indeks harga saham

58
INDEKS HARGA SAHAM A. INDEKS HARGA SAHAM Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan pergerakan harga saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham. Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham, yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik. Indeks-indeks tersebut adalah: 1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, Bursa Efek Indonesia berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran pergerakan IHSG. IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas produk yang diterbitkan oleh pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan (benchmark). Bursa Efek Indonesia juga tidak bertanggung jawab dalam bentuk

Upload: fajarfaiz

Post on 22-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

harga

TRANSCRIPT

Page 1: Indeks Harga Saham

INDEKS HARGA SAHAM

A.  INDEKS HARGA SAHAM

Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan pergerakan harga saham. Indeks

merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal,

khususnya saham.

 

Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham, yang secara terus

menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik.

 

Indeks-indeks tersebut adalah:

1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks.

Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, Bursa Efek Indonesia

berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa Perusahaan

Tercatat dari perhitungan IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah

saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil

sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga saham

Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran pergerakan IHSG.

IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas

produk yang diterbitkan oleh pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan

(benchmark). Bursa Efek Indonesia juga tidak bertanggung jawab dalam bentuk apapun atas

keputusan investasi yang dilakukan oleh siapapun Pihak yang menggunakan IHSG sebagai

acuan (benchmark).

a. Indeks Sektoral 

Menggunakan semua Perusahaan Tercatat yang termasuk dalam masing-masing

sektor. Sekarang ini ada 10 sektor yang ada di BEI yaitu sektor Pertanian,

Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang Konsumsi, Properti,

Infrastruktur, Keuangan, Perdangangan dan Jasa, dan Manufatur. 

b. Indeks LQ45

Indeks yang terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan

pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah

ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.

Page 2: Indeks Harga Saham

c. Jakarta Islmic Index (JII)

Indeks yang menggunakan 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang masuk

dalam kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK)

dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas.

d. Indeks Kompas100

Indeks yang terdiri dari 100 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan

pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah

ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.

e. Indeks BISNIS-27

Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia meluncurkan

indeks harga saham yang diberi nama Indeks BISNIS-27. Indeks yang terdiri dari 27

saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal

atau likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola perusahaan.

f. Indeks PEFINDO25

Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO

meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks PEFINDO25. Indeks ini

dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk

saham-saham emiten kecil dan menengah (Small Medium Enterprises / SME). Indeks

ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan

kriteria-kriteria seperti: Total Aset, tingkat pengembalian modal (Return on Equity /

ROE) dan opini akuntan publik. Selain kriteria tersebut di atas, diperhatikan juga

faktor likuiditas dan jumlah saham yang dimiliki publik.

g. Indeks SRI-KEHATI

Indeks ini dibentuk atas kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan

Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). SRI adalah kependekan dari

Sustainable Responsible Investment. Indeks ini diharapkan memberi tambahan

informasi kepada investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki

kinerja sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran

terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.

Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan

mempertimbangkan kriteri-kriteria seperti: Total Aset, Price Earning Ratio(PER)

dan Free Float.

Indeks Papan Utama

Menggunakan saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Utama.

Page 3: Indeks Harga Saham

Indeks Papan Pengembangan

Mengguanakn saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan

Pengembangan.

Indeks Individual

Indeks harga saham masing-masing Perusahaan Tercatat.

B. INDEK OBLIGASI NEGARA (INDONESIA GOVERNMENT BOND INDEX -

IGBX)

 

Indeks Obligasi Negara pertama kali diluncurkan pada tanggal 01 Juli 2004 dengan

nama Indonesia Government Bond Index disingkat IGBX, sebagai wujud pelayanan kepada

masyarakat pasar modal dalam memperoleh data sehubungan dengan informasi perdagangan

obligasi negara.

 

Indeks Obligasi memberikan nilai lebih, antara lain:

Sebagai barometer dalam melihat perubahan yang terjadi di pasar obligasi

Sebagai alat analisa teknikal untuk pasar obligasi pemerintah

Benchmark dalam mengukur kinerja portofolio obligasi

Analisa pengembangan instrumen Surat Berharga Negara (SBN).

 

Indeks obligasi Negara diterbitkan secara harian dengan menggunakantahun dasar Juni 2004

yang ditetapkan 100 sebagai nilai dasar Index. dengan melakukan pengelompokan obligasi

sebagai berikut :

1. Obligasi Negara dengan mata uang rupiah dan memiliki kupon berbunga tetap

2. Sisa jangka waktu jatuh tempo sekurang-kurangnya 1 tahun

 

 

Metodologi yang dipakai dalam IGBX

 

Page 4: Indeks Harga Saham

Indeks Obligasi Negara adalah nilai rata-rata tertimbang (weigthed average) terhadap nilai

obligasi yang masih tercatat dan dapat diperdagangkan. Perhitungan IGBX menggunakan

metode perhitungan Bond Index yang lazim digunakan dengan berdasarkan perubahan harga

pasar yang terjadi di pasar secara harian (dalam hal ini adalah data harga transaksi Obligasi

Negara yang dilaporkan melalui PT Bursa Efek Indonesia selaku Penerima Laporan

Transaksi Efek).  

 

IGBX dikelompokkan dalam beberapa sub-grup, di mana masing-masing sub grup terdiri atas

beberapa Obligasi Negara yang memiliki struktur jatuh termpo lebih dari 1 tahun. 

Pengelompokan dilakukan berdasarkan uji statistik berdasarkan pada tingkat kemiripan

setiap Time To Maturity (TTM).

 

Pembagian struktur jatuh tempo SUN adalah sebagai berikut:

Sub-grup 1 : 1 Tahun ≤ Time to maturity < 5 Tahun

Sub-grup 2 : 5 Tahun ≤ Time to maturity < 7 Tahun

Sub-grup 3 : 7 Tahun ≤ Time to maturity

 

Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut

juga Jakarta Composite Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah satu indeks pasar

saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)).

Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga

saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham

preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal10

Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham

tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham.[1]

Posisi intraday tertinggi yang pernah dicapai IHSG adalah 5.251,296 poin yang tercatat pada

tanggal 21 Mei 2013 [2]. Sementara posisi penutupan tertinggi yang pernah dicapai adalah

5.214,976 pada tanggal 20 Mei 2013. [

Metode perhitungan[sunting | sunting sumber]

Dasar perhitungan IHSG adalah jumlah Nilai Pasar dari total saham yang tercatat pada

tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah Nilai Pasar adalah total perkalian setiap saham tercatat

Page 5: Indeks Harga Saham

(kecuali untuk perusahaan yang berada dalam program restrukturisasi) dengan harga di BEJ

pada hari tersebut. Formula perhitungannya adalah sebagai berikut:

dimana p adalah Harga Penutupan di Pasar Reguler, x adalah Jumlah Saham,

dan d adalah Nilai Dasar.

Perhitungan Indeks merepresentasikan pergerakan harga saham di pasar/bursa yang terjadi

melalui sistem perdagangan lelang. Nilai Dasar akan disesuaikan secara cepat bila terjadi

perubahan modal emiten atau terdapat faktor lain yang tidak terkait dengan harga saham.

Penyesuaian akan dilakukan bila ada tambahan emiten baru, HMETD (right

issue), partial/company listing, waran dan obligasi konversi demikian juga delisting. Dalam

hal terjadi stock split, dividen saham atau saham bonus, Nilai Dasar tidak disesuaikan karena

Nilai Pasar tidak terpengaruh. Harga saham yang digunakan dalam menghitung IHSG adalah

harga saham di pasar reguler yang didasarkan pada harga yang terjadi berdasarkan sistem

lelang.[1]

Perhitungan IHSG dilakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan perdagangan setiap harinya.

Dalam waktu dekat, diharapkan perhitungan IHSG dapat dilakukan beberapa kali atau bahkan

dalam beberapa menit, hal ini dapat dilakukan setelah sistem perdagangan otomasi

diimplementasikan dengan baik.[

APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan

pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi

daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara

selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan

pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.

Dasar Hukum APBN

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur

perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan mengenai keuangan negara

selalu didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar

Page 6: Indeks Harga Saham

1945 Amandemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN).

“ Bunyi pasal 23:

ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan

keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan

secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara

diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan

memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah

menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”.

Struktur APBN

Secara garis besar struktur APBN adalah :

Pendapatan Negara  dan Hibah,

Belanja Negara ,

Keseimbangan Primer,

Surplus/Defisit Anggaran,

Pembiayaan .

Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal,

isi dari I-account sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu postur APBN antara

lain dapat dijelaskan sebagai berikut :

Page 7: Indeks Harga Saham

Pendapatan Negara

\

Pendapatan negara 2004 s.d 2015

Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi;

kebijakan pendapatan negara;

kebijakan pembangunan ekonomi;

perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;

kondisi dan kebijakan lainnya.

Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi

lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan

Page 8: Indeks Harga Saham

ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan

besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib

pajak dan lainnya.

Penerimaan Perpajakan

Pendapatan Pajak Dalam Negeri

1. pendapatan pajak penghasilan (PPh)

2. pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang

mewah

3. pendapatan pajak bumi dan bangunan

4. pendapatan cukai

5. pendapatan pajak lainnya

Pendapatan Pajak Internasional

1. pendapatan bea masuk

2. pendapatan bea keluar

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP

Penerimaan sumber daya alam

1. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas)

2. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas)

Pendapatan bagian laba BUMN

1. pendapatan laba BUMN perbankan

2. pendapatan laba BUMN non perbankan

PNBP lainnya

1. pendapatan dari pengelolaan BMN

2. pendapatan jasa

3. pendapatan bunga

4. pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi

5. pendapatan pendidikan

6. pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi

7. pendapatan iuran dan denda

pendapatan BLU

Page 9: Indeks Harga Saham

1. pendapatan jasa layanan umum

2. pendapatan hibah badan layanan umum

3. pendapatan hasil kerja sama BLU

4. pendapatan BLU lainnya

Belanja Negara

Subsidi 2004 s.d 2015

Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

asumsi dasar makro ekonomi;

kebutuhan penyelenggaraan negara;

Page 10: Indeks Harga Saham

kebijakan pembangunan;

resiko (bencana alam, dampak kirisi global)

kondisi dan kebijakan lainnya.

Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta

target volume BBM bersubsidi.

Belanja Pemerintah Pusat

Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :

1. fungsi pelayanan umum

2. fungsi pertahanan

3. fungsi ketertiban dan keamanan

4. fungsi ekonomi

5. fungsi lingkungan hidup

6. fungsi perumahan dan fasilitas umum

7. fungsi kesehatan

8. fungsi pariwisata

9. fungsi agama

10.fungsi pendidikan

11.fungsi perlindungan sosial

Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah

1. belanja pegawai

2. belanja barang

3. belanja modal

4. pembayaran bunga utang

5. subsidi

6. belanja hibah

7. bantuan sosial

8. belanja lain-laiN

9. Transfer ke Daerah Transfer ke daerah dan dana desa 2004 s.d 2015

Rincian anggaran transfer ke daerah adalah :

Page 11: Indeks Harga Saham

Dana Perimbangan

1. Dana Bagi Hasil

2. Dana Alokasi Umum

3. Dana Alokasi Khusus

4. Dana Otonomi Khusus

Dana Otonomi Khusus

Dana Penyesuaian

Pembiayaan

Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

asumsi dasar makro ekonomi;

kebijakan pembiayaan;

kondisi dan kebijakan lainnya.

