indonesia ditinjau dari kemandirian energi dan pangan

19
INDONESIA DITINJAU DARI KEMANDIRIAN ENERGI DAN PANGAN Disusun oleh : Reisha Navelie Levia Pujiyono (270110140036) Pandu Pangestu (270110140076) Adhitya Mangala (270110140116) Muhammad Rizaldi Nuraulia (270110140158) PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

Upload: muhammad-rizaldi-nuraulia

Post on 29-Sep-2015

232 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

asda

TRANSCRIPT

INDONESIA DITINJAU DARI KEMANDIRIAN ENERGI DAN PANGAN

Disusun oleh :Reisha Navelie Levia Pujiyono (270110140036)Pandu Pangestu (270110140076)Adhitya Mangala (270110140116)Muhammad Rizaldi Nuraulia (270110140158)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNIK GEOLOGIUNIVERSITAS PADJADJARAN20159

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Indonesia Ditinjau dari Kemandirian Energi dan Pangan. Penyusunan makalah ini untuk melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.Dengan penyusunan makalah ini penulis berusaha menggali tentang Indonesia Ditinjau dari Kemandirian Energi dan Kemandirian Pangan. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Bandung, Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................................... i Daftar Isi .................................................................................................................................. iiBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang ............................................................................................................. 1B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASANA. Kondisi Energi dan Ketahanan Pangan di Indonesia ................................................... 2B. Kompetisi Energi dan Pangan Indonesia ......................................................................4C. Tantangan Yang Dihadapi Indonesia ........................................................................... 5

BAB III PENUTUPA. Kesimpulan .................................................................................................................. 8Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 9

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSalah satu persoalan yang kini mendapatkan perhatian di seluruh dunia adalah soal ketersediaan pangan dan energi. Menipisnya cadangan pangan dan energi dihampir seluruh dunia membuat seluruh negara mencari jalan keluar untuk mengatasi defisit pangan dan energi tersebut. Pada masa mendatang, negara yang memiliki sumber pangan yang cukup serta energi yang besar diyakini akan menjadi negara penting dalam percaturan politik dunia. Bahkan saat ini, hampir semua negara mencoba untuk mengembangkan energi terbarukan sebagai alternatif untuk mengatasi kekurangan energi dimasa mendatang.Indonesia, negara yang cukup kaya dengan hasil alam baik di darat maupun dilautan, persoalan pangan dan energi menjadi perhatian tersendiri. Pangan dan energi merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia. Kemandirian pangan dan energi sudah lama menjadi cita-cita bersama namun hingga saat ini belum bisa diwujudkan. Padahal, dengan sumber daya alam yang melimpah, pada dasarnya tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak mandiri dalam pangan dan energi.

