanya tiga faktor

penting yaitu:

Ibu yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan

pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah

atau tidak, sedangkan bagi orang lain yang melakukan atau turut

membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan

berencana, dengan hukuman yang lebih berat yaitu 15 tahun penjara (pasal

338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman

mati ( pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).

Waktu yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu

yang tepat, tetapi hanya dinyatakan “ pada saat dilahirkan atau tidak lama

kemudian “. Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih

sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul

maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.

Psikis yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa

ketakutan akan diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya

anak yang dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan tidak sah.

Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya

tempat sampah, got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah

korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342) pembunuhan (pasal 338, 339,

340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181) atau bayi yang ditelantarkan

sampai mati (pasal 308) (Budiyanto et al.,1997).

6

Page 7: infanticide-forensik.doc

2.3. Pemeriksaan Kedokteran Forensik

Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang

diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di dalam

hal sebagai berikut:

Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?

Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?

Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab

kematian?

Oleh karena Visum et Repertum itu juga mengandung makna sebagai

pengganti barang bukti, maka segala apa yang terdapat dalam barang bukti dalam

hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian selain

ketiga kejelasan tersebut di atas, masih ada dua hal lagi yang harus diutarakan

dalam VR yaitu:

Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?

Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?

Sehingga lebih jelas bahwa permasalahan tentang maturitas seperti cukup

bulan atau prematur merupakan hal yang penting, sama halnya dengan

kemampuan anak untuk hidup dengan wajar (viabilitas) tanpa kelainan bawaan

yang diderita oleh anak (Idries, 1997).

Sebelum melangkah lebih jauh, perlu ditinjau lebih dahulu pengertian lahir

hidup dan lahir mati. Perlu diketahui bahwa seorang dokter tidak dibenarkan

membuat kesimpulan lahir hidup atau lahir mati dari hasil pemeriksaan terhadap

korban kasus yang diduga akibat pembunuhan anak (Apuranto, H. dan

Hoediyanto, 2007).

A. Lahir hidup atau lahir mati

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi

yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda

7

Page 8: infanticide-forensik.doc

kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat

dipotong dan uri dilahirkan.

Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau

dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum

ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian

ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan

lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka

(Budiyanto et al.,1997).

Adapun tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan yaitu :

Pernapasan

o Paru mengembang

o Udara dalam lambung atau usus

Menangis

Pergerakan otot

Sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin

Isi usus

Keadaan tali pusat

(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007)

1. Pernapasan

Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya

gangguan sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang

permanen pada paru.

a. Uji Apung Paru

Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch

technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya

artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.

Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah

dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga

8

Page 9: infanticide-forensik.doc

tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat

sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esophagus

bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan

trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini

dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan ketuban, mekonium atau

benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea; bukan untuk mencegah

masuknya udara ke dalam paru.

Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau

pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian

esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini

dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-

usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil meragukan.

Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu

dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.

Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam

air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan

dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.

Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air,

diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.

Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh

karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung,

letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus

jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan

interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih

mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu

yang tidak akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli

pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar

dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.

Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru

mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang

9

Page 10: infanticide-forensik.doc

dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau vagitus vaginalis) yaitu

bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).

Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan

bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih

berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini,

pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir

mati atau lahir hidup.

Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat

dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.

b. Mikroskopik paru-paru

Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan

fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang

untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah

difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya

digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan

Gomori atau Ladewig.

Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum

bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26

minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya tonjolan

(projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan

bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (club

like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak

darah. Pada paru bayi belum bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan

Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding

alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection

berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk

gelung-gelung terbuka (open loops).

Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi

cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya

tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur

10

Page 11: infanticide-forensik.doc

(intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel

permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf

“S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel

amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik

dengan batas yang juga tidak jelas.

Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua

mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan

deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau

fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.

Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan

terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang

hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterin,

kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus (Budiyanto et al.,1997).

Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru yaitu (Apuranto,

H. dan Hoediyanto, 2007):

N Paru belum bernapas Paru sudah bernapas

1

1.

Volume kecil, kolaps,

menempel pada vertebra,

konsistensi padat, tidak ada

krepitasi

Volume 4-6x lebih besar, sebagian

menutupi jantung, konsistensi seperti

karet busa (ada krepitasi)

2

2.

Tepi paru tajam Tepi paru tumpul

3

3.

Warna homogen, merah

kebiruan/ungu

Warna merah muda

5

4.

Kalau diperas di bawah

permukaan air tidak keluar

gelembung gas atau bila sudah

ada pembusukan

gelembungnya besar dan tidak

rata.

Gelembung gas yang keluar halus dan

rata ukurannya.

11

Page 12: infanticide-forensik.doc

6

5.

Tidak tampak alveoli yang

berkembang pada permukaan

Tampak alveoli, kadang-kadang

terpisah sendiri

6

6.

Kalau diperas hanya keluar

darah sedikit dan tidak berbuih

(kecuali bila sudah ada

pembusukan)

Bila diperas keluar banyak darah

berbuih walaupun belum ada

pembusukan (volume darah dua kali

volume sebelum napas.

8

7.

Berat paru kurang lebih 1/70

BB

Berat paru kurang lebih 1/35

BB

8

8.

Seluruh bagian paru tenggelam

dalam air

Bagian-bagian paru yang

mengembang terapung dalam air.

2. Menangis

Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat

terjadi tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut

lahir hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam

vagina. Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara

dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2

dalam darah meningkat.

3. Pergerakan Otot

Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem

tidak dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup

kemudian mati maupun yang lahir mati.

4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin

Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung

(harus ada saksi mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb

serta perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus

venosus (cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior).

12

Page 13: infanticide-forensik.doc

Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada

bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran

hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu

hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi

jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3

hari sampai beberapa minggu.

5. Isi Usus dan Lambung

Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat

masuk akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir

hidup). Udara dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar,

pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat

dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama

lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke

dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan

adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua

seluruhnya dari usus besar.

6. Keadaan Tali Pusat

Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau

tidaknya denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan

dengan saksi mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan,

bagaimana tali pusat itu di putus (secara tajam atau tumpul).

7. Keadaan Kulit

Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya

kehidupan setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat

memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maceration, yang

dapat terjadi bila bayi sudah mati in utero beberapa hari (8-10 hari). Hal ini

harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak

terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi

13

Page 14: infanticide-forensik.doc

waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari

ibu.

Bukti kematian dalam kandungan:

Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan

waktu melahirkan

Meceration, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan

ciri-ciri:

o Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya

hijau)

o Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan

kemerahan

o Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak

o Tidak ada gas, baunya khas

o Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari

dalam kandungan

(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007):

B. Tanda Perawatan

Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam

kasus pembunuhan anak, oleh karena dapat diduga apakah kasus yang dihadapi

memang benar kasus pembunuhan anak seperti dimaksud dalam undang-undang,

atau menjadi kasus lain yang ancaman hukumannya berbeda.

Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat

diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut:

tubuh masih berlumuran darah

ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih

berhubungan dengan pusat (umbilicus)

bila ari-ari tidak ada, maka ujung talli pusat tampak tidak beraturan,

hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke

permukaan air

14

Page 15: infanticide-forensik.doc

adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah

yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat

paha dan bagian belakang bokong.

Gambar 1. Tali Pusat Belum Terpotong dan Masih Terhubung

dengan Plasenta.

C. Luka-luka yang dapat Dikaitkan dengan Penyebab Kematian

Cara atau metoda yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan

pembunuhan anak adalah cara atau metoda yang menimbulkan keadaan mati

lemas (asfiksia) seperti penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta

membenamkan ke dalam air. Adapun cara yang lain seperti menusuk atau

memotong serta kekerasan dengan benda tumpul relatif jarang ditemukan.

Dalam kasus ini yang harus diperhatikan yaitu:

Adanya tanda-tanda mati lemas seperti sianosis pada bibir dan ujung-

ujung jari, bintik-bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput

kelopak mata serta jaringan longgar lainnya, lebam mayat yang lebih

gelap dan luas, busa halus berwarna putih atau putih kemerahan yang

keluar dari lubang hidung dan atau mulut serta tanda-tanda bendungan

pada alat dalam.

15

Page 16: infanticide-forensik.doc

keadaan mulut dan sekitarnya yaitu adanya luka lecet tekan di bibir

dan sekitarnya, biasanya berbentuk bulan sabit, memar pada bibir

bagian dalam yang berhadapan dengan gusi serta adanya gumpalan

benda asing seperti koran atau kain yang mengisi rongga mulut.

keadaan di daerah leher dan sekitarnya yaitu adanya luka lecet tekan

yang melingkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan

jejas jerat sebagai akibat tekanan yang ditimbulkan oleh alat penjerat

yang digunakan, adanya luka-luka lecet kecil berbentuk bulan sabit

yang diakibatkan dari ujung kuku dan adanya luka-lua lecet dan

memar yang tidak beraturan akibat tekanan ujung jari.

adanya luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian

tubuh lainnya. adanya istilah “tusukan bidadari” yaitu menusukkan

benda tajam pada langit-langit rongga mulut sampai menembus rongga

tengkorak.

adanya tanda terendam seperti tubuh yang basah dan berlumpur,

telapak tangan dan telapak kaki yang pucat dan keriput (washer

woman hand), kulit yang berbintil-bintil (cutis anserina sepert kulit

angsa, serta adanya benda asing di saluran pernapasan terutama

trakea).

Gambar 2. Tampak adanya Luka terbuka pada Kepala dan Luka

lecet Berbentuk Bulan Sabit pada Leher.

16

Page 17: infanticide-forensik.doc

D. Cukup Bulan dalam Kandungan

pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, tinggi badan, berat badan

ujung-ujung jari

keadaan genitalia eksterna

pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (os femur)

mempunyai arti yang cukup penting. Bagian distal os femur serta

proksimal os tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur

kehamilan 36 minggu, demikian juga pada os cuboideum dan os

cuneiform, sedangkan os talus dan calcaneus pusat penulangan akan

tampak pada umur kehamilan 28 minggu.

E. Viabilitas

Dapat dilihat apakah terdapat kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi

kelangsungan hidup bayi seperti jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau

mikrosefalus) dan saluran pencernaan (stenosis esophagus) (Idries, 1997).

2.4. Pemeriksaan Kasus Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide)

Pemeriksaan dilakukan terhadap pelaku/tertuduh (ibu kandung yang baru

melahirkan) dan korban (bayi yang baru dilahirkan).

A. Pemeriksaan terhadap Ibu

1. Tanda telah melahirkan anak

Robekan baru pada alat kelamin

ostium uteri dapat dilewati ujung jari

keluar darah dari rahim

ukuran rahim saat post partum setinggi pusat,

6-7 hari post partum setinggi tulang kemaluan

payudara mengeluarkan air susu

hiperpigmentasi aerola mamma

striae gravidarum dari warna merah menjadi putih

2. Berapa lama telah melahirkan

17

Page 18: infanticide-forensik.doc

ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu

getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah

4-9 hari post partum berwarna putih

10-14 hari post partum getah nifas habis

robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari

3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus

robekan pada alat kelamin

inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi

keluar, lebih-lebih bila tali pusat pendek

robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada

tempat lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan

dengan pemeriksaan histopatologis

luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit

kepala, perdarahan di dalam tengkorak

4. Pemeriksaan golongan darah

5. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasa

dari rahim

B. Pemeriksaan terhadap Korban

1. Viabilitas

Syaratnya yaitu:

Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan

Panjang badan ≥ 35 cm

Berat badan ≥ 2500 gram

Tidak ada cacat bawaan yang berat

Lingkaran frontoocipital ≥ 32 cm

2. Penentuan umur bayi

berdasarkan panjang badan (rumus Haase)

berdasarkan ciri-ciri pertumbuhan

berdasarkan inti penulangan

18

Page 19: infanticide-forensik.doc

o Calcaneus = ± 5-6 bulan

o Talus = ± 7 bulan

o Femur = ± 8-9 bulan

o Tibia = ± 9-10 bulan

3. Pernah atau tidak pernah bernapas. Hal ini dibuktikan dengan percobaan

apung paru. Hasil percobaan apung paru yang menyimpulkan “belum

pernah bernapas”, belum dapat menyingkirkan kemungkinan tindakan

“pembunuhan anak”, karena ada keadaan dimana bayi lahir hidup tetapi

belum/tidak sempat bernapas dan dibunuh ibunya pada saat itu (bernapas

hanya salah satu bukti/tanda kehidupan)

4. Berapa lama bayi hidup

Lamanya bayi hidup (bila hidup lebih dari 24 jam) dapat dilihat pada:

perubahan tali pusat, perubahan pada pembuluh darah. Kalau bayi hidup

kurang dari 24 jam, hal ini tidak dapat ditentukan dengan pasti. Penutupan

duktus arteriosus dan foramen ovale tidak dapat dipakai sebagai pegangan,

karena waktu penutupannya bervariasi (tidak tepat).

5. Sebab kematian

a. Kelalaian

Pada peristiwa kelahiran sering dijumpai kelalaian, baik itu disengaja atau

tidak disengaja.

Inhalasi cairan ketuban/darah atau terbenam di dalam WC mati

akibat asfiksia

Terjerat tali pusat, mati akibat asfiksia. Jeratan tali pusat yang

dilakukan setelah bayi mati dapat dibedakan dengan jeratan tali

pusat intrauterine yaitu bayi yang mati intrauterine menunjukkan

paru yang belum pernah bernapas.

Perdarahan dari tali pusat, karena setelah bayi lahir, tali pusat tidak

diikat dengan baik.

Suffocation, misalnya terjadi kelahiran dibawah selimut

19

Page 20: infanticide-forensik.doc

Lalai membuat hangat (tidak dapat dibuktikan post mortem) atau

tidak memberi ASI. Sehingga kematian bayi secara pasif

(kedinginan dan starvasi)

b. Kekerasan

Kekerasan dalam uterus

o Dinding perut tertumbuk sesuatu (jatuh/ditendang)

o Pemasukkan alat ke vagina

Kekerasan selama proses kelahiran

o Kemungkinan terjadi trauma kelahiran yang wajar harus

dipikirkan sebelum menduga adanya tindak kekerasan

o Retak tulang tengkorak karena trauma kelahiran (biasanya

pada os temporal) pada umumnya hanya sedikit dan tidak

disertai luka lecet

o kekerasan pada kepala yang disengaja menimbulkan retak

yang besar, ada luka lecet, mungkin ditemukan

kontusio/laserasi cerebri

Kekerasan yang terjadi setelah kelahiran lengkap

o Kekerasan benda tumpul

o Suffocation dan gagging

o Jeratan atau cekikan

o Luka iris atau luka tusuk

o Tenggelam

6. Periksa golongan darah

7. Tanda-tanda perawatan

(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).

20

Page 21: infanticide-forensik.doc

BAB 3

Kesimpulan

1. Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan

oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama

kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak.

2. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri tertera dalam

KUHP pasal 341, 342,343.

3. Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang

diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di

dalam hal sebagai berikut:

Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?

Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?

Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab

kematian?

Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?

Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?

21

Page 22: infanticide-forensik.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi et al. 2008. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) Dengan Kekerasan

Multipel. Majalah Kedokteran Indonesia, September 2008, Vol 58 Nomor

9.

2. Apuranto, H. dan Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik

dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik &

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

3. Budiyanto et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Hadijah, Siti. 2008. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan

Pembunuhan Bayi Di Wilayah DIY. Available from:

http://eprints.undip.ac.id (accessed: 2010, Desember 24)

5. Hoediyanto. (Last Update: 2008, September 17). Pembunuhan Anak

(Infanticide). Available from: http://www.fk.uwks.ac.id (accesed: 2010,

Desember 24)

6. Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa

Aksara.

22