implementasi pengembangan perangkat...

78
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 205 IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Utami Murwaningsih, Erika Laras Astutiningtyas Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo E-mail: [email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian: (1) Terlaksananya pengujian teoretis perangkat pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama, (2) Melakukan penilaian ahli terhadap perangkat pembelajaran, (3) Melakukan uji terbatas keterbacaan dan simulasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tertentu, (4) Melakukan uji coba terbatas perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, dan (5) Menghasilkan perangkat pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama.Metode penelitian adalah pengembangan model 4-D (four D model) . Subjek uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2012/ 2013. Hasil penelitian: (1) Perangkat pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama telah teruji secara teoretis, (2) Perangkat pembelajaran telah dinilai ahli dengan nilai tiga atau dapat digunakan dengan sedikit revisi, (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tertentu telah diuji terbatas keterbacaan dan disimulasikan, (4) Perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian telah diuji coba terbatas,dan (5) Dihasilkan pengembangan perangkat pembelajaran pada materi Aljabar di kelas VII SMP. Kata kunci:perangkat pembelajaran, pendekatan pembelajaran matematika realistik PENDAHULUAN Salah satu ciri penting matematika adalah memiliki objek abstrak, sehingga kebanyakan siswa menganggap bahwa matematika itu sulit. Menurut Soedjadi (1999: 41), sifat abstrak tersebut merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan matematika sekolah. Namun sebagai seorang guru, harus berusaha mengurangi sifat abstrak tersebut sehingga memudahkan siswa menangkap materi yang diberikan. Sebagai guru perlu memahami cara-cara penyampaian materi pelajaran. Di samping penguasaan materi, cara menyajikan atau menyampaikan materi matematika merupakan syarat mutlak yang harus dikuasai seorang guru matematika. Standar proses pembelajaran yang ditetapkan pemerintah melalui Permendiknas No. 41 tahun 2007 yaitu, mendorong siswa dan guru melakukan aktivitas eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kenyataan yang ada di SMP Negeri 2 Sukoharjo, pembelajaran matematika masih menggunakan pembelajaran secara konvensional, yaitu pembelajaran yang dimulai dari definisi atau teorema, contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal penerapan dalam masalah yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan pembelajaran berpusat pada guru (guru aktif dan siswa pasif). Guru aktif menyampaikan informasi dan siswa pasif menerima. Kesempatan bagi siswa untuk melakukan refleksi dan negosiasi melalui interaksi antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru kurang dikembangkan. Pembelajaran tersebut tidak memberi kedempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan menemukan berbagai alternatif

Upload: nguyennhu

Post on 03-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 205

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

MATEMATIKA REALISTIK DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Utami Murwaningsih, Erika Laras Astutiningtyas

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP

Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian: (1) Terlaksananya pengujian teoretis perangkat pembelajaran dengan

pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama, (2) Melakukan

penilaian ahli terhadap perangkat pembelajaran, (3) Melakukan uji terbatas keterbacaan dan

simulasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tertentu, (4) Melakukan uji coba terbatas perangkat

pembelajaran dan instrumen penelitian, dan (5) Menghasilkan perangkat pembelajaran di Sekolah

Menengah Pertama.Metode penelitian adalah pengembangan model 4-D (four D model) . Subjek

uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo tahun

pelajaran 2012/ 2013. Hasil penelitian: (1) Perangkat pembelajaran dengan pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama telah teruji secara teoretis, (2)

Perangkat pembelajaran telah dinilai ahli dengan nilai tiga atau dapat digunakan dengan sedikit

revisi, (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tertentu telah diuji terbatas keterbacaan dan

disimulasikan, (4) Perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian telah diuji coba terbatas,dan

(5) Dihasilkan pengembangan perangkat pembelajaran pada materi Aljabar di kelas VII SMP.

Kata kunci:perangkat pembelajaran, pendekatan pembelajaran matematika realistik

PENDAHULUAN

Salah satu ciri penting matematika adalah memiliki objek abstrak, sehingga kebanyakan

siswa menganggap bahwa matematika itu sulit. Menurut Soedjadi (1999: 41), sifat abstrak

tersebut merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan matematika sekolah.

Namun sebagai seorang guru, harus berusaha mengurangi sifat abstrak tersebut sehingga

memudahkan siswa menangkap materi yang diberikan. Sebagai guru perlu memahami cara-cara

penyampaian materi pelajaran. Di samping penguasaan materi, cara menyajikan atau

menyampaikan materi matematika merupakan syarat mutlak yang harus dikuasai seorang guru

matematika. Standar proses pembelajaran yang ditetapkan pemerintah melalui Permendiknas No.

41 tahun 2007 yaitu, mendorong siswa dan guru melakukan aktivitas eksplorasi, elaborasi, dan

konfirmasi.

Kenyataan yang ada di SMP Negeri 2 Sukoharjo, pembelajaran matematika masih

menggunakan pembelajaran secara konvensional, yaitu pembelajaran yang dimulai dari definisi

atau teorema, contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal penerapan dalam masalah yang

menyangkut kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan pembelajaran berpusat pada guru (guru aktif

dan siswa pasif). Guru aktif menyampaikan informasi dan siswa pasif menerima. Kesempatan

bagi siswa untuk melakukan refleksi dan negosiasi melalui interaksi antara siswa dengan siswa,

dan siswa dengan guru kurang dikembangkan. Pembelajaran tersebut tidak memberi kedempatan

kepada siswa untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan menemukan berbagai alternatif

Page 2: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

206 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

pemecahan masalah. Pada akhirnya siswa menghafalkan saja semua rumus atau konsep tanpa

memahami maknanya dan tidak mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang

menggunakan masalah-masalah kontekstual (contextual problems) sebagai langkah awal dalam

proses pembelajaran. Siswa diminta mengorganisasikan dan mengidentifikasikan aspek-aspek

matematika yang terdapat pada masalah tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mendeskripsikan,

menyederhanakan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual tersebut menurut

cara mereka sendiri baik secara individu maupun kelompok, berdasarkan pengalaman atau

pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Kemudian dengan atau tanpa bantuan guru, para

siswa diharapkan dapat menggunakan masalah kontekstual tersebut sebagai sumber munculnya

konsep atau pengertian-pengertian matematika yang meningkat abstrak (Soedjadi, 2001:3).

Menurut Marpaung (2001: 4 – 5), PMR ini memiliki prospek lebih berhasil untuk

diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lainnya, seperti pendekatan

strukturalistik, empiristik dan mekanistik. Karena pendekatan strukturalistik, bagi siswa terlalu

abstrak, sehingga sangat sedikit siswa yang mampu memahami struktur itu. Pendekatan

empiristik, lebih mudah diterima siswa, tetapi kurang berarti dalam kemampuan matematis, sebab

kurang memuat komponen matematika vertikal. Pendekatan mekanistik boleh dikatakan tidak ada

maknanya dilihat dari sudut matematika, karena kurang menanamkan pengertian. Sedangkan

PMR bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai

fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya, artinya mereka bebas

mengkomunikasikan ide-idenya. Guru membantu membandingkan ide-ide dan membimbing

untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik. Sehingga, dalam PMR

pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan

contoh-contoh, seperti yang selama ini dilaksanakan di berbagai sekolah. Namun sifat-sifat,

definisi dan teorema itu diharapkan seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa melalui

penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran. PMR mendorong

siswa untuk aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang

diperolehnya.

De Lange (1987: 72), mengatakan bahwa proses tersebut merupakan proses “conceptual

mathematizing” atau matematisasi konseptual, yang dapat digambarkan seperti pada Gambar 1

berikut.

Gambar 1Matematisasi Konseptual (Conceptual Mathematizing)

(a)

(b) (c)

(d) Real World

Mathematizing and Reflection Mathematizing in Aplication

Abtraction and Formalization

Page 3: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 207

Berdasar uraian di atas, pembelajaran matematika perlu diarahkan pada aktivitas-aktivitas

yang mendorong siswa untuk belajar secara aktif baik mental, fisik maupun sosial. Salah satu

upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mengaitkan konsep-konsep matematika dengan

pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pendekatan pembelajaran yang

berorientasi pada pembelajaran siswa aktif dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-

hari adalah pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

Penelitian pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik yang telah dilaksanakan peneliti pada tahun pertama, telah menghasilkan:

(1) Penetapan dan pendefinisian segala sesuatu yang diperlukan dalam pembelajaran, dengan

menganalisis tujuan dan batasan materi pelajaran; (2) Perancangan perangkat pembelajaran

sehingga diperoleh prototipe perangkat pembelajaran contoh yang meliputi (a) penyusunan tes

beracuan patokan, (b) pemilihan media, (c) pemilihan format dan (d) perancangan awal bahan ajar

matematika dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik yang meliputi: (1) Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran, (2) Buku Siswa, (3) Lembar Kerja Siswa, (4) Buku Petunjuk Guru dan

(5) Perangkat Tes Hasil Belajar Siswa, pada materi Aljabar di kelas VII SMP.

Peneliti perlu melanjutkan penelitian tahun kedua yang akan melakukan uji terbatas

terhadap perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan pada tahun pertama. Penelitian tahun

kedua ini didasarkan atas dua pertimbangan. Pertimbangan pertama, bahwa pengembangan

perangkat pembelajaran yang dilakukan pada tahun pertama belum dilakukan expert judgement

yang menilai kualitas perangkat pembelajaran yang telah dihasilkan, sehingga ada perbaikan

sebelum diuji cobakan. Pertimbangan kedua, bahwa pengembangan perangkat pembelajaran yang

dilakukan pada tahun pertama baru pada tahap pendefinisian dan perancangan perangkat

pembelajaran, belum di uji cobakan, sehingga perlu penelitian tahun kedua yaitu tahap

pengembangan.

Berdasar latar belakang masalah, dirumuskan tujuan khusus penelitian tahun kedua sebagai

berikut: (1) Terlaksana pengujian teoretis perangkat pembelajaran dengan pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama, (2) melakukan penilaian ahli

terhadap perangkat pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di

Sekolah Menengah Pertama, (3) melakukan uji terbatas keterbacaan dan simulasi Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran tertentu, (4) melakukan uji coba terbatas perangkat pembelajaran dan

instrumen penelitian, dan (5) menghasilkan perangkat pembelajaran dengan pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama.

METODE PENELITIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini tergolong penelitian pengembangan,

yaitu pengembangan perangkat pembelajaran matematika realistik, meliputi: (1) Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran, (2) Buku Siswa, (3) Lembar Kerja Siswa, (4) Buku Petunjuk Guru dan

Page 4: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

208 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

(5) Perangkat Tes Hasil Belajar Siswa, pada materi Aljabar di kelas VII SMP. Bersamaan

denganitu dikembangkan pula instrumen penelitian berupa: (1) Lembar Penilaian Validator

Terhadap Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian, (2) Lembar Observasi Kemampuan

Guru Mengelola Pembelajaran,(3) Lembar Observasi Aktivitas Siswa Selama Mengikuti Proses

Pembelajaran,(4)Lembar Angket Respon Guru Terhadap Perangkat dan Pelaksanaan

Pembelajaran dan (5) Lembar Angket Respon Siswa Terhadap Perangkat dan Pelaksanaan

Pembelajaran.

Model pengembangan yang digunakan adalah dengan memodifikasi model 4-D (Four D

model) dari Thiagarajan, Semmel dan Semmel (1974: 5-9). Prosedur pengembangan perangkat

pembelajaran terdiri dari tiga tahap, yaitu:a) pendefinisian (define),b) perancangan (design), c)

pengembangan (develop), dan (d) penyebaran (desseminate), sebagaimana terlihat pada Gambar 2

berikut.

Keterangan: : garis pelaksanaan

: garis siklus yang mungkin dilaksanakan

: garis hasil kegiatan

: kegiatan

: hasil kegiatan

Tahun II : (draf IV/ draf I yang telah direvisi) perangkat pembelajaran dengan pendekatan

pembelajaran matematika realistik di Sekolah Menengah Pertama yang telah di uji

coba terbatas

Gambar 2. Modifikasi Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran dari Model 4-D (Four D

Model)

Pen

gem

ba

nga

n (

dev

elo

p)

Ta

hu

n I

I

Validasi Ahli

Revisi

Uji Terbatas Keterbacaan

& Simulasi RPP Tertentu

Revisi

Uji Coba Terbatas Perangkat

Pembelajaran

Analisis

Analisis

Revisi

Draft I

Draft II

Draft III

Draft IV

Analisis

Hasil Penilaian, ko-

reksi dan saran per-

baikan dari Ahli

Data hasil Uji Terbatas Keter-

bacaan & Simulasi RPP Tertentu

Data hasil Uji Coba Terbatas

Perangkat Pembelajaran

Page 5: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 209

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semua perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang telah disusun dalam bentuk

draft I (hasil penelitian tahun I), selanjutnya dilakukan penilaian oleh ahli (validator). Hasil

validasi yang sudah dilakukan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel1 Daftar Nama Validator Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian

No Nama Validator Pekerjaan Keterangan

1. Dr. Herry Agus

Susanto, M.Pd.

Dosen Pend. Matematika

Univet Bantara Sukoharjo

Validator Perangkat Pembela-jaran

dan Instrumen Penelitian

2.

Joko Sungkono,

S.Si.M.Sc.

Dosen Pend. Matematika

Universitas Widya Dharma

Validator Perangkat Pembela-jaran

dan Instrumen Penelitian

3.

Dra. Dewi

Susilowati, M.Pd.

Dosen Pend. Matematika

Univet Bantara Sukoharjo

Validator Perangkat Pembela-jaran

dan Instrumen Penelitian

4.

Sri Hutomo,

S.Pd.M.Pd.

Guru Matematika Kelas VIII

SMP Negeri 2 Sukoharjo

Validator Perangkat Pembela-jaran

dan Instrumen Tes Hasil Belajar

5.

Sumaryani, S.Pd.

Guru Matematika Kelas IX

SMP Negeri 2 Sukoharjo

Validator Perangkat Pembela-jaran

dan Instrumen Tes Hasil Belajar

6. Dwi Agus Sri

Kuncoro, S.Pd.

Guru Matematika Kelas VII

SMP Negeri 2 Sukoharjo

Validator Perangkat Pembela-jaran

dan Instrumen Tes Hasil Belajar

7.

Kenang Tri

Hatmo, S.

Pd.M.Pd.

Guru Bahasa Indonesia Kelas

IX SMP Negeri 2 Sukoharjo

Validator Khusus Bahasa pada

Perangkat Pembelajaran dan

Instrumen Penelitian

Tabel 2 Hasil Penilaian Umum Validator terhadap Perangkat Pembelajaran

No Perangkat Yang Dinilai

Banyak Validator

Memberi Nilai

1 2 3 4

1. Buku Siswa (BS) 0 0 5 1

2. Lembar Kerja Siswa (LKS) 0 0 0 6

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 0 0 6 0

4. Buku Petunjuk Guru (BPG) 0 0 3 3

5. Perangkat Tes Hasil Belajar Siswa (Kisi-kisi, Lembaran

Soal, Alternatif Jawaban dan Pedoman Pemberian Skor)

0 0 6 0

Keterangan nilai:

1 : Sangat tidak baik, sehingga belum dapat dipakai, masih memerlukan konsultasi

2 : Tidak baik, tetapi dapat dipakai dengan banyak revisi

3 : Baik, sehingga dapat dipakai tetapi dengan sedikit revisi

4 : Sangat baik, sehingga dapat dipakai tanpa revisi

Page 6: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

210 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Tabel 3Hasil Penilaian Umum Validator terhadap Instrumen Penelitian

No Instrumen Yang Dinilai

Banyak Validator

Memberi Nilai

1 2 3 4

1. Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelola

Pembelajaran

0 0 5 1

2. Lembar Observasi Aktivitas Siswa 0 0 4 2

3. Lembar Angket Respon Guru Terhadap Perangkat dan

Pelaksanaan Pembelajaran

0 0 2 4

4. Lembar Angket Respon Siswa Terhadap Perangkat

dan Pelaksanaan Pembelajaran

0 0 2 4

5. Lembar Penilaian Validator Terhadap Perangkat dan

Instrumen Penelitian

0 0 1 5

Keterangan nilai:

1:Sangat tidak baik, sehingga belum dapat dipakai, masih memerlukan konsultasi

2:Tidak baik, tetapi dapat dipakai dengan banyak revisi

3:Baik, sehingga dapat dipakai tetapi dengan sedikit revisi

4:Sangat baik, sehingga dapat dipakai tanpa revisi

Pada umumnya para validator memberikan catatan dan saran perbaikan RPP ini pada

komponen: (a) alokasi waktu, (b) apersepsi dan motivasi, (c) pengkodean SK, KD, dan indikator

(d) perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, dan (e) beberapa kesalahan penulisan/ejaan. Namun

demikian revisi terhadap RPP pada tahap ini hanya peneliti lakukan terhadap: apersepsi dan

motivasi, pengkodean SK, KD, dan indikator dan kesalahan penulisan/ejaan. Untuk revisi

terhadap alokasi waktu dan perkiraan waktu akan peneliti lakukan setelah pelaksanaan uji

keterbacaan dan simulasi RPP tertentu.

Saran perbaikan Buku Siswa ini pada komponen: (a) Penomoran (b) Beberapa kesalahan

hitung dan (c) kesalahan penulisan/ejaan. Secara umum LKS dinilai baik dan sangat baik oleh

validator, sehingga bisa digunakan tanpa revisi. Validator menilai penampilan LKS menarik,

mudah dipahami, dan telah sesuai dengan langkah-langkah pendekatan pembelajaran matematika

realistik. Tetapi ada sedikit revisi di penulisan tanda seru (!) pada perintah soal. Sesuai saran

validator, tanda seru (!) tersebut dihilangkan, sehingga tidak rancu antara tanda seru atau simbol

faktorial (!) yang ada di matematika. Pada LKS ini sebagian besar soal untuk kegiatan siswa telah

diberikan petunjuk yang sangat detail, hal ini membuat siswa malas dalam berpikir dan cenderung

membatasi kreativitasnya. Sebaiknya proporsi soal yang diberi petunjuk langkah demi langkah

dikurangi, sedangkan soal yang tanpa ditertai petunjuk langkah-langkah pengerjaan ditambah. Hal

ini akan menuntut siswa berpikir secara kritis.

Koreksi, saran dan masukan para validator terhadap buku petunjuk guru umumnya berupa:

(a) pencantuman alokasi waktu dan tujuan, dan (b) materi dan perintah soal diperjelas. Saran

Page 7: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 211

validator terhadap perangkat tes hasil belajar umumnya berupa: (a) kesesuaian penulisan butir

soal dengan indikatornya, (b) pengurutan soal, dan (c) koreksi terhadap kesalahan penulisan pada

beberapa soal, alternatif jawaban dan pedoman pemberian skor

Revisi terhadap instrumen penelitian pada tahap ini hanya peneliti lakukan dengan

membetulkan beberapa kesalahan penulisan/ pengetikan/ ejaan pada beberapa instrumen

penelitian sesuai dengan koreksi, saran dan masukan dari beberapa validator.