Pembiayaan Dalam Negeri

Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :

Pembiayaan perbankan dalam negeri

Pembiayaan nonperbankan dalam negeri

1. Hasil pengelolaan aset

2. Surat berharga negara neto

3. Pinjaman dalam negeri neto

4. Dana investasi pemerintah

5. Kewajiban penjaminan

Pembiayaan Luar Negeri]

Pembiayaan Luar Negeri meliputi :

1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek

2. Penerusan pinjaman

3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan

Moratorium.

Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN

Page 12: Indeks Harga Saham

Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur

APBN. Asumsi dasar tersebut adalah :

pertumbuhan ekonomi ,

nominal produk domestik bruto,

inflasi  y-o-y,

rata-rata tingkat bunga SPN 3 bulan,

nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,

harga minyak (USD/barel),

produksi/lifting minyak (MBPD),

lifting gas (MBOEPD),

Indikator lainnya :

jumlah penduduk

pendapatan perkapita

tingkat kemiskinan

tingkat pengangguran

Siklus APBN

Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan dalam

proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan

perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang[1]. Ada 5 tahapan pokok dalam satu

siklus APBN di Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima)

dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua

penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif), dan tahap kelima

pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus

APBN adalah sebagai berikut:

Perencanaan dan penganggaran APBN[sunting | sunting sumber]

Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan (APBN t-1) misal

untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan

dan penganggaran. Tahap perencanaan dimulai dari:

Page 13: Indeks Harga Saham

penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional

Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan

kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan

anggaran

Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan

program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan inisiatif baru

berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi

indikasi

kebutuhan dananya

Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan;

K/L menyusun rencana kerja (Renja);

Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L, Kementerian

Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;

Rancangan awal RKP disempurnakan;

RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR; (9) RKP

ditetapkan.

Tahap penganggaran dimulai dari:

penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;

penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran K/L;

penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);

penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan undang-

undang tentang APBN;

penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang APBN

kepada DPR.

Penetapan/Persetujuan APBN

Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan Oktober-

Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan

Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan

persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU

APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU

APBN dimaksud.

Page 14: Indeks Harga Saham

Pelaksanaan APBN

Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan pelaksanaan

APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan (APBN t). Dengan

kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31

Desember 2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini

kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan

Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke

Kementerian Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN.

Berdasarkan DIPA inilah para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa

Pengguna Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam

kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.

Pelaporan dan Pencatatan APBN[sunting | sunting sumber]

Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan

APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses

akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri

dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas

laporan keuangan.

Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN[sunting | sunting sumber]

Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang

dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli.

Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan

pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK).

Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan selama

satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah

diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Fungsi APBN[sunting | sunting sumber]

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam

rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai

Page 15: Indeks Harga Saham

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian,

dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.

APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan

stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban

negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan

negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.

Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk

melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian,

pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman

bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan

telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk

medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan

membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah

dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan

dengan lancar.

Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai

apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan

pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi

pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas

perekonomian.

Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa

keadilan dan kepatutan

Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk

memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Prinsip penyusunan APBN[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:

Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.

Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.

Page 16: Indeks Harga Saham

Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:

Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.

Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan

kemampuan atau potensi nasional.

Azas penyusunan APBN[sunting | sunting sumber]

APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:

Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.

Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.

Penajaman prioritas pembangunan

Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara

Daftar Ringkasan APBN[sunting | sunting sumber]

Tahun Anggaran Pendapatan Negara Belanja Negara Surplus / Defisit

2015

APBN-P [2] ▼ Rp1.761,6 triliun ▼ Rp1.984,1 triliun ▼ Rp222,5 triliun

APBN [3] ▲ Rp1.793,6 triliun ▲ Rp2.039,5 triliun ▲ Rp245,9 triliun

2014

APBN-P [4] ▼ Rp1.635,4 triliun ▲ Rp1.876,9 triliun ▲ Rp241,5 triliun

APBN [5] ▲ Rp1.667,1 triliun ▲ Rp1.842,5 triliun ▼ Rp175,4 triliun

2013

APBN-P [6] ▼ Rp1.502,0 triliun ▲ Rp1.726,2 triliun ▲ Rp224,2 triliun

APBN[7] ▲ Rp1.529,7 triliun ▲ Rp1.683,0 triliun ▼ Rp153,3 triliun

Page 17: Indeks Harga Saham

Tahun Anggaran Pendapatan Negara Belanja Negara Surplus / Defisit

2012

APBN-P [8] ▲ Rp1.358,2 triliun ▲ Rp1.548,3 triliun ▲ Rp190,1 triliun

APBN [9] ▲ Rp1.311,4 triliun ▲ Rp1.435,4 triliun ▼ Rp124,0 triliun

2011

APBN-P [10] ▲ Rp1.169,9 triliun ▲ Rp1.320,8 triliun ▲ Rp150,8 triliun

APBN [11] ▲ Rp1.104,9 triliun ▲ Rp1.229,6 triliun ▼ Rp124,7 triliun

2010

APBN-P[12] ▲ Rp992,4 triliun ▲ Rp1.126,1 triliun ▲ Rp133,8 triliun

APBN[13] ▲ Rp949,7 triliun ▲ Rp1.047,7 triliun ▼ Rp98,0 triliun

2009

APBN-P [14] ▼ Rp871,0 triliun ▼ Rp1.000,8 triliun ▲ Rp129,8 triliun

APBN[15] ▲ Rp985,7 triliun ▲ Rp1.037,1 triliun ▼ Rp51,3 triliun

2008

APBN-P [16] ▲ Rp895,0 triliun ▲ Rp989,5 triliun ▲ Rp94,5 triliun

APBN[17] ▲ Rp781,4 triliun ▲ Rp854,7 triliun ▲Rp73,3 triliun

PASKA PROKLAMASI

pemerintahan masa orde lama, orde baru, reformasi, dan otonomi daerah

June 30, 2013 by ariando

A.    Masa pemerintahan orde lama

Page 18: Indeks Harga Saham

Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia.Orde

Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968.Dalam jangka waktu tersebut,

Indonesiamenggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.Di

saat menggunakan sistem ekonomiliberal, Indonesia menggunakan. Presiaden Soekarno di

gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.

Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno

sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan

konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan.

Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki

Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra,Kalimantan (tidak termasuk wilayah

Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.

Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai

dengan hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai  dengan Maklumat Wakil Presiden No. X

tanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang

Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol meningkat

hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta perorangan. Pada masa diberlakukannya Dekrit

Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres

No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan,

pengawasan dan pembubaran partai-partai.  Kemudian pada tanggal 14 April 1961

diumumkan hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah

sebagai berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan

PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi

dibubarkan.

Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak

berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat

terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada

tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan “Deklarasi Bogor.”

Secara umum, hubungan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan Soekarno sebagai

Presiden, sangat dinamis, bahkan kadang-kadang terjadi gejolak. Hatta adalah pengkritik

paling tajam sekaligus sahabat hingga akhir hayat Soekarno. Dinamika hubungan Soekarno

dengan Mohammad Hatta sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang berlaku pada saat

itu. Moh. Mahfudz, (1998:373-375) dalamPolitik Hukum di Indonesia, secara lebih spesifik

Page 19: Indeks Harga Saham

menguraikan perkembangan konfigurasi politik Indonesia ketika itu sebagai berikut:

Pertama, setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, terjadi pembalikan arah dalam

penampilan konfigurasi politik. Pada periode ini konfigurasi politik menjadi cenderung

demokratis dan dapat diidentifikasi sebagai demokrasi liberal. Keadaan ini berlangsung

sampai tahun 1959, dimana Presiden Soekarno menghentikannya melalui Dekrit Presiden 5

Juli 1959. Pada periode ini pernah berlaku tiga  konstitusi, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS

1949, dan UUDS 1950. Konfigurasi politiknya dapat diberi satu kualifikasi yang sama, yaitu

konfigurasi politik yang demokratis. Indikatornya adalah begitu dominannya partai-partai

politik;

Kedua, konfigurasi politik yang demokratis pada periode 1945-1959, mulai ditarik lagi ke

arah yang berlawanan menjadi otoriter sejak tanggal 21 Februari 1957, ketika Presiden

Soekarno melontarkan konsepnya tentang demokrasi terpimpin. Demokrasi Terpimpin

merupakan pembalikan total terhadap sistem demokrasi liberal yang sangat ditentukan oleh

partai-partai politik melalui free fight (Yahya Muhaimin, 1991:42, Bisnis dan Politik,

Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980. Jakarta : LP3ES).

Sejak zaman pergerakan nasional, hubungan Soekarno dengan Mohammad Hatta yang

seringkali disebut Dwitunggal, terjalin dengan baik. Sejak tahun 1930-an, keduanya  telah

beberapa kali ditahan dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda, karena dianggap

berbahaya bagi pemerintahan kolonial. Pada masa pendudukan Jepang, kedua tokoh ini

mendapatkan pengakuan sebagai wakil-wakil rakyat Indonesia. Pada saat penyusunan naskah

Proklamasi, keduanya terlibat dalam proses penyusunan naskah teks proklamasi

kemerdekaan. Pada detik-detik menjelang pembacaan naskah proklamasi, Soekarno menolak

desakan para pemuda untuk membacakan teks proklamasi lebih awal karena Mohammad

Hatta belum datang. Ketika itu, Bung Karno berkata: “Saya tidak akan membacakan

Proklamasi kemerdekaan jika Bung Hatta tidak ada. Jika mas Muwardi tidak mau menunggu

Bung Hatta, silahkan baca sendiri, jawab Bung Karno kepada dr. Muwardi salah satu tokoh

pemuda pada waktu itu yang mendesak segera dibacakan teks Proklamasi. Begitu percayanya

Soekarno kepada Mohammad Hatta,  pada tahun 1949, ia meminta agar Mohammad Hatta

selain menjadi Wakil Presiden, sekaligus juga menjadi Perdana Menteri.

Mohammad Hatta selalu menekankan perlunya dasar hukum dan pemerintahan yang

bertanggung jawab, karena itu Hatta tidak setuju ketika Presiden Soekarno mengangkat

dirinya sendiri sebagai formatur kabinet yang tidak perlu bertanggung jawab, tidak dapat

diganggu gugat, serta menggalang kekuatan-kekuatan revolusioner guna membersihkan

lawan-lawan politik yang tidak setuju dengan gagasannya. Konflik ini mencapai puncaknya.

Page 20: Indeks Harga Saham

Setelah pemilihan umum 1955, Presiden Soekarno mengajukan konsep Demokrasi Terpimpin

pada tanggal 21 Februari 1957 di hadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di

Istana Merdeka. Presiden Soekarno mengemukakan Konsepsi Presiden, yang pada pokoknya

berisi:

Sistem Demokrasi Parlementer secara Barat, tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, oleh

karena itu harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin.

Untuk pelaksanaan Demokrasi Terpimpin perlu dibentuk suatu kabinet gotong royong yang

angotanya terdiri dari semua partai dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang

ada dalam masyarakat. Konsepsi Presiden ini, mengetengahkan pula perlunya pembentukan

Kabinet Kaki Empat yang mengandung arti bahwa keempat partai besar, yakni PNI,

Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI), turut serta di

dalamnya untuk menciptakan kegotongroyongan nasional.

Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan-golongan fungsional dalam

masyarakat. Dewan Nasional ini, tugas utamanya adalah memberi nasihat kepada Kabinet,

baik diminta maupun tidak diminta.

