implikasi dari psikologi kognitif sebagai instruksi dalam pemecahan masalah matematika
TRANSCRIPT
IMPLIKASI DARI PSIKOLOGI KOGNITIF
SEBAGAI INSTRUKSI DALAM PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA
OLEH :
FATHURRAHMAN (06101008001)
NOVITA TIANNATA (06101008021)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
IMPLIKASI DARI PSIKOLOGI KOGNITIF SEBAGAI INSTRUKSI
DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
Pembelajaran matematika sekolah telah diakui secara luas sebagai kesempatan bagi
siswa untuk belajar tentang pemecahan masalah. Rekomendasi pertama dari dewan
nasional guru matematika (1980) adalah '' Bahwa pemecahan masalah menjadi fokus
matematika sekolah di tahun 1980-an'' (hal.1). rekomendasi kebijakan serupa telah
dilakukan di tingkat negara bagian, misalnya di California. Laporan komite baru pada
program penilaian California (1980) merekomendasikan bahwa waktu dan usaha
diarahkan dari latihan dan praktek perhitungan untuk pengembangan strategi
pemecahan masalah ... (dan) bahwa pemecahan masalah analisis dan pemodelan harus
digunakan sebagai pelindung dalam kurikulum matematika umum'' (p.210).
A. DEFINISI PEMECAHAN MASALAH
Masalah terjadi ketika Anda dihadapkan dengan situasi tetapi tidak ada cara dan
petunjuk yang jelas untuk menyelesaikan masalah tersebut. Misalnya, saya meminta
Anda untuk menemukan volume frustrum dari piramida tepat dan memberi Anda nilai
untuk sisi dua basis dan ketinggian. Jika Anda tidak tahu rumus untuk volume
frustrums, ini akan menjadi masalah bagi Anda (Polya, 1965). Sebagai contoh lain,
anggaplah bahwa Anda diberi dua set garis paralel yang berpotongan bersama dengan
nilai dari salah satu sudut dan diminta untuk menemukan nilai sudut yang lain
(Greeno, 1978). Jika Anda tidak hafal dan paham tentang algoritma, ini akan
merupakan masalah bagi Anda. Masing-masing keadaan sulit ini sesuai dengan
definisi masalah.
Pemecahan masalah sebagai serangkaian operasi mental yang diarahkan ke beberapa
tujuan (Mayer, 1983). Selain itu, Hayes (1981) menggambarkan pemecahan masalah
sebagai'' menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan persoalan. Dua bagian
utama dari pemecahan masalah adalah (1) merumuskan masalah dan (2) mencari cara
untuk memecahkan masalah.. Misalnya, dalam memecahkan masalah elajabar, Anda
harus menerjemahkan masalah menjadi representasi internal seperti persamaan, dan
Anda harus mampu menerapkan aturan aljabar dan aritmatika untuk memecahkan
persamaan (mayer, 1983).
B. INTERAKSI ANTARA PENELITIAN KOGNITIF DAN MATEMATIKA
Intruksi selama dekade terakhir telah terjadi interaksi meningkat di antara mereka
yang tertarik dalam penelitian kognitif dan mereka yang tertarik pada instruksi
matematika (lester, 1982). Schoenfeld (1982) merangkum pendekatan ini sebagai
berikut:
Komunitas pendidikan matematika tidak mampu untuk mengabaikan penelitian
psikologis pada pemecahan masalah. Tetapi tidak juga mampu menelannya secara
utuh. Pendidik matematika, saya pikir, telah memahami perasaan mereka dengan
tepat, tetapi tidak memiliki alat metodologis yang memungkinkan untuk pertanyaan
substantif dan ketat dalam pemecahan masalah (hal.35)
Komentar Schoenfeld ini sangat relevan dalam terang psikolog penekanan relatif kecil
kognitif telah ditempatkan pada pembelajaran dan pengajaran. Studi tentang
pemecahan masalah hanya bisa membuahkan hasil dari hubungan antara psikologi
kognitif dan pendidikan matematika. Psikologi kognitif dapat berkontribusi alat untuk
menganalisis pemecahan masalah prosedur dan pengetahuan, pendidik
matematika dapat berkontribusi ribuan kasus pemecahan masalah dan pengamatan
dari kurikulum matematika ada. Psikologi kognitif dapat mencoba untuk
menyempurnakan teori umum pemecahan masalah belajar dan instruksi khusus dalam
matematika, pendidik matematika dapat mencoba untuk memperluas informasi
spesifik tentang pembelajaran tugas matematika untuk kerangka yang lebih luas dari
pemecahan masalah yang ada.