Setelah semua perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian draft I tersebut direvisi

menjadi dratf II, selanjutnya dilakukan uji keterbacaan dan simulasi RPP tertentu. Tujuan

kegiatan uji keterbacaan dan simulasi RPP tertentu ini adalah untuk memperoleh masukan apakah

semua perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian dapat jelas dibaca dan dipahami serta

dapat dilaksanakan di lapangan. Idealnya semua RPP dapat diujicobakan pada kegiatan ini.

Namun karena keterbatasan waktu, sehingga hanya dua RPP, yaitu RPP I dan RP II yang sempat

diujicobakan. Kegiatan ini telah dilaksanakan selama tiga hari dengan jadwal kegiatan

sebagaimana tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4 Jadwal Kegiatan Uji Keterbacaan dan Simulasi RPP Tertentu

No. Hari/Tanggal Jam Jenis Kegiatan Keterangan

1.

2.

3.

Selasa,

12 Maret

2013

Sabtu,

16 Maret

2013

Senin,

18 Maret

2013.

09.15-

10.35

07.30-

09.45

09.45-

11.15

Uji keterbacaan

Simulasi RPP I

Simulasi RPP II

a. Semua siswa yang menjadi subjek

uji keterbacaan diminta membaca

semua kalimat yang terdapat pada:

Buku Siswa, LKS, Lembar Soal Tes

dan Lembar Angket Respon Siswa,

kemudian menanyakan kalimat-

kalimat yang kurang dipahami.

b. Calon pengamat dan guru mitra

diminta membaca semua kalimat

pada perangkat pembelajaran dan

instrumen penelitian, kemudian

menanyakan kalimat-kalimat yang

kurang mereka pahami.

Selama pelaksanaan simulasi pe-neliti

bertindak sebagai guru (pengajar),

calon guru mitra dan calon pengamat

mengamati dan mengecek kesesuaian

perkiraan waktu yang tercantum pada

RPP dan LKS dengan pelaksanaan

simulasi.

Page 8: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

212 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Berdasarkan paparan hasil uji keterbacaan di atas, maka peneliti memutuskan untuk tidak

melakukan revisi terhadap semua perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian draft II, tetapi

langsung menggunakannya pada kegiatan simulasi RPP tertentu pada hari berikutnya.

Semua data hasil pelaksanaan simulasi RPP I dan RPP II tersebut peneliti gunakan sebagai

bahan diskusi dengan calon pengamat dan guru mitra untuk merevisi perangkat pembelajaran dan

instrumen penelitian draft II menjadi draft III. Dari hasil diskusi itu diperoleh masukan (data)

sebagai berikut. (1) Berdasarkan jadwal pelajaran yang berlaku di sekolah itu (SMP Negeri 2

Sukoharjo) dan juga di beberapa SMP di Sukoharjo, mata pelajaran matematika untuk satu kali

tatap muka adalah dua jam pelajaran (2 x 40 menit). (2) Berdasarkan program semester dan

kebiasaan guru mitra dan calon pengamat bahwa materi itu diajarkan dengan alokasi waktu 15

jam pelajaran dan untuk setiap KD diajarkan selama tiga jam pelajaran.

Berdasarkan paparan data hasil uji keterbacaan dan simulasi RPP I, RPP II serta hasil

diskusi dengan calon pengamat dan guru mitra di atas, peneliti memutuskan untuk melakukan

revisi terhadap semua perkiraan waktu untuk beberapa kegiatan pada semua RPP, perkiraan

waktu pada semua LKS, Buku Siswa halaman 2, Revisi terhadap instrumen Lembar Observasi

Aktivitas Siswa.

Uji coba perangkat pembelajaran di lapangan bertujuan untuk memperoleh data atau

masukan dari guru, siswa dan para pengamat (observer) terhadap semua perangkat pembelajaran

serta untuk mengetahui reliabelitas instrumen lembar observasi, sebagai dasar untuk melakukan

revisi (penyempurnaan) draft III menjadi draft IV (draft final). Berikut ini dipaparkan secara

singkat pelaksanaan dan hasil uji coba perangkat pembelajaran dan hasil analisisnya masing-

masing serta revisi perangkat pembelajaran berdasarkan hasil uji coba di lapangan dengan jadwal

kegiatan sebagaimana tercantum pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Jadwal Kegiatan Uji Coba Perangkat Pembelajaran

No. Hari/Tanggal Jam Jenis Kegiatan Jml Siswa

Hadir

1.

2.

3.

Selasa, 19 Maret 2013

Senin, 8 April 2013

Selasa, 9 April 2013

07.00-08.20

07.40-09.00

08.20-09.40

Uji Coba Perangkat I

(Himpunan)

Postes LTHB Himpunan

36siswa

36 siswa

36 siswa

4.

5.

6.

Selasa, 9 April 2013

Rabu, 10 April 2013

Selasa, 23 April 2013

09.55-11.25

07.00-08.20

08.20-09.40

Uji Coba Perangkat II

(Perbandingan)

Postes LTHB

Perbandingan

36siswa

36 siswa

36 siswa

7.

8.

9.

Selasa, 30 April 2013

Selasa, 7 Mei 2013

Selasa, 4 Mei 2013

07.00-08.20

07.00-08.20

07.00-08.20

Uji Coba Perangkat III

(Aritmatika Sosial)

Postes LTHB Aritmatika

Sosial

36siswa

36 siswa

36 siswa

Page 9: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 213

Siswa yang menjadi subjek uji coba perangkat ini adalah siswa kelas VII G SMP Negeri 2

Sukoharjo, sebanyak 36 siswa dengan kemampuan akademik yang beragam, ada siswa yang

berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Sebagai guru mitra dan pengamat pada kegiatan ini

dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Nama Guru Mitra dan Pengamat pada Kegiatan Uji Coba Perangkat Pembelajaran

No. Nama Pekerjaan Pendidikan

Terakhir Sebagai

1. Dwi Agus Sri

Kuncoro,

S.Pd.

Guru Matematika Kelas

VII SMP Negeri 2

Sukoharjo

S1 Pendidikan

Matematika

Guru Mitra

2. Sumaryani,

S.Pd.

Guru Matematika Kelas

IX SMP Negeri 2

Sukoharjo

S1 Pend.

Matematika

Peneliti/Pengamat

kemampuan guru

3. Januar Budi

Asmari, S.Pd.

Dosen Pendidikan

Matematika Univet

Bantara Sukoharjo

Mhs. S2 Pend.

Matematika PPs

UNS

Pengamat

kemampuan guru

Rancangan yang akan digunakan dalam uji coba perangkat pembelajaran adalah two-group

design. Sampel pertama sebagai kelas eksperimen yang dikenai perangkat pembelajaran dengan

pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik,yaitu kelas VII G, sedangkan sampel kedua

sebagai kelas kontrol yang menggunakan perangkat pembelajaran konvensional, yaitu kelas VII

H. Sebelum dikenai perlakuan, dilakukan uji keseimbangan dengan rumus t-test independent.

Setelah diketahui data tersebut homogenitas dan normal, maka langkah selanjutnya adalah

menghitung data dengan rumus t-test sebagaimana hasil pada Tabel 7.

Berdasarkan tabel 7, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan rerata yang signifikan

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada materi aritmatika sosial. Rerata untuk kelas

eksperimen adalah 78,056 sedangkan rerata kelas kontrol adalah 68,778, sehingga prestasi belajar

matematika siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada prestasi belajar siswa pada kelas

kontol. Dengan kata lain, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai pembelajaran dengan

pendekatan matematika realistik lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang

dikenai pembelajaran konvensional bagi siswa kelas VII SMP Negeri 02 Sukoharjo pada materi

aritmatika sosial. Demikian juga untuk materi Perbandingan dan Himpunan.

.

Page 10: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

214 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Tabel 7 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan PembelajaranMatematika

Realistik terhadap Prestasi Belajar

N

o

Materi Normalitas Homogenitas t-test Keputusa

n

1. Aritmatika

Sosial

a. Eksperimen

b. Kontrol

L= 0,126<

0,148

L= 0,136<

0,148

𝝌𝟐= 1,845 <

3,841

t =3,105 >

1,987

Ho

ditolak

2. Perbandingan

a. Eksperimen

b. Kontrol

L= 0,126<

0,148

L= 0,136<

0,148

𝝌𝟐= 1,845 <

3,841

t =6,247 >

1,987

Ho

ditolak

3. Himpunan

a. Eksperimen

b. Kontrol

L= 0,126<

0,148

L= 0,136<

0,148

𝝌𝟐= 1,845 <

3,841

t =2,045 >

1,987

Ho

ditolak

Tabel 8 Hasil Analisis Reliabilitas Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelola

Pembelajaran

Pertemuan (RP) I II III Rata-rata

Frekuensi kecocokan (A) dan A D A D A D A D

ketidakcocokan (D) 15 3 14 4 15 3 14,67 3,33

Percentace of agreement

(R) 83,33 % 77,78 % 83,33 % 81,48 %

Reliabilitas Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Tabel 9 Hasil Analisis Reliabilitas Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Pertemuan (RPP) I II III Rata-rata

Frekuensi kecocokan (A) dan A D A D A D A D

ketidakcocokan (D) 158 4 159 3 157 4 158 3,7

Percentace of agreement (R) 97,53 % 98,15 % 96,91 % 97,53 %

Reliabilitas Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Page 11: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 215

Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 diperoleh informasi bahwa percentasce of agreement(R)

lembar observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran maupun lembar observasi aktivitas

siswa, baik untuk setiap pertemuan maupun secara keseluruhan 75 %, berarti lembar observasi

kemampuan guru mengelola pembelajaran dan lembar observasi aktivitas siswa ini reliabel

(Grinnel, 1998:160), sehingga dapat digunakan sebagai instrumen lembar observasi draft IV (draft

final) tanpa revisi. Hal itu berarti pula bahwa data kemampuan guru mengelola pembelajaran dan

data aktivitas siswa yang dikumpulkan menggunakan kedua lembar observasi dalam pelaksanaan

uji coba perangkat pembelajaran ini valid.

Revisi perangkat pembelajaran selain perangkat tes hasil belajar siswa dari draft III menjadi

draft IV didasarkan atas hasil analisis efektivitas pembelajaran dengan menggunakan lima

indikator, yaitu: (a) kemampuan guru mengelola pembelajaran, (b) aktivitas siswa, (c) respon

guru, (d) respon dan minat siswa dan (e) kesesuaian antara perkiraan waktu perencanaan dengan

pelaksanaan di kelas, maka berikut ini dipaparkan kelima data hasil uji coba perangkat

pembelajaran beserta hasil analisisnya masing-masing.

Hasil penilaian kemampuan guru mengelola pembelajaran untuk setiap pertemuan, tampak

bahwa pada pertemuan pertama dan kedua beberapa kemampuan guru baru mencapai cukup baik,

yaitu kemampuan guru dalam hal: (1) memotivasi siswa/mengkomunasikan tujuan pembelajaran,

(2) menghubungkan pelajaran saat itu dengan sebelumnya, (3) menginformasikan langkah-

langkah pembelajaran/membahas PR, (4) menjelaskan soal/masalah kontekstual, (5) mengarahkan

siswa untuk menemukan jawaban dan cara menjawab soal, (6) mengoptimalkan interaksi siswa

dalam bekerja, (7) memimpin diskusi kelas/menguasi kelas, (8) mengarahkan siswa untuk

menemukan sendiri dan menarik kesimpulan, (9) mengarahkan siswa untuk

membuat/menegaskan rangkuman materi pelajaran dan (10) kemampuan mengelola waktu.

Namun demikian pada pertemuan berikutnya terdapat peningkatan menuju baik, bahkan sangat

baik. Hal itu wajar mengingat pembelajaran itu masih relatif baru bagi guru mitra maupun bagi

siswa. Sedangkan bila ditinjau secara keseluruhan rata-rata kemampuan guru mengelola

pembelajaran matematika realistik dan antusias siswa adalah baik, kecuali kemampuan dalam hal

menginformasikan langkah-langkah pembelajaran/membahas PR, memimpin diskusi kelas/

menguasi kelas, dan mengelola waktu baru mencapai cukup. Berarti dari 17 komponen yang

dinilai 14 komponen (82,35%) baik dan tiga komponen (17,65%) cukup.

Pembelajaran ini efektif ditinjau dari kemampuan guru mengelola pembelajaran. Namun

demikian beberapa kegiatan yang masih kurang baik atau cukup itu akan dipertimbangkan untuk

merevisi perangkat pembelajaran yang dikembangkan, yaitu dengan memperjelas beberapa

kegiatan pada RPP, khususnya pada beberapa kegiatan yang masih kurang baik atau cukup baik

dilakukan guru tersebut.

Hasil pengamatan aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran ditinjau dari

aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran secara keseluruhan dan untuk setiap

Page 12: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

216 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

pertemuan dapat dipaparkan sebagai berikut. (1) Pada pertemuan I, semua aktivitas siswa berada

pada batas toleransi waktu ideal yang ditentukan. Pada pertemuan II dan IV terdapat satu aktivitas

yang berada di bawah batas toleransi waktu ideal dan dua jenis aktivitas yang berada di atas batas

toleransi waktu ideal yang ditetapkan. (2) Aktivitas yang kurang dari batas toleransi waktu ideal

adalah mendengarkan/ memperhatikan guru dengan aktif, yaitu: 10,88 % (pertemuan II) dan 11,19

% (pertemuan IV) dengan batas toleransi waktu ideal 15 % - 25 %. (3) Aktivitas yang melebihi

batas toleransi waktu ideal adalah membandingkan jawaban/ berdiskusi dalam kelompok belajar.

Aktivitas membandingkan jawaban/ berdiskusi dalam kelompok belajar ini sebesar 15,2%

(pertemuan II), 13,96% (pertemuan III) dan 12,11% (pertemuan IV) dengan batas toleransi waktu

ideal 2 % - 12%. Berdasarkan paparan di atas, maka pembelajaran ini efektif ditinjau dari aktivitas

siswa. Namun demikian tiga jenis aktivitas mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru dan

membandingkan jawaban/ berdiskusi dalam kelompok belajar perlu digunakan sebagai

pertimbangan untuk melakukan revisi terhadap RPP dan LKS. Revisi tersebut adalah dengan

mengurangi beban pertanyaan pada LKS/ Buku Siswa dan merubah perkiraan waktu beberapa

kegiatan pada RPP.

Angket respon guru terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran diberikan kepada

tiga orang guru matematika masing-masing satu orang guru kelas VII, kelas VIII dan kelas IX di

SMP Negeri 2 Sukoharjo. Hasil angket menunjukkan bahwa semua guru memberikan respon

yang positif atau sangat positif, terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran matematika

realistik pada materi Aljabar ini. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, berarti pembelajaran ini

efektif, ditinjau dari respon guru.

Hasil angket respon siswa terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran menunjukkan

bahwa dari 24 komponen perangkat dan pelaksanaan pembelajaran sebanyak 22 komponen (91,67

%) direspon positif oleh lebih dari 60 % siswa dan dua komponen (8,33 %) direspon positif oleh

kurang dari 60 %. Sehingga berdasarkan kriteria yang ditentukan di bab IV, menunjukkan bahwa

pembelajaran tersebut efektif ditinjau dari respon siswa. Komponen yang direspon positif oleh

kurang dari 60 % siswa adalah suasana pembelajaran. Dalam hal itu justru mayoritas siswa, yakni

59,46 % menyatakan tidak senang dan hanya 40,54 % siswa yang menyatakan senang. Di

samping itu siswa yang menyatakan suasana pembelajaran itu baru hanya 54,05 % dan yang

menyatakan tidak baru 45,95%. Hal yang menyebabkan banyak siswa menyatakan tidak senang

dengan suasana pembelajaran itu mungkin disebabkan dalam PMR ini dituntut siswa lebih aktif

dalam belajar sejak awal pembelajaran dan guru tidak banyak memberi cara menyelesaikan

masalah. Suasana pembelajaran seperti itu sangat berbeda dari kebiasaan mereka yang banyak

pasif sebagai pendengar dan selalu dijelaskan serta diberi contoh pembahasan soal. Atau karena

biasanya kebanyakan siswa kurang suka bila disuruh maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal

atau mempresentasikan jawaban, sedangkan dalam PMR kegiatan ini merupakan kegitan inti

pembelajaran. Sedangkan hal yang menyebabkan banyak siswa menyatakan bahwa suasana

Page 13: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 217

pembelajaran di kelas itu tidak baru, kemungkinannya adalah karena PMR ini masih relatif baru

bagi guru mitra, sehingga masih agak sulit untuk menciptakan suasana pembelajaran yang benar-

benar sesuai dengan tuntutan PMR yang tampak jelas berbeda dari biasanya.

Berdasarkan pengamatan selama uji coba perangkat pembelajaran tentang kesesuian antara

perkiraan waktu pada RPP dan LKS dengan pelaksanaan di lapangan, ternyata terdapat perkiraan

waktu pada RPP yang masih kurang tepat dengan pelaksanaan dan terdapat satu kegiatan pada

RPP yang sulit dilaksanakan. Beberapa kegiatan yang kurang tepat antara perkiraan waktu pada

RPP dengan pelaksanaan antara lain kegiatan: (1) memotivasi siswa, (2) mengingatkan materi

prasyarat, (3) menyelesaikan masalah dan (4) membandingkan jawaban masing-masing kegiatan

terdapat selisih antara dua sampai tiga menit. Sedangkan satu kegiatan yang sulit dilaksanakan di

lapangan adalah penilaian proses, meskipun hanya dilakukan secara tidak formal. Hal itu

mengingat terlalu banyaknya siswa di kelas dan guru lebih memfokuskan pemberian bimbingan

terbatas secara individual pada saat siswa mengerjakan LKS dan soal latihan.

Berdasarkan analisis deskreptif terhadap: (1) kemampuan guru mengelola pembelajaran, (2)

aktivitas siswa, (3) respon guru, (4) respon dan minat siswa dan (5) kesesuaian antara perkiraan

waktu perencanaan dengan pelaksanaan di kelas menunjukkan bahwa pembelajaran selama uji

coba di kelas VIIG SMP Negeri 2 Sukoharjo menggunakan perangkat PMR pada materi Aljabar

efektif. RPP, Buku Siswa, LKS dan Buku Petunjuk Guru draft III baik atau valid, meskipun untuk

menjadikannya sebagai draft IV (draft final) masih diperlukan beberapa revisi.

Beberapa revisi tersebut secara garis besar dilakukan dengan: (1) Menyesuaikan perkiraan

waktu beberapa kegiatan pada RPP dengan pelaksanaan di lapangan, (2) Memperjelas beberapa

kegiatan pada RPP, (3) Menyesuaikan halaman buku siswa, petunjuk dan alternatif jawaban pada

Buku Petunjuk Guru, dengan revisi pada Buku Siswa dan LKS serta dengan menambahkan

alternatif penyelesaian yang dilakukan siswa di lapangan. Revisi perangkat tes hasil belajar siswa

dari draft III menjadi draft IV (draft final) dalam penelitian ini adalah didasarkan dari hasil

analisis validitas dan reliabilitas perangkat tes. Berdasarkan hasil anates, secara keseluruhan

perangkat tes ini cukup dapat mengukur dengan tepat tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Hasil

analisis reliabilitas perangkat tes, ternyata memiliki reliabilitas sangat tinggi, berarti perangkat tes

ini memiliki keajegan sangat tinggi untuk digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar siswa.

Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti memutuskan bahwa perangkat tes hasil belajar

siswa draft III untuk dijadikan draft IV (draft final), masih memerlukan revisi. Revisi tersebut

secara garis besar dilakukan dengan cara: (1) Mengurangi banyak butir soal yang berfungsi untuk

mengukur KD yang sama, (2) Merevisi kisi-kisi tes, alternatif jawaban siswa dan pedoman

pemberian skor sesuai dengan revisi pada butir soal tes.

Page 14: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

218 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan diskusi hasil penelitian, melalui prosedur pengembangan

perangkat pembelajaran Model 4-D (Four D-Model) yang dimodifikasi hanya sampai pada tahap

pengembangan (develope), dapat disimpulkan bahwa: (1) Perangkat pembelajaran dengan

pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama telah teruji secara

teoretis, (2) Perangkat pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di

Sekolah Menengah Pertama telah dinilai ahli dengan nilai 3 atau dapat digunakan dengan sedikit

revisi, (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tertentu telah diuji terbatas keterbacaan dan

disimulasikan, (4) Perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian telah diuji coba terbatas, dan

(5) Dihasilkan pengembangan perangkat pembelajaran pada materi Aljabar di kelas VII SMP.

DAFTAR PUSTAKA

Marpaung, Y. 2001. “Pedekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika”. Makalah disajikan

pada Seminar Nasional “Pendidikan Matematika realistik” di Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Tanggal, 14 - 15 Nopember 2001.

Soedjadi, R. 1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

--------------. 2001. “Pemanfaatan Realitas dan lingkungan dalam Pembelajaran Matematika”.

Makalah disajikan pada Seminar Nasional Realistics Mathematic Education (RME) di

UNESA Surabaya, 24 Pebruari 2001.

Thiagarajan, S. , Semmel, D. S. dan Semmel, M. I. 1974. Instructional Development for Teacher

of Exceptional Children.Bloomington: Indiana University.

Page 15: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 219

PENGGUNAAN MODEL Connecting, Organizing, Reflecting and Extending

(CORE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SMP

Grifin Ryandi Egeten1)

, Louise M. Saija2)

1) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Advent Indonesia

Jl. Kolonel Masturi no. 288 Parongpong Bandung Barat, e-mail: [email protected]

2) Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Advent Indonesia

Jl. Kolonel Masturi no. 288 Parongpong Bandung Barat, e-mail: [email protected]

Abstrak

Dilaporkan bahwa saat ini 70% siswa SMP memiliki kemampuan pemecahan masalah

matematis yang rendah. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada

siswa SMP merupakan masalah yang besar yang harus diatasi. Untuk itu diperlukan suatu

solusi sehingga siswa SMP memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang

baik. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah menggunakan model pembelajaran

connecting, organizing, reflecting and extending (CORE). CORE memacu siswa lebih

kritis dalam mengumpulkan data dari suatu masalah, mempersiapakan rencana

penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah dan juga lebih teliti dalam memecahkan

suatu masalah. Oleh karena itu pada penelitian ini model CORE digunakan untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa SMP. Siswa SMP Negeri 1

Parongpong Bandung Barat digunakan sebagai sampel. Sampel dibagi ke dalam dua

kelompok, yaitu: kelompok kontrol, yang diberi perlakuan pengajaran konvensional dan

kelompok eksperimem yang diberi perlakuan pengajaran model CORE. Dari hasil analisis

data dengan menggunakan statistik uji-𝑡 pada tingkat signifikansi 𝛼 = 0.05 diperoleh

bahwa model pembelajaran CORE menghasilkan peningkatan kemampuan pemecahan

masalah lebih baik dibanding dengan pembelajaran konvensional. Didasarkan pada hasil

ini, model pembelajaran CORE dapat digunakan sebagai solusi untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP.

Keywords: Model CORE, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Siswa SMP.

PENDAHULUAN

Kemampuan pemecahan masalah dianggap sebagai jantung pembelajaran matematika

karena memberikan keuntungan bukan hanya pada saat belajar tetapi memberikan kesanggupan

untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah

termasuk masalah sehari – hari (Pimta et al., 2009). Klegeris et al., (2012) juga memaparkan hal

yang selaras bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah akar dari segala bentuk pendidikan

karena menyanggupkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir.

Kemampuan pemecahan masalah yang baik adalah kunci untuk mendapat solusi yang

berguna dalam pembelajaran matematika. Tindakan untuk berpikir terhadap konsep matematika

merupakan hal yang sulit bagi siswa (Huang et al., 2012). Kemampuan pemecahan masalah itu

melibatkan kesanggupan untuk melakukan pertimbangan yang baik, menganalisis, memberikan

pendapat yang membangun, dan pengembangan akan strategi maupun ide – ide yang baru. Hal

tersebut didapati dalam pembelajaran matematika, dan semuannya itu berdampak pada

pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa (Woodward et al., 2012). Sajadi et al., (2013)

Page 16: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

220 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

melaporkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kesulitan bagi banyak siswa karena

proses mencari solusi dari masalah tersebut kompleks.

Sebagian kecil siswa sering mencoba untuk mendorong dirinya sendiri untuk dapat

memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika, untuk menjadi lebih tekun, mampu

membuat suatu pendekatan yang berbeda, dan dapat membuat solusi (Kennedy & Stoyonova,

2012). Itu sebabnya pencapaian pembelajaran matematika anak SMP hanya kecil yaitu 6 %.

Didapati bahwa 1 % siswa yang akan belajar matematika, 29 % siswa yang akan menggunakan

matematika dalam kehidupan mendatang, dan 70 % siswa yang tidak akan pernah mau

membutuhkan matematika (Huang et al., 2012).

Model pembelajaran dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan untuk

menyelesaikan masalah dan menolong siswa menjadi lebih efektif dalam belajar (Sajadi et al.,

2013). Untuk menolong pencapaian yang rendah tersebut, kemampuan pemecahan masalah harus

dipertajam dengan menggunakan model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing,

Reflecting, and Extending). Model CORE berlandaskan pada teori konstruktivisme yang mampu

membuat siswa menjadi lebih aktif, kreatif, kritis, dan membangun sendiri pengetahuan yang

mendalam tentang matematika melalui sarana yang ada (Azizah et al., 2012). CORE ialah

connecting: Dalam belajar matematika siswa perlu dihubungkan pengetahuan yang sudah

dipelajari dan yang akan dipelajari karena setiap pengetahuan yang diperoleh berguna untuk

menyelesaikan masalah. Pengetahuan yang diperoleh untuk memecahkan masalah bukan berasal

dari guru, melainkan diperoleh dengan menghubungkan berbagai sumber pengetahuan sehingga

membangun pengetahuan yang mendalam akan matematika dan ini dapat digunakan untuk

memecahkan masalah (Marais & Nalize, 2011), organizing: mengorganisir pengetahuan tersebut

sehingga membuat suatu keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dan pengetahuan

yang akan diperoleh. Untuk mempermudahnya siswa dapat bekerja sama dalam kelompok melalui

diskusi. Dengan berdiskusi terjadi interaksi sesama siswa dalam kelompok, hal ini membantu

siswa mengerti mengkaitkan semua informasi pengetahuan yang ada menjadi suatu rencana

pemecahan yang baik (Ase & Hansson, 2012), reflecting: siswa harus meningkatkan proses

berpikir dengan cara membuat suatu kesimpulan dari materi yang diajarkan, menyelesaikan soal

yang diberikan, dan merenung untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut, bila terdapat

kesalahan dalam menyelesaikan soal siswa dituntun untuk berpikir menemukan jawaban yang

benar dan tepat dan ini semua dilakukan di dalam kelompok masing - masing (Clark & Marie,

2009), extending: diberikan soal secara individu kepada siswa, untuk melatih siswa untuk

mengerti materi yang diajarkan. Pemberian soal yang lebih tinggi tingkat kesulitannya

memberikan sebuah kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan apa yang telah dipelajari

dan soal tersebut harus dikerjakan sendiri (Kaur & Berinderjeet, 2011).

Dengan adanya kemampuan connecting (menghubungkan ilmu pengetahuan dulu dengan

sekarang), organizing (mengorganisir informasi dalam diskusi kelompok), reflecting (membuat

Page 17: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 221

kesimpulan), dan extending (memperluas pengetahuan akan materi)mampu melatih siswa

memecahkan suatu masalah (Azizah et al., 2012). Dengan demikian model CORE dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Berdasarkan uraian diatas perlu untuk diteliti suatu penelitian ilmiah tentang penerapan

model connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE) untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP sebagai salah satu alternatif model

pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas.

METODE PENELITIAN

Dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dapat diterapkan

model pembelajaran connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE). CORE

merupakan model pembelajaran yang membantu siswa untuk belajar mandiri dengan

menggunakan teknik connecting (menghubungkan ilmu pengetahuan yang sudah ada dengan yang

akan dipelajari), organizing (mengorganisir informasi dalam diskusi kelompok), reflecting

(membuat kesimpulan), dan extending (memperluas pengetahuan akan materi). Metode penelitian

dalam penelitian ini sebagai berikut:

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena dari awal penelitian sampai

pada tahap akhir penelitian ini menuntut penggunaan angka yang diolah dengan menggunakan

statistik.

Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini berlokasi di Parongpong Bandung Barat. Waktu untuk penelitian

adalah empat minggu, mulai dari tanggal 12 November 2013 sampai tanggal 04 Desember 2013.

Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMP Kelas VIII di Bandung. Yang menjadi

sampel pada penelitian ini adalah sekolah SMP Negeri 1 Parongpong. Pemilihan sampel akan

dilakukan dengan teknik simple random sampling sehingga diperoleh dua kelompok yang berbeda

yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen berjumlah 37 orang

dan kelompok kontrol berjumlah 36 orang.

Prosedur

Langkah – langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Langkah Pertama:

Dalam melakukan penelitian ini terdapat alat dan bahan yang diperlukan untuk

menjalankan penelitian ini, bahan penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 18: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

222 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

No. Nama Bahan Peruntukan

1 Buku Paket Diperlukan untuk mengajar materi ajar.

2 Kertas (A4) Diperlukan untuk print out soal, LKK, dan LKM.

3 Spidol Untuk menulis di papan tulis

4 Tinta Printer Untuk mencetak dokumen penelitian

Sementara peralatan utama yang diperlukan dan diperuntukkan diuraikan pada tabel berikut:

No. Nama Alat Peruntukan

1 Lap Top Diperlukan guru untuk membuat soal, LKK, LKM, dan

instrument penelitian termasuk bahan ajar diluar buku paket.

2 Printer Diperlukan untuk mencetak semua soal, LKK, dan LKM.

3 LCD Menampilkan bahan ajar yang berasal dari lap top.

Langkah Kedua:

a. Memilih bahan ajar

Bahan ajar yang dipilih harus disesuaikan dengan waktu dan silabus yang ada. Bahan ajar

yang ditetapkan pada penelitian ini adalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Bahan

ajar ini untuk SMP kelas VIII dan tepat dengan waktu yang diharapkan yaitu pada bulan

November 2013.

b. Membuat RPP, LKK, LKM

Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja kelompok (LKK), dan

lembar kerja mandiri (LKM) yang sesuai dengan materi ajar yaitu SPLDV. LKK dan LKM yang

dibuat harus menuntun siswa kearah soal – soal pemecahan masalah agar dapat melatih

kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal ini diperlukan agar mempersiapkan pengajar dalam

mengajar dengan baik pada setiap pertemuan.

c. Menyusun Instrument

Instrument yang dibuat digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa.

Jumlah soal dalam instrument yaitu lima soal. Soal – soal ini dibuat sesuai dengan materi, standar

kompetensi, kompetensi dasar sesuai dengan silabus dan soal – soal ini dibuat dengan bimbingan

dari dosen.

Langkah Ketiga:

a. Melakukan uji coba instrumen pada sampel uji coba instrument

Instrument yang telah dibuat akan diuji cobakan pada siswa SMP kelas VIII diluar dari

sampel penelitian.

b. Menghitung uji validitas dan uji reliabilitas

Page 19: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 223

Data dari hasil uji coba instrument dikumpulkan untuk dihitung validitas dan reliabilitas

instrument tersebut. Tujuan untuk mengetahui soal yang valid dan tidak valid. Soal yang valid

akan dilakukan pada pretes dan postes.

Langkah Keempat:

a. Menentapkan sampel penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah siswa SMP Negeri 1 kelas VIII

Parongpong Bandung Barat.

b. Mengelompokkan sampel penelitian

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 73 siswa yang akan dibagi menjadi dua

kelompok yaitu 37 siswa kelompok eksperimen dan 36 siswa kelompok kontrol. Pembagian

kelompok ini dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling.

Langkah Kelima:

a. Pretes

Soal yang telah selelah diuji cobakan dan sudah dilihat kevalidannya akan digunakan

menjadi pretest. Pretest ini diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

sebelum mulai proses belajar mengajar untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah

matematis siwa.

b. Perlakuan

Selama penelitian ini berlangsung akan diberikan perlakuan yang berbeda terhadap

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan mendapat perlakuan

model pembelajaran CORE dan kelompok kontrol mendapat perlakuan pembelajaran

konvensional. Perlakuan akan dilakukan selama delapan pertemuan sesuai dengan RPP yang

dibuat.

c. Postes

Soal yang diberikan pada pretest akan diberikan juga pada pertemuan terakhir pada

penelitian ini dengan kompetensi dasar yang sama bentuk soal yang sama namun berbeda

kandungan angka pada setiap soal. Postes juga menjadi bagian untuk mengukur kemampuan

pemecahan masalah matematis.

Langkah Keenam:

Data dikumpulkan dengan menggunakan instrument (soal pretest postest) untuk

mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dari kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Data dari kedua kelompok dianalisis dengan menggunakan statistic uji-t

namun sebelumnya normalitas distribusi data setiap kelompok terlebih dahulu diuji melalui uji

normalitas. Selanjutnya kehomogenan varians kedua data juga diuji melalui uji homogenitas. Dari

hasil statistik uji-t akan didapat informasi perbedaan tingkat kemampuan pemecahan masalah dari

kedua kelompok. Mengacu pada hasil uji-t maka dapat ditarik suatu kesimpulan.

Page 20: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

224 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Langkah Ketujuh:

Menarik kesimpulan yang menunjukkan bahwa model CORE mampu meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswap SMP dan model CORE ini pantas digunakan

sebagai model pembelajaran matematika dalam proses belajar – mengajar.

Data, Instrument, dan Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan langkah – langkah diatas, data akan diperoleh dari hasil tes kemampuan

pemecahan masalah pretes dan postes dengan menggunakan instrumen penelitian yang ada.

Instrumen penelitian ini terdiri dari lima soal mewakili semua kompetensi dan valid. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, lembar observasi dan data dari hasil pretes –

postes. Kuesioner tentang sikap siswa terhadap model pembelajaran yaitu model CORE, soal –

soal pemecahan masalah, serta pelajaran matematika.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis validitas butir soal, analisis

reliabilitas, uji normalitas, dan uji beda dua rata – rata (uji – t). Analisis validitas butir soal

digunakan untuk melihat kevalidan dari instrument yang dibuat, analisis reliabilitas untuk melihat

soal yang diandalkan, uji normalitas untuk melihat data merupakan sebaran secara normal

sehingga dapat dilakukan perhitungan statistik, dan uji beda dua rata – rata digunakan untuk

melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah dengan model CORE dibanding dengan

konvensional.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini belum selesai dilakukan, masih dalam proses. Penelitian dengan model

CORE untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sudah pernah diteliti oleh Wijayanti

tahun 2012 dengan judul “penerapan model connecting, organizing, reflecting, and extending

(CORE) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP” yang

dilakukan di Bandung menarik kesimpulan bahwa: 1) Siswa yang mendapatkan pembelajaran

dengan model CORE terbukti mengalami peningkatan kemampuan pemecahan masalah. 2)

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran

dengan model CORE lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan model

konvensional. 3) Siswa memberi respon positif terhadap pembelajaran matematika dengan model

CORE. Wijayanti menerapkan model CORE pada kelas VIII dengan materi bangun ruang sisi

datar dan membuat kelompok. Ada juga penelitian yang dibuat oleh Kumalasari dengan judul

“peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP melalui pembelajaran

matematika model CORE” menarik kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematis kelompok eksperimen siswa yang belajar dengan model CORE lebih baik

daipada kelompok kontrol yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Pada penelitian ini,

terdapat beberapa nilai baru yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu penggunaan model

Page 21: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 225

CORE dengan materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Cara membuat kelompok

pada model CORE menggunakan rangking pertemanan, tidak hanya dari hasil pretes dan postes.

Dengan perbedaan tersebut akan diteliti apakah model CORE dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa SMP?

SIMPULAN DAN SARAN

Salah satu alternatif pembelajaran matematika yang disajikan pada penelitian ini adalah

pembelajaran matematika dengan menggunakan model connecting, organizing, reflecting, and

extending (CORE) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP.

DAFTAR PUSTAKA

Ase dan Hansson. (2012). The Meaning of Mathematics Instruction in Multilingual Classroom:

Analyzing the Importance of Responsibility for Learning. Education Study

Mathematics, 81: 103 – 125.

Azizah L, Mariani S, dan Rochmad. (2012). Development of Devices The CORE Model

Constructivism Mathematic Connection. Unnes Journal of Mathematics Education

Research, 2 (1), 101.

Clark dan Marie A. (2009). When Privilege Meets Poverty: Using Poetry in The Process of

Reflection. Journal on Excellence in College Teaching, v20 n2 p125 – 142.

Huang T H, Liu Y C, dan Chang H C. (2012). Learning Achievement in Solving Word-Based

Mathematical Questions through a Computer-Assisted Learning System. Educational

Technology & Society, 15 (1), 248 – 259.

Kennedy dan Stoyonova N. (2012). What are You Assuming?. Mathematics Teaching in Middle

School, v18 n2, 86 – 91.

Kaur dan Berinderjeet. (2011). Mathematics Homework: A Study of Three Grade Eight

Classrooms in Singapore. International Journal of Science and Mathematics Education,

v9 n1 p187 – 206.

Klegeris A, Bahniwai M, dan Hurren H. (2013). Improvement in Generic Problem-Solving

Abilities of Students by Use of Tutor-less Problem-Based Learning in Large Classroom

Setting. Life Sciences Education, Vol. 12, 73 – 79.

Marais, dan Nalize. (2011). Connectivism as Learning Theory: The Force Behind Changed

Teaching Practice in Higher Education. Journal for Education and Social Enterprise,

v4 n3 p173 – 182.

McDonald B. (2013). Evaluation instruments used in Problem-Based Learning. University of

Trinidad and Tobago.

Pimta S, Tayruakham S, dan Nuangchalerm P. (2009). Factors Influencing Mathematic Problem-

Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of Social Sciences, 5(4), 381 – 385.

Page 22: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

226 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Polya. G. (2008). How to Solve It. United States of America: Princeton University Press.

