improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

251
TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIH BAHASA BALI DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SD NEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN NI MADE AYU SUWANDEWI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Upload: truongtuong

Post on 28-Dec-2016

260 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

i

TESIS

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIH BAHASA BALI DALAM

MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SD NEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE

BERMAIN PERAN

NI MADE AYU SUWANDEWI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

Page 2: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

i

TESIS

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIH BAHASA BALI DALAM MEMBANGUN

KARAKTER SISWA KELAS VIB SD NEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN

NI MADE AYU SUWANDEWI NIM 1190161021

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

Page 3: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

ii

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIH BAHASA

BALI DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SD NEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI MADE AYU SUWANDEWI NIM 1190161021

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2013

Page 4: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

iii

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI

Tanggal 16 Desember 2013

Mengetahui,

Pembimbing I,

Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S. NIP 19590618 198303 1 001

Pembimbing II,

Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum. NIP 19600825 1986021 001

Ketua Program Studi Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. NIP 19620310 198503 1 005

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K). NIP 19590215 198510 2 001

Page 5: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

iv

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji

Tanggal 16 Desember 2013

Panitia Penguji Tesis, berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana Nomor: 3375/UN 14.4/HK/2013 Tanggal 12 Desember 2013

Ketua : Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S.

Anggota :

1. Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum.

2. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.

3. Dr. I Nyoman Sedeng, M. Hum.

4. Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum.

Page 6: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini.

Nama : Ni Made Ayu Suwandewi

NIM : 1190161021

Program Studi : Magister Linguistik Konsentrasi Pembelajaran

dan Pengajaran Bahasa

Judul Tesis : Peningkatan Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa

Bali dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB SD

Negeri 3 Sukawati Melalui Metode Bermain Peran

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di

kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia

menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimanamestinya.

Denpasar, 16 Desember 2013

Yang membuat pernyataan,

Ni Made Ayu Suwandewi

Page 7: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena

atas penyertaan dan rahmat-Nya, tesis yang berjudul“ Peningkatan Kemampuan

Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB

SD Negeri 3 Sukawati ”ini dapat diselesaikan.

Penyelesaian penulisan tesis ini dapat terjadi karena adanya bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1) Rektor Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis dalam menempuh pendidikan pascasarjana di institusi yang beliau

pimpin;

2) Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis lewat pengajaran dan bimbingan

para pengajar pada Program Studi Linguistik, Konsentrasi Pembelajaran

dan Pengajaran Bahasa;

3) Ketua Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., yang telah

banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis menjadi

mahasiswa;

4) Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A selaku Pembimbing Akademik yang telah

banyak memberikan motivasi, bimbingan, dan perhatian mendalam bagi

penulisan tesis ini;

Page 8: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

vii

5) Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S.danDr. A.A Putu Putra, M.Hum,

selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan motivasi; serta para penguji yang telah memberikan banyak

masukan dan motivasi dalam proses penulisan ini;

6) para dosen pada Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa,

Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas

Udayana yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi selama penulis

mengikuti perkuliahan;

7) staf administrasi, Pak Ebuh, Pak Sadra, Bu Komang dan Bu Gung yang

telah banyak membantu segala kelengkapan administrasi selama penulis

mengikuti perkuliahan;

8) Teman-teman Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Angkatan

2011, terima kasih atas segala motivasi dan dukungannya serta kerja

samanya selama perkuliahan;

9) Ni Ketut Tariyani, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SDNegeri 3 Sukawati

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

penelitian lapangan di sekolah yang beliau pimpin;

10) Siswa Kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati yang secara kooperatif yang telah

bersedia menjadi objek penelitian untuk memeroleh data;

11) keluarga tercinta, yaitu ayah, ibu, dan kakak di rumah, terima kasih atas

dukungan moral dan materi yang diberikan sehingga penulis dapat

melaksanakan pendidikan di Program magister (S2) Linguistik hingga

selesai;

Page 9: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

viii

12) Kekasih tersayang, terima kasih atas segala bentuk perhatian dan

dukungan yang diberikan tanpa henti.

Semoga Tuhan Yang Mahaesa melimpahkan rahmat-Nya atas segala amal

baik kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan

penyelesaian tesis ini.Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca untuk pencapaian kualitas penulisan yang lebih baik di masa datang,

khususnya bagi pembelajaran dan pengajaran bahasa.

Denpasar, 16 Desember 2013

Ni Made Ayu Suwandewi

Page 10: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

ix

ABSTRAK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIH BAHASA

BALI DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SD NEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan

menggunakan metode kombinasi (mixed methods), yakni metode penelitian kuantitatif dan metode kualitatif dengan model penelitian concurrent triangulation. Penelitian ini, bertujuan (1) menjelaskan nilai dan kualitas bahasa dalam berbicara sor singgih bahasa Bali sebelum penerapanmetode bermain peran dalam membangun karakter siswa; (2) menjelaskan nilai dan kualitas bahasa dalam berbicara sor singgih bahasa Bali setelah penerapanmetode bermain peran dalam membangun karakter siswa; (3) serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan kemampuan berbicara sorsinggihbahasa Balidalammembangun karaktersiswa melalui metode bermain peran. PTK dilaksanakan selama dua siklus pada kelas VIB, semester II SD Negeri 3 Sukawati.

Data dikumpulkan melalui metode observasi, kuesioner, wawancara, dan tes dengan menggunakan teknik pencatatan, perekaman, dan pengambilan gambar. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menghitung nilai prestasi siswa dalam tes berbicara sor singgih bahasa Bali dan respons terhadap tindakan melalui kuesioner. Data kualitatif digunakan untuk analisis proses tindakan, hasil peningkatan kualitas bahasa, penggunaan sor singgih bahasa Bali, serta karakter yang terbangun sebelum dan setelah penerapan tindakan. Teori yang digunakan adalah teori behavioristik dan keterampilan berbicara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sebelum penerapan tindakan nilai rerata kelas tahap pratindakan hanya sebesar 50% termasuk kategori “kurang”; (2) setelah penerapan tindakan meningkat menjadi 61% tergolong kategori “cukup” pada siklus I dan 79% termasuk kategori “baik” pada siklus II. Peningkatan kualitas bahasa dalam berbicara sor singgih bahasa Bali dari aspek kebahasaan terjadi dalam hal pelafalan, kosakata, dan tata bahasa, sedangkan dari aspek nonkebahasaan terjadi dalam hal materi, kelancaran, dan gaya. Peningkatan dari segi penggunaan bahasa Bali, yakni siswa mampu menggunakan sor singgih bahasa Bali (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Mider, lan Basa Kapara) sesuai dengan desa kala patra, yakni tempat, waktu, dan keadaan. Karakter yang terbangun dalam penelitian ini adalah karakter kesopansantunan berbahasa Bali; (3) faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan berbicara sor singgih bahasa Bali siswa adalah adanya pengulangan materi, penerapan metode yang mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan (karakter kesopanan) yang ditumbuhkan setiap hari, motivasi, minat, hubungan/interaksi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, serta sikap mental.

Kata kunci: sor singgih bahasa Bali, bermain peran, membangun karakter

Page 11: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

x

ABSTRACT IMPROVEMENT OF SPEAKING ABILITY WITH SOR SINGGIHOF

BALINESE IN CHARACTER BUILDING OF CLASS VIB STUDENTS OF SD NEGERI 3 SUKAWATI TROUGH ROLE PLAY METHOD

This research is Classroom Action Research (CAR) by using the combination method (Mixed Methods)of quantitative and qualitative method with research model concurrent triangulation. There are three purposes of this research, those are (1) explaining the value and language quality in communicating using sor singgih of Balinese before the application of role play in students characters’ building; (2) explaining the value and language quality in communicating using sor singgih of Balinese after the application of role play in students characters’ building; and (3) identifying the factors that influence sorsinggihof Balinese in students character’s building through role play. CAR is done in two cycles at VIB, semester II SD Negeri 3 Sukawati.

The data collecting through methods of observation, questionnaire, interview, and test, by using note-taking, video recording, and pictures taking technique. Quantitative data analysis is done by counting the students performance’s score in communicating test using sor singgih of Balinese and their responses in questioners. Qualitative data in analyzing the implementation process, the result of language quality, the using of sor singgih of Balinese, and the character develops before and after implementation. The theories used are behavioristics theory and speaking skills.

The research results show that (1) before the application the class mean is 50% with “less” category; (2) after the application it increase to 61% “moderate” category in the 1st cycle and 79% “good” category in the 2nd cycle. Improvement of language quality in speaking sor singgih of Balinese in language aspect happens in pronunciation, vocabulary, and grammar, while in non language aspects are in terms of teaching material, fluency and style. The improvement in using Balinese is students are able to use sor singgih of Balinese (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Mider, lan Basa Kapara) based on desa kala patra those are place, time and situation. Character that was built up in this research is politeness in speaking Balinese the improvement; and (3) factors that influenced the improvement of speaking sor singgih of Balinese of students are the repetition of teaching material, application of method that can be applied on daily lives, habitual (polite characters) that built up daily through motivation, interest, interaction between teacher and students, students and students and students mentality.

Keywords: sor singgih of Balinese, role play, character building

Page 12: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM.................................................................................... i

PRASYARAT GELAR MAGISTER ....................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ............................................. iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ........................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................. ix

ABSTRACT .............................................................................................. x

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xv

DAFTAR SIMBOL . ................................................................................. xvi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 8

1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 8

1.4.1 Manfaat Teoretis ................................................................................ 8

1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

MODEL PENELITIAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka ...................................................................................... 11

2.2 Konsep .................................................................................................. 16

2.2.1 Peningkatan ....................................................................................... 17

Page 13: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xii

2.2.2 Kemampuan Berbicara ....................................................................... 17

2.2.3 Sor Singgih Bahasa Bali .................................................................... 18

2.2.4 Pendidikan Karakter ........................................................................... 25

2.2.5 Bermain Peran ................................................................................... 30

2.3 Landasan Teori ..................................................................................... 35

2.3.1Teori Behavioristik ............................................................................. 35

2.3.2 Keterampilan Berbicara ..................................................................... 36

2.4 Model Penelitian ................................................................................... 54

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 58

3.2 Tahapan Penelitian ................................................................................ 62

3.2.1 Pratindakan ........................................................................................ 62

3.2.2 Siklus I .............................................................................................. 63

3.2.3 Siklus II.............................................................................................. 65

3.3 Subjek Penelitian .................................................................................. 65

3.4 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ................................................. 66

3.5 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 66

3.6 Instrumen Penelitian.............................................................................. 68

3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................. 68

3.7.1 Tes ..................................................................................................... 69

3.7.2 Kuesioner ........................................................................................... 69

3.7.3 Lembar Observasi .............................................................................. 70

3.7.4 Pedoman Wawancara ........................................................................ 70

3.7.5 Catatan Guru ..................................................................................... 71

3.8 Metode dan Teknik Analisis Data.......................................................... 71

3.9 Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data ........................................ 77

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Sebelum Penerapan

Metode Bermain Peran dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB 80

Page 14: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xiii

4.1.1 Analisis Kuantitatif Pratindakan ........................................................ 81

4.1.1.1 Observasi Pratindakan .................................................................... 81

4.1.1.2 Kuesioner Pratindakan..................................................................... 83

4.1.1.3 Tes Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Pratindakan ........................ 86

4.1.2 Analisis Kualitatif Pratindakan………………………………..…….. 98

4.1.3 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali Pratindakan .............................. 107

4.1.4 Membangun Karakter Siswa Pratindakan ........................................... 109

4.2 Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali SetelahPenerapan

Metode Bermain Peran dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB 111

4.2.1 Analisis Kuantitatif Siklus I................................................................ 112

4.2.1.1 Perencanaan Siklus I ...................................................................... 112

4.2.1.2 Tindakan Siklus I ........................................................................... 114

4.2.1.3 Observasi Siklus I ........................................................................... 116

4.2.1.4 Tes Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Siklus I .............................. 119

4.2.1.5 Refleksi Siklus I .............................................................................. 128

4.2.2 Analisis Kualitatif Siklus I ................................................................ 129

4.2.3 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali Siklus I..................................... 133

4.2.4 Membangun Karakter Siswa Siklus I ................................................. 135

4.2.5 Analisis Kuantitatif Siklus II .............................................................. 136

4.2.5.1 Perencanaan Siklus II ..................................................................... 136

4.2.5.2 Tindakan Siklus II ........................................................................... 137

4.2.5.3 Observasi Siklus II ......................................................................... 140

4.2.5.4 Tes Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Siklus II .............................. 142

4.2.5.5 Refleksi Siklus II ............................................................................. 154

4.2.6 Hasil Kueioner Pascatindakan ............................................................ 154

4.2.7 Analisis Kualitatif Siklus II ............................................................... 158

4.2.8 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali Siklus II .................................. 162

4.2.9 Membangun Karakter Siswa Siklus II ................................................ 163

4.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi peningkatan kemampuan Berbicara

Siswa ................................................................................................... 164

Page 15: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xiv

BAB V KURIKULUM, SILABUS, MATERI, RPP, DAN EVALUASI

5.1 Linguistik Terapan ............................................................................... 168

5.2 Profil Siswa........................................................................................... 170

5.3 Analisis Kebutuhan (Need Analysis) ..................................................... 171

5.3.1 Target Kebutuhan (Target Needs)....................................................... 171

5.3.2 Kebutuhan Belajar (Learning Needs) ................................................. 173

5.4 Analisis Frame faktor (Frame Factor Analysis) .................................... 174

5.5 Kurikulum ............................................................................................. 177

5.6 Silabus .................................................................................................. 178

5.7 Materi ................................................................................................... 181

5.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ............................................ 182

5.9 Evaluasi ............................................................................................... 199

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ............................................................................................... 201

6.2 Saran ..................................................................................................... 206

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 209

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 213

Page 16: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xv

DAFTAR SINGKATAN

PTK : Penelitian Tindakan Kelas

RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

KKM : Kriteria Ketuntasan Minimum

Metkom : Metode Kombinasi

Asi : Alus Singgih

Aso : Alus Sor

Ami : Alus Mider

Bk : Basa Kapara

K : Basa Kasar

T : Transkripsi

ST : Standar

Nom : Nomina

Pron : Pronomina

V : Verba

FV : Frase Verba

Num : Numeralia

Adj : Adjektiva

Adv : Adverbia

Prep : Preposisi

Konj : Konjungsi

Art : Artikel

Part : Partikel

Int : Interogatif

Dem : Demonstrativa

Page 17: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xvi

DAFTAR SIMBOL

푀 : Mean (rerata)

∑푋 : Jumlah skor

N : Jumlah siswa

[…] : Pengapit tulisan fonetis

/…/ : Pengapit fonem

/ : Berhenti sejenak

// : Berhenti lebih lama

Page 18: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xvii

DAFTAR TABEL

3.1 Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ....................................... 65

3.2 Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Usia ......................................... 65

3.3 Lembar Obsevasi .................................................................................. 70

3.4 Catatan Guru ......................................................................................... 71

3.5 Kriteria Penilaian Berbicara berdasarkan Aspek Kebahasaan ................ 73

3.6 Kriteria Penilaian Berbicara berdasarkan Aspek Nonkebahasaan ........... 73

3.7 Tingkat Penguasaan Kemampuan Berbicara .......................................... 75

4.1 Hasil Tes Pemahaman Sor Singgih Bahasa Bali .................................... 82

4.2 Kuesioner Pratindakan .......................................................................... 84

4.3 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Pratindakan ........................... 89

4.4 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Siswa Kelas

VIB SDN 3 Sukawati Pratindakan ....................................................... 91

4.5 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Tahap Pratindakan ............................... 93

4.6 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Tahap Pratindakan............................... 94

4.7 Penilaian Tata Bahasa Bali Tahap Pratindakan ...................................... 95

4.8 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Pratindakan ................................... 96

4.9 Penilaian Kelancaran Bahasa Bali Tahap Pratindakan ........................... 97

4.10 Penilaian Gaya Siswa Pratindakan ....................................................... 98

4.11 Kegiatan Pembelajaran Siklus I……………………............................. 114 4.12 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Siklus I ............................... 120

4.13 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Siswa Kelas

VIB SDN 3 Sukawati Siklus I………………………………………… 122

4.14 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus I ……………………… 123 4.15 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus I.................................... 124

4.16 Penilaian Tata Bahasa Bali Siswa Siklus I……………………………. 125

4.17 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Siklus I……………………… 126 4.18 Penilaian Kelancaran Siswa Siklus I .................................................... 126

4.19 Penilaian Gaya Siswa Siklus I……………………………………….. 127

Page 19: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xviii

4.20 Kegiatan Pembelajaran Siklus II .......................................................... 138

4.21 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Siklus II .............................. 143

4.22 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Siswa Kelas

VIB SDN 3 Sukawati Siklus II……………………………………… 145

4.23 Perbandingan Nilai Rerata Siswa dalam Kemampuan Berbicara .......... 146

4.24 Peningkatan Nilai Rerata Siswa dalam Kemampuan Berbicara

Berdasarkan Aspek Kebahasaan dan Nonkebahasaan .......................... 148

4.25 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus II .................................. 150

4.26 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus II .................................. 150

4.27 Penilaian Tata Bahasa Bali Siswa Siklus II .......................................... 151

4.28 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Siklus II……………………….. 152 4.29 Penilaian Kelancaran Bahasa Bali Siswa Siklus II…………………… 153

4.30 Penilaian Gaya Siswa Siklus II………………………………………... 153 4.31 Hasil Kuesioner Pascatindakan ………………………………………. 155

5.1 Silabus Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Bali ................... 180

5.2 Materi Pembelajaran Sor Singgih Bahasa Bali dengan Metode Bermain

peran ……………………………………………………………………. 181

Page 20: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

xix

DAFTAR GAMBAR

2.1 Konteks Komunikasi ............................................................................ 37

2.2 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali ................................................... 46

2.3 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali .................................................... 47

2.4 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali .................................................... 48

2.5 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali .................................................... 49

2.6 Model Penelitian ................................................................................... 57

3.1 PTK Model Hopkins (1993) .................................................................. 59

3.2 Metode Kombinasi Model Concurrent Triangulation ........................... 61

4.1 Diagram Kemampuan Berbicara Pratindakan ....................................... 90

4.2 Karakter yang Berkembang di SD Negeri 3 Sukawati ………………… 111

4.3 Diagram Kemampuan Berbicara Siklus I ............................................... 121

4.4 Diagram Kemampuan Berbicara Siklus II ............................................. 145

4.5 Diagram Peningkatan Nilai Rerata Kelas ............................................... 147

4.6 Perbandingan Nilai Rerata dalam Kemampuan Berbicara Siswa ............ 148

Page 21: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat suku Bali memiliki alat komunikasi dan alat budaya, yaitu

bahasa Bali atau bahasa daerah Bali yang mencerminkan identitas manusia Bali.

Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah yang mempunyai sistem bahasa yang

bertingkat-tingkat (anggah-ungguhing basa/sor singgih basa Bali). Menurut I

Nengah Duija (2007:17), anggah-ungguhin basa Bali (tingkat-tingkatan bahasa

Bali) yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat suku Bali

mencerminkan pelapisan atau stratifikasi sosial masyarakat penutur bahasa

tersebut, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern yang kedua-

duanya mempunyai pengaruh besar dan kuat terhadap sikap sopan santun dalam

berkomunikasi.

Masyarakat suku Bali dalam etika pergaulannya dilandasi oleh sopan

santun, yang berpola dalam bingkai manyama braya. Bingkai manyama braya ini

membentuk karakter dan pola pikir, termasuk sikap mental orang Bali sehingga

dalam berkomunikasi pun masyarakat suku Bali akan selalu memilih dan memilah

ketika memakai tingkat-tingkatan bahasa Bali (sor singgih bahasa Bali) yang

sesuai dan tepat dengan identitas status lawan bicaranya. Bila pilihan tingkat-

tingkatannya cocok, akan menyenangkan dan menggembirakan bagi lawan bicara.

Akan tetapi, jika salah pilih dalam pemakaian, akan terasa janggal apalagi

berkonotasi negatif mengakibatkan lawan bicara menjadi salah paham atau

tersinggung (Suarjana, 2008:60).

Page 22: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

2

Penggunaan sor singgih bahasa Bali ini akan sekaligus mencerminkan

identitas dan status sosial di antara mereka sebagai pembicara dan lawan bicara.

Apabila lawan bicara sudah dikenal identitasnya, maka lebih mudah memilih

tingkatan bahasa mana yang cocok untuk digunakan dalam berkomunikasi

daripada berkomunikasi dengan lawan bicara yang belum dikenal. Untuk lebih

memudahkan dalam berkomunikasi, terlebih dahulu perlu diketahui identitas

lawan bicara. Cara yang telah lazim digunakan di Bali adalah dengan melontarkan

pertanyaan secara tradisional, yakni “Nawegan titiang nunasang antuk linggih?”,

yang secara bebas artinya ‘Maaf saya ingin mengenal identitas Anda’ (Suarjana,

2008:61).

Dalam pembelajaran bahasa Bali di sekolah ada kecenderungan siswa

sangat sulit memahami pemakaian bahasa Bali dalam berkomunikasi. Hal ini

disebabkan oleh sistem bahasa Bali dikatakan begitu rumit karena adanya sor

singgih bahasa Bali tersebut. Siswa harus memahami dalam memilih dan memilah

bahasa yang akan digunakan sesuai dengan siapa lawan bicaranya (siapa saja yang

berbicara), berbicara tentang apa, dan kala apa berbicara (desa kala patra, yaitu

tempat, waktu, dan keadaan) yang membuat bahasa itu sulit untuk digunakan

dalam berkomunikasi. Kurangnya pemahaman penggunaan sor singgih bahasa

Bali pada siswa menimbulkan kurangnya kesopansantunan siswa dalam berbicara

kepada lawan tutur, seperti dengan guru di sekolah.

Dalam proses pembelajaran bahasa Bali guru diharapkan lebih banyak

mengenalkan sor singgih bahasa Bali sebagai alat komunikasi yang dapat

menjalin keharmonisan antara pembicara dan lawan bicara. Di samping itu, juga

Page 23: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

3

dipakai untuk membawakan arti-arti kesopansantunan yang berjenjang atau

bertingkat. Tingkatan tutur bahasa Bali memainkan peranan yang sangat penting

dalam upaya pembentukan mental siswa yang berkarakter.

Pada saat pembelajaran bahasa Bali di sekolah, guru cenderung lebih

memfokuskan mengajarkan keterampilan menulis dan keterampilan membaca

bahasa Bali, baik bahasa Bali Latin maupun aksara Bali. Sementara itu,

keterampilan lain utamanya keterampilan berbicara kurang mendapat perhatian.

Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2011:241), keterampilan berbicara pada

hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi

untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang

lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan

alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam yang luas

bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara.

Siswa SD Negeri 3 Sukawati merupakan siswa homogen yang keseharian

menggunakan bahasa Bali sebagai alat komunikasi, baik di keluarga, di sekolah,

maupun di lingkungan masyarakat. Sebagai siswa yang berada di lingkungan yang

menggunakan bahasa Bali dalam berkomunikasi, mereka harus dapat memahami

maksud dari apa yang dituturkan oleh lawan tutur serta mampu menyampaikan

tuturan sesuai dengan sor singgih bahasa Bali. Akan tetapi, kenyataan yang ada

justru terbalik.

Berdasarkan data observasi awal, wawancara, dan pemberian tes kepada

siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati ternyata memiliki kemampuan

pemahaman berbicara sor singgih bahasa Bali dengan kategori rendah. Tes

Page 24: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

4

dilakukan dengan memberikan sepuluh pertanyaan kepada kelas VIB dengan

jumlah 31 siswa pada 5 Januari 2013. Dari hasil tes diketahui bahwa sebanyak

29% siswa memiliki kualitas pemahaman sor singgih bahasa Bali yang sangat

kurang (hasil di bawah nilai 39), 55% siswa memiliki kualitas pemahaman sor

singgih bahasa Bali yang kurang (hasil di bawah nilai 54). Sementara itu, hanya

16% siswa memiliki kualitas pemahaman sor singgih bahasa Bali yang cukup

(hasil di bawah nilai 69). Data ini menunjukkan bahwa kualitas kemampuan

pemahaman berbicara sor singgih bahasa Bali dikategorikan kurang/rendah.

Dalam kenyataannya sekolah mengharapkan agar 75% siswa mampu memahami

dan menggunakan sor singgih bahasa Bali yang baik dalam berkomunikasi.

Dari hasil observasi awal yang dilakukan di SD Negeri 3 Sukawati,

ditemukan banyak siswa yang cerdas dan pintar, tetapi mereka kehilangan

kemampuan berkomunikasi yang baik dalam bahasa Bali, terutama penggunaan

sor singgih bahasa Bali yang benar. Siswa cenderung tidak melihat dengan siapa

mereka berbicara. Mereka kehilangan kepekaan berkomunikasi, juga dengan

orang yang lebih tua. Budaya menegur dan menyapa mengalami erosi yang cukup

berarti. Kadang kala saat siswa berbicara bahasa Bali kepada gurunya kurang

memiliki tutur yang sopan. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan

rendahnya kemampuan berbicara bahasa Bali sesuai dengan sor singgihnya.

Berikut sepenggal percakapan antara guru dan salah satu siswa kelas VIB pada

saat dilakukan pengamatan dan wawancara.

Siswa: “Buk, timpal tiang ané negak dini sing ada.”

“Bu, teman saya yang duduk di sini tidak ada.” Guru: “Dija nika timpalé?”

Page 25: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

5

“Di mana temannya?” Siswa: “Sing nawang, Buk. Amah gamang asanné.” “Tidak tahu, Bu. Dimakan makhluk halus rasanya.”

Dalam penggalan percakapan di atas terlihat ketidaksesuaian pemilihan

kata yang digunakan oleh siswa tersebut. Adanya kata “dini sing ada” yang

seharusnya menggunakan kata “driki ten wenten” karena lawan tutur siswa adalah

orang yang lebih tua (guru), maka harus menggunakan bahasa alus singgih.

Kalimat “Sing nawang, Buk. Amah gamang asanné” juga merupakan tuturan

yang kurang sopan walaupun maksud tuturan yang disampaikan siswa tersebut

hanyalah sebagai lelucon. Seharusnya tuturan tersebut cukup menggunakan kata

“ten uning, Bu”, Akan tetapi, tuturan yang disampaikan siswa kepada lawan

tuturnya merupakan tuturan yang kurang sopan.

Tutur kata yang kurang sopan yang diujarkan oleh siswa kepada gurunya

merupakan salah satu gambaran siswa sebagai generasi penerus bangsa yang

mengalami penurunan kualitas karakter bangsa. Karso Mulyo (dalam

http://batang-karso.blogspot.com/2012/08/case-study-membangun-karakter-

bangsa.html) mengatakan bahwa karakter bangsa yang dimaksudkan adalah

keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan,

bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia

yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal,

keturunan, bahasa, adat, dan sejarah bangsa. Pembangunan karakter bangsa

haruslah diawali dari lingkup yang terkecil, khususnya di sekolah. Upaya

mewujudkan nilai-nilai tersebut dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Tentu

Page 26: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

6

esaja pembelajaran dapat mengadopsi semua nilai karakter bangsa yang akan

dibangun.

Menurut Ratna Megawangi (2009:93), pendidikan karakter adalah sebuah

usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak

dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat

memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Pendidikan karakter

merupakan salah satu pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang

terjadi pada semua mata pelajaran. Dalam hal ini, pendidikan karakter

diintegrasikan dengan pelajaran bahasa Bali dalam aspek kemampuan berbicara

sor singgih bahasa Bali melalui metode bermain peran dalam upaya

menumbuhkan kesantunan berbicara siswa.

Bermain peran menekankan kenyataan, yakni siswa diturutsertakan dalam

memainkan peran di dalam mendramatisasi masalah-masalah hubungan sosial

dalam cerita. Bermain peran menjadi sangat penting sebagai

penumbuhkembangan keterampilan berbicara, bukan hanya sebagai keterampilan

berkomunikasi, melainkan juga sebagai seni. Melalui metode bermain peran siswa

diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok

sosial yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain, metode ini

berupaya untuk membantu individu melalui proses kelompok sosial.

Proses pembelajaran yang tepat menjadi sangat penting untuk

meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun

karakter siswa. Pembelajaran bahasa Bali dengan menerapkan metode bermain

peran diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan pemakaian sor singgih

Page 27: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

7

bahasa Bali yang benar pada siswa dalam berkomunikasi, baik dengan guru,

antarsiswa, maupun dengan masyarakat serta mampu membangun karakter siswa.

Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh pada kualitas

pemahaman terhadap kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali siswa, yaitu

mendukung tumbuhnya kecerdasan berbahasa praktis yang baik karena mampu

memotivasi siswa untuk berbicara langsung dengan lawan bicara serta mampu

membangun karakter siswa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimana kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali sebelum

penerapan metode bermain peran dalam membangun karakter siswa kelas

VIB SD Negeri 3 Sukawati?

2) Bagaimana kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali setelah

penerapan metode bermain peran dalam membangun karakter siswa kelas

VIB SD Negeri 3 Sukawati?

3) Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi peningkatan kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa

melalui metode bermain peran siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati?

Page 28: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

8

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap fenomena-

fenomena yang terjadi dalam kaitannya dengan penanaman nilai-nilai karakter

pada siswa. Di samping itu, juga untuk meningkatkan kemampuan berbicara sor

singgih bahasa Bali melalui metode bermain peran pada pembelajaran bahasa

Bali di SD Negeri 3 Sukawati.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini dapat dijelaskan seperti di bawah ini.

1) Untuk mengetahui kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam

membangun karakter siswa sebelum menerapkan metode bermain peran siswa

kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.

2) Untuk mengetahui kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam

membangun karakter siswa setelah menerapkan metode bermain peran siswa

kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.

3) Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi peningkatan

kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter

siswa melalui metode bermain peran siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis penelitian yang dilakukan ini adalah memberikan

wawasan keilmuan dalam pembelajaran yang sesuai dengan keberadaannya

Page 29: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

9

sebagai suatu kajian linguistik mengenai permasalahan pembelajaran sor singgih

bahasa Bali di SD Negeri 3 Sukawati. Di dalam Permasalahan ini terlibat peran

guru untuk dapat meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali

dalam membangun karakter siswa kelas VIB dengan menerapkan metode bermain

peran. Apalagi adanya kenyataan bahwa siswa sangat sulit memahami pemakaian

sor singgih bahasa Bali dalam berkomunikasi. Hal itu disebabkan oleh sistem

bahasa Bali yang begitu rumit. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru

sangat berpengaruh kepada kualitas pemahaman terhadap kemampuan berbicara

sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

memberikan kontribusi bagi perbaikan terus-menerus dalam proses pembelajaran

di sekolah, khususnya pembelajaran bahasa Bali siswa kelas VIB. Penelitian yang

dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat kepada sekolah, guru, dan siswa di

SD Negeri 3 Sukawati.

Pertama, bagi sekolah penelitian ini diharapkan mampu memberikan

manfaat bagi seluruh warga sekolah dalam upaya membangun karakter siswa

khususnya karakter kesopansantunan serta meningkatkan prestasi siswa dalam

bidang pembelajaran bahasa Bali, khususnya pembelajaran kemampuan berbicara

sor singgih bahasa Bali.

Kedua, bagi guru, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat

dalam upaya memberikan inovasi baru dalam pembelajaran bahasa Bali dengan

menerapkan metode bermain peran untuk meningkatkan kemampuan berbicara

Page 30: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

10

sor singgih bahasa Bali siswa serta mampu membangun karakter khususnya

karakter kesopansantunan siswa.

Ketiga, bagi siswa, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan

pemahaman siswa tentang sor singgih bahasa Bali. Di samping itu, mampu

membangun karakter khususnya karakter kesopansantunan siswa dengan

penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran bahasa Bali.

Page 31: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka

Ada beberapa penelitian sejenis yang dapat disampaikan sebagai kajian

pustaka dalam penelitian ini yang mencakup penggunaan beberapa metode yang

digunakan untuk dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

Penelitian yang pertama yang dilakukan oleh Rianti (2012), melakukan

penelitian di SMK PGRI 4 Denpasar dengan judul “Peningkatan Kemampuan

Berbicara Bahasa Inggris Melalui Teknik Role Play pada Siswa Kelas X

Akomodasi Perhotelan di SMK PGRI 4 Denpasar”. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

berbicara bahasa Inggris yakni, pelafalan, tata bahasa, pembendaharaan kata,

kelancaran, dan pemahaman. Adanya pemakaian Teknik Role Play tersebut

ternyata dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

Rianti (2012:2) berpendapat bahwa salah satu kunci keberhasilan dalam

menguasai bahasa Inggris ialah pembelajar mengembangkan dan menerapkan

strategi dalam belajar bahasa. Pada saat pembelajar bahasa Inggris tidak dapat

menemukan kata yang dikehendaki untuk menyampaikan pesan yang

dipikirkannya. Pada saat itulah pembelajar perlu menggunakan strategi

komunikasi (communication strategis) untuk mencegah kemacetan dalam

penyampaian pesan itu. Salah satu teknik yang memungkinkan siswa dapat

Page 32: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

12

praktik berbicara adalah role play atau bermain peran. Dengan role play para

siawa dapat dilatih berbicara dengan berbagai situasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rianti adalah penggunaan role play

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dalam hal meningkatkan

kemampuan berbicara pelafalan, tata bahasa, pembendaharaan kata, kelancaran,

dan pemahaman. Hal ini terbukti dengan meningkatnya persentase nilai siswa

pada pretes ke postes I dan postes II, yaitu persentase jumlah nilai rerata siswa

dalam kemampuan berbicara yang meningkat dari 51% (termasuk kategori

“kurang”) pada pretes meningkat menjadi 68% (termasuk kategori “cukup”) pada

postes I, dan dari 68% menjadi 76% (termasuk kategori “baik”) pada postes II.

Penelitian yang kedua yang dilakukan oleh Arsani (2012) dengan judul

“Peningkatan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Dwibahasa Kelas

VA Pelangi School Ubud Melalui Metode Bercerita”. Penelitian ini juga

merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan berbicara bahasa Indonesia pada siswa dwibahasa melalui bercerita

tentang dongeng “Keong Emas”. Arsani memilih metode bercerita sebagai cara

untuk mengajarkan bahasa Indonesia siswa dwibahasawan karena bercerita

mampu membantu siswa untuk lebih termotivasi guna berperan aktif dalam

kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam meningkatkan

kemampuan berbicara bahasa Indonesia siswa.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsani adalah penggunaan metode

bercerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dwibahasa dalam berbicara. Hal

ini dapat dilihat meningkatnya persentase nilai siswa pada pretes ke postes I dan

Page 33: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

13

postes II, yaitu persentase jumlah nilai rerata siswa dalam kemampuan berbicara

yang meningkat dari 50% (termasuk kategori “kurang”) pada pretes meningkat

menjadi 59% (termasuk kategori “kurang”) pada postes I, dan dari 59% menjadi

81% (termasuk kategori “baik”) pada postes II.

Penelitian yang ketiga ditulis oleh Nugraha Putra (2012) yang berjudul

“Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Langsung dalam

Pengajaran Bahasa Inggris di lembaga Kursus English Center”. Penelitian ini juga

merupakan penelitian tindakan kelas dalam upaya untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan metode

langsung. Pemakaian metode langsung dalam pengajaran bahasa Inggris dapat

meningkatkan kemampuan berbicara siswa yaitu merangsang dan memotivasi

siswa dalam berkomunikasi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya persentase

nilai siswa pada pretest ke postes I dan postes II, yaitu persentase jumlah nilai

rerata siswa dalam kemampuan berbicara yang meningkat dari 30,6 (termasuk

kategori “kurang”) pada pretes meningkat menjadi 47,7 (masih termasuk kategori

“kurang”) pada postes I, dan dari 47,7 menjadi 71,3 (termasuk kategori “baik”)

pada postes II.

Penelitian yang keempat dilakukan oleh Dewantara (2012) dengan judul

penelitian “Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan

Berbicara Siswa Kelas VIIE SMPN 5 Negara dan Strategi Guru untuk

Mengatasinya”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang

bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis (1) faktor penyebab kesulitan

belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara dan (2) strategi guru

Page 34: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

14

untuk mengatasi faktor penyebab kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran

keterampilan berbicara.

Dewantara mengatakan bahwa dalam pembelajaran keterampilan berbicara

guru hendaknya mampu melakukan dianogsis terhadap faktor penyebab kesulitan

belajar siswa dan memiliki pengetahuan yang luas mengenai strategi-strategi

pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi faktor penyebab kesulitan

belajar siswa. Strategi yang biasa diterapkan oleh guru adalah strategi

pembelajaran langsung (ekspositori), strategi pembelajaran yang berpusat pada

guru (teacher center strategies), strategi pembelajaran deduksi, dan strategi

pembelajaran heuristik yang diimplementasikan dengan berbagai metode, teknik,

dan media pembelajaran keterampilan berbicara. Dengan strategi-strategi tersebut

kerap terjadi pembelajaran yang minim memberikan peluang kepada siswa untuk

belajar berkomunikasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewantara adalah (1) faktor-faktor

penyebab kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara

berasal dari faktor motif/motivasi, kebiasaan belajar, penguasaan komponen

kebahasaan, penguasaan komponen isi, sikap mental, hubungan/interaksi antara

guru dan siswa, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan

hubungan/interaksi antara siswa dan siswa. Faktor yang paling dominan

menyebabkan kesulitan belajar adalah sikap mental.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Yuni (2012) dengan judul

“Penerapan Pembelajaran Berbicara Bahasa Indonesia Menggunakan Dongeng

dengan Kearifan Lokal di Kelas 2 SD Negeri 3 Yehembang Kangin”. Penelitian

Page 35: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

15

ini juga merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk

mengetahui dan mendeskripsikan (1) pelaksanaan pembelajaran berbicara bahasa

Indonesia menggunakan dongeng dengan kearifan lokal dalam pembelajaran

bahasa Indonesia yang terdiri atas langkah-langkah pembelajaran, aktivitas

belajar-mengajar, dan evaluasi pembelajaran serta (2) nilai kearifan lokal yang

terdapat dalam dongeng yang digunakan dalam pembelajaran berbicara bahasa

Indonesia.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuni menggunakan pendekatan

tematik yang terdiri atas (1) penciptaan suasana menarik melalui instrumen musik

dalam apersepsi ternyata sangat efektif untuk mempersiapkan kondisi psikologis

siswa sebelum menerima pembelajaran, (2) proses penggalian wawasan siswa

melalui tanya-jawab ternyata sangat efektif memancing partisipasi siswa dalam

mengemukakan pendapat, gagasan, dan jawaban, (3) penceritaan dongeng oleh

guru dengan memerhatikan aspek-aspek mendongeng, yakni pilihan kata dan

panjang pendek kalimat, urutan cerita, mimik atau ekspresi, serta pelafalan dan

intonasi ternyata mampu memancing respons antusias siswa, (4) penceritaan

dongeng oleh siswa dengan memerhatikan aspek-aspek mendongeng ternyata

memengaruhi kelancaran dalam bercerita, (5) tanya-jawab untuk memancing

siswa mengemukakan pendapat serta memberikan pemahaman langsung

mengenai nilai moral yang baik dan tidak baik, (6) penyimpulan, evaluasi, dan

tindak lanjut yang disertai klarifikasi dan penegasan pada akhir pembelajaran.

Yuni mengemukakan bahwa pembelajaran berbicara menggunakan

dongeng dengan kearifan lokal dapat mengaktifkan siswa dalam berbicara,

Page 36: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

16

mengemukakan pendapat, jawaban, dan pertanyaan. Berdasarkan evaluasi

pembelajaran yang dilakukan Yuni, diketahui bahwa keterampilan siswa dalam

berbicara menceritakan dongeng ternyata sangat bervariasi. Beberapa siswa ada

yang (1) lancar, runtut, dan lengkap dalam bercerita, (2) ada yang lancar, runtut,

tetapi kurang lengkap, (3) ada yang lancar, lengkap, tetapi kurang runtut, (4)

bahkan ada yang kurang lancar, kurang lengkap, dan tidak runtut. Selain itu,

penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai kearifan lokal yang terkandung

dalam dongeng, yakni moral individu, sosial, dan religi.

Dari semua kajian pustaka yang telah disampaikan di atas, diketahui

bahwa teknik role play atau bermain peran sangat relevan dengan penelitian yang

penulis lakukan. Teknik role play yang digunakan dalam pembelajaran bahasa

Inggris terbilang efektif dan mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa,

khususnya kemampuan berbicara bahasa Inggris. Akan tetapi, dalam penelitian

yang penulis lakukan ini, role play atau bermain peran diterapkan dalam

pembelajaran bahasa Bali, khususnya pembelajaran berbicara sor singgih bahasa

Bali dalam membangun karakter siswa. Karakter yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah karakter sopan santun.

2.2 Konsep

Studi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa konsep

yang memerlukan penjelasan. Konsep-konsep tersebut, antara lain peningkatan,

kemampuan berbicara, sor singgih bahasa Bali, pendidikan karakter, dan bermain

peran.

Page 37: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

17

2.2.1 Peningkatan

Peningkatan adalah proses, perbuatan, cara, meningkatkan usaha dsb (Fajri

dan Senja, 2007:786). Peningkatan dalam hal ini adalah suatu proses

meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun

karakter siswa.