Secara khusus, para peneliti mangamati empat besar masalah dalam literatur kognitif
yang relevan dengan instruksi untuk memecahkan masalah matematika.
1. Translation Training (Pelatihan penerjemahan) --- Dalam rangka untuk mewakili
masalah, seorang siswa harus mampu menerjemahkan setiap kalimat dari masalah
menjadi representasi internal
2. Schema Training (Pelatihan skema) --- seorang siswa harus mampu menempatkan
unsur-unsur dari masalah menjadi satu kesatuan yang koheren. Penelitian terbaru
telah menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan tentang jenis masalah adalah
sumber kesulitan dalam pemecahan masalah.
3. Strategy Training (Pelatihan Strategi) --- melatih siswa untuk memecahkan
masalah.
4. Algorithm Automaticity (Algoritma otomatisitas) --- Penelitian terbaru telah
menyarankan bahwa kesalahan dalam pemecahan masalah sering dapat ditelusuri
kesalahan sistematis dalam algoritma komputasi siswa lebih jauh lagi. Penelitian
pengembangan baru-baru ini menunjukkan bahwa pengembangan strategi
pemecahan masalah yang canggih mensyaratkan bahwa algoritma sederhana
menjadi langkah awal bagi siswa untuk memecahkan masalah.
C. TRANSLATION TRAINING : PEMAHAMAN DAN SOLUSI
Tabel 1. Isu dan beberapa implikasi sebagai instruksi dalam pemecahan masalah
matematika
Isu Implikasi
Translation Training
Pemahaman dan solusi
Biarkan siswa menggambar atau
memindahkan blok untuk menjelaskan logika
mereka.
Mintalah siswa untuk mengulang logika
tersebut.
Mintalah siswa untuk mengulang kembali
logikanya ke dalam konteks lain.
Mintalah siswa untuk mendapatkan
persamaan atau inti dari masalah yang
diberikan
Schema Training
Memahami dan mengeksekusi
Mencampur jenis masalah dalam latihan.
Mintalah siswa untuk mengenali jenis
masalah.
Mintalah siswa untuk memilih informasi
yang relevan dan tidak relevan.
Mintalah siswa untuk menggambar atau
merumuskan masalah.
Strategy Training Biarkan siswa menggambarkan strategi solusi
Proses terhadap respon mereka.
Biarkan siswa membandingkan proses solusi
mereka dengan rumus yang sudah ada
seperti dalam contoh di lembar kerja siswa.
Berikan instruksi langsung berupa strategi
untuk masalah tertentu.
Algorithm Automaticity
Prosedur dibandingkan respon
Berikan latihan dalam bentuk algoritma dasar
sebelum pindah ke algoritma kompleks.
Evaluasi dan ulang kembali kinerja algoritma
jika ada kesalahan.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu kesulitan yang siswa dapat miliki
adalah kurangnya keterampilan dalam menerjemahkan kalimat dari masalah. Dalam
rangka mengembangkan keterampilan ini, usulan berikut ini ditawarkan sebagai ide
penelitian:
Siswa yang diberikan latihan dalam menggunakan logikanya (baik dalam persamaan,
gambar, program, kata, atau objetcts) akan menunjukkan peningkatan kinerja dalam
pemecahan masalah.
D. SCHEMA TRAINING : PEMAHAMAN DAN PELAKSANAAN
Bagian ini membahas ide representasi dari perspektif lain: bahwa bagian dari masalah
berasal dari terjemahan baris demi baris harus disatukan ke dalam sebuah pernyataan
masalah yang berarti. Secara khusus, para psikolog Gestalt (Wertheimer, 1959)
membuat perbedaan antara memahami masalah dan menghapal penyelesaian sebuah
masalah. Sebagai contoh, seorang siswa bisa belajar untuk menemukan luas jajaran
genjang dengan menghafal rumus, luas daerah = alas x tinggi, atau dengan melihat
bahwa segitiga pada salah satu ujung genjang bisa dipotong dan melekat pada ujung
yang lain ke dan terbentuklah bentuk persegi panjang . Pendekatan sepeti ini
melibatkan hafalan atau termasuk cara yang tidak mendidik. Pendekatan yang kedua
melibatkan penalaran secara terstruktur dan pemahaman. Perbedaan antara “paham”
dan “hafal” tidak didefinisikan secara jelas oleh Gestaltists, masalah ini masih
merupakan salah satu aspek penting dalam penelitian pemecahan masalah
matematika.