B. Rumusan Masalah1. Bagaimana kondisi energi dan pangan di Indonesia saat ini?2. Bagaimana kompetisi yang ada di sektor energi dan pangan?3. Bagaimana tantangan Indonesia dalam menghadapi krisis energi dan pangan?C. Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui kondisi energi dan pangan di Indonesia saat ini.2. Untuk mengidentifikasi kompetisi yang ada di sektor energi dan pangan.3. Untuk menggambarkan tantangan Indonesia dalam menghadapi krisis energi dan pangan.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Kondisi Energi dan Ketahanan Pangan di IndonesiaSemua orang tahu, sumber energi minyak dan gas (migas) yang selama ini digunakan semakin lama semakin habis. Cadangan migas yang terus menipis, seiring dengan konsumsinya yang semakin meningkat menimbulkan kekhawatiran yang serius. Belum lagi efek emisi karbon yang dihasilkannya diduga ikut menaikkan suhu bumi, dan suatu saat mungkin akan menghilangkan daratan yang ada di bumi, tentu bersama kita yang menghuninya.Karenanya untuk mengatasi krisis energi ini, orang ramai-ramai berusaha mencari energi alternatif yang selain bisa diperbarui juga lebih ramah lingkungan. Maka jangan heran, jika kemudian berbagai negara seakan berlomba menunjukkan hasil inovasi energi terbarunya. Sebagai contoh,biogasolineyang merupakan campuran 10%bioethanoldan 90%gasolinetelah digunakan luas di Amerika Serikat. Begitu pula di Brazil, Finlandia, Jepang, Thailand, dan negara-negara lainnya (Sumber: Pertamina.com).Di Indonesia,biofueljuga telah digunakan sejak tahun 2006. Pertamina dengan kerja kerasnya berhasil meluncurkan produk BioPremium (campuran 95% premium dan 5%bioethanol), Biosolar (campuran 5%Fatty Acid Methyl Esterdan 95% solar reguler), dan BioPertamax. Di satu sisi,biofuelmemiliki nilai positif, seperti krisis energi bisa diminimalkan dan kesehatan lingkungan bisa selalu dipertahankan. Namun jikaboomingproduksibiofuelini tidak disikapi dengan bijak, maka bisa jadi akan menstimulasi terjadinya krisis pangan di masa depan, dan ini adalah ancaman serius bagi manusia.Kalau kita perhatikan, sumber bahan bakar terbarukan yang digunakan sebagai campuran bahan bakar reguler sepertibioethanolpadabiogasoline,diolah dari bahan baku pangan yang selama ini juga dikonsumsi manusia. Perubahan iklimjugamenggerogoti ketahanan pangan kita sehingga sudah sewajarnyalah kita sesuaikan perkembangan pertanian dengan perubahan iklim. Musim tanam, bibit tanaman, dan pola pertanian perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan perubahan iklim.Sumber minyak bumi cenderung menipis, sedangkan persediaan batu bara melimpah sehingga kita cenderung memanfaatkan batu bara untuk pengembangan energi. Namun, dengan semakin gencarnya persyaratan pengendalian CO2e, kita perlu mengembangkan energi terbarukan sebagai alternatif. Ini memerlukan kebijakan harga yang lebih berpihak pada energi terbarukan yang melimpah di Tanah Air kita, seperti sumber geotermal, tenaga mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, tenaga gelombang, tenaga biomassa, demi ketahanan energi kita di masa depan. Kita perlu selamatkan air untuk memberlanjutkan sekuritas air tawar kita. Ini memerlukan secara sungguh-sungguh dukungan politik dan ketatalaksanaan kepemerintahan pusat-daerah yang efektif dalam menerapkan rencana tata ruang menyelamatkan daerah aliran sungai, mencegah deforestasi, memberantas illegal logging dan pembakaran hutan, demi ketahanan sustainabilitas sumber daya alam tropis kita. Di atas segala-galanya kita perlu menegakkan ketahanan penduduk kita, terutama penduduk miskin di daerah tertinggal, agar mampu berproduksi menghasilkan kebutuhan pokok manusia, seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan. Tidak boleh terulang peristiwa kelaparan penduduk Yahukimo, Papua, karena kegagalan pertanian. Harus ada bantal ketahanan pangan yang menyelamatkannya. Sebagai negara agraris Indonesia memang tumbuh dan berkembang dari tumbuh-kembang sektor pertanian. Pertanian tidak pernah bisa dilepaskan dari masalah pangan, karena tugas utama pertanian adalah untuk menyediakan pangan bagi penduduk suatu negara. Sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, gravitas politik pangan Indonesia selalu berat menuju politik beras. Persoalan ini pada awalnya adalah sangat beralasan karena beras pernah menempati sepertiga belanja rumah tangga buruh di Jakarta pada akhir tahun limapuluhan (Indek Biaya Hidup disingkat IBH Jakarta), dan menempati hampir seperlima PDB Indonesia pada akhir tahun 1960an.Indonesia pernah dilanda krisis pada tahun 1997-1998 yang bersamaan dengan kegagalan produksi pangan, sehingga melahirkan berbagai keadaan rawan pangan bahkan kurang gizi yang berat. Harga pangan yang melonjak, tetapi lebih diwarnai oleh krisis nilai tukar, ketimbang kegoncangan penawaran pasar dunia. Pelajaran yang menarik adalah kemiskinan yang parah dan meluas pada saat itu menjadi kunci utama rawan pangan, namun sifatnya sangat transitory (World Bank 2003). Krisis sendiri terjadi pada saat ketersediaan pangan Indonesia, telah melewati satu dasawarsa namun kebanyakan orang Indonesia urusan pangan belum selesai.Pada awal tahun 2008 ini kita digoncangkan oleh naiknya harga minyak bumi yang melampaui batas US $100,-/barel yang mendorong ekspansi besar-besaran produksi bio energi. Hal ini telah menimbulkan ketakutan akan semakin sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan, karena adanya persaingan penggunaan biji-bijian untuk energi. Hal yang cukup menarik dari perkembangan terakhir ini adalah justru kenaikan harga beras dan gula pasir di pasar dunia sementara di di dalam negeri kenaikannya normal saja sekalipun mempunyai kandungan politik tinggi di negeri kita. Di sisi lain harga bahan pangan penghasil lemak dan protein menjadi sangat bergejolak. Hingga saat ini belum ada yang berani menjamin bahwa krisis finansial global telah berakhir dan krisis energi tidak akan muncul lagi, bahkan kedua faktor tersebut menjadi bagian dari resiko yang setiap saat dapat muncul kembali.