Dengan konsep yang diajukan Soekarno itu, Hatta menganggap Bung Karno sudah mulai

meninggalkan demokrasi dan ingin memimpin segalanya. Sebagai pejuang demokrasi, ia

tidak dapat menerima perilaku Bung Karno. Padahal, rakyat telah memilih sistem demokrasi

yang mensyaratkan persamaan hak dan kewajiban bagi semua warga negara dan

dihormatinya supremasi hukum. Bung Karno mencoba berdiri di atas semua itu, dengan

alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami demokrasi yang benar. Jelas, bagi Bung

Hatta, ini adalah sebuah contradictio in terminis. Di satu sisi ingin mewujudkan demokrasi,

sedangkan di sisi lain duduk di atas demokrasi. Pembicaraan, teguran, dan peringatan

terhadap Soekarno, sahabat seperjuangannya, telah dilakukan. Tetapi Soekarno tidak berubah

sikap. Sebaliknya, Hatta pun tidak menyesuaikan dirinya dengan pandangan sikap dan

pendapat Soekarno.

Mohammad Hatta telah mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden, sebelum Soekarno

menyampaikan konsep Demokrasi Terpimpin secara resmi. Pada tanggal 1 Desember 1956,

Mohammad Hatta mengirimkan surat pengunduran dirinya sebagai Wakil Presiden kepada

DPR hasil Pemilihan Umum 1955. Pada tanggal 5 Februari 1957 berdasarkan Keputusan

Presiden No. 13 Tahun 1957, Presiden Soekarno memberhentikan Mohammad Hatta sebagai

Wakil Presiden. Namun, pengunduran diri Mohammad Hatta dari posisi Wakil Presiden tidak

Page 21: Indeks Harga Saham

mengakibatkan hubungan pribadi keduanya menjadi putus. Bung Karno dan Bung Hatta tetap

menjaga persahabatan yang telah mereka jalin sejak lama.

Pengunduran diri ini lebih disebabkan oleh karena perbedaan pendapat dengan Presiden.

Pengunduran diri Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden, tidak diikuti dengan gejolak

politik. Juga tidak ada tekanan-tekanan dari pihak luar. Perbedaan pendapat antara

Mohammad Hatta dengan Soekarno, lebih kepada visi dan pendekatan Mohammad Hatta 

yang berbeda dengan Soekarno dalam mengelola Negara. Perbedaan itu, sesungguhnya telah

terjadi sejak awal. Namun, perbedaan itu makin memuncak pada pertengahan tahun 1950-an.

Soekarno menganggap revolusi belum selesai, sementara Hatta menganggap sudah selesai

sehingga pembangunan ekonomi harus diprioritaskan (Adnan Buyung Nasution, Refleksi

Pemikiran Hatta Tentang Hukum dan HAM, Jakarta: CIDES, 20 Juni 2002).

Meskipun telah mengundurkan diri, banyak orang yang menghendaki agar Bung Hatta aktif

kembali. Di dalam Musyawarah Nasional tanggal 10 September 1957, dibahas “Masalah

Dwitunggal Soekarno-Hatta Demikian pula di DPR, beberapa anggota DPR mengajukan

mosi mengenai “Pemulihan Kerjasama Dwitunggal Soekarno-Hatta. DPR kemudian

menerima mosi mengenai Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk mencari “bentuk kerjasama

Soekarno-Hatta. Panitia itu dibentuk pada tanggal 29 November 1957 dan dikenal sebagai

Panitia Sembilan?, yang diketuai oleh Ahem Erningpraja. Namun, Panitia Sembilan ini

dibubarkan pada Bulan Maret 1958 tanpa menghasilkan sesuatu yang nyata (Sekretariat

Negara RI, 1981: 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964).

Pada sisi lain, Mohammad Hatta adalah Wakil Presiden yang mampu menjadi satu kesatuan

dengan Presiden Soekarno, sehingga seringkali disebut Dwitunggal. Pelaksanaan konsep

Dwitunggal Soekarno-Hatta telah menempatkan kedudukan dan fungsi Wakil Presiden

menjadi sama dengan Presiden, padahal menurut UUD 1945 kedudukan Wakil Presiden

adalah sebagai Pembantu Presiden? serta dapat menggantikan Presiden jika Presiden

berhalangan. Fenomena ini menjadi semakin jelas apabila diperhatikan praktik

ketatanegaraan yang berlangsung antara tahun 1945 sampai tahun 1956. Pada  masa ini,

Wakil Presiden banyak melakukan tindakan mengumumkan/ mengeluarkan peraturan

perundang-undangan antara lain, Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945;

Maklumat Pemerintah tanggal 17 Oktober 1945 tentang Permakluman Perang; Maklumat

Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang pendirian partai politik; dan Undang-undang

Nomor 16 Tahun 1946 tentang Keadaan Bahaya.

Pada saat berlaku UUD RIS 1949 dan  UU Nomor 7 Tahun 1949 tentang Penunjukkan

Pemangku Sementara Jabatan Presiden Republik Indonesia, Indonesia menganut sistem

Page 22: Indeks Harga Saham

parlementer. Jika keadaan ini dihubungkan dengan persoalan Presiden berhalangan serta

pengisian jabatannya untuk sementara oleh Wakil Presiden, maka tindakan yang dilakukan

oleh Wakil Presiden di bidang ketatanegaraan dapat ditafsirkan sebagai suatu pengisian

jabatan Presiden untuk sementara oleh Wakil Presiden. Dari sudut konsep Dwitunggal, maka

tindakan Wakil Presiden merupakan perwujudan dari konsep itu.

Demokrasi parlementer Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang

baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan

bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik

sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang

stabil susah dicapai. Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih

memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim

lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang

menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam. Demokrasi Terpimpin

Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang

dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru,

melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada  959 ketika

Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat

sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak

hambatan.

Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah

label “Demokrasi Terpimpin“. Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju

non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang

menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut

berkumpul di Bandung,Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk

mendirikan fondasi yang kelak menjadiGerakan Non-Blok. Pada akhir 1950-an dan

awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan

kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai

komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah

menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.

Konfrontasi Indonesia-Malaysia Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan

menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah “rencana neo-kolonial” untuk mempermudah

rencana komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi

Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruhimperialisme negara-negara Barat di

Page 23: Indeks Harga Saham

kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk

mempengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui

kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB,

presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB

pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai

tandingan PBB dan GANEFOsebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi

ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang

dibantu oleh Inggris).