2.2 2 Kemampuan Berbicara

Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi

artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,

menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan Mukti, 1988:17).

Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan

persendian (juncture) jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah

lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Berkomunikasi

adalah hubungan seseorang atau kelompok orang dengan yang lain melalui media

tertentu dan dalam konteks ini media itu adalah wicara/berbicara. Ada banyak

media lain dalam berkomunikasi, antara lain kerdipan mata, gerakan tangan,

dengan bendera, dengan ranting, dengan asap, dan lain-lainnya. Akan tetapi,

media komunikasi yang dimaksud di sini hanya bahasa lisan, yakni

wicara/berbicara itu sendiri.

Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang paling purba, jauh

mendahului peradaban manusia dalam aspek lain. Oleh karena itu, berbicara atau

berbahasa lisan atau oral sering dianggap dan diakui sebagai hakikat inti dari

kegiatan berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif,

Page 38: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

18

sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya di samping juga

dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, tidak hanya

apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya. Bagaimana

mengemukakannya hal ini meyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-

bunyi bahasa tersebut. Ucapan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan dalam

mereproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu bagaimana posisi alat

bicara, seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit pada waktu membentuk bunyi,

baik vokal maupun konsonan (Arsjad dan Mukti, 1988:17).

2.2.3 Sor Singgih Bahasa Bali

Sor singgih bahasa Bali menurut Kamus Bahasa Bali (Bali-Indonesia), kata

sor berarti bawah, singgih berarti halus atau hormat. sor singgih berarti (aturan)

tinggi rendah (dalam berbahasa) (Gautama dan Sariani, 2009:616). Jadi sor

singgih bahasa Bali berarti aturan tentang tingkat-tingkatan atau tinggi rendahnya

rasa dalam berbahasa Bali.

Sor singgih bahasa Bali merupakan tingkatan-tingkatan bahasa Bali yang

mencerminkan pelapisan atau stratifikasi sosial masyarakat penutur bahasa

tersebut, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern. Dalam

masyarakat suku Bali, struktur pelapisan masyarakatnya yang lebih dikenal

dengan sebutan warna merupakan sumber dasar terbentuknya tingkatan-tingkatan

bahasa Bali itu. Di samping itu, disebabkan oleh tata etika dan sopan santun

masyarakat Bali yang telah mendapat pengaruh besar dari budaya Jawa (Hindu)

terutama pada zaman pemerintahan Majapahit ketika menguasai daerah Bali

(Suarjana, 2008:59).

Page 39: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

19

Salah satu strategi yang digunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi secara

sosial adalah strategi kesopanan (politeness strategy). Strategi kesopanan ini

merupakan suatu keterampilan budaya yang dimiliki oleh masyarakat

pendukungnya yang dikemas melalui bahasa untuk menimbulkan kenyamanan

dan keberterimaan secara adab dan berbudaya (Suarjana, 2008:80).

Pilihan strategi kesopanan antara masyarakat yang memiliki hirarki status

sosial (berkasta) dan masyarakat egalitarian menurut Brown dan Levinson (1987)

cenderung berbeda (Suarjana, 2008:81). Masyarakat yang memiliki hierarki status

sosial akan memilih strategi kesopanan negatif dalam berbahasa. Sebaliknya,

masyarakat egalitarian cenderung memilih kesopanan positif dalam berbahasa.

Bagaimana ragam tinggi dipilih oleh kelas bawah untuk kelas atas dalam

masyarakat Bali, baik secara kacamata tradisional maupun modern (sebagai

bentuk kesopanan negatif).

Di pihak lain, kelas bawah akan menerima ragam rendah dari kelas atas.

Di kalangan kelas atas sendiri, mereka akan memilih strategi kesopanan positif,

tujuannya adalah untuk memberikan pengakuan atas kekuasaan satu sama lainnya.

Sebaliknya, di pihak kelas bawah justru strategi kesopanan negatif yang

berkembang. Tujuannya adalah secara bersama-sama menekankan

kesetiakawanan dan saling tenggang rasa atas keterbatasan kekuasaan itu. Ini

sebagai salah satu dasar mengapa bahasa Bali memiliki tingkat-tingkatan (sor

singgih) bahasa dalam tuturannya (Suarjana, 2008:81). Sor singgih bahasa Bali

dapat dibedakan menjadi lima, yakni seperti di bawah ini.

Page 40: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

20

1. Basa Kasar

Basa kasar (K) adalah tingkatan bahasa Bali yang memiliki rasa bahasa

paling bawah. Basa kasar dibedakan menjadi dua, yakni basa kasar pisan dan

basa kasar jabag (Suarjana, 2008:84).

a) Basa Kasar Pisan

Basa kasar pisan adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya

tergolong tidak sopan, yang sering digunakan dalam situasi emosional, jengkel,

marah, dengki, dan caci maki.

Contoh:

(a) Apa petang iba ento? “Apa yang kamu katakan itu?

(b) Wih, cicing magedi uli dini! “Hai, anjing keluar dari sini!” (Suarjana, 2008:84)

b) Basa Kasar Jabag

Basa kasar jabag adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya tidak

disesuaikan dengan situasi pembicaraan. Artinya, kata-kata dalam bahasa itu tidak

mengindahkan tingkat-tingkatan yang ada dalam bahasa Bali, kadang kala

melampaui etika berbicara. Dalam penggunaannya dianggap tidak sopan dan tidak

wajar. Percakapan semacam ini dinilai salah sasaran. Biasanya dalam situasi

kebahasaan tidak semata-mata pembicara tidak memahami sor singgih basa Bali,

justru ada kalanya ingin menunjukkan keangkuhan, kelebihan, atau keakrabannya.

Page 41: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

21

Hal ini sering terjadi antara wangsa yang lebih rendah terhadap wangsa

yang lebih tinggi atau ditunjukkan kepada orang yang patut dihormati dan

dimuliakan.

Contoh :

(a) I Bapa pules di paon. “Ayah tidur di dapur”

(b) Cok mai singgah, nyanan ajaka mabalih joged! “ Cok (singkatan dari Cokorda) mari mampir, nanti nonton joget bersama!”

(Suarjana, 2008:86)

(2) Basa Andap

Basa andap adalah tingkatan bahasa Bali yang digunakan dalam suasana

bersahaja (dalam pergaulan akrab dan sopan) sehingga sering disebut dengan

istilah basa kasar sopan atau basa Bali lumrah/kapara (Bk).

Bahasa Bali sebagai bahasa sopan digunakan dalam pergaulan yang

sifatnya akrab, misalnya sesama wangsa. Di samping itu, sama kedudukannya,

sama umur, sama pendidikan, sama jabatan, kawan sederajat, bahasa

kekeluargaan. Bahasa ini lebih sering dan dominan dipakai oleh wangsa jaba.

Contoh :

(a) Luh beliang Bapa roko, rokon Bapané suba telah! “ Luh belikan ayah rokok, rokok ayah sudah habis!”

(b) Ditu meli sig warung Mén Dayuh apang maan mudahan! “Di sana beli di warung Ibu Dayuh agar dapat lebih murah!” (Suarjana, 2008:87)

Page 42: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

22

(3) Basa Madia

Basa madia adalah tingkatan bahasa Bali yang tergolong menengah, yang

nilai rasa bahasanya berada di antara Basa Bali Andap dan Basa Bali Alus.

Artinya bahwa konotasi basa madia tidak kasar juga tidak halus. Oleh karena

itulah, sering juga disebut dengan bahasa antara (tidak halus dan juga tidak kasar).

Contoh :

(a) Tiang ampun rauh duk I ratu masiram “Saya sudah datang ketika Anda mandi”

(b) Ajak sira ragane meriki? “ Sama siapa anda kemari?”

(Suarjana, 2008:89)

(4) Basa Alus

Basa alus adalah tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa bahasa

yang tinggi atau sangat hormat. Biasanya bahasa ini digunakan dalam situasi

resmi (seperti rapat, pertemuan, seminar, sarasehan, percakapan mengenai adat,

agama, dan sebagainya). Pada dasarnya percakapan dengan menggunakan basa

alus itu akan menunjukkan adanya norma sopan santun, moral yang bernilai

ramah-tamah yang tinggi (Suarjana, 2008:90).

a) Basa Alus Sor

Basa alus sor (Aso) adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat

mengenai diri sendiri atau digunakan untuk merendahkan diri sendiri. Di samping

itu, juga untuk orang lain atau objek yang dibicarakan yang patut drendahkan atau

bisa juga karena status sosialnya dianggap lebih rendah dari pada orang yang

diajak berbicara.

Page 43: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

23

Contoh :

(a) Benjang semeng ipun jaga tangkil mriki “ Besok pagi ia akan datang kemari “

(b) Ipun kantun nunas, antosang dumun! “Ia masih makan, tunggu dulu!” (Suarjana, 2008:92)

b) Alus Mider

Basa alus mider (Ami) adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang

memiliki nilai rasa tinggi atau sangat hormat yang dapat digunakan untuk

golongan bawah juga untuk golongan atas.

Contoh :

(a) Titiang nenten medrebe jinah, I ratu akeh maduwe jinah “Saya tidak mempunyai uang, Anda banyak mempunyai uang”

(b) Ipun makta asiki, Ida makta kakalih “ Ia membawa satu, Beliau membawa dua”

(Suarjana, 2008:93)

c) Basa Alus Singgih

Basa alus singgih (Asi) adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat

yang hanya dapat digunakan oleh pembicara untuk menghormati atau memuliakan

orang yang patut dihormati atau dimuliakan, baik kepada lawan bicara maupun

orang atau objek yang dibicarakan.

Contoh :

(a) Dayu Biang akuda sampun maduwe oka? “ Dayu biang sudah berapa mempunyai anak?”

Page 44: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

24

(b) I Ratu kayun ngrayunan ulam bawi? “Anda mau makan daging babi?”

(Suarjana,2008:94)

(5) Basa Mider

Basa mider adalah kata-kata dalam bahasa Bali yang tidak memiliki

tingkat-tingkatan rasa bahasa (tidak halus dan tidak kasar) sehingga bahasa ini

dapat digunakan untuk dan kepada siapa saja. Selain itu, dalam pemkaiannya tidak

terikat oleh adanya status sosial dalam masyarakat juga tidak terikat oleh situasi

dan kondisi percakapan di mana pun berlangsung. Oleh karena itulah basa mider

dapat disebut sebagai bahasa Bali lepas hormat (netral).

Contoh dalam tataran bahasa alus :

(a) Ida pedanda irika nyongkok, kairing antuk parekane. “ Ida Pedanda di sana jongkok, diikuti oleh abdinya”.

Contoh dalam tataran bahasa andap :

a. Kija Beli ituni, paling icang ngalih? “ Ke mana kakak tadi, bingung saya mencari?”

Contoh dalam tataran bahasa kasar :

(a) Suba lakar bangka masih nagih meli motor “ Sudah mau mati, juga minta membeli motor”

(Suarjana, 2008:96-97)

Page 45: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

25

2.2.4 Pendidikan Karakter

Kata karakter berasal dari kata Yunani, charassein yang berarti mengukir

sehingga berbentuk sebuah pola. Hal itu berarti bahwa akhlak mulia tidak secara

otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan

proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses “pengukiran”). Oleh

karena itu, pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan

baik (habit) sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil (Megawangi, 2009:23).

2) Nilai-nilai Dasar Pendidikan Karakter

Menurut Ratna Megawangi (2009:93), pendidikan karakter adalah sebuah

usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak

dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat

memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.

Nilai-nilai dasar pendidikan karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-

anak adalah nilai-nilai universal. Adapun nilai-nilai universal yang perlu

ditanamkan kepada anak-anak adalah sebagai berikut.

(1) Bertakwa (religious)

Takwa adalah terpeliharanya sifat diri untuk tetap taat melaksanakan

perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Bertakwa adalah menjalankan

takwa (Fajri dan Senja, 2007:786). Para guru harus mampu mengarahkan anak

didik menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Orang yang

bertakwa akan sadar bahwa dirinya hanya hamba Tuhan yang harus bertanggung

jawab dengan apa yang telah dilakukannya di dunia.

Page 46: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

26

(2) Bertanggung jawab (responsible)

Tanggung jawab adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya (Fajri dan

Senja, 2007:794). Para guru harus mampu mengajak para peserta didiknya untuk

menjadi manusia yang bertanggung jawab. Mampu mempertanggungjawabkan

apa yang telah dilakukannya dan berani menanggung segala risiko dari apa yang

telah diperbuatnya. Rasa tanggung jawab ini harus ada dalam diri para peserta

didik.

(3) Berdisiplin (dicipline)

Disiplin adalah usaha menaati tata tertib, baik tata tertib di sekolah,

instansi, maupun lain-lain (Fajri dan Senja, 2007:258). Para guru harus mampu

menanamkan disiplin yang tinggi kepada para peserta didiknya. Kedisiplinan

harus dimulai pada saat masuk sekolah. Budaya tepat waktu harus ditegakkan.

Siapa yang terlambat datang ke sekolah harus terkena sanksi atau hukuman sesuai

dengan peraturan tata tertib yang berlaku di sekolah.

(4) Jujur (honest)

Jujur adalah dapat dipercaya, tidak bohong, berkata apa adanya (Fajri dan

Senja, 2007:406). Kejujuran saat ini merupakan hal yang langka. Para guru harus

mampu memberikan contoh kepada para peserta didiknya untuk mampu berlaku

jujur. Ketika jujur diajarkan di sekolah-sekolah, maka para peserta didik tidak

akan berani berbohong karena telah terbiasa jujur. Kebiasaan jujur ini jelas harus

menjadi fokus utama dalam pendidikan di sekolah.

Page 47: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

27

(5) Sopan (polite)

Sopan adalah tertib menurut aturan, santun, dan hormat (Fajri dan Senja,

2007:769). Karakter sopan ini harus dilatihkan kepada peserta didik dan

dicontohkan bagaimana cara berlaku sopan kepada orang lain, terutama kepada

mereka yang telah lebih tua daripadanya. Tentu karakter kesopanan harus

diperlihatkan dan dijunjung tinggi. Sering kali kita melihat karakter anak sekolah

yang kurang sopan, baik dalam berbicara maupun bertindak. Hal inilah yang harus

diubah dalam pendidikan karakter bangsa.

(6) Peduli (care)

Peduli adalah menghiraukan, memerhatikan, mengindahkan, dan menurut

(Fajri dan Senja, 2007:631). Peserta didik harus dilatih untuk peduli kepada

sesama. Belajar melakukan empati kepada orang lain dengan rasa kepedulian yang

tinggi.

(7) Kerja keras (hard work)

Kerja keras adalah aktivitas untuk melakukan sesuatu secara sungguh-

sungguh (Fajri dan Senja, 2007:458). Peserta didik harus dilatih untuk mampu

bekerja keras. Bukan hanya mampu bekerja keras, tetapi juga mampu bekerja

cerdas, ikhlas, dan tuntas. Orang yang senang bekerja keras pastilah akan menuai

kesuksesan dari apa yang telah dikerjakannya.

(8) Sikap yang baik (good attitude)

Sikap yang baik adalah cara bertindak yang baik (Fajri dan Senja,

2007:760). Peserta didik harus memiliki sikap yang baik. Dengan sikap yang baik

Page 48: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

28

akan terlihat karakter dari peserta didik tersebut. Sikap yang baik kepada orang

lain harus dicontohkan oleh guru kepada para peserta didiknya. Perilaku orang

dapat dilihat dari sikap baik yang dimunculkannya.

(9) Toleransi (tolerate)

Toleran adalah bersikap tenggang rasa atau bersikap menghargai pendirian

orang lain (Fajri dan Senja, 2007:824). Peserta didik harus dilatih agar mampu

bertoleransi dengan baik kepada orang lain. Toleransi harus dipupuk sejak dini,

apalagi kepada hal-hal yang bernuansa suku, agama, dan ras. Perlu toleransi yang

tinggi agar mampu memahami kalau kita berbeda, tetapi hakikatnya tetap satu

juga. Toleransi antarumat beragama adalah salah satu bentuk toleransi yang paling

jelas terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

(10) Kreatif (creative)

Kreatif adalah kemampuan untuk mencipta (Fajri dan Senja, 2007:489).

Peserta didik harus diajarkan agar mampu kreatif sehingga akan menumbuhkan

keterbiasaan menciptakan sesuatu yang baru. Guru kreatif akan menghasilkan

peserta didik yang kreatif pula. Ajarkan peserta didik agar mampu kreatif dalam

menjalankan aktivitas kesehariannya. Anak kreatif lahir dari proses pendidikan

yang berkelanjutan.

(11) Mandiri (independent)

Mandiri adalah dalam keadaan berdiri sendiri (Fajri dan Senja, 2007:547).

Anak yang terbiasa mandiri biasanya akan jauh lebih berhasil hidupnya daripada

anak yang kurang mandiri. Mandiri bukan hanya mampu berdiri di atas kakinya

Page 49: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

29

sendiri, tetapi juga mampu membawa dirinya untuk tidak bergantung penuh

kepada orang lain. Kemandirian harus ditanamkan kepada para peserta didik bila

ingin anak menjadi mandiri.

(12) Rasa Ingin Tahu (curiosty)

Ingin tahu adalah kemauan untuk mengetahui sesuatu (Fajri dan Senja,

2007:379). Setiap anak pasti memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Tentu sebagai

guru dituntut untuk mampu mengarahkan rasa ingin tahu siswa ke arah hal-hal

yang positif.

(13) Semangat Kebangsaan (nationality spirit)

Para peserta didik harus didorong memiliki semangat kebangsaan. Dengan

begitu akan ada rasa bangga kepada bangsanya sendiri.

(14) Menghargai (respect)

Peserta didik harus mampu menghargai hasil karya orang lain yang

dilihatnya. Dengan begitu ada penghargaan yang diberikan olehnya kepada orang

lain. Saling menghargai merupakan cerminan budaya bangsa yang harus

dilestarikan secara turun-temurun. Menghargai pendapat orang lain adalah salah

satu contoh dari karakter saling menghargai sesama.

(15) Bersahabat (friendly)

Ketika peserta didik sudah terbiasa bersahabat, maka akan terasalah

pentingnya sebuah persahabatan. Bersahabat adalah karakter penting yang harus

dimiliki oleh para peserta didik. Guru harus memupuk rasa persaudaraan yang

tinggi. Bila kita saling bersahabat, maka akan semakin dekat dan akrab.

Page 50: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

30

(16) Cinta damai (peace ful)

Peserta didik harus cinta damai. Cinta mencintai antarsesama anak

manusia. Kita semua bersaudara dan tidak selayaknya kita saling bertengkar. Kita

cinta damai, tetapi kita pun cinta kemerdekaan.

2.2.5 Bermain Peran

Bermain peran pada dasarnya adalah siswa memainkan peranan di dalam

mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial

(Sudjana, 2010:84). Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk

‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu

‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai

bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian, baik terhadap keunggulan

maupun kelemahan tiap-tiap peran tersebut dan kemudian memberikan

saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini

lebih menekankan pada masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, bukan pada

kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.

Menurut Crookall dan Oxford bermain peran adalah sebuah bentuk

simulasi karena di dalam permainan peran (role play), siswa menyajikan dan

sekaligus mengalami sendiri jenis-jenis karakter yang ada dalam kehidupan

sehari-hari (Ghazali, 2010:276). Permainan peran dapat dipandang sebagai peran-

peran yang dimainkan siswa, di mana peran biasanya merupakan situasi sosial

yang ditulis dalam bentuk naskah.

Metode bermain peran ini dipelopori oleh George Shaftel. Dalam

kehidupan nyata, setiap orang mempunyai cara yang unik dalam berhubungan

Page 51: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

31

dengan orang lain. Masing-masing dalam kehidupan memainkan sesuatu yang

dinamakan peran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami diri sendiri dan orang

lain (masyarakat) sangatlah penting untuk menyadari peran dan bagaimana peran

tersebut dilakukan. Kemampuan menempatkan diri dalam posisi atau situasi orang

lain dan mengalami/mendalami sebanyak mungkin pikiran dan perasaan orang

lain tersebut perlu dikembangkan. Kemampuan ini adalah kunci bagi setiap

individu untuk dapat memahami dirinya dan orang lain yang pada akhirnya dapat

berhubungan dengan orang lain (masyarakat) (Hamzah B. Uno, 2012:25)

Bermain peran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri

(jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.

Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran,

menyadari adanya peran-peran yang berbeda-beda, dan memikirkan perilaku

dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan

contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk

(1) menggali perasaannya, (2) memeroleh inspirasi dan pemahaman yang

berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan

keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata

pelajaran dengan berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada

saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu

situasi di mana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga,

bertetangga, lingkungan kerja, dan lain-lain (Hamzah B. Uno, 2012:26).

Page 52: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

32

1) Prosedur Pembelajaran Melalui Bermain Peran

Keberhasilan pembelajaran melalui bermain peran bergantung pada

kualitas permainan peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping

itu, bergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap

situasi yang nyata. Prosedur pembelajaran melalui bermain peran terdiri atas

sembilan langkah menurut Hamzah B. Uno (2012:26), yaitu sebagai berikut.

(1) Pemanasan

Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang

disadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan

menguasainya. Bagian berikut dari proses pemanasan adalah

menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai dengan contoh.

Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik agar dapat

merasakan masalah itu hadir di hadapan mereka, dan memiliki hasrat

untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan aktual, langsung

menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa

ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternatif

pemecahan.

(2) Memilih Pemain (Partisipan)

Siswa dan guru membahas karakter setiap pemain dan menentukan

siapa yang memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat

memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa sendiri yang

mengusulkan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya

Page 53: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

33

langkah kedua ini lebih baik. Langkah pertama dilakukan jika siswa

pasif dan enggan untuk berperan apa pun.

(3) Menata Panggung

Dalam hal ini, guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan

bagaimana peran itu dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan.

Penataan panggung yang paling sederhana adalah hanya membahas

skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan

peran.

(4) Menyiapkan Pengamat (Observer)

Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Sebaiknya

pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang

dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati

peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya.

(5) Memainkan Peran

Permainan peran dilaksanakan secara spontan sesuai dengan peran

masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-

benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus

karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan.

(6) Diskusi dan Evaluasi

Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan

evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan

Page 54: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

34

muncul. Mungkin siswa yang meminta untuk berganti peran. Bahkan

alur, ceritanya akan sedikit berubah. Apa pun hasil diskusi dan evaluasi

tidak jadi masalah.

(7) Memainkan Peran Ulang

Seharusnya, pada permainan peran kedua ini berjalan lebih baik.

Siswa dapat memainkan perannnya lebih sesuai dengan skenario.

(8) Diskusi dan Evaluasi Kedua

Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas

karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang

melampaui batas kenyataan. Misalnya, seorang siswa memainkan peran

sebagai pembeli. Siswa membeli barang dengan harga yang tidak

realistis. Hal ini dapat menjadi bahan diskusi.

(9) Berbagi Pengalaman dan Simpulan

Siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan

peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat simpulan.

Melalui permainan peran adalah suatu upaya meningkatkan kemampuan

siswa untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain serta dapat

meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Dalam hal ini, siswa mampu

meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam pembelajaran

bahasa Bali.

Page 55: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

35

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Behavioristik

J.B Skinner adalah ahli pembelajaran behavioristik yang menyatakan

belajar merupakan perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar jika

ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dalam kutipan bukunya

dinyatakan bahwa teknik pendidikan yang menekana pada penghafalan bahan

lisan bersandar berat pada dorongan atau motivasi. Sebagai contoh, beberapa baris

puisi yang diberikan kepada anak dan dia diperintahkan untuk “belajar”. Guru

kemudian meminta anak untuk membaca puisi. Penghargaan atau pujian akan

diberikan jika ia melakukannya dengan benar, sebaliknya guru akan

menghukumnya jika ia salah mengucapkannya. Hal itu dilakukan dalam rangka

menghasilkan tanggapan yang kemudian dapat diperkuat.

“Educational techniques which emphasize the memorization of verbal material lean heavily upon prompting. How the grade-school child aquires verbal behavior is often of little concern to the teacher. For example, a few lines of poem are given to the child is usually left to “learn” them. In some little-understood fashion which the child is usually left discover for himself, he must convert texture. The teacher then asks the child to recite te poem, rewards him if does so correctly, and punishes him if he is unable to recite it or recites it correctly. In order to generate responses which may then be reinforced, the teacher may resort of promts. A partially learned poem is thus evoked and reinforced”. (Skinner, 1957:255)

Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan (input) yang

berupa stimulus dan keluaran (output) yang berupa respons. Penguatan

(reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja

yang memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive

reinforcement), maka respons akan semakin kuat. Demikian juga penguatan

dikurangi (negative reinforcement) maka respons juga akan lemah. Efek prosedur

Page 56: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

36

dalam memberikan respons dari kondisi pengendalian tertentu biasanya dilakukan

dengan cara lain. Selain menggunakan berbagai macam penguatan, suatu

ketergantungan diatur dengan respons verbal dan penguat umum. Setiap perstiwa

yang bersifat mendahului suatu ganjaran berbeda, dapat digunakan sebagai

penguat untuk membawa perilaku bawah kontrol seseorang pada semua kondisi

yang kurang tepat dan rangsangan yang buruk (Skinner, 1957:54).

Menurut Iskandarwassid (2011:4) pembelajaran dimaknai sebagai proses

menuju ke arah yang lebih baik. Variasi belajar dapat diamati melalui prises

tingkah laku atau penampilan anak didik. Ada enam jenis tingkah laku, yaitu (1)

suatu kegiatan belajar peserta didik yang ditampilkan melalui proses stimulus (S)

– respons (R), S adalah situasi yang memberikan stimulus, sedangkan R adalah

respons dari stimulus. (2) untaian dan rangkaian, suatu kegiatan belajar yang

terjadi berdasarkan rentetan atau rangkaian respons yang dihubung-hubungkan,

(3) perbedaan yang beragam, proses belajar terjadi atas serangkaian respons yang

khusus, (4) penggolongan, jenis belajar yang terjadi diatas atas penggolongan

suatu benda, keadaan, atau perbuatan yang sesuai dengan situasi, (5)

menggunakan urutan, suatu kecakapan untuk berbuat atau bertindak tidak sesuai

dengan landasan komponennya, (6) memecahkan masalah, kemampuan berpikir,

menganalisis, dan memecahkan masalah.

2.3.2 Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari

pembicara dalam membentuk sebuah kalimat. Sebuah kalimat, betapa pun

Page 57: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

37

kecilnya, memiliki struktur dasar yang saling bertemali sehingga mampu

menyajikan sebuah makna. Harmer (1983) menyatakan bahwa berbicara

merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk

mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Lebih

jauh lagi Harmer (1983) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah

kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui

kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari

masyarakat yang berbeda. Dalam konteks komunikasi, pembicara berlaku sebagai

pengirim (sender), sedangkan penerima (receiver) adalah penerima warta

(massage). Warta terbentuk oleh informasi yang disampaikan sender dan massage

merupakan objek dari komunikasi. Feedback muncul setelah warta diterima dan

merupakan reaksi dari penerima pesan (Iskandarwassid dan Sunendar, 2011:240).

Untuk lebih jelasnya tampak dalam bagan 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Konteks Komunikasi

Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2011:241), keterampilan berbicara

pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi

artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan

PENERIMA PENGIRIM

BALIKAN

WARTA

Page 58: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

38

kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan

persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam

yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara.

Kemampuan bahasa lisan (berbicara) memerlukan pengetahuan tentang

bahasa yang digunakan (tata bahasa, kosakata, penggunaan bentuk yang tepat

untuk fungsi tertentu) dan keterampilan untuk mengomunikasikan pesan. Metode

pengajaran bahasa menawarkan banyak kerangka untuk mengembangkan

keterampilan berbahasa lisan. Littlewood (1981) menyusun kegiatan pembelajaran

berbicara menjadi beberapa fase, yaitu fase prakomunikasi (mempraktikkan

struktur bentuk-bentuk bahasa dan maknanya) dan fase komunikatif (di mana

siswa menggunakan bahasa secara fungsional dan berlatih dalam interaksi sosial).

Pembagian menjadi fase prakomunikasi dan fase komunikatif oleh Littlewood ini

menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan komunikasi dapat dipilah-pilah dan

diurutkan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hasil kemampuan berbicara

yang diinginkan (Ghazali, 2010:249).

Berkaitan dengan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali, berikut

ini dijelaskan tentang pelafalan bahasa Bali, intonasi kalimat bahasa Bali, jeda

dalam bahasa Bali, penggunaan sor singgih bahasa Bali, beberapa kesalahan

dalam tuturan bahasa Bali, dan kelas kata bahasa Bali.

1) Pelafalan Bahasa Bali

Pelafalan/pengucapan suku kata-suku kata dari kata-kata yang membentuk

suatu wacana memiliki aturannya. Ada beberapa suku kata bahasa Bali yang

bentuknya sama dengan suku kata bahasa Indonesia, tetapi ucapannya berbeda

Page 59: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

39

(Riken dkk., 1993:3). Pelafalan bahasa Bali adalah faktor yang sangat penting

dalam keberhasilan komunikasi lisan. Pelafalan yang salah dapat menyebabkan

terjadinya salah pengertian dan pada akhirnya menyebabkan gangguan

komunikasi. Beberapa aturan pengucapan kata dalam ejaan bahasa Bali Latin

adalah sebagai berikut.

(1) Suku terbuka bervokal / a /, yang terletak pada akhir kata, diucapkan seperti e

pepet [ ].

Contoh : bapa [bap ] ‘ayah’

uma [um ] ‘sawah’ sepeda [seped ] ‘sepeda’

Bila mendapat akhiran, suku terbuka bervokal /a/, ucapannya bersuara [a]

Contoh : bapa + e (ne) bapane [bapAne] ‘ayah itu’

uma + ne (nne) umanne [umAnne] ‘sawahnya’ sepeda + e (ne) sepedane [s pedAne] ‘sepeda itu’

(Riken dkk., 1993:4)

(2) Suku terbuka bervokal / a /, suku ke-3 dari belakang pada kata dasar dari

empat suku, ucapannya seperti e pepet [ ].

Contoh : Nagasari [nag sarI] ‘nama pohon, nama kue’

majagau [maj gaƱ] ‘nama pohon’

majalangu [maj laŋƱ] ‘nama kerajaan (dalam cerita “Cupak”)’

Catatan : pada kata dasar dari tiga suku, suku kata terbuka yang ke-3 dari belakang, tidak ada bervokal / a / (Ejaan Bali Latin yang Disempurnakan).

(Riken dkk., 1993:4)

Page 60: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

40

(3) Suku terbuka bervokal / a /, pada morfem terikat (awalan), ucapannya seperti e

pepet [ ].

Contoh : prajani [pr janI] ‘sekarang’

kumanyama [kum nyama] ‘bersaudara’

makaukud [mak ukƱd] ‘semuanya’

(Riken dkk., 1993:4)

(4) Kata yang bersuku terbuka bervokal / a /, diikuti suku vokal / a / sebagai suku

akhir, kedua vokal / a / itu ucapannya seperti e pepet [ ].

Contoh : baa [b ] ‘bara’ daa [d ] ‘wanita dewasa’

sekaa [s k ] ‘perkumpulan’

Bila mendapat akhiran, kedua vokal / a / di atas, ucapannya [a].

Contoh : baa + e (ne) baane [baane] ‘bara itu’ daa + e (ne) daane [daane] ‘wanita itu’

sekaa + e (ne) sekaane [s kaane] ‘perkumpulan itu’ (Riken dkk., 1993:4)

(5) Suku kata yang bervokal / e / pepet [ ] dan yang bervokal / e / taling [e],

bentuk vokalnya sama, yaitu / e /.

Contoh kalimat :

Ngudiang seksek adine sirep? seksek [s ks k] ‘desak’

Apit sakan balene amah seksek. seksek [seksek] ‘binatang pemakan kayu’

Ia tundéna nektek be. nektek [n kt k] ‘cincang’

Ia nektek pipis di balene. nektek [nektek] ‘menghitung satu per satu’

(Riken dkk., 1993:5)

Page 61: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

41

(6) Semua vokal /e/ pada suku akhir kata yang terbuka, ucapannya e taling [e].

Contoh : be [be] ‘ikan’

sate [sate] ‘sate’ bale [bale] ‘rumah’

(Riken dkk., 1993:6)

2) Intonasi Kalimat Bahasa Bali

Kalimat adalah satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung

pikiran yang lengkap. Sebuah kata yang berdiri sendiri belum jelas maknanya.

Suatu kata baru jelas maknanya dalam kalimat tertentu, seolah-olah kata hidup

dalam kalimat. Lagu kalimat (intonasi) memegang peranan sangat penting dalam

pengucapan bahasa Bali (Riken dkk., 1993:8). Intonasi yang benar akan

memperjelas pikiran yang terkandung dalam kalimat tersebut. Ditinjau dari

intonasinya, kalimat dibagi atas tiga tipe, yaitu sebagai berikut.

a) Kalimat berita

Pada bagian awal suara meninggi, selanjutnya agak mendatar, kemudian

dengan suara merendah dan diakhiri berhenti. Dengan intonasi berhenti,

kalimat terasa selesai.

Contoh :

Sedeng iteha ia madaar ada gegendong teka.

[sǝdǝŋ itǝhǝ iǝ mǝdaar adǝ gǝgendoŋ tǝkǝ]

‘Sedang asyiknya dia makan tiba-tiba ada pengemis datang’

Page 62: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

42

b) Kalimat perintah

Intonasi akhirnya menurun deras disertai dengan tekanan yang keras pada

bagian yang diutamakan.

Contoh :

Jemakang tiang baju di lemarine!

[jǝmakang tiang bajƱ di lǝmarIne] ‘Ambilkan saya baju di lemari!’

c) Kalimat tanya

Ditandai dengan intonasi yang menaik.

Contoh :

Bapa lakar kija?

[bapǝ lakar kijǝ] ‘Ayah mau kemana?’

(Riken dkk., 1993:6)

3) Jeda

Jeda adalah waktu berhenti sebentar atau waktu istirahat. Jeda juga

bermakna berhenti sebentar dalam ujaran. Tanda “ / “ berarti jeda (waktunya lebih

pendek) dari pada tanda “ // “.

Contoh :

a) Ingetang De, buin mani tiang kema! | = | Ingetang De // buin mani / tiang kema! | = |

[ingǝtaŋ de, buIn manI tiaŋ kǝmǝ] ‘Ingat De, besok saya datang’

b) Nyen ke cerik-cerike bisa ngelangi? | = | Nyen ke / cerik-cerike bisa ngelangi? | = |

Page 63: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

43

[nyen ke cǝrIk-cǝrIke bisǝ ngǝlaŋI] ‘Siapa yang bisa berenang?’

(Riken dkk., 1993:6)

4) Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali

Variasi suatu bahasa tidak hanya terjadi pada kelompok masyarakat

anekabahasa (multilingual society), tetapi juga bisa terjadi pada masyarakat

ekabahasa (monolingual society). Munculnya variasi bahasa disebabkan oleh

perbedaan latar belakang sosial atau latar belakang geografis. Variasi bahasa yang

terjadi karena perbedaan geografis dapat diidentifikasikan pada sistem bunyinya.

Sedangkan, dari segi latar sosialnya, variasi bahasa dapat ditemukan dalam

berbagai variabel sosial masyarakat (status sosial, jenis kelamin, dan strategi

kesopanan), baik masyarakat yang berstratifikasi sosial (berkasta) maupun

masyarakat yang egalitarian (Suarjana, 2008:69).

Dalam masyrakat yang memiliki sistem kasta/wangsa yang ketat,

penerapan tingkatan tutur (speech levels) akan menjadi sangat ketat pula. Dalam

situasi tutur masyarakat berkasta, seorang penutur (addresser) akan memilih

tingkatan tutur yang tepat sesuai dengan status sosial lawan bicara (audience)

yang dihadapi. Tingkatan tutur yang dipilih akan menentukan posisi sosial (secara

horizontal dan vertikal) dari setiap penutur yang terlibat dalam tindak bicara

tersebut. Bahasa Bali adalah salah satu contoh yang sangat baik untuk

menjelaskan bagaimana stratifikasi sosial diidentifikasi melalui penggunaan

bahasanya (Suarjana, 2008:69).

Page 64: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

44

Secara konsep sebagaimana pernah dipetakan oleh seorang ahli bahasa

berkebangsaan Eropa (Belanda) yang bernama J. Kersten SVD pada tahun 1970-

an tentang pemakaian sor singgih bahasa Bali itu dapat dibuat menyerupai dua

buah bidang yang dibatasi sebuah garis melintang. Garis ini yang berfungsi untuk

membedakan antara bidang atas dan bidang bawah. Bidang atas yang ditandai

dengan huruf A (A=atas) adalah untuk mengelompokkan status sosial orang itu

lebih tinggi (sebagai golongan atas), sedangkan bidang bawah yang ditandai

dengan huruf B (B=bawah) adalah untuk mengelompokkan status sosial orang itu

lebih rendah (sebagai golongan bawah) (Suarjana, 2008:72).

Untuk mengetahui dalam pengelompokan ini, siapa yang termasuk

golongan atas dan siapa yang termasuk golongan bawah, menurut J. Kersten SVD

dapat dibedakan sebagai berikut.

(1) Secara tradisional, yang dikelompokkan sebagai golongan atas adalah

orang-orang atau mereka yang berstatus tri wangsa yang dalam

masyarakat Bali juga dikenal dengan soroh menak, yakni wangsa

brahmana, wangsa ksatriya, dan wangsa wesya, sedangkan yang

dikelompokkan sebagai golongan bawah adalah wangsa jaba.

(2) Secara modern, yang dikelompokkan sebagai golongan atas dan

golongan bawah antara tri wangsa dan wangsa jaba memiliki peluang

dan kesempatan yang sama. Maksudnya, yang termasuk golongan atas

adalah di samping tri wangsa atau soroh menak, bisa juga wangsa

jaba. Demikian halnya dengan golongan bawah, bisa tri wangsa, bisa

juga wangsa jaba. Artinya status orang itu diklasifikasikan secara

Page 65: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

45

pragmatis (tidak semata-mata kelahiran atau keturunan, tetapi juga

karena jabatan atau kedudukan, dan finansialnya).

(Suarjana, 2008:72).

Untuk lebih jelasnya hal tersebut dapat digambarkan sebagai skema

berikut ini.

1. SecaraTradisional ∶ 퐴Golonganatas

(푇푟푖푊푎푛푔푠푎)

퐵Golonganbawah(푊푎푛푔푠푎퐽푎푏푎)

2. SecaraModern ∶ 퐴 Golonganatas

(푇푟푖푊푎푛푔푠푎 + 퐽푎푏푎)

퐵 Golonganbawah(푇푟푖푊푎푛푔푠푎 + 퐽푎푏푎)

(Suarjana, 2008:73)

Penggunaan bahasa Bali yang mengenai sor singgih-nya, agar sesuai

dengan konsep tuturannya, dapat ditempuh dengan jalan bertanya terlebih dahulu

kepada lawan bicara untuk mengetahui status sosialnya, apakah ia sebagai lawan

bicara patut di-singgih-kan atau tidak. Caranya dengan menggunakan kalimat

tanya, yaitu “Nawegang titiang nunasang antuk linggih?” yang secara bebas

artinya ‘Maaf saya ingin mengenal identitas Anda’, atau dengan menanyakan

langsung indik pagenahan “tentang rumah atau tempat tinggal (maksudnya di

griya, di puri, di jero)” dan swakaryannyane (pekerjaannya) (Suarjana, 2008:73).

Untuk tidak terjadi kekeliruan dalam penggunaan sor singgih bahasa Bali,

perhatikan konsep di bawah ini:

Page 66: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

46

1. Jika pembicara atau orang pertama (O1), yang diajak bicara atau orang

kedua (O2), dan yang dibicarakan atau orang ketiga (O3) semuanya

sebagai golongan bawah, maka bahasa Bali yang digunakan oleh O1

kepada O2 dan mengenai O3 adalah Basa Bali Andap (Suarjana, 2008:74).

Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.

A

B

O1 O2

O3

Gambar 2.2 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali (Suarjana, 2008:75)

Contoh :

a) Bapan icange liu ngelah pangina, jani suba mataluh. “Ayah saya banyak punya ayam betina, sekarang sudah bertelur”

b) I Méme anak suda adung, kéto masih reraman I luhe. “Ibu (saya) sudah sepakat, begitu juga orang tuamu”.

(Suarjana, 2008:75)

2. Jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah, yang

diajak bicara atau orang kedua (O2) dan yang dibicarakan atau orang

ketiga (O3) yang sama-sama sebagai golongan atas, maka bahasa yang

digunakan oleh O1 kepada O2 dan bahasa yang digunakan mengenai O3

adalah Basa Bali Alus Singgih. Sebaliknya, untuk O1 yang mengenai

Page 67: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

47

dirinya sendiri akan digunakan Basa Bali Alus Sor (Suarjana, 2008:76).

Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.