B. Kompetisi Energi dan Pangan IndonesiaKomoditi pangan sampai dengan saat ini masih dilihat dalam konteks komoditi strategis yang Pemerintah selalu perlu hadir untuk menjamin kondisi ketahanan pangan. Sejak akhir tahun lalu dengan diselenggarakanya Konferensi Dunia tentang Perubahan Iklim, muncul kesadaran baru akan pentingnya sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Semua ini dilakukan untuk mengontrol polusi yang menimbulkan pemanasan global sehingga menghindarkan dunia dari keruntuhan. Dengan berkembangnya industri bioenergi di banyak negara maju dan berkembang, dengan indikasi permintaan produk pertanian sebagai bahan baku bio-etanol dan bio-diesel, maka muncul persaingan penggunaan pangan untuk pangan dan energi. Bahkan ketika harga pangan sempat naik secara tajam menimbulkan kekhawatiran akan kelangsungan pemenuhan pangan, terutama bagi masyarakat miskin di negara berkembang.Pangan sekarang ini menyatu dengan pasar energi, secara lebih spesifik minyak bumi. Karena minyak bumi bukan saja menjadi bahan bakar bagi mesin-mesin dan alat pertanian, tetapi juga bahan baku pembuatan bio-diesel dan bio-etanol, sehingga perkembangan harga minyak bumi akan menyeret harga produk-produk pertanian secara langsung. Fluktuasi harga minyak akan secara lebih langsung mempengaruhi harga produk pertanian (bahan pangan), terutama minyak makan dan gula yang langung menjadi pengganti solar dan bensin. Terkait dengan komoditas pangan yang lain, karena sensitifitas pada dua kelompok bahan pangan penghasil minyak/lemak dan gula ini juga mempunyai kaitan langsung dengan usaha peternakan dan perikanan, sudah barang tentu berpengaruh terhadap penyediaan protein yang langsung mempengruhi mutu pangan penduduk. Dengan demikian sangat jelas mata rantai keterkaitan ini menjadi sangat panjang dan semakin sensitif terhadap pemenuhan kecukupan ketersediaan pangan dalam bentuk jumlah dan mutunya.Di sisi lain usaha pertanian skala besar seperti perkebunan dan peternakan sudah mulai masuk ke dalam pasar modal sebagai sumber pembiayaan jangka panjang mereka, sehingga dengan sendirinya akan sangat dipengaruhi oleh keinginan pemegang sahamnya. Mereka akan mengarahkan strategi bisnisnya untuk dapat menghasilkan keuntungan dan dividen yang besar bagi para pemilik modalnya. Ini tidak terkecuali untuk status kepemilikan, negara atau swasta dan asing atau nasional, karena ada mekanisme lain yang mempengaruhi keputusan produksi. Sehingga tarikan ini menjadikan usaha pertanian (perkebunan dan peternakan) juga semakin dipengaruhi oleh pasar keuangan (perbankan dan pasar modal) dan semakin lama akan semakin dalam dengan semakin berkembangnya agro-industri di tanah air kita. Bahkan untuk usaha menengah-kecil sekalipun dianjurkan memanfaatkan pasar modal sebagai instrumen pencarian dana pembiayaan investasi alternatif yang murah bagi pengembangan usahanya. Hal itu dikarenakan masa mengejar modal atau sering dinamakanCapital Chasm, merupakan tahapyangharus dilalui oleh setiap industri dalam membiayai pengembangan usahanya apakah memilihpembiayaan perbankanyangmahal atau keluar ke jalur pasar modal yang murahtetapimemerlukanpersyaratandankualitaspengelolaanyangsuperketat .

