indonesia vegetarian society hilangkan hasrat makan … · pada kerusakan dari pencema- ... ngan...

1
24 | Pop Komunitas JUMAT, 8 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Vini Mariyane Rosya D AGING memang telah menjadi kon- sumsi massal yang dikonsumsi manu- sia dalam jumlah yang terus meningkat. Makan (besar) menjadi terasa tak lengkap tanpa sumber protein hewani tersebut. Di banyak pesta, daging su- dah dianggap makanan yang wajib ada. Bagi banyak orang, daging memang telah dianggap menempati kasta tertinggi da- lam dunia makanan. Tapi siapa sangka setidaknya 180 ribu orang yang tergabung dalam Indonesia Vegetarian Society (IVS) justru berjuang menghilangkan hasrat mema- kan daging. Bukan karena harganya yang relatif lebih mahal, mengon- sumsi daging sama artinya dengan menurunkan tingkat kesehatan bagi mereka, serta dianggap pemborosan terha- dap bumi. “Agar kebutuhan daging secara massal terpenuhi, pasti butuh peternakan. Dampak dari peternakan ini yang ba- nyak tak disadari orang. Pakan tumbuhan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilo- gram daging yang sehat adalah 16 kg tanaman palawija terbaik. Artinya dengan 1 kg daging, setidaknya ada 16 orang yang bisa kita hidupi,” ungkap salah satu anggota IVS, Karim Taslim kepada Media Indonesia di Ja- karta, kemarin. Pemborosan tersebut juga meliputi pembabatan hutan un- tuk lahan peternakan, pembo- rosan air, hingga bahan bakar minyak untuk pengangkutan dan distribusi daging ke ber- bagai negara. Pemborosan itu, imbuhnya, kian terasa ironis mengingat masih banyak ma- nusia yang kelaparan, bahkan di bumi Indonesia sendiri. “Belum lagi freon perusak ozon yang digunakan untuk membekukan daging ataupun limbah peternakan penyum- bang emisi yang tidak sedikit. Semuanya cukup membuat saya tak berkeinginan lagi ma- kan daging,” jelas pria yang te- lah 20 tahun menjadi vegetari- an itu. Pendiri komunitas vegetari- an terbesar di Indonesia terse- but, Susianto, menambahkan, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dengan makan daging jauh lebih tinggi dari- pada kerusakan dari pencema- ran udara. “Pola makan daging itu me- rusak lingkungan sebesar 18%. Angka ini jauh lebih tinggi daripada emisi di dunia yakni sebesar 13%,” paparnya. Sebagai upaya merangkul sebanyak mungkin penduduk dunia, IVS yang juga meru- pakan anggota International Vegetarian Union ini, baru saja menyelenggarakan Kongres Vegetarian se-Dunia ke-39 di Indonesia. Pesan yang disam- paikan kepada dunia seder- hana, “Selamatkan kehidupan dan dunia tanpa daging.” Salah persepsi Vegetarian memang bukan- lah hal baru di Tanah Air. Na- mun diakui, masih saja banyak salah persepsi yang terjadi di masyarakat. Yang paling se- derhana adalah persepsi bahwa menjadi vegetarian sama de- ngan menjadi manusia kurang gizi. Namun Susianto yang juga sebagai ahli gizi dari Univer- sitas Indonesia itu menegas- kan, tumbuh-tumbuhan dan kacang-kacangan mengandung gizi yang sangat cukup untuk pertumbuhan dan perkem- bangan tubuh yang sehat. Itu sudah ideal tanpa daging serta produk-produk dari hewan lainnya. “Penelitian terakhir menye- Tak sekadar berhenti makan daging. Menjadi vegetarian punya sumbangan penting untuk membuat dunia lebih sehat. INDONESIA VEGETARIAN SOCIETY Hilangkan Hasrat Makan Daging FOTO-FOTO: DOK. IVS MEMASYARAKATKAN VEGETARIAN: Untuk menyosialisasikan gaya hidup vegetarian, Indonesia Vegetarian Society secara rutin menyelenggarakan lomba memasak di berbagai daerah. Dengan upaya ini, berbagai variasi menu vegetarian bisa diwujudkan yang rasanya tidak kalah dengan masakan berbahan dasar hewan. butkan, selama ini susu yang digembar-gemborkan memper- lambat osteoporosis faktanya justru memperlihatkan, Eropa yang menjadi konsumen susu terbesar, masyarakatnya malah lebih banyak jadi penderita osteoporosis. “Sama halnya de- ngan ibu hamil, mengonsumsi susu bisa membuat bayi yang lahir terkena penyakit alergi keturunan,” jelasnya. Karim menimpali kekhawa- tiran kekurangan protein he- wani sebenarnya telah sempur- na digantikan sumber protein terbesar di dunia yang ada di Indonesia, yakni tempe. “Jadi mitos kekurangan gizi itu salah besar,” tegasnya. Lebih jauh Susianto, daging dan berbagai produk yang dihasilkan hewan, baik susu, telur, keju, dan mentega saat ini telah menjelma menjadi sum- ber penyakit yang mematikan nomor satu di Indonesia. “Penyakit-penyakit mema- tikan seperti jantung, kanker, diabetes, obesitas telah menjadi senjata pembunuh utama seka- rang. Dan itu semua bisa di- minimalkan dengan pola hidup vegetarian,” paparnya. Tetap variatif Menjadi vegetarian tak ber- arti tidak mempunyai ‘warna selera’ saat makan. Seorang vegan tetap bisa memvariasi- kan makanannya dengan menu-menu yang tak kalah lezat dengan daging. “Makanya kami sering me- ngadakan bazar untuk mem- perkenalkan makanan-ma- kanan, baik makanan siap sa ji, ma kanan ringan yang le bih va riatif kepada para vegan. Tak hanya itu, bebera- pa anggota kami di pelosok Nusantara sering juga menye- lenggarakan lomba masak,” ungkapnya. Itu dilakukan terkait dengan salah satu misi utama komuni- tas yang dibentuk 12 tahun lalu itu untuk menyosialisasikan pola makan vegetarian yang benar. “Kita tidak mau mereka asal- asalan menjalani pola hidup vegetarian ini, yang imbang seperti apa. Untuk itu pasti bu- tuh pengetahuan. Seminar dan demo-demo masak jadi kegiat- an penting kami,” jelasnya. Namun disadari langkah menyosialisasikan pola hidup vegetarian, masih merupakan sebuah langkah melawan arus, terutama di Indonesia yang secara budaya dan religi masih kental dengan ritual pemotong- an hewan. Belum lagi berbagai kepen- tingan, baik industri maupun perorangan terhadap berbagai produk hewan. “Tapi saya pribadi optimistis dengan perkembangan veg- etarian di Indonesia. Saat baru terbentuk pada 1998, jumlah anggota kami hanya 5 ribu orang, sekarang sudah menca- pai 185 ribu anggota. Jumlah restoran vegetarian dulu hanya 50. Sekarang melonjak menjadi 600,” kata Susianto. Untuk menjadi vegetarian bisa dilatih. Salah satu cara- nya dengan bertahap menjadi vegan. Mulai dari ovo vegetarian, yakni vegetarian yang masih mengonsumsi telur. Ada juga yang masih meminum susu, biasa disebut latto vegetarian. Ada juga gabungan keduanya, masih mengonsumsi susu dan telur. Tingkat tertinggi yang benar- benar tak mengonsumsi semua bahan dari hewan dan ekstrem- nya sampai tak mau memakai dan membeli segala produk dari hewan, itu yang sebe- narnya disebut kaum vegan. (M-1) [email protected]