O2

A O3

B

O1

Gambar 2.3 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali (Suarjana, 2008:76)

Contoh :

a) Gusti Mangku sampun ka pura makta banten. “Gusti Mangku sudah ke pura membawa sesajen”.

b) Titiang nenten tangkil ka griya, Ida lunga ka pasar “Saya tidak datang ke griya, Beliau pergi ke pasar”.

(Suarjana, 2008:77)

3. Jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah, yang

diajak bicara atau orang kedua (O2) sebagai golongan atas, dan yang

dibicarakan atau orang ketiga (O3) sebagai golongan bawah, maka bahasa

yang digunakan oleh pembicara atau orang pertama O1 kepada O2 adalah

Basa Bali Alus Singgih, sedangkan yang mengenai O1 dan O3

menggunakan Basa Bali Alus Sor (Suarjana, 2008:77). Hal ini dapat

digambarkan sebagai berikut.

Page 68: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

48

A O2

B

O1 O3

Gambar 2.4 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali (Suarjana, 2008:78)

Contoh:

a) Memen ipun sampun padem. “Ibunya sudah meninggal”.

b) Pianak ipun mangkin sampun mapumahan. “Anaknya sekarang sudah berumah tangga”.

(Suarjana, 2008:78)

4. Jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah, yang

diajak bicara atau orang kedua (O2) sebagai golongan bawah juga,

sedangkan yang dibicarakan atau orang ketiga (O3) sebagai golongan atas,

maka bahasa Bali yang digunakan oleh O1 kepada O2 adalah Basa Bali

Andap, sedangkan bahasa yang mengenai O3 menggunakan basa Bali Alus

Singgih dan mengenai O1 dan O2 menggunakan Basa Bali Alus Sor

(Suarjana, 2008:78). Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 69: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

49

O3

A

B

O1 O2

Gambar 2.5 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali (Suarjana, 2008:79)

Contoh :

a) Apa ke Luh suba nawang, Ida lakar makerabkambe?. “Apakah Luh sudah tahu, beliau akan menikah?”.

b) Bapa lakar kija? lan ngayah ka griya!. “Ayah akan ke mana? Mari membantu (kerja) ke griya!”.

(Suarjana, 2008:79)

5) Beberapa Kesalahan dalam Tuturan Bahasa Bali

Penutur bahasa Bali di samping mengenal adanya bahasa standar atau

baku juga mengenal adanya varian bahasa yang disebut dengan dialek. Dialek ini

lebih mengarah pada kebiasaan penutur menurut kedaerahannya sehingga dikenal

dengan dialek geografi. Dialektika inilah yang cenderung menjadi tidak standar

dalam penuturannya. Malah bisa mengarah pada terjadinya kesalahan dalam

penuturan bahasa Bali itu sendiri. Kesalahan ini biasanya terjadi pada kata-kata

jadian/kata-kata berimbuhan (pada tataran morfologi), yaitu yang paling kentara

adalah penggunaan afiksasi yang berupa akhiran atau sufiks (pengiring), sehingga

menimbulkan kesalahan dalam maknanya.

Page 70: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

50

Contoh:

1. I Bapa nyelepin siap di guungane “ I Bapa (ayah) memasuki ayam di sangkar”

Yang benar : I Bapa nyelepang siap di guunganne “ I Bapa (ayah) memasukkan ayam di sangkar”

2. Borehang batise aji baas cekuh apang anget! “ Lulurkan kakinya dengan beras kencur agar hangat!” Yang benar :

Borehin batise aji baas cekuh apang anget! “ Luluri kakinya dengan beras kencur agar hangat!”

Itulah beberapa contoh bahasa Bali yang tidak standar atau tidak baku

dalam tuturannya sehingga cenderung menjadi salah paham atau salah pengertian

(Suarjana, 2008:65).

6) Kelas Kata Bahasa Bali

Terdapat beberapa kemungkinan kata dasar dan kata turunan

dikelompokkan menjadi satu kategori atau kelas. Penggolongan kata menjadi

kategori tertentu bisa dilakukan dengan melihat perilaku satuan bahasa itu sendiri

secara gramatikal, baik pada tataran frase maupun tataran kalimat. Sehubungan

dengan itu, dalam bahasa Bali dapat ditentukan beberapa macam kategori atau

kelas kata, yaitu (a) verba atau kata kerja, (b) nomina atau kata benda yang

mencakup pronominal atau kata ganti dan numeralia atau kata bilangan, (c)

adjektiva atau kata sifat, (d) adverbial atau kata keterangan, dan (e) kata tugas

yang mencakup preposisi, konjungsi, interjeksi, artikel, dan partikel (Granoka

dkk., 1996:28).

Page 71: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

51

A. Kategori Verba

a. Verba atau kata kerja dalam perilakunya berfungsi sebagai predikat.

Misalnya:

1. Dustane ento malaib. “Pencuri itu lari”

b. Verba mengandung makna perbuatan, proses atau keadaan yang bukan

sifat atau kualitas.

Misalnya:

2. I Dadong mati “Nenek meninggal”

3. Umahe puun “Rumahe itu terbakar”

B. Kategori Nomina

Nomina atau kata benda dapat dipandang dari beberapa segi, yaitu segi

semantis, segi sintaksis, dan segi bentuknya. Dipandang dari segi semantis,

nomina mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep. Dari segi sintaksis,

nomina memiliki cirri-ciri tertentu, seperti berikut.

a. Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi

subjek, objek, atau pelengkap.

Misalnya:

4. Meme meli nasi “Ibu membeli nasi”

b. Nomina pada umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Page 72: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

52

Misalnya: 5. Bapa ngaba siap putih

“Ayah membawa ayam putih”

1) Pronomina

Pronominal juga sering disebut kata ganti, baik kata ganti orang maupun

kata ganti penunjuk.

a) Kata ganti orang: icang ”saya”, cai “kamu”, raganne “Anda”, ia “dia”

b) Kata ganti penunjuk : ento “itu”, niki “ini”

2) Numeralia

Numeralia juga disebut kata bilangan, baik kata bilangan tentu, taktentu,

maupun pecahan, misalnya sa “satu”, dua “dua”, telu “tiga”, tenga

“setengah”.

C. Adjektiva

Adjektiva memiliki cirri untuk memberikan keterangan yang lebih khusus

tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina yang sering berfungsi sebagai

subjek, objek, atau pelengkap dalam kalimat. Kelas adjektiva dapat dibedakan

menjadi dua tipe, yaitu tipe kualitatif dan tipe klasifikatoris. Adjektiva

klasifikatoris kehadirannya tidak bertaraf-taraf, seperti genep “genap”, dobel

“ganda”, gasal “gasal”, langgeng “kekal”.

D. Adverbial

Adverbial atau kata keterangan berfungsi untuk menerangkan unsur atau

bagian kalimat yang berfungsi sebagai predikat, baik yang berupa verba, nomina,

Page 73: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

53

sdjektiva, maupun numeralia. Selain itu, adverbial dapat menjelaskan seluruh

klausa.

6. Ia enggal luas “Dia segera pergi”

7. Asanne ia suba nawang unduke ento. “Rasanya ia telah mengetahui masalah itu”

E. Kata Tugas

Kata tugas memiliki ciri yaitu tidak memiliki arti leksikal, tetapi

mempunyai arti gramatikal saja. Kata tugas jarang mengalami perubahan bentuk.

Kata tugas dalam bahasa Bali dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai

berikut.

a) Preposisi atau kata depan, misalnya di “di”, saking “di’, uli “dari”, ka “ke”.

b) Konjungsi atau kata perangkai yang berfungsi sebagai penghubung, misalnya

teken “dengan”, lan “dan”, tur “dan (lalu)”, wiadin “atau”, muah “dan”, sayan

“makin”.

c) Interjeksi

Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati

pembicara, seperti heran, kagum, dan sedih.

Contoh:

8. Beh, sing madaya ia keto! “Wah, tidak disangka ia begitu!”

9. Ah, masa ia keto! “Ah, masak ia begitu!”

10. Aduh, kene suba lacur tiange “Aduh, begini sial saya”

Page 74: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

54

d) Artikel

Artikel adalah kata tugas yang membatasi makna jumlah nomina.

Contoh:

11. Sri Bagawan “Sri Bagawan”

12. Sang mraga wikan “Orang yang dipandang arif bijaksana”

13. Para semeton titiang “Para tamu yang saya hormati”

e) Partikel

Dalam bahasa Bali, keberadaan partikel sebagai kata tugas agak terbatas.

Misalnya:

14. Apake ane madan samong? “Apakah yang bernama samong?”

2.4 Model Penelitian

Usaha untuk meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali

dalam membangun karakter siswa dilakukam melalui metode bermain peran.

Metode bermain peran adalah upaya mengubah pola pembelajaran yang

cenderung menggunakan metode konvensional. Berdasarkan rumusan

permasalahan yang ada, yaitu (1) bagaimana kemampuan berbicara sor singgih

bahasa Bali sebelum penerapan tindakan dalam membangun karakter siswa, (2)

bagaimana kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali setelah penerapan

tindakan dalam membangun karakter siswa, serta (3) faktor-faktor yang

memengaruhi peningkatan dalam penerapan tindakan, yaitu bermain peran. Oleh karena

itu, dilakukan tindakan dengan beberapa siklus untuk mendapatkan keadaan akhir

Page 75: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

55

sesuai dengan harapan, yaitu peningkatan kemampuan berbicara sor singgih

bahasa Bali dalam membangun karakter siswa melalui metode bermain peran

pada siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati. Penelitian ini menggunakan

beberapa teori untuk mendukung ketercapaian peningkatan kemampuan berbicara

sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa. Teori tersebut adalah

teori behavioristik, dan keterampilan berbicara.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action

research) dengan menggunakan metode kombinasi (mixed methods), yakni

metode penelitian kuantitatif dan metode kualitatif dengan model penelitian

concurrent triangulation. Metode kombinasi (mixed methods) adalah suatu

metode penelitian yang mengombinasikan atau menggabungkan antara metode

kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam

suatu kegiatan penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid,

reliabel, dan objektif. Di pihak lain, model yang digunakan adalah model

concurrent triangulation, yaitu metode penelitian yang menggabungkan antara

metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan cara mencampur kedua metode

tersebut secara seimbang (50% metode kuantitatif dan 50% metode kualitatif).

Metode tersebut digunakan secara bersama-sama, dalam waktu yang sama, tetapi

independen untuk menjawab rumusan masalah yang sejenis (Sugiyono,

2012:499).

Penelitian ini menggunakan strategi alternatif penelitian tindakan kelas

yang dilaksanakan secara bersiklus dengan desain PTK model Hopkins (1993).

Dalam setiap penelitian tindakan, termasuk penelitian tindakan kelas, terdapat

Page 76: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

56

empat aspek pokok, yaitu (1) penyusunan rencana, (2) tindakan, (3) observasi, dan

(4) refleksi. Pengkajian keempat aspek pokok tersebut dilakukan secara berbaur,

bertahap, dan sistematis yang diterapkan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan

siklus II. Oleh karena itu, model penelitian jika digambarkan secara umum tampak

sebagai berikut.

Page 77: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

57

Gambar 2.6 Model Penelitian

Catatan: menunjukkan hambatan/kesulitan menunjukkan keterkaitan menunjukkan saling keterkaitan

Siswa Pembelajaran Keterampilan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali

Faktor-faktor yang

Memengaruhi

Peningkatan dalam

Penerapan Tindakan

Penerapan

Bermain Peran

Keterampilan Berbicara PTK

Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Mixed Methods) dengan

Model Penelitain Concurrent Triangulation.

Analisis Data

Hasil Penelitian Peningkatan Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa

Bali dalam Membangun Karakter Siswa

Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali sebelum

Penerapan Tindakan dalam Membangun Karakter Siswa

Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali setelah

Penerapan Tindakan dalam Membangun Karakter Siswa

Teori

Behavioristik

Page 78: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

58

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian “Peningkatan Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali

dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB SDN 3 Sukawati Melalui Metode

Bermain Peran” ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action

research) dengan menggunakan metode kombinasi (mixed methods), yakni

metode penelitian kuantitatif dan metode kualitatif dengan model penelitian

concurrent triangulation.

Menurut Sukardi (2008:210), penelitian tindakan adalah cara suatu

kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi suatu kondisi sehingga mereka

dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat

diakses oleh orang lain. Menurut Arikunto (dalam Wiriaatmadja, 2005:66),

penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu penelitian tindakan yang dilakukan

di kelas yang dilakukan secara kolaboratif. Dalam penelitian kolaboratif pihak

yang melakukan tindakan adalah guru, sedangkan yang diminta melakukan

pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti. Penelitian

ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian dengan desain PTK

model Hopkins (1993) sebanyak dua siklus dengan menggunakan empat tahapan,

yaitu plan (perencanaan), act (tindakan), observe (pengamatan), dan reflect

(perenungan). PTK model Hopkins dapat dilihat melalui gambar berikut ini.

Page 79: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

59

Gambar 3.1 PTK Model Hopkins (1993)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kombinasi

(mixed methods), yakni metode kuantitatif dan metode kualitatif dengan model

penelitian concurrent triangulation. Menurut Sugiyono (2012:404), metode

kombinasi (mixed methods), yang selanjutnya disingkat metkom adalah suatu

metode penelitian yang mengombinasikan atau menggabungkan antara metode

kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam

Identifikasi Masalah

Observasi

Perencanaan

Siklus II

Data Penelitian

Refleksi

Refleksi

Perencanaan siklus I

Tindakan

Tindakan

Observasi

Page 80: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

60

suatu kegiatan penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid,

reliabel, dan objektif.

Data yang komprehensif adalah data yang lengkap yang merupakan

kombinasi antara data kuantitatif dan kualitatif. Data yang valid adalah data yang

memiliki derajat ketepatan yang tinggi antara data yang sesungguhnya terjadi dan

data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang reliabel adalah data yang

konsisten dari waktu ke waktu dan dari orang ke orang. Data yang objektif

lawannya data yang subjektif. Jadi, data yang objekktif apabila data tersebut

disepakati oleh banyak orang. Dengan menggunakan metode kombinasi, maka

data yang diperoleh dengan metode kualitatif yang bersifat subjektif dapat

ditingkatkan objektivitasnya pada sampel yang lebih luas dengan metode

kuantitatif (Sugiyono, 2012:404).

Creswell (Sugiyono, 2012:407) mengklasifikasikan metode kombinasi

menjadi dua model utama, yaitu model sequential (kombinasi berurutan) dan

model concurrent (kombinasi campuran). Model urutan (sequential) ada dua,

yaitu model urutan pembuktian (sequential explanatory) dan model urutan

penemuan (sequential exploratory). Model concurrent (campuran) ada dua, yaitu

model concurrent triangulation (campuran kuantitatf dan kualitatif secara

berimbang) dan concurrent embedded (campuran penguatan/metode kedua

memperkuat metode pertama).

Dalam penelitian ini model penelitian yang digunakan adalah model

concurrent triangulation (metode campuran kuantitatf dan kualitatif secara

Page 81: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

61

berimbang). Metode kombinasi model concurrent triangulation adalah metode

penelitian yang menggabungkan antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif

dengan cara mencampur kedua metode tersebut secara seimbang (50% metode

kuantitatif dan 50% metode kualitatif). Metode tersebut digunakan secara

bersama-sama, dalam waktu yang sama, tetapi independen untuk menjawab

rumusan masalah yang sejenis (Sugiyono, 2012:499). Adapun model concurrent

triangulation dapat dilihat melalui gambar berikut ini.

Gambar 3.2 Metode Kombinasi Model Concurrent Triangulation

Masalah Kualitatif

Memperkuat

peneliti sebagai

human instrument

Pengumpulan Data

Kuantitatif

Landasan Teori

Masalah Kuantitatif

Pengumpulan Data

Kualitatif

Rumusan Hipotesis

Analisis Data Kualitatif

Masalah yang

sejenis

Meta Analisis

Simpulan: memperkuat,

memperlemah, bertentangan

Sumber Data

Analisis Data Kuantitatif

Page 82: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

62

Pada saat peneliti menggunakan metode kualitatif, maka peneliti harus

memperkuat diri menjadi human instrument agar bisa mengumpulkan dan

menganalisis data kualitatif. sebaliknya pada saat menjadi peneliti kuantitatif,

peneliti melakukan kajian teori untuk dapat dirumuskan hipotesis dan instrumen

penelitian. Instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif.

Data kualitatif yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif, sedangkan data

kuantitatif dianalisis dengan statistik. Kedua kelompok data hasil analisis

kualitatif dan kuantitatif selanjutnya dianalisis lagi dengan meta analisis (analisis

data hasil penelitian kuantitatif dan kualitatif atau sebaliknya) untuk dapat

dikelompokkan, dibedakan, dan dicari hubungan satu data dengan data yang lain

sehingga diketahui apakah kedua data saling memperkuat, memperlemah, atau

bertentangan (Sugiyono, 2012:500).

3.2 Tahapan penelitian

Tahapan penelitian ini dilakukan melalui tiga fase, yaitu fase sebelum

diberlakukannya siklus pratindakan, siklus I, dan siklus II. Setiap siklus dapat

dijabarkan sebagai berikut.

3.2.1 Pratindakan

Siklus pratindakan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat

keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran bahasa Bali. Secara khusus ingin

mengetahui sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa,

kemampuan awal keterampilan berbicara, dan sejauh mana pemakaian bahasa

Bali siswa sebelum diberlakukannya tindakan serta sejauh mana perkembangan

Page 83: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

63

karakter siswa khususnya karakter kesopansantunan berbahasa dan bertindak.

Aktivitas yang dilakukan pada pratindakan adalah sebagai berikut.

1) Mengumpulkan informasi untuk mengetahui situasi belajar siswa, motivasi

belajar siswa, metode belajar-mengajar keterampilan berbicara bahasa Bali

siswa. Hal itu dilakukan untuk mengetahui permasalahan utama yang

dialami siswa dalam berbicara bahasa Bali khususnya sor singgih bahasa

Bali serta perkembangan karakter kesopansantunan siswa. Informasi

dikumpulkan dari siswa menggunakan teknik pencatatan dan kuesioner

untuk mengetahui respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran bahasa

Bali di kelas sebelum diberlakukannya tindakan.

2) Menggunakan teknik observasi partisipasi dengan berpatisipasi dalam

proses pembelajaran di kelas untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali siswa, kemampuan kebahasaan dan

kemampuan pemakaian bahasanya dengan mengadakan tes awal (pre-test)

serta lembar observasi peneliti dan perkembangan karakter siswa untuk

mengamati karakter yang muncul pada siswa.

3.2.2 Siklus I

Siklus I dilaksanakan dengan empat tahapan. Tahapan pelaksanaan dalam

siklus ini dijabarkan sebagai berikut.

1) Perencanaan

Pada tahap perencanaan, persiapan yang dilakukan sebelum mengadakan

observasi langsung ke kelas adalah dengan mempersiapkan silabus, rencana

Page 84: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

64

pelaksanaan pembelajaran, materi ajar untuk dipakai dalam pembelajaran di kelas,

lembar observasi peneliti dan perkembangan karakter siswa, dan tes akhir pada

akhir siklus I serta kriteria penilaian hasil belajar.

2) Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan dalam tiga kali pertemuan.

Tahap tindakan dilakukan oleh guru dengan menerapkan metode bermain peran.

Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran bahasa Bali kelas

VIB. Materi yang diberikan adalah pengertian sor singgih bahasa Bali dan cara

membuat dialog bahasa Bali serta mempraktikkan dialog tersebut di depan kelas.

3) Observasi

Pelaksanaan observasi dilakukan selama proses pembelajaran dengan

menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan dan mencatat kejadian-

kejadian yang tidak terdapat dalam lembar observasi dengan membuat lembar

catatan lapangan, mengambil foto, dan merekam gambar.

4) Refleksi

Pada tahap refleksi, data dikumpulkan bersama-sama untuk dianalisis dan

ditentukan tingkat keberhasilannya. Peneliti bersama guru melakukan evaluasi

terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus I yang digunakan sebagai bahan

pertimbangan perencanaan pembelajaran pada siklus berikutnya. Data yang

berupa data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes akhir siklus I, dievaluasi dan

dihitung menggunakan rumus untuk menentukan skor perolehan tiap-tiap siswa.

Page 85: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

65

Demikian pula data kualitatif yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk tulisan

secara deskriptif.

3.2.3 Siklus II

Rencana tindakan siklus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan

perbaikan terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Tahapan siklus II

mengikuti tahapan siklus I.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati, tahun

ajaran 2012/2013. Dalam penelitian ini, jumlah siswa 31 orang yang terdiri atas

18 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan. Adapun subjek

penelitian, yaitu siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati berdasarkan jenis

kelamin dan tingkat usia dapat dilihat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3.1 Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

NO. KELAS JENIS KELAMIN JUMLAH PERSENTASE

1 VI B LAKI-LAKI 18 58,06 % PEREMPUAN 13 41,94 %

JUMLAH 31 100 %

Tabel 3.2 Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Usia

NO. KELAS USIA (TAHUN)

JENIS KELAMIN JUMLAH PERSENTASE

1 VI B 12 LAKI-LAKI 10 32,26 %

PEREMPUAN 10 32,26 %

13 LAKI-LAKI 8 25,80 % PEREMPUAN 3 9,68 %

JUMLAH 31 100 %

Page 86: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

66

3.4 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 3 Sukawati yang bertempat di

Jalan Pantai Purnama, Banjar Gelumpang, Sukawati. Lokasi penelitian ini dipilih

karena SD Negeri 3 Sukawati merupakan sekolah dasar yang situasi penggunaan

bahasa Balinya tinggi, tetapi kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali

siswanya masih rendah. Situasi ini diketahui dengan diadakannnya observasi awal

pada 5 Januari 2013 dengan guru serta dengan siswa kelas VIB tentang

penguasaan kemampuan berbicara bahasa Bali, khususnya tentang sor singgih

bahasa Bali. Selain itu, berdasarkan hasil observasi awal, pemilihan lokasi juga

disebabkan oleh target (goal) pada kompetensi dasar keterampilan berbicara

dirasakan masih kurang. Dengan demikian, diperlukan strategi dan metode yang

tepat untuk mencapai target kompentensi berbicara khususnya kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa.

Penelitian dilaksanakan selama kurun waktu tiga bulan, yakni pada 7

Februari 2013 sampai dengan 30 April 2013. Kelas yang diteliti merupakan kelas

VIB pada semester dua. Penelitian dimulai saat berlangsungnya pelajaran bahasa

Bali pukul 09.30 WITA.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian dengan menggunakan metode kombinasi

dalam rancangan PTK ini ada dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data

kuantitatif, yaitu hasil pengukuran berupa tes dialog bermain peran sor singgih

bahasa Bali dan kuesioner. Tes dibagi menjadi dua yaitu pretes (pratindakan) dan

Page 87: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

67

postes (pascatindakan). Tes digunakan sebagai data untuk mengetahui

kemampuan siswa dalam berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun

karakter siswa. Pretes (pratindakan) dilakukan sebelum penerapan metode

bermain peran. Postes (pascatindakan) dilakukan setelah penerapan metode

bermain peran. Kuesioner digunakan sebagai data untuk mengetahui respons

siswa terkait dengan metode bermain peran. Sebaliknya, data kualitatif, yaitu

berupa hasil pengamatan (lembar observasi), video perekam, dan kamera. Lembar

observasi digunakan sebagai data untuk mengetahui proses belajar-mengajar

sesuai dengan treatment (perlakuan) peningkatan kemampuan berbicara sor

singgih dalam membangun karakter siswa melalui metode bermain peran. Di

pihak lain, perekaman digunakan untuk merekam tes dialog (percakapan) sor

singgih bahasa Bali di kelas.

Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu sumber

data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang diperlukan

dalam penelitian ini berasal dari siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati. Data

berupa hasil tes dialog sor singgih bahasa Bali yang diperoleh dari siswa

bertujuan untuk mengetahui kelancaran berbicara sor singgih siswa dalam

membangun karakter siswa. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

bersumber dari guru kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati yang bertujuan untuk

mengetahui prestasi belajar siswa di kelas. Selain itu, juga data yang diperoleh

dari teman sejawat yang bertujuan untuk mengetahui perilaku kerja sama dalam

lingkungan belajar.

Page 88: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

68

3.6 Instrumen Penelitian

Metode kombinasi menggunakan dua instrumen penelitian, yaitu

instrumen penelitian kuantitatif dan instrumen penelitian kualitatif. Instrumen

penelitian kuantitatif adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena, baik

alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2012:148). Secara spesifik semua

fenomena ini disebut variabel penelitian. Dalam penelitian ini, digunakan

instrumen penelitian kuantitatif berupa kuesioner dan tes atau penugasan untuk

membuat percakapan (dialog bahasa Bali) yang kemudian dipraktikkan atau

diperagakan secara berkelompok sesuai dengan peran tokoh masing-masing di

depan kelas. Sebaliknya, instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri.

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,

menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat simpulan atas

temuannya (Sugiyono, 2012:305). Dalam penelitian ini, digunakan instrumen

penelitian kualitatif melalui lembar observasi, catatan guru, kamera, dan

handycam.

3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan sumbernya, metode penelitian kombinasi ini, yaitu

kombinasi kuantitatif dan kualitatif difokuskan pada teknik pengumpulan data.

Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini, rumusan masalah dijawab dengan

data kuantitatif dan data kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif digunakan

teknik pengumpulan data kuantitatif dengan tes dialog bahasa Bali, kuesioner,

Page 89: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

69

dan dokumentasi. Sebaliknya, untuk mendapatkan data kualitatif digunakan teknik

pengumpulan data kualitatif dengan observasi, catatan guru, dokumentasi berupa

perekaman dan foto.

3.7.1 Tes

Tes dibagi menjadi dua yaitu pretes (pratindakan) dan postes

(pascatindakan). Tes merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur

keefektifan tindakan dan peningkatan prestasi siswa. Pretes diberikan untuk

mengetahui kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali siswa sebelum

penggunaan metode bermain peran. Postes diberikan pada akhir tiap siklus

sebagai alat ukur tingkat kemampuan dan tingkat peningkatan kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali yang dicapai oleh siswa kelas VIB SD Negeri 3

Sukawati dengan menggunakan metode bermain peran. Aspek-aspek yang dinilai

meliputi aspek kebahasaan, yakni lafal, kosakata, dan struktur, sedangkan aspek

nonkebahasaan, yakni materi, kelancaran, dan gaya yang dijabarkan pada rubrik

kemampuan berbicara. Tes pemahaman sor singgih pada saat observasi awal

ditampilkan pada lampiran 03 dan handout dialog bahasa Bali pada pretes

(pratindakan) dan postes (pascatindakan) ditampilkan pada lampiran 01.

3.7.2 Kuesioner

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrumen

penelitian, yaitu kuesioner dengan menggunakan skala Likert dalam bentuk

checklist. Skala Likert digunakan untuk mengukur pendapat siswa tentang proses

pembelajaran bahasa Bali yang diajarkan oleh guru di kelas, khususnya untuk

Page 90: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

70

mengetahui proses belajar-mengajar sor singgih bahasa Bali. Kuesioner diberikan

pada siswa sebanyak dua kali. Kuesioner pertama diberikan sebelum pelaksanaan

metode bermain peran dan yang kedua setelah penggunaan metode bermain peran.

Data kemudian dianalisis secara deskriptif.

3.7.3 Lembar Observasi

Lembar observasi disiapkan untuk menilai dan merekam kegiatan interaksi

guru dan siswa dalam menilai kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali

siswa selama pretes dan postes. Lembar observasi ini ditampilkan dalam tabel 3.3

sebagai berikut.

Tabel 3.3 Lembar Observasi

No. Siswa

Indikator

Total Nilai

Nilai dalam persen

(%)

Tingkat kemampuan 1 2 3 4 5 6

1 2 3 dst Keterangan :

1 = Pelafalan 4 = Materi

2 = Kosakata 5 = Kelancaran 3 = Tata Bahasa 6 = Gaya

3.7.4 Pedoman Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk

memeroleh data atau informasi yang lebih terperinci tentang hasil observasi dan

kuesioner. Dalam penelitian ini, kegiatan tersebut dilakukan dengan

Page 91: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

71

menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi kuesioner. Pedoman

wawancara ini ditampilkan pada lampiran 02.

3.7.5 Catatan Guru

Catatan guru digunakan untuk merekam segala kegiatan pembelajaran dan

pengajaran di kelas selama pelaksanaan metode bermain peran. Aktivitas ini

dilakukan pada setiap siklus. Catatan guru disajikan pada tabel 3.4 sebagai

berikut.

Tabel 3.4 Catatan Guru

No. Kegiatan Guru/Peneliti Kegiatan Siswa Situasi Kelas

Selain contoh-contoh instrumen di atas, beberapa benda-benda instrument

lain yang digunakan untuk menunjang teknik pengumpulan data pada penelitian

ini adalah perangkat elektronik berupa kamera, kamera perekam, dan alat-alat

tulis. Cacatan guru ini ditampilkan pada lampiran 04.

3.8 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kombinasi, yakni metode deskriptif kuantitatif dan metode deskriptif kualitatif.

Metode deskriptif kuantitatif berkaitan dengan perhitungan angka-angka dan

persentase yang selanjutnya hasil analisis tersebut diuraikan melalui kata-kata

secara deskriptif. Dalam penelitian ini, metode analisis deskriptif kuantitatif

digunakan untuk menghitung seberapa besar peningkatan nilai prestasi siswa dan

Page 92: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

72

nilai rerata kelas pada tahap pratindakan, siklus I, dan siklus II. Metode ini juga

dilakukan untuk mencari persentase respons siswa terhadap tindakan yang

dilakukan berdasarkan hasil kuesioner.

Adapun teknik yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali siswa, yaitu dengan menggunakan data kriteria

penilaian berbicara, data tingkat penguasaan kemampuan berbicara, perhitungan

nilai tes hasil belajar tiap-tiap siswa dan rerata kelas menggunakan beberapa

rumus-rumus.

1) Data Kriteria Penilaian Berbicara

Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha perbaikan

prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya.

Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan dua

faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi

pelafalan, kosakata, dan struktur, sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi

materi, kelancaran, dan gaya (Haryadi, 1997:95).

Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara siswa

dilakukan melalui tugas bermain peran. Untuk mengevaluasi kemampuan

berbicara siswa dibutuhkan format penilaian berbicara. Berikut merupakan format

penilaian berbicara yang dimodifikasi dari penilaian Jakovits dan Gordon

(Nurgiyantoro, 2001:290).

Page 93: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

73

Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Berbicara Berdasarkan Aspek Kebahasaan

Lima Kriteria Penilaian

Skor Kriteria Penilaian

Pelafalan 5 4

3

2

1

Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi jelas.

Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi kurang jelas.

Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, dan intonasi kurang tepat.

Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, dan intonasi tidak tepat.

Pelafalan fonem tidak jelas, banyak dipengaruhi dialek, dan intonasi tidak tepat.

Kosakata 5 4

3

2 1

Penguasaan kata-kata, istilah, dan ungkapan tepat, sesuai, dan variatif.

Penggunaan kata, istilah, dan ungkapan kurang tepat, kurang sesuai meskipun variatif.

Penggunaan kata, istilah, dan ungkapan kurang tepat, kurang sesuai, serta kurang bervariatif.

Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang tepat, kurang sesuai dan sangat terbatas.

Penggunaan kata, istilah, dan ungkapan tidak tepat, tidak sesuai, dan sangat terbatas

Struktur/Tata Bahasa

5 4 3

2

1

Hampir tidak terjadi kesalahan struktur. Sekali-kali terdapat kesalahan struktur. Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang

dan tetap. Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang

dan banyak jenisnya. Kesalahan struktur banyak, berulang-ulang

sehingga mengganggu pemahaman.

Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Berbicara Berdasarkan Aspek Nonkebahasaan

Materi 5 4

Topik dan uraian sesuai, mendalam, mudah dipahami dan unsur wacana lengkap.

Topik dan uraian sesuai, kurang mendalam, agak sulit dipahami, unsur wacana tidak

Page 94: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

74

3 2 1

lengkap. Topik dan uraian sesuai, kurang mendalam,

sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap.

Topik dan uraian kurang sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap.

Topik dan uraian tidak sesuai, tidak mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap.

Kelancaran 5 4 3

2 1

Pembicaraan lancar sejal awal sampai akhir, jeda tepat.

Pembicaraan lancar, jeda kurang tepat. Pembicaraan agak tersendat, jeda kurang

tepat. Pembicaraan sering tersendat, jeda tidak

tepat. Pembicaraan tersendat-sendat, jeda tidak

tepat

Gaya 5 4 3 2 1

Gerakan, busana santun, wajar, tepat, luwes.

Gerakan, busana santun, wajar, tepat, kurang luwes.

Gerakan, buasana santun, wajar, kurang tepat, kurang luwes.

Gerakan, busana kurang santun, kurang wajar, kurang tepat, kurang luwes.

Gerakan dan busana tidak santun, tidak wajar, tidak tepat, dan tidak luwes.

Jumlah skor siswa yang diperoleh melalui rubrik di atas selanjutnya

dianalisis menggunakan teori statistik deskriptif. Perhitungan secara umum

diarahkan untuk mengetahui akumulasi skor berbicara yang kemudian disesuaikan

dengan tabel pada tingkat kemampuan berbicara siswa. Dalam hal ini, tingkat

ketuntasan nilai rerata kelas didasarkan pada persentase nilai yang ditetapkan oleh

SD Negeri 3 Sukawati, seperti pada tabel berikut ini.

Page 95: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

75

Tabel 3.7 Tingkat Penguasaan Kemampuan Berbicara:

Presentase Kategori

85 -- 100% Sangat Baik

70 -- 84% Baik

55 -- 69% Cukup

40 -- 54% Kurang

0 -- 39% Sangat Kurang

(Simon, 2005:17)

Hubungan dari setiap persentase dan kriteria kemampuan siswa pada tabel di

atas dapat dijelaskan melalui deskripsi berikut ini.

(1) Sangat Baik : siswa mampu memeroleh nilai 85 sampai dengan 100

(2) Baik : siswa mampu memeroleh nilai 70 sampai dengan 84

(3) Cukup : siswa mampu memeroleh nilai 55 sampai dengan 69

(4) Kurang : siswa mampu memeroleh nilai 40 sampai dengan 54

(5) Sangat Kurang : siswa mampu memeroleh nilai 0 sampai dengan 39

Perhitungan nilai tes hasil belajar tiap-tiap siswa dan rerata kelas (mean)

dilakukan untuk mengetahui peningkatan prestasi siswa dalam kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali. Rumus-rumus yang digunakan dikutip dari

Sukiman (2012:181), seperti berikut ini.

a. Nilai tes hasil belajar siswa:

Nilai =skoryangdiperolehsiswa

skormaksimum 푥100

Page 96: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

76

b. Rumus untuk mencari mean (rerata) siswa:

푀 =Ʃ푋푁

(Sukiman, 2012:181)

Ket:

푀 = mean (rerata) siswa

Ʃ푋 = jumlah skor

푁= jumlah siswa

Hasil kuesioner baik pada pretes maupun postes, dihitung dan dipersentase

dari tiap-tiap pertanyaan digambarkan secara deskriptif melalui rumus sebagai

berikut.

c. Rumus yang digunakan untuk persentase:

Persentase(%) =Jumlahsiswayangmemilihpertanyaan

Jumlahkeseluruhansiswa 푥100%

(Heaton, 1998: 25)

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) untuk mata pelajaran bahasa Bali di

SD Negeri 3 Sukawati adalah 65. Jadi berkaitan dengan hal tersebut, pemberian

treatment (siklus) berakhir setelah angka KKM 65 dapat diperoleh.

Selanjutnya, metode deskriptif kualitatif digunakan sebagian besar untuk

menjelaskan hasil perhitungan secara kuantitatif yang berasal dari jumlah nilai

berupa angka-angka dari persentase peningkatan prestasi dan respons siswa. Di

samping itu, instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti

Page 97: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

77

kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian,

memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai

kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat simpulan atas

temuannya (Sugiyono, 2012:305).

Fokus dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berbicara sor

singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa. Informan yang dipilih

sebagai sumber data adalah siswa kelas VIB untuk dianalisis data tersebut secara

kualitatif yang berasal dari hasil pengamatan dan pembelajaran siswa, yakni

berupa rekaman dialog bermain peran sor singgih bahasa Bali. Data hasil

pengamatan dianalisis dengan memberikan deskripsi berdasarkan bukti-bukti

pengamatan secara empirik di kelas, berupa analisis kelas kata bahasa Bali,

penggunaan sor singgih bahasa Bali, dan perkembangan karakter siswa. Di

samping itu, data berupa hasil pembelajaran siswa dianalisis untuk dikaji secara

kualitatif berdasarkan kriteria penilaian kemampuan berbicara yang terdiri atas

dua faktor, yaitu faktor kebahasaan meliputi pelafalan, kosakata, tata bahasa, dan

faktor nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya.

3.9 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data dibagi menjadi dua, yakni hasil analisis data kuantitatif

dan hasil analisis data kualitatif yang disajikan secara formal dan informal. Data

formal mencerminkan beberapa hasil penelitian, seperti (1) nilai tes dan level

kemampuan siswa serta (2) nilai rerata kelas. Hasil analisis data kuantitatif ini

disajikan dalam bentuk tabel hasil skor penilaian individu dan gambar diagram

Page 98: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

78

batang, selanjutnya diuraikan dengan teknik deskriptif. Diagram tersebut

berfungsi untuk menampilkan jumlah persentase peningkatan nilai kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali yang telah dicapai siswa serta mengetahui

perbandingan yang diperoleh dalam pratindakan, siklus I, dan siklus II

Sementara itu, data informal yang terdiri atas beberapa informasi, meliputi

data tentang (1) hasil analisis aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan, kelas

kata bahasa Bali, penggunaan sor singgih bahasa Bali, serta pembentukan karakter

sebelum dan sesudah penerapan metode bermain peran, (2) respons dan analisis

faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan kemampuan berbicara sor singgih

bahasa Bali siswa. Hasil analisis data kualitatif yang dikumpulkan berasal dari

demonstrasi memeragakan bermain peran, wawancara, observasi, kuesioner,

perekaman, dan dokumentasi. Data tersebut disajikan dalam bentuk penjelasan

narasi dengan menggunakan teknik penyajian secara deskriptif interpretatif.

Page 99: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

79

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian pada bab IV ini menjelaskan secara terperinci temuan-temuan yang

merupakan hasil penelitian dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan

menggunakan metode kombinasi (Mixed Methods), yakni metode penelitian

kuantitatif dan metode kualitatif dengan model penelitian concurrent

triangulation dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih

bahasa Bali dalam membangun karakter siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.

Metode yang diujicobakan adalah metode bermain peran, yakni sebanyak dua

siklus selama kurun waktu tiga bulan. Tahapan-tahapan kegiatannya dimulai

sesuai dengan urutan PTK model Hopkins (1993), yakni plan (perencanaan), act

(tindakan), observe (pengamatan), dan reflect (perenungan).

Hasil penelitian berupa data kuantitatif dan data kualitatif yang disajikan

secara formal dan informal. Data kuantitatif yang disajikan secara formal

mencakup angka-angka dan persentase dari perhitungan nilai prestasi dan respon

siswa pada kuesioner. Peningkatan prestasi siswa secara keseluruhan dapat dinilai

berdasarkan perolehan nilai. Tabel dan diagram batang membantu untuk

menyajikan data formal dalam penelitian ini. Dengan menggunakan rumus

statistik yang dijelaskan melalui uraian-uraian secara deskriptif terhadapat

perhitungan peningkatan nilai dan respon siswa, baik sebelum maupun setelah

dilakukannya penelitian. Diagram batang digunakan untuk menggambarkan

secara lebih jelas peningkatan nilai rerata kelas yang menjadi landasan

Page 100: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

80

keberhasilan atas tercapainya nilai ketuntasan siswa, sekaligus menentukan

berakhirnya siklus penelitian ini.

Sementara itu, data kualitatif yang disajikan secara informal dalam bentuk

uraian narasi menceritakan kejadian-kejadian atau hasil dari proses penerapan

tindakan kelas yang dilakukan berdasarkan metode bermain peran. Selanjutnya,

hasil berupa peningkatan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali melalui

tes berbicara dikaji melalui beberapa teori berbicara yang berdasarkan kriteria

penilain berbicara, yakni dari aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan tata

bahasa sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya. Di

samping itu, juga dilihat dari penggunaan sor singgih bahasa Bali siswa dan

karakter yang berkembang pada siswa. Penjabaran ini merupakan bagian inti dari

analisis yang berfungsi melengkapi penyajian data-data formal sebelumnya,

terutama yang terkait dengan peningkatan prestasi berbiacara sor singgih bahasa

Bali.

4.1 Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Sebelum Penerapan Metode Bermain Peran dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB

Hasil kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali diperoleh sebelum

metode bermain peran diterapkan dalam upaya membangun karakter siswa kelas

VIB. Hasil penelitian berupa data kuantitatif dan data kualitatif disajikan secara

formal dan informal. Data formal yang mencerminkan beberapa hasil penelitian,

seperti (1) nilai tes dan level kemampuan siswa serta (2) nilai rerata kelas. Hasil

analisis data kuantitatif ini disajikan dalam bentuk tabel hasil skor penilaian

individu dan gambar diagram batang, selanjutnya diuraikan dengan teknik

Page 101: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

81

deskriptif. Diagram tersebut berfungsi untuk menampilkan jumlah persentase

peningkatan nilai kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali yang telah

dicapai siswa.