C. Tantangan Yang Dihadapi IndonesiaBagi Indonesia, krisis pangan kali ini agak unik. Pada tahun 2008 kita cukup pejal (resilience) terhadap dampak krisis pangan global, tertolong peningkatan produksi padi yang tinggi. Peningkatan itu disebabkan La Nina, mengakibatkan kemarau cukup basah, selain rangsangan harga tinggi yang menggairahkan petani untuk menanam. Hal itu menyebabkan stok pangan amat baik sehingga pemerintah bisa mengatur harga lebih leluasa.Kini, produksi pertanian Indonesia pasti mengalami gangguan akibat El Nino. Dan krisis pangan global akan berdampak serius bagi Indonesia. Selain itu, akibat penurunan produksi, jumlah pangan yang diperdagangkan akan turun dan ini akan memicu kenaikan harga. Negara pengimpor pangantahun 2008, Indonesia menjadi pengimpor pangan terbesar kedua dunia dengan impor 7.729.000 tonakan mengalami dampak serius karena pada saat bersamaan produksi domestik turun.Kondisi itu harus disikapi dan diantisipasi cepat. Pertama, program reformasi agraria, terutama reformasi aset atas tanah dariBadan Pertanahan Nasional, harus didukung penuh. Dengan rata-rata lahan pangan per kapita 359 meter persegi (bandingkan dengan Thailand 5.226 meter persegi), pendistribusian lahan untuk petani menjadi suatu keniscayaan.Tanpahal itu, produksi pertanian kita pasti akan jalan di tempat. Kalaupun dinyatakan ada peningkatan produksi, itu hanya retorika.Kedua,perubahan paradigmapembangunan pertanian, dari produksi ke petani (Dwi Andreas Santosa, Ketahanan PanganVs Kedaulatan Pangan, Kompas, 13/1/2009). Amat ironis saat pemerintah menyatakan swasembada beras dan terjadi peningkatan fantastis produksi pertanian 2007-2008, kesejahteraan petanidiukur berdasar nilai tukar petanijustru merosot dari 115 (akhir 2003) menjadi 98,30 (Januari 2009). Bahkan, untuk tanaman pangan, merosot hingga 94,39 (Statistics Indonesia, BPS, 2009).Ketiga, kelompok masyarakat yang paling menderita akibat krisis pangan adalah petani. Kantong-kantong kelaparan di Indonesia justru di wilayah-wilayah pertanian. Kini, banyak gerakan akar rumput dan swadaya masyarakat yang bersama petani membangkitkan kembali lumbung pangan. Lumbung itu dimiliki dan dikelola petani, dan akan menjadi penyelamat pada saat terjadi krisis.Keempat, melaksanakan subsidi langsung dan asuransi pertanian yang sering menjadi wacana. Contoh terkini adalah produksipupuk organikyang diserahkan kepada berbagai perusahaan besar dengan biaya Rp 1.500 per kg (Rp 1.000 disubsidi pemerintah). Padahal, teman-teman di jaringan petani sanggup memproduksi dengan biaya hanya Rp 500 hingga Rp 750 per kg sampai di tangan konsumen. Hal yang sama juga terjadi untuk pupuk hayati.Kelima, perlu dihidupkan kembali Menteri Muda Urusan Pangan yang memiliki peran, fungsi, dan kewenangan mengatur dan mengendalikan pangan serta mengembalikan Bulog seperti sebelumnya. Secara umum, kondisi pangan ke depan memang sulit. Meski demikian,masih adaharapan. Semoga kita mampu menyelamatkan diri dari krisis pangan global 2009-2010.Dalammenghadapi berbagai tantangan tersebut, maka pembangunan ketahanan pangan pada tahun 2011 perlu lebih baik melalu 2 kelompok strategis, yaitu:a) Memperkokoh fondasi pembangunan pertanian melalui Panca Yasa dan berbagai upaya lainnya sebagai berikut:1. Penyediaan/perbaikan infrastruktur