Penelitian
Membentuk gambaran yang rinci dari suatu masalah membutuhkan pemahaman lebih
dari kalimat per kalimat. Bukti mengenai proses memahami masalah berasal dari
karya Hinsley, Hayes, dan Simon (1977). Materi yang diberikan adalah serangkaian
masalah aljabar seperti yang ada di buku teks standar. Tugasnya adalah
mengelompokkan berdasarkan jenisnya. Hinsley et al menemukan bahwa siswa akan
mudah mampu menyelesaikan tugas ini dengan pemahaman tingkat tinggi mengenai
materi tersebut. Selain itu, Hinsley et al. mencatat bahwa siswa cenderung membuat
kesimpulan dari suatu masalah setelah hanya dengan membaca beberapa kata pertama
dari masalah. Dalam tindak lanjut penelitian, Hayes, Waterman, dan Robinson (1977)
dan Robinson dan Hayes (1978) menemukan siswa yang menggunakan keputusan
kategori mereka untuk membuat penilaian akurat mengenai informasi apa yang
relevan dalam masalah dan apa yang tidak. Ternyata, siswa mencoba untuk membuat
skema agar dapat merumuskan masalah setelah membaca hanya beberapa kata.
Ketika seseorang menggunakan skema yang salah, kesalahan dalam memahami
masalah pun akan terjadi. Dalam studi lain, Silver (1979) menunjukkan bahwa banyak
siswa menganggap remeh suatu masalah yang dikelompokkan untuk mengkategorikan
masalah.
Dalam penelitian terbaru (Mayer, 1982b), saya meminta siswa untuk membaca dan
kemudian mengingat delapan masalah berbentuk cerita. Siswa yang mengingat
dengan frekuensi tinggi lebih mudah daripada ingatannya frekuensi rendah. Rupanya,
ada kesalahan dimana materi berubah dari yang butuh pemahaman rendah menjadi
pemahaman tinggi. Ketika siswa kurang skema untuk representasi masalah, maka
pemahaman terhadap masalah akan mengalami kesalahan.
Implikasi dari penelitian tentang jenis masalah :
1. Kinerja pemecahan masalah akan meningkat jika siswa diberi latihan dalam
mengenali jenis masalah, misalnya, penamaan atau mengkategorikan masalah.
2. Pelatihan dalam mengenali masalah ditingkatkan ketika ada permasalahan yang
mengandung berbagai jenis masalah daripada memiliki semua masalah yang hanya
dipecahkan dengan prosedur yang sama.
3. Kinerja pemecahan masalah akan meningkat jika siswa diberi masalah yang konkrit,
berupa gambar, simbol, atau dengan kata.
4. Kinerja pemecahan masalah akan meningkat jika siswa diberi latihan untuk memilih
informasi yang relevan dan tidak relevan dalam suatu masalah.
E. STRATEGY TRAINING: PROSES VERSUS PRODUK
Sebagai contoh perbedaan antara proses dan produk. Subjek dalam penelitian ini
adalah mahasiswa Universitas Chicago yang diperlukan untuk melewati serangkaian
pemeriksaan yang komprehensif dalam berbagai mata pelajaran. Siswa dapat
mengikuti ujian setiap kali mereka merasa mereka siap, dan ujian masing-masing
terdiri dari berbagai macam masalah yang meliputi subjek. Seperti yang telah diduga,
beberapa siswa mengerjakan dengan cukup baik sementara yang lain tidak lulus
meskipun kemampuan skolastik dan studi telitinya tinggi. Para mahasiswa, yang
disebut kelompok yang mengalami perbaikan (remedial group) tampaknya memiliki
kemampuan, pengetahuan, dan motivasi untuk sukses tapi entah mengapa gagal saat
ujian. Siswa lain, yang disebut kelompok model (model group), memiliki kemampuan
skolastik yang sama dengan siswa remedial tetapi mendapat nilai yang tinggi dalam
memecahkan masalah pemeriksaan.