Sementara itu, data informal yang terdiri atas beberapa informasi, meliputi

data tentang hasil analisis aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan,

penggunaan sor singgih bahasa Bali, serta pembentukan karakter sebelum

penerapan metode bermain peran. Data hasil tersebut dapat dijelaskan melalui

uraian berikut.

4.1.1 Analisis Kuantitatif Pratindakan

Pada analisis kuantitatif tahap awal ini, diadakan sebuah observasi

(pengamatan) awal untuk mengidentifikasi permasalahan pembelajaran dan

kemampuan awal siswa. Kegiatan ini termasuk dalam tahap pratindakan sesuai

dengan PTK. Pada tahap ini, data kuantitatif yang terkait dengan hasil observasi,

hasil kuesioner, hasil tes berbicara sor singgih bahasa Bali pratindakan

berdasarkan kriteria penilain berbicara, yakni dari aspek kebahasaan meliputi

lafal, kosakata, dan tata bahasa. Sebaliknya aspek nonkebahasaan meliputi materi,

kelancaran, dan gaya yang dapat dijelaskan melalui uraian berikut.

4.1.1.1 Observasi Pratindakan

Tahapan pratindakan dalam penelitian ini diawali dengan melakukan

observasi awal dengan wawancara tentang pengguanaan bahasa Bali dalam

berkomunikasi dan pemberian tes pemahaman sor singgih bahasa Bali di kelas

dilakukan oleh peneliti pertama kali pada 5 Januari 2013. Berdasarkan data

Page 102: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

82

wawancara, semua siswa menggunakan bahasa Bali sebagai alat komunikasi, baik

di sekolah maupun di rumah. Siswa pun menyatakan bahwa berkomunikasi

menggunakan bahasa Bali lebih tinggi derajatnya karena mereka bangga

menggunakan bahasa Bali sebagai alat komunikasi. Saat siswa ditanya sejauh

mana pemahamannya tentang sor singgih bahasa Bali, semua siswa menjawab

belum pernah diajarkan tentang materi sor singgih bahasa Bali.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka peneliti memberikan tes

dengan sepuluh soal objektif. Data tes pemahaman sor singgih bahasa Bali

diberikan kepada siswa kelas VIB dengan jumlah 31 siswa. Data tersebut dapat

dilihat dalam tabel 4.1 hasil tes pemahaman sor singgih bahasa Bali, sebagai

berikut.

Tabel 4.1 Hasil Tes Pemahaman Sor Singgih Bahasa Bali

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) 9 29 %

2 40 – 54 (kurang) 17 55 %

3 55 – 69 (cukup) 5 16 %

4 70 – 84 (baik) - -

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Secara garis besar, sebanyak 29% siswa memiliki kualitas pemahaman sor

singgih bahasa Bali yang sangat kurang (hasil di bawah nilai 39), 55% memiliki

kualitas pemahaman sor singgih bahasa Bali yang kurang (hasil di bawah nilai

54). Sementara itu, hanya 16% di antara mereka memiliki kualitas pemahaman

Page 103: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

83

sor singgih bahasa Bali yang cukup (hasil di bawah nilai 69). Data ini

menunjukkan bahwa kualitas kemampuan pemahaman berbicara menggunakan

sor singgih bahasa Bali dikategorikan kurang. Dalam kenyataannya sekolah

mengharapkan agar 75% siswa mampu memahami dan menggunakan sor singgih

bahasa Bali yang baik dalam berkomunikasi.

Pemerolehan informasi sebagai data awal dirasakan belum cukup hanya

berdasarkan pengamatan dan tes pemahaman sor singgih bahasa Bali saja, karena

peneliti belum mengetahui tingkat kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali

sebelum diterapkannya tindakan. Oleh sebab, itu, peneliti memberikan kuesioner

dan melakukan tes pratindakan, yakni tes kemampuan berbicara.

4.1.1.2 Kuesioner Pratindakan

Tahapan pratindakan yang kedua dalam penelitian ini, yakni dengan

memberikan kuesioner kepada siswa pada 7 Februari 2013. Ada dua kuesioner

yang diberikan kepada siswa. Pertama, kuesioner yang diberikan pada saat

pratindakan (pretes) dan kuesioner yang kedua diberikan pada saat pascatindakan.

Kuesioner yang diberikan menggunakan skala Likert dalam bentuk checklist.

Tujuan pemberian kuesioner adalah untuk mengetahui respons siswa dalam

pelaksanaan proses pembelajaran dan pengajaran bahasa Bali siswa kelas VIB SD

Negeri 3 Sukawati sebelum pelaksanaan metode bermain peran. Data kemudian

dianalisis secara deskriptif. Kuesioner yang diberikan terdiri atas delapan soal.

Adapun hasil kuesioner dapat dilihat dalam tabel 4.2 hasil kuesioner pratindakan

sebagai berikut.

Page 104: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

84

Tabel 4.2 Kuesioner Pratindakan

No. Pertanyaan Pendapat Pemilih Persentase 1 Apakah anak-anak pernah

diajarkan pelajaran bahasa Bali oleh guru Anda?

Selalu - - Sering - -

Kadang-kadang 31 100% Tidak Pernah - -

2 Apakah guru anak-anak pernah

menilai kemampuan berbicara bahasa Bali?

Selalu - Sering -

Kadang-kadang 5 16% Tidak Pernah 26 84%

3 Apakah anak-anak pernah

diajarkan tentang berbicara bahasa Bali?

Selalu - Sering -

Kadang-kadang 14 45% Tidak Pernah 17 55%

4 Apakah anak-anak kesulitan

belajar bahasa Bali? Selalu - Sering 1 3%

Kadang-kadang 25 81% Tidak Pernah 5 16%

5 Apakah anak-anak pernah

diajarkan pelajaran sor singgih bahasa Bali?

Selalu - Sering -

Kadang-kadang 6 19% Tidak Pernah 25 81%

6 Apakak anak-anak tahu sor

singgih bahasa Bali ada bagian-bagiannya?

Selalu - Sering -

Kadang-kadang 4 13% Tidak Pernah 27 87%

7 Adakah guru yang telah

menggunakan metode bermain peran dalam pembelajaran bahasa Bali?

Selalu - Sering -

Kadang-kadang - Tidak Pernah 31 100%

8 Apakah guru bahasa Bali pernah menyuruh membuat percakapan dalam bahasa Bali dan kemudian dipraktikkan di depan kelas?

Selalu - Sering -

Kadang-kadang - Tidak Pernah 31 100%

Secara garis besar, 100% siswa menjawab bahwa kadang-kadang diajarkan

pelajaran bahasa Bali oleh guru di kelas. Berdasarkan hasil wawancara,

Page 105: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

85

siswa menyatakan bahwa guru yang mengajar adalah guru kelas bukan guru

bahasa Bali sehingga kemampuan dalam mengajarkan bahasa Bali antara guru

kelas dan guru bahasa Bali sedikit berbeda.

Apakah guru Anda pernah menilai kemampuan berbicara bahasa Bali 84%

siswa menyatakan tidak pernah guru menilai kemampuan berbicara bahasa Bali

dan 16% siswa menyatakan kadang-kadang guru menilai kemampuan bahasa Bali.

Sebanyak 55% siswa tidah pernah diajarkan tentang berbicara bahasa Bali dan

sebanyak 45% siswa menyatakan kadang-kadang diajarkan tentang berbicara

bahasa Bali.

Terkait dengan motivasi siswa dalam belajar bahasa Bali, sebanyak 16%

siswa tidak pernah mengalami kesulitan belajar bahasa Bali, sedangkan 81%

siswa menyatakan kadang-kadang mengalami kesulitan belajar bahasa Bali, dan

3% siswa lainnya menyatakan sering mengalami kesulitan belajar bahasa Bali.

Menurut sebagian besar siswa, merasa senang jika belajar bahasa Bali.

Terkait dengan pernahkah materi sor singgih bahasa Bali diajarkan oleh

guru di kelas, sebanyak 81% siswa menyatakan tidak pernah diajarkan tentang

materi sor singgih bahasa Bali dan sebanyak 19% siswa menyatakan kadang-

kadang diajarkan tentang materi sor singgih bahasa Bali. Setelah diwawancarai

berhubungan dengan pernyataan siswa di atas, siswa menyatakan masih ragu-ragu

dan belun secara pasti memahami apa itu sor singgih bahasa Bali. Begitu juga

dalam menjawab apakah siswa tahu sor singgih bahasa Bali ada bagian-

bagiannya, sebanyak 87% siswa menyatakan tidak pernah tahu dan sebanyak 13%

siswa menyatakan kadang-kadang tahu.

Page 106: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

86

Adakah guru yang telah menggunakan metode bermain peran dalam

pembelajaran bahasa Bali, sebanyak 100% siswa menyatakan tidak pernah ada

guru telah menggunakan metode bermain peran dalam pembelajaran bahasa Bali.

Sebanyak 100% pula siswa menyatakan bahwa guru tidak pernah menyuruh

membuat percakapan dalam bahasa Bali dan kemudian dipraktikkan di depan

kelas. Kondisi pembelajaran bahasa Bali yang dialami siswa ini terjadi karena

guru dalam mengajar bahasa Bali di kelas lebih memfokuskan mengajarkan

menulis aksara Bali dan membaca aksara Bali saja sehingga keterampilan

berbicara cenderung ditiadakan.

4.1.1.3 Tes Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Pratindakan

Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berbicara sor singgih bahasa

Bali sebelum pelaksanaan metode bermain peran, peneliti memberikan pretes.

Pretes dilakukan pada 14 Februari 2013. Sebelum memberikan tes, peneliti

menyiapkan segala sesuatu untuk tes, seperti topik, lembar observasi, dan

perekam. Ketika peneliti memasuki kelas, siswa menyambut dengan memberikan

salam “Panganjali Om Swastiastu”, peneliti membalas dengan mengucapkan “Om

Swastiastu”. Setelah itu, peneliti langsung menyapa siswa dengan mengucapkan

“rahajeng semeng alit-alite”. Siswa hanya terdiam dan tersenyum saat peneliti

menyapa dengan bahasa Bali. Peneliti menyarankan kepada siswa untuk ikut

membalas dengan mengucapkan “rahajeng semeng Ibu guru”. Setelah itu,

peneliti memperkenalkan diri dan memberi tahu mereka terkait dengan penelitian

yang akan dilaksanakan di kelas ini. Para siswa pun menerima dengan antusias

dan peneliti yang juga sekaligus sebagai guru memulai pelajaran.

Page 107: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

87

Pertama-tama peneliti mengecek daftar kehadiran siswa dan memberikan

dua topik kepada siswa untuk dipilih, yaitu (1) Katemu guru ring perpustakaan

dan (2) Nelokin timpal gelem. Setelah memberikan topik, siswa secara

berpasangan membuat percakapan sesuai dengan topik yang dipilih. Siswa

berdiskusi dengan teman sebangkunya untuk membuat percakapan kemudian

dipraktikkan di depan kelas. Peneliti memberikan waktu 15 menit untuk

berdiskusi. Semua siswa lebih memilih topik yang kedua sebagai bahan dialog,

yaitu Nelokin timpal gelem. Hal ini disebabkan oleh siswa merasakan kesulitan

dan belum percaya diri untuk membuat dialog dengan topik yang pertama, yakni

Katemu guru ring perpustakaan.

Dalam kegiatan ini, peneliti sebagai guru merekam kemampuan berbicara

sor singgih bahasa Bali siswa dan menganalisis dengan menggunakan kriteria

kemampuan berbicara serta menentukan persentase nilai siswa. Di samping itu,

peneliti juga mencatat tingkah laku yang dilakukan oleh siswa. Ada salah satu

siswa saat berdiskusi sempat menaikkan kaki di atas bangku sehingga peneliti

memberikan teguran kepada siswa tersebut. Setelah 15 menit siswa melakukan

diskusi, peneliti meminta siswa maju dengan pasangannya secara bergilir untuk

bisa dilakukan perekaman.

Pada saat perekaman, peneliti meminta siswa untuk berbicara (berdialog)

tanpa menggunakan teks dialog yang sudah dibuat, tetapi ada beberapa siswa tetap

membawa teks dialog ke depan. Kegiatan ini berjalan cukup lancar walaupun saat

perekaman dialog, siswa yang belum atau sudah melakukan demonstrasi di depan

Page 108: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

88

kelas membuat sedikit keributan dengan mengobrol dengan temannya atau

berlatih berdialog sehingga proses perekaman sedikit terganggu.

Data yang diperoleh dalam pretes dijelaskan dan dianalisis secara

deskriptif beserta rerata nilai kemampuan siswa dalam berbicara sesuai dengan

sor singgih bahasa Bali. Nilai yang diperoleh berdasarkan kriteria penilaian

berbicara, yakni dari aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur,

sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya. Hasil tes

pratindakan ini juga dianalisis secara kualitatif dilihat dari penggunaan aspek

bahasa Bali sesuai dengan sor singgih-nya.

Dalam penilaian, setiap indikator ditentukan skornya dengan patokan atau

ukuran berdasarkan kategori skor yang telah ditentukan. Skor tersebut

dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu sangat kurang, kurang, cukup, baik,

dan sangat baik. Kategori sangat kurang apabila siswa mendapat skor 1 (0--39),

kategori kurang apabila siswa mendapatkan skor 2 (40--54), kategori cukup

apabila siswa mendapatkan skor 3 (55--69), kategori baik apabila siswa

mendapatkan skor 4 (70--84), dan kategori sangat baik apabila siswa mendapatkan

skor 5 (85--100).

Dalam pretes atau tes awal, rerata nilai siswa dalam kemampuan berbicara

sor singgih bahasa Bali sangat rendah. Adapun hasil tes pratindakan dalam

penelitian ini, dapat dilihat dalam tabel 4.3 nilai siswa dalam berbicara sor singgih

bahasa Bali, sebagai berikut.

Page 109: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

89

Tabel 4.3 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Pratindakan

No. Siswa Indikator

Total Nilai

Nilai dalam persen

(%)

Tingkat kemampuan

1 2 3 4 5 6

1 Ana Wiguna 1 1 2 2 2 3 11 37 37% Sangat kurang 2 Adi Wiarta 3 1 2 2 2 3 13 43 43% Kurang 3 Raditya 1 1 2 2 2 3 11 37 37% Sangat kurang 4 Aris Prayoga 3 2 2 2 3 3 15 50 50% Kurang 5 Gede Aditya 3 2 2 2 3 3 15 50 50% Kurang 6 Ari Ananda 3 1 1 2 3 3 13 43 43% Kurang 7 Arya Bintan 3 1 2 2 3 3 14 47 47% Kurang 8 Anasuya 2 4 3 3 2 3 17 57 57% Cukup 9 Astiti Bakti 2 2 2 2 3 3 14 47 47% Kurang 10 Adi Mahardika 1 1 2 2 2 3 11 37 37% Sangat kurang 11 Budiarta 2 2 2 2 3 3 14 47 47% Kurang 12 Dwi Cahyani 2 2 2 2 3 3 14 47 47% Kurang 13 Buddhi Saputra 3 2 2 2 3 3 15 50 50% Kurang 14 Fajar Punarbawa 3 2 2 2 3 3 15 50 50% Kurang 15 Indah Jayanti 3 4 3 4 4 3 21 70 70% Baik 16 Juliawan 3 1 2 2 3 3 14 47 47% Kurang 17 Kertayasa 1 1 2 2 2 2 10 33 33% Sangat kurang 18 Kanya Devani 3 4 5 2 4 3 21 70 70% Baik 19 Marta Prasetya 3 2 2 2 3 3 15 50 50% Kurang 20 Mayumi Siddhi. P 2 4 3 3 2 3 17 57 57% Cukup 21 Okta Anggara 3 2 2 2 3 3 15 50 50% Kurang 22 Pratama 1 1 2 2 2 3 11 37 37% Sangat kurang 23 Rahmawati 3 4 3 4 2 3 19 63 63% Cukup 24 Rista Juniari 3 4 5 2 3 3 20 67 67% Cukup 25 Ryan Endrawan 3 2 2 2 3 3 15 50 50% Kurang 26 Riyanti 3 3 3 3 3 3 18 60 60% Cukup 27 Suriyaningsih 2 2 2 2 3 3 14 47 47% Kurang 28 Setia Devi 2 2 2 3 2 3 14 47 47% Kurang 29 Tirta 3 2 2 2 3 3 15 50 50% Kurang 30 Widia Swari 3 3 3 3 3 3 18 60 60% Cukup 31 Devi Agustina 2 2 2 3 2 3 14 47 47% Kurang

Rerata 2.4 2.2 2.4 2.3 2.7 3 1.547 Nilai 48 44 48 46 54 60 50% Kurang

Keterangan :

1 = Pelafalan 4 = Materi 2 = Kosakata 5 = Kelancaran

3 = Tata Bahasa 6 = Gaya

Page 110: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

90

Tabel di atas menggambarkan nilai yang diperoleh siswa SD Negeri 3

Sukawati dalam keterampilan berbicara sor singgih bahasa Bali pada pemberian

pretes (tes awal) adalah 50% dengan kategori kurang (masih rendah). Berdasarkan

tabel hasil tes awal di atas dapat dijelaskan bahwa pelafalan siswa berada pada

kategori kurang. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai total siswa untuk

pelafalan, yaitu sebesar 48% dengan rerata (rata-rata) 2,4. Selanjutnya, untuk

kosakata nilai total siswa berada pada kategori kurang, yaitu 44% dengan rerata

2,2. Tata bahasa nilai total siswa berada pada kategori kurang, yaitu 48% dengan

rerata 2,4. Pada materi, nilai total siswa berada pada kategori kurang, yaitu 46%

dengan rerata 2,3. Untuk kelancaran, nilai total siswa berada pada kategori

kurang, yaitu 54% dengan rerata 2,7, sedangkan untuk gaya, nilai total siswa

berada pada kategori cukup, yaitu 60% dengan rerata 3.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif kuantitatif dalam tahapan pratindakan

di atas, juga dapat ditunjukkan dalam gambar diagram batang. Data kemampuan

berbicara siswa kelas VIB SDN 3 Sukawati pada tahap pratindakan disajikan

dalam gambar 4.1 berikut.

0

50

100

NIL

AI R

ERAT

A KE

LAS

KRITERIA KEMAMPUAN BERBICARA

Gambar 4.1 Diagram Kemampuan Berbicara Pratindakan

Page 111: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

91

Berikut ini dijelaskan tentang tingkat kemampuan siswa kelas VIB SDN 3

Sukawati dalam tahap pratindakan ini. Tingkat kemampuan siswa disajikan dalam

tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.4 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Siswa Kelas VIB SDN 3 Sukawati Pratindakan

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) 5 16%

2 40 – 54 (kurang) 18 58%

3 55 – 69 (cukup) 6 19%

4 70 – 84 (baik) 2 7%

5 85 – 100 (sangat baik) 0 0%

Data pada tabel menunjukkan bahwa sebanyak dua orang (7%) siswa

memeroleh nilai pada tingkat kemampuan baik. Sementara itu, enam siswa (19%)

memeroleh nilai pada tingkat cukup. Sisanya, yakni sebanyak 18 siswa (58%)

memeroleh nilai kurang dan lima siswa (16%) memeroleh nilai sangat kurang.

Skor tertinggi yang diperoleh adalah 70, sedangkan terendah adalah 33. Nilai

rerata yang diperoleh adalah sebesar 50 dalam kategori kurang (masih rendah).

Apabila disesuaikan dengan standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada

mata pelajaran bahasa Bali seperti yang diterapkan di SD Negeri 3 Sukawati,

maka nilai rerata dari pratindakan ini dinyatakan rendah dan belum memenuhi

standar. Berdasarkan hasil tes awal pratindakan dapat disimpulkan sebagai

berikut.

Page 112: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

92

1) Seluruh siswa menyatakan jarang diajarkan pelajaran bahasa Bali.

2) Persentase rerata siswa dalam berbicara sor singgih bahasa Bali masih

rendah.

3) Seluruh siswa menyatakan belum pernah ada guru yang mengajarkan

dengan metode bermain peran dalam pengajaran berbicara bahasa Bali.

4) Hampir seluruh siswa belun jelas dalam pelafalan, masih ada beberapa

kesalahan baik dalam kosakata maupun tata bahasa. Di samping itu, materi

yang kurang mendalam, masih ada beberapa siswa yang salah dalam

penempatan jeda, serta gaya siswa, yaitu gerakan masih kurang luwes.

Adapun rincian hasil tes pratindakan dalam penelitian ini, berdasarkan

kriteria penilaian berbicara, yakni dari aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata,

dan struktur sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan

gaya yang dapat dijelaskan melalui uraian berikut.

1) Pelafalan Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Pelafalan kata-kata bahasa Bali yang tepat memiliki peranan yang penting

dalam suksesnya komunikasi dengan bahasa tersebut. Persentase yang diberikan

untuk aspek pelafalan adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup

(55--69%), kurang (40--54%), dan sangat kurang (0--39%). Terkait dengan hasil

tes awal penelitian pada tahap pratindakan, kemampuan siswa dalam aspek

pelafalan berdasarkan hasil tes pratindakan dapat dilihat dalam tabel 4.5 di bawah

ini.

Page 113: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

93

Tabel 4.5 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Tahap Pratindakan

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) 5 16%

2 40 – 54 (kurang) 8 26%

3 55 – 69 (cukup) 18 58%

4 70 – 84 (baik) - -

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak delapan belas (58%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam

kategori “cukup”, sedangkan sebanyak delapan (26%) siswa memeroleh nilai

dalam kategori “kurang”, dan sisanya sebanyak lima (16%) siswa memeroleh nilai

dengan kategori “sangat kurang”.

2) Kosakata Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Aspek kosakata merupakan aspek yang sangat penting dalam menyusun

kalimat bahasa Bali. Pemilihan kosakata yang salah menyebabkan kekeliruan

dalam memaknai kalimat yang diucapkan. Persentase yang diberikan untuk aspek

kosakata adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%),

kurang (40--54%), dan sangat kurang (0--39%). Terkait dengan hasil tes awal

penelitian pada tahap pratindakan, kemampuan siswa dalam aspek kosakata

berdasarkan hasil tes pratindakan dapat dilihat dalam tabel 4.6 di bawah ini.

Page 114: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

94

Tabel 4.6 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Tahap Pratindakan

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) 9 29%

2 40 – 54 (kurang) 14 45%

3 55 – 69 (cukup) 2 7%

4 70 – 84 (baik) 6 19%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak enam (19%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“baik”, sebanyak dua (7%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “cukup”,

sedangkan sebanyak empat belas (45%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“kurang”, dan sisanya sebanyak sembilan (16%) siswa memeroleh nilai dengan

kategori “sangat kurang”.

3) Tata Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Tata bahasa merupakan salah satu komponem penting yang memengaruhi

kualitas tuturan. Persentase yang diberikan untuk aspek tata bahasa adalah nilai

sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%), kurang (40--54%), dan

sangat kurang (0--39%). Terkait dengan hasil tes awal penelitian pada tahap

pratindakan, kemampuan siswa dalam aspek tata bahasa berdasarkan hasil tes

pratindakan dapat dilihat dalam tabel 4.7 di bawah ini.

Page 115: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

95

Tabel 4.7 Penilaian Tata Bahasa Bali Tahap Pratindakan

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) 1 3%

2 40 – 54 (kurang) 22 71%

3 55 – 69 (cukup) 6 19%

4 70 – 84 (baik) 2 7%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, hanya dua (7%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori “baik”,

sebanyak enam (19%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “cukup”, sedangkan

sebanyak dua puluh dua (71%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “kurang”,

dan sisanya hanya satu (3%) siswa memeroleh nilai dengan kategori “sangat

kurang”.

4) Materi Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Persentase yang diberikan untuk aspek nonkebahasaan, yakni aspek materi

adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%), kurang

(40--54%), dan sangat kurang (0--39%). Terkait dengan hasil tes awal penelitian

pada tahap pratindakan, kemampuan siswa dalam aspek materi berdasarkan hasil

tes pratindakan dapat dilihat dalam tabel 4.8 di bawah ini.

Page 116: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

96

Tabel 4.8 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Pratindakan

No. Tingkat Kemampuan Jumlah

Siswa Persentase

(Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) 23 74%

3 55 – 69 (cukup) 6 19%

4 70 – 84 (baik) 2 7%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, hanya dua (7%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori “baik”,

sebanyak enam (19%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “cukup”, sedangkan

sebanyak dua puluh tiga (74%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “kurang”.

5) Kelancaran Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Kelancaran seseorang dalam berbicara memudahkan pendengar

menangkap isi pembicaannya. Persentase yang diberikan untuk aspek

nonkebahasaan, yakni aspek kelancaran adalah nilai sangat baik (85--100%), baik

(70--84%), cukup (55--69%), kurang (40--54%), dan sangat kurang (0--39%).

Terkait dengan hasil tes awal penelitian pada tahap pratindakan, kemampuan

siswa dalam aspek kelancaran berdasarkan hasil tes pratindakan dapat dilihat

dalam tabel 4.9 di bawah ini.

Page 117: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

97

Tabel 4.9 Penilaian Kelancaran Bahasa Bali Tahap Pratindakan

No. Tingkat Kemampuan Jumlah

Siswa

Persentase

(Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) 11 35%

3 55 – 69 (cukup) 18 58%

4 70 – 84 (baik) 2 7%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak dua (7%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori “baik”,

sebanyak delapan belas (58%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “cukup”,

sedangkan sebanyak sebelas (35%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“kurang”.

6) Gaya Siswa Pratindakan

Persentase yang diberikan untuk aspek tata bahasa adalah nilai sangat baik

(85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%), kurang (40--54%), dan sangat

kurang (0--39%). Terkait dengan hasil tes awal penelitian pada tahap pratindakan,

kemampuan siswa dalam aspek gaya berdasarkan hasil tes pratindakan dapat

dilihat dalam tabel 4.10 di bawah ini.

Page 118: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

98

Tabel 4.10 Penilaian Gaya Siswa Pratindakan

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) 1 3%

3 55 – 69 (cukup) 30 97%

4 70 – 84 (baik) - -

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak tiga puluh (97%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“cukup” dan sisanya sebanyak satu (3%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“kurang”.

4.1.2 Analisis Kualitatif Pratindakan

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitatif yang

berasal dari hasil pengamatan dan pembelajaran siswa, yakni berupa rekaman

dialog bermain peran sor singgih bahasa Bali. Data hasil pengamatan dianalisis

dengan memberikan deskripsi berdasarkan bukti-bukti pengamatan secara empirik

di kelas, berupa analisis kelas kata bahasa Bali, penggunaan sor singgih bahasa

Bali, dan perkembangan karakter siswa. Data berupa hasil pembelajaran siswa

dianalisis untuk dikaji berdasarkan kriteria penilaian kemampuan berbicara yang

terdiri atas dua faktor, yaitu faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan tata

bahasa dan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya yang

dapat dijelaskan melalui uraian berikut.

Page 119: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

99

1) Pelafalan Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Pada tahap pratindakan ini, pelafalan siswa kelas VIB dikategorikan

kurang, yaitu senilai 48%. Hal ini disebabkan oleh beberapa siswa kurang jelas

dalam melafalkan kata-kata pada dialog yang diucapkan. Dalam bahasa lisan,

norma yang harus dipatuhi adalah tentang kebenaran ucapannya (antara fonemis

atau tulisannnya dengan fonetis atau ucapannnya). Penutur bahasa Bali di samping

mengenal adanya bahasa standar atau baku juga mengenal adanya varian bahasa

yang disebut dengan dialek. Dialek ini lebih mengarah pada kebiasaan penutur

menurut kedaerahannya sehingga dikenal dengan dialek geografi. Dialektika

inilah yang cenderung menjadi tidak standar dalam penuturannya. Malah bisa

mengarah pada terjadinya kesalahan dalam penuturan bahasa Bali itu sendiri

(Suarjana, 2008:65).

Berdasarkan hasil tes awal (pratindakan), ditemukan beberapa kesalahan

pelafalan siswa yang masih terpengaruh dialek daerah. Kesalahan-kesalahan

tersebut, seperti kata “kal” diucapkan oleh siswa menjadi “kel [kǝl]”. Kata “kal”

merupakan kependekan dari “bakal” yang dalam bahasa Indonesia artinya akan.

Selanjutnya, pada kata “masi” diucapkan oleh siswa menjadi “mase [mase]”. Kata

“masi” merupakan kependekan dari “masih” dalam bahasa Indonesia yang artinya

juga. Pada kata “keto [keto]” diucapkan oleh siswa menjadi “ketau [ketaƱ]”.

Kata “keto” yang dalam bahasa Indonesia artinya begitu. Ada juga siswa yang

mengucapkan kata “[keto]” dengan ucapan “kete [ketǝ]”.

Selanjutnya, pada kata “abana [abanǝ]” diucapkan oleh siswa menjadi

“aba’e [abǝwǝ]”. Sufiks -a apabila dibubuhkan pada bentuk dasar yang

Page 120: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

100

berakhiran dengan vokal, maka terjadilah alomorf -na. Kata “abana” berasal dari

kata “aba” mendapatkan penambahan sufiks -a (aba + -a) menjadi “abana” yang

artinya dibawa. Kesalahan-kesalahan dalam pelafalan yang diucapkan oleh siswa

di atas, dapat dilihat dalam data dialog berikut.

(i) T : kel kija Ris? (data rekaman 1)

[kǝl kijǝ rIs]

ST : kal kija Ris? (BK)

[kal kijǝ rIs]

“Mau ke mana Ris?”

(ii) T : dadi mase ketau (data rekaman 13) [dadI mase ketaƱ]

ST : dadi masi keto (BK)

[dadI masI keto]

“boleh juga kalau begitu”

(iii) T : Ooh,…kete (data rekaman 9)

[Ooh…ketǝ]

ST : Ooh…keto (BK) [Ooh,…keto]

(iv) T : sampun aba’e ke dokter? (data rekaman 4)

[sampƱn abǝwǝ kǝ doktǝr] ST : suba abana ka dokter

[subǝ abanǝ kǝ doktǝr] “sudah dibawa ke dokter?”

Berdasarkan hasil tes awal pelafalan bahasa Bali, beberapa siswa sudah

cukup memenuhi standar pengucapan kata dalam dialog yang dipraktikkan di

depan kelas. Kata-kata tersebut, seperti kata “kija” diucapkan dengan [kijǝ] yang

artinya ke mana, kata “ajaka” diucapkan dengan [ajakǝ] yang artinya diajak, kata

Page 121: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

101

“apa” diucapkan dengan [apǝ] yang artinya apa, kata “sira” diucapkan dengan

[sirǝ] yang artinya siapa, kata “suba” diucapkan dengan [subǝ] yang artinya

sudah, kata “dija” diucapkan dengan [dijǝ] yang artinya di mana, kata “majalan”

diucapkan dengan [mǝjalan] yang artinya berjalan, kata “ada” diucapkan dengan

[adǝ] yang artinya ada, kata “kena” diucapkan dengan [kenǝ] yang artinya kena.

2) Kosakata Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Pada tahap pratindakan ini, kosakata siswa kelas VIB dikategorikan

kurang, yaitu senilai 44%. Hal ini disebabkan masih sangat terbatasnya kosakata

yang digunakan siswa dalam dialog yang dipraktikkan di depan kelas serta adanya

beberapa penggunaan kata yang kurang sesuai. Hal seperti ini muncul karena

kurangnya pemahaman yang benar terhadap suatu makna suatu kata. Berkaitan

dengan pemahaman tehadap makna suatu kata, maka kosa kata dalam penelitian

ini dianalisis berdasarkan kelas kata bahasa Bali. Kesalahan-kesalahan dalam

kosakata yang diucapkan oleh siswa di atas, dapat dilihat dalam data dialog

berikut.

(i) T A : gelem kuda? (data rekaman 4)

[gǝlǝm kudǝ]

“sakit berapa?” B : gelem kebus dingin [gǝlǝm kǝbƱs diŋIn]

ST A : gelem apa? (BK)

Adj + Int [gǝlǝm apǝ]

“sakit apa?” B : gelem kebus dingin Adj + Adj +Adj [gǝlǝm kǝbƱs diŋIn]

Page 122: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

102

(ii) T A : sampun aba’e ke dokter (data rekaman 4) [sampƱn abǝwǝ kǝ doktǝr] B : sampun [sampƱn] ST A : suba abana ka dokter? (BK)

Adv + (aba/V + -a) + Prep + Nom Pekerjaan

[subǝ abanǝ kǝ doktǝr]

“sudah dibawa ke dokter?” B : suba Adv [subǝ]

“sudah”

(iii) T A : Pen, ada acara apa ci binjep’en? (data rekaman 6)

[pǝn adǝ acara apǝ ci bInjǝpǝn] B : sing ada. Nak engken?

[sIŋ adǝ. nak engken] A : sing tawang ci Aris gelam?

[sIŋ tawaŋ ci arIs gǝlǝm] ST A : Pen, ada ngudiang binjepang? (BK)

Nom Nama + V + (N- + kudiang/Int) + (Adv/binjep + -ang)

[pǝn, adǝ ngudiaŋ bInjǝpaŋ] “Pen, (nama orang) ada akan melakukan apa sebentar?”

B : sing ada. Nak engken? Adv + V + Nom + Int

[sIŋ adǝ. nak engken] A : sing nawang I Aris gelem? Adv + V (N- + tawang/V) + Art + Nom Nama + Adj

[sIŋ nawaŋ I arIs gǝlǝm]

“tidak tahu Aris sakit?”

Page 123: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

103

Beberapa data di atas menunjukkan ada kekeliruan dalam pemilihan kata

dalam kalimat yang diucapkan. Digunakannya kata-kata yang digarisbawahi pada

data di atas jika dihubungkan dengan konteks kalimat-kalimat tersebut kurang

tepat dan kurang sesuai dengan sor singgih bahasa Bali. Data rekaman (4), pada

kalimat di atas menunjukkan kesalahan pemilihan kata “kuda” yang seharusnya

menggunakan kata “apa” dalam tuturan bahasa Bali kapara (BK). Kata “kuda”

yang dalam bahasa Indonesia artinya berapa dan kata “apa” yang artinya apa.

Selanjutnya juga pada data rekaman (4), kata “sampun” yang seharusnya

menggunakan kata “suba” karena tuturan (dialog) yang dilakukan dua orang siswa

tersebut adalah menggunakan bahasa Bali kapara (BK), dan kedua orang siswa

(O1 dan O2) tersebut berasal dari golongan bawah (jaba/sudra), serta orang yang

dibicarakan (O3) juga berasal dari golongan bawah (jaba/sudra). Kata “sampun”

merupakan Basa Alus Mider (Ami) adalah bahasa alus yang bisa digunakan oleh

golongan bawah dan golongan atas.

Pada data (6), kata “acara” merupakan kata dari bahasa Indonesia sehingga

patut diganti dengan makna yang hampir sama, yaitu kata “ngudiang”.

Selanjutnya kata “ci” pada dialog di atas merupakan kependekan dari kata “cai”.

Kata “ci” sendiri merupakan bahasa Bali Kasar yang seharusnya tidak digunakan

oleh penutur (siswa) dalam berkomunikasi walaupun lawan tuturnya adalah

temannya sendiri yang sama-sama berasal dari golongan bawah (jaba/sudra).

Kata “ci” dirasakan kurang sopan jika dipakai dalam bertutur kata. Kata “ci” bisa

diganti dengan menambahkan kata “I” seperti pada kalimat “sing tawang ci Aris

gelam?”diganti menjadi “sing nawang I Aris gelem?”, sedangkan kata “tawang”

Page 124: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

104

seharusnya diganti dengan kata “nawang” yang artinya mengetahui. Kata

“nawang” berasal dari kata “tawang” mendapatkan imbuhan prefiks N- (alomorf

n-) yang meluluhkan fonem konsonan / t / pada kata “tawang” sehingga berubah

menjadi “nawang” yang merupakan bentuk verba tindak berpelengkap.

3) Tata Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Pada tahap pratindakan ini, tata bahasa siswa kelas VIB dikategorikan

kurang, yaitu senilai 48%. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya struktur kata

yang kurang sesuai dan masih banyak kata yang perlu ditambahkan dalam kalimat

yang diucapkan siswa. Kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang diucapkan

oleh siswa di atas dapat dilihat dalam data dialog berikut.

(i) T A : Bin, ada acara jani? (data rekaman 2)

[bIn, adǝ acara janI]

B : sing, nak engken?

[siŋ nak eŋken] A : ajaka nelokin timpal gelem mi!

[ajakǝ nǝlokIn timpal gǝlǝm mI]

ST A : Bin, ada ngudiang jani? (BK) S Nom Nama + P Int + O Adv

[bin, adǝ ngudiaŋ janI] “Bin, ada kegiatan yang dilakukan sekarang?”

B : sing, nak engken? Adv + Int [sIŋ, nak eŋken] “tidak, ada apa?”

A : mai, ajaka nelokin timpal gelem! Dem + (ajak/V + -a) + P V (N- + delok/V + -in) + O Nom Nama + K Adj

[mai, ajakǝ nǝlokIn timpal gǝlǝm]

Page 125: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

105

(ii) T A : Tu, ampun ningehin kabar? (data rekaman 12) [tu, ampƱn niŋǝhIn kabar] “Tu, sudah mendengar kabar?” ST A : Tu, suba ningeh kabar? S Nom Nama + P Adv + (N- + dingeh/V) + O Adv [tu, ampƱn niŋǝh kabar] “Tu, sudah mendengar kabar?”

Dalam beberapa kalimat di atas, masih terdapat kekurangan dan kata yang

digaris bawahi jika digunakan dalam konteks kalimat-kalimat tersebut kurang

tepat. Pada data rekaman (2), kata “acara” merupakan kata dari bahasa Indonesia

sehingga patut diganti dengan makna yang hampir sama, yaitu kata “ngudiang”.

Terdapat ketidaksesuaian penempatan kata “mi” yang seharusnya diucapkan

“mai” pada kalimat “ajaka nelokin timpal gelem mi”. Kata “mai” seharusnya

ditempatkan pada awal kalimat. Kata “nelokin” berasal dari kata dasar “delok”

yang artinya jenguk. Kata “delok” mendapatkan imbuhan prefiks N- (alomorf n-)

yang meluluhkan fonem konsonan / d / pada kata “delok” yang mendapatkan

penambahan sufiks -in sehingga berubah menjadi “nelokin” yang merupakan

bentuk verba tindak berpelengkap. Kata “nelokin” merupakan bentuk verba yang

dibentuk dengan sufiks –in memerlukan objek penderita. Jadi kalimat “mai, ajaka

nelokin timpal gelem!” merupakan kalimat yang benar karena memiliki objek

penderita, yaitu orang yang diajak menjenguk teman yang sakit tersebut.

Penutur bahasa Bali di samping mengenal adanya bahasa standar atau

baku juga mengenal adanya variasi bahasa yang disebut dengan dialek. Akan

tetapi, dalam kenyataannya, tataran dialektika sering kali menjadikan kekeliruan

dalam penggunaannya. Hal yang paling kentara adalah penggunaan afiksasi

Page 126: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

106

berupa akhiran atau sufiks (pangiring) sehingga menimbulkan kesalahan makna.

Pada data rekaman (12), kata “ningehin” kurang sesuai yang seharusnya diubah

menjadi “ningeh” yang artinya “mendengar”. Kata ningeh berasal dari kata dingeh

mendapatkan imbuhan prefiks N- (alomorf n-) yang meluluhkan fonem konsonan

/ d / pada kata “dingeh” sehingga berubah menjadi “ningeh” yang merupakan

bentuk verba tindakan berpelengkap. Selain itu, kata “ampun” seharusnya

menggunakan kata “suba” karena tuturan (dialog) yang dilakukan dua orang siswa

tersebut adalah menggunakan bahasa Bali kapara (BK), dan kedua orang siswa

(O1 dan O2) tersebut berasal dari golongan bawah (jaba/sudra), serta orang yang

dibicarakan (O3) juga berasal dari golongan bawah (jaba/sudra). Kata “ampun”

merupakan basa madya.

4) Materi Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Pada tahap pratindakan ini siswa kelas VIB dikategorikan kurang, yaitu

senilai 46%. Hampir semua siswa masih belum memiliki kepercayaan diri untuk

mengeksplorasi kemampuan dalam membuat sebuah dialog bahasa Bali. Hal ini

dapat dilihat dari pemilihan topik, yakni semua siswa lebih memilih topik yang

kedua, yakni “Nelokin timpal gelem” daripada topik yang pertama, yakni

“Katemu guru ring perpustakaan”. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang

digunakan pada topik kedua lebih mudah, yakni menggunakan bahasa

kapara/andap, sedangkan topik yang kedua menggunakan basa alus singgih dan

basa alus sor. Di samping itu, uraian dialog yang disampaikan kurang mendalam

dan hanya mengungkapkan seputar rencana menjenguk teman yang sakit saja.