distribusi pangan dalam bentuk perbaikan dan pembangunan sarana/prasarana jalan dan transportasi, serta pembangunan infrastruktur produksi untuk irigasi desa, jaringan irigasi tingkat usahatani, tata air mikro, jalan usaha tani, dan lainnya.2. Pembentukan/pengaktifan kelompoktani dan Gabungan kelompoktani (Gapoktan), melalui berbagai program strategis, seperti Desa Mandiri Pangan, Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), dan lainnya.3. Penanganan pembiayaan pertanian terutama untuk memobilisasi dana masyarakat di perbankan. Strategi pembiayaan tersebut dituangkan dalam bentuk pemberian Bantuan Langsung bagi Masyarakat untuk Keringanan Investasi Pertanian (BLM-KIP), fasilitas uang muka alsintan, fasilitas skim pelayanan pembiayaan, dan lainnya.4. Memperkuat ketahanan pangan masyarakat melalui pembangunan dan pengembangan lumbung pangan masyarakat yang berfungsi sebagai cadangan pangan dalam menghadapi paceklik, serta melalui tunda jual untuk memperoleh nilai tambah.b) Akselerasi pembangunan ketahanan pangan dengan mengoptimalkanberbagai sumberdaya dan potensi yang ada melalui koordinasi dan integrasi yang baik, dengan strategi:1. Melibatkan partisipasi berbagai komponen masyarakat.2. Sinergisme seluruh potensi sumberdaya.3. Fokus komoditas.4. Perencanaan berdasarkanmasterplan dan roadmap.5. Penguatan Sistem Monitoring.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanIndonesia pada dasarnya masih tetap berada pada kestabilan ketersediaan pangan yang baik serta keragaman pangan yang membaik, meskipun pernah dihempas krisis yang mengenai sekelompok golongan penduduk. Arah politik pangan yang kompatibel pada persoalan kerawanan pangan pada kelompok rentan seharusnya tidak dikaburkan dengan isu ketersediaan semata apalagi isu sempit swasembada (beras), tetapi melalui strategi penanganan kelompok sasaran dengan intervensi gizi dan kesehatan, serta bukan semata intervensi ketersediaan. Demikian juga politik pertanian kita harus ditujukan pada politik pendapatan dan kesejahteraan petani, dan bukan politik komoditi yang semakin menjadi kepentingan produsen dan pasar keseluruhan, apalagi politik swasembada komoditas yang cenderung mengabaikan efisiensi dan daya saing. Kajian kemangkusan (efektifitas) dan kesangkilan (efisiensi) intervensi penyediaan dan stok yang dipraktekan sekarang ini perlu dilihat kembali fungsinya sebagaiiron stocksejalan dengan perkembangan pertanian dan industri pangan secara nasional dan global, yang semakin tidak bisa dipisahkan dari keterkaitanfood-fuel-financedalam pasar pangan-energi-pasar modal global.

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri,Rohmin.Pradigma baru pembangunan Indonesia berbasis Kelautan. 2002. Bogor: Insitut Pertanian Bogor (IPB)Muslimin, Ibrahim.Ilmu Alamiah Dasar. 2002. Jakarta: PT. Graja Findo Persada.Hidayati,Nur.Diversifikasi Energi, Perlu langkah Kongkret. 2005.Diakses diwww.kompas.co.id pada tanggal 17 Maret 2015.Departemen Pertahanan Keamanan Lembaga Pertahanan Nasional. 1976. Politik dan Strategi Nasional. Penerbit: Departemen Pertahanan Keamanan Lembaga Pertahanan Nasional.Andreas Santosa,Dwi.Mewaspadai Krisis Pangan.2010. Bogor: Bioteknologi Tanah dan Lingkungan IPB.Anonim.Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Indonesia.Jakarta : 2002