Berdasarkan pengamatan, Bloom dan Broder memutuskan bahwa instruksi untuk
siswa remedial tidak harus fokus pada jawaban akhir yang benar melainkan pada
pengajaran strategi pemecahan masalah bagaimana kerangka berfikir untuk
mendapatkan jawaban tersebut. Siswa dianjurkan untuk berpikir keras dalam
mendeskrisikan proses pemecahan masalah yang mereka kerjakan. Kemudian mereka
diberikan trasnkrip yang berisi prosedur tentang model pengerjaan yang digunakan
untuk masalah yang sama. Setiap siswa yang diremedial dianjurkan untuk
menganalisis dengan cara yang berbeda antara model strategi dan strategi siswa itu
sendiri (siswa remedial). Para penguji membantu untuk merangsang keaktifan dalam
diskusi. Kemudian siswa yang remedial diberikan masalah lain yang membutuhkan
teknik terbaru dalam menyelesaikannya. Melewati kursus 10-12 pelatihan, siswa yang
remedial mempelajari bagaimana membandingkan strategi pemecahan masalah
menggunakan model untuk masalah yang spesifik.
Hasil dari penelitian memotivasi siswa. Siswa yang berpartisipasi dalam pelatihan
cenderung mendapatkan 49 sampai 68 poin lebih tinggi pada saat ujian daripada siswa
yang tidak mengikuti pelatihan dan mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi
serta optimis mengenai pelajaran terbaru yang mereka dapatkan. Dengan demikian,
kontribusi utama Boder ini adalah penekanan pada proses daripada produk,
penggunaan”worked-out problem” oleh model pemecah masalah, dan menemukan
bahwa baik pengetahuan khusus dan strategi umum yang dibutuhkan untuk menjadi
pemecah masalah yang sukses dalam domain yang diberikan. Baru-baru ini, telah ada
berbagai upaya untuk mengajarkan strategi pemecahan masalah dalam domain
kuantitatif seperti matematika, teknik, dan ilmu fisika. Salah satu masalah yang paling
dikenal adalah Rubinstein's patterns of problem solving course (pola pemecahan
sumber Rubinstein kursus pemecahan masalah). Kursus ini telah diajarkan di UCLA
sejak 1969 dan menarik tahunan pendaftaran lebih dari 1000 siswa. Kursus ini
merupakan dasar dari Rubinstein’s textbook. patterns of problem solving(1975), yang
menekankan bagaimana merepresentasikan masalah dan bagaimana untuk
menghasilkan rencana solusi. Siswa didalam kelompok mendiskusikan pemecahan
masalah strategi mereka untuk berbagai masalah. Dengan demikian, seperti Bloom
dan Broder yang fokus pada proses pemecahan masalah, Rubinstein tampaknya
percaya bahwa dasar tertentu strategi pemecahan masalah dapat diajarkan.
Sayangnya, tidak mungkin untuk menilai belajar siswa, karena Reif (1980)
menunjukkan, belum ada upaya untuk secara objektif mengevaluasi kursus.
Rubinstein (1980) menawarkan testimonial mahasiswa, namun data tersebut sangat
tidak dapat diandalkan.
Schoenfeld (1979) telah melaporkan sebuah studi di mana siswa diajarkan pemecahan
masalah heuristik yang secara langsung berhubungan dengan matematika. Semua
subjek mengambil lima masalah pretest dan lima masalah posttest, terdiri dari
masalah cerita aljabar, masalah seri sum, bukti, dan sejenisnya. Semua mata pelajaran
yang diterima tertulis dan berupa instruksi tentang cara untuk memecahkan masalah
selama beberapa sesi. Di samping itu, kelompok eksperimen diberi daftar dan
deskripsi dari lima strategi, seperti menggambar diagram, berusaha membuat
perencanaan, atau mempertimbangkan masalah yang sama dengan variabel yang lebih
sedikit. Untuk materi eksperimental, semua masalah dalam sesi yang diberikan telah
dipecahkan dengan strategi yang sama, dan subjek secara eksplisit mengatakan untuk
menggunakan strategi tertentu. Kelompok kontrol menerima 20 masalah yang sama
praktek, tapi tidak ada daftar heuristik, tidak menyebutkan strategi apa yang
digunakan, dan jenis masalah apa saja yang ada dalam setiap sesi.