Nasib Irian Barat Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan

terhadap belahan baratpulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju

pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961.

Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal,

dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum

kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962.

Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia

dengan Indonesia yang menghasilkanPerjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia

mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jayapada 1 Mei 1963.

Gerakan 30 September Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang

dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan

dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan Kelima” dengan

mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.

Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam

upayakudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima

Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan

berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih

kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh.

Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi

di Jawa dan Bali.

B.     Masa pemerintahan orde baru

Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966.

diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan

melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI

Page 24: Indeks Harga Saham

sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan.

Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru.[8]  Pada

masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya

dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut

dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :

a) Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan

Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut

juga dengan konsensus utama.

b) Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan

konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus

utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara

pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat. Setelah Kabinet Ampera

terbentuk (25 Juli 1966). Menyusul tekad membangun dicanangkan UU Penanaman

Modal Asing (10 Januari 1967), kemudian Penyerahan Kekuasaan Pemerintah RI dari

Soekarno kepada Mandataris MPRS (12 Februari 1967), lalu disusul pelantikan

Soeharto (12 Maret 1967) sebagai Pejabat Presiden sungguh merupakan kebahagiaan

tersendiri bagi Gerakan Pemuda Ansor. Luapan kegembiraan itu tercermin dalam

Kongres VII GP Ansor di Jakarta. Ribuan utusan yang hadir seolah tak kuat

membendung kegembiraan atas runtuhnya pemerintahan Orde Lama, dibubarkannya

PKI dan diharamkanya komunisme, Marxisme dan Leninisme di bumi Indonesia.

Bukan berarti tak ada kekecewaan, justru dalam kongres VII itulah, rasa tak puas dan

kecewa terhadap perkembangan politik pasca Orla ramai diungkapkan. Seperti

diungkapkan Ketua Umum GP Ansor Jahja Ubaid SH, bahwa setelah mulai

rampungnya perjuangan Orde Baru, diantara partner sesama Orba telah mulai

melancarkan siasat untuk mengecilkan peranan GP Ansor dalam penumpasan G-30

S/PKI dan penumbangan rezim Orde Lama. Bahwa suasana Kongres VII, dengan

demikian, diliputi dengan rasa kegembiraan dan kekecewaan yang cukup mendalam.

Kongres VII GP Ansor berlangsung di Jakarta, 23-28 Oktober 1967. hadir dalam

kongres tersebut sejumlah utusan dari 26 wilayah (Propinsi) dan 252 Cabang

(Kabupaten) se-Indonesia. Hadir pula menyampaikan amanat; Ketua MPRS Jenderal

A.H.Nasution; Pejabat Presiden Jenderal Soeharto; KH. Dr Idham Chalid (Ketua

PBNU); H.M.Subchan ZE (Wakil Ketua MPRS); H. Imron Rosyadi, SH (mantan

Ketua Umum PP.GP Ansor) dan KH.Moh. Dachlan (Ketua Dewan Partai NU dan

Page 25: Indeks Harga Saham

Menteri Agama RI) Kongres kali ini merupakan moment paling tepat untuk

menjawab segala persoalan yang timbul di kalangan Ansor. Karena itu, pembahasan

dalam kongres akhirnya dikelompokan menjadi tiga tema pokok:

(1) penyempurnaan organisasi; (2) program perjuangan gerakan; dan (3) penegasan

politik gerakan. Penegasan Politik GerakanDalam kongres ini juga merumuskan

Penegasan Politik Gerakan sbb: (1) Menengaskan Orde Baru dengan beberapa

persyaratan: (a). membasmi komunisme, marxisme, dan leninisme. (b) menolak

kembalinya kekuasaan totaliter/Orde Lama, segala bentuk dalam manifestasinya. (c)

mempertahankan kehidupan demokrasi yang murni dan (d) mempertahankan

eksistensi Partijwezen; (2) Toleransi Agama dijamin oleh UUD 1945. Dalam

pelaksanaannya harus memperhatikan kondisi daerah serta perasaan penganut-

penganut agama lain; (3) Mempertahankan politik luar negeri yang bebas aktif, anti

penjajahan dan penindasaan dalam menuju perdamaian dunia.

Rumusan penegasan politik tersebut tentu dilatarbelakangi kajian mendalam

mengenai situasi politik yang berkembang saat itu. Kajian atau analisis itu, juga

mengantisipasi perkembangan berikutnya. Memang begitulah yang dilakukan

kongres. Perkara politik itu pula-lah yang paling menonjol dalam kongres VII

tersebut.

Itulah sebabnya, dalam kongres itu diputuskan: Bahwa GP Ansor memutuskan untuk

ikut di dalamnya dalam penumpasan sisa-sisa PKI yang bermotif ideologis dan

strategis. Kepada yang bermotif Politis. Ansor menghadapinya secara kritis dan

korektif. Sedangkan yang bermotif terror, GP.Ansor harus menentang dan berusaha

menunjukkan kepalsuannya.

Atas dasar itulah, GP Ansor mendukung dan ikut di dalamnya dalam operasi

penumpasan sisa-sisa PKI di Blitar dan Malang yang dikenal dengan operasi Trisula.

Bahkan GP Ansor waktu itu sempat mengirim telegram ucapan selamat kepada

Pangdam VIII/Brawijaya atas suksenya operasi tersebut. Ansor ikut operasi itu

karena, operasi di kedua daerah tersebut bermotif ideologis dan strategis.

Sesungguhnya kongres juga telah memperediksi sesuatu bentuk kekuasaan yang bakal

timbul. Karena itu, sejak awal Ansor telah menegaskan sikapnya: menolak

kembalinya pemerintahan tiran. Orde Baru ditafsirkan sebagai Orde Demokrasi yang

bukan hanya memberi kebebasan menyatakan pendapat melalui media pers atau

mimbar-mimbar ilmiah. Tapi, demokrasi diartikan sebagai suatu Doktrin

Pemerintahan yang tidak mentolerir pengendapan kekuasaan totaliter di suatu tempat.