Page 127: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

107

5) Kelancaran Bahasa Bali Siswa Pratindakan

Pada tahapan pratindakan ini, siswa kelas VIB dikategorikan kurang, yaitu

senilai 54%. Kepercayaan diri siswa kurang. Hal ini dapat dilihat dari masih

banyak siswa yang membawa teks dialog yang dibuatnya di depan kelas.

Pembicaraan terputus-putus dan ada yang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu,

misalnya, e…., em….sampai akhirnya melakukan pengulangan kata. Selain itu,

volume suara mereka kadang-kadang kecil dan ada yang berbicara terlalu cepat

sehingga menyulitkan pendengar menangkap isi atau pokok pembicaraan.

6) Gaya Siswa Pratindakan

Pada tahap pratindakan ini, siswa kelas VIB dikategorikan cukup, yaitu

senilai 60%. Hanya satu siswa yang menunjukkan busana yang digunakan kurang

santun karena ada bajunya yang keluar/tidak rapi, gerakan yang kurang, serta

kurang luwes dalam berdialog. Untuk siswa yang lainnya sudah menunjukkan

berpakaian yang rapi pada saat berdialog di depan kelas, hanya pada tahap

pratindakan ini banyak siswa masih kurang dalam gerakan/ekspresi, dan kurang

luwes serta kurang serius dalam berdialog.

4.1.3 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali Pratindakan

Variasi suatu bahasa tidak hanya terjadi pada kelompok masyarakat

anekabahasa (multilingual society), tetapi juga bisa terjadi pada masyarakat

ekabahasa (monolingual society). Munculnya variasi bahasa disebabkan oleh

perbedaan latar belakang sosial atau latar belakang geografis (Suarjana, 2008:69).

Page 128: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

108

Dalam masyarakat yang memiliki sistem kasta/wangsa yang ketat,

penerapan tingkatan tutur (speech levels) menjadi sangat ketat pula. Dalam situasi

tutur masyarakat berkasta, seorang penutur (addresser) memilih tingkatan tutur

yang tepat sesuai dengan status sosial lawan bicara (audience) yang dihadapi.

Tingkatan tutur yang dipilih menentukan posisi sosial (secara horizontal dan

vertikal) dari setiap penutur yang terlibat dalam tindak bicara tersebut. Bahasa

Bali adalah salah satu contoh yang sangat baik untuk menjelaskan bagaimana

stratifikasi sosial diidentifikasi melalui penggunaan bahasanya (Suarjana,

2008:69).

Penggunaan bahasa secara konsep sebagaimana pernah dipetakan oleh

seorang ahli bahasa berkebangsaan Eropa (Belanda) yang bernama J. Kersten

SVD pada tahun 1970-an tentang pemakaian sor singgih bahasa Bali itu dapat

dibuat menyerupai dua buah bidang yang dibatasi sebuah garis melintang. Pada

penelitian tahap pratindakan ini, siswa diberikan tes untuk memainkan peran di

depan kelas dengan topik “nelokin timpal gelem”. Beberapa siswa mampu

menerapkan penggunaan bahasa Bali sesuai dengan konsep pertama, yaitu jika

pembicara atau orang pertama (O1), yang diajak berbicara atau orang kedua (O2),

dan yang dibicarakan atau orang ketiga (O3) semuanya sebagai golongan bawah.

Dengan demikian, bahasa Bali yang digunakan oleh O1 kepada O2 dan mengenai

O3 adalah Basa Bali Andap. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 129: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

109

A

B

O1 O2

O3

Contoh dialog yang diucapkan siswa pada data rekaman (4):

A : Om swastiastu Ari “Om Swastiastu Ari” B : Om Swastiastu Adi, engken ada apa? “Om Swastiastu Adi, ya ada apa?” A : Kene, timpale dugas dibi gelem “Begini, ada teman kita kemarin sakit” B : nyen? “siapa?” A : To, Kertayasa timpale “itu, Kertayasa teman (kita)”

Pada dialog di atas, siswa A sebagai (O1) berasal dari golongan bawah

(jaba/sudra) berbicara menggunakan basa andap/kapara dengan lawan tutur (O2)

siswa B yang juga berasal dari golongan bawah (jaba/sudra), sedangkan yang

dibicarakan, yaitu (O3) juga berasal dari golongan bawah (jaba/sudra), maka

siswa (O1 dan O2) bisa menggunakan basa andap/kapara saat membicarakan O3.

4.1.4 Membangun Karakter Siswa Pratindakan

Pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik

(habit) sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil (Megawangi, 2009:23).

Membangun karakter siswa bisa dilakukan sejak usia dini. Pada tingkat sekolah

dasar, siswa diajari bagaimana bersikap yang sopan, berbicara yang sopan,

memiliki rasa tanggung jawab, toleransi, disiplin, dan bertakwa (religious).

Page 130: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

110

Pada penelitian ini, “Peningkatan Kemampuan Berbicara Sor Singgih

Bahasa Bali dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB SDN 3 Sukawati

Melalui Metode Bermain Peran”, siswa diajari bagaimana berbahasa Bali yang

sopan sesuai dengan sor singgih bahasa Bali (berkomunikasi dengan santun sesuai

dengan tata krama) melalui metode bermain peran. Hal ini dapat ditunjukkan

pada dialog setiap tahapan PTK, siswa sudah mampu mengungkapkan rasa hormat

kepada guru, orang yang lebih tua, atau juga kepada orang yang berasal dari

golongan atas (tri wangsa). Adapun data karakter yang berkembang pada

pratindakan adalah sebagai berikut.

Setiap memulai sesuatu, siswa selalu mengucapkan kata “Om Swastiastu”

(karakter religius dan sopan santun). Saat bertemu dengan teman pun, siswa juga

mengucapkan kata “Om Swastiastu” seperti pada data 1 dan 4 berikut.

(i) A : Om swastiastu Ris (data rekaman 1)

“Om Swastiastu Ris”

B : Om Swastiastu Jar

“Om Swastiastu Jar”

(ii) A : Om swastiastu Ari (data rekaman 6)

“Om Swastiastu Ari”

B : Om Swastiastu Adi, engken ada apa?

“Om Swastiastu Adi, ya ada apa?”

Karakter yang sudah berkembang di sekolah SD Negeri 3 Sukawati adalah

karakter kesopansantunan, yaitu siswa pada saat memulai pembelajaran, memulai

berdialog, bertemu dengan gurunya selalu mengucapkan kata “Om Swastiastu”.

Page 131: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

111

Hal ini, dikarenakan siswa selalu dibiasakan menunjukkan kesopanan dengan

mengucapkan kata “Om Swastiastu” kepada guru di sekolah. Karakter

kesopansantuanan ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.2 Karakter yang Berkembang di SD Negeri 3 Sukawati

4.2 Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Setelah Penerapan

Metode Bermain Peran dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB

Setelah melakukan identifikasi permasalahan melalui hasil pengamatan

dan tes pratindakan, metode bermain peran diterapkan pada siklus I dan siklus II

dengan tujuan meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam

membangun karakter siswa khususnya karakter kesopanan dalam berbahasa Bali.

Siklus I dan siklus II dalam penelitian ini terdiri atas beberapa komponen, yaitu

plan (perencanaan), act (tindakan), observe (pengamatan), dan reflect

(perenungan). Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Data

hasil tersebut dapat dijelaskan melalui uraian berikut.

Page 132: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

112

4.2.1 Analisis Kuantitatif Siklus I

Pada analisis kuantitatif siklus I ini, diawali dari perencanaan, yaitu

mempersiapkan beberapa hal yang berhubungan dengan keperluan penelitian.

Selanjutnya dilakukan tindakan, observasi, hasil tes berbicara, dan refleksi. Pada

tahap ini, data kuantitatif yang terkait dengan hasil tes berbicara sor singgih

bahasa Bali siklus I berdasarkan kriteria penilain berbicara, yakni dari aspek

kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan tata bahasa, sedangkan aspek

nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya. Persentase yang diberikan

untuk aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan adalah nilai sangat baik (85--

100%), baik (70--84%), cukup (55--69%), kurang (40--54%), dan sangat kurang

(0--39%). Data tersebut dapat dijelaskan melalui uraian berikut.

4.2.1.1 Perencanaan Siklus I

Sebelum melaksanakan tindakan pada siklus I, disiapkan beberapa hal

yang berhubungan dengan keperluan penelitian, seperti mempersiapkan silabus,

rencana pelaksanaan pembelajaran, materi ajar untuk dipakai dalam pembelajaran

di kelas, instrumen, dan topik penugasan berupa tes akhir pada akhir siklus I serta

kriteria penilaian hasil belajar. Data tersebut dapat dijelaskan melalui urain

berikut.

1) Menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

Dalam penelitian ini, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) disusun untuk memeroleh data dalam persiapan yang dilakukan guru

Page 133: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

113

dan rencana dalam kegiatan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) ini terdiri atas tujuan, materi, kegiatan pengajaran, dan penilaian.

Standar kompetensi dalam penelitian ini adalah bercakap-cakap dalam

kehidupan anak-anak/siswa, kompetensi dasar yang ingin dicapai oleh siswa

pada siklus ini adalah agar siswa dapat mengekspresikan idenya secara lisan

(kemampuan bercakap-cakap/berkomunikasi dengan bahasa yang santun

sesuai dengan tata krama). Indikator yang ingin dicapai adalah agar siswa

dapat bercakap-cakap (berkomunikasi dengan lancar), siswa dapat

menggunakan bahasa sor singgih sesuai dengan unsur penentu komunikasi,

siswa bercakap dengan sikap yang sopan sesuai dengan tata

krama/kesopansantunan.

2) Menyiapkan Materi

Materi yang digunakan pada tiap siklus ini berdasarkan kurikulum KTSP

untuk sekolah dasar. Materi diambil berdasarkan buku Bahasa Bali untuk SD

Kelas VI semester I dan II, karya Drs. I Gusti Putu Adnyana dan penerbit

Pustaka Tarukan Agung. Materi yang diberikan adalah sor singgih bahasa Bali

(Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Mider, lan Basa Kapara).

3) Menyiapkan Instrumen

Menyiapkan instrumen dalam penelitian ini sangat diperlukan. Terdapat

beberapa instrumen yang digunakan dalam siklus ini, yaitu perekam, catatan

guru, catatan data berdasarkan lembar evaluasi yang disediakan. Semua

Page 134: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

114

instrumen tersebut digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa.

4) Menyiapkan Topik Penugasan

Topik yang diberikan pada siklus ini berdasarkan materi bahasa Bali

pada semester II. Materi yang diberikan adalah sor singgih bahasa Bali dan

bagian-bagiannya dengan topik untuk latihan adalah kehidupan sekolah

“katemu ring perpustakaan” dan topik untuk tes adalah kehidupan sekolah

“Katemu sareng guru ring sekolah”.

4.2.1.2 Tindakan Siklus I

Penerapan metode bermain peran pada penelitian siklus I ini dilaksanakan

berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat. Langkah-

langkah pembelajaran dibagi menjadi tiga tahapan, yakni kegiatan awal, kegiatan

inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi), dan kegiatan akhir dalam waktu tujuh

puluh menit (satu pertemuan). Bahasa yang digunakan pada saat proses

pembelajaran adalah menggunakan bahasa Bali. Secara garis besar, bentuk

kegiatan pembelajaran siklus I di atas disajikan pada tabel 4.11 sebagai berikut.

Tabel 4.11 Kegiatan Pembelajaran Siklus I

Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa

a) Kegiatan Awal (10 menit)

1. Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng alit-alite”, serta membacakan absensi.

2. Memberikan apersepsi berupa

1. Menjawab salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng Bu guru”, serta merespons apa yang disampaikan peneliti.

2. Menjawab pertanyaan yang

Page 135: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

115

pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, seperti “yening alit-alite mabebaosan sareng guru, nganggen basa Bali napi basa Indonesia? Yening mabebaosan ajak timpal nganggen basa napi? dll”. Menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan materi “mangkin alit-alite jagi malajah sor singgih basa Bali taler kapahannyane lan malajah ngaryanin bablibagan basa Bali”.

diajukan dengan mengangkat tangan sebelumnya.

b) Kegiatan Inti (50 menit)

Eksplorasi 3. Menjelaskan pengertian sor singgih

bahasa Bali dan pembagiannya (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, lan Basa Kapara), memberikan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama), serta memberikan arahan cara membuat percakapan.

4. Menegaskan cara pengucapan, intonasi.

5. Memeragakan sebuah percakapan bahasa Bali “Katemu ring perpustakaan”.

Elaborasi 6. Menugasi dua siswa untuk

mempraktikkan percakapan “Katemu ring perpustakaan” di depan kelas.

7. Memberikan handout yang memuat contoh percapakan bahasa Bali “mabebaosan ring sekolahan”

8. Membahas secara mendetail komponen contoh-contoh percakapan pada handout dan menyelipkan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan

3. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

4. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

5. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

6. Siswa yang lain menyimak dan

mencatat hal-hal yang dianggap penting.

7. Menerima handout dari peneliti dan membacanya dengan saksama.

8. Menyimak dan mencatat hal-hal

yang dianggap penting.

Page 136: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

116

berbahasa. 9. Menugasi siswa membuat

percakapan dengan topik “Katemu sareng guru ring sekolah”, membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Alokasi waktu berdiskusi ±10 menit.

10. Meminta hasil percakapan yang sudah dibuat untuk dikumpulkan.

11. Tugas percakapan yang diberikan akan direkam pada pertemuan berikutnya.

Konfirmasi 12. Memberikan feedback yang positif

dan penguatan yang berfokus pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa sesuai dengan unsur penentu, serta memberikan motivasi kepada siswa yang kurang/belum berpartisipasi aktif.

9. Mencari kelompok, berdiskusi, dan

menulis dialog (percakapan) dalam waktu 10 menit.

10. Mengumpulkan percakapan yang sudah dibuat.

11. Tugas percakapan bahasa Bali yang dibuat dipraktikkan di depan kelas pada pertemuan berikutnya.

12. Menyimak feedback yang

diberikan dan melakukan Tanya jawab terhadap hal-hal yang masih kurang dipahami.

c) Kegiatan Akhir (10 menit)

13. Memberitahukan siswa bahwa tugas percakapan yang sudah dibuat tadi akan direkam pada pertemuan berikutnya dan menutup pelajaran dengan mengucapkan “Pramasanti”.

13. Merespon apa yang disampaikan dengan mengucapkan “inggih bu” dan mengucapkan “Pramasanti”.

4.2.1.3 Observasi Siklus I

Tujuan observasi adalah untuk mengetahui hasil dalam tiap pelaksanaan

siklus, yaitu data berupa peningkatan kemampuan berbicara sor singgih bahasa

Bali dalam membangun karakter siswa. Siklus I dilaksanakan pada 7 Maret 2013,

pukul 09.30 WITA. Dalam observasi di kelas, peneliti menggunakan catatan

(diary) untuk mencatat situasi selama pelaksanaan bermain peran. Dalam catatan

Page 137: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

117

guru, terdapat kegiatan siswa (respon siswa) selama pelaksanaan metode bermain

peran dan situasi kelas selama proses pembelajaran dan pengajaran berlangsung.

Pembelajaran dimulai dengan mengucapkan “Panganjali Om Suastiastu”,

mengucapkan salam rahajeng semeng alit-alite”, dan membacakan absensi.

Kegiatan pertama adalah memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan

yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari,

seperti “yening alit-alite mabebaosan sareng guru, nganggen basa Bali napi basa

Indonesia? Yening mabebaosan ajak timpal, nganggen basa napi?” di samping

itu, juga menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan materi

“mangkin alit-alite jagi malajah sor singgih basa Bali taler kapahannyane lan

malajah ngaryanin bablibagan basa Bali”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk

meningkatkan motivasi dan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Dalam mengonstruksi pemahaman, kegiatan eksplorasi diberikan melalui

kegiatan menjelaskan pengertian sor singgih bahasa Bali dan pembagiannya (Basa

Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, lan Basa Kapara), serta

memberikan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa Bali

(bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama),

juga memberikan arahan cara membuat percakapan. Hal lain yang juga dilakukan

adalah menegaskan cara pengucapan, intonasi, dan memeragakan sebuah

percakapan berbahasa Bali “Katemu ring perpustakaan” sesuai dengan prosedur

pembelajaran melalui bermain peran. Prosedur tersebut meliputi (1) pemanasan,

yakni siswa diperkenalkan permasalahan dalam dialog yg diperankan, (2) memilih

pemain, yakni peneliti dan siswa membahas karakter setiap pemain dan

Page 138: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

118

menentukan siapa yang memainkan tokoh guru dan tokoh siswa, (3) menata

panggung, yakni tempat yang digunakan untuk memainkan peran adalah di depan

kelas, (4) menyiapkan pengamat, yakni peneliti sendiri sebagai pengamat

langsung, (5) memainkan peran, yakni siswa memainkan peran di depan kelas, (6)

diskusi dan evaluasi, yakni peneliti bersama siswa mendiskusikan permainan tadi

dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan, (7) memainkan

peran ulang, yakni siswa melakukan permainan ulang, (8) diskusi dan evaluasi

kedua, yakni mendiskusikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan saat memainkan

peran tersebut, dan (9) berbagi pengalaman dan simpulan. Kegiatan ini

dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang sor singgih bahasa

Bali.

Ketika memasuki kegiatan elaborasi, siswa diminta mempraktikkan contoh

percakapan “Katemu ring perpustakaan” di depan kelas. Setelah itu memberikan

handout yang memuat contoh percapakan bahasa Bali “mabebaosan ring

sekolahan”. Membahas secara mendetail komponen contoh-contoh percakapan

pada handout dan menyelipkan pemahaman tentang nilai karakter

kesopansantunan berbahasa sesuai dengan contoh handout berupa dialog-dialog

yang mengandung nilai kesopansantunan dalam berbicara bahasa Bali. Pada

kegiatan konfirmasi, diberikan feedback yang positif dan penguatan yang berfokus

padakosa kata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa sesuai dengan

unsur penentu, serta memberikan motivasi kepada siswa yang kurang/belum

berpartisipasi aktif.

Page 139: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

119

Pada bagian kegiatan akhir, peneliti menginstruksikan siswa untuk

membuat sebuah dialog percakapan tiap-tiap kelompok dengan topik “Katemu

sareng guru ring sekolah”. Hasil karya mereka kemudian diperagakan di depan

kelas serta dilakukan perekaman. Ketika melakukan perekaman percakapan siswa

di depan kelas, peneliti menggunakan kriteria penilaian berbicara yang terdiri atas

dua aspek, yaitu aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur,

sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya. Hal ini

digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara sor singgih siswa

serta membangun rasa kesopansatunan siswa dalam berkomunikasi.

4.2.1.4 Tes Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Siklus I

Sesuai dengan kerangka di atas, pada akhir siklus I dilakukan sebuah tes

berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa kelas VIB SD

Negeri 3 Sukawati dengan topik “Katemu sareng guru ring sekolah” secara

berkelompok. Dialog tersebut direkam dan dianalisis sesuai dengan kriteria

penilaian berbicara. Jumlah skor siswa yang diperoleh melalui rubrik berbicara

yang terdiri atas enam indikator tersebut, selanjutnya dianalisis menggunakan

teori statistik deskriptif. Perhitungan secara umum diarahkan untuk mengetahui

akumulasi skor berbicara yang kemudian disesuaikan dengan tabel pada tingkat

kemampuan berbicara siswa. Perolehan nilai siswa berdasarkan evaluasi outcome

dijabarkan melalui informasi pada tabel 4.12 nilai siswa dalam berbicara sor

singgih bahasa Bali, sebagai berikut.

Page 140: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

120

Tabel 4.12 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Siklus I

No. Siswa Indikator

Total Nilai

Nilai dalam persen

(%)

Tingkat Kemampuan

1 2 3 4 5 6 1 Ana Wiguna 2 2 2 3 3 3 15 50 50% Kurang 2 Adi Wiarta 2 2 2 3 3 3 15 50 50% Kurang 3 Raditya 2 2 2 3 3 3 15 50 50% Kurang 4 Aris Prayoga 3 2 3 3 2 3 16 53 53% Kurang 5 Gede Aditya 4 3 4 4 4 3 22 73 73% Baik 6 Ari Ananda 2 3 2 3 3 3 16 53 53% Kurang 7 Arya Bintan 3 2 4 3 3 3 18 60 60% Cukup 8 Anasuya 3 4 4 4 3 3 21 70 70% Baik 9 Astiti Bakti 3 3 4 3 3 3 19 63 63% Cukup 10 Adi Mahardika 3 2 4 3 4 4 19 63 63% Cukup 11 Budiarta 4 3 4 4 4 3 23 77 77% Baik 12 Dwi Cahyani 3 3 4 3 3 3 19 63 63% Cukup 13 Buddhi Saputra 2 3 3 3 3 3 17 57 57% Cukup 14 Fajar Punarbawa 4 3 4 4 4 3 18 60 60% Cukup 15 Indah Jayanti 4 4 4 4 4 4 24 80 80% Baik 16 Juliawan 3 2 4 3 2 3 17 57 57% Cukup 17 Kertayasa 2 2 2 3 3 3 15 50 50% Kurang 18 Kanya Devani 3 4 3 3 4 3 20 67 67% Cukup 19 Marta Prasetya 1 4 3 3 2 3 16 53 53% Kurang 20 Mayumi Siddhi P. 3 4 4 4 3 3 21 70 70% Baik 21 Okta Anggara 2 2 2 3 3 3 15 50 50% Kurang 22 Pratama 1 4 3 3 2 3 16 53 53% Kurang 23 Rahmawati 3 2 3 3 3 3 17 57 57% Cukup 24 Rista Juniari 3 4 3 3 2 3 18 60 60% Cukup 25 Ryan Endrawan 1 3 3 3 2 3 15 50 50% Kurang 26 Riyanti 4 4 4 4 3 4 23 77 77% Baik 27 Suriyaningsih 3 3 4 3 2 3 18 60 60% Cukup 28 Setia Devi 3 4 3 3 2 3 18 60 60% Cukup 29 Tirta 1 4 3 3 2 3 16 53 53% Kurang 30 Widia Swari 4 4 4 4 4 4 24 80 80% Baik 31 Devi Agustina 3 4 4 4 4 3 21 70 70% Baik

Rerata 2.7 3.1 3.3 3.3 2.9 3.1 1.889 Nilai 54 62 66 66 58 62 61% Cukup

Keterangan :

1 = Pelafalan 4 = Materi

2 = Kosakata 5 = Kelancaran 3 = Tata Bahasa 6 = Gaya

Page 141: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

121

Tabel di atas menggambarkan bahwa nilai yang diperoleh siswa SD

Negeri 3 Sukawati dalam keterampilan berbicara sor singgih bahasa Bali pada

pemberian siklus I dengan kategori cukup. Hasil siklus I menunjukkan adanya

peningkatan pada nilai rerata (mean) kelas. Jumlahnya menjadi 61 atau meningkat

sebanyak 11 poin dari jumlah 50 pada tes pratindakan. Hal ini ditunjukkan dengan

perolehan nilai total siswa untuk pelafalan, yaitu sebesar 54% dengan rerata (rata-

rata) 2,7 berada pada kategori kurang. Selanjutnya, untuk kosakata nilai total

siswa berada pada kategori cukup, yaitu 62% dengan rerata 3,1. Tata bahasa nilai

total siswa berada pada kategori cukup, yaitu 66% dengan rerata 3,3. Pada materi,

nilai total siswa berada pada kategori cukup, yaitu 66% dengan rerata 3,3. Untuk

kelancaran, nilai total siswa berada pada kategori cukup, yaitu 58% dengan rerata

2,9, sedangkan untuk gaya, nilai total siswa, yaitu 62% dengan rerata 3,1 berada

pada kategori cukup.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif kunatitatif dalam tahapan siklus I di

atas, juga dapat ditunjukkan dalam gambar diagram batang. Data kemampuan

berbicara siswa SDN 3 Sukawati pada tahap siklus I disajikan dalam gambar 4.3

berikut.

0

100

NIL

AI R

ERAT

A KE

LAS

KRITERIA KEMAMPUAN BERBICARA

Gambar 4.3 Diagram Kemampuan Berbicara Siklus I

Page 142: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

122

Berikut ini dijelaskan tentang tingkat kemampuan siswa SDN 3 Sukawati

dalam tahap siklus I. Tingkat kemampuan berbicara siswa disajikan dalam tabel

4.13 sebagai berikut.

Tabel 4.13 Tingkat Kemampuan Berbicara Siswa Kelas VIB SDN 3 Sukawati Siklus I

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) 0 0%

2 40 – 54 (kurang) 9 29%

3 55 – 69 (cukup) 14 45%

4 70 – 84 (baik) 8 26%

5 85 – 100 (sangat baik) 0 0%

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak delapan orang

(26%) siswa memeroleh nilai pada tingkat kemampuan baik. Sementara itu, empat

belas siswa (45%) memeroleh nilai pada tingkat cukup. Sisanya, yakni sebanyak

sembilan siswa (29%) memeroleh nilai kurang. Skor tertinggi yang diperoleh

adalah 80, sedangkan terendah adalah 50. Nilai rerata yang diperoleh adalah

sebesar 61% dalam kategori cukup. Nilai ini hampir mendekati target, yaitu 65%.

Berdasarkan data tabel 4.6 dan tabel 4.7, dapat disimpulkan bahwa jumlah

siswa yang memeroleh nilai standar dalam pelafalan, kosakata, tata bahasa, materi

kelancaran, dan gaya mengalami peningkatan. Adapun perincian hasil tes siklus I

Page 143: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

123

dalam penelitian ini, berdasarkan kriteria penilaian berbicara, yakni dari aspek

kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur, sedangkan aspek

nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya yang dapat dijelaskan

melalui uraian berikut.

1) Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus I

Berdasarkan hasil tes siklus I, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai

pelafalan yang dicapai siswa dengan persentase yang diberikan untuk aspek tata

bahasa adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%),

kurang (40--54%), dan sangat kurang (0--39%), dapat digambarkan dalam tabel

4.14 berikut ini.

Tabel 4.14 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus I

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) 4 13%

2 40 – 54 (kurang) 7 23%

3 55 – 69 (cukup) 14 45%

4 70 – 84 (baik) 6 19%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak enam (19%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“baik”, sebanyak empat belas (45%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“cukup”, sedangkan sebanyak tujuh (23%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

Page 144: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

124

“kurang”, dan sisanya sebanyak empat (13%) siswa memeroleh nilai dengan

kategori “sangat kurang”.

2) Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus I

Berdasarkan hasil tes siklus I, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai

kosakata yang dicapai siswa dengan persentase yang diberikan untuk aspek tata

bahasa adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%),

kurang (40--54%), dan sangat kurang (0--39%), dapat digambarkan dalam tabel

4.15 berikut ini.

Tabel 4.15 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus I

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) 10 32%

3 55 – 69 (cukup) 9 29%

4 70 – 84 (baik) 12 39%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak dua belas (39%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“baik”, sebanyak sembilan (29%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “cukup”,

dan sisanya sebanyak sepuluh (32%) siswa memeroleh nilai dengan kategori

“kurang”.

Page 145: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

125

3) Tata Bahasa Bali Siswa Siklus I

Berdasarkan hasil tes siklus I, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai tata

bahasa yang dicapai siswa dengan persentase yang diberikan untuk aspek tata

bahasa adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%),

kurang (40--54%), dan sangat kurang (0--39%), dapat digambarkan dalam tabel

4.16 berikut ini.

Tabel 4.16 Penilaian Tata Bahasa Bali Siswa Siklus I

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) 6 19%

3 55 – 69 (cukup) 10 32%

4 70 – 84 (baik) 15 49%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak lima belas (49%) siswa yang berhasil memeroleh nilai dalam

kategori “baik”, sebanyak sepuluh (32%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“cukup”, dan sisanya sebanyak enam (19%) siswa memeroleh nilai dengan

kategori “ kurang”.

4) Materi Bahasa Bali Siswa Siklus I

Persentase yang diberikan untuk aspek nonkebahasaan yakni aspek materi

adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%), kurang

Page 146: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

126

(40--54%), dan sangat kurang (0--39%). Berdasarkan hasil tes siklus I dapat

dilihat kemampuan siswa dalam aspek materi dalam tabel 4.17 di bawah ini.

Tabel 4.17 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Siklus I

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) - -

3 55 – 69 (cukup) 22 71%

4 70 – 84 (baik) 9 29%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak dua puluh dua (71%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“cukup”, sedangkan sebanyak sembilan (29%) siswa memeroleh nilai dalam

kategori “baik”.

5) Kelancaran Bahasa Bali Siswa Siklus I

Berdasarkan hasil tes siklus I, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai

kelancaran yang dicapai siswa dapat digambarkan dalam tabel 4.18 berikut ini.

Tabel 4.18 Penilaian Kelancaran Siswa Siklus I

No. Tingkat Kemampuan Jumlah

Siswa

Persentase

(Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) 9 29%

3 55 – 69 (cukup) 15 48%

4 70 – 84 (baik) 7 23%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Page 147: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

127

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak tujuh (23%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“baik”, sebanyak lima belas (45%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“cukup”, sedangkan sebanyak sembilan (29%) siswa memeroleh nilai dalam

kategori “kurang”.

6) Gaya Siswa Siklus I

Berdasarkan hasil tes siklus I, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai

gaya yang dicapai siswa dapat digambarkan dalam tabel 4.19 berikut ini.

Tabel 4.19 Penilaian Gaya Siswa Siklus I

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) - -

3 55 – 69 (cukup) 27 87%

4 70 – 84 (baik) 4 13%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, hanya sebanyak empat (13%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam

kategori “baik” dan sebanyak dua puluh tujuh (87%) siswa memeroleh nilai dalam

kategori “cukup”.

Page 148: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

128

4.2.1.5 Refleksi Siklus I

Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I, diketahui bahwa peningkatan

kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali siswa SD Negeri 3 Sukawati dalam

proses dan hasil belajar yang dijabarkan melalui nilai-nilai siswa dapat dikatakan

telah tercapai dengan cukup baik. Akan tetapi, peningkatan tersebut masih

dirasakan belum mencapai standar karena nilai rerata kelas hanya mencapai 61%

dengan kategori cukup. Di samping itu, hanya sebanyak sembilan siswa (29%)

yang memeroleh nilai di atas 65 pada mata pelajaran berbicara sor singgih bahasa

Bali sehingga penerapan tindakan siklus II diperlukan untuk memeroleh

peningkatan yang lebih baik lagi. Dalam siklus II, peneliti fokus pada pelafalan

dan kelancaran dalam berbicara. Hal ini disebabkan oleh masih ada beberapa

siswa yang belum termotivasi untuk mau menghafal dialog bahasa Bali yang

dibuatnya. Beberapa siswa masih belum memiliki rasa percarya diri untuk

berdialog di depan kelas sehingga pada siklus II dilakukan dengan fokus pada

beberapa hal, yaitu sebagai berikut.

1) Memberikan motivasi kepada siswa yang masih terlihat pasif dan belum

percaya diri di depan kelas.

2) Memberikan waktu yang lebih untuk berlatih berbicara.

3) Memberikan contoh-contoh dialog bahasa Bali dan mencontohkan

pelafalan yang benar.

4) Menyelipkan pendidikan karakter khususnya kesopansantunan berbahasa

Bali (berkomunikasi dengan bahasa yang santun) sesuai dengan sor

singgih bahasa Bali dengan memberikan beberapa contoh-contoh perilaku.

Page 149: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

129

4.2.2 Analisis Kualitatif Siklus I

Adapun perincian hasil analisis kualitatif siklus I dalam penelitian ini, data

hasil pengamatan dianalisis dengan memberikan deskripsi berdasarkan bukti-bukti

pengamatan secara empirik di kelas, berupa analisis kelas kata bahasa Bali,

penggunaan sor singgih bahasa Bali, dan perkembangan karakter siswa. Data

brupa hasil pembelajaran siswa dianalisis untuk dikaji berdasarkan kriteria

penilaian berbicara, yakni dari aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan

struktur, sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya

dapat dijelaskan melalui uraian berikut.

1) Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus I

Pada tahapan siklus I ini terjadi peningkatan nilai rerata pelafalan bahasa

Bali siswa kelas VIB, yaitu senilai 54% yang dikategorikan “kurang”.

Peningkatan ini dibuktikan dari semakin jelasnya pengucapan siswa saat

berdialog. Peningkatan pelafalan ini dapat ditunjukkan, seperti kata “masi” tidak

lagi diucapkan “mase”, bahkan ada yang mengucapkan dengan kata “masih” yang

dalam bahasa Indonesia artinya juga. Hal ini dapat dilihat dalam dialog siswa

berikut.

(i) T A : Niki Buk, Made Danu menden masih teke (data rekaman 1) [nikI bu, made danƱ mǝnden masIh tǝkǝ]

ST A : sapuniki Bu, Made Danu tonden masih teke [sapunikI bu, made danƱ tonden masIh tǝkǝ] Begini Bu, Made Danu belum juga datang”

Pada dialog yang diucapkan oleh siswa di atas, seperti kata “masih” sudah

diucapkan “masih” tidak lagi diucapkan “mase”, walaupun demikian ada

Page 150: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

130

beberapa kesalahan dalam pengucapannya, seperti kata “menden” yang

seharusnya diucapkan dengan kata “tonden”. Kata “niki” yang seharusnya diganti

dengan kata “sapuniki”. Berhubungan dengan kesalahan dalam pemilihan kata,

dibahas pada bagian analisis kosakata bahasa Bali siklus I.

2) Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus I

Pada siklus I ini terjadi peningkatan nilai rerata kosakata bahasa Bali siswa

kelas VIB, yaitu senilai 62% yang dikategorikan “cukup”, walaupun masih terjadi

kesalahan pada pemilihan kata bahasa Bali. Hal ini disebabkan oleh tingkat

bahasa yang digunakan adalah basa alus singgih atau juga menggunakan basa

alus mider. Tidak seperti pada tahap pratindakan sebelumnya yang menggunakan

bahasa kapara/andap. Kesalahan-kesalahan dalam kosakata yang diucapkan oleh

siswa di atas, dapat dilihat dalam data dialog berikut.

(i) T : niki Buk, Made Danu menden masih teke (data rekaman 1) [nikI bu, made danƱ mǝnden masIh tǝkǝ] ST : sapuniki Buk, Made Danu durung rauh Adv + Nom Nama + Nom Nama + Adv + V [sapunikI bu, made danƱ durƱŋ raƱh] “Begini Bu, Made Danu belum juga datang”

Pada dialog di atas kata “niki” dalam bahasa Indonesia yang artinya ini,

kurang tepat digunakan sehingga bisa diganti dengan kata “sapuniki” dalam

bahasa Indonesia yang artinya begini. Pada kata “menden”, “masih”, dan “teke”

juga kurang tepat digunakan. Hal ini disebabkan oleh orang pertama (O1) adalah

siswa dengan lawan tutur adalah guru sebagai orang kedua (O2) dan yang

dibicarakan adalah siswa sebagai orang ketiga (O3), maka siswa (O1) harus

Page 151: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

131

menggunakan basa alus singgih atau juga bisa menggunakan basa alus mider

pada saat berbicara dengan gurunya (O2), sedangkan membicarakan O3 harus

menggunakan basa alus sor atau juga basa alus mider dengan mengganti

sepenggal kalimat “menden masih teke” menjadi “durung rauh. Kata “durung”

artinya belum dan “rauh” artinya datang yang termasuk ke dalam basa alus mider.

kata “menden” juga memiliki kesalahn yang seharusnya kata yang tepat adalah

kata “tonden” artinya belum.

3) Tata Bahasa Bali Siswa Siklus I

Pada siklus I ini, terjadi peningkatan nilai rerata tata bahasa Bali siswa

kelas VIB, yaitu senilai 66% yang dikategorikan “cukup”. Peningkatan ini terjadi

pada struktur bahasa Bali dan penggunaan bahasa Bali. Hal ini dapat dilihat dalam

contoh dialog berikut.

(i) A&C : Om swastiastu (data rekaman 1) [om swastiastƱ]

“Om Swastiastu” B : Om Swastiastu, sira pesenganne? Nom salam (bahasa Sanskerta) + Int [om swastiastƱ, sirǝ pǝseŋanne] “Om Swastiastu, siapa namanya?” A : Titiang Mayumi, Buk Pron + Nom Nama + Nom Nama [titIaŋ mayumI, bu] “Saya Mayumi, Bu” C : Titiang Anasuya, Buk Pron + Nom Nama + Nom Nama [titIaŋ anasuya, bu] “Saya Anasuya, Buk” B : Napi tetujonne meriki? Int + Demo

Page 152: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

132

[napI tǝtujonne mǝrikI] “Apa tujuannya kesini?” C : Titiang sareng kalih jagi mataken Buk S Pron + Konj + Num + P FV (ma- + taken/V) + O Nom Nama [titIaŋ sarǝŋ kalIh jagI mǝtaken bu] “Saya berdua mau bertanya Buk” B : Cening lakar mataken napi? S Nom Nama + P FV (ma- + taken/V) + Int [cǝnIŋ lakar mǝtaken napI] “Anak-anak mau bertanya apa?”

Pada data dialog rekaman satu di atas, kata om swastiastu merupakan kelas

kata nomina tak bersenyawa yang bermakna sebagai ucapan salam untuk agama

Hindu yang berasal dari bahasa Sansekerta. Om swastiastu tersebut yang artinya

semoga semua dalam keadaan sehat. Pada dialog siswa C memilki struktur

kalimat yang lengkap, yakni terdapat subjek (S) pada kata Titiang sareng kalih

dengan pola S Pron + Konj + Num, sedangkan predikat (P), yakni pada kata jagi

mataken dengan pola P FV (ma- + taken/V), dan objek (O), yakni pada kata buk

atau Ibu dengan pola Nom Nama.

4) Materi Bahasa Bali Siswa Siklus I

Pada tahap siklus I ini terjadi peningkatan nilai rerata materi bahasa Bali

siswa kelas VIB, yaitu senilai 66% yang dikategorikan “cukup”. Siswa

mengalami peningkatan dari segi materi dialog yang disampaikan. Hal ini dapat

dilihat dari semakin percaya dirinya siswa dalam menguraikan topik dialog yang

dipraktikkan di depan kelas. Topik yang diberikan adalah “ketemu sareng guru

ring sekolah”. Sebelum memberikan topik untuk tes, siswa juga diberikan

pemahaman tentang pengertian sor singgih bahasa Bali dan pemabagiannya

Page 153: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

133

(unsur-unsur penentu). Selain itu, juga diberikan topik sebagai latihan, yaitu

tentang kehidupan sekolah “Ketemu ring perpustakaan”.

5) Kelancaran Bahasa Bali Siswa Siklus I

Peningkatan pada aspek kelancaran pada siklus I ini dilihat dari nilai rerata

kelancaran bahasa Bali siswa kelas VIB, yaitu senilai 58% yang dikategorikan

“cukup”. Peningkatan ini dapat dilihat dari pembicaraan yang jarang tersendat-

sendat dan kepercayaan diri siswa semakin meningkat. Hal itu, terjadi karena

siswa bisa memahami sor singgih bahasa Bali yang sudah dijelaskan oleh peneliti.

Semangat siswa juga semakin meningkat walaupun beberapa siswa masih

membaca teks dialog yang dibuatnya di depan kelas.

6) Gaya Siswa Siklus I

Peningkatan pada siklus I ini terjadi peningkatan nilai rerata gaya bahasa

Bali siswa kelas VIB, yaitu senilai 62% yang dikategorikan “cukup”. Hampir

semua siswa dalam busana yang digunakan sudah terlihat santun dan rapi,

gaya/ekspresi sudah semakin meningkat. Selain itu, keluwesan saat berdialog juga

sudah semakin terlihat perubahannya.

4.2.3 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali Siklus I

Pada siklus I ini siswa mampu mengungkapkan penggunaan bahasa sesuai

dengan konsep ketiga tentang pemakaian sor singgih bahasa Bali. Konsep ketiga

tersebut, yaitu jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah,

yang diajak bicara atau orang kedua (O2) sebagai golongan atas, dan yang

Page 154: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

134

dibicarakan atau orang ketiga (O3) sebagai golongan bawah, maka bahasa yang

digunakan oleh pembicara atau orang pertama O1 kepada O2 adalah Basa Bali

Alus Singgih, sedangkan yang mengenai O1 dan O3 menggunakan Basa Bali Alus

Sor. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.

O2

A

B

O1 O3

Contoh dialog yang diucapkan siswa pada data rekaman (4):

(i) T : Niki Buk, Wayan Saputra nu ngutang luu lan Ratih kantun nyiram kebun.