Sajadi M, Amiripour P, dan Malkhalifeh M R. (2013). The Examining Mathematical Word

Problems Solving Ability under Efficient Representation Aspect. Mathematics

Education Trends and Research, 1 – 11.

Woodward J, Beckmann S, Driscoll M, Franke M, Herzig P, Jitendra A, Koedinger K R, dan

Ogbuehi P. (2012). Improving Mathematical Problem Solving in Grades 4 Through 8.

Institute of Education Sciences, p6.

Page 23: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 227

STUDI LITERATUR: PENGGUNAAN STRATEGI SCAFFOLDING DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN HIGHER ORDER THINKING SISWA

Nur Wahidin Ashari

Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI

Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung 40154,

email: [email protected]

Abstrak

Peningkatan kemampuan Mathematical Higher Order Thinking sudah menjadi

tujuan utama dari pendidikan pada saat ini. Namun kenyataanya beberapa hasil studi

memperlihatkan bahwa kemampuan Mathematical Higher Order Thinking siswa di

Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini diakibatkan karena masalah matematika

yang diberikan disekolah masih tergolong dalam Lower Order Thinking yang

sifatnya rutin. Selain itu beberapa hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa

startegi pembelajaran yang digunakan guru masih monoton dan berpusat pada guru.

Sesuai dengan Taksonomi Bloom yang telah direvisi Lower Order Thinking

mencakup mengingat, mengetahui, dan mengaplikasikan sedangkan Higher Order

Thinking mencakup menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Studi literatur ini

mengkaji tentang pengaruh strategi scaffolding terhadap kemampuan Higher Order

Thinking siswa.

Kata kunci: Higher Order Thinking, Taksonomi Bloom, Strategi Scaffolding

PENDAHULUAN

Berpikir adalah sebuah proses yang melibatkan operasi-operasi mental, seperti induksi,

deduksi, klasifikasi dan penalaran, selain itu berpikir adalah sebuah proses representasi secara

simbolis (melalui bahasa) berbagai objek dan kejadian riil dan menggunakan representasi itu

untuk menemukan prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut, berpikir diartikan pula

sebaai kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan

inferensi atau judgment yang baik. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa berpikir merupakan

suatu proses mengolah informasi yang melibatkan operasi mental dan menghasilkan suatu

representasi secara simbolis dari informasi tersebut (Arends, 2008, 43).

Sesuai dengan kedalaman dan kompleksitas kegiatannya, pemikiran matematis

diklasifikasikan menjadi dua tingkat berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi.

Melakukan operasi aritmetika sederhana, menerapkan aturan secara langsung, mengerjakan tugas,

digolongkan dalam berpikir tingkat rendah. Di sisi lain, dugaan, pemahaman bermakna,

kompilasi, analogi dan membuat koneksi diklasifikasikan sebagai berpikir tingkat tinggi

matematis (Webb dan Coxford dalam Sumarmo dan Nishitami, 2010, 11).

Peningkatan kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi sudah selayaknya menjadi

tujuan utama dari pendidikan pada saat ini. Kemampuan bepikir khususnya berpikir tingkat tinggi

perlu mendapat perhatian yang serius karena sejumlah hasil studi menunjukkan bahwa

Page 24: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

228 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

pembelajaran matematika masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah

yang bersifat prosedural (Suryadi, 2012, 2).

Higher Order Thinking berarti memberi tantangan dan mengembangkan penggunaan

pikiran, sedangkang lower thinking berarti, rutin, penerapan mekanistis dan tidak berpikir secara

luas. Tantangan disini berarti memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

penggunaan pikiran. Hal ini akan muncul ketika siswa harus menginterpretasi, analisis, atau

memanipulasi informasi. Masalah disini tidak akan terpecahkan melalui penerapan pengetahuan

sebelumnya secara rutin (Newmann, 1988).

Higher order thinking juga dapat dilihat dari Taxonomy of Educational Objective dari

Bloom, yang dikenal sebagai Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom membagi dua tingkat

pemikiran kognitif yaitu Lower Order Thinking dan Higher Order Thinking, seperti yang di

jelaskan oleh (Thompson, 2008) yaitu

“The thinking skills in Bloom Taxonomy considered LOT include knowledge and

comprehension, while the thinking skills of analysis, synthesis and evaluation are

considered HOT. Application often falls into both categories”.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi belum bisa didefinisikan dengan baik, namun higher

order thinking dengan mudah dapat dikenali apabila fitur – fitur utama dari kemampuan berpikir

tingkat tingkat itu muncul atau pada saat proses berpikir itu terjadi. Adapun fitur – fitur tersebut

yang dikemukakan oleh (Lauren Resnick, 1987) yaitu: (1) non algorithmic, (2) komplex, (3)

multiple solutions (banyak solusi), (4) melibatkan nuance judgment dan interpretasi, (5) multiple

criteria (banyak kriteria), (6) uncertainty (ketidakpastian), (7) melibatkan self-regulation proses –

proses berpikir, (8) melibatkan imposing meaning (menentukan makna), (9) bersifat effortful

(membutuhkan banyak usaha).

Berkaitan dengan masalah yang membutuhkan Higher order thinking, siswa Indonesia pada

umumnya belum bisa menyelesaikannya. Hal ini juga diperjelas oleh hasil TIMSS untuk kelas

dua SLTP (eight grade), memperlihatkan bukti lebih jelas bahwa soal–soal matematika tidak rutin

yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada umumnya tidak berhasil dijawab

dengan benar oleh sampel siswa Indonesia (Suryadi, 2012,2). Hal ini dikarenakan berpikir tingkat

tinggi berbeda dari perilaku yang lebih konkret, sifatnya kompleks dan tidak dapat diturunkan

menjadi rutinitas rutinitas yang lebih pasti (Arends, 2008,43).

Kebanyakan siswa sudah mampu mencapai lower thinking namun sebagian kecil siswa

yang mampu higher order thinking. Bahkan menurut penilaian 3 tahunan “PISA at Galance

2009” (OECD, 2010) tidak lebih dari 10% siswa di Indonesia yang bisa mencapai higher order

thinking dan berada pada peringkat 63 dari 65 negara.

Menanggapi masalah siswa yang pada umumnya tidak mampu menyelesaikan masalah

yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi, telah banyak berkembang model – model

pembelajaran untuk mengatasi masalah ini. Namun, dilain pihak ketarampilan berpikir tingkat

Page 25: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 229

tinggi tidak dapat diajarkan dengan menggunakan pendekatan – pendekatan yang dirancang untuk

mengajarkan ide – ide dan ketarmpilan konkret (Arends, 2008, 44).

PEMBAHASAN

Higher Order Thinking

Solso, (1995) menyatakan bahwa berpikir adalah proses dimana representasi mental baru

dibentuk melalui transformasi informasi oleh interaksi yang kompleks dari sifat mental dari

penilaian, abstraksi, penalaran, membayangkan dan pemecahan masalah.

Mayer (Solso, 1995) menyatakan bahwa terdapat tiga ide dasar tentang berpikir yaitu:

(1) Berpikir bersifat kognitif yaitu, menghasilkan “secara internal” dalam akal namun

disimpulkan dari perilaku.

(2) Berpikir adalah suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam

sistem kognitif.

(3) Berpikirdiarahkan untukdanmenghasilkanperilaku"memecahkan" masalahataudiarahkan

padasolusi.

Sedangkan menurut (Arends, 2008) definisi berpikir adalah:

(1) Sebuah proses yang melibatkan operasi – operasi mental, seperti induksi, deduksi,

klarifikasi, dan penalaran.

(2) Sebuah proses representasi secara simbolis (melalui bahasa) berbagai objek dan kejadian

riil dan menggunakan representasi simbolis itu untuk menemukan prinsip – prinsip esensial

objek dan kejadian tersebut. Representasi simbolis (abstrak) itu biasanya diperbandingkan

dengan operasi – operasi mental yang didasarkan pada fakta dan kasus – kasus tertentu di

tingkat konkret.

(3) Kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan

inferensi atau judgement yang baik.

Sebaiknya sekolah lebih memberikan pembekalan pada siswa untuk berpikir. Siswa harus

dilatih untuk mempertanyakan isi, misalnya membedakan antara fakta dan opini, kesimpulan

sementara dan kesimpulan tetap, faktor yang relevan dan yang tidak relevan; generalisasi yang

yang benar, mengadakan klasifikasi dan sebagainya (Harsanto, 2011).

Sesuai dengan kedalaman dan kompleksitas kegiatannya, pemikiran matematis

diklasifikasikan menjadi dua tingkat, berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi.

Melakukan operasi aritmetika sederhana, menerapkan aturan secara langsung, mengerjakan tugas,

digolongkan dalam berpikir tingkat rendah. Di sisi lain, dugaan, pemahaman bermakna,

kompilasi, analogi dan membuat koneksi diklasifikasikan sebagai berpikir tingkat tinggi

matematis (Webb dan Coxford dalam Sumarmo dan Nishitami, 2010, 11).

Kemampuan berpikir tingkat tinggi belum bisa didefinisikan dengan baik, namun higher

order thinking dengan mudah dapat dikenali apabila fitur – fitur utama dari kemampuan berpikir

Page 26: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

230 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

tingkat tingkat itu muncul atau pada saat proses berpikir itu terjadi. Adapun fitur – fitur tersebut

yang dikemukakan oleh (Lauren Resnick, 1987) yaitu:

(a) Higher order thinking bersifat non algorithmic, artinya, jalur tindakan tidak ditetapkan

sebelumnya.

(b) Higher order thinking cenderung bersifat komplex. Jalur totalnya tidak “visibel” (secara

mental) dilihat dari sudut manapun.

(c) Higher order thinking sering mendapatkan multiple solutions (banyak solusi), masing –

masing dengan kerugian dan keuntungannya masing – masing, dan bukan sebuah solusi

tunggal.

(d) Higher order thinking melibatkan nuance judgment and interpretasi.

(e) Higher order thinking melibatkan penerapan multiple criteria (banyak kriteria), yang

kadang – kadang bertentangan satu sama lain..

(f) Higher order thinking sering melibatkan uncertainty (ketidakpastian). Tidak semua yang

berhubungan dengan tugas yang harus ditangani telah diketahui.

(g) Higher order thinking melibatkan self-regulation proses – proses berpikir. Kita tidak dapat

menengarai higher – order thinking dalam individu bila orang lainlah yang menentukan

setiap langkahnya.

(h) Higher order thinking melibatkan imposing meaning (menentukan makna), menemukan

struktur dalam sesuatu yang tampak tidak beraturan.

(i) Higher order thinking bersifat effortful (membutuhkan banyak usaha). Ada banyak

pekerjaan mental yang terlibat dalam elaborasi dan judgement yang dituntut di dalamnya.

Tahun 1956 Bloom menyampaikan gagasan dalam bentuk taksonomi yang dikenal dengan

“Taksonomi bloom” yang disajikan dalam bentuk hirarki. Taksonominya bloom memberikan

pemetaan ranah kognitif dalam kategori berpikir. Bloom membagi tingkat berpikir menjadi enam

tingkatan yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis, dan berpikir evaluative atau

berpikir kreatif (evaluation).

Tahun 1990-an Lorin Anderson, murid dari Bloom membuat revisi dari taxonomy gurunya.

Revisi yang dilakukan oleh Anderson ini menggunakan kata kerja dari setiap kategori dan

penyusunan kembali tahapan-tahapan yang ada di dalam taxonomy sebelumnya.

Menurut (Thompson, 2008, 98) Kemampuan berpikir pada taksonomi Bloom

mempertimabangkan LOT mencakup pengetahuan dan pemahaman, sementara kemampuan

berpikir seperti analisis, sintesis, dan evaluasi dikategorikan sebagai HOT. Aplikasi berada

dianatara baik HOT maupun LOT.

a. Menganalisis

Tujuandomain menganalisismencakup belajaruntuk menentukanbagianyang relevan

ataupenting dari sebuahpesan (membedakan),cara-caradi manabagian -

bagianpesaninidiatur(mengorganisir)dan tujuandasar daripesan(menghubungkan)

Page 27: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 231

5 17

3 11

10 25

9 15

31

(a) Membedakan melibatkan membandingkan bagian-bagian dari seluruh struktur dalam hal

relevansi atau pentingnya. Membedakan terjadi ketika seorang siswa mendiskriminasikan

informasi relevan dari informasi yang tidak relevan, atau informasi penting dari informasi

yang tidak penting, dan kemudian berada pada informasi yang relevan atau penting.

(b) Mengorganisirmelibatkan identifikasiunsur-unsurkomunikasiatau situasidan

mengenalibagaimana mereka cocok bersamake dalam strukturyang jelas. Dalam

mengorganisir, mahasiswamembangun koneksisistematis dan

koherenantarabagianinformasi yang disajikan.Pengorganisasianbiasanya

terjadiinconjuctiondengan membedakan. Istilahalternatif untukpengorganisasian

adalahmenyusun, mengintegrasikan, menemukankoherensi,menguraikan, dan melakukan

pengecekan.

(c) Menghubungkanterjadi ketikasiswamampumemastikansudut pandang, prasangka, nilai-

nilai, atau tujuan komunikasidasar. Menghubungkanmelibatkanprosesdekonstruksi, di mana

siswamenentukanmaksuddaripenulismateri yang disajikan. Sebuahistilahalternatif

adalahmendekonstruksi. Menghubungkandapat dinilaidengan menyajikanbeberapa

materitertulis atau lisandan kemudianmemintasiswa untukmembangun

ataumemilihdeskripsi daripenulisatau titikpandangpembicara, niat, dan sejenisnya.

Dalam Taksonomi Bloom, tingkat analisis adalah di mana siswa menggunakan

pertimbangan sendiri untuk mulai menganalisis pengetahuan yang telah mereka pelajari. Pada

poin ini, mereka mulai memahami struktur yang mendasari untuk pengetahuan dan juga mampu

membedakan antara fakta dan opini (Kelly, 2002).

Salah satu jalan untuk melihat kemampuan siswa dalam menganalisis masalah adalah guru

mengajukan pertanyaan “bagaimana jika?” (what if …?). Harta, (2008) menyatakan bahwa

pertanyaan ini membuat siswa memeriksa kembali soal dan melihat apakah pengaruh perubahan

ini terhadap proses penyelesaian dan juga jawabannya. Dengan jalan ini siswa akan menganalisa

apa yang terjadi sehingga akan meningkatkan berfikir kritisnya. Berikut contohnya.

Yani mengambil empat kartu bilangan bernilai 31, 5, 9 dan

10. Berapakah total nilai kartu-kartu bilangan

tersebut?

Dengan proses penjumlahan sederhana diperoleh

jawaban 55. Sekarang ajukan pertanyaan:

Bagaimana jika…?

Bagaimana jika Yani mengambil empat kartu dengan total nilai 55? Kartu bilangan manakah

yang diambilnya?

Banyak jawaban terhadap pertanyaan ini. Artinya, terdapat banyak jawaban benar. Soal

terakhir ini lebih memerlukan analisa, bukan sekedar latihan penjumlahan.

Page 28: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

232 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

b. Mengevaluasi

Evaluasi didefinisikan sebagai membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria

yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Itu dapat

ditentukan oleh siswa atau diberikan kepada siswa oleh orang lain. Kategori

mengevaluasitermasukproseskognitifpemeriksaan(penilaian tentang konsistensi internal) dan

mengkritisi(penilaian berdasarkan kriteriaeksternal)

(a) Memeriksamelibatkan pengujianuntukketidakkonsistenaninternal ataukesalahandalam

operasiatau hasil.Sebagai contoh, memeriksaterjadi jikates siswaapakahkesimpulanmuncul

daripremisnya,apakah datamendukung atautidak mendukunghipotesis.Alternatifistilahuntuk

memeriksamenguji,mendeteksi,memonitor,dan mengkoordinasi.Dalam

memeriksa,siswamelihatketidakkonsistenaninternal.

(b) Mengkritisimelibatkanmenilaisuatu produkatau operasiberdasarkan kriteriaeksternalyang

dikenakandan standar. Dalammengkritisi, siswamencatatfiturpositif dannegatif dariproduk

danmembuatpenilaian berdasarkansetidaknya sebagianpada fiturtersebut.

Istilahalternatifmenilai. Dalammengkritisi, seorang siswa dapatdiminta

untukkritikhipotesisnyasendiri ataupenciptaan atauyang dihasilkan olehorang lain.

Kritikdapat didasarkan padajenispositif, negatif, atau keduanyakriteriadan

hasilbaikkonsekuensi positifdan negatif.

Dalam taksonomi Bloom, tingkat evaluasi adalah tingkat dimana siswa membuat penilaian

tentang nilai gagasan, sesuatu, bahan, dan banyak lagi. Pada tingkat ini, siswa diharapkan

membawa semua yang telah mereka pelajari untuk melakukan evaluasi materi yang

diinformasikan dan diperdengarkan (Kelly, 2002).

Salah satu cara untuk melihat keterampilan siswa dalam menganalisis adalah menanyakan

pertanyaan seperti (apakah yang akan kamu lakukan?). Harta (2008) menyatakan bahwa

pertanyaan ini diajukan untuk merangsang keterampilan berfikir kritis. Setelah menjawab

pertanyaan, siswa dihadapkan pada situasi untuk mengambil keputusan. Keputusan ini dapat

didasarkan pada ide pribadi, pengalaman pribadi, atau apa saja sesuai keinginan siswa. Akan

tetapi siswa harus menjelaskan konsep matematika yang mendasari keputusan tersebut.

Penjelasan ini bisa dalam bentuk kalimat tertulis sehingga memberi siswa kesempatan untuk

melatih keterampilan komunikasinya. Berikut contohnya, di suatu kota terdapat dua system tarif

taksi, tarif lama dan tarif baru. Biaya tarif lama adalah Rp 4000 + Rp250/km, sedangkan tarf

baru Rp5000 + Rp200/km. Apabila anda memerlukan taksi, taksi manakah yang akan dipilih?

mengapa?

c. Mencipta (C6)

Menciptakanmelibatkanpenempatan unsur-unsursecara

bersamauntukmembentukkeseluruhanyang koherenataufungsional, yaitu, menata

Page 29: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 233

kembalielemenke dalampolabaruatau struktur. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong

dalam kategori ini, yaitu: membuat, merencanakan, dan memproduksi.

(a) Membuat: menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan

hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut. Contoh: merumuskan hipotesis

untuk memecahkan permasalahan yang terjadi berdasarkan pengamatan di lapangan.

(b) Merencanakan: merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Contoh:

merancang serangkaian percobaan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

Memproduksi: membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk

memecahkan masalah. Contoh: mendesain (atau juga membuat) suatu alat yang akan digunakan

untuk melakukan percobaan.

Srategi Scaffolding

Strategi khususnya dalam pembelajaran matematika merupakan suatu hal yang wajib

dilakukan. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung di kelas berjalan

dengan lancar, sesuai dengan apa yang diinginkan dan mencapai hasil yang memuaskan

sebagaimana semua guru menginginkannya

Strategi dalam kaitannya pembelajaran (matematika) adalah siasat atau kiat yang

sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar

pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar bisa

tercapai secara optimal (Suherman dkk, 2003.) Tentunya semua guru berharap pembelajaran

yang dilaksanakannya akan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan.