Page 26: Indeks Harga Saham

Seperti kata Michael Edwards dalam buku Asian in the Balance, bahwa

kecenderungan di Asia, akan masuk liang kubur dan muncul authoritarianism.

Pendeknya, demokrasi pada mulanya di salah gunakan oleh pemegang kekuasaan

yang korup hingga mendorong Negara ke arah Kebangkrutan. Lalu, sebelum meledak

bentrokan-bentrokan sosial, kaum militer mengambil alih kekuasaan, dan dengan

kekuasaan darurat itulah ditegakkan pemerintahan otoriter. Begitulah kira-kira

Michael Edwards. Masalah Toleransi Agama, Selain masalah politik, kongres juga

merumuskan pola kerukunan antar umat beragama. Rumusan tersebut mengacu pada

UUD 1945 yang menjamin toleransi itu sendiri, dan dalam pelaksanaannya harus

memperhatikan kondisi daerah serta perasaan penganut agama lain.

Masalah toleransi agama di bahas serius karena, pada waktu itu pertentangan agama

sudah mulai memburuk. Bahkan bentrokan fisik telah terjadi di mana-mana.

Akibatnya timbul isu yang mendiskreditkan Partai Islam dan Umat Islam. Isu yang

paling keras pada waktu itu adalah mendirikan Negara Islam. Sehingga, di berbagai

daerah ormas Islam maupun Partai Islam selalu dicurigai aparat keamanan. Dakwah-

dakwah semakin di batasi bahkan ada pula yang terpaksa di larang. Terakhir, malah

dikeluarkan garis kebijaksanaan di kalangan ABRI yang sangat merugikan partai

Islam dan Umat Islam. Dalam Kongres VII juga menyampaikan memorandum kepada

pemerintah mengenai masalah politik dan ekonomi. Dan isi dari memorandum tak

lain adalah manifestasi dari komitmen terhadap ideology Pancasila.

C.    Masa Reformasi

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda

akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi“.Masih adanya tokoh-tokoh

penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering

membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena

itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru”.

Berakhirnya rezim Orde Baru, telah membuka peluang guna menata kehidupan demokrasi.

Reformasi politik, ekonomi dan hukum merupakan agenda yang tidak bisa ditunda.

Demokrasi menuntut lebih dari sekedar pemilu. Demokrasi yang mumpuni harus dibangun

melalui struktur politik dan kelembagaan demokrasi yang sehat. Namun nampaknya tuntutan

reformasi politik, telah menempatkan pelaksanan pemilu menjadi agenda pertama. Pemilu

pertama di masa reformasi hampir sama dengan pemilu pertama tahun 1955 diwarnai dengan

kejutan dan keprihatinan. Pertama, kegagalan partai-partai Islam meraih suara siginifikan.

Page 27: Indeks Harga Saham

Kedua, menurunnya perolehan suara Golkar. Ketiga, kenaikan perolehan suara PDI P.

Keempat, kegagalan PAN, yang dianggap paling reformis, ternyata hanya menduduki urutan

kelima. Kekalahan PAN, mengingatkan pada kekalahan yang dialami Partai Sosialis, pada

pemilu 1955, diprediksi akan memperoleh suara signifikan namun lain nyatanya.

Pemerintahan B.J Habibie  Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai

Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di

Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi

Semanggi, yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan

dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasionaluntuk membantu dalam proses

pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media

massa dan kebebasan berekspresi.

Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik

dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah

Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman

Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era

Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan

politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah

atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat

pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah

perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena

terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.

Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian

kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu

Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun

urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang

menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie

adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang

berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan

tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa

pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah

Indonesia. Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya

adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas

Page 28: Indeks Harga Saham

negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para

tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Walaupun pengesahan hasil Pemilu 1999 sempat tertunda, secara umum proses pemilu multi

partai pertama di era reformasi jauh lebih Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) serta

adil dan jujur dibanding masa Orde Baru. Hampir tidak ada indikator siginifikan yang

menunjukkan bahwa rakyat menolak hasil pemilu yang berlangsung dengan aman. Realitas

ini menunjukkan, bahwa yang tidak mau menerima kekalahan, hanyalah mereka yang tidak

siap berdemokrasi, dan ini hanya diungkapkan oleh sebagian elite politik, bukan rakyat.

Pemeintahan Abdurahman Wahid. Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7

Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi

pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai

Soeharto – sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh

22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz12%; Partai Kebangkitan

Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik

Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa

bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal

November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.

Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi

di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut,

pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama

di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur

yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor

Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar.

MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid,

menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.

Pemerintahan Megawati soekarno putri Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus

2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001,

ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan

alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk

memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan

keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden

Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.

Page 29: Indeks Harga Saham

Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono Pemilu 2004, merupakan pemilu kedua dengan dua

agenda, pertama memilih anggota legislatif dan kedua memilih presiden. Untuk agenda

pertama terjadi kejutan, yakni naiknya kembali suara Golkar, turunan perolehan suara PDI-P,

tidak beranjaknya perolehan yang signifikan partai Islam dan munculnya Partai Demokrat

yang melewati PAN. Dalam pemilihan presiden yang diikuti lima kandidat (Susilo Bambang

Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, Wiranto, Amin Rais dan Hamzah Haz), berlangsung

dalam dua putaran, telah menempatkan pasangan SBY dan JK, dengan meraih 60,95

persen. Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru

ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar,

seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan

sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.

Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah

Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan

selama 30 tahun di wilayah Aceh. Atas prestasi SBY yang di tanam sejak tahun 2004 telah

mengantar beliau naik kembali duduk di kursi presiden dengan pasanganya pak Budiono pada

pemilu tahun 2009, kinerja mereka pun belum dapat dirasakan dengan maksimal.