ST : Sapuniki Buk, Wayan Saputra kantun ngutang luu lan Ratih taler kantun nyiram kebun

“Begini Bu, Wayan Saputra masih membuang sampah dan Ratih juga masih menyiram kebun”

Pada data dialog rekaman empat di atas, siswa sudah mampu

menggunakan konsep ketiga dalam penggunaan sor singgih bahasa Bali, yakni

pembicara atau orang pertama (O1) adalah siswa berasal dari golongan bawah

(jaba/sudra), yang diajak bicara atau orang kedua (O2) adalah guru berasal dari

golongan bawah (jaba/sudra), dan yang dibicarakan atau orang ketiga (O3)

adalah siswa berasal dari golongan bawah (jaba/sudra). Dalam dialog di atas,

siswa mampu menggunakan kalimat “Ratih kantun nyiram kebun”. Kata

“kantun” merupakan basa alus mider yang tepat diucapakna kepada O2, yakni

Page 155: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

135

guru di sekolah. Walaupun ada beberapa kesalahan yang tuturkan oleh siswa,

seperti kata “niki” seharusnya diganti menjadi “sapuniki” dan kalimat yang lebih

tepatnya dituturkan adalah menggunakan kalimat, seperti kalimat “Sapuniki Buk,

Wayan Saputra kantun ngutang luu lan Ratih taler kantun nyiram kebun” dalam

bahasa Indonesia dapat diartikan ‘Begini Bu, Wayan Saputra masih membuang

sampah dan Ratih juga masih menyiram kebun’.

4.2.4 Membangun Karakter Siswa Siklus I

Adapun data karakter yang berkembang pada siklus I adalah sebagai

berikut. Pengucapan kata “inggih” dan “suksma” (menumbuhkan karakter

kesopansantunan) yang selalu diucapkan saat berbicara dengan orang yang paling

tua, guru, dan orang dari golongan triwangsa. Hal ini dapat dilihat pada dialog

berikut.

(i) A (guru) : Yeh…suba tengai tonden masih teke? (data rekaman 2) “Yah...sudah siang begini belum juga datang?”

B (siswa) : Inggih Buk “Iya Bu”

(ii) A (siswa) : Inggih, yan asapunika tiang matur suksama (data rekaman 6) “Ya, kalau begitu saya mengucapkan terima kasih”

Pada penggalan data dialog rekaman dua di atas, guru sebagai (O1) berasal

dari golongan bawah (jaba/sudra) berbicara dengan siswa sebagai (O2) berasal

dari golongan bawah (jaba/sudra), maka guru dalam bertutur bisa menggunakan

basa andap/kapara, sedang siswa saat berbicara dengan gurunya harus

menggunakan basa alus singgih atau juga menggunakan basa alur mider. Dialog

di atas, siswa sudah mampu menggunakan kata “inggih” saat menjawab

Page 156: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

136

pertanyaan dari gurunya, hal ini menandakan siswa sudah terbangun karakter

kesopansantunannya.

Sedangkan, pada penggalan data dialog enam, siswa sebagai (O1) berasal

dari golongan bawah (jaba/sudra), berbicara dengan lawan tutur (O2) seorang

ratu pedanda berasal dari golongan atas (brahmana), sehingga siswa sudah benar

menggunakan kalimat “Inggih, yan asapunika tiang matur suksama”. Pada

penggalan kalimat tersebut ada kata ”inggih dan suksma” yang menandakan

kesopansatunan siswa dalam berbicara.

4.2.5 Analisis Kuantitatif Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi yang telah diperoleh pada siklus I sebelumnya,

penerapan siklus II ini dilakukan dengan lebih maksimal untuk memeroleh hasil

yang lebih maksimal juga. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan sama seperti pada

siklus I yang sesuai dengan tahapan-tahapan PTK. Tahapan-tahapan tersebut

disajikan melalui penjelasan berikut.

4.2.5.1 Perencanaan Siklus II

Sebelum tindakan siklus II dimulai, dilakukan perencanaan yang meliputi bagian-

bagian, seperti berikut ini.

1. Menyusun silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), handout siklus II.

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terdiri atas standar kompetensi,

kompetensi dasar, materi, kegiatan pembelajaran, dan penilaian. Kompetensi

dasar pada siklus ini adalah kemampuan bercakap-cakap/berkomunikasi

dengan bahasa yang santun sesuai tata krama.

Page 157: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

137

2. Menyiapkan bahan atau materi ajar. Dalam siklus ini, materi yang

diberikan adalah sor singgih bahasa Bali dan bagian-bagiannya dengan

topik latihan “bablibagan indik peplajahan” dan topik tes ada lima, yaitu

(1) mablanja ka peken, (2) ngidih pipis teken rerama, (3) katemu timpal

anyar, (4) mabebaosan sareng Ratu Peranda, dan (5) bablibagan

nyanggra perpisahan sekolah.

3. Menyiapkan instrumen berupa peralatan tulis, catatan guru, lembar

observasi, dan perekam.

4. Menyiapkan kuesioner untuk diisi secara jujur oleh siswa setelah

berakhirnya tindakan.

4.2.5.2 Tindakan Siklus II

Pelaksanaan pada siklus ini disusun untuk memperbaiki kelemahan yang

ditemukan pada siklus I. Penerapan metode bermain peran ini hampir mirip

dengan penerapan pada siklus I, hanya topik yang diberikan untuk tes berbicara

lebih banyak dari pada siklus I. Topik tes yang diberikan ada lima, yaitu (1)

mablanja ka peken, (2) ngidih pipis teken rerama, (3) katemu timpal anyar, (4)

mabebaosan sareng Ratu Peranda, dan (5) bablibagan nyanggra perpisahan

sekolah.

Pada siklus I ini pelaksanaan metode bermain peran memberikan

peningkatan dalam kemampuan berbicara, khususnya berbicara sesuai dengan sor

singgih bahasa Bali serta tingkah laku siswa mengalami sedikit perubahan. Secara

lebih terperinci, pelaksanaan pada siklus I ini dapat dilihat berdasarkan kegiatan

pembelajaran yang disajikan pada tabel 4.20, sebagai berikut.

Page 158: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

138

Tabel 4.20 Kegiatan Pembelajaran Siklus II

Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa d) Kegiatan Awal (10 menit)

1. Membuka pelajaran dengan

mengucapkan salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng alit-alite”, serta membacakan absensi.

2. Memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, seperti “sira sane uning napi nike sor singgih basa Bali? Sor singgih basa Bali kakapah dados kude? Alit-alite taen mablanja? Ring dija anake numbas woh-wohan, ulam, sanganan?” Menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan materi “mangkin alit-alite jagi malajah ngaryanin bablibagan basa Bali, inggih punika bablibagan indik peplajahan, taler ibu jagi nyelasang conto-conto bablibagan manut sor singgih basa Baline”.

1. Menjawab salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng Bu guru”, serta merespons apa yang disampaikan peneliti.

2. Menjawab pertanyaan yang

diajukan dengan mengangkat tangan sebelumnya.

e) Kegiatan Inti (50 menit) Eksplorasi 3. Mengulas kembali secara singkat

tentang pengertian sor singgih bahasa Bali dan pembagiannya (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, lan Basa Kapara), serta memberikan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama).

4. Menegaskan tentang cara pengucapan, intonasi, dan memeragakan sebuah percakapan berbahasa Bali “Bablibagan indik peplajahan”

3. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

4. Menyimak dan mencatat hal-hal

yang dianggap penting.

Page 159: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

139

Elaborasi 5. Menugasi dua siswa untuk

mempraktikkan percakapan “Bablibagan indik peplajahan” di depan kelas.

6. Memberikan handout yang memuat contoh percakapan bahasa Bali “Mabebaosan ring pasar”

7. Membahas secara mendetail komponen contoh-contoh percakapan pada handout dan menyelipkan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa.

8. Menugasi siswa membuat percakapan dengan topik “(1) mablanja ka peken, (2) ngidih pipis teken rerama, (3) katemu timpal anyar, (4) mabebaosan sareng Ratu Peranda, dan (5) bablibagan nyanggra perpisahan sekolah”, membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Pengambilan topik dilakukan secara diundi. Alokasi waktu berdiskusi ±20 menit.

9. Meminta hasil percakapan yang dibuat untuk dikumpulkan.

10. Tugas percakapan yang diberikan akan direkam pada pertemuan berikutnya.

Konfirmasi 11. Memberikan feedback yang positif

dan penguatan yang berfokus pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa sesuai dengan unsur penentu.

5. Siswa yang lain menyimak dan

mencatat hal-hal yang dianggap penting.

6. Menerima handout dari peneliti dan membacanya dengan saksama.

7. Menyimak dan mencatat hal-hal

yang dianggap penting.

8. Mencari kelompok, berdiskusi berdasarkan undian topik yang didapatkan, dan menulis dialog (percakapan) dalam waktu 20 menit.

9. Mengumpulkan hasil dialog percakapan yang sudah dibuat.

10. Tugas percakapan bahasa Bali yang dibuat dipraktikkan di depan kelas pada pertemuan berikutnya.

11. Menyimak feedback yang

diberikan dan melakukan tanya jawab terhadap hal-hal yang masih kurang dipahami.

f) Kegiatan Akhir (10 menit)

12. Memberitahukan siswa bahwa tugas percakapan yang sudah dibuat tadi

12. Merespon apa yang disampaikan

dengan mengucapkan “inggih bu” dan mengucapkan “Pramasanti”.

Page 160: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

140

akan direkam pada pertemuan berikutnya dan menutup pelajaran dengan mengucapkan “Pramasanti”.

4.2.5.3 Observasi Siklus II

Pelaksanaan siklus II ini tidak jauh berbeda dari siklus I sebelumnya.

Siklus II ini dilaksanakan pada 11 April 2013, pukul 09.30 WITA. Seperti biasa,

pembelajaran dimulai dengan mengucapkan “Panganjali Om Suastiastu”,

mengucapkan salam rahajeng semeng alit-alite”, dan membacakan absensi.

Kegiatan pertama adalah memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan

yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari,

seperti “sira sane uning napi nike sor singgih basa Bali? Sor singgih basa Bali

kakapah dados kude? Alit-alite taen mablanja? Ring dija anake numbas woh-

wohan, ulam, sanganan?”. Di samping itu, juga menjelaskan tujuan pembelajaran

dan menyampaikan cakupan materi “mangkin alit-alite jagi malajah ngaryanin

bablibagan basa Bali, inggih punika bablibagan indik peplajahan, taler ibu jagi

nyelasang conto-conto bablibagan manut sor singgih basa Baline”. Kegiatan ini

dilaksanakan untuk meningkatkan motivasi dan kesiapan siswa dalam mengikuti

pembelajaran.

Dalam observasi di kelas, peneliti menggunakan catatan (diary) untuk

mencatat situasi selama pelaksanaan bermain peran. Dalam catatan guru, terdapat

kegiatan siswa (respons siswa) selama pelaksanaan metode bermain peran, dan

situasi kelas selama proses pembelajaran dan pengajaran berlangsung. Kegiatan

eksplorasi diberikan melalui kegiatan mengulas kembali secara singkat tentang

Page 161: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

141

pengertian sor singgih bahasa Bali dan pembagiannya, memberikan pemahaman

tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi

dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama). Menegaskan cara

pengucapan, intonasi, dan memeragakan sebuah percakapan berbahasa Bali

“Bablibagan indik peplajahan” sesuai dengan prosedur pembelajaran melalui

bermain peran. Prosedur tersebut meliputi (1) pemanasan, yakni siswa

diperkenalkan permasalahan dalam dialog yg diperankan, (2) memilih pemain,

yakni peneliti dan siswa membahas karakter setiap pemain dan menentukan tokoh,

(3) menata panggung, yakni tempat yang digunakan untuk memainkan peran

adalah di depan kelas, (4) menyiapkan pengamat, yakni peneliti sendiri sebagai

pengamat langsung, (5) memainkan peran, yakni siswa memainkan peran di depan

kelas, (6) diskusi dan evaluasi, yakni peneliti bersama siswa mendiskusikan

permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan, (7)

memainkan peran ulang, yakni siswa melakukan permainan ulang, (8) diskusi dan

evaluasi kedua, yakni mendiskusikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan saat

memainkan peran tersebut, dan (9) berbagi pengalaman dan simpulan. Kegiatan

ini dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang sor singgih

bahasa Bali.

Pada waktu memasuki kegiatan elaborasi, siswa diberikan handout yang

memuat contoh percapakan bahasa Bali “mabebaosan ring pasar”. Selain itu, juga

membahas secara mendetail komponen contoh-contoh percakapan pada handout

dan menyelipkan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa.

Pada kegiatan konfirmasi, diberikan feedback yang positif dan

Page 162: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

142

penguatan yang berfokus pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor

singgih basa sesuai dengan unsur penentu, serta memberikan motivasi kepada

siswa untuk dapat menerapkan pembelajaran bermain peran bahasa Bali ini dalam

kehidupan sehari-hari.

Pada bagian kegiatan akhir, peneliti menginstruksikan siswa untuk

membuat sebuah percakapan tiap-tiap kelompok dengan topik, yaitu “(1)

mablanja ka peken, (2) ngidih pipis teken rerama, (3) katemu timpal anyar, (4)

mabebaosan sareng Ratu Peranda, dan (5) bablibagan nyanggra perpisahan

sekolah”. Hasil karya mereka kemudian diperagakan di depan kelas serta

dilakukan perekaman. Ketika melakukan perekaman percakapan siswa di depan

kelas, peneliti menggunakan kriteria penilaian berbicara yang terdiri atas dua

aspek, yaitu aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur, sedangkan

aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya. Hal ini digunakan

untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara sor singgih siswa.

4.2.5.4 Tes Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Siklus II

Berakhirnya penelitian tindakan kelas (PTK) pada siklus II ini ditandai

dengan pemberian tes berbicara sor singgih bahasa Bali dengan bermain peran.

Analisis yang dilakukan menunjukkan peningkatan persentase nilai rerata siswa

dalam kemampuan berbicara. Peningkatan ini terjadi pada setiap aspek yang

dinilai aspek tersebut, yaitu aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan

struktur, sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya.

Persentase tingkat kemampuan berbicara yang terdiri atas aspek kebahasaan dan

nonkebahasaan adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--

Page 163: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

143

69%), kurang (40--54%), dan sangat kurang (0--39%). Hasil tes siklus II dapat

dilihat pada tabel 4.21 nilai siswa dalam kemampuan berbicara pada siklus II

sebagai berikut.

Tabel 4.21 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Siklus II

No. Siswa Indikator

Total Nilai

Nilai dalam Persen

(%)

Tingkat Kemampuan

1 2 3 4 5 6

1 Ana Wiguna 3 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 2 Adi Wiarta 3 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 3 Raditya 2 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 4 Aris Prayoga 3 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 5 Gede Aditya 4 4 5 4 4 4 25 83 83% Baik 6 Ari Ananda 4 4 5 4 4 4 25 83 83% Baik 7 Arya Bintan 4 3 4 4 5 4 24 80 80% Baik 8 Anasuya 5 5 5 5 4 4 28 93 93% Sangat baik 9 Astiti Bakti 3 3 4 2 5 4 21 70 70% Baik 10 Adi Mahardika 4 3 4 4 5 4 24 80 80% Baik 11 Budiarta 5 4 5 5 5 4 28 93 93% Sangat baik 12 Dwi Cahyani 3 3 4 2 5 4 21 70 70% Baik 13 Buddhi Saputra 5 4 5 5 4 4 27 90 90% Sangat baik 14 Fajar Punarbawa 4 4 4 5 4 4 25 83 83% Baik 15 Indah Jayanti 5 4 5 5 5 4 28 93 93% Sangat baik 16 Juliawan 4 3 4 4 5 4 24 80 80% Baik 17 Kertayasa 3 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 18 Kanya Devani 4 4 4 5 3 4 24 80 80% Baik 19 Marta Prasetya 3 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 20 Mayumi Siddhi P. 5 4 5 5 5 4 28 93 93% Sangat baik 21 Okta Anggara 3 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 22 Pratama 3 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 23 Rahmawati 3 3 4 2 5 4 21 70 70% Baik 24 Rista Juniari 4 4 4 5 4 4 25 83 83% Baik 25 Ryan Endrawan 4 4 4 5 4 4 25 83 83% Baik 26 Riyanti 5 4 5 5 5 4 28 93 93% Sangat baik 27 Suriyaningsih 3 3 4 2 5 4 21 70 70% Baik 28 Setia Devi 4 4 4 5 4 4 25 83 83% Baik 29 Tirta 3 3 4 3 4 3 20 67 67% Cukup 30 Widia Swari 5 4 5 5 5 4 28 93 93% Sangat baik 31 Devi Agustina 5 4 5 5 4 4 27 90 90% Sangat baik

Rerata 3.8 3.5 4.3 3.9 4.3 3.7 2.439 Baik Nilai 76 70 86 78 86 74 79%

Page 164: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

144

Keterangan :

1 = Pelafalan 4 = Materi 2 = Kosakata 5 = Kelancaran 3 = Tata Bahasa 6 = Gaya

Tabel di atas menggambarkan nilai yang diperoleh siswa SD Negeri 3

Sukawati dalam keterampilan berbicara sor singgih bahasa Bali dengan metode

bermain peran pada pemberian siklus II dengan kategori baik. Hasil siklus II

menunjukkan adanya peningkatan pada nilai rerata (mean) kelas. Jumlahnya

menjadi 79 atau meningkat sebanyak 18 poin dari jumlah 61 pada tes siklus I. Hal

ini ditunjukkan dengan perolehan nilai total siswa untuk pelafalan, yaitu sebesar

76% dengan rerata (rata-rata) 3,8 berada pada kategori baik. Selanjutnya, untuk

kosakata nilai total siswa berada pada kategori baik yaitu, 70% dengan rerata 3,5.

Nilai total tata bahasa siswa berada pada kategori sangat baik, yaitu 86% dengan

rerata 4,3. Pada materi, nilai total siswa berada pada kategori baik yaitu 78%

dengan rerata 3,9. Untuk kelancaran, nilai total siswa berada pada kategori sangat

baik yaitu 86% dengan rerata 4,3, sedangkan untuk gaya, nilai total siswa adalah

74% dengan rerata 3,7 yang berada pada kategori baik.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif kuantitatif dalam tahapan siklus II di

atas, juga dapat ditunjukkan dalam bentuk diagram batang. Data kemampuan

berbicara siswa SDN 3 Sukawati pada tahap siklus II disajikan dalam gambar 4.4

berikut.

Page 165: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

145

Berikut ini dijelaskan tentang tingkat kemampuan siswa SDN 3 Sukawati

dalam tahap siklus II. Tingkat kemampuan berbicara siswa disajikan dalam tabel

4.22 sebagai berikut.

Tabel 4.22 Tingkat Kemampuan Berbicara Siswa SDN 3 Sukawati Siklus II

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) 0 0%

2 40 – 54 (kurang) 0 0%

3 55 – 69 (cukup) 9 29%

4 70 – 84 (baik) 14 45%

5 85 – 100 (sangat baik) 8 26%

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak delapan orang

(26%) siswa telah mampu memeroleh nilai “sangat baik”. Hal ini merupakan

suatu kemajuan karena pada siklus sebelumnya belum ada yang berhasil mencapai

nilai pada tingkat tersebut. Peningkatan lainnya adalah sebanyak empat belas

siswa (45%) memeroleh nilai “baik”. Sementara itu, sebanyak sembilan

0

100

NIL

AI R

ERAT

A KE

LAS

KRITERIA KEMAMPUAN BERBICARA

Gambar 4.4 Diagram Kemampuan Berbicara Siklus II

Page 166: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

146

siswa (29%) memeroleh nilai “cukup”. Hasil perstasi siswa SD Negeri 3 Sukawati

pada siklus II telah mengacu pada target pencapaian yang diharapkan peneliti

karena mencapai skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 93, sedangkan nilai

terendah adalah 67. Nilai rerata yang diperoleh adalah sebesar 79% dalam

kategori “baik”. nilai ini sudah mencapai target, yaitu 65%.

Hasil tes dalam tes pratindakan, tes siklus I, dan tes siklus II menunjukkan

metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih

bahasa Bali dalam membangun karakter siswa SD Negeri 3 Sukawati. Hal ini

dapat dilihat dalam tabel 4.23 berikut.

Tabel 4.23 Perbandingan Nilai Rerata Siswa dalam Kemampuan Berbicara

Tipe Tes Persentase Nilai Rerata Kategori

Pratindakan 50% Kurang

Siklus I 61% Cukup

Siklus II 79% Baik

Perbandingan nilai rerata kelas dalam tiga tahapan penelitian ini

ditunjukkan dalam bentuk diagram batang. Data peningkatan kemampuan

berbicara siswa SDN 3 Sukawati disajikan dalam gambar 4.5 berikut.

Page 167: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

147

Gambar yang ditunjukkan oleh diagram batang memberikan informasi

tantang peningkatan prestasi siswa. Sebelumnya, nilai rerata kelas pada tahapan

pratindakan hanya berkisar 50% dengan kategori “kurang”, selanjutnya meningkat

menjadi 61% dengan kategori “cukup” pada siklus I, dan akhirnya meningkat lagi

sejumlah 18 poin pada siklus II mencapai ketuntasan nilai pada angka 79%

dengan kategori “baik”.

Hasil tes dalam tes pratindakan, tes siklus I, dan tes siklus II, menunjukkan

peningkatan nilai rerata dalam kemampuan berbicara siswa kelas VIB SD Negeri

3 Sukawati berdasarkan aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan tata

bahasa, sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya.

Peningkatan tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.24 berikut.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Pratindakan Siklus I Siklus II

NIL

AI

RE

RAT

A K

EL

AS

TAHAPAN PTK

Gambar 4.5 Diagram Peningkatan Nilai Rerata Kelas

Page 168: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

148

Tabel 4.24 Peningkatan Nilai Rerata Siswa dalam Kemampuan Berbicara Berdasarkan Aspek Kebahasaan dan Nonkebahasaan

Tipe Tes Persentase (%) Nilai Rerata Kelas

Pelafalan Kosakata Tata Bahasa

Materi Kelancaran Gaya

Pratindakan 48% 44% 48% 46% 54% 60%

Siklus I 54% 62% 66% 66% 58% 62%

Siklus II 76% 70% 86% 78% 86% 74%

Perbandingan nilai rerata kelas dalam tiga tahapan penelitian ini, juga

ditunjukkan dalam bentuk diagram batang. Data peningkatan kemampuan

berbicara siswa kelas VIB SDN 3 Sukawati disajikan dalam gambar 4.6 berikut.

Dari grafik 4.6, dapat dilihat bahwa nilai rerata kemampuan berbicara

siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati dalam aspek kebahasaan meliputi lafal,

kosakata, dan tata bahasa, sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi,

0102030405060708090

Pratindakan Siklus I Siklus II

Nila

iRer

ata

Kel

as

Aspek Kebahasaan dan Nonkebahasaandalam Tiap Tahapan PTK

Gambar 4.6 Perbandingan Nilai Rerata dalam KemampuanBerbicara Siswa

PelafalanKosakataTata BahasaMateriKelancaraGaya

Page 169: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

149

kelancaran, dan gaya mengalami peningkatan. Peningkatan dalam pelafalan dari

48% pada pratindakan menjadi 54% pada siklus I yang sama-sama dalam kategori

“kurang”, dan meningkat menjadi 76% dengan kategori “baik”. Dalam kosakata,

meningkat dari 44% pada pratindakan dengan kategori “kurang” menjadi 62%

dengan kategori “cukup” pada silkus I, dan meningkat lagi pada siklus II, yaitu

70% dengan kategori “baik”. Untuk tata bahasa, meningkat dari 48% dengan

kategori “kurang” pada pratindakan menjadi 66% dengan kategori “cukup” pada

siklus I, meningkat lagi menjadi 86% dengan kategori “sangat baik” pada siklus

II. Untuk materi, meningkat dari 46% dengan kategori “kurang” pada pratindakan

menjadi 66% dengan kategori “cukup” pada siklus I, meningkat lagi menjadi 78%

dengan kategori “baik” pada siklus II. Dalam hal kelancaran, meningkat dari 54%

dengan kategori “kurang” pada pratindakan menjadi 58% dengan kategori

“cukup” pada siklus I, meningkat lagi menjadi 86% dengan kategori “sangat baik”

pada siklus II. Sedangkan untuk gaya, meningkat dari 60% pada pratindakan

dengan kategori “cukup” menjadi 62% dengan kategori “cukup” pada silkus I, dan

meningkat lagi pada siklus II, yaitu 74% dengan kategori “baik”.

Adapun perincian hasil tes siklus II dalam penelitian ini berdasarkan

kriteria penilaian berbicara, yakni dari aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata,

dan struktur, sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan

gaya yang dapat dijelaskan melalui uraian berikut.

1) Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus II

Berdasarkan hasil tes siklus II, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai

pelafalan yang dicapai siswa dapat digambarkan dalam tabel 4.25 berikut ini.

Page 170: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

150

Tabel 4.25 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus II

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) 1 3%

3 55 – 69 (cukup) 12 39%

4 70 – 84 (baik) 10 32%

5 85 – 100 (sangat baik) 8 26%

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak delapan (26%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“sangat baik”, sebanyak sepuluh (32%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“baik”, sedangkan sebanyak dua belas (39%) siswa memeroleh nilai dalam

kategori “cukup”, dan sisanya hanya satu (3%) siswa memeroleh nilai dengan

kategori “ kurang”.

2) Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus II

Berdasarkan hasil tes siklus II, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai

kosakata yang dicapai siswa dapat digambarkan dalam tabel 4.26 berikut ini.

Tabel 4.26 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus II

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - - 2 40 – 54 (kurang) - - 3 55 – 69 (cukup) 16 52% 4 70 – 84 (baik) 14 45% 5 85 – 100 (sangat baik) 1 3%

Page 171: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

151

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, hanya satu (3%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori “sangat

baik”, sebanyak empat belas (45%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “baik”,

dan sisanya sebanyak enam belas (52%) siswa memeroleh nilai dengan kategori “

cukup”.

3) Tata Bahasa Bali Siswa Siklus II

Berdasarkan hasil tes siklus II, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai tata

bahasa yang dicapai siswa dapat digambarkan dalam tabel 4.27 berikut ini.

Tabel 4.27 Penilaian Tata Bahasa Bali Siswa Siklus II

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) - -

3 55 – 69 (cukup) - -

4 70 – 84 (baik) 21 68%

5 85 – 100 (sangat baik) 10 32%

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak sepuluh (10%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“sangat baik” dan sebanyak dua puluh satu (68%) siswa memeroleh nilai dalam

kategori “baik”.

Page 172: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

152

4) Materi Bahasa Bali Siswa Siklus II

Persentase yang diberikan untuk aspek nonkebahasaan, yakni aspek materi

adalah nilai sangat baik (85--100%), baik (70--84%), cukup (55--69%), kurang

(40--54%), dan sangat kurang (0--39%). Berdasarkan hasil tes siklus II

kemampuan siswa dalam aspek materi dapat dilihat dalam tabel 4.28 di bawah ini.

Tabel 4.28 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Siklus II

No. Tingkat Kemampuan Jumlah

Siswa

Persentase

(Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) - -

3 55 – 69 (cukup) 13 42%

4 70 – 84 (baik) 5 16%

5 85 – 100 (sangat baik) 13 42%

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak tiga belas (42%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“sangat baik”, sebanyak lima (16%) siswa memeroleh nilai dalam kategori “baik”,

sedangkan sebanyak tiga belas (42%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“cukup”.

5) Kelancaran Bahasa Bali Siswa Siklus II

Berdasarkan hasil tes siklus II, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai

kelancaran yang dicapai siswa dapat digambarkan dalam tabel 4.29 berikut ini.

Page 173: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

153

Tabel 4.29 Penilaian Kelancaran Bahasa Bali Siswa Siklus II

No. Tingkat Kemampuan Jumlah

Siswa

Persentase

(Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) - -

3 55 – 69 (cukup) 1 3%

4 70 – 84 (baik) 19 61%

5 85 – 100 (sangat baik) 11 36%

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak sebelas (36%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam kategori

“sangat baik”, sebanyak sembilan belas (61%) siswa memeroleh nilai dalam

kategori “baik”, sedangkan satu (3%) siswa memeroleh nilai dalam kategori

“cukup”.

6) Gaya Siswa Siklus II

Berdasarkan hasil tes siklus II, diketahui bahwa hasil peningkatan nilai

gaya yang dicapai siswa dapat digambarkan dalam tabel 4.30 berikut ini.

Tabel 4.30 Penilaian Gaya Siswa Siklus II

No. Tingkat Kemampuan Jumlah Siswa

Persentase (Total Jumlah Siswa)

1 0 – 39 (sangat kurang) - -

2 40 – 54 (kurang) - -

3 55 – 69 (cukup) 9 29%

4 70 – 84 (baik) 22 71%

5 85 – 100 (sangat baik) - -

Page 174: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

154

Tabel penelitian di atas menunjukkan bahwa dari tiga puluh satu orang

siswa, sebanyak dua puluh dua (71%) siswa berhasil memeroleh nilai dalam

kategori “baik”, dan sebanyak sembilan (29%) siswa memeroleh nilai dalam

kategori “cukup”.

4.2.5.5 Refleksi Siklus II

Penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa kelas VIB SD

Negeri 3 Sukawati telah berakhir dengan dilaksanakannya siklus II. Hal ini

dibuktikan dari peningkatan persentase nilai rerata siswa dalam pratindakan,

siklus I, dan siklus II yang didasarkan atas tercapainya standar nilai rerata 79%

dengan kategori “baik” sesuai dengan yang diharapkan oleh institusi sekolah. Di

samping itu, dari segi proses pembelajaran, dengan belajar sor singgih bahasa

Bali, siswa dapat lebih memahami bahasa daerahnya sendiri, memahami nilai

kesopansantunan yang terdapat di dalamnya, mampu menerapkan nilai

kesopansantunan tersebut ke dalam percakapan bahasa Bali yang dipraktikkan di

depan kelas. Siswa juga menunjukkan sikap yang positif dalam bertingkah laku

dan minat siswa meningkat untuk mempelajari bahasa Bali.

4.2.6 Kuesioner Pascatindakan

Kuesioner pada akhir siklus II (pascatindakan) ini dipakai untuk melihat

respons siswa pada akhir pelaksanaan tindakan. Hasil ini dapat dilihat dalam tabel

4.31 hasil kuesioner pascatindakan, sebagai berikut.

Page 175: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

155

Tabel 4.31 Hasil Kuesioner Pascatindakan No. Pertanyaan Pendapat Pemilih Persentase 1 Saya senang dengan metode

bermain peran yang disampaikan peneliti dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali.

Sangat Setuju 11 36% Setuju 15 48% Ragu-ragu 5 16% Tidak Setuju - - Sangat Tidak Setuju - -

2

Penerapan metode bermain peran meningkatkan pemahaman terhadap pembelajaran sor singgih bahasa Bali.

Sangat Setuju 11 36% Setuju 13 42% Ragu-ragu 7 22% Tidak Setuju - - Sangat Tidak Setuju - -

3 Saya menyukai pelajaran

berbicara bahasa Bali dengan menggunakan metode bermain peran.

Sangat Setuju 11 36% Setuju 17 55% Ragu-ragu 2 6% Tidak Setuju 1 3% Sangat Tidak Setuju - -

4 Saya masih merasa ragu

berbicara saat metode bermain peran dilaksanankan di depan kelas.

Sangat Setuju - - Setuju 8 26% Ragu-ragu 5 16% Tidak Setuju 18 58% Sangat Tidak Setuju - -

5 Pemberian topik yang berbeda-

beda dalam bermain peran dapat menambah pengetahuan saya tentang sor singgih bahasa Bali.

Sangat Setuju 17 55% Setuju 10 32% Ragu-ragu 4 13% Tidak Setuju - - Sangat Tidak Setuju - -

6 Saya lebih memahami sor

singgih bahasa Bali dan bagian-bagiannya jauh lebih baik dari pada sebelumnya.

Sangat Setuju 21 68% Setuju 10 32% Ragu-ragu - - Tidak Setuju - - Sangat Tidak Setuju - -

7 Dengan menggunakan metode

bermain peran, berbicara bahasa Bali sesuai dengan sor singgih-nya bukanlah hal yang sulit.

Sangat Setuju 14 45% Setuju 10 32% Ragu-ragu 5 16% Tidak Setuju 2 7% Sangat Tidak Setuju - -

8 Metode bermain peran dapat menambah pemahaman saya berkomunikasi yang santun sesuai dengan tata krama (sesuai dengan sor singgih-nya).

Sangat Setuju 21 68% Setuju 10 32% Ragu-ragu - - Tidak Setuju - - Sangat Tidak Setuju - -

Page 176: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

156

Berdasarkan hasil kuesioner akhir siklus II (pascatindakan) di atas,

diketahui bahwa sebanyak sebelas (36%) siswa merasa sangat senang dengan

metode bermain peran yang disampaikan peneliti dalam pembelajaran sor singgih

bahasa Bali. Pendapat ini didukung oleh lima belas (48%) siswa lainnya

menyatakan senang dan lima (16%) siswa yang menyatakan ragu-ragu karena

berpendapat bahwa pembelajaran bahasa Bali sebelumnya lebih santai.

Pada pertanyaan kedua, sebanyak sebelas (36%) siswa mengakui

penerapan metode bermain peran meningkatkan pemahaman terhadap

pembelajaran sor singgih bahasa Bali. Pernyataan setuju juga diungkapkan oleh

tiga belas (42%) siswa lainnya, sedangkan tujuh (22%) siswa menyatakan masih

ragu-ragu. Selanjutnya, sebanyak sebelas (36%) siswa menyatakan sangat

menyukai pelajaran berbicara bahasa Bali dengan menggunakan metode bermain

peran. Pernyataan setuju juga diungkapkan oleh tujuh belas (55%) siswa, dua

(6%) siswa menyatakan masih ragu-ragu, dan hanya satu (3%) siswa yang

menyatakan tidak setuju.

Selanjutnya, sebanyak delapan (26%) siswa menyatakan setuju masih

memiliki rasa ragu berbicara saat metode bermain peran dilaksanankan di depan

kelas. Hal ini dapat dilihat masih ada beberapa siswa membaca teks dialog yang

dibuat dan ada beberapa siswa yang kadang tersendat-sendat dalam berbicara

bahasa Bali. Di pihak lain sebanyak lima (16%) siswa menyatakan ragu-ragu dan

sebanyak delapan belas (58%) siswa menyatakan tidak setuju. Dalam hal

pemberian topik berbicara, sebanyak tujuh belas (55%) siswa menyatakan sangat

setuju pemberian topik yang berbeda-beda dalam bermain peran dapat menambah

Page 177: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

157

pengetahuan tentang sor singgih bahasa Bali. Di samping itu, sebanyak sepuluh

(32%) siswa juta menyatakan setuju dan hanya empat (13%) siswa yang

menyatakan masih ragu-ragu.

Terkait dengan pemahaman siswa tentang sor singgih bahasa Bali,

sebanyak dua puluh satu (68%) siswa menyatakan sangat setuju memahami sor

singgih bahasa Bali dan bagian-bagiannya jauh lebih baik dari pada sebelumnya.

Pernyataan ini juga didukung oleh sepuluh (32%) siswa menyatakan setuju.

Selanjutnya, sebanyak empat belas (45%) siswa menyatakan sangat setuju dengan

menggunakan metode bermain peran, berbicara bahasa Bali sesuai dengan sor

singgih-nya bukanlah hal yang sulit. Sebanyak sepuluh (32%) siswa juga

menyatakan dukungannya, sedangkan lima (16%) siswa menyatakan masih ragu-

ragu, dan hanya dua (6%) siswa menyatakan tidak setuju. Selanjutnya, sebanyak

dua puluh satu (68%) siswa menyatakan sangat setuju bahwa metode bermain

peran dapat menambah pemahaman berkomunikasi yang santun sesuai tata krama

(sesuai dengan sor singgih-nya). Pernyataan ini juga didukung oleh sepuluh

(32%) siswa lainnya.

Berdasarkan hasil kuesioner di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa

menyukai metode bermain peran diterapkan dalam pembelajaran bahasa Bali

khususnya pembelajaran berbicara sor singgih bahasa Bali. Hal ini dapat

dibuktikan dari jumlah siswa yang memilih pilihan positif dalam kuesioner pada

akhir tahapan siklus II (pascatindakan) ini.

Page 178: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

158

4.2.7 Analisis Kualitatif Siklus II

Adapun perincian hasil analisis kualitatif siklus II dalam penelitian ini,

berdasarkan kriteria penilaian berbicara, yakni dari aspek kebahasaan meliputi

lafal, kosakata, dan struktur, sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi,

kelancaran, dan gaya yang dapat dijelaskan melalui uraian berikut.

1) Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus II

Pada siklus II ini terjadi peningkatan nilai rerata pelafalan bahasa Bali

siswa kelas VIB, yaitu senilai 76% yang dikategorikan “baik”. Peningkatan yang

terjadi, yaitu pelafalan siswa semakin jelas terdengar. Hal ini dapat dilihat pada

fonem / a / yang terletak pada akhir kata, diucapkan e [ ǝ ], seperti kata “suba”

diucapkan [subǝ]. Kata “keto” yang sudah diucapkan [keto], bukan “kete”.

Peningkatan tersebut dapat dilihat pada data 6 berikut.

(i) A : Nah yen suba keto sawetara jam 10.00 semeng pendak Pedanda [nah yen subǝ keto sawǝtara jam dasǝ sǝmǝŋ pǝndak pǝdandǝ]

Ya kalau begitu, sekitar jam sepuluh pagi jemput saya (Pedanda).

Pada data dialog 6 di atas, siswa sebagai tokoh pedanda (orang suci) sudah

mampu mengucapkan lafal yang baik, serta sudah mampu menggunakan bahasa

Bali sesuai sor singgih-nya. Kata “pendak” merupakan basa alus singgih.

2) Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus II

Pada siklus II ini terjadi peningkatan nilai rerata kosakata bahasa Bali

siswa kelas VIB, yaitu senilai 70% yang dikategorikan “baik”. Peningkatan yang

terjadi, yaitu semakin banyak variasi kata yang digunakan siswa pada dialog yang

Page 179: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

159

dilakukannya. Walaupun ada beberapa kesalahan dalam pemilihan kata, seperti

saat orang pertama (O1) bertanya kepada orang kedua (O2), yaitu orang yang

belum dikenal, maka (O1) harus menggunakan bahasa alus singgih saat berbicara

dengan (O2). Hal ini dapat dilihat pada data 5 berikut.

(i) T : Gus, sira adanne? [gus, sirǝ adanne] ST : Gus, sira pesenganne? Nom Nama + Int [gus, sirǝ pǝseŋanne]

“Gus (panggilan untuk anak laki-laki), siapa namanya? (ii) T A : Sampun ngajeng, Ning? (data rekaman 7)

[sampƱn ngajeŋ, niŋ] “Sudah makan, Ning (panggilan untuk anak/panjak)” B: Sampun Tu, tiang sampun ngajeng. [sampƱn tu, tiaŋ sampƱn ŋajǝŋ] “Sudah ratu, saya sudah makan” ST B : Sampun Ratu, titiang sampun nunas Adv + Nom Nama + Pron + Adv + V (N- + tunas/V) [sampƱn ratƱ, tiaŋ sampƱn nunas] “Sudah ratu, saya sudah makan”

Kesalahan ini juga terjadi pada penggunaan kata”ngajeng” dengan kata “

nunas” pada dialog di atas. Jika orang pertama (O1) adalah golongan bawah,

sedangkan lawan tutur orang kedua (O2) adalah berasal dari golongan atas, maka

O1 harus menggunakan basa alus singgih kepada O2, sedangkan yang mengenai

O1 sendiri menggunakan basa alus sor. Oleh karena itu, pada dialog yang

diucapkan oleh O2 (B) kata “ngajeng” diganti dengan kata “nunas”. Kata

“ngajeng” merupakan basa madia, sedangkan kata “nunas” merupakan basa alus

sor.

Page 180: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

160

3) Tata Bahasa Bali Siswa Siklus II

Pada siklus II ini terjadi peningkatan nilai rerata tata bahasa Bali siswa

kelas VIB, yaitu senilai 86% yang dikategorikan “sangat baik”. Siswa mengalami

peningkatan pada tata bahasa. Pada dialog di griya, siswa sudah mampu

mengungkapkan struktur kalimat yang benar, seperti pada data dialog 6 berikut.

(i) T A :Titiang nunasang indik odalan ring sanggah titiang. S Pron + P V (N- + tunas/V + -ang) + O (Konj + Prep) + K (Nom + Pron)

[titIaŋ nunasaŋ indIk odalan riŋ saŋgah titIaŋ]

“Saya menanyakan tentang odalan (upacara) di rumah saya”

Kata “nunasang” sudah tepat digunakan dalam kalimat di atas. Hal ini

disebabkan oleh kata “nunasang” berasal dari kata dasar “tunas” dalam bahasa

Indonesia yang artinya minta, mohon. Kata dasar “tunas” mendapat sufiks – ang

menjadi “tunasang” artinya mintakan atau juga tanyakan. Untuk membentuk

verba (kata kerja) maka fonem / t / pada kata “tunas” mengalami peluluhan

konsonan menjadi “nunas” dan ditambahkan sufiks –ang menjadi “nunasang”

artinya menanyakan.

Peningkatan yang terjadi pada siklus II ini adalah pada tataran tata bahasa

yang diucapkan oleh siswa pada saat berdialog, seperti penggalan kalimat data

dialog rekaman enam, yakni kalimat “titiang nunasang indik odalan ring sanggah

titiang”. Kata “titiang” merupakan subjek (S) dengan pola S Pron, kata

“nunasang” merupaka predikat (P) dengan pola P V (N- + tunas/V + -ang), kata

“indik odalan” merupakan objek (O) dengan pola O (Konj + Prep), dan kata “ring

sanggah titiang” merupakan keterangan (K) dengan pola K (Nom + Pron).