Upload: vokien

Post on 10-Jun-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

24 | Pop Komunitas JUMAT, 8 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Vini Mariyane Rosya

DAGING memang telah menjadi kon-sumsi massal yang dikonsumsi manu-

sia dalam jumlah yang terus meningkat. Makan (besar) menjadi terasa tak lengkap tanpa sumber protein hewani tersebut.

Di banyak pesta, daging su-dah dianggap makanan yang wajib ada. Bagi banyak orang, daging memang telah dianggap menempati kasta tertinggi da-lam dunia makanan.

Tapi siapa sangka setidaknya 180 ribu orang yang tergabung dalam Indonesia Vegetarian Society (IVS) justru berjuang menghilangkan hasrat mema-kan daging.

Bukan karena harganya yang relatif lebih mahal, mengon-sumsi daging sama artinya dengan menurunkan tingkat kesehatan bagi mereka, serta dianggap pemborosan terha-dap bumi.

“Agar kebutuhan daging secara massal terpenuhi, pasti butuh peternakan. Dampak dari peternakan ini yang ba-nyak tak disadari orang. Pakan tumbuhan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilo-gram daging yang sehat adalah 16 kg tanaman palawija terbaik.

Artinya dengan 1 kg daging, setidaknya ada 16 orang yang bisa kita hidupi,” ungkap salah satu anggota IVS, Karim Taslim kepada Media Indonesia di Ja-karta, kemarin.

Pemborosan tersebut juga meliputi pembabatan hutan un-tuk lahan peternakan, pembo-rosan air, hingga bahan bakar minyak untuk pengangkutan dan distribusi daging ke ber-bagai negara. Pemborosan itu, imbuhnya, kian terasa ironis mengingat masih banyak ma-nusia yang kelaparan, bahkan di bumi Indonesia sendiri.

“Belum lagi freon perusak ozon yang digunakan untuk membekukan daging ataupun limbah peternakan penyum-bang emisi yang tidak sedikit. Semuanya cukup membuat saya tak berkeinginan lagi ma-kan daging,” jelas pria yang te-lah 20 tahun menjadi vegetari-an itu.

Pendiri komunitas vegetari-an terbesar di Indonesia terse-but, Susianto, menambahkan, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dengan makan daging jauh lebih tinggi dari-pada kerusakan dari pencema-ran udara.

“Pola makan daging itu me-ru sak lingkungan sebesar 18%.

Angka ini jauh lebih tinggi daripada emisi di dunia yakni sebesar 13%,” paparnya.