 Otonomi daerah di Indonesia Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan

pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai

kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (“Eenheidstaat”), yang berarti

kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan

terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan

Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945

beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah

diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang

ketatanegaraan

Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia

berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian

Page 30: Indeks Harga Saham

kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan

mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat

pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar

pertimbangan:

Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko

gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;

Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat

relatif dapat lebih efektif;

Dati II adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang

lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:

Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;

Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar

pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan

Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan

maju

Aturan Perundang-undangan

Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi

Daerah:

Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Daerah

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintahan Daerah

Page 31: Indeks Harga Saham

Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru

Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional

yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat

pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama

dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa

atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak

prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di

bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program

pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas

administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan

kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlak. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom,

selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas

wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-

daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:

Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya

kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;

Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala

Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah, dan

Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan

pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah

Page 32: Indeks Harga Saham

Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan

kepada yang menugaskannya.

Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II

(Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari

sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah

dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima)

tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak,

wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban

memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta

oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar

Pengadilan. Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh

anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-

masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan

pendapat; prakarsa; dan penyelidikan) dan kewajiban seperti a) mempertahankan,

mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan

melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang

berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja

daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas

wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan

perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan

aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program

pembangunan Pemerintah.

Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5

Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah

sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun

implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari

pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi

terhadap pemerintah pusat.

Page 33: Indeks Harga Saham

Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru

Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di

tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari

rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah

setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan

integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:

melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran

pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;

pembentukan negara federal; atau

membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.

Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru

untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.

25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-

undang sebelumnya antara lain :

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih

mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.

Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas

dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata

dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan,

pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan

keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan

prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.

Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan

Page 34: Indeks Harga Saham

prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan

Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah

diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah

yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini

disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi

yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali

bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang-

bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan

dengan peraturan pemerintah.

Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan

melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini

disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan

kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja

Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan

kepadanya.

Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam

hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah

administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas

pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan

mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-

masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.

Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis

pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas

1/3 wilayah laut propinsi.[15]

Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD

bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan

legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur

selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.

Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman

yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Page 35: Indeks Harga Saham

Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial

budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang

memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu

menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain.

Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-

undang.

Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama

pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.

Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian,

penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.

Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi

yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas

Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau

diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di

bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang

pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang

belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.

Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk

badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun

melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga

memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah,

Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang

menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan

dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya

diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten

Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.

Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta

Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali

tidak dapat diterima oleh DPRD.

2.2 Keuntungan dan Kekurangan Otonomi Daerah

Page 36: Indeks Harga Saham

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan

kewenangan-kewenangan yang selama ini tersentralisasi di tangan pemerintah pusat. Dalam

proses desentralisasi ini, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan dari tingkat pusat ke

pemerintahan daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari

pusat ke daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus

kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah tingkat pusat maka diidealkan bahwa sejak

diterapkannya kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak

sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.

Kebijakan otonomi dan desentralisasi kewenangan ini di lihat sangat penting, terutama untuk

menjamin agar proses integrasi nasional dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. Karena

dalam sistem yang belaku sebelumnya sangat dirasakan oleh daerah-daerah besarnya jurang

ketidakadilan struktural yang tercipta dalam hubungan antara pusat dan daerah-daerah. Untuk

menjamin perasaan diberlakukan tidak adil yang muncul di berbagai daerah Indonesia tidak

makin meluas dan terus meningkat pada gilirannya akan sangat membahayakan integrasi

nasional, maka kebijakan otonomi daerah ini dinilah mutlak harus diterapkan dalam waktu

yang secepat-cepatnya sesuai dengan tingkat kesiapan da- erah sendiri.

Dengan demikian, kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi kewenangan tidak hanya

menyangkut pengalihan kewenangan dari atas ke bawah, tetapi perlu juga diwujudkan atas

dasar prakarsa dari bawah untuk mendorong tumbuhnya kemandiriaan pemerintahan daerah

sendiri sebagai faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah itu. Dalam

kultur masyarakat Indonesia yang paternalistik, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah

itu tidak akan berhasil apabila tidak diimbangi dengan upaya sadar untuk membangun

keprakarsaan dan kemandirian daerah sendiri.

Beberapa keuntungan dengan menerapkan otonomi daerah dapat dikemukakan sebagai

berikut ini.

a.       Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.

b.      Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan yang

cepat, sehingga daerah tidak perlu menunggu intruksi dari Pemerintah pusat.

c.       Dalam sistem desentralisasi, dpat diadakan pembedaan (diferensial) dan pengkhususan

(spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi teretorial,

dapat lebih muda menyesuaikan diri pada kebutuhan atau keperluan khusu daerah.

Page 37: Indeks Harga Saham

d.      Dengan adanya  desentralisasi territorial, daerah otonomi dapat merupakan semacam

laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat

bagi seluruh negara. Hal-hal yang ternyata baik, dapat diterapkan diseluruh wilayah negara,

sedangkan yang kurang baik dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena itu

dapat lebih muda untuk diadakan.

e.       Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari Pemerintah Pusat.

f.       Dari segi psikolagis, desentralisasi dapat lebih memberikan kewenangan memutuskan

yang lebuh beser kepada daerah.

g.      Akan memperbaiki kualitas pelayanan karena dia lebih dekat dengan masyarakat yang

dilayani.

Di samping kebaikan tersebut di atas, otonomi daerah juga mengandung kelemahan

sebagaimana pendapat Josef Riwu Kaho (1997) antara lain sebagai berikut ini.

a.       Karena besarnya organ-organ pemerintahan maka struktur pemerintahan bertambah

kompleks, yang mempersulit koordinasi.

b.      Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat

lebih mudah terganggu.

c.       Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya  apa yang

disebut daerahisme atau provinsialisme.

d.      Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan

perundingan yang bertele-tele.

e.       Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit

untuk memperoleh keseragaman atau uniformitas dan kesederhanaan.