Page 181: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

161

4) Materi Bahasa Bali Siswa Siklus II

Pada tahap siklus II ini terjadi peningkatan nilai rerata materi bahasa Bali

siswa kelas VIB dari segi materi dialog yang disampaikan, yaitu senilai 78% yang

dikategorikan “baik”. Hal ini dapat dilihat dari pemberian topik untuk tes yang

lebih variatif, yaitu “(1) mablanja ka peken, (2) ngidih pipis teken rerama, (3)

katemu timpal anyar, (4) mabebaosan sareng Ratu Peranda, dan (5) bablibagan

nyanggra perpisahan sekolah.”. Semua siswa dengan antusias membuat dialog

sesuai dengan topik yang didapatnya. Siswa juga mengalami peningkatan kualitas

dalam menyampaikan ide/gagasan serta mampu mengungkapkan sesuai sor

singgih bahasa Bali. Walaupun ada beberapa kesalahan kata yang dipilih kurang

tepat dan kalimat yang disampaikan kurang jelas, siswa pada siklus II ini sudah

bisa menampilkan materi yang lebih mendalam.

5) Kelancaran Bahasa Bali Siswa Siklus II

Pada siklus II ini terjadi peningkatan nilai rerata kelancaran bahasa Bali

siswa kelas VIB, yaitu senilai 86% yang dikategorikan “sangat baik”. Hal ini,

dapat dilihat dari persentase jumlah siswa yang meningkat dalam hal kelancaran

berdialog di depan kelas. Hampir semua siswa tidak membaca teks yang

dibuatnya di depan kelas. Di samping itu, intonasi dan jeda saat berdialog juga

semakin baik.

6) Gaya Siswa Siklus II

Pada siklus II ini juga terjadi peningkatan nilai rerata gaya siswa kelas

VIB, yaitu senilai 74% yang dikategorikan “baik”. Hal ini dapat dilihat dari

Page 182: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

162

busana yang digunakan siswa sudah terlihat santun dan rapi, gaya/ekspresi sudah

semakin meningkat. Keluwesan saat berdialog sudah semakin terlihat

perubahannya. Kepercayaan diri siswa juga semakin meningkat.

4.2.8 Penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali Siklus II

Pada siklus II penggunaan sor singgih bahasa siswa mengalami

peningkatan. Siswa sudah mulai percaya diri dalam pemakaian bahasa Bali saat

berkomunikasi pada situasi yang berbeda-beda. Siswa sudah mampu

menggunakan bahasa Bali dari bahasa Bali biasa (basa andap/kapara) sampai

basa alus walaupun beberapa masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam

penggunaan kata bahasa Bali. Peningkatan ini dapat dilihat dalam dialog (data

rekaman 6) berikut.

(ii) T A: Nawegan Ratu singgih peranda wenten sane jagi tunasang titiang. “Mohon maaf ratu singgih Peranda ada yang akan saya tanyakan”

Kalimat dialog di atas diucapkan oleh siswa sebagai orang pertama (O1)

berasal dari golongan bawah (jaba/sudra) dengan lawan tuturnya adalah ratu

pedanda sebagai orang kedua (O2) adalah dari golongan atas (tri

wangsa/brahmana), maka siswa sebagai O1 sudah tepat menggunakan kalimat di

atas, yaitu menggunakan basa alus singgih dan basa alus sor. Kata “nawegan”

merupakan kata untuk merendahkan diri yang dapat diartikan dengan kata

maaf/mohon maaf. Kata “tunasang” adalah basa alus sor. Kata “tunasang” dalam

bahasa Indonesia artinya mintakan atau juga tanyakan.

Page 183: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

163

4.2.9 Membangun Karakter Siswa Siklus II

Adapun data karakter yang berkembang pada siklus I adalah karakter

kesopansantunan. Karakter ini juga berkembang pada situasi di pasar, di griya

(tempat tinggal golongan Brahmana), dan di keluarga. Hal ini dapat dilihat pada

dialog berikut.

(i) Di pasar A (pembeli) : Ten dados aji dasa tali kilo Buk (data rekaman 4)

“Tidak boleh harganya 10.000 per kilo Bu”

Pada penggalan dialog di atas, siswa (O1) sebagai pembeli sudah mampu

berbicara dengan menggunakan penanda kesopanan, yakni menggunakan kata

“ten dados” yang artinya tidakah boleh. Siswa sudah mampu menggunakan basa

alus dalam berkomunikasi pada dialog yang dimainkan. Dalam bahasa Bali, kata

“ten dan dados” merupakan basa alus mider.

(ii) Di Griya (tempat tinggal golongan Brahmana) A : Inggih ratu, suksma kematen. Titiang nglungsur mapamit. (data rekaman7) “Ya ratu, terima kasih. Saya mohon pamit”

Pada penggalan situasi dialog di atas, siswa sudah mampu menggunakan

kata “inggih” dan “suksma” dalam menumbuhkan karakter kesopansantunan yang

diucapkan saat berbicara dengan orang dari golongan atas (triwangsa).

(iii) Di keluarga

A (Ayah) : Nah-nah…ne pipise dum ajak dadua (data rekaman3) “Ya…ya…ini uangnya bagi berdua”

Page 184: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

164

A (anak) : Suksma pa… “Terima kasih ayah”

Pada penggalan situasi dialog di atas, siswa sudah mampu menggunakan

kata “suksma” yang artinya terima kasih sebagai penanda kesopanan berbahasaa.

Mengajarkan mengucapkan kata “suksma” merupakan tujuan untuk

menumbuhkembangkan karakter kesopansantunan dalam lingkungan keluarga.

4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Peningkatan Kemampuan Berbicara

Siswa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan tersebut, dapat

diidentifikasi tiga temuan bermakna yang berkaitan dengan rumusan masalah.

Temuan tersebut (1) kemampuan berbicara sor singgih siswa sebelum penerapan

metode bermain peran, (2) peningkatan kemampuan berbicara sor singgih siswa

setelah penerapan metode bermain peran, dan (3) faktor-faktor yang memengaruhi

peningkatan berbicara sor singgih siswa dalam penerapan metode bermain peran.

Dalam penelitian ini, hasil tes awal pratindakan menujukkan persentase

nilai rerata siswa adalah 50% dalam kategori kurang. Hal ini berarti bahwa siswa

kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati memiliki kemampuan yang rendah dalam

berbicara sor singgih bahasa Bali. Masalah ini disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor ini berasal dari faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal),

seperti di bawah ini.

1) Intensitas guru dalam mengajarkan bahasa Bali sangat kurang (rendah).

Hal ini, disebabkan oleh guru yang mengajar bukan berasal dari latar

Page 185: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

165

belakang pendidikan bahasa Bali, sehingga tingkat pemahaman siswa juga

kurang (rendah) khususnya tentang sor singgih bahasa Bali.

2) Motivasi siswa selama proses belajar mengajar juga kurang baik. Ketika

ada sepasang temannya melakukan praktik dialog di depan kelas, siswa

yang lain cenderung kurang mau memerhatikan temannya yang sedang

berdialog di depan kelas.

3) Kebiasaan belajar siswa yang kurang baik. Siswa cenderung membuat

keributan dengan bercakap-cakap dengan temannya sehingga mengganggu

proses perekaman.

4) Penguasaan komponen kebahasaan masih rendah. Masih banyak siswa

yang belun jelas dalam pelafalan, masih ada beberapa kesalahan, baik

dalam kosakata maupun tata bahasa.

5) Sikap mental siswa masih kurang baik. Hampir sebagian siswa sering

membuat keributan di kelas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

pengawasan atau kontrol dari guru, akibat intensitas guru dalam mengajar

bahasa Bali sangat kurang.

6) Hubungan interaksi antara guru dan siswa masih rendah. Guru cenderung

berfokus mengajarkan keterampilan menulis dan membaca aksara Bali

serta bahasa Bali Latin, sedangkan keterampilan berbicara lebih sering

diabaikan.

7) Metode pengajaran guru kurang menarik. Guru kurang inovatif dalam

penerapan metode saat proses belajar.

Page 186: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

166

Hasil tes siklus I menujukkan peningkatan. Persentase nilai rerata siswa

adalah 61% dalam kategori cukup. Siklus II juga menunjukkan peningkatan, yaitu

persentase nilai rerata siswa adalah 79% dalam kategori baik. Pada tahap

pascatindakan dari siklus I sampai dengan siklus II, ada beberapa hal yang

menjadi fokus peneliti dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara sor

singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa, yaitu sebagai berikut.

1) Memberikan motivasi kepada siswa yang masih terlihat pasif dan belum

percaya diri di depan kelas.

2) Memberikan waktu yang lebih untuk berlatih berbicara.

3) Memberikan contoh-contoh dialog bahasa Bali dan mencontohkan

pelafalan yang benar.

4) Menyelipkan pendidikan karakter khususnya kesopansantunan berbahasa

Bali (berkomunikasi dengan bahasa yang santun) sesuai dengan sor

singgih bahasa Bali dengan memberikan beberapa contoh perilaku.

Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dirasa

dapat menjadi pemicu terjadinya peningkatan berbicara sor singgih bahasa Bali

dalam membangun karakter siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati melalui

metode bermain peran adalah sebagai berikut.

1) Adanya pengulangan materi sor singgih dengan tujuan untuk lebih

mengingatkan siswa tentang pemakaian sor singgih dalam kehidupan

sehari-hari.

2) Adanya metode/cara bermain peran yang mampu mempermudah siswa

menyerap pelajaran bahasa Bali, khususnya pelajaran berbicara sor

Page 187: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

167

singgih bahasa Bali dan mampu mengaplikasikannya ke dalam kehidupan

sehari-hari.

3) Adanya kebiasaan yang ditumbuhkan setiap hari, yaitu selalu memberikan

pemahaman tentang perilaku yang baik dan sopan (menanamkan karakter

yang baik pada siswa).

4) Adanya motivasi yang diberikan oleh guru saat siswa sulit dalam

mengungkapkan bahasa Bali ke dalam sebuah dialog.

5) Adanya ketertarikan siswa untuk berbicara bahasa Bali dengan

berdialog/bercakap-cakap dengan temannya di depan kelas karena siswa

lebih bebas mengeksplorasi kemampuannya dengan bermain peran.

6) Hubungan interaksi antara guru dan siswa, antarsiswa dibangun melalui

tanya-jawab dan penerapan metode bermain peran.

7) Sikap mental siswa dibentuk dengan menyelipkan pendidikan karakter

khususnya kesopansantunan berbahasa Bali.

Page 188: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

168

BAB V KURIKULUM, SILABUS, MATERI, RPP, DAN

EVALUASI

5.1 Linguistik Terapan

Pengajaran bahasa merupakan salah satu cabang dari linguistik terapan

(applied linguistics), karena pengajaran bahasa merupakan aktivitas yang berfokus

pada aplikasi dari ilmu bahasa. Linguistik terapan dikenal sebagai cabang ilmu

linguistik yang memiliki fokus pada penerapan aspek teori-teori linguistik,

metode, dan temuan dalam masalah bahasa (Crystal, 1991:22). Tujuan dalam

linguistik terapan adalah menggunakan pengetahuan dan wawasan yang diperoleh

melalui investigasi-investigasi ilmu pengetahuan ke dalam hakikat bahasa dengan

harapan mampu memecahkan beberapa permasalahan yang muncul dalam

perencanaan dan penerapan program-program pengajaran bahasa.

Program-program pengajaran bahasa disusun sebagai pedoman dasar

dalam proses pembelajaran yang biasa dikenal dengan istilah kurikulum dan

silabus. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang

kompetensi yang dibakukan dan cara penyampaian yang disesuaikan dengan

keadaan dan kemampuan daerah. Sedangkan silabus adalah suatu rencana yang

mengatur kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas, serta penilaian hasil

belajar dari suatu mata pelajaran. Silabus ini merupakan bagian dari kurikulum

sebagai penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk

penilaian hasil belajar.

Page 189: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

169

Hasil evaluasi yang dilakukan melalui pengamatan empirik pada kelas

VIB SD Negeri 3 Sukawati menunjukkan bahwa terjadinya permasalahan dalam

pengajaran mata pelajaran bahasa Bali diakibatkan oleh kurangnya penyusunan

sistematika perencanaan pembelajaran yang baik dan tidak tersedianya tenaga

pendidik yang berkompetensi dalam pengajaran bahasa Bali. Hal ini disebabkan

oleh guru yang mengajarkan bahasa Bali adalah guru kelas, bukan guru yang

berlatar belakang pendidikan bahasa Bali. Metode pengajaran yang digunakan

oleh guru sangat berpengaruh pada kualitas pemahaman terhadap kemampuan

berbicara pada siswa. Selama ini, guru kelas lebih memfokuskan mengajarkan

keterampilan menulis dan keterampilan membaca bahasa Bali, baik bahasa Bali

Latin maupun aksara Bali juga menggunakan teknik penugasan berupa menjawab

LKS (lembar kerja siswa). Metode pengajaran (konsep belajar) yang digunakan

seorang guru akan memberikan pengaruh kepada siswa secara langsung

(instructional effect) dan tidak langsung (nurturant effect) (Djamarah, 2000:193).

Terkait dengan penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode

bermain peran (role play) dengan dasar prosedur tindakan yang dilaksanakan

adalah melalui PTK. Kegiatan pembelajaran diarahkan pada keterampilan

berbicara sor singgih bahasa Bali di tingkat sekolah dasar. Pemahaman konsep

linguistik terapan memberikan solusi atas penggunaan teori seputar kakikat

bahasa, proses berbahasa, dan penggunaan bahasa secara aktual dalam komunikasi

sehari-hari. Sebelum dibuatkan pedoman dan tindakan, penting kiranya

digambarkan terlebih dahulu profil siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati,

Page 190: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

170

semester dua, tahun ajaran 2012/2013. Setelah itu, sebuah analisis kebutuhan

selanjutnya dirancang untuk mengetahui kebutuhan siswa secara utuh.

5.2 Profil Siswa

Profil siswa sangat penting diketahui oleh pendidik untuk dapat

mengetahui kemampuan dasar dan motivasi siswa pada saat proses belajar

mengajar demi terciptanya situasi pembelajaran yang kondusif. Berdasarkan

wawancara yang dilakukan kepada guru kelas VIB dapat diketahui karakteristik

pribadi siswa, lingkumgan siswa, dan psikologis mereka. Terkait dengan

penelitian ini, profil peserta didik semester II kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati

tahun ajaran 2012/2013 dapat disajikan dalam penjabaran sebagai berikut.

PROFIL SISWA

Jumlah Siswa : 31 orang

Gender : Laki-laki (18 orang)

Perempuan (13 orang)

Umur : 12 dan 13 tahun

Latar Belakang keluarga : berasal dari golongan keluarga petani, pegawai swasta, polri, wiraswasta, dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mereka termasuk dalam golongan kelas menengah ke bawah.

Tingkat Kemampuan : rendah

Motivasi : mampu berbicara bahasa Bali sesuai dengan sor

singgih bahasa Bali untuk membangun karakter kesopansantunan dalam berbicara bahasa Bali.

Sikap : sebagian besar siswa memiliki sikap antusias dalam mengikuti pembelajaran bahasa Bali, tetapi

Page 191: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

171

cenderung cepat jenuh sehingga kerap kali membuat keributan.

Ketertarikan : mempelajari pelafalan, kosakata, tatabahasa, materi,

kelancaran, dan gaya dalam bermain peran bahasa Bali.

Bahasa Pertama : bahasa Bali dan bahasa Indonesia.

Tujuan Belajar : secara umum untuk mengetahui seluk beluk tentang sor singgih bahasa Bali. kemudian secara khusus agar mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Bali sesuai dengan sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter kesopansatunan berbicara.

5.3 Analisis Kebutuhan (Need Analysis)

Analisis kebutuhan (need analysis) adalah suatu aktivitas yang

mendeskripsikan perbedaan antara aktivitas bahasa apa yang sudah dikuasai dan

dilakukan pembelajar saat ini dan aktifitas bahasa apa yang diharapkan mampu

dikuasai siswa nantinya (Richard, 1986:51). Analisis kebutuhan ini terdiri atas dua

aspek, yakni target needs (apa yang diperlukan peserta didik dalam situasi bahasa

target) dan learning needs (apa yang perlu dilakukan peserta didik untuk

mempelajari bahasa target).

5.3.1 Target Kebutuhan (Target Needs)

Analisis tentang target kebutuhan dapat dibedakan menurut tiga

klasifikasi, yaitu keperluan (necessities), kekurangan (lack), dan keinginan

(wants) pembelajar.

Page 192: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

172

1) Keperluan (Necessities)

Bagian keperluan (necessities) meliputi hal-hal yang harus diketahui oleh

siswa dalam menggunakan bahasa yang dipelajari secara efektif sesuai dengan

target kebutuhan. Dalam hal ini, siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati

menyadari bahwa kebutuhan mereka adalah meningkatkan keterampilan berbicara

bahasa Bali sesuai dengan tata krama (kesopansantunan berbicara) dalam

kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di keluarga, dan di masyarakat melalui

metode bermain. Dari segi bahasa, tentunya mereka menginginkan penguasaan

berbahasa Bali yang sesuai dengan sor singgih bahasa Bali.

2) Kekurangan (Lack)

Bagian kekurangan (lack) menjelaskan pengetahuan yang sudah atau

belum dikuasai oleh siswa. Terkait dengan tujuan di atas, dilakukan tes

pratindakan yang selanjutnya digunakan sebagai refleksi penggunaan pada

pelaksanaaan siklus penelitian selanjutnya. Secara garis besar, sebagian siswa

sesungguhnya sudah mampu berbicara bahasa Bali dengan benar. Akan tetapi,

beberapa siswa masih keliru dalam penggunaan kata yang sesuai dengan sor

singgih bahasa Bali. Kalimat yang diucapkan cenderung terpengaruh oleh dialek

setempat yang banyak menyingkat-nyingkat kata yang mengakibatkan kesalahan-

kesalahan dalam pengucapan, seperti kata “mai naé” diucapkan “mi nǝ”, kata

“abana” diucapkan “abawǝ”, kata “ningehang” diucapkan “ningehin”, dan

sebagainya. Dalam mengekspresikan kata-kata pun siswa cenderung kurang

Page 193: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

173

mampu menguasai dialog dengan benar dan dari segi gaya kurang luwes. Hal ini

disebabkan oleh siswa belum terbiasa dengan metode yang digunakan karena

pembelajaran yang sering dilakukan hanya berfokus pada kemampuan membaca

dan menulis bahasa Bali serta menjawab lembar kerja siswa (LKS).

3) Keinginan (Wants)

Pada dasarnya, kompetensi-kompetensi yang ingin dikuasai siswa sejalan

dengan indikator pembelajaran yang disusun. Kompetensi yang ingin dicapai

adalah (1) siswa dapat bercakap-cakap (berkomunikasi dengan lancar), (2) siswa

dapat menggunakan bahasa sor singgih sesuai dengan unsur penentu komunikasi,

dan (3) siswa bercakap dengan sikap yang sopan sesuai dengan tata krama. Materi

yang diharapkan adalah yang terkait dengan konsep sor singgih bahasa Bali

(bagaimana berbicara dengan teman, orang tua, guru, orang yang baru dikenal,

berbelanja ke pasar, dan sebagainya).

5.3.2 Kebutuhan Belajar (Learning Needs)

Kebutuhan belajar (learning needs) ini berhubungan dengan situasi

pembelajaran (learning situation) yang meliputi penjelasan bagaimana seseorang

mempelajari item-item bahasa, keterampilan, dan strategi yang dipakai dalam

pembelajaran (Hutchinson dan Waters, 1987:61). Analisis kebutuhan

pembelajaran pada situasi pembelajaran sor singgih bahasa Bali disajikan sebagai

berikut.

Page 194: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

174

1) Memahami konsep sor singgih bahasa Bali sesuai dengan unsur penentu

komunikasi (basa andap, basa mider, basa alus sor, dan basa alus

singgih).

2) Mampu menggunakan bahasa bahasa Bali sesuai dengan sor singgih-nya.

3) Mampu bercakap-cakap dengan lancar.

4) Mampu menyampaikan ekspresi dalam mengajukan pertanyaan,

gagasan/ide, serta permintaan.

5) Mampu bercakap-cakap dengan sikap yang sopan sesuai dengan tata

krama (sesuai dengan sor singgih bahasa Bali).

6) Mampu membangun dan meningkatkan karakter kesopansantunan dalam

berbahasa.

5.4 Analisis Frame Faktor (Frame Factor Analysis)

Dalam penulisan silabus, sangat perlu disesuaikan dengan situasi dan

kondisi lingkungan pembelajaran karena hal tersebut mendukung keberhasilan

proses pembelajaran di kelas. Situasi dan kondisi lingkungan pembelajaran

tersebut meliputi permasalahan, seperti gambaran umum tentang situasi kelas,

sarana dan prasarana mengajar, kendala belajar yang muncul di kelas, sumber

daya manusia (SDM), dan tujuan.

1) Deskripsi Kelas

Mata pelajaran bahasa Bali diberikan setiap hari Kamis pada pukul

09.30—10.40 WITA di ruangan kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati. Suasana kelas

dirasakan cukup nyaman karena ruangan kelas cukup untuk menampung 31 orang

Page 195: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

175

siswa dan terdapat beberapa jendela serta gorden sehingga sirkulasi udara lebih

baik. Selain itu, ruangannya juga tidak terlalu bising karena jarak cukup jauh dari

jalan raya utama sekolah. Fasilitas yang disediakan di ruangan meliputi meja guru,

papan tulis, lemari buku, spidol, penghapus.

2) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dalam pembelajaran yang umumnya digunakan oleh

peneliti adalah lembar observasi, cacatan guru, contoh percakapan/teks, silabus.

RPP, dan buku pedoman bahasa Bali.

3) Kendala Belajar yang Muncul

Kendala belajar yang muncul pada umumnya adalah pemahaman siswa

sangat kurang dalam memahami sor singgih bahasa Bali, kurangnya motivasi

siswa bekerja dalam kelompok yang bisa dilihat dalam penampilan siswa

memperagakan dialog yang dibuat di depan kelas dari pratindakan sampai pada

siklus I dan siklus II hanya terdapat beberapa orang siswa yang

berpartisipasi/antusias dalam berdialog. Di samping itu, hambatan yang terjadi

pada siswa adalah mengeksplorasi kalimat dan ide yang akan dituangkan ke dalam

sebuah dialog. Hal ini terjadi karena bahasa Bali memiliki tingkat-tingkatan

bahasa dari yang paling kasar sampai dengan bahasa yang paling halus (sor

singgih basa) yang menyebabkan siswa sedikit kebingungan dalam menentukan

kata dan kalimat yang akan dipakai. Dalam proses pembelajaran pun 1 atau 2

orang siswa sering menaikkan kaki di atas bangku serta kerap kali membuat

Page 196: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

176

keributan yang kadang mengganggu kegiatan belajar. Akan tetapi, pada siklus II

permasalahan tersebut secara perlahan-lahan mulai dapat diatasi.

4) Sumber Daya Manusia (SDM)

Terkait dengan sumber daya manusia (SDM) yang meliputi tenaga

pengajar, mata pelajaran bahasa Bali di SD Negeri 3 Sukawati diajarkan oleh guru

kelas yang berlatar belakang pendidikan S1 PGSD. Latar belakang pendidikan

guru kelas VIB yang tidak linier dengan mata pelajaran bahasa Bali. Hal ini

menyebabkan siswa jarang diajar serta guru kelas cenderung hanya mengajarkan

keterampilan menulis dan keterampilan membaca bahasa Bali, baik bahasa Bali

Latin maupun aksara Bali. Di samping itu, juga menggunakan teknik penugasan

berupa menjawab LKS (lembar kerja siswa) saja.

5) Tujuan (Objective)

Desain pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan untuk memenuhi

tujuan pembelajaran seperti uraian berikut ini:

(a) Membantu siswa agar mampu lebih aktif dalam berkomunikasi dengan

bahasa Bali, seperti (1) siswa mampu bercakap-cakap (berkomunikasi

dengan lancar), (2) siswa mampu menggunakan bahasa sor singgih sesuai

dengan unsur penentu komunikasi, dan (3) siswa mampu bercakap dengan

sikap yang sopan sesuai dengan tata krama.

(b) Mengembangkan tingkat penguasaan kosakata dan tata bahasa Bali siswa.

Page 197: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

177

5.5 Kurikulum

Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana

dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu (Ruhimat dkk., 2011:8).

Kurikulum yang berlaku saat ini dan digunakan oleh SD Negeri 3

Sukawati adalah kurikulum KTSP 2006 yang berlandaskan pada Undang-Undang

Dasar Tahun 1945 pasal 5 ayat 2, Undang-Undang Nomor 20, Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Undang-Undang Nomor 22, Tahun

1999 tentang Otonomi Daerah. Dalam kurikulum ini, mata pelajaran bahasa Bali

termasuk ke dalam kelompok muatan lokal.

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk

keunggulan daerah. Sehubungan dengan itu, pelaksanaan pendidikan budi pekerti

di daerah Provinsi Bali berdasarkan Perda Nomor 3, Tahun 1992 yang

ditindaklanjuti dengan surat edaran Kakanwil Depdikbud Provinsi Bali Nomor

715/I/19/I.1994 yang menggariskan bahwa bahasa daerah Bali dan pendidikan

budi pekerti agar dijadikan muatan lokal wajib pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah, yang menentukan kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik. Dalam

pelaksanaannya, alokasi waktu disesuaikan dengan kebutuhan sekolah.

Page 198: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

178

Bahasa Bali yang termasuk ke dalam kelompok muatan lokal memiliki

peran yang sangat penting dalam kehidupan dan peradaban masyarakat Bali serta

memiliki peran sentral dalam pengembangan intelektual, sosial, dan emosional

peserta didik. Sebagai salah satu keunggulan lokal di Bali, pembelajaran bahasa

Bali diharapkan dapat membantu peserta didik untuk lebih mengenal, mencintai,

dan ikut melestarikan keunggulan lokal Bali. Sebagai salah satu bahasa daerah di

Indonesia, bahasa Bali berfungsi sebagai (a) lambang kebanggaan daerah dan

masyarakat Bali, (b) lambang identitas daerah dan masyarakat Bali, (c) alat

penghubung di dalam keluarga dan masyarakat Bali, dan (d) pendukung sastra

daerah Bali dan sastra Indonesia. Mata pelajaran bahasa Bali bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

(1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku

dalam masyarakat Bali, baik secara lisan maupun tulisan.

(2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa daerah

dan bahasa ibu.

(3) Memahami bahasa Bali dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif

dalam berbagai tujuan.

(4) Menggunakan bahasa Bali untuk meningkatkan kemampuan intelektual

serta kematangan emosional dan sosial.

5.6 Silabus

Istilah silabus digunakan untuk merujuk pada materi yang ada di dalam

sebuah kegiatan belajar atau sederet kegiatan belajar (misalnya kegiatan belajar

Page 199: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

179

pada semester satu, dua, dsb). Silabus yang dirancang dengan baik juga digunakan

untuk memetakan materi yang akan diberikan selama periode waktu tertentu.

Biasanya silabus menjelaskan tujuan, prosedur penilaian, dan jumlah serta jenis-

jenis tes dan ulangan, pekerjaan rumah, tugas laboratorium, pekerjaan sekolah,

dan sistem penentuan nilainya (Ghazali, 2010:74).

Terkait dengan penelitian ini, penyusunan silabus pembelajaran mata

pelajaran bahasa Bali berlandaskan kurikulum institusi yang berlaku di SD Negeri

3 Sukawati. Silabus ini terdiri atas bagian-bagian, seperti aspek keterampilan,

standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, indikator, pengalaman

belajar, penilaian, alokasi waktu, alat dan sumber belajar. Contoh silabus pada

materi sor singgih bahasa Bali digambarkan sebagai berikut.

Page 200: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

180

SILABUS

MATA PELAJARAN : BAHASA BALI KELAS : VI SEMESTER : II

5.1 Silabus Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Bali

NO ASPEK STANDAR KOMPETENSI

KOMPETENSI DASAR

MATERI POKOK

INDIKATOR PENGALAMAN BELAJAR

PENILAIAN ALOKASI WAKTU

ALAT SUMBER BAHAN

B Berbicara Bercakap-cakap kehidupan anak-anak/siswa

Kemampuan bercakap-cakap (berkomunikasi dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama)

Bahan: guru mengusahakan topik percakapan: 1) Kehidupan

sekolah. 2) Kehidupan

lingkungan keluarga

3) Masa depan anak/siswa

1) Siswa dapat bercakap-cakap (berkomunikasi dengan lancar)

2) Siswa dapat menggunakan bahasa sor singgih sesuai dengan unsur penentu komunikasi

3) Siswa dapat bercakap-cakap dengan sikap yang sopan sesuai dengan tata krama

1) Melakukan percakapan tanya jawab

2) Menggunakan sor singgih sesuai unsur penentu komunikasi

3) Menirukan sikap yang sopan sesuai dengan tata krama

Tes lisan Tes tulis Penugasan

Buku pelajaran kelas VI, Penerbit Tarukan Agung Buku Widya Sari kelasVI penerbit Tri Agung

Page 201: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

181

5.7 Materi

Materi disusun sesuai dengan silabus dan sesuai dengan kebutuhan siswa

serta tujuan yang akan dicapai. Materi selengkapnya dapat dilihat dalam tabel

berikut.

Tabel 5.2 Materi Pembelajaran Sor Singgih Bahasa Bali dengan Metode Bermain peran

Pertemuan Kegiatan Materi

Siklus I Eksplorasi 13. Menjelaskan pengertian sor singgih bahasa Bali dan pembagiannya (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, lan Basa Kapara).

14. Memberikan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama).

15. Menjelaskan cara membuat percakapan. 16. Menegaskan tentang cara pengucapan, intonasi,

dan memeragakan sebuah percakapan berbahasa Bali “Katemu ring perpustakaan”.

Elaborasi Memberikan dan membahas handout yang memuat tentang contoh percakapann bahasa Bali “mabebaosan ring sekolahan”.

Konfirmasi Memberikan feedback yang positif dan penguatan yang berfokus pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa sesuai dengan unsur penentu.

Siklus II Eksplorasi Mengulas kembali secara singkat tentang pengertian sor singgih bahasa Bali dan pembagiannya (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, lan Basa Kapara), serta memberikan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama).

Elaborasi Memberikan handout yang memuat contoh percapakan bahasa Bali “Mabebaosan ring pasar”

Konfirmasi Memberikan feedback dan penguatan yang berfokus pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa sesuai dengan unsur penentu.

Page 202: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

182

5.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai

suatu kompetensi dasar yang telah dijabarkan dalam silabus. RPP ini dibuat oleh

pengajar/guru sebagai pedomam umum untuk melaksanakan pembelajaran kepada

peserta didiknya dan mengacu kepada poin-poin yang diungkapkan pada bagian

silabus. Selanjutnya RPP memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,

materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar, kegiatan

pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Berikut ini penjabaran RPP yang

digunakan peneliti dalam siklus I dan II.

A. SIKLUS I

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah : SDN 3 Sukawati

Mata Pelajaran : Bahasa Bali

Kelas / Semester : VI B/ II (dua)

Alokasi Waktu : 4 x 35 menit (2 x pertemuan)

I. Standar Kompetensi

Bercakap-cakap kehidupan anak-anak/siswa (berbicara).

Page 203: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

183

II. Kompetensi Dasar

Bercakap-cakap dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama (sor

singgih bahasa Bali).

III. Indikator

a) Siswa dapat bercakap-cakap dengan lancar.

b) Siswa dapat menggunakan sor singgih basa sesuai dengan unsur

penentu.

c) Siswa bercakap-cakap dengan sikap yang sopan sesuai dengan tata

krama.

IV. Tujuan Pembelajaran

Setelah peserta didik mempelajari tema ini:

a) Dapat bercakap-cakap dengan sikap yang sopan sesuai dengan tata

krama

b) Dapat bercakap-cakap dengan lancar

c) Dapat menggunakan sor singgih basa sesuai dengan unsur penentu

V. Karakter Siswa yang dikembangkan

a) Santun

b) Percaya diri

c) Mandiri

d) Rasa ingin tahu

e) Bersahabat dan komunikatif

f) Disiplin

Page 204: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

184

VI. Materi Ajar

Percakapan dengan topik kehidupan sekolah, kehidupan lingkungan

keluarga, masa depan siswa.

Sor Singgih Basa Bali

Ritatkala mabebaosan patut nganutin sor singgih. Sor Singgih Basa Bali

punika kapah dados 4 soroh, inggih punika:

1. Basa Bali Alus Singgih (Asi)

2. Basa Bali Alus Sor (Aso)

3. Basa Bali Alus Mider (Ami)

4. Basa Bali Alus Kapara (Bk)

a. Basa Bali Alus Singgih kaangge ritatkala mabaos sareng sami patut

kasinggihan, umpami: guru, pamuka agama, anak ane kelihan, tamiu,

miwah sane lianan.

Umpami:

1) Bapak Guru malih pidan lunga ka rumah sakit.

2) Nunas lugra titiang ratu pedanda lunga kija palinggih iratu

mangkin.

b. Basa Bali Alus Sor kaanggen ngalusang iraga padidian umpami:

1) Titiang kantun nunas ratu.

2) Ipun tan prasida ngiring saantukan buntut ipunne lih.

Kruna titiang, buntut, dane ngandika maka sami alus sor.

c. Basa Bali Alus Mider punika Basa Bali sane dados kaanggen ring alus

singgih, alus sor, lan ring basa kasar, umpami kruna kija:

Page 205: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

185

1) Ratu lunga kija palungane?

2) De lakar kija jani?

3) Dane lunga kija sane dibi?

Miwah sane lianan. Kruna kija kabaos alus mider.

d. Basa Kapara inggih punika basa Bali kaanggen mabaos sareng sane

patut akrab. Biasane basa macampur wenten alus, kasar, umpami:

1) De, mai ngajeng malu, beli sedekan madaar!

2) Man lakar kija, simpang mulih malu! Miwah sane lianan.

Conto-conto kruna sane lianan:

1. Matur majeng ring bapak guru:

a. Nawegan Bapak guru titiang nenten midep.

b. Ring napi genahe Ibu Guru?

c. Niki napi wastanne Bapak Guru?

2. Matur majeng ring ida pedanda:

a. Ratu peranda titiang parekan due pedek tangkil.

b. Titiang ngelungsur mapamit, Ratu peranda.

3. Pangandikan bapak guru ring sisia:

a. Cerik-cerike jani musti jemet malajah!

b. Ane pelih sinah kene denda.

c. Made sing dadi nakal!

VII. Metode Pembelajaran

a) Ceramah/informasi

b) Diskusi/kooperatif

Page 206: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

186

c) Tanya jawab

d) Demonstrasi

e) Tugas

VIII. Pertemuan I

1. Langkah-langkah Pembelajaran

1) Kegiatan Awal (10 menit)

a) Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Om Swastiastu”,

dan “rahajeng semeng alit-alite”, serta membacakan absensi

(santun dan disiplin).

b) Memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang

mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan

dipelajari, seperti “yening alit-alite mabebaosan sareng guru,

nganggen basa Bali napi basa Indonesia? Yening mabebaosan

ajak timpal nganggen basa napi? dll” (rasa ingin tahu).

c) Menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan

materi “mangkin alit-alite jagi malajah sor singgih basa Bali taler

kapahannyane lan malajah ngaryanin bablibagan basa Bali” (rasa

ingin tahu).

2) Kegiatan Inti (50 menit)

A. Eksplorasi

a) Menjelaskan pengertian sor singgih bahasa Bali dan pembagiannya

(Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, lan Basa

Kapara) (rasa ingin tahu).

Page 207: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

187

b) Memberikan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan

berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang

santun sesuai dengan tata karma) (rasa ingin tahu dan santun).

c) Menjelaskan dan memberikan arahan cara membuat percakapan.

d) Menegaskan tentang cara pengucapan, intonasi, serta gaya/ekspresi

(percaya diri).

e) Memperagakan sebuah percakapan berbahasa Bali “Katemu ring

perpustakaan” (percaya diri dan kesantunan).

B. Elaborasi

a) Menugasi dua siswa untuk mempraktikkan percakapan “Katemu

ring perpustakaan” di depan kelas (percaya diri, kesantunan,

komunikatif).

b) Memberikan handout yang memuat tentang contoh percapakan

bahasa Bali “mabebaosan ring sekolahan”.

c) Membahas secara mendetail komponen contoh-contoh percakapan

pada handout dan menyelipkan pemahaman tentang nilai karakter

kesopansantunan berbahasa (rasa ingin tahu, komunikatif,

kesantunan).

d) Menugasi siswa membuat percakapan dengan topik “Katemu

sareng guru ring sekolah”, membagi siswa menjadi beberapa

kelompok. Alokasi waktu berdiskusi ±10 menit (disiplin, percaya

diri, rasa ingin tahu).

Page 208: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

188

e) Meminta hasil percakapan yang sudah dibuat untuk dikumpulkan.

f) Tugas percakapan yang diberikan akan direkam pada pertemuan

berikutnya.

C. Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru melakukan kegiatan berikut.

a) Memberikan feedback yang positif dan penguatan yang berfokus

pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa

sesuai dengan unsur penentu, serta memberikan motivasi kepada

siswa yang kurang/belum berpartisipasi aktif (motivasi, saling

menghargai).

b) Menyimpulkan materi : percakapan bahasa Bali

3) Kegiatan Akhir (10 menit)

a) Bersama-sama dengan peserta didik dan/ atau sendiri membuat

rangkuman / simpulan pelajaran.

b) Memberitahukan siswa bahwa tugas percakapan yang sudah dibuat

tadi akan direkam pada pertemuan berikutnya dan menutup

pelajaran dengan mengucapkan “pramasanti” (santun dan religius).

Page 209: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

189

IX. Pertemuan II

1. Langkah-langkah Pembelajaran

1) Kegiatan Awal (10 menit)

a) Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Om Swastiastu”,

dan “rahajeng semeng alit-alite”, serta membacakan absensi

(santun dan disiplin).

b) Memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang

mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan

dipelajari (rasa ingin tahu).

c) Menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan

materi.

2) Kegiatan Inti (50 menit)

A. Eksplorasi

a) Menegaskan cara pengucapan, intonasi, dan memperagakan sebuah

percakapan berbahasa Bali (percaya diri, komunikatif).

b) Memperagakan sekilas sebuah contoh percakapan berbahasa Bali

(percaya diri, komunikatif).

B. Elaborasi

a) Meminta setiap kelompok meeragakan dialog yang sudah dibuat di

depan kelas (percaya diri, bersahabat, dan komunikatif).

b) Merekam dialog yang diperagakan oleh tiap-tiap kelompok.

Page 210: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

190

C. Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru melakukan kegiatan sebagai berikut.

a) Memberikan feedback yang positif dan penguatan yang berfokus

pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa

sesuai dengan unsur penentu, serta memberikan motivasi kepada

siswa yang kurang/belum berpartisipasi aktif (motivasi, saling

menghargai).

b) Menyimpulkan materi : percakapan bahasa Bali.

3) Kegiatan Akhir (10 menit)

a) Bersama-sama dengan peserta didik dan/ atau sendiri membuat

rangkuman / simpulan pelajaran.

b) Menutup pelajaran dengan mengucapkan “pramasanti” (santun dan

religious).

X. Sumber Pembelajaran

a) Buku Bahasa Bali Kelas VI, Penerbit Pustaka Tarukan Agung

b) Sor Singgih Basa Bali, penerbit Rhika Dewata Singaraja

XI. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan teknik penilaian berbicara (tes praktek

berdialog di depan kelas) dengan bentuk instruksi membuat

dialog/percakapan bahasa Bali yang sesuai dengan sor singgih basa Bali.

Di samping itu, juga sesuai dengan enam indikator penilaian berbicara

yang terdiri atas dua aspek, yaitu aspek kebahasaan meliputi lafal,

Page 211: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

191

kosakata, dan struktur sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi,

kelancaran, dan gaya.

XII. Kriteria penilaian

Kriteria penilaian diambil berdasarkan nilai tes berbicara dengan

lima kategori, yaitu (a) kategori sangat kurang apabila siswa mendapat

skor 1 (0--39), (b) kategori kurang apabila siswa mendapatkan skor 2 (40--

54), (c) kategori cukup apabila siswa mendapatkan skor 3 (55--69), (d)

kategori baik apabila siswa mendapatkan skor 4 (70--84), dan (e) kategori

sangat baik apabila siswa mendapatkan skor 5 (85--100).

Mengetahui Sukawati,………………..

Kepala Sekolah Pengajar Mata Pelajaran Bahasa Bali

(Guru/Peneliti)

Ni Ketut Tariyani, S.Pd. Ni Made Ayu Suwandewi, S.Pd.B.

NIP 196304231990072001

Page 212: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

192

B. SIKLUS II

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Sekolah : SDN 3 Sukawati

Mata Pelajaran : Bahasa Bali

Kelas / Semester : VI B/ II (dua)

Alokasi Waktu : 4 x 35 menit (2 x pertemuan)

I. Standar Kompetensi

Bercakap-cakap kehidupan anak-anak/siswa (berbicara).

