industri migas

26
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur tercurah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan oleh pemilik ilmu yang maha luas Allah SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah , sebagai persyaratan untuk memenuhi kurikulum Tahun Akademik 2012/2013 dalam menyelesaikan Mata Kuliah Pengelolaan Industri Migas di Jurusan S1 Teknik Perminyakan, STT Migas Balikpapan. Begitu banyak rasa terima kasih yang ingin penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah berperan dan membantu penulis dalam penyelesain makalah ini, terutama kepada : 1. Ibu Karmila, ST selaku dosen mata kuliah Pengelolaan Industri Migas STT Migas Balikpapan 2. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat dan perhatian. 3. Rekan-rekan kelompok dalam penyusunan makalah ini Selanjutnya penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dan kreatif demi kesempurnaan di dalam berbagai aspek dari makalah ini. Penulis juga memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas kesalahan-kesalahan yang mungkin saja masih terdapat dalam makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua rekan-rekan yang membacanya.

Upload: rangga-tirta-prayitno

Post on 24-Apr-2015

497 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Industri Migas

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tercurah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan oleh

pemilik ilmu yang maha luas Allah SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

Makalah , sebagai persyaratan untuk memenuhi kurikulum Tahun Akademik 2012/2013

dalam menyelesaikan Mata Kuliah Pengelolaan Industri Migas di Jurusan S1 Teknik

Perminyakan, STT Migas Balikpapan.

Begitu banyak rasa terima kasih yang ingin penulis sampaikan kepada semua pihak

yang telah berperan dan membantu penulis dalam penyelesain makalah ini, terutama

kepada :

1. Ibu Karmila, ST selaku dosen mata kuliah Pengelolaan Industri Migas STT Migas

Balikpapan

2. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat dan perhatian.

3. Rekan-rekan kelompok dalam penyusunan makalah ini

Selanjutnya penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dan kreatif

demi kesempurnaan di dalam berbagai aspek dari makalah ini. Penulis juga memohon

maaf yang sedalam-dalamnya atas kesalahan-kesalahan yang mungkin saja masih

terdapat dalam makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua rekan-rekan yang

membacanya.

Balikpapan, Oktober 2012

Penulis

Page 2: Industri Migas

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Pengertian Industri.................................................................. 1

2.2 Sejarah Perkembangan Industri MIGAS di Indonesia........... 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 2

2.1 Pengelolaan MIGAS di Indonesia Menurut

Kwik Kian Gie............................................................... 2

2.2 Opini – opini Mengenai Industri Migas di Indonesia............

BAB III PENUTUP...................................................................................

3.1 Kesimpulan.............................................................................

3.2 Saran.......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Industri Migas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Industri

Industri adalah bidang mata pencaharian yang menggunakan

ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan

penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya

sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai

selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang

berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan

pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri

semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya, dan politik.

1.2 Sejarah Perkembangan Industri MIGAS di Indonesia

Minyak bumi mulai dikenal oleh bangsa Indonesia mulai abad

pertengahan. Orang Aceh menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola

api saat memerangi armada Portugis. Perkembangan migas secara modern di

Indonesia dimulai saat dilakukan pengeboran pertama pada tahun 1871, yaitu

di desa Maja, Majalengka, Jawa Barat, oleh pengusaha belanda bernama Jan

Reerink. Akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan dan

akhirnya ditutup.

Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia terjadi pada

tahun 1883 yaitu lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat

Pangkalan Brandan oleh seorang Belanda bernama A.G. Zeijlker. Penemuan

ini kemudian disusul oleh penemuan lain yaitu di Pangkalan Brandan dan

Telaga Tunggal. Penemuan lapangan Telaga Said oleh Zeijlker menjadi modal

pertama suatu perusahaan minyak yang kini dikenal sebagai Shell. Pada waktu

yang bersamaan, juga ditemukan lapangan minyak Ledok di Cepu, Jawa

Page 4: Industri Migas

Tengah, Minyak Hitam di dekat Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Riam

Kiwa di daerah Sanga-Sanga, Kalimantan.

Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 prusahaan asing yang

beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1902 didirikan perusahaan yang

bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang kemudian dengan Shell

Transport Trading Company melebur menjadi satu bernama The Asiatic

Petroleum Company atau Shell Petroleum Company. Pada tahun 1907

berdirilah Shell Group yang terdiri atas B.P.M., yaituBataafsche Petroleum

Maatschappij dan Anglo Saxon. Pada waktu itu di Jawa timur juga terdapat

suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschappij namun kemudian

diambil alih oleh B.P.M.

Pada tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai masuk ke

Indonesia. Pertama kali dibentuk perusahaan N.V. Standard Vacuum

Petroleum Maatschappij atau disingkat SVPM. Perusahaan ini mempunyai

cabang di Sumatera Selatan dengan nama N.V.N.K.P.M (Nederlandsche

Koloniale Petroleum Maatschappij) yang sesudah perang kemerdekaan

berubah menjadi P.T. Stanvac Indonesia. Perusahaan ini menemukan lapangan

Pendopo pada tahun 1921 yang merupakan lapangan terbesar di Indonesia

pada jaman itu.

Untuk menandingi perusahaan Amerika, pemerintah Belanda

mendirikan perusahaan gabungan antara pemerintah dengan B.P.M.

yaitu Nederlandsch Indische Aardolie Maatschappij. Dalam perkembangan

berikutnya setelah perang dunia ke-2, perusahaan ini berubah menjadi P.T.

Permindo dan pada tahun 1968 menjadi P.T. Pertamina.

Pada tahun 1920 masuk dua perusahaan Amerika baru yaituStandard

Oil of California dan Texaco. Kemudian, pada tahun 1930 dua perusahaan ini

membentuk N.V.N.P.P.M (Nederlandsche Pasific Petroleum Mij) dan

menjelma menjadi P.T. Caltex Pasific Indonesia,sekarang P.T. Chevron

Pasific Indonesia. Perusahaan ini mengadakan eksplorasi besar-besaran di

Sumatera bagian tengah dan pada tahun 1940 menemukan lapangan Sebangga

disusul pada tahun berikutnya 1941 menemukan lapangan Duri. Di daerah

Page 5: Industri Migas

konsesi perusahaan ini, pada tahun 1944 tentara Jepang menemukan lapangan

raksasa Minas yang kemudian dibor kembali oleh Caltex pada tahun 1950.

Pada tahun 1935 untuk mengeksplorasi minyak bumi di daerah Irian

Jaya dibentuk perusahaan gabungan antara B.P.M., N.P.P.M., dan N.K.P.M.

yang bernama N.N.G.P.M. (Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij)

dengan hak eksplorasi selama 25 tahun. Hasilnya pada tahun 1938 berhasil

ditemukan lapangan minyak Klamono dan disusul dengan lapangan Wasian,

Mogoi, dan Sele. Namun, karena hasilnya dianggap tidak berarti akhirnya

diseraterimakan kepada perusahaan SPCO dan kemudian diambil alih oleh

Pertamina tahun 1965.

Setelah perang kemerdekaan di era revolusi fisik tahun 1945-1950

terjadi pengambilalihan semua instalasi minyak oleh pemerintah Republik

Indonesia. Pada tahun 1945 didirikan P.T. Minyak Nasional Rakyat yang pada

tahun 1954 menjadi perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara. Pada tahun

1957 didirikan P.T. Permina oleh Kolonel Ibnu Sutowo yang kemudian

menjadi P.N. Permina pada tahun 1960. Pada tahun 1959, N.I.A.M. menjelma

menjadi P.T. Permindo yang kemudian pada tahun 1961 berubah lagi menjadi

P.N. Pertamin. Pada waktu itu juga telah berdiri di Jawa Tengah dan Jawa

Timur P.T.M.R.I (Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia) yang

menjadi P.N. Permigan dan setelah tahun1965 diambil alih oleh P.N. Permina.

Pada tahun 1961 sistem konsesi perusahaan asing dihapuskan diganti

dengan sistem kontrak karya. Tahun 1964 perusahaan SPCO diserahkan

kepada P.M. Permina. Tahun 1965 menjadi momen penting karena menjadi

sejarah baru dalam perkembangan industri perminyakan Indonesia dengan

dibelinya seluruh kekayaan B.P.M. – Shell Indonesia oleh P.N. Permina. Pada

tahun itu diterapkan kontrak bagi hasil (production sharing) yang menyatakan

bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah konsesi P.N. Permina dan

P.N. Pertamin. Perusahaan asing hanya bisa bergerak sebagai kontraktor

dengan hasil produksi minyak dibagikan bukan lagi membayar royalty.