Pembelajaran scaffolding merupakan praktik yang didasarkan pada konsep Vygotsky

tentang assisted learning. Teknik ini dimulai dengan pemberian dukungan belajar secara lebih

terstruktur berupa motivasi, bimbingan serta bantuan kemudian secara berjenjang menuntun

siswa ke arah kemandirian belajar.

Menurut Hogan dan Pressley (dalam Lagne, 2002) terdapat lima teknik pembelajaran

scaffolding, yaitu :

(1) Pemberian model perilaku yang diharapkan

Modeling umumnya langkah pertama dalam pembelajaran scaffolding. Hal ini didefinisikan

sebagai "perilaku mengajar yang menunjukkan bagaimana orang harus merasa, berpikir atau

bertindak dalam situasi tertentu.

(2) Pemberian penjelasan

Selain model, sangat penting bagi guru untuk memberikan penjelasan, yang seharusnya

"pernyataan eksplisit disesuaikan agar sesuai dengan pemahaman peserta didik 'muncul tentang

apa yang sedang dipelajari (pengetahuan deklaratif atau preposisi), mengapa dan kapan digunakan

(pengetahuan bersyarat atau situasional), dan bagaimana digunakan (pengetahuan prosedural) "

(3) Mengundang siswa berpartisipasi

Page 30: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

234 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Terutama pada tahap awal scaffolding, seorang instruktur harus mengundang partisipasi

siswa dalam bekerja. Praktek ini melibatkan siswa dalam belajar dan menyediakan dengan

kepemilikan pengalaman belajar. Siswa mungkin diajak untuk berpartisipasi secara lisan atau

dia mungkin akan diminta untuk datang ke depan kelas dan menyumbangkan ide atau

strateginya secara tertulis. Ketika siswa menyumbangkan ide – ide mereka tentang suatu topik

atau keterampilan, guru bisa menambahkan ide sendiri untuk memandu diskusi. Jika pemahaman

siswa tidak benar atau hanya sebagian benar, guru dapat memperbaiki mereka dan memperbaiki

penjelasannya.

(4) Menjelaskan dan mengklarifikasi pemahaman siswa

Sebagai hasil dari pengalaman siswa terhadap materi baru, penting bagi guru untuk

terus menilai pemahaman mereka dan menawarkan umpan balik. "Memeriksa pemahaman siswa

dan mengklarifikasi" pada dasarnya adalah menawarkan umpan balik afirmatif untuk pemahaman

masuk akal, atauumpan balik perbaikan untuk pemahaman tidak masuk akal.

(5) Mengundang siswa untuk mengemukakan pendapat.

Sedangkang Vygotsky mengidentifikasi empat tahap pembelajaran scaffolding Byrnes

(Lagne, 2002) yaitu:

(1) Tahap pertama adalah pemodelan, dengan penjelasan verbal.

(2) Tahap kedua adalah peniruan siswa dari keterampilan yang telah mereka lihat atau

dimodelkan oleh guru mereka, termasuk penjelasan. Selama fase ini, guru harus terus-

menerus menilai pemahaman siswa dan sering menawarkan bantuan dan umpan balik.

(3) Tahap ketiga adalah periode ketika instruktur mulai menghapus bimbingannya atau

scaffolding-nya. Guru mengurangi untuk menawarkan bantuan dan umpan balik kepada

murid-muridnya ketika murid – murid mereka mulai menguasai konten.

(4) Pada tahap empat, para siswa telah mencapai tingkat ahli penguasaan. Mereka dapat

melakukan tugas baru tanpa bantuan dari guru mereka.

Secara operasional (Syamsiah, 2008), strategi pembelajaran scaffolding dapat ditempuh

melalui tahapan-tahapan berikut:

(1) Mengecek hasil belajar sebelumnya

(a) Assesmen keterampilan atau pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh siswa berkaitan

dengan tugas belajar baru yang akan diberikan. Assesmen hendaknya dilakukan secara

perseorangan melalui interaksi langsung dengan masing-masing siswa.

(b) Menentukan the Zone of Proximal Development (ZPD) untuk masing-masing siswa. Siswa

kemudian dapat dikelompokkan menurut level perkembangan awal yang dimiliki dan atau

yang membutuhkan ZPD yang relatif sama. Siswa dengan ZPD yang jauh berbeda dengan

kemajuan rata-rata kelas dapat diberi perhatian khusus.

(2) Merancang tugas-tugas belajar (aktivitas belajar scaffolding)

Page 31: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 235

(a) Menjabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat

membantu siswa melihat sasaran tugas yang diharapkan akan mereka lakukan.

(b) Menyajikan tugas belajar secara berjenjang sesuai taraf perkembangan siswa. Ini dapat

dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan

(motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan dan pemberian contoh.

(3) Memantau dan memediasi aktifitas dalam belajar

(a) Mendorong siswa untuk bekerja dan belajar diikuti dengan pemberian dukungan

seperlunya. Kemudian secara bertahap guru mengurangi dukungan langsungnya dan

membiarkan siswa menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.

(b) Memberikan dukungan kepada siswa dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci,

dorongan, contoh, atau hal lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian

belajar dan pengarahan diri.

(4) Mengecek dan mengevaluasi belajar

(a) Hasil belajar yang dicapai, bagaimana kemajuan belajar setiap siswa.

(b) Proses belajar yang digunakan, apakah siswa bergerak ke arah kemandirian dan pengaturan

diri dalam belajar.

(c) Tentang diri siswa, hambatan-hambatan internal apa yang dihadapi siswa dalam belajar dan

mencapai kemandirian dalam belajar.

Kaitan Higher Order Thinking dengan Strategi Scaffolding

Interaksi sosial anak dengan orang yang lebih pakar dan dengan lingkungannya secara

signifikan sangat mempengaruhi cara berpikir siswa dan caranya menginterpretasi situasi. Ia

mengembangkan intelektualnya melalui internalisasi konsep berdasarkan interpretasinya sendiri

yang terjadi dalam sosial setting. Komunikasi yang terjadi dengan orang yang lebih pakar

membantu siswa mengkonstruk suatu pemahaman konsep (Nusu,2010).

Stuyf (Nusu, 2010) menyatakan bahwa peran guru atau pakar menjadi kunci teori ini

melalui bimbingan yang diberikan kepada anak, sehingga anak sanggup mencapai sesuatu yang

tidak berada pada level kemampuannya sendiri. Mereka beralih dari level aktual ke level

potensialnya. Anak tidak dianggap sebagai saintis yang mencoba penyelesaian, akan tetapi aktif

belajar dibimbing oleh orang yang lebih pakar. Dipercaya bahwa anak dapat diajar secara efektif

menggunakan teknik scaffolding pada daerah ZPD. Guru mengaktifkan daerah ini saat

mengajarkan konsep di atas tingkat keterampilan dan pengetahuan yang ada pada siswa yang

mendorong mereka untuk melampaui tingkat keterampilan terakhir mereka. Siswa diarahkan dan

dibimbing melalui aktivitas belajar yang berfungsi sebagai jembatan interaktif untuk membawa

mereka ke tingkat berikutnya. Dengan demikian siswa mengembangkan dan mengkonstruk

pengetahuan baru melalui elaborasi pengetahuan sebelumnya dengan support yang disiapkan oleh

pakar. Tanpa pengalaman belajar terbimbing dan interaksi sosial, maka pengembangan belajar

akan terhambat.

Page 32: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

236 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Saat pemberian masalah (matematika) yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi

siswa, tidak menuntut kemungkinan banyak siswa yang membutuhkan bantuan dari guru. Hal ini

dimungkinkan karena kebanyakan siswa masih belum terbiasa dalam menyelesaikan masalah

yang demikian. Olehnya itu bantuan yang intensif dari seorang guru pada tahap awal sangat

dibutuhkan. Tahap awal ini merupakan tahap awal dalam strategi pembelajaran scaffolding.

Bantuan yang intensif pada tahap awal dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang

menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa berupa bantuan secara individu ataupun

kelompok oleh guru. Bantuan ini akan membentuk cara berpikir siswa dalam menyelesaikan soal.

Pada saat siswa mendapat kesulitan dalam mengerjakan suatu soal cerita, bantuan intensif

yang diberikan oleh guru baik secara kelompok maupun individu bisa berupa petunjuk mengubah

bentuk kalimat menjadi suatu kalimat matematika. Dengan bantuan ini, cara berpikir siswa pada

saat akan mengerjakan suatu soal cerita adalah mengubah kalimat menjadi kalimat matematika.

Bantuan intensif yang diberikan oleh seorang guru harus lengkap dan tertanam dengan baik

dipikiran siswa. Informasi yang lengkap ini akan digunakan siswa pada saat guru sudah mulai

mengurangi bantuannya. Khususnya soal matematika yang menuntut kemampuan berpikir tingkat

tinggi, bantuan – bantuan intensif yang sebaiknya diberikan adalah pemahaman konsep,

mengaplikasikan konsep, pembentukan kalimat matematika, menghubungkan antar suatu konsep

dengan konsep lain biasanya rumus yang satu dengan rumus yang lain, serta mengajarkan secara

langsung kepada siswa yang mengalami kesulitan.

Setelah pemberian bantuan intensif kepada siswa, guru secara bertahap mengurangi

bantuannya. Jadi pada tahap scaffolding ini, guru masih memberikan bantuan-bantuan terhadap

siswa yang mengalami kesulitan namun tidak sama pada tahap awal scaffolding sebelumnya.

Pada tahap ini bantuan yang diberikan oleh guru hanya pada mengulangi atau mengingatkan

siswa tentang sesuatu yang telah diberikan pada tahap awal. Jadi pada saat siswa mendapatkan

kesulitan pada saat mengerjakan soal yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi, guru

memberikan bantuan berupa mengingatkan siswa tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah

bukan secara langsung membantu siswa menyelesaikan masalah tersebut.

Setelah siswa diberi informasi lengkap tentang konsep, arahan dalam mengerjakan

permasalahan matematika, maka tahap terakhir dalam strategi ini adalah memberi kesempatan

kepada siswa untuk bekerja menyelesaikan soal matematika secara mandiri. Siswa yang bekerja

secara mandiri diharapkan bisa memanfaatkan semua bantuan dari guru saat proses scaffolding

sebelumnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Sebagai simpulan dari artikel ini, penulis berhipotesis bahwa startegi scaffolding dapat

meningkatkan kemampuan Higher Order Thinking Siswa. Bantuan – bantuan yang bermakna dari

Page 33: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 237

guru maupun dari teman sebaya sebaiknya tersimpan dalam pemikiran siswa guna untuk

dimanfaatkan kembali sebagai modal untuk memecahkan masalah yang lain yang berkaitan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Lorin & David Kratwohl. 2002. A taxonomy for Learning, Teaching and Assesing (a

revision of Bloom Taxonomy of Educational objectives). New York: Longman

Arends, Richard I. 2008. Lerning To Teach, Belajar Untuk Mengajar Edisi-7. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Harsanto, Ratno. 2011. Pengelolaan Kelas yang Dinamis: Paradigma Baru Pembelajaran

Kompetensi Siswa. Yogyakarta: Kanisius

Harta, Idris. 2008. Pertanyaan-Pertanyaan Inovatif untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir

Tingkat Tinggi. Surakarta: Prodi Pend Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah

Surakarta

Kelly, Melissa. 2002. Bloom's Taxonomy - Analyze Category. Prepared at. http:// 712 educators

.about .com/ od/ testconstruction/p/ blooms_analyze. htm. Akses November 2013

Kelly, Melissa. 2002. Bloom's Taxonomy - Evaluation Category. Prepared at. http:// 712 educators

.about .com/ od/ testconstruction/p/ blooms_evaluation. htm. Akses November 2013

Lange, Verna Leigh. 2002. Instructional Scaffolding. Prepared at

http://condor.admin.ccny.cuny.Edu/~group4/Lange/lange%20paper.doc. Akses November 2013

Newmann, F. M. 1988. Higher Order Thinking in the High School Curriculum. NASSP Bulletin,

72, 58-64

Nusu, Abdullatif. 2010. Dissertasi tidak dipublikasikan: Scaffolding dalam Pengajaran Mikro

Kimia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

OECD, 2010, PISA 2009 at Glance. OECD Publishing

Resnick, L.B. 1987. Education and Learning To Think. Washington, D.C.: National Academy

Press

Solso, Robert L. 1995. Cognitive Psychology. United States of America: Allyn and Bacon

Sumarmo, Utari & Nishitami,Izumi. 2010. High Level Mathematical Thinking: Experiment With

High School and Under Graduate Students Using Various Approaches and Strategie, 58, 9-

22.

Suryadi, Didi. 2012. Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung: RIZQI

Press

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia

Page 34: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

238 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Syamsiah, Sitti. 2008. Skripsi Tidak Diterbitkan: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui

Pembelajaran Kooperatif Dengan Mengintensifkan Scaffolding Di Kelas IX/H SMP Negeri 2

Takalar. Makassar: Universitas Negeri Makassar

Thompson, Tony. 2008. Mathematics Teacher’s Interpretation of Higher Order Thinking In

Bloom’s Taxonomy. International Electronic Journal of Mathematics Education, 3, 96-109

Page 35: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 239

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

Sintha Sih Dewanti Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Jalan Marsda Adisucipto No 1 Yogyakarta 55281, e-mail: [email protected]

Abstrak

Matematika merupakan ilmu yang membutuhkan penalaran dan pemikiran kreatif

dalam pemecahan masalahnya. Melalui berpikir kreatif, seseorang dapat membangun

hubungan di antara hal-hal yang berbeda dan dapat mengembangkan kebiasaan

menghubungkan berbagai hal dengan bebas. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif

menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika. Sebagai calon pendidik,

mahasiswa program studi pendidikan matematika dituntut untuk dapat mengembangkan

instrumen evaluasi pembelajaran matematika untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif.

Pengukuran kemampuan berpikir kreatif dapat dilakukan dengan memberikan soal atau

masalah terbuka dan pembelajaran menggunakan pendekatan problem possing. Pertanyaan

terbuka mengajak siswa untuk berpikir tingkat tinggi sehingga membantu siswa untuk

membangun dan memahami konsep matematika dengan sendirinya. Siswa dituntut secara

kreatif untuk menyelesaikan permasalahan dengan banyak cara maupun banyak jawaban,

sehingga dapat membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir kreatif.

Pembelajaran menggunakan pendekatan problem possing memungkinkan siswa lebih

leluasa untuk menyampaikan ide-ide matematika. Pendekatan ini memberikan kesempatan

kepada siswa untuk merumuskan suatu soal matematika yang lebih sederhana dalam rangka

menyelesaikan suatu soal yang kompleks, sehingga kreativitas siswa dapat berkembang

dengan baik. Pemberian masalah terbuka dan pembelajaran menggunakan pendekatan

problem possing dapat menumbuhkan kreativitas sebagai proses dalam memahami sebuah

masalah, mencari solusi-solusi yang mungkin, menarik hipotesis, menguji dan

mengevaluasi, serta mengkomunikasikan hasilnya. Hasil kreativitas ini meliputi ide-ide

yang baru, cara pandang berbeda, memecahkan rantai permasalahan, mengkombinasikan

kembali gagasan-gagasan atau melihat hubungan baru di antara gagasan-gagasan tersebut.

Aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif matematis, yaitu: kelancaran, keluwesan,

keaslian, dan elaborasi.

Keywords: instrumen evaluasi pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif,

masalah terbuka, problem possing, aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif

matematis

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada semua peserta

didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membekali peserta didik dengan

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.

Dengan kemampuan itu diharapkan siswa dapat bertahan hidup pada kondisi yang selalu berubah,

tidak pasti dan kompetitif. Hal ini sesuai dengan perubahan pola pikir pada kurikulum 2013 yaitu

standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan. Oleh karena itu, siswa harus dididik untuk

kreatif agar tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan tetapi juga mampu menghasilkan

pengetahuan baru.

Kurikulum 2013 dikembangkan berbasis pada kompetensi ini sangat diperlukan sebagai

instrumen untuk mengarahkan siswa menjadi: 1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif

Page 36: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

240 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri;

dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kurikulum 2013 dirancang

dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai

pribadi dan warganegara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu

berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Oleh

karena itu, ada perubahan dalam proses pembelajaran dan penilaiannya. Pembelajaran

menggunakan pendekatan saintifik melalui mengamati, menanya, mencoba, dan menalar,

sehingga peserta didik lebih banyak mencari tahu (discovery learning). Penilaian ditujukan untuk

mengukur tingkat berpikir peserta didik mulai dari rendah sampai tinggi dan mengukur proses

kerja siswa, bukan hanya hasil kerja siswa. Penilaian dapat menggunakan portfolio dan lebih

menekankan pada pertanyaan yang membutuhkan pemikiran mendalam (bukan sekedar hafalan).

Akan tetapi pada kenyataan di lapangan yang selama ini muncul dan banyak diajarkan di

sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup. Dalam menyelesaikan masalah-

masalah matematika tertutup ini, prosedur yang digunakannya sudah hampir dapat dikatakan

standar. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap matematika. Matematika dianggap

sebagai pengetahuan yang pasti, terurut dan prosedural.

Selama ini, soal-soal pada tes formatif diberikan dalam bentuk tes essay dengan prosedur

rutin yang jawabannya tunggal dan pada tes sumatif diberikan dalam bentuk objektif. Dominasi

tes objektif ini terlihat dari soal-soal Ujian Akhir Nasional (UAN) dan Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB). Penggunaan tes objektif dalam soal-soal tersebut mendorong guru

memberikan latihan-latihan pada siswa untuk menjawab soal-soal bentuk ini. Sementara itu,

masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir

tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya

bila ada soal atau permasalahan itu dianggap salah soal atau soal yang tidak lengkap. Padahal,

soal seperti itu menuntut kreativitas siswa dalam menjawabnya karena dituntut berpikir lebih

daripada hanya mengingat prosedur baku dalam menyelesaikan suatu masalah. Untuk

menyelesaikan masalah ini, siswa tak dapat langsung begitu saja menjawabnya. Soal ini menuntut

cara berpikir yang lebih cerdas dengan melakukan perencanaan sebelum mendapat jawaban,

sehingga dapat menggali munculnya berpikir divergen.

Pemikiran dan gagasan yang kreatif akan muncul dan berkembang pada siswa jika

didukung oleh pembelajaran yang diciptakan oleh guru. Oleh karena itu, peran guru dituntut

untuk menyiapkan materi, mengolah proses pembelajaran dan menilai kompetensi yang dimiliki

siswa sesuai tuntutan kurikulum 2013. Begitu pula mahasiswa program studi pendidikan

matematika harus menggali potensinya untuk mempersiapkan diri sebagai pendidik bidang studi

pendidikan matematika melalui matakuliah matematika maupun kependidikan. Salah satu

Page 37: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 241

kegiatan mahasiswa pada matakuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika adalah belajar

mengembangkan instrumen penilaian untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif.

BERPIKIR KREATIF MATEMATIS

Berpikir merupakan suatu proses aktivitas mental suatu individu untuk memperoleh

pengetahuan (Costa, 1985). Proses yang dimaksud merupakan aktivitas kognitif yang disadari dan

diupayakan sehingga terjadi perolehan pengetahuan bermakna. Ruggiero (Siswono, 2009)

mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau

memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan

(fulfill a desire to understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan

suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan

suatu aktivitas berpikir.

Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktek pemecahan masalah,

pemikiran divergen menghasilkan banyak ide yang berguna dalam menyelesaikan masalah.

Berpikir kreatif adalah kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman-pemahaman

baru. Berpikir kreatif memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis,

menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pernyataan inovatif,

dan merancang solusi orisinal.

Guilford (Munandar,2009) mengemukakan bahwa berpikir kreatif sebagai kemampuan

untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan

bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapatkan perhatian dalam pendidikan

formal. Oleh karenanya pemecahan masalah harus dipandang secara utuh sebagai „proses‟, dan

melibatkannya ke dalam tahapan-tahapan proses berpikir kreatif. Berpikir kreatif dapat juga

dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang individu mendatangkan atau

memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang

belum pernah diwujudkan (Infinite Innovation Ltd, 2001). Pengertian ini lebih memfokuskan pada

proses individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang

belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran.

Dalam berpikir kreatif tersebut, kedua belahan otak digunakan bersama-sama secara

optimal. Pehkonen (1997) menyatakan bahwa berpikir kreatif sebagai kombinasi dari berpikir

logis dan berpikir divergen yang berdasarkan pada intuisi dalam kesadaran. Oleh karena itu,

berpikir kreatif melibatkan logika dan intuisi secara bersama-sama. Secara khusus dapat dikatakan

berpikir kreatif sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen

guna menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru tersebut merupakan salah satu indikasi

berpikir kreatif dalam matematika, sedangkan indikasi yang lain berkaitan dengan berpikir logis

dan berpikir divergen.

Page 38: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

242 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Sejalan dengan hal tersebut, Krulik dan Rudnik menyebutkan bahwa berpikir kreatif

merupakan salah tingkat tertinggi seseorang dalam berpikir, yaitu dimulai ingatan (recall),

berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative

thinking). Berpikir yang tingkatnya di atas ingatan (recall) dinamakan penalaran (reasoning).

Sementara berpikir yang tingkatnya di atas berpikir dasar dinamakan berpikir tingkat tinggi (high

order thinking). Secara hirarkis, tingkat berpikir tersebut disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Tingkatan Berpikir

Dalam berpikir kreatif, seseorang akan melalui tahapan mensintesis ide-ide, membangun ide-ide,

merencanakan penerapan ide-ide, dan menerapkan ide-ide tersebut sehingga menghasilkan

sesuatu atau produk yang baru yaitu kreativitas.

Berpikir kreatif membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, meliputi

aktivitas mental yaitu: 1) mengajukan pertanyaan; 2) mempertimbangkan informasi baru dan ide

dengan pikiran terbuka; 3) membangun keterkaitan, khususnya di antara hal-hal yang berbeda;

4) menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas; 5) menerapkan imajinasi pada setiap

situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda; dan 6) mendengarkan intuisi. Intuisi dapat

mendorong seseorang dalam memunculkan ide penyelesaian masalah, meskipun strategi dan hasil

penyelesainnya sama tetapi idenya bisa berbeda.

Berdasarkan penjelasan tersebut disimpulkan bahwa berpikir kreatif merupakan sebuah

proses untuk menjadi lebih sensitif terhadap masalah, kekurangan dan kelemahan dalam

pengetahuan serta ketidakharmonisan; mengidentifikasi kesulitan; mencari solusi, membuat

dugaan atau merangkai hipotesis mengenai kelemahan tersebut; menguji dan menguji kembali

hipotesis yang dibuat dan kemungkinan untuk memodifikasi hipotesis tersebut kemudian

mengujinya kembali; dan akhirnya mengkomunikasikan hasil yang diperoleh.

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

Seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif tidak hanya mampu memecahkan

masalah-masalah matematika non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif dan cara

dari pemecahan masalah itu, kemampuan berpikir kreatif merupakan bagian yang sangat penting

untuk kesuksesan dalam pemecahan masalah matematika. Tidak semua masalah yang dihadapi

Page 39: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 243

siswa hanya dapat diselesaikan dengan satu atau dua cara, namun masih ada beberapa cara yang

dapat dilakukan untuk menyelesaikannya, ini tidak terlepas dari daya kreativitas yang ada pada

diri siswa itu sendiri. Menurut Learning and Teaching Scotland (LTS, 2004), jika kemampuan

berpikir kreatif berkembang pada seseorang, maka akan menghasilkan banyak ide, membuat

banyak kaitan, mempunyai banyak perspektif terhadap suatu hal, membuat dan melakukan

imajinasi, dan peduli akan hasil.

Silver (1997) menyatakan ada dua pandangan tentang kreativitas. Pandangan pertama

disebut pandangan kreativitas jenius. Menurut pandangan ini tindakan kreatif dipandang sebagai

ciri-ciri mental yang langka, yang dihasilkan oleh individu luar biasa berbakat melalui

penggunaan proses pemikiran yang luar biasa, cepat, dan spontan. Pandangan ini mengatakan

bahwa kreativitas tidak dapat dipengaruhi oleh pembelajaran dan kerja kreatif lebih merupakan

suatu kejadian tiba-tiba daripada suatu proses panjang sampai selesai seperti yang dilakukan

dalam sekolah.

Torrance (1969) mendefinisikan secara umum kreativitas sebagai proses dalam memahami

sebuah masalah, mencari solusi-solusi yang mungkin, menarik hipotesis, menguji dan

mengevaluasi, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada orang lain. Dalam prosesnya, hasil

kreativitas meliputi ide-ide yang baru, cara pandang berbeda, memecahkan rantai permasalahan,

mengkombinasikan kembali gagasan-gagasan atau melihat hubungan baru di antara gagasan-

gagasan tersebut.

Secara umum, Campbell (1986) mendefinisikan kreativitas sebagai kegiatan yang

menghasilkan sesuatu yang bersifat baru (novel), berguna, dan dapat dimengerti (understandable).

Sementara menurut Munandar (2009), kreativitas adalah kemampuan menemukan banyak

kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya pada kuantitas,

ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban. Selanjutnya Ali dan Asrori (2009) menyatakan bahwa

kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru

atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya menjadi suatu karya baru yang

dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan dan mencari

alternatif pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen. Dengan kata lain, berbagai pendapat

tersebut menyatakan bahwa kreativitas merupakan produk kemampuan (berpikir kreatif) untuk

menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam menghadapi suatu masalah atau situasi.

Secara khusus, kreativitas matematika menurut Krutetskii (1976) merupakan suatu

penguasaan kreatif mandiri matematika dalam pembelajaran matematika, perumusan mandiri

masalah-masalah matematis yang tidak rumit, penemuan cara-cara atau sarana dari penyelesaian

masalah, penemuan bukti-bukti teorema, pendeduksian mandiri rumus-rumus, dan penemuan

metode-metode penyelesaian masalah non-standar.

Ciri-ciri afektif dalam menentukan prestasi kreatif seseorang ialah rasa ingin tahu, tertarik

terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil risiko untuk

Page 40: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

244 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

membuat kesalahan atau untuk dikritik oleh orang lain, tidak mudah putus asa, menghargai

keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru, dapat

menghargai baik diri sendiri maupun orang lain, dan sebagainya.

Ciri-ciri kepribadian yang mencerminkan pribadi yang kreatif yaitu: 1) mempunyai daya

imajinasi yang kuat; 2) mempunyai inisiatif; 3) mempunyai minat yang luas; 4) bebas dalam

berpikir (tidak kaku atau terhambat); 5) bersifat ingin tahu; 6) selalu ingin mendapat pengalaman-

pengalaman baru; 7) percaya pada diri sendiri; 8) penuh semangat (energetic); 9) berani

mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan); dan 10) berani dalam pendapat dan

keyakinan (tidak ragu-ragu dalam menyatakan pendapat meskipun mendapat kritik dan berani

mempertahankan pendapat yang menjadi keyakinannya).

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BERPIKIR KREATIF

Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi

persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek

ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel (Djaali dan Pudji Mulyono, 2004),

sedangkan asesmen adalah serangkaian proses yang didalamnya terdapat aktivitas tes dan evaluasi

(Imandala, 2009). Instrumen asesmen meliputi tes dan sistem penilaian. Instrumen asesmen

dirancang untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik setelah mempelajari suatu

kompetensi. Oleh karena itu, instrumen asesmen yang dirancang dengan baik dan sesuai dengan

tingkatan kemampuan berpikir dapat meningkatkan daya berpikir siswa.

Berkaitan dengan pentingnya keterampilan berpikir khususnya berpikir kreatif,

pengembangan instrumen asesmen digunakan sebagai alat untuk mengungkap kemampuan

berpikir kreatif siswa. Instrumen asesmen berpikir kreatif merupakan suatu alat penilaian yang

digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa yang diwujudkan dalam bentuk tes

uraian yang memperhatikan tingkatan keterampilan berpikir kreatif.

Menurut Worthington (2006), mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dilakukan

dengan cara mengeksplorasi hasil kerja siswa yang merepresentasikan proses berpikir kreatifnya.

Sementara menurut McGregor (2007), mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dapat pula

dilakukan dengan mendasarkan pada apa yang dikomunikasikan siswa, secara verbal maupun

tertulis. Apa yang dikomunikasikan siswa tersebut dapat berupa hasil kerja siswa terkait tugas,

penyelesaian masalah, atau jawaban lisan siswa terhadap pertanyaan guru.

Beberapa ahli telah mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir

kreatif matematis, seperti Balka dan Torrance (Silver, 1997). Balka mengembangkan instrumen

Creative Ability Mathematical Test (CAMT) dan Torrance mengembangkan instrumen Torrance

Tests of Creative Thinking (TTCT). Jensen (Park, 2004) mengukur kemampuan berpikir kreatif

matematis dengan memberikan tugas membuat sejumlah pertanyaan atau pernyataan berdasarkan

informasi pada soal-soal yang diberikan. Soal-soal yang diberikan tersebut disajikan dalam bentuk

Page 41: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 245

narasi, grafik, atau diagram. Cara atau metode pengukuran kemampuan berpikir kreatif matematis

yang digunakan Balka, Torrance, dan Jensen di atas sering disebut tugas problem posing.

Pengajuan masalah bermanfaat untuk membantu siswa dalam mengembangkan kenyakinan dan

kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika mereka dicobakan untuk memahami

masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kinerjanya dalam pemecahan masalah.

Komponen berpikir kreatif dalam pemecahan masalah matematika tersebut meliputi:

1. Kefasihan (fluency) merupakan banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespon sebuah

perintah. Dalam hal pemecahan masalah matematika siswa menyelesaikan masalah dengan

bermacam-macam solusi dan jawaban.

2. Fleksibilitas (flexibility) merupakan perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon

perintah. Siswa menyelesaikan (menyatakan) dalam satu cara kemudian dalam cara lain.

Siswa mendiskusikan berbagai metode penyelesaian.

3. Kebaruan (novelty) merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah. Siswa

memeriksa jawaban dengan berbagai metode penyelesaian dan kemudian membuat metode

yang baru yang berbeda.

Getzles dan Jackson (Silver, 1997) mengemukakan cara lain untuk mengukur kemampuan

berpikir kreatif matematis, yakni dengan soal terbuka (open-ended problem). Menurut Becker dan

Shimada (Livne, 2008), soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang memiliki beragam

jawaban. Menggunakan masalah terbuka dapat memberi siswa banyak sumber pengalaman dalam

menafsirkan masalah, dan mungkin pembangkitan solusi berbeda dihubungkan dengan penafsiran

yang berbeda. Siswa tidak hanya dapat menjadi fasih dalam membangkitkan banyak masalah dari

sebuah situasi, tetapi mereka dapat juga mengembangkan fleksibilitas dengan mereka

membangkitkan banyak solusi pada sebuah masalah.

Menurut Munandar (2009) ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (aptitude), yaitu:

1. Keterampilan berpikir luwes: dapat menilai satu masalah dari sudut pandang yang berbeda-

beda, mampu merubah cara pendekatan atau cara pemikiran, menghasilkan gagasan, jawaban,

atau pertanyaan yang bervariasi.

2. Keterampilan berpikir orisinal: mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik,

memikirkan cara dan mampu membuat kombinasi-kombinasi baru dari bagian-bagian yang

ada.

3. Keterampilan memperinci (mengelaborasi): mampu memperkaya atau mengembangkan suatu

gagasan atau produk, memperinci detail-detail dari suatu obyek, gagasan, atau situasi

sehingga menjadi lebih menarik.

4. Keterampilan menilai (mengevaluasi): mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang

terbuka, menentukan patokan penilaian sendiri.

Page 42: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

246 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

HASIL PENGEMBANGAN INSTRUMEN

Salah satu produk yang dihasilkan dalam perkuliahan Evaluasi Pembelajaran Matematika

adalah instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif. Berikut

ini adalah contoh instrumen penilaian yang dikembangkan oleh mahasiswa.

Tabel 1. Kisi-kisi Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Standar Kompetensi : Memahami konsep segitiga dan segiempat serta menentukan ukurannya.

Kompetensi Dasar : Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat serta

menggunakannya dalam pemecahan masalah.

Indikator Kompetensi

Indikator

Kemampuan

Berpikir kreatif

Pencapaian Siswa

No

butir

soal

Menghitung dan menentukan

keliling dan luas segitiga jika

diketahui panjang sisi-sisinya.

Berpikir luwes

(fleksibel)

Siswa mampu menentukan

luas ubin hitam dengan

beragam cara.

1

Menghitung dan menentukan

keliling dan luas persegi dan

persegipanjang jika diketahui

panjang sisi-sisinya.

Menilai

(mengevaluasi)

Siswa mampu menentukan

dan menghitung luas daerah

persegi dan persegipanjang

dengan beragam cara.

2

Menerapkan keliling dan luas

daerah jajargenjang dalam

permasalahan sehari-hari.

Berpikir lancar

(kefasehan)

Siswa mampu menentukan

ukuran jajargenjang jika

diketahui kelilingnya dengan

beragam cara.

3

Menerapkan konsep keliling

dan luas belah ketupat dan

layang-layang dalam

permasalahan sehari-hari.

Memperinci

(mengelaborasi)

Siswa mampu menentukan

ukuran layang-layang dan

menyelesaikan permasalahan

berkaitan dengan keliling dan

luas layang-layang dengan

beragam cara.

4

Page 43: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 247

Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

1.

Sebuah lantai teras terdiri dari susunan ubin segitiga sama

kaki seperti gambar di samping. Carilah luas ubin hitam di

lantai teras tersebut! Tuliskan cara yang lain!

2.

Ilham akan membuat bangun menggunakan kertas

karton yang berbentuk seperti gambar di atas. Ia

ingin mengetahui luas karton, setelah dihitung yaitu

dengan cara L1= 12 cm2,L2= 21 cm

2,L3=20 cm

2,

L4=20 cm2,jadi luas totalnya yaitu 73 cm

2.

Menurut kamu benarkah luas karton yang dihitung oleh Ilham? Jelaskan alasanmu!

(Tentukan luas bangun tersebut dengan sketsa gambar dan caramu sendiri)

3. Pak John memiliki kebun yang berbentuk jajargenjang. Kebun itu diberi pagar dari kawat.

Panjang kawat yang dihabiskan adalah 400 meter. Berapa ukuran kebun Pak John yang

memenuhi panjang kawat tersebut?

4. Danu ingin berjualan layang-layang, dia membuat kerangka layang-layang dari bambu. Ia

membeli bambu yang panjangnya 5 meter dengan harga Rp. 5.000,00 dan membeli kertas

yang berbentuk persegipanjang berukuran 100 x 150 cm dengan harga Rp. 1.500,00. Ia ingin

membuat layang-layang dan menjualnya kepada teman-temannya.

a. Tentukan berapa kerangka layang-layang yang dapat dibuat Danu dari 5 meter bambu

yang ia beli! (layang-layang yang dibuat berukuran sama dan lebih dari satu layang-

layang)

b. Tentukan berapa sisa panjang bambu dan kertas yang Danu beli! (jika ada sisa)

c. Berapa harga satu layang-layang jika Danu ingin mendapatkan keuntungan?

d. Berapa keuntungan yang Danu peroleh?

*Petunjuk no.4

Membuat layang-layang dibutuhkan kerangka layang-layang yang dalam persoalan ini

adalah permisalan dari diagonal-diagonal layang-layang. Kertas untuk membuat layang-

layang dalam masalah ini adalah permisalan dari luas dari layang-layang.

Untuk dapat mengukur kemampuan berpikir kreatif, penilai perlu menggunakan panduan

penilaian yang menggambarkan kriteria yang diinginkan guru dalam menilai atau memberi

tingkatan dari hasil pekerjaan siswa. Berikut ini contoh pedoman penskoran untuk mengukur

kemampuan berpikir kreatif.

Page 44: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

248 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Tabel 2.

Pedoman Penskoran Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

No.

Soal

Indikator

Kemampuan

Berpikir Kreatif

Skor Keterangan

1. Berpikir luwes

(fleksibel)

0 Siswa tidak dapat menentukan dan menghitung luas

daerah dengan strategi dan cara yang tepat.

2 Siswa dapat menentukan dan menghitung luas daerah

dengan satu strategi dan cara yang kurang tepat.

3 Siswa dapat menentukan dan menghitung luas daerah

dengan satu strategi dan cara yang tepat.

5 Siswa dapat menentukan dan menghitung luas daerah

lebih dari satu strategi dan cara yang tepat.

2. Menilai

(mengevaluasi)

0 Siswa tidak dapat memberi penjelasan dan tidak memberi

gagasan yang memperkuat penyelesaian.

2 Siswa memberikan penjelasannya tetapi tidak memberi

gagasan yang memperkuat penyelesaian.

3 Siswa memberikan penjelasan dan memberi gagasan yang

memperkuat penyelesaian tetapi kurang tepat.

4 Siswa memberikan penjelasan dan memberi gagasan yang

memperkuat penyelesaian dengan tepat.

5 Siswa dapat membuat bangun persegipanjang lebih dari

satu dan dapat menentukan keliling atau luas daerah

persegipanjang.

3. Berpikir lancar

(kefasehan)

0 Siswa tidak dapat menentukan panjang dan lebar kebun

dengan benar dan tidak dapat menggunakan metode atau

strategi yang tepat.

2 Siswa dapat menentukan panjang dan lebar kebun dengan

benar tetapi tidak dapat menggunakan metode atau

strategi dengan tepat.

3 Siswa dapat menentukan panjang dan lebar kebun dengan

benar dan menggunakan metode atau strategi dengan tepat

5 Siswa dapat menentukan panjang dan lebar kebun lebih

dari satu dan dapat menggunakan metode atau strategi

dengan tepat

4. Memperinci 0 Siswa tidak dapat menentukan ukuran layang-layang dan

Page 45: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 249

No.

Soal

Indikator

Kemampuan

Berpikir Kreatif

Skor Keterangan

(mengelaborasi) a menentukan banyaknya layang-layang yang dibuat dengan

metode atau strategi yang tepat.