II. Kompetensi Dasar

Bercakap-cakap dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama (sor

singgih bahasa Bali).

III. Indikator

a) Siswa dapat bercakap-cakap dengan lancar.

b) Siswa dapat menggunakan sor singgih basa sesuai dengan unsur

penentu.

c) Siswa bercakap-cakap dengan sikap, yang sopan sesuai dengan tata

krama.

IV. Tujuan Pembelajaran

Setelah peserta didik mempelajari tema ini :

Page 213: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

193

a) Dapat bercakap-cakap dengan sikap yang sopan sesuai dengan tata

krama

b) Dapat bercakap-cakap dengan lancar

c) Dapat menggunakan sor singgih basa sesuai dengan unsur penentu

V. Karakter Siswa yang dikembangkan

a) Santun

b) Percaya diri

c) Mandiri

d) Rasa ingin tahu

e) Bersahabat dan komunikatif

f) Disiplin

VI. Materi Ajar

Percakapan dengan topik kehidupan sekolah, kehidupan lingkungan

keluarga, masa depan siswa.

VII. Metode Pembelajaran

a) Ceramah/informasi

b) Diskusi/kooperatif

c) Tanya jawab

d) Demonstrasi

e) Tugas

Page 214: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

194

VIII. Pertemuan I

1. Langkah-langkah Pembelajaran

1) Kegiatan Awal (10 menit)

a) Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Om Swastiastu”,

dan “rahajeng semeng alit-alite”, serta membacakan absensi

(santun dan disiplin).

b) Memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang

mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan

dipelajari, seperti “sira sane uning napi nike sor singgih basa Bali?

Sor singgih basa Bali kakapah dados kude? Alit-alite taen

mablanja? Ring dija anake numbas woh-wohan, ulam,

sanganan?” (rasa ingin tahu).

c) Menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan

materi “mangkin alit-alite jagi malajah ngaryanin bablibagan basa

Bali, inggih punika bablibagan indik peplajahan, taler ibu jagi

nyelasang conto-conto bablibagan manut sor singgih basa Baline”

(kepercayaan diri).

2) Kegiatan Inti (50 menit)

A. Eksplorasi

a) Mengulas kembali secara singkat tentang pengertian sor singgih

bahasa Bali dan pembagiannya (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor,

Basa Alus Mider, lan Basa Kapara) (rasa ingin tahu)

Page 215: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

195

b) Memberikan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan

berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang

santun sesuai dengan tata krama) (kesantunan, komunikatif).

c) Menegaskan cara pengucapan, intonasi, dan gaya/eskpresi.

d) Memperagakan sebuah percakapan berbahasa Bali “Bablibagan

indik peplajahan” (percaya diri, kesantunan, komunikatif).

B. Elaborasi

a) Menugasi dua siswa untuk mempraktikkan percakapan

“Bablibagan indik peplajahan” di depan kelas (percaya diri,

kesantunan, bersahabat, komunikatif).

b) Memberikan handout yang memuat tentang contoh percakapan

bahasa Bali “mabebaosan ring pasar”.

c) Membahas secara mendetail komponen contoh-contoh percakapan

pada handout dan menyelipkan pemahaman tentang nilai karakter

kesopansantunan berbahasa (rasa ingin tahu).

d) Menugasi siswa membuat percakapan dengan topik “(1) mablanja

ka peken, (2) ngidih pipis teken rerama, (3) katemu timpal anyar,

(4) mabebaosan sareng Ratu Peranda, dan (5) bablibagan

nyanggra perpisahan sekolah”, membagi siswa menjadi beberapa

kelompok. Pengambilan topik dilakukan secara diundi. Alokasi

waktu berdiskusi ±20 menit (rasa ingin tahu, komunikatif, dan

bersahabat).

e) Meminta hasil percakapan yang sudah dibuat untuk dikumpulkan.

Page 216: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

196

f) Tugas percakapan yang diberikan akan direkam pada pertemuan

berikutnya.

C. Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru melakukan kegiatan berikut.

a) Memberikan feedback yang positif dan penguatan yang berfokus

pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa

sesuai dengan unsur penentu (motivasi, saling menghargai)..

b) Menyimpulkan materi percakapan bahasa Bali

3) Kegiatan Akhir (10 menit)

a) Bersama-sama dengan peserta didik dan/ atau sendiri membuat

rangkuman / simpulan pelajaran.

b) Memberitahukan siswa bahwa tugas percakapan yang sudah dibuat

tadi akan direkam pada pertemuan berikutnya dan menutup

pelajaran dengan mengucapkan “pramasanti” (santun dan

religious).

IX. Pertemuan II

1. Langkah-langkah Pembelajaran

1) Kegiatan Awal (10 menit)

a) Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Om Swastiastu”,

dan “rahajeng semeng alit-alite”, serta membacakan absensi

(santun dan disiplin).

Page 217: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

197

b) Memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang

mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan

dipelajari (rasa ingin tahu).

c) Menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan

materi.

2) Kegiatan Inti (50 menit)

A. Eksplorasi

a) Menegaskan cara pengucapan, intonasi, dan gaya/eskpresi.

b) Memperagakan sekilas sebuah contoh percakapan berbahasa Bali

(kesantunan dan komunikatif).

B. Elaborasi

a) Meminta setiap kelompok memeragakan dialog yang sudah dibuat

di depan kelas (komunikatif, bersahabat, kesantunan, dan percaya

diri).

b) Merekam dialog yang diperagakan oleh tiap-tiap kelompok.

C. Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru melakukan kegiatan sebagai berikut.

a) Memberikan feedback yang positif dan penguatan yang berfokus

pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa

sesuai dengan unsur penentu, serta memberikan motivasi kepada

siswa yang kurang/belum berpartisipasi aktif (motivasi, saling

menghargai).

Page 218: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

198

b) Menyimpulkan materi percakapan bahasa Bali.

3) Kegiatan Akhir (10 menit)

a) Bersama-sama dengan peserta didik dan/ atau sendiri membuat

rangkuman / simpulan pelajaran.

b) Menutup pelajaran dengan mengucapkan “pramasanti” (santun dan

religius).

X. Sumber Pembelajaran

a) Buku Bahasa Bali Kelas VI, Penerbit Pustaka Tarukan Agung

b) Sor Singgih Basa Bali, penerbit Rhika Dewata Singaraja

XI. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan teknik penilaian berbicara (tes praktik

berdialog di depan kelas) dengan bentuk instruksi membuat

dialog/percakapan bahasa Bali yang sesuai dengan sor singgih basa Bali

serta sesuai dengan enam indikator penilaian berbicara yang terdiri atas

dua aspek, yaitu aspek kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur

sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya.

XII. Kriteria Penilaian

Kriteria penilaian diambil berdasarkan nilai tes berbicara dengan

lima kategori, yaitu (a) kategori sangat kurang apabila siswa mendapat

skor 1 (0--39), (b) kategori kurang apabila siswa mendapatkan skor 2 (4--

54), (c) kategori cukup apabila siswa mendapatkan skor 3 (55--69), (d)

Page 219: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

199

kategori baik apabila siswa mendapatkan skor 4 (70--84), dan (e) kategori

sangat baik apabila siswa mendapatkan skor 5 (85--100).

Mengetahui Sukawati,………………..

Kepala Sekolah Pengajar Mata Pelajaran Bahasa Bali

(Guru/Peneliti)

Ni Ketut Tariyani, S.Pd. Ni Made Ayu Suwandewi, S.Pd.B.

NIP 196304231990072001

5.9 Evaluasi

Evaluasi adalah serangkaian kegiatan untuk memeroleh, menganalisis, dan

menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan

secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang

bermakna dalam pengambilan keputusan dalam mata pelajaran tertentu (Sukiman,

2012:11). Menurut Sudjana (1988:127), evaluasi dapat digambarkan sebagai

proses penentuan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Berdasarkan

penetapan kriteria penilaian pembelajaran, evaluasi pada penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui keberhasilan penerapan tindakan dan peningkatan kemampuan

berbicara sor singgih bahasa Bali bagi siswa kelas VIB semester II SD Negeri 3

Sukawati, tahun ajaran 2012/2013.

Page 220: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

200

Alat yang digunakan sebagai instrumen evaluasi adalah tes lisan (tes

praktik). Pelaksanaan tes lisan (tes praktik) tersebut dilakukan setiap akhir siklus.

Evaluasi mahasiswa dilaksanakan pada tahap pratindakan hingga berakhirnya

penelitian. Penelitian mencakup prestasi siswa dalam berdialog bahasa Bali sesuai

dengan sor singgih basa Bali. Aspek penilaian mencakup penguasaan aspek

kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur, sedangkan aspek

nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran, dan gaya. Keberhasilan penilaian

diberikan berdasarkan rubrik penilaian berbicara dari setiap aspek. Keberhasilan

penelitian ditentukan berdasarkan kriteria tingkatan kemampuan, seperti (a)

kategori sangat kurang apabila siswa mendapat skor 1 (0--39), (b) kategori kurang

apabila siswa mendapatkan skor 2 (40--54), (c) kategori cukup apabila siswa

mendapatkan skor 3 (55--69), (d) kategori baik apabila siswa mendapatkan skor 4

(70--84), dan (e) kategori sangat baik apabila siswa mendapatkan skor 5 (85--

100).

Page 221: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

201

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

Bab VI simpulan dan saran ini merupakan bagian akhir keseluruhan

laporan penelitian. Dalam bab ini dikemukakan dua subbab, yaitu: (1) simpulan,

dan (2) saran. Kedua subbab tersebut diuraikan secara berturut-turut sebagai

berikut.

6.1 Simpulan

Dari serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini seperti

proses pengumpulan data, pengklasifikasian data, dan analisis data akhirnya

penelitian sampai kepada bab yang merangkum penjelasan mengenai temuan-

temuan penting dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1) Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada Bab

IV, sebelum metode bermain peran ini diterapkan, siswa merasa kesulitan

dalam memilih kata-kata (sor singgih) yang digunakan dalam dialog. Hal ini

dapat dilihat dari semua siswa lebih memilih tema dialog “nelokin timpal

gelem” untuk dipakai sebagai bahan dialog, dibandingkan memilih tema

“ketemu guru ring perpustakaan”. Dari hasil pengaamatan awal ditemukan

bahwa motivasi siswa selama proses belajar mengajar juga kurang baik. Siswa

lebih sering membuat keributan, kurang memperhatikan penjelasan guru, dan

kadang siswa berbahasa yang kurang mencermati arti sor singgih basa dengan

guru yang mengajar. Metode pengajaran yang konvensional cenderung

membuat siswa cepat bosan, sehingga metode bermain peran bahasa Bali

Page 222: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

202

memberikan nuansa baru yang menyenangkan. Metode bermain peran

diperkenalkan pada pertemuan pertama pada siklus I dan diaplikasikan pada

akhir ditiap-tiap siklus.

Hasil tes awal menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam berbicara

sesuai dengan sor singgih bahasa Bali masih rendah. Data kuantitatif

menunjukkan bahwa nilai rerata siswa pada tes awal, yaitu 50% yang

dikategorikan ke dalam level kurang. Berdasarkan analisis kualitatif,

ditemukan beberapa kesalahan, yaitu (1) pelafalan siswa, seperti kata “kal”

diucapkan menjadi “kel [kǝl]”. Selanjutnya, pada kata “masi” diucapkan

menjadi “mase [masé]”. Pada kata “keto [kéto]” diucapkan menjadi “ketau

[kétau]”. Ada juga yang mengucapkan kata “[kéto]” dengan ucapan “kete

[ketǝ]”. Dalam kata “abana [abanǝ]” yang berasal dari kata “aba”, diucapkan

menjadi “aba’e [abawǝ]”. (2) Kesalahan-kesalahan dalam kosakata yang

diucapkan oleh siswa, seperti “gelem kuda?”, kata “kuda” yang seharusnya

diganti dengan kata “apa”. (3) Kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang

diucapkan seperti: ”ajaka nelokin timpal gelem mi!” yang seharusnya “mai,

ajaka nelokin timpal gelem!”

Ada beberapa faktor yang menyebabkan penguasaan keterampilan

berbicara sor singgih bahasa Bali siswa masih dikategorikan rendah. Faktor-

faktor ini berasal dari faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal), yaitu:

a. intensitas guru dalam mengajar bahasa Bali rendah;

b. motivasi belajar siswa yang masih rendah;

c. kebiasaan belajar siswa yang kurang baik;

Page 223: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

203

d. penguasaan komponen kebahasaan masih rendah;

e. sikap mental siswa masih kurang baik;

f. hubungan/interaksi antara guru dan siswa masih rendah;

g. metode pengajaran guru kurang menarik, guru cenderung berfokus

mengajarkan keterampilan menulis dan membaca aksara Bali serta

bahasa Bali Latin.

Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioaner tes awal bahwa secara garis

besar, 100% siswa menjawab kadang-kadang diajarkan pelajaran bahasa Bali

oleh guru di kelas, 84% siswa menyatakan bahwa guru tidak pernah menilai

kemampuan berbicara bahasa Bali. Sebanyak 55% siswa menyatakan bahwa

mereka tidak pernah diajari berbicara bahasa Bali, 81% siswa menyatakan

kadang-kadang mengalami kesulitan belajar bahasa Bali. Sebanyak 81%

siswa menyatakan tidak pernah diajarkan materi sor singgih bahasa Bali.

Sebanyak 87% siswa menyatakan tidak pernah tahu tentang sor singgih

bahasa Bali. Sebanyak 100% siswa menyatakan bahwa tidak pernah ada guru

yang telah menggunakan metode bermain peran dalam pembelajaran bahasa

Bali. Sebanyak 100% pula siswa menyatakan bahwa guru tidak pernah

menyuruh membuat percakapan dalam bahasa Bali dan kemudian

dipraktikkan di depan kelas.

2) Kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dapat ditingkatkan setelah

penerapan metode bermain peran. Penerapan metode bermain peran pada

penelitian ini dilakukan sebanyak dua siklus. Peningkatan ini dapat dilihat

Page 224: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

204

dengan membandingkan hasil tes kemampuan berbicara siklus I yang

mengalami peningkatan. Hasil siklus I sebesar 61% berada pada kategori

cukup. Peningkatan yang terjadi dapat dilihat pada data kualitatif berupa (1)

pelafalan dibuktikan dari semakin jelasnya pengucapan saat berdialog, (2)

kosakata dan tata bahasa mengalami peningkatan karena siswa sudah berani

menggunakan basa alus singgih atau juga menggunakan basa alus mider

dalam berdialog, artinya tidak seperti pada tahap pratindakan sebelumnya

yang hanya menggunakan bahasa kapara/andap, (3) aspek kelancaran dapat

dilihat dari pembicaraan yang jarang tersendat-sendat walaupun ada beberapa

siswa masih membaca teks dialog yang dibuatnya di depan kelas, dan (4)

aspek gaya busana yang digunakan siswa sudah terlihat santun dan rapi,

gaya/ekspresi sudah semakin meningkat. Di samping itu, keluwesan saat

berdialog sudah semakin terlihat perubahannya.

Peningkatan yang dialami siswa juga semakin terlihat pada penerapan

siklus II. Secara kuantitatif perolehan nilai sebesar 79% berada pada kategori

baik. Ketepatan berbahasa siswa yang mengalami peningkatan mencakup

peningkatan pelafalan, kosakata, dan tata bahasa. Peningkatan yang terjadi

dapat dilihat pada data kualitatif berupa hal-hal berikut. Pertama, pada

pelafalan dibuktikan dari semakin terdengar jelasnya pengucapan saat

berdialog. Hal ini dapat dilihat pada fonem a yang terletak pada akhir kata,

diucapkan e “ǝ”, dan kata “keto” yang sudah diucapkan “keto”, bukan “kete”.

Kedua, pada kosakata, semakin banyak variasi kata yang digunakan siswa pada

dialog yang dilakukannya ketiga, pada tingkat tata bahasa mengalami

Page 225: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

205

peningkatan seperti pada pada dialog di griya (rumah bagi kaum Brahmana),

siswa sudah mampu mengungkapkan struktur kalimat yang benar dengan

menggunakan basa alus singgih atau juga menggunakan basa alus mider dalam

berdialog. Keempat, pada aspek materi siswa juga mengalami peningkatan

kualitas dalam menyampaikan ide/gagasan serta mampu mengungkapkan

sesuai dengan sor singgih bahasa Bali. Kelima, pada aspek kelancaran yakni

intonasi dan jeda juga saat berdialog semakin baik. Keenam, pada aspek gaya

busana yang digunakan siswa sudah terlihat santun dan rapi, gaya/ekspresi

sudah semakin meningkat. Di samping itu, keluwesan saat berdialog sudah

semakin terlihat perubahannya. Kepercayaan diri siswa juga semakin

meningkat.

3) Terkait dengan faktor-faktor yang dirasa dapat menjadi pemicu terjadinya

peningkatan berbicara sor singgih dapat dijabarkan sebagai berikut.

(1) Adanya pengulangan materi sor singgih dengan tujuan untuk lebih

mengingatkan siswa tentang pemakaian sor singgih dalam kehidupan

sehari-hari.

(2) Adanya metode/cara bermain peran yang mampu mempermudah siswa

menyerap pelajaran sor singgih bahasa Bali dan mampu

mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

(3) Adanya kebiasaan yang ditumbuhkan setiap hari, yaitu selalu

memberikan pemahaman tentang perilaku yang baik dan sopan

(menanamkan karakter yang baik pada siswa)

Page 226: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

206

(4) Adanya motivasi yang diberikan oleh guru saat siswa sulit dalam

mengungkapkan bahasa Bali ke dalam sebuah dialog.

(5) Adanya ketertarikan siswa untuk berbicara bahasa Bali dengan

berdialog/bercakap-cakap dengan temannya di depan kelas, karena siswa

lebih bebas mengeksplorasi kemampuannya dengan bermain peran.

(6) Hubungan interaksi, baik antara guru dan siswa, maupun antarsiswa

yang dibangun melalui tanya-jawab dan penerapan metode bermain

peran.

(7) Sikap mental siswa yang dibentuk dengan menyelipkan pendidikan

karakter khususnya kesopansantunan berbahasa Bali.

6.2 Saran

Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa

yang erat pula hubungannya dengan proses berpikir yang mendasari bahasa.

Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang

berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannnya. Keterampilan hanya

dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan. Melatih

keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir (Tarigan,

1986:2). Adanya sebuah metode yang membantu dalam melatih kemampuan

berbicara siswa sangat perlu dikembangkan dalam proses belajar mengajar.

Metode pengajaran yang digunakan guru akan memberikan pengaruh kepada

siswa, baik secara langsung maupun tidak langsung (Djamarah, 2000:193).

Berkenaaan dengan kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan, secara garis

besar terdapat beberapa saran yang ingin disampaikan peneliti kepada pihak-pihak

Page 227: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

207

yang berhubungan langsung dengan keberhasilan pelaksanaan tindakan ini,

sebagai berikut.

Pertama, pihak sekolah, hendaknya memberikan sosialisasi kepada guru

pengajar, khususnya guru bahasa Bali untuk lebih inovatif dalam proses belajar

mengajar. Pembelajaran bahasa juga sebaiknya ditujukan pada konsep komunikasi

yang seimbang, baik secara lisan maupun tulisan, serta mengacu pada kurikulum

dan silabus yang digunakan. Kekurangan buku pelajaran bahasa Bali juga

menghambat dalam proses belajar mengajar di kelas sehingga diharapkan kepada

pihak sekolah untuk dapat memfasilitasi buku pelajaran/bahan ajar yang

digunakan siswa sesuai dengan kurikulum dan silabus yang digunakan.

Kedua, guru pengajar mata pelajaran bahasa Bali hendaknya lebih intens

dalam mengajar serta menyusun pembelajaran yang mengacu pada kurikulum dan

silabus berdasarkan alur pembelajaran yang berimbang dan melibatkan banyak

komunikasi sebagai bukti nyata penugasan bahasa. Penggunaan metode yang

bervariasi akan lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan bahasa.

Adanya kebiasaan yang ditumbuhkan setiap hari, yaitu selalu memberikan

pemahaman tentang perilaku dan bahasa yang baik dan sopan (menanamkan

karakter yang baik pada siswa).

Ketiga, siswa hendaknya meningkatkan ketertarikan dalam mempelajari

bahasa Bali serta terus mempertahankan semangat untuk memahami konsep sor

singgih basa Bali. Di samping itu, diharapkan siswa membiasakan diri berbicara

dan berperilaku yang sopan dan satun kepada guru, orang tua, masyarakan,

Page 228: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

208

ataupun teman sendiri. Setiap waktu dan kesempatan dimanfaatkan dengan

sebaik-baiknya untuk belajar.

Keempat, peneliti bahasa sangat mungkin mengadakan penelitian lanjutan

yang lebih mendalam yang terkait dengan penelitian ini, terutama yang berkaitan

dengan pengkajian bahasa berdasarkan kajian mikrolinguistik dan makrolinguistik

yang lebih mendalam lagi. Di samping itu, penggunaan metode yang tepat dapat

meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam membangun karakter siswa

yang lebih baik lagi.

Page 229: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

209

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I Gusti Putu. 2006. Bahasa Bali untuk SD Kelas VI Semester 1 dan 2. Denpasar: Pustaka Tarukan agung.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Arsani, Gusti Ayu Ririn. 2012. “Peningkatan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Dwibahasa Kelas VA Pelangi School Ubud Melalui Metode Bercerita”. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.

Arsjad, Maindar G. dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara

Bahasa Indonesia. IKIP Jakarta: Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi.

Brown, H. Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa.

Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat. Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Dewantara, I Putu Mas. 2012. “Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIIE SMPN 5 Negara dan Strategi Guru untuk Mengatasinya”. Tesis. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.

Jakarta: Rineka Cipta. Duija, I Nengah. 2007. Aksara, Bahasa, dan Sastra Bali (Sebuah Pengantar).

Denpasar: Sari Kahyangan. Fajri dkk. 2007. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Difa Publisher.

Gautama, Wayan Budha dan Ni Wayan Sariani. 2009. Kamus Bahasa Bali (Bali-Indonesia). Surabaya: Paramita.

Ghazali, Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan

Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: Refika Aditama. Granoka, Ida Wayan Oka, dkk. 1996. Tata Bahasa Baku Bahasa Bali. Denpasar:

Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Hamzah, B. Uno. 2012. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar

Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 230: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

210

Harmer, Jeremy. 1983. The Practice of English Language Teaching. New York: Longman Group Limited

Haryadi. 1997. Berbicara (Suatu Pengantar) Diktat Perkuliahan. IKIP

Yogyakarta Hopkins, J. 1993. Action Research for Educstional Change. Philadelphia: Open

University Press. Hutchinson, T. and Allan Waters. 1987. English for Specific Purpose. New York:

Cambrig University Press. Hymes, Dell. 1973. Foundations in Sociolinguistics: An Ethnographic Approach.

Philadelphia: University of Pensylvania Press. Iskandarwassid dan Sunendar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:

Remaja Rosdakarya. Jendra, I Wayan. 1990. Kedudukan dan Peranan Berbicara dalam Sastra Agama

Hindu. Denpasar: Universitas Udayana. Kesuma dkk. 2012. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.

Bandung: Remaja Rosdakarya. Megawangi, Ratna. 2009. Pendidikan Karakter. Jakarta Timur: Indonesia

Heritage Foundation. Mulyo, Karso. 2012. Membangun karakter bangsa melalui pembelajaran

kontekstual. dalamhttp://batang-karso.blogspot.com/2012/08/ case-studymembangun-karakter-bangsa.html).

Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara

Wacana. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis

Kompetensi. Yogyakarta: BPFE Putra, I Gst. Bagus Wahyu Nugraha. 2012. “Peningkatan Keterampilan Berbicara

Melalui Metode Langsung dalam Pengajaran Bahasa Inggris di Lembaga Kursus English Center”. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.

Rianti, Ayu Putu. 2012. “Peningkatan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris

Melalui Teknik Role Play pada Siswa Kelas X Akomodasi Perhotelan di SMK PGRI 4 Denpasar”. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.

Page 231: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

211

Riken. dkk. 1993. Materi Pokok Bahasa Daerah Bali. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Hindu dan Buddha.

Rochiati, Wiriaatmadja. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Rochyatmo, Amir. 1996. Pelestarian dan Mordenisasi Aksara Daerah

Perkembangan Metode dan Teknik Menulis Aksara Jawa. Jakarta: Putra Sejati Raya.

Ruhimat. dkk. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Skiner. 1957. Verbal Behavior. New York : Appleto-Century-Crofts.Inc. Suarjana, I Nyoman Putra. 2008. Sor-Singgih Basa Bali Kebalian Manusia Bali

dalam Dharma Papandikan, Pidarta Sambrama Wacana dan Dharma Wacana. Denpasar: Tohpati Grafika Utama.

Suasta, Ida Bagus Made. 2004. Membaca Aksara Bali dalam Perkembangan

Pasang Aksara Bali. Denpasar: Universitas Udayana. Sudjana, Nana. 1988. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Kecana. Sudjana, Nana. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar

Baru Algensindo. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:

Alfabeta. Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukiman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani.

Supinah. 2011. Teknik Penyusunan Instrumen Penilaian. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Tarigan, Hendry Guntur. 1986. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: PT Angkasa. Tinggen, I Nengah. 1994. Sor Singgih Basa Bali. Singaraja: Rhika Dewata. Wijana. dkk. 2011. Analisis Wacana Pragmatik (Kajian Teori dan Analisis).

Surakarta: Yuma Pustaka.

Page 232: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

212

Yuni, Eka Parama. 2012. “Penerapan Pembelajaran Berbicara Bahasa Indonesia Menggunakan Dongeng dengan Kearifan Lokal di Kelas II SD Negeri 3 Yehembang”. Tesis. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Page 233: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

213

Page 234: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

214

Lampiran 01 Contoh Handout Dialog Bahasa Bali

KATEMU RING PERPUSTAKAAN

Sawetara jam 09.00 Putu Dama sedeng memaca buku satua Bali di

perpustakaan. Saget rauh Bapak guru, raris mawacana.

Guru : “Cening Dama apa ane pelajahin cening, cara anak keta mamaca?”

Dama : “Titiang melajah satua Bali Pak Guru sane kasirat antuk aksara Bali.

Makeh aksarane ten manut teken suaran ipun.”

Guru : “Ah! Dadi keto orang cening, ken totonan (raris magisu-gisuan I Dama

ngaturang ring Bapak guru, kruna sane tusing bisa kapaca)”

Dama : “Niki pak guru tan prasida titiang ngwacen.”

Guru : “Oh tetenan ne madan pasang aksara ning! Yening ada kruna

matengenan kagantungin antuk c lan j patut kasurat antuknya, mamunyi

penjor.”

Dama : “Oh kenten Pak guru wawu mangkin titiang uning indik punika.”

Contoh Handout Dialog Bahasa Bali

MABEBAOSAN RING SEKOLAHAN Guru : “ papelajahan napi mangkin?”

Murid : “Mangkin pelajahan basa Bali”

Guru : “Indayang ambil buku bacaan Baline raris rereh kaca kalih!”

Murid : “Sampun guru”

Guru : “Yening sampun, indayang wacen sajeroning angen dumun!”

Murid : “Inggih guru”

Guru : “Wenten sane durung ngarti daging wacaan punika?”

Murid : “Sampun guru”

Page 235: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

215

Contoh Handout Dialog Bahasa Bali

BABLIBAGAN INDIK PAPLAJAHAN Darma : “ Gede suba malajah?”

Gede : “Suba ja kala sing apal nden”

Darma : “Yen ulangan bareng-bareng nah, De!”

Gede : “Nah”

Contoh Handout Dialog Bahasa Bali

MABEBAOSAN RING PASAR Panumbas : “ Jero dagang, napi kemaon sane kadol”

Pedagang : “Titiang wantah ngadol cecerakian rauhing beras akidik”

Panumbas : “Icen ja tiang numbas beras. Aji kuda ngadol akilo?”

Pedagang : “Pateh kemanten sekadi dagange sane lian-lianan wantah aji

tigang atus selae rupiah.”

Panumbas : “Icen sampun tiang naur aji tigang atus rupiah”

Pedagang : “Tan dados, pocol tiang, saantukan batin berase tipis sajan.

Yening numbas makeh kirangin sampun limang rupiah.”

Panumbas : “inggih jero dagang, yening dados ngiring ja sami olah-olahan

akidik. Limolas rupiah sampun tanggunin tigang atuse”

Pedagang : “Kudang kilo jerone numbas”

Panumbas : “Tiang numbas wantah dasa kilo”

Pedagang : “Inggih ambil ampun, sakewanten sampunang baosanga

asapunika ring anak lianan! Niki anak anggong tiang gegarus”

Panumbas : “Ngiih jero dagang, tiang mapamit”

Pedagang : “Ngiring, benjang-benjang mriki malih matetumbasan, nggih!”

Page 236: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

216

Lampiran 02 Pedoman Wawancara Observasi Awal

Pertanyaan 1. Bahasa apa yang sering digunakan saat berkomunikasi di rumah?

2. Bahasa apa yang sering digunakan saat berkomunikasi di sekolah?

3. Pernahkah anak-anak berkomunikasi menggunakan bahasa Bali di rumah?

4. Pernahkah anak-anak berkomunikasi menggunakan bahasa Bali di

sekolah?

5. Apakah anak-anak menyukai berkomunikasi menggunakan bahasa Bali?

6. Dengan siapa anak-anak bekomunikasi menggunakan bahasa Bali?

7. Menurut anak-anak berkomunikasi menggunakan bahasa Bali itu rendahan

atau lebih tinggi derajadnya?

8. Tahukah anak-anak tentang sor singgih bahasa Bali?

9. Pernahkah anak-anak berkomunikasi menggunakan sor singgih bahasa

Bali?

Page 237: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

217

Lampiran 03 Pedoman Tes Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Observasi Awal NAMA KELAS ABSEN SOAL: 1. Ritatkala mababaosan sareng Bapak/Ibu patut nganggén…

a. Basa Bali Alus Singgih c. Basa Bali Alus mider b. Basa Bali Alus Sor d. Basa Bali Alus Kapara

2. Ritatkala mababaosan sareng Ratu Pedanda patut nganggén… a. Basa Bali Alus Singgih c. Basa Bali Alus mider b. Basa Bali Alus Sor d. Basa Bali Alus Kapara

3. Lengkara basa Bali Alus Sor sané patut inggih punika… a. Ratu lunga kija sane dibi? b. Bapak guru malih pidan lunga ka rumah sakit? c. Titiang kantun nunas ratu. d. Dé, mai ngajeng malu!

4. Basa Bali sané tan patut kanggén ritatkala mababaosan sareng sang sané patut kasinggihin inggih punika… a. Mbok, lakar kija? c. Cicing iba, ngalél-lék mai! b. Ampunang irika negak! d. I ratu akéh madué jinah?

5. “Ratu lunga kija mangkin?”. Krun kija kabaos… a. Basa Bali Alus Singgih c. Basa Bali Alus mider b. Basa Bali Alus Sor d. Basa Bali Alus Kapara

6. Adin titiang…titiang jinah. Ané anggon ngisinin cecek-cecek di arep… a. Ngaturin c. Ngemaang b. Ngicén d. Ngwéhin

7. I Biang sungkan nanging I Aji… a. Kénak c. sakit b. Gelem d. Won-wonan

8. Bani tekén anak lingsir utawi rerama kadanin… a. Alpaka guru c. Wanén b. Duweg d. Galak

9. Ida Cokorda malinggih di kursiné, Bapan tiangé ….di ambéné. a. Duduk c. Negak b. Nyongkok d. Ngadeg

10. Murid-muridé sinarengan….ring Bapak guru ngaturang suksma. a. Ngraos c. Ngandika b. Matur d. Ngomong

Page 238: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

218

Lampiran 04 Kegiatan Pembelajaran Pratindakan

Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Situasi Kelas

14. Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng alit-alite”, peneliti memperkenalkan diri, serta membacakan absensi.

15. Peneliti memberikan topik kepada siswa untuk dipilih, yaitu (1) ketemu guru ring perpustakaan san (2) nelokin timpal gelem.

16. Peneliti membagi siswa kedalam beberapa kelompok (secara berpasangan).

17. Peneliti meminta siswa maju secara berpasangan dan peneliti memulai melakukan perekaman.

18. Memberitahukan siswa bahwa percakapan yang sudah tadi akan dinilai dan menutup pelajaran dengan mengucapkan “Pramasanti”.

17. Menjawab salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng Bu guru”, serta merespons apa yang disampaikan peneliti.

18. Menyimak dengan

seksama

19. Siswa berdiskusi dengan teman sebangku untuk membuat percakapan.

20. Siswa memulai mempraktikkan dialog yang dibuat di depan kelas.

21. Merespon apa yang disampaikan dengan mengucapkan “inggih bu” dan mengucapkan “Pramasanti”.

1. Suasana diawal tenang dan siswa memperhatikan yang disampaikan peneliti.

2. Sedikit terjadi keributan dan peneliti memualai menenangkan kelas.

3. Saat berdiskusi, siswa sedikit membuat keributan.

4. Saat melakukan perekaman beberapa siswa membuat keributan dengan mengobrol dengan temannya, sehingga kerapkali peneliti menyarankan untuk tenang.

5. Suasana tenang.

Page 239: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

219

Lampiran 04 Kegiatan Pembelajaran Siklus I

Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Situasi Kelas

g) Kegiatan Awal (10 menit)

1. Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng alit-alite”, serta membacakan absensi.

2. Memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, seperti “yening alit-alite mabebaosan sareng guru, nganggen basa Bali napi basa Indonesia? Yening mabebaosan ajak timpal nganggen basa napi? dll”. Menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan materi “mangkin alit-alite jagi malajah sor singgih basa Bali taler kapahannyane lan malajah ngaryanin bablibagan basa Bali”.

1. Menjawab salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng Bu guru”, serta merespons apa yang disampaikan peneliti.

2. Menjawab pertanyaan

yang diajukan dengan mengangkat tangan sebelumnya.

1. Susana tenang. 2. Susana sedikit ribut.

h) Kegiatan Inti (50 menit)

Eksplorasi 3. Menjelaskan pengertian

sor singgih bahasa Bali dan pembagiannya (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, lan Basa Kapara), memberikan pemahaman tentang nilai karakter

3. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

3. suasana lebih tenang.

Page 240: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

220

kesopansantunan berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama), serta memberikan arahan cara membuat percakapan.

4. Menegaskan cara pengucapan, intonasi.

5. Memeragakan sebuah percakapan bahasa Bali “Katemu ring perpustakaan”.

Elaborasi 6. Menugasi dua siswa untuk

mempraktikkan percakapan “Katemu ring perpustakaan” di depan kelas.

7. Memberikan handout yang memuat contoh percapakan bahasa Bali “mabebaosan ring sekolahan”

8. Membahas secara mendetail komponen contoh-contoh percakapan pada handout dan menyelipkan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa.

9. Menugasi siswa membuat percakapan dengan topik “Katemu sareng guru ring sekolah”, membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Alokasi waktu berdiskusi ±10 menit.

10. Meminta hasil percakapan yang sudah dibuat untuk dikumpulkan.

11. Tugas percakapan yang diberikan akan direkam pada pertemuan

4. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

5. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

6. Siswa yang lain

menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

7. Menerima handout dari peneliti dan membacanya dengan saksama.

8. Menyimak dan mencatat

hal-hal yang dianggap penting.

9. Mencari kelompok, berdiskusi, dan menulis dialog (percakapan) dalam waktu 10 menit.

10. Mengumpulkan percakapan yang sudah dibuat.

11. Tugas percakapan bahasa Bali yang dibuat dipraktikkan di depan

4. Susana sedikit ribut. 5. Susana sedikit ribut. 6. Susana sedikit ribut. 7. Suasana tenang. 8. Susana sedikit ribut. 9. Susana sedikit ribut. 10. Susana sedikit ribut. 11. Suasana tenang.

Page 241: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

221

berikutnya.

Konfirmasi 12. Memberikan feedback

yang positif dan penguatan yang berfokus pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa sesuai dengan unsur penentu, serta memberikan motivasi kepada siswa yang kurang/belum berpartisipasi aktif.

kelas pada pertemuan berikutnya.

12. Menyimak feedback

yang diberikan dan melakukan Tanya jawab terhadap hal-hal yang masih kurang dipahami.

12. Suasana tenang

i) Kegiatan Akhir (10 menit)

13. Memberitahukan siswa bahwa tugas percakapan yang sudah dibuat tadi akan direkam pada pertemuan berikutnya dan menutup pelajaran dengan mengucapkan “Pramasanti”.

14. Merespon apa yang disampaikan dengan mengucapkan “inggih bu” dan mengucapkan “Pramasanti”.

13. Suasana tenang.

Page 242: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

222

Lampiran 04 Kegiatan Pembelajaran Siklus II

Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Situasi Kelas

j) Kegiatan Awal (10 menit)

3. Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng alit-alite”, serta membacakan absensi.

4. Memberikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, seperti “sira sane uning napi nike sor singgih basa Bali? Sor singgih basa Bali kakapah dados kude? Alit-alite taen mablanja? Ring dija anake numbas woh-wohan, ulam, sanganan?” Menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan materi “mangkin alit-alite jagi malajah ngaryanin bablibagan basa Bali, inggih punika bablibagan indik peplajahan, taler ibu jagi nyelasang conto-conto bablibagan manut sor singgih basa Baline”.

12. Menjawab salam “Om Swastiastu”, dan “rahajeng semeng Bu guru”, serta merespons apa yang disampaikan peneliti.

13. Menjawab pertanyaan yang diajukan dengan mengangkat tangan sebelumnya.

1. Suasana tenang 2. Suasana tenang

k) Kegiatan Inti (50 menit)

Eksplorasi 14. Mengulas kembali secara

singkat tentang pengertian sor singgih bahasa Bali dan pembagiannya (Basa

4. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

3. Suasana tenang

Page 243: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

223

Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, lan Basa Kapara), serta memberikan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa Bali (bagaimana berkomunikasi dengan bahasa yang santun sesuai dengan tata krama).

15. Menegaskan tentang cara pengucapan, intonasi, dan memeragakan sebuah percakapan berbahasa Bali “Bablibagan indik peplajahan”

Elaborasi 16. Menugasi dua siswa untuk

mempraktikkan percakapan “Bablibagan indik peplajahan” di depan kelas.

17. Memberikan handout yang memuat contoh percakapan bahasa Bali “Mabebaosan ring pasar”

18. Membahas secara mendetail komponen contoh-contoh percakapan pada handout dan menyelipkan pemahaman tentang nilai karakter kesopansantunan berbahasa.

19. Menugasi siswa membuat percakapan dengan topik “(1) mablanja ka peken, (2) ngidih pipis teken rerama, (3) katemu timpal anyar, (4) mabebaosan sareng Ratu Peranda, dan (5) bablibagan nyanggra perpisahan sekolah”, membagi siswa menjadi

13. Menyimak dan mencatat

hal-hal yang dianggap penting.

14. Siswa yang lain menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

15. Menerima handout dari peneliti dan membacanya dengan saksama.

16. Menyimak dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

17. Mencari kelompok, berdiskusi berdasarkan undian topik yang didapatkan, dan menulis dialog (percakapan) dalam waktu 20 menit.

4. Suasana agak

sedikit rebut. 5. Suasana sedikit

rebut 6. Suasana sedikit

ribut 7. Suasana sedikit

ribut 8. Suasana sidikit ribut

Page 244: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

224

beberapa kelompok. Pengambilan topik dilakukan secara diundi. Alokasi waktu berdiskusi ±20 menit.

20. Meminta hasil percakapan yang dibuat untuk dikumpulkan.

21. Tugas percakapan yang diberikan akan direkam pada pertemuan berikutnya.

Konfirmasi 22. Memberikan feedback

yang positif dan penguatan yang berfokus pada kosakata, susunan kalimat, dan penggunaan sor singgih basa sesuai dengan unsur penentu.

18. Mengumpulkan hasil dialog percakapan yang sudah dibuat.

19. Tugas percakapan bahasa Bali yang dibuat dipraktikkan di depan kelas pada pertemuan berikutnya.

20. Menyimak feedback

yang diberikan dan melakukan tanya jawab terhadap hal-hal yang masih kurang dipahami.

9. Suasana sedikit

ribut. 10. Suasana sedikit

ribut. 11. Suasana tenang

l) Kegiatan Akhir (10 menit)

21. Memberitahukan siswa bahwa tugas percakapan yang sudah dibuat tadi akan direkam pada pertemuan berikutnya dan menutup pelajaran dengan mengucapkan “Pramasanti”.

13. Merespon apa yang

disampaikan dengan mengucapkan “inggih bu” dan mengucapkan “Pramasanti”.

12. Suasana tenang

Page 245: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

225

DOKUMENTASI PRATINDAKAN

Page 246: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

226

Page 247: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

227

DOKUMENTASI SIKLUS I

Page 248: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

228

Page 249: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

229

DOKUMENTASI SIKLUS II

Page 250: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

230

Page 251: improvement of speaking ability with sor singgihof balinese in

ii