Sebagai upaya merangkul sebanyak mungkin penduduk dunia, IVS yang juga meru-pakan anggota International Vegetarian Union ini, baru saja menyelenggarakan Kongres Vegetarian se-Dunia ke-39 di Indonesia. Pesan yang disam-paikan kepada dunia seder-hana, “Selamatkan kehidupan dan dunia tanpa daging.”

Salah persepsiVegetarian memang bukan-

lah hal baru di Tanah Air. Na-mun diakui, masih saja banyak salah persepsi yang terjadi di masyarakat. Yang paling se-derhana adalah persepsi bahwa menjadi vegetarian sama de-ngan menjadi manusia kurang gizi.

Namun Susianto yang juga sebagai ahli gizi dari Univer-sitas Indonesia itu menegas-kan, tumbuh-tumbuhan dan kacang-kacangan mengandung gizi yang sangat cukup untuk pertumbuhan dan perkem-bangan tubuh yang sehat. Itu sudah ideal tanpa daging serta produk-produk dari hewan lainnya.

“Penelitian terakhir menye-

Tak sekadar berhenti makan daging. Menjadi vegetarian punya

sumbangan penting untuk

membuat dunia lebih sehat.

INDONESIA VEGETARIAN SOCIETY

Hilangkan Hasrat Makan Daging

FOTO-FOTO: DOK. IVS

MEMASYARAKATKAN VEGETARIAN: Untuk menyosialisasikan gaya hidup vegetarian, Indonesia Vegetarian Society secara rutin menyelenggarakan lomba memasak di berbagai daerah. Dengan upaya ini, berbagai variasi menu vegetarian bisa diwujudkan yang rasanya tidak kalah dengan masakan berbahan dasar hewan.

butkan, selama ini susu yang digembar-gemborkan memper-lambat osteoporosis faktanya justru memperlihatkan, Eropa yang menjadi konsumen susu terbesar, masyarakatnya malah lebih banyak jadi penderita osteoporosis. “Sama halnya de-ngan ibu hamil, mengonsumsi susu bisa membuat bayi yang lahir terkena penyakit alergi keturunan,” jelasnya.

Karim menimpali kekhawa-tir an kekurangan protein he-wani sebenarnya telah sempur-na digantikan sumber protein terbesar di dunia yang ada di Indonesia, yakni tempe. “Jadi mitos kekurangan gizi itu salah besar,” tegasnya.

Lebih jauh Susianto, daging dan berbagai produk yang dihasilkan hewan, baik susu, telur, keju, dan mentega saat ini telah menjelma menjadi sum-ber penyakit yang mematikan nomor satu di Indonesia.

“Penyakit-penyakit mema-tikan seperti jantung, kanker, diabetes, obesitas telah menjadi senjata pembunuh utama seka-rang. Dan itu semua bisa di-minimalkan dengan pola hidup vegetarian,” paparnya.

Tetap variatifMenjadi vegetarian tak ber-

arti tidak mempunyai ‘warna sele ra’ saat makan. Seorang vegan tetap bisa memvariasi-kan makanannya dengan menu-menu yang tak kalah le zat dengan daging.

“Makanya kami sering me-ngadakan bazar untuk mem-perkenalkan makanan-ma-kan an, baik makanan siap sa ji, ma kanan ringan yang le bih va riatif kepada para ve gan. Tak hanya itu, bebera-pa anggota kami di pelosok Nu santara sering juga menye-leng garakan lomba masak,” ungkapnya.

Itu dilakukan terkait dengan salah satu misi utama komuni-tas yang dibentuk 12 tahun lalu itu untuk menyosialisasikan pola makan vegetarian yang benar.

“Kita tidak mau mereka asal-asalan menjalani pola hidup vegetarian ini, yang im bang seperti apa. Untuk itu pasti bu-tuh pengetahuan. Semi nar dan demo-demo masak jadi kegiat-an penting kami,” jelasnya.

Namun disadari langkah menyosialisasikan pola hidup vegetarian, masih merupakan sebuah langkah melawan arus, terutama di Indonesia yang secara budaya dan religi masih kental dengan ritual pemotong-

an hewan.Belum lagi berbagai kepen-

tingan, baik industri maupun perorangan terhadap berbagai produk hewan.

“Tapi saya pribadi optimistis dengan perkembangan veg-etarian di Indonesia. Saat baru terbentuk pada 1998, jumlah anggota kami hanya 5 ribu orang, sekarang sudah menca-pai 185 ribu anggota. Jumlah restoran vegetarian dulu hanya 50. Sekarang melonjak menjadi 600,” kata Susianto.

Untuk menjadi vegetarian bisa dilatih. Salah satu cara-nya dengan bertahap menjadi vegan.

Mulai dari ovo vegetarian, yakni vegetarian yang masih mengonsumsi telur. Ada juga yang masih meminum susu, biasa disebut latto vegetarian. Ada juga gabungan keduanya, masih mengonsumsi susu dan telur.

Tingkat tertinggi yang benar-benar tak mengonsumsi semua bahan dari hewan dan ekstrem-nya sampai tak mau memakai dan membeli segala produk dari hewan, itu yang sebe-narnya disebut kaum vegan.(M-1)

[email protected]