2 Siswa dapat menentukan lebih dari satu ukuran layang-

layang dan dapat menentukan banyaknya layang-layang

yang dibuat dengan metode atau strategi yang tepat.

b 0 Siswa tidak dapat menjelaskan sisa bambu dan sisa kertas

dengan metode atau strategi yang tepat.

1 Siswa dapat menjelaskan sisa bambu dan sisa kertas

dengan metode atau strategi yang tepat.

c 0 Siswa tidak dapat menentukan dan menjelaskan harga

layang-layang dengan metode atau strategi yang tepat.

1 Siswa dapat menentukan dan menjelaskan harga layang-

layang dengan metode atau strategi yang tepat.

d 0 Siswa tidak dapat menjelaskan keuntungan yang didapat

dengan matode atau strategi yang tepat.

1 Siswa dapat menjelaskan keuntungan yang didapat dengan

metode atau strategi yang tepat.

Selain menyiapkan pedoman penskoran, penilai juga harus menyiapkan beberapa alternatif

jawaban yang mungkin menjadi salah satu jawaban dari siswa. Berdasarkan soal maka dapat

disusun alternatif jawaban sebagai berikut.

Tabel 3.

Alternatif Jawaban untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

No Alternatif Jawaban

1 Siswa mampu menuliskan hal-hal yang diketahui dalam permasalahan

Contoh:

Diketahui: Ubin terbentuk dari segitiga sama kaki seperti gambar.

240 cm

Ditanya: Luas ubin hitam = L ?

Page 46: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

250 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

No Alternatif Jawaban

Jawab:

Siswa mampu menyelesaikan dengan cara lebih dari satu

Contoh:

Dari gambar teras, di dapat ukuran satu ubin

30 cm

30 cm

Cara I :

Luas

Menghitung jumlah ubin hitam dan mengalikan dengan luas satu ubin

Luas 1 ubin =1

2× 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

=1

2× 30 × 30 = 450 𝑐𝑚2

Ada 16 ubin hitam, jadi luas keseluruhan luas ubin hitam = 16 × 450 𝑐𝑚2 = 7200 𝑐𝑚2

Cara II :

Luas

Menempelkan ubin hitam di sebelah kiri garis tinggi segitiga ke ubin putih di sebelah

kanan segitiga.

garis tinggi 120 cm

Jadi luas ubin hitam =1

2× 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

=1

2× 120 × 120 = 7200 𝑐𝑚2

Cara III :

Mengurangkan keseluruhan luas teras dengan luas keseluruhan ubin putih

A

Page 47: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 251

No Alternatif Jawaban

B D C

Luas ubin hitam = Luas △ ABC – L △ ABD

= 1

2× 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 −

1

2× 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

= 1

2× 𝐵𝐶 × 𝐴𝐷 −

1

2× 𝐵𝐷 × 𝐴𝐷

= 1

2× 240 × 120 −

1

2× 120 × 120

= 14400 – 7200

= 7200 𝑐𝑚2

Siswa mampu menyimpulkan dengan benar

Jadi luas ubin hitam adalah 7200 𝑐𝑚2

(*kemungkinan lain dengan jawaban yang sama)

2 Siswa mampu menuliskan hal-hal yang diketahui dalam permasalahan

Contoh:

Diketahui 2 cm

3 cm

3 cm

3 cm 4 cm

3 cm

4 cm 5 cm

12 cm

Ditanyakan luas daerah?

Jawab

Siswa mampu memberikan penjelasan

Contoh

Luas karton yang dibutuhkan Ilham adalah 73 cm2

Cara penyelesaian:

Kemungkinan sketsa gambar untuk mencari luas

Page 48: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

252 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

No Alternatif Jawaban

Siswa mampu memberikan penjelasan dengan alasan yang tepat.

Contoh

Kemungkinan

Misal bentuk bangun seperti berikut

2

3

3

3 4

3

4 L1 L2 L3 L4 5

12

Luas bangun = L1 +L2 +L3 +L4

= (4 x 3)+(3 x 7)+(10 x 2)+(5 x 4)

= 12 + 21 + 20 + 20

= 73 cm2

*kemungkinan lain dengan cara yang sama

Siswa mampu menyimpulkan dengan benar

Contoh

Jadi, benar bahwa luas bangun yang dibutuhkan Ina adalah 73 𝑐𝑚2.

*kesimpulan disesuaikan dengan jawaban siswa.

3 Siswa mampu menuliskan hal-hal yang diketahui dalam permasalahan

Contoh:

Diketahui: Kebun berbentuk jajar genjang

Page 49: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 253

No Alternatif Jawaban

Kawat yang digunakan untuk pagar = 400 m

Ditanyakan: ukuran kebun yang memenuhi

Jawab:

Siswa mampu menyelesaikan permasalahan dengan jawaban yang bervariasi

Contoh:

Kemungkinan

Siswa mampu menyelesaikan permasalah dengan cara

Misal:

x = 190 m

K = 2 (x+y)

400 = 2 (190+y)

400/2 = 190 + y

200 = 190 + y

y = 10 m

x = 190 m dan y = 10 m

*kemungkinan lain yaitu:

x = 180 m dan y = 20 m

x = 170 m dan y = 30 m

x = 160 m dan y = 40 m

x = 150 m dan y = 50 m

dll yang memenuhi ukuran kebun tersebut

Siswa mampu menyimpulkan dengan benar.

Jadi, kemungkinan ukuran dari kebun yang memenuhi adalah

x = 190 m dan y = 10 m

x = 180 m dan y = 20 m

x = 170 m dan y = 30 m

x = 160 m dan y = 40 m

x = 150 m dan y = 50 m

dll yang memenuhi panjang dan lebar kebun tersebut

4 Siswa mampu menuliskan hal-hal yang diketahui dalam permasalahan.

Contoh:

Diketahui: Panjang bambu = 5 m = 500 cm

Ukuran kertas = 100 x 150 = 15000 cm2

Harga bambu = Rp. 5000,00

Harga kertas = Rp. 1500,00

Page 50: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

254 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

No Alternatif Jawaban

Modal awal = Rp. 6500,00

Kerangka layang-layang

Ditanya:a. Kerangka layang-layang yang dapat dibuat.

b. Sisa bambu

c. Harga satu layang-layang jika ingin keuntungan

d. Keuntungan yang diperoleh

Jawab:

Siswa mampu menyelesaikan permasalahan dengan langkah-langkah yang detail

Contoh

Membuat layang-layang dibutuhkan kerangka layang-layang yang dalam persoalan ini

adalah permisalan dari diagonal-diagonal layang-layang. Kertas untuk membuat layang-

layang dalam masalah ini adalah permisalan dari luas dari layang-layang.

Kemungkinan I

a. Kerangkad1= 24 cm dan d2 = 40

panjang bambu yang dibutuhkan untuksatu layang-layang = 24 + 40 = 64 cm

maka banyaknya kerangka layang-layang yang dapat dibuat adalah 500/64 = 7 buah

Kertas yang dibutuhkan untuk memuat layang-layang:

Luas satu layang-layang = 1

2× 𝑑1 × 𝑑2

= 1

2× 24 × 40 = 480𝑐𝑚2

Luas kertas yang dibutuhkan untuk 7 layang-layang= 7 x 480 = 3360cm2

b. Sisa bambu = 500 – (7x64)

= 500 – 448= 52 cm

Sisa kertas = 15000 – 3360 = 11640 𝑐𝑚2

Jadi sisa panjang bambu 52 cm dan sisa kertas 11640 𝑐𝑚2

c. Harga satu layang-layang dijual Rp 1.500,00

d. Keuntungan = (7x1500) – 6500

= Rp. 4.000,00

Jadi, keuntungan yang diperoleh apabila Dino membuat 7 layang-layang dengan harga

Rp. 1.500/satu layang-layang adalah Rp. 4.000,00

Kemungkinan II

a. Kerangkad1= 30 cm dan d2 = 65

panjang bambu yang dibutuhkan untuksatu layang-layang = 30 + 65 = 95 cm

maka banyaknya kerangka layang-layangyang dapat dibuat adalah 500/95 = 5 buah

Kertas yang dibutuhkan untuk memuat layang-layang:

Page 51: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 255

No Alternatif Jawaban

Luas satu layang-layang = 1

2× 𝑑1 × 𝑑2

= 1

2× 30 × 65 = 975𝑐𝑚2

Luas kertas yang dibutuhkan untuk 5 layang-layang= 5 x 975 = 4875 𝑐𝑚2

b. Sisa bambu= 500 – (5x95)

= 500 – 475= 25 cm

Sisa kertas = 15000 – 4875 = 10125 𝑐𝑚2

Jadi sisa panjang bambu 25 cm dan sisa kertas 10125 𝑐𝑚2

c. Harga satu layang-layang dijual Rp 2.200,00

d. Keuntungan = (5x2200) – 6.500

= Rp. 4.500,00

Jadi, keuntungan yang diperoleh apabila Dino membuat 5 layang-layang dengan harga

Rp. 2.200/satu layang-layang adalah Rp. 4.500,00

Kemungkinan III

a. Kerangkad1= 40 cm dan d2 = 70

panjang bambu yang dibutuhkan untuksatu layang-layang = 40 + 70 = 110 cm

maka banyaknya kerangka layang-layangyang dapat dibuat adalah 500/110 = 4 buah

Kertas yang dibutuhkan untuk memuat layang-layang:

Luas satu layang-layang = 1

2× 𝑑1 × 𝑑2

= 1

2× 40 × 70 = 1400𝑐𝑚2

Luas kertas yang dibutuhkan untuk 4 layang-layang= 4 x 1400 = 5600 𝑐𝑚2

b. Sisa bambu = 500 – (4x110)

= 500 – 440= 60 cm

Sisa kertas = 15000 – 5600 = 9400 𝑐𝑚2

Jadi sisa panjang bambu 60 cm dan sisa kertas 9400 𝑐𝑚2

c. Harga satu layang-layang dijual Rp 3.000,00

d. Keuntungan = (5x3000) – 6500

= Rp. 8.500,00

Jadi, keuntungan yang diperoleh apabila Dino membuat 5 layang-layang dengan harga

Rp. 3.000/satu layang-layang adalah Rp. 8.500,00

(*kemungkinan lain dengan cara yang sama)

PENUTUP

Kemampuan berpikir kreatif dapat diukur dengan menggunakan: 1) soal terbuka, yaitu soal

yang memiliki beragam solusi atau strategi penyelesaian; dan 2) metode problem posing, yaitu

Page 52: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

256 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

pembuatan soal, pertanyaan, atau pernyataan terkait soal atau situasi matematis tertentu. Kedua

cara tersebut digunakan untuk mengukur aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif matematis,

yaitu 1) memahami informasi masalah, yaitu menunjukkan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan; 2) kefasihan, yaitu menyelesaiakan masalah dengan bermacam-macam jawaban; 3)

fleksibilitas, yaitu menyelesaikan masalah dengan satu cara lain dan siswa memberikan

penjelasan tentang berbagai metode penyelesaian itu; dan 4) kebaruan, yaitu memeriksa jawaban

dengan berbagai metode penyelesaian dan kemudian membuat metode yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. (1986). Mengembangkan Kreativitas, disadur oleh A. M. Mangunhardja. Yogyakarta:

Pustaka Kaum Muda.

Costa, A.L. (1985). Teacher Behaviors that Enable Student Thinking (in) Costa, A.L (Eds),

Developing Mind: A Resource book for teaching thinking. Alexandria ASDC

Djaali dan Puji Mulyono. (2004). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Program Pasca

Sarjana Universitas Negeri Jakarta.

Imandala, Iim. (2009). Konsep Dasar Asesmen. [Online].

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum 2013.

Krulik, Stephen, dan Rudnick, Jesse A. (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and

Problem Solving in Elementary School. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchildren. Chicago:

The University of Chicago Press.

Livne, N.L. (2008). Enhanching Mathematical Creativity through Multiple Solution to Open-

Ended Problems. [Online].

LTS. (2004). Learning Thinking. Scotland: Learning and Teaching Scotland.

McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open University Press.

Muhammad Ali dan Muhammad Asrori. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta: Bumi Aksara.

Park, H. (2004). The Effects of Divergent Production Activities with Math Inquiry and Think

Aloud of Students With Math Difficulty. Disertasi. [Online].

Pehkonen, Erkki. (1997). The State of Art in Mathematical Creativity. Volume 29, Juni 1997, No.

3, Electronic Edition ISSN 1615-679X.

Silver, Edward A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical

Problem Solving and Thinking in Problem Posing. Volume 29, Juni 1997, No. 3, Electronic

Edition ISSN 1615-679X.

Siswono, T.Y.E. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. [Online].

Page 53: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 257

Torrance, E.P. (1969). Creativity What Research Says to the Teacher. Washington DC: National

Education Association.

Utami Munandar. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Worthington, M. (2006). Creativity Meets Mathematics. [Online].

Page 54: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

258 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN OPEN ENDED BERBASIS PROBLEM

SOLVING SEBAGAI STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL

CERITA PERMUTASI KOMBINASI DITINJAU DARI KREATIVITAS

BELAJAR MATEMATIKA SISWA RSMABI SUKOHARJO 1)

Ira Kurniawati, Yemi Kuswardi, Henny Ekana Chrisnawati

Dosen Prodi P. Matematika PMIPA FKIP UNS

ABSTRACT

The purpose of this research is to determine: (1) the effectivenessof open-ended

learning based problem solving approach on material Permutations and Combinations

classXIRSMABIthat have been testedempirically, (2) which category among the students

with high learning creativity, creativity learning medium, low learning and creativity in

the learning of mathematics that has the ability to think mathematically better in

Permutation and Combination, (3) which of the learning with open-ended learning based

problem solving approach and learning with the conventional approach that gives a

better ability in mathematical thinking in students higher learning creativity, (4) which of

the learning with open-ended learning based problem solving approach with the

conventional approach that gives a better ability in mathematical thinking in students

with medium learning creativity, (5) which of the learning with open-ended learning

based problem solving approach and learning with the conventional approach that gives

a better ability in mathematical thinking in students low learning creativity.

This research is a quasi experimental. The population in this study were all

students of class XI IPA SMA Negeri 1 Sukoharjo and SMA Assalaam Sukoharjo

academic year 2013/2014 which consists of 8 classes. Samples were taken at random

cluster sampling technique. The sample was XI IPA1 class SMA Negeri 1 Sukoharjo and

XI IPA2 class SMA Assalaam Sukoharjo as experimental class, whereas XI IPA2 class

SMA Negeri 1 Sukoharjo and XI IPA1 class SMA Assalaam as control class. Data

collection method used is the method of documentation, methods of test and questionnaire

method. Documentation methods used to obtain data on the ability of the early students,

the test methods used to collect data about students' mathematical thinking ability by

Shafer & Foster, and the questionnaire method used to obtain data on creativity students'

mathematics learning. The data analysis technique which is used in this research is the

two-way analysis of variance with unequal cells. This research, used experimental test

conditions, the balance test using t-test. And the test requirements analysis is test for

normality with Lilliefors method and homogeneity test with F test and Bartlett methods.

Key Words : Open-Ended Approach Learning, Problem Solving, mathematicalthinking

ability

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Materi pelajaran Matematika SMA kelas XI IPA Semester I, memuat materi pokok

peluang. Pada materi pokok tersebut memuat tentang permutasi dan kombinasi. Inti masalah

pada materi tersebut adalah bagaimana siswa menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan

permutasi dan kombinasi. Berdasarkan pengalaman peneliti, kenyataan menunjukkan bahwa

masih banyak siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita tentang penerapan

permutasi dan kombinasi. Mereka belum bisa membedakan apakah suatu soal termasuk

masalah permutasi atau kombinasi. Hal ini ditandai dengan capaian nilai KKM siswa yang

masih rendah pada materi pokok tersebut. Dari hasil ulangan 205 siswa kelas XI IPA RSBI

Page 55: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 259

SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011, pada materi permutasi dan kombinasi

diperoleh data nilai sebagai berikut jika batas nilai KKM untuk Kompetensi Dasar Permutasi

dan Kombinasi adalah 70, maka dari data tersebut tampak bahwa hanya 34,1% siswa yang

mencapai nilai KKM dan 65,9% siswa belum mencapai KKM. Sedangkan berdasarkan data

hasil ulangan siswa kelas XI IPA pada materi permutasi dan kombinasi tahun pelajaran

2011/2012, diperoleh data bahwa sebanyak 44,9% siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo dan 52%

siswa SMA Assalaam belum mencapai KKM, dengan batas nilai KKM 75.

Hal ini dimungkinkan karena penyajian materi yang masih cenderung standar dan kurang

inovatif dalam menyelesaikan soal-soal pada materi permutasi dan kombinasi. Sebagai

gambaran jika diberikan soal cerita berikut: Empat pasang suami istri membeli tiket untuk

suatu pertunjukan. Mereka ingin mengambil nomor duduk secara berjajar. Jika mereka

harus duduk dengan aturan dua orang akan berdekatan hanya jika keduanya adalah

pasangan suami istri atau berjenis kelamin sama , ada berapa banyak susunan tempat duduk

yang mungkin dibentuk? Masalah tersebut merupakan masalah terbuka, artinya cara

pemecahan masalah tersebut dapat dipecahkan melalui berbagai cara. Siswa diberikan

kebebasan dalam menemukan ide dalam menyelesaikannya, sehingga kegiatan kreatif dan pola

pikir siswa dapat berkembang dengan maksimal.

Untuk menyelesaikan soal-soal cerita seperti itu biasanya siswa kurang bersemangat dan

tidak mau berusaha keras untuk memahami soal itu, padahal memahami masalah merupakan

langkah awal dalam memecahkan masalah tersebut. Selanjutnya siswa akan dapat

menyelesaikan soal cerita tersebut dengan benar, jika siswa telah dapat membedakan masalah

tersebut tergolong masalah permutasi atau kombinasi. Jika siswa salah dalam menggolongkan

masalah yang ada, maka langkah penyelesaiannya dipastikan akan salah.

Untuk permasalahan soal cerita di atas sebagian besar siswa salah dalam

menyelesaikannya, sebagian siswa ada yang menyelesaikannya dengan menggunakan rumus

akhir permutasi 4 unsur dari 4 unsur yaitu P(4,4), sebagian lagi menyelesaikannya dengan

rumus P(4,4) x P(4,4), sebagian lagi menyelesaikannya dengan rumus 8! dan sebagian lagi

menyelesaikannya dengan rumus 2 x P(4,4). Kesalahan-kesalahan di atas terjadi di antaranya

karena : siswa tidak memahami masalah dengan benar, siswa tidak bisa mengklasifikasikan

masalah dengan tepat, siswa tidak bisa mengkombinasikan beberapa kejadian yang muncul, dan

juga karena siswa tidak bisa mengaitkan beberapa konsep secara simultan dalam memecahkan

masalah tersebut.

Soal cerita permutasi dan kombinasi bersifat terbuka. Siswa seringkali salah dalam

mengerjakannya karena salah dalam menafsirkan soal. Oleh karena itu, perlu adanya suatu

pembelajaran yang tepat yaitu pembelajaran terbuka yang memberikan kesempatan dan

kebebasan bagi siswa untuk menggunakan caranya masing-masing dalam menyelesaikan soal

tersebut.