Sejak tahun 1967 eksplorasi besar-besaran dilakukan baik di darat

maupun di laut oleh P.N. Pertamin dan P.N. Permina bersama dengan

Page 6: Industri Migas

kontraktor asing. Tahun 1968 P.N. Pertamin dan P.N. Permina digabung

menjadi P.N. Pertamina dan menjadi satu-satunya perusahaan minyak

nasional. Di tahun 1969 ditemukan lapangan minyak lepas pantai yang diberi

nama lapangan Arjuna di dekat Pemanukan, Jabar. Tidak lama setelah itu

ditemukan lapangan minyak Jatibarang oleh Pertamina. Kini perusahaan

minyak kebanggaan kita ini tengah berbenah diri menuju perusahaan bertaraf

internasional.

Page 7: Industri Migas

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengelolaan MIGAS di Indonesia Menurut Kwik Kian Gie

Pengelolaan MIGAS berbeda dengan pengelolaan barang konsumsi

lainnya. MIGAS dikategorikan sebagai apa yang disebut dengan non-

renewable resources. Artinya, sekali kita manfaatkan maka hanya sekali itu

kita dapat memanfaatkannya dan persediaan (stock) MIGAS langsung

berkurang. Selain itu MIGAS merupakan sumber energi utama dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pengelolaan MIGAS harus benar-

benar dipikirkan secara matang serta dilakukan secara bijaksana. Pengelolaan

yang gegabah akan sangat merugikan upaya-upaya penyediaan energi yang

berkesinambungan dimasa depan serta mengurangi upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat banyak.

Menurut Kwik Kian Gie ada empat hal pokok yang harus diperhatikan

dalam pengelolaan MIGAS untuk kemakmuran rakyat. Pertama, adalah

kesinambungan ketersediaan MIGAS. Kedua, adalah bagaimana negara dapat

memperoleh pemasukan yang sebesar-besarnya dari keberadaan MIGAS.

Dalam bahasa ekonominya bagaimana kita memperoleh rent dari adanya

MIGAS ini. Ketiga, adalah bagaimana kita mendistribusikan pemasukan dari

MIGAS dengan sebaik-baiknya kepada rakyat. Keempat, adalah penyediaan

BBM dengan kualitas dan harga yang terbaik bagi masyarakat.

Kesinambungan Ketersediaan MIGAS

Strategi ketersediaan BBM sangat tergantung dari apakah suatu negara

merupakan penghasil MIGAS atau bukan. Kebetulan Indonesia termasuk

negara dengan cadangan MIGAS yang cukup besar. Kesinambungan

ketersediaan MIGAS bagi negara penghasil minyak seperti Indonesia

diartikan sebagai upaya terus-menerus untuk menemukan cadangan baru.

Walaupun MIGAS adalah non- renewable resources tapi jumlahnya cukup

Page 8: Industri Migas

banyak yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Dua

tahun terakhir ini produksi minyak mentah Indonesia terus menurun

sedangkan kebutuhannya meningkat terus. Hal ini sangat mengkhawatirkan

mengingat MIGAS merupakan sumber utama bagi energi di Indonesia.

Dengan demikian tugas utama kiata adalah mendorong berbagai upaya

investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi MIGAS. Untuk itu perlu dicari

suatu terobosan baru agar pelaku ekonomi baik itu berasal dari dalam negeri

ataupun luar negeri diberikan iklim yang baik agar mereka berkeinginan

untuk menggeluti bisnis MIGAS mengingat bisnis ini beresiko tinggi serta

membutuhkan modal yang besar.

Sayangnya terlihat adanya terobosan baru dalam hal pengelolaan

MIGAS terutama disektor hulu. Dalam UU No. 22 Tahun 2001 Tentang

Minyak dan Gas Bumi, perubahan yang terlihat nyata dalam pengelolaan

MIGAS hulu hanyalah perubahan pemegang kuasa pertambangan dari

Pertamina kembali kepada Pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana

MIGAS. Apakah hanya dengan perubahan seperti ini terjadi perubahan yang

berarti dalam aturan main MIGAS hulu sehingga dapat menarik pelaku usaha

untuk terjun ke bisnis hulu? Aturan Kontrak Production Sharing (KPS) yang

selama ini diberlakukan merupakan pengelolaan yang berhasil dan diakui

pula secara internasional. Namun, melihat turunnya produksi minyak kita

diperlukan suatu terobosan baru. Terobosan baru dalam berbagai aturan main

seperti aturan main yang berkatan dengan pajak, pengelolaan lahan, kejelasan

mengenai community development dan lain sebagainya sangat diperlukan bila

kita menginginkan kesinambungan dalam menemukan cadangan MIGAS.

Selain itu upaya untuk terus mendorong pelaku ekonomi dalam negeri

untuk berkiprah dalam usaha hulu harus terus diperkuat. Sebagai negara

penghasil minyak, sangatlah memalukan kalau minyak mentah yang

diproduksi oleh perusahaan domestik tidak mencapai 10 % dari keseluruhan

produksi.

Bagi negara-negara bukan penghasil MIGAS seperti Philipina

misalnya, maka kesinambungan ketersediaan migas dilakukan melalui

Page 9: Industri Migas

membuka pintu seluas-luasnya bagi peran pelaku ekonomi untuk dapat

memperoleh minyak mentah dan BBM termasuk melalui kemudahan impor.

Memperoleh Sebanyak Mungkin Pemasukan MIGAS

Dalam pasal 33 ayat 3, Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan secara

tegas bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Dengan demikian jelas bahwa minyak dan gas bumi yang terkandung

dalam bumi pertiwi Indonesia merupakan milik negara. Hal ini berbeda,

misalnya, dengan kepemilikan minyak di Amerika Serikat yang dapat

menjadi milik perorangan. Rupanya sudah sejak awal pendiri bangsa ini

menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber

daya alam dan sangat menyadari bahwa kekayaan alam ini harus digunakan

bagi kemajuan rakyatnya.

Melihat praktek yang dijalankan selama ini memang arahnya sudah

tepat bahwa negara melalui PERTAMINA ingin mengambil seluruh rent dari

keberadaan MIGAS dengan menjualnya dengan harga yang setinggi-

tingginya. Namun lama-kelamaan timbul conflict of interest antara

PERTAMINA sebagai pemegang kuasa pertambangan dan PERTAMINA

sebagai perusahaan yang bergerak di bidang MIGAS. Dengan demikian arah

UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi sudah benar dalam

mengembalikan kuasa pertambangan kepada Pemerintah melalui Badan

Pelaksana MIGAS. Dengan demikian negara sebagai pemegang kuasa

pertambangan dapat secara langsung menerima hasil MIGAS tanpa melalui

perantara lagi, apalagi bila perantaranya juga bergerak dalam usaha MIGAS.

Dengan demikian PERTAMINA dapat berkonsentrasi pada kegiatannya

sebagai pelaku usaha MIGAS.

Bentuk KPS seperti yang telah dijalankan selama ini memang terbukti

dapat menarik minat investor. Namun demikian perlu dipikirkan berbagai

kontrak kerjasama yang dapat memberikan pemasukan MIGAS yang lebih

besar lagi. Salah satu kelemahan dari KPS ini adalah adanya apa yang disebut

Page 10: Industri Migas

dengan cost recovery. Memang harus diakui bahwa eksplorasi minyak selain

membutuhkan modal yang kuat dan teknologi yang tinggi, juga mempunyai

resiko yang tinggi. Dalam pelaksanaannya selama ini bila tidak ditemukan

cadangan minyak maka segala biaya ditanggung oleh kontraktor tersebut dan

negara tidak mengeluarkan uang sepeserpun. Namun demikian bila

ditemukan cadangan minyak yang memadai maka segala biaya eksplorasi dan

eksploitasi dibebankan kepada negara. Disinilah dapat timbul inefisiensi

karena tidak terdapat insentif untuk melakukan produksi dengan biaya yang

sekecil-kecilnya. Penggunaan cara cost recovery membutuhkan tim audit

yang sangat ketat dan jujur. Seperti diketahui kejujuran dan integritas

sangatlah minim di negeri kita pada saat ini. Kwik selalu menekankan bahwa

korupsi ini sudah merasuk sampai ketulang bangsa ini. Membenahi mental

korup ini membutuhkan waktu yang lama, sehingga untuk jangka pendek

perlu dipikirkan apakah ada cara lain yang tidak perlu menggunakan cara cost

recovery. Perlu dipikirkan apakah ada cara lain seperti pengenaan royalti

yang pada intinya mencari suatu cara untuk dapat menekan biaya sehingga

meningkatkan pemasukan negara dari MIGAS.

Mendistribusikan Hasil MIGAS Kepada Rakyat

Dengan adanya penerimaan MIGAS seperti yang telah saya uraikan di

atas maka langkah berikutnya adalah bagaimana mendistribusikan atau

menggunakan hasil MIGAS tadi untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.

Dengan adanya hasil MIGAS tadi maka Pemerintah lebih leluasa dalam

melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hasil

MIGAS tadi dapat secara langsung digunakan dalam rangka pembangungan

pendidikan, kesehatan, sarana dan prasarana, serta berbagai kegiatan

pembangunan lainnya yang bertujuan meningkatkan kemakmuran rakyat

banyak termasuk pemberian berbagai subsidi.

Pemberian subsidi termasuk pemberian subsidi BBM merupakan

keputusan politik suatu bangsa yang bertujuan untuk mengurangi beban

kehidupan. Dengan demikian pemberian subsidi BBM sebenarnya sah-sah

Page 11: Industri Migas

saja. Yang menjadi persoalan adalah bila pemberian subsidi dinikmati pula

oleh kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak pantas menerima subsidi.

Selain itu pemberian subsidi secara keseluruhan seperti yang diberikan

kepada BBM dapat menimbulkan kekeliruan dalam alokasi sumber daya.

Lebih rumit lagi adalah bagaimana menghitung besarnya subsidi yang

harus dibayarkan Pemerintah kepada PERTAMINA setiap tahunnya. Cara

yang digunakan selama ini adalah PERTAMINA ditunjuk sebagai satu-

satunya perusahaan yang ditugaskan oleh Pemerintah dalam penyediaan

BBM. Kemudian penugasan penyediaan BBM ini diberikan kepada

PERTAMINA dengan menganut azas zero profit atau nirlaba. Sekilas

sepertinya PERTAMINA melakukan tugas yang sangat mulia tanpa berupaya

memperoleh laba. Namun demikian lama kelamaan cara ini menimbulkan

berbagai ketidak efisienan karena PERTAMINA yang seharusnya beroperasi

secara nirlaba pada praktiknya memperoleh penggantian seluruh biaya

operasi dari Pemerintah untuk kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan

BBM. Dengan demikian tidak ada insentif bagi PERTAMINA untuk

melakukan kegiatannya secara best practice. Terlebih lagi dengan adanya apa

yang disebut dengan retensi dan fee maka semakin tidak terdapat insentif

untuk bekerja secara efisien.

Belum lagi kalau kita mengamati siapa pelaku dalam penentuan

besarnya subsidi yang harus dibayarkan kepada PERTAMINA. Selama ini

setiap tahun PERTAMINA diaudit oleh BPKP dan berdasarkan hasil audit ini

dilakukan negosiasi dengan pihak Departemen Keuangan untuk menentukan

besarnya subsidi. Sudah dapat diduga dengan keadaan negara kita yang tidak

pernah lepas dari korupsi maka ketidak efisienan terus berlangsung dan

makin hari makin besar. Untuk itu upaya pengurangan subsidi BBM harus

terus dilakukan. Kelemahan kita adalah kita sering tidak mempunyai program

yang jelas mengenai tahapan pengurangan subsidi ini. Pengurangan subsidi

berpotensi menimbulkan gejolak dalam masyarakat dengan demikian harus

didahului dengan persiapan yang matang.

Page 12: Industri Migas

Dari uraian di atas maka secara tersirat bahwa mendistribusikan hasil

penerimaan MIGAS melalui subsidi BBM bukanlah hal yang seratus persen

tepat karena maksud yang sangat baik dari Pemerintah pada praktiknya

disalah gunakan dan menjadi sumber ketidakefisienan yang menyebabkan

upaya peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi tersendat.

Penyediaan BBM Bagi Masyarakat

Tugas Pemerintah selanjutnya adalah memfasilitasi penyediaan BBM

bagi masyarakat luas. UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

memungkinkan masuknya pemain baru dalam usaha hilir atau penyediaan

BBM. Selama ini penyediaan BBM dimonopoli oleh PERTAMINA. Sekali

lagi monopoli yang maksudnya untuk menyediakan BBM dengan kualitas

memadai dan harga yang terjangkau, pada praktiknya menjadi tidak tercapai.

Harga BBM yang lebih murah di dalam negeri selama ini adalah akibat

subsidi Pemerintah dan bukan oleh karena peningkatan efisiensi

PERTAMINA.

Dengan demikian sudah tepat amanat dari UU No.: 22 Tahun 2001

yang memungkinkan adanya pemain baru selain PERTAMINA dalam

penyediaan BBM di dalam negeri. Satu-satunya cara terbaik bila kita

menginginkan masyarakat memperoleh BBM dengan harga terjangkau

dengan kualitas yang baik adalah melalui persaingan antara pelaku industri

hilir. Teori dalam konteks negara maju menyatakan bahwa pemerintah

sebaiknya hanya ikut campur bila terjadi market failure yang biasanya adalah

penyediaan barang publik, eksternalitas, serta adanya fenomena natural

monopoly. Dengan demikian bila dalam usaha BBM tidak terjadi market

failure maka sebaiknya pemerintah tidak perlu ikut campur apalagi sampai

ikut dalam proses produksinya.

Namun demikian pelepasan hak monopoli PERTAMINA tidak diikuti

dengan persiapan yang matang. Persiapan yang kurang matang tersebut dapat

di kategorikan ke dalam dua hal. Pertama adalah minimnya upaya persiapan

oleh PERTAMINA sendiri agar dapat bersaing dengan pemain baru.

Page 13: Industri Migas

PERTAMINA masih melakukan business as usual tanpa terlihat adanya

upaya yang serius dalam meningkatkan daya saingnya. Bagaimanapun kita

menginginkan agar PERTAMINA dapat terus berkiprah walaupun banyak

pemain baru akan masuk. Kedua adalah persiapan dari sisi aturan mainnya.

Indonesia terdiri dari berbagai pulau yang tingkat kemakmurannya tidak

merata. Memang betul kalau di Pulau Jawa, apa lagi di Jakarta, barangkali

Pemerintah tidak perlu ikut campur dalam penyediaan BBM, tetapi

bagaimana dengan daerah terpencil yang sulit transportasinya maka sudah

dapat dipastikan akan terjadi kesulitan dalam penyediaan BBM untuk daerah

tersebut.

2.2 Opini-Opini Mengenai Industri MIGAS di Indonesia

Migas Indonesia dibawah UU No. 22 Tahun 2001

Peraturan sektor migas di Indonesia saat ini memakai Undang-undang

no.22 tahun 2001 atau biasa disebut UU Migas. Sampai saat ini, undang-

undang tersebut masih menuai kontroversi di kalangan masyarakat karena

dinilai amat pro-liberalisasi  yang tidak menjamin pasokan BBM dan gas bumi

dalam negeri. Meskipun peraturan ini resmi disahkan pada tahun 2001,

belakangan kembali ramai terdengar isu merevisi undang-undang tersebut dan

ini dinilai sebagai agenda mendesak mengingat jika keadaan dibiarkan seperti

sekarang, Indonesia rentan terkena krisis energi. Substansi dalam  UU tersebut

yang dinilai tidak melindungi kepentingan nasional, malah menjadi tonggak

liberalisasi dan privatisasi sektor migas di indonesia karena UU ini dianggap

telah mengebiri  hak monopoli perusahaan negara, namun di sisi lain

menciptakan sistem birokrasi yang rumit bagi investor.

UU Migas tidak Investor Friendly

UU Migas di sisi lain dianggap tidak investor friendly. Hal ini

disebabkan adanya berbagai jenis pungutan sebelum eksplorasi,retribusi,dan

pajak  yang memberatkan  investorkarena proses birokrasi yang berbelit-belit.

Kurang lebih jalurnya sebagai berikut: investor – Dirjen Migas – BP Migas –

Page 14: Industri Migas

Bea Cukai – Pemda – Pemboran sumur. Saat UU No. 8 tahun 1971 proses

birokrasinya seperti ini: investor – Pertamina – Pemboran sumur. Alhasil

sedikit investor yang bersedia menanam modal di RI.Ini membuat produksi

migas sulit ditingkatkan ditengah angka konsumsi migas yang semakin tinggi.

Kebijakan dan Relasi Korporat

Jika ada orang berkata bahwa kepentingan bisnis dan politik itu amat

dekat,  itu benar, terutama dalam industri migas. Bahkan beberapa kali kita

menyaksikan perang demi  penguasaan black gold. Amati sejarah Iran, dimana

saat itu Iran dipimpin oleh seorang nasionalis bernama Mossadeq yang berniat

menasionalisasi AIOC (sekarang Beyond Petroleum-Inggris).Maka inggris

membawa isu ke AS bahwa Mossadeq akan membawa Iran dekat dengan

komunisme , maka disusunlah sebuah makar yang melibatkan Shah Reza

Pahlevi dan militer, yang pada akhirnya membawa Reza Pahlevi, pemimpin

yang  sangat pro-Barat ke tampuk kekuasaan. BP pun dapat langgeng bercokol

di Iran. Atau kita lihat di negeri kita sendiri, pada masa kolonial di akhir abad

19, semula pemerintah kolonial melarang perusahaan pertambangan partikelir

untuk beroperasi di Hindia-Belanda namun karena desakan saudara  Raja

William II  ,seorang pengusaha,untuk  membuka lahan investasi, akhirnya

Raja mengeluarkan dekrit yang memperbolehkan partikelir beroperasi.

Demikian pula dengan UU Migas , UU tersebut ruhnya dibentuk oleh

IMF, yang disokong oleh perusahaan-perusahaan minyak yang besar

kepentingan asing. Jelas ini tertuang dalam Letter of Intent Indonesia dengan

IMF maka jangan heran jika perusahaan migas asing makin bercokol di Tanah

Air (meslipun tidak investor friendly karena ribet dan banyak pungutan).

Bukankah investasi  yang sarat resiko biasanya hanya mampu dilakukan

perusahaan besar?

Menyamakan kedudukan perusahaan negara dengan perusahaan asing

akan mendorong persaingan.  Secara teoritis memberikan kesempatan sama

kepada setiap orang untuk berkompetisi dan memperbaiki diri. Ini logika

kapitalisme. Namun, kenyataaannya setiap orang/badan usaha berangkat dari

Page 15: Industri Migas

titik yang berbeda. Sebagai contoh, seorang pengusaha besar menjual

produknya dengan harga yang lebih rendah dari harga pokoknya. Dia merugi

awalnya. Akan tetapi, kerugiannya ditopang dengan modalnya yang sudah

menumpuk. Harga ini membuat pesaingnya –yang modalnya kurang kuat- rugi

dan bangkrut. Setelah pesaingnya bangkrut ia akan memimpin pasar dan

menaikan harga jual lebih tinggi.

Page 16: Industri Migas

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Industri adalah bidang mata pencaharian yang menggunakan ketrampilan

dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat

di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya.

2. Dalam UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, perubahan

yang terlihat nyata dalam pengelolaan MIGAS hulu hanyalah perubahan

pemegang kuasa pertambangan dari Pertamina kembali kepada Pemerintah

yang diwakili oleh Badan Pelaksana MIGAS.

3. UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi memungkinkan

masuknya pemain baru dalam usaha hilir atau penyediaan BBM.

4. UU Migas di sisi lain dianggap tidak investor friendly. Hal ini disebabkan

adanya berbagai jenis pungutan sebelum eksplorasi,retribusi,dan pajak

yang memberatkan  investor karena proses birokrasi yang berbelit-belit.

3.2 Saran

1. Agar para pembaca dapat memberi kritik dan saran yang konstruktif demi

kesempurnaan dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: Industri Migas

http://id.wikipedia.org/wiki/ Industri

http://kampusganesha.com/2012/09/opini-energi-iv-tentang-uu-migas/

http://pertroleum.blogspot.com/2010/11/sejarah-perkembangan-industri-migas.html