Baru-baru ini, psikolog kognitif telah memberikan analisis rinci matematika dan tugas
penalaran. Misalnya. Greeno (1978) mengembangkan sebuah model komputer,
PERDIX. untuk memecahkan bukti geometri. Salah satu aspek utama dari program ini
meliputi pengetahuan tentang "proposisi inferensi" seperti "sudut vertikal adalah
kongruen": jenis aturan merupakan komponen utama dalam instruksi. Masalah-
masalah ini dianalisis sebagai masalah ruang (Newell & Simon. 1972) yang berisi
semua keadaan yang mungkin bahwa masalah bisa masuk Sebuah analisis
mengungkapkan bahwa kelompok persamaan cenderung menggunakan strategi
pemisahan sementara kelompok kata cenderung menggunakan strategi mengurangi
dalam memecahkan masalah.
Dalam strategi pemisahan, pemecah masalah mencoba untuk mendapatkan semua
yang tidak diketahui dalam persamaan dan semua nomor di sisi lain. Dalam strategi
mengurangi, pemecah masalah mencoba untuk mengurangi ukuran masalah dengan
melakukan semua operasi aritmatika yang mungkin. Hasil ini menarik karena
menunjukkan konteks yang berbeda untuk menyajikan masalah mendorong pemecah
masalah untuk menggunakan strategi solusi kualitatif berbeda. Ada juga beberapa
bukti yang menggembirakan bahwa persoalan kompleks dapat dianalisis menjadi
komponen-komponen, dan komponen individu dapat diajarkan secara eksplisit.
Berdasarkan kondisi saat penelitian, proposal berikut tampaknya layak melanjutkan
studi:
1. Contoh ”worked-out” dapat digunakan untuk mengajarkan strategi pemecahan
masalah kepada siswa,
2. Instruksi langsung dan praktek dalam menggunakan strategi khusus dapat
digunakan untuk meningkatkan kinerja.
3. Siswa menggambarkan dan membandingkan secara sistematis prosedur solusi
mereka dapat meningkatkan pemecahan masalah kinerja.
Implikasi ini mengikuti dari tema umum bahwa instruksi harus fokus pada proses
serta produk.
F. ALGORITHM AUTOMATICITY : JAWABAN PENGUATAN VERSUS
MENGOTOMATISASI PROSEDUR
Algoritma komputasi tergantung pada ketersediaan untuk melatih kemampuan dalam
memecahkan masalah. Secara khusus, algoritma komputasi awal cenderung
membangun pengalaman anak dengan menghitung. Misalnya. Green dan Parkman
(1972) telah menyarankan model menghitung beberapa bagaimana anak-anak bisa
memecahkan masalah penambahan satu digit dari bentuk m + n = ________ . Tiga
dari model adalah sebagai berikut:
• Counting all --- Anggap perhitungan mulai dari 0. Tambahkan m dan n. Untuk 3 +
4, anak –anak akan menyebutkan. "1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. "
• Counting on--- Anggap bilangan pertama (m), tambahkan dengan bilangan kedua
(n). Untuk 3 + 4, anak menyebutkan "4, 5, 6, 7”.
• Choice (for counting on) ---Pilih nilai terbesar antara m dan n. Tambahkan dengan
nilai yang kecil antara m dan n. Untuk 4 + 3, anak-anak akan menyebutkan “5,6,7”
Groen dan Parkman menemukan bahwa sebagian besar siswa kelas pertama
cenderung berperilaku seperti yang diperkirakan oleh choice model. Namun. Fuson
(1982) telah mengamati bahwa anak-anak prasekolah sering menggunakan counting
all models. strategi yang lebih canggih (seperti counting all models) cenderung
mengembangkan pola pokir anak sehingga lebih mahir mengerjakan soal-soal
penjumlahan.
Groen dan Parkman (1972) menemukan beberapa bukti bahwa siswa kelas pertama
mulai bergantung pada fakta-fakta yang dikenal untuk masalah-masalah tertentu,
Misalnya, mereka berhitung sangat cepat pada "ganda" seperti "2 + 2" atau "3+ 3".
Rupanya, mereka hanya menghapal jawaban, bukan sifat penjumlahan sederhana.
Fuson (1982) menolak pendapat ini. Sebagai contoh, jika seorang siswa sudah hafal
jawaban ganda (seperti "6 + 6"). maka masalah seperti "5 + 7" dapat diubah oleh
mengambil salah satu dari 7 dan memberikannya ke 5. Jadi. Puson (1982)
menunjukkan bahwa ada kemajuan perkembangan pada dimana siswa bergerak dari
counting all ke counting on (termasuk modcl pilihan yang lebih canggih) untuk data
yang diketahui dan kemudian ke data yang diperoleh.
Woods, Resnick, dan Gwen (1975) telah memberikan contoh-contoh serupa dari
model penghitungan untuk pengurangan sederhana. Tiga model sederhana untuk
masalah pengurangan sederhana bentuk m - n = ___ adalah sebagai berikut:
1. lncrementing — berhitung dari n hingga m. Contoh 6 – 4, mulai dari 4 dan
mengucapkan “5,6” , sesuai yang disebutkan maka ulurkan 1 jari dan 2 jari.
2. Decrementing --- berhitung dari m dan mundur n kali. Contoh 6 – 4 , kamu
mulai dengan angka 6 dan sebutkan “5,4,3,2” dan ulurkan jari 1, 2, 3, dan 4 jari.
3. Choice --- gunakan model satu atau model dua tergantung pada yang
membutuhkan jumlah yang lebih rendah dari menghitung
Woods et al. menyajikan masalah pengurangan tunggal untuk siswa kelas kedua dan
keempat. Ketiga model menghasilkan prediksi yang berbeda mengenai pola waktu
respon:
1. lncrementing -penggunaan tergantung pada perbedaan m - n. Sebagai contoh, 6 -
4 memerlukan 2 langkah, sementara 6 - 2 membutuhkan 4 langkah.
2. Decrementing -penggunaan tergantung pada nilai jumlah yang lebih kecil.
Sebagai contoh, 6 - 4 memerlukan 4 langkah sementara 6 - 2 membutuhkan 2
langkah.
3. Choice – penggunaan tergantung pada yang lebih kecil, m atau n
Implikasi instruksional dari penelitian pada pengembangan algoritma meliputi
proposal berikut untuk studi lebih lanjut:
1. Siswa harus mencapai otomatisitas tingkat tinggi pada keterampilan komponen
sebelum pelatihan ekstensif pada algoritma yang lebih canggih. Misalnya,
kemahiran dalam penghitungan dan pengetahuan otomatisitas tentang data yang
diperlukan untuk efisiensi penggunaan algoritma untuk aritmatika tiga kolom.
2. Kemampuan siswa dalam perhitungan sederhana harus dianalisis dalam hal
algoritma yang sedang digunakan.
REFERENSI
Bloom, B .S., & Broder, L.J. Problem-solving processes of college sikdenhs. Chicago: University of Chicago Press. 1950.
Brown, J.S., & Burton, R.R. Diagnostic models for procedural bugs in basic mathematical skills. Cognitive Scwncel. 155—92. 1978.
California Assessment Program. Stsrdeni achievement in Califorrnia school: 1 97- 80 annual report. Sacramento: California State Departmern of Education. 1980.
Carpcner, T.P. Hueristic strategies used to solve addition and subtraction problems. In R.Karplus (Ed.), &oceedirags of she Foau’tb Inierneitonal Confrrerne for the Psychology of Masbe,n.as:cj Educaiioi. Berkeley: University of California. 1980.
Case, R. Intellectual development from birth to adulthood: A neo.Piagetiari interpretation. In R.S. Siegler (Ed.), Children’thinking. What develops? Hillsdale, NJ: Lawrence Eribaum Associates. 1978.
Fuson, K.C. An analysis of the counting-on solution procedure in addition. In T.P. Carpenter, J.M. Moser. & TA. Romberg (Eds.). Addition and sustraction: A cognitive perspective. Hillsdale, NJ: Lawrence Eribaum Associates, 1982.
Greeno. J.G. A study of problem solving. In R. Glaser (Ed.). Advances in international psychology (Vol. 1). Hillsdale, NJ: Lawrence Eribaum Associates. 1978.
Greeno, J.G. Some examples of cognitive task anaiysis with instructional implications. In RE. Snow, P. Federico. & WE. Montague (Eds.), Aptitude, learning. end instructiOn (Vol.2).Hilisciale, N): Lawrence Eribaum Associates. 1980.
Groen, ‘3 .J., & Parkman, J . M. A chronometric analysis of simple addition. Psychological Review 97, 329—43, 1972.
Hayes. J.R. The complete problem solver. Philadelphia: The Franklin institute Press, 1981.
Hayes. J.R.. Waterman. D.A., & Robinson, CS. Identifying relevant aspects of a problem text. Cognitive Science 1,297—313. 1977.Hinslcy. D.. Hayes, JR.. & Simon, H.A. From words to equations. In P. Carpenter & M. Just tEds.), Cogarsive processes in comprebensiows. Hillsdale. N): Lawrence Eribaum Associates,1977.
Holtzman. T.G., Glascr. R., & Pellegrino. J.W. Proccs trainin derived from a computer simulat ion theory. Memory and Cognition 4. 349-56. 1976.
Lester. F.K. Building bridges between psychological and mathematics education research on probl em solving. In F.K. Lester a J. Garofalo tEds.), M,tbewsasscal problem solving: hisses in research. Philadelphia: The Franklin Institute Press.
1982. Mayer. R.E. Frequency norms and structural analysis of aigebrsic story problems into families, categories, and templates. InitructiOnal Scüne 10. 135—75, 1981.
Mayer, R.E. Different problem solving strategies for algebra word and equation problems. Journal of &experimental Psychology: Learning. Memory and Cognition 8,448-62. 1982(a).
Mayer. R.E. Memory for algebra story problems. Journal of Educational Psychology 74, 199—216, 1982(b).
Mayer, R.E. Thinking, problem solving, and cognition. San Francisco: W.H. Freeman & Co., 1983.
National Council of Teachers of Msthenaatks An agenda for action: recomndation for school mathematics of the 1980’s,. Reston. VA: Author, 1980.
Newell. E.. & Simon. H.A. Human Problem solving. Englewood Cliffs. NJ: Prentice-Hall. 1972.
Paige. J.M.. & Simon. HA. Cognitive processes in solving algebra word problems. In B. Kleirimenti (Ed.). AoWs. so/nag: Rnwcb. stthoi sad theory. New York: john Wiley & Sons. 1966.
Polya. G. Mathematical discovery: On understanding, learning and teaching problem solving (Vol. 2). New York: John Wiley * Sons. 196.
Red, F. Theoretical and educational concepts with problem solving: Bridging the gaps with human cognitive engineering. in DT. Tuma & F. Red (Eds.). Problem Solving and education : Issues is teaching and research. Hillsdale. NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 1980.
Resnick. L. B., & Ford. W. The psychology of mathematics, for Instruction. Hillsdale. NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 1981.
Riley, M., Greeno. JO., & Heller, J. The development of children’s problem solving ability in arithmetic. in H.P. Ginsburg (Ed.). The development of mathematics thinking.New York: Academic Press. 1982.
Robinson. CS.. & Hayes. JR. Making inferences about relevance in understanding problems. in R. Revlin & RE. Mayer (Eds.). Hwmwa reasoasag. Washington. DC: Winston, 1978.
Rubinstein, M.F. Patters of problem solving. Englewood Cliffs. NJ: Prentice-Hall. 1975. Rubinstein, M.F. A decade of experience in reaching an interdisciplinary problem.solving course. in D.T. Turns & F. Red (Eds.), Problem solving and education ,issues in teaching and research. Hillsdale. NJ: Lawrence Eribaum Associates. 1980.
Schoenfeld, A.H. Explicitly heuristic training as a variable in problem solving performance. Journal for Research is Mathematisc Education 10. 173-87. 1979.
Siegler. R.S. The origins of scientific reasoning In R S. Siegler (Ed.).Children’s thinking: What develops? Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 1978.
Silver. E. Students perceptions of relatedness among mathematical verbal problems. Josiras/Jes Ressarcbij,Mash.ms&sF4dacas,oa 10. 191-210. 1979.
Soloway. E.. Lochbead. J., & Clement. J. Does computer programming enhance problem solving ability? Some positive evidence on algebra word problems. In R.J. Sediel. R.E. Anderson, & B. Hunter (Ed,.). Computer literacy. New York: Academic press. 1982.
Sternberg. R.J.. & Keuon. J.L Selection and implementation of strategies in reasoning by analogy. Journal of educational Psychology 74. 399-415. 1982.
Swinton. 5.5.. & Powers. D.E. A study of the effects of special preparaüon on GRE analytical scores and item types. Journal of Educational Psycology, 75. 104-15. 1983.
Thorndike. E.L. The psychology of arithmetic, New York: Macmillan. 1922. Thornton. C. A. Emphasizing thinking strategies in basic fact instruction. Journal for research in Mathematics Education 9. 214—27. 1978.