Page 56: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

260 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu pendekatan atau strategi pembelajaran yang

akan memberikan kesempatan siswa menemukan idenya untuk memecahkan masalah dengan

benar. Dalam pembelajaran matematika tugas seorang guru sebagai pendidik adalah

menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang dapat membangkitkansemangat belajar

siswa, sehingga siswa mencintai matematika. Penekanan pembelajaran matematika di sekolah

harus relevan dengan kehidupan sehari-hari, agar pelajaran matematika yang diperoleh akan

terasa manfaatnya. Dengan demikian siswa dapat mengaplikasikan matematika dalam

kehidupan sehari-hari. Hal ini akan berdampak positif dalam menciptakan sumber daya manusia

yang bermutu.

Selain itu, untuk dapat memecahkan masalah di atas, diharapkan guru sebagai pendidik

berusaha untuk dapat memilih model, pendekatan atau pun strategi pembelajaran yang dapat

meningkatkan motivasi belajar dan keaktifan siswa, serta pendidik harus berusaha menanamkan

kepada siswa bahwa pelajaran matematika dapat meningkatkan penalaran, membentuk

kepribadian serta dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai siswa pada

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), tentu memiliki karakteristik yang berbeda

dengan siswa pada sekolah-sekolah biasa. Untuk itu pendidik pada RSBI perlu mengembangkan

pembelajaran yang memberikan ruang bagi siswa untuk dapat lebih mengembangkan ide-idenya

sehingga proses berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal. Meskipun

tertanggal 8 Januari 2013 Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menghapus RSBI/

SBI namun Mendiknas Muhamad Nuh menegaskan bahwa sekolah yang berlabel RSBI tidak

bubar, karena yang dilarang adalah label RSBI-nya. Untuk itu, nilai positif dari sekolah RSBI

akan terus dilanjutkan. Peran guru dalam mempersiapkan berbagai perangkat pembelajaran

merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Jadi

untuk dapat mengajar lebih efektif dan membuat anak didik merasa senang dan tidak bosan

dalam belajar, pendidik harus selalu berusaha untuk memvariasikan model, pendekatan atau pun

strategi dalam proses pembelajaran sehingga dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.

Pembelajaran open-ended berbasis problem solving adalah salah satu alternatif

pembelajaran matematika dalam rangka mengoptimalkan kemampuan berpikir matematis siswa

dalam menyelesaikan soal cerita melalui kegiatan aktif, kreatif dan proses berpikir yang

sistematis serta terorganisir. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya pendekatan Open-ended

bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan,

sedangkan pembelajaran problem solving membentuk siswa untuk berpikir secara terstruktur.

Jawaban akhir bukanlah tujuan utama dalam pembelajaran open-ended, tetapi lebih menekankan

pada bagaimana sampai pada suatu jawaban, sehingga pembelajaran open-ended memberikan

kebebasan dalam menggunakan strategi dan cara dalam memecahkan suatu masalah tetapi tetap

berpijak pada problem solving agar pola pikir siswa lebih sistematis. Pembelajaran ini

memberikan kebebasan pada siswa untuk mengekspresikan ide-idenya sehingga kegiatan kreatif

Page 57: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 261

dan proses berpikir siswa dapat berkembang dengan maksimal. Jika proses berpikir matematika

siswa dapat maksimal maka kemampuan siswa dalam memecahkan masalah akan meningkat

sehingga muaranya adalah prestasi belajar matematika siswa pun dapat meningkat.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI IPA semester I SMA Negeri 1 Sukoharjo dan SMA

Assalaam Sukoharjo tahun pelajaran 2013/2014, sebagai sekolah eks RSBI. Dari masing-masing

sekolah tersebut diambil dua kelas yang dikenai penelitian, yaitu kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Pada kelas eksperimen diterapkan pendekatan pembelajaran open ended berbasis

problem solving, sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pendekatan pembelajaran

konvensional.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian tahun kedua adalah tim peneliti mencoba menerapkan pendekatan

pembelajaran open ended berbasis problem solving dalam pembelajaran permutasi kombinasi,

dengan perangkat pembelajaran dan desain instrumen penelitian yang telah diperoleh pada

tahun pertama. Hal ini untuk melihat apakah hasil belajar siswa yang mengikuti kegiatan

pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran open ended berbasis problem solving pada

materi permutasi kombinasi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional.

Adapun tujuan khusus penelitian tahun kedua adalah : 1) untuk mengetahui efektifitas

pendekatan pembelajaran open ended berbasis problem solving pada materi permutasi

kombinasi di kelas XI RSMABI yang telah teruji secara empiris, 2) untuk mengetahui manakah

di antara siswa-siswa dengan kreativitas belajar tinggi, kreativitas belajar sedang, dan kreativitas

belajar rendah dalam pembelajaran matematika yang mempunyai kemampuan berpikir

matematika lebih baik pada materi permutasi kombinasi, 3) untuk mengetahui manakah di

antara pembelajaran dengan pendekatan open-ended dan pembelajaran dengan pendekatan

konvensional yang menghasilkan kemampuan berpikir matematika lebih baik pada siswa

dengan kreativitas belajar tinggi, 4) untuk mengetahui manakah di antara pembelajaran dengan

pendekatan open-ended dan pembelajaran dengan pendekatan konvensional yang menghasilkan

kemampuan berpikir matematika lebih baik pada siswa dengan kreativitas belajar sedang, 5)

untuk mengetahui manakah di antara pembelajaran dengan pendekatan open-ended dan

pembelajaran dengan pendekatan konvensional yang menghasilkan kemampuan berpikir

matematika lebih baik pada siswa dengan kreativitas belajar rendah.

D. Manfaat Penelitian

Hasil Manfaat penelitian tahun kedua yang diharapkan adalah bahwa dengan penelitian

eksperimentasi pembelajaran ini dapat :

1. Bagi guru bidang studi : a) Memberi masukan kepada guru matematika bahwa pendekatan

pembelajaran open-endedberbasis problem solving dapat digunakan sebagai alternatif selain

Page 58: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

262 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

pendekatan pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran matematika, b)

Memberi gambaran kepada guru tentang pendekatan pembelajaran yang dapat menjadi

salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa, c)

Memberi informasi kepada guru bahwa proses pembelajaran matematika yang

menyenangkan akan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitas

belajar sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematika.

2. Bagi siswa : a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

kreativitasnya dalam proses pembelajaran karena bersifat student centered learning, b)

Dengan penerapan pendekatan pembelajaran open-ended berbasis problem solving

diharapkan dapat membantu siswa untuk mengembangkan kegiatan kreatif dan kemampuan

berpikir matematika.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendekatan Pembelajaran Open Ended

Shimada (1997:1) yang menyatakan bahwa pendekatan open-ended adalah pendekatan

pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian

yang benar lebih dari satu, sehingga dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk

memperoleh pengetahuan/pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah

dengan beberapa teknik. Menurut Suherman dkk. (2003:95) problem yang diformulasikan

memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-ended

problem atau soal terbuka. Pembelajaran dengan pendekatan Open-ended diawali dengan

memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan

mengantarkan siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan

banyak jawaban yang benar, sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman

siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.

Tujuan dari pembelajaran Open-ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk,

2003:124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika

siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir

matematika siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki setiap siswa.

B. Pembelajaran Problem Solving

Membelajarkan penyelesaian soal cerita matematika dengan menggunakan metode

pemecahan masalah akan memungkinkan siswa lebih kritis dan analitis, yang aplikasinya akan

menjadi lebih baik dalam pembelajaran matematika, pelajaran lain atau permasalahan di dalam

kehidupan sehari-hari. Untuk memecahkan masalah matematika, George Polya (1973 : 1)

mengemukakan empat tahap, yaitu : (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian,

(3) melaksanakan rencana penyelesaian & (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

Page 59: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 263

Strategi pembelajaran heuristikdalam Problem Solving adalah salah satu alternatif

pembelajaran matematika dalam rangka mengoptimalkan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita melalui tahapan-tahapan yang urut. Tahapan-tahapan tersebut adalah :

(1) bagaimana siswa memahami masalah dengan benar (understanding the problem), (2)

bagaimana siswa merencanakan penyelesaian (device a plan), (3) bagaimana siswa

melaksanakan penyelesaian (carry out the plan), (4) bagaimana siswa memeriksa kembali

langkah-langkah penyelesaian yang telah dilakukan (lookback). Dengan melalui tahapan-

tahapan tersebut pembelajaran akan lebih bermakna karena lebih menekankan pada prosesnya

sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang soal cerita pada materi permutasi

kombinasi.

C. Kemampuan Berpikir Matematika

Kemampuan berpikir matematika adalah proses dinamis yang menuntut lahirnya beragam

ide yang kompleks sehingga terjadi peningkatan pemahaman. Dalam pembelajaran matematika,

guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman siswa, bagaimana memecahkan permasalahan

dan perluasan serta pendalaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu

siswa. Kegiatan berpikir matematika antara lain memahami suatu konsep matematika,

memecahkan permasalahan matematika, mengkonstruksi suatu teori atau permasalahan dengan

menerapkan matematika (Suherman, 2001:115).

Kemampuan berpikir matematika adalah kemampuan memahami ide matematika secara

lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi

dan generalisasi, menalar secara logis, menyelesaikan masalah, komunikasi secara matematis

dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya (Sapos, 2009: 14). Shafer

dan Foster (1997: 2) mengidentifikasikan perkembangan kemampuan berpikir matematis siswa

ke dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat reproduksi, koneksi, dan analisis. Tingkat reproduksi

merupakan tingkat berpikir paling rendah, tingkat koneksi adalah tingkatan berpikir yang

sedang, dan tingkat analisis adalah tingkatan berpikir yang paling tinggi. Tingkat reproduksi

meliputi kemampuan mengetahui fakta dasar, menerapkan algoritma standar, dan

mengembangkan keterampilan teknis. Tingkat koneksi meliputi kemampuan mengintegrasikan

informasi, membuat koneksi dalam dan antar materi matematika, menetapkan rumus (tools)

yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan memecahkan masalah tidak rutin.

Sedangkan tingkat analisis meliputi kemampuan mematematisasi situasi, melakukan analisis,

melakukan interpretasi, mengembangkan model dan strategi sendiri, mengembangkan argumen

matematik, dan membuat generalisasi.

Page 60: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

264 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

METODE PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian

Tahun atau tahap kedua (Tahun 2013) adalah penelitian penerapan atau implementasi

pembelajaran pendekatan open ended berbasis problem solving dengan berpijak pada instrumen

dan perangkat pembelajaran yang dirancang pada penelitian tahun pertama. Pada tahun kedua

ini dilakukan tahap disseminate yang merupakan bagian dari prosedur Thiagarajan tahap

terakhir.Tahap disseminate atau tahap penyebaran terbatas bertujuan untuk melakukan validasi

terhadap perangkat pembelajaran berdasarkan langkah-langkah pada tahap pengembangan

perangkat pembelajaran tahun pertama, yaitu dengan cara menyebarkan perangkat pembelajaran

ke sekolah-sekolah.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental semu (quasi experimental research),

dengan menggunakan ini menggunakan rancangan faktorial 2x3 dengan maksud untuk

mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Variabel bebas pada

penelitian ini yaitu pendekatan pembelajaran dan kreativitas belajar siswa. Pendekatan

pembelajaran terdiri dari pendekatan pembelajaran open-ended berbasis problem solving untuk

kelas eksperimen dan pendekatan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Sedangkan

variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir matematika siswa dengan tingkatan menurut

Shafer dan Foster, yaitu tingkat reproduksi, koneksi, dan analisis.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Sukoharjo

dan SMA Assalaam Sukoharjo tahun pelajaran 2013/ 2014 sebagai eks sekolah RSBI di

Kabupaten Sukoharjo. Adapun rinciannya, SMA Negeri 1 Sukoharjo terdiri dari 5 kelas XI IPA

dan SMA Assalam Sukoharjo yang terdiri dari 3 kelas XI IPA. Sampel diambil dengan teknik

cluster random samplingdengan cara memandang populasi sebagai kelompok-kelompok. Dalam

hal ini, seluruh kelas pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Sukoharjo dan SMA Assalaam

Sukoharjo dipandang sebagai cluster kemudian secara acak dipilih empat dari seluruh kelas

tersebut untuk mendapatkan empat kelas dengan kemampuan siswa yang seimbang yaitu kelas

XI IPA 1 dan XI IPA 2 untuk SMA Negeri 1 Sukoharjo dan XI IPA 1 dan XI IPA 2 untuk SMA

Assalaam Sukoharjo. Setelah itu dilakukan pemilihan secara acak lagi untuk menentukan kelas

manakah yang akan dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Sedemikian sehingga

diperoleh kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Sukoharjo dan kelas XI IPA 2 SMA Assalaam

Sukoharjo sebagai kelas eksperimen, dan kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo dan XI

IPA 1 SMA Assalaam Sukoharjo sebagai kelas kontrol.

C. Teknik Pengumpul Data Penelitian

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, metode tes dan

metode angket. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan

Page 61: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 265

awal siswa dari nilai rapor untuk mata pelajaran matematika pada kelas X semester II tahun

pelajaran 2012/2013.

Data kemampuan awal ini digunakan untuk menguji keseimbangan antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai

kemampuan berpikir matematis siswa. Nilai tes kemampuan berpikir matematis pada materi

Permutasi dan Kombinasi ini didasarkan pada penilaian tingkat berpikir matematika yang

mengacu pada taksonomi Shafer dan Foster. Adapun tes yang diberikan berbentuk essay atau

uraian terstruktur, berisi soal-soal cerita yang berkaitan dengan materi permutasi, kombinasi

dan penerapan permutasi & kombinasi didesain sesuai dengan pendekatan pembelajaran open-

ended berbasis problem solving. Instrumen perangkat dan instrument pembelajaran ini telah

dikembangkan pada penelitian tahun pertama. Sedangkan metode angket digunakan untuk

memperoleh data mengenai kreativitas belajar matematika siswa.Dalam penelitian ini digunakan

angket yang memuat pertanyaan - pertanyaan mengenai kreativitas belajar siswa yang terdiri

dari 27soal pilihan ganda dengan 4 alternatif jawaban.

D. Teknik Analisa Data

Untuk menganalisis data hasil belajar siswa setelah dilaksanakan eksperimen digunakan

analisis statistik inferensial dengan anava dua jalan dengan sel tak sama.Faktor yang

digunakan untuk mengetahui perbedaan interaksi efek baris, efek kolom, dan kombinasi efek

baris dan kolom terhadap kemampuan berpikir matematika siswa adalah faktor A (pemberian

pendekatan pembelajaran) dan faktor B (kreativitas belajar siswa). Namun sebelumnya

dilakukan uji keseimbangan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan uji t, untuk

melihat apakah kedua kelas ini berasal dari dua kelompok populasi yang mempunyai

kemampuan awal sama. Asumsi penggunaan uji t adalah sampel berasal dari populasi yang

berdistribusi normal dan dua kelompok yang dibandingkan adalah homogen. Sehingga sebelum

digunakan uji t terlebih dahulu dilaksanakan uji asumsi yaitu uji normalitas dengan metode

Lilliefors dan Uji homogenitas dengan menggunakan uji Chi Kuadrat. Selain itu sebelum

melakukan analisis statistik inferensial dengan anava dua jalan pada data hasil belajar

matematika siswa materi permutasi kombinasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan uji

prasyarat anava yaitu uji normalitas dengan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan

menggunakan uji Chi Kuadrat. Apabila hipotesis nol ditolak maka dilakukan uji komparasi

ganda yaitu tindak lanjut dari analisis variansi. Untuk uji lanjut anava digunakan metode

Scheffe.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembahasan Hasil Analisis

1. Hipotesis Pertama

Page 62: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

266 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Dari perhitungan anava dua jalan dengan sel tak samadiperoleh

tabela F 3,9200 7,5254 F , sehingga H0A ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan

kemampuan berpikir matematika siswa antara pendekatan pembelajaran open-endedberbasis

problem solving dan pendekatan pembelajaran konvensional pada materi permutasi dan

kombinasi. Diperoleh rataan marginal kelas dengan pendekatan open-ended berbasis

problem solving sama dengan 75,33 dan rataan marginal kelas dengan pendekatan

konvensional sama dengan 66,49. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

pendekatan open-ended berbasis problem solving lebih baik daripada pembelajaran dengan

pendekatan konvensional terhadap kemampuan berpikir matematika pada materi permutasi

dan kombinasi.

2. Hipotesis Kedua

Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh Fb =

3,5078 > 3,090 = Ftabel, maka H0B ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaaan kemampuan

berpikir matematika siswa ditinjau dari kreativitas belajar matematika siswa pada materi

permutasi dan kombinasi.

Berdasarkan uji pasca anava diperoleh F1-2 = 1,0558; F1-3 = 6,2196; F2-3 = 4,6703;

DK = { 6.18FF }, sehingga dapat disimpulkan bahwa:

a. Siswa yang mempunyai kreativitas belajar matematika tinggi dengan siswa yang

mempunyai kreativitas belajar matematika sedang memiliki kemampuan berpikir

matematika yang sama. Karakteristik perbedaan tersebut sesuai dengan karakteristik

perbedaan rataan marginalnya. Rataan marginal kreativitas belajar matematika siswa

kelompok kreativitas belajar matematika tinggi sama dengan 75,63dan rataan

kemampuan berpikir matematika siswa kelompok kreativitas belajar matematika

sedang sama dengan 71,48. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki

kreativitas belajar matematika tinggi mempunyai kemampuan berpikir matematika

yang sama baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kreativitas belajar

matematika sedang.

b. Siswa yang mempunyai kreativitas belajar matematika tinggi dengan siswa yang

mempunyai kreativitas belajar matematika rendah secara signifikan memiliki

kemampuan berpikir matematika yang berbeda. Karakteristik perbedaan tersebut

sesuai dengan karakteristik perbedaan rataan marginalnya. Rataan marginal kreativitas

belajar matematika siswa kelompok kreativitas belajar matematika tinggi sama dengan

77,31 dan rataan kemampuan berpikir matematika siswa kelompok kreativitas belajar

matematika rendah sama dengan 62,98.Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa yang

memiliki kreativitas belajar matematika tinggi mempunyai kemampuan berpikir

matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kreativitas

belajar matematika rendah.

Page 63: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 267

c. Siswa yang mempunyai kreativitas belajar matematika sedang dengan siswa yang

mempunyai kreativitas belajar matematika rendah memiliki kemampuan berpikir

matematika yang sama. Karakteristik perbedaan tersebut sesuai dengan karakteristik

perbedaan rataan marginalnya. Rataan marginal kreativitas belajar matematika siswa

kelompok kreativitas belajar matematika sedang sama dengan 71,48dan rataan

kemampuan berpikir matematika siswa kelompok kreativitas belajar matematika

rendah sama dengan 62,98.Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki

kreativitas belajar matematika sedang mempunyai kemampuan berpikir matematika

yang sama baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kreativitas belajar

matematika rendah.

3. Hipotesis Ketiga, Keempat dan Kelima

Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh Fab =

0,1233 < 3,090 = Ftab, maka H0AB tidak ditolak sehingga tidak perlu dilakukan uji pasca

anava. Dengan tidak ditolaknya H0AB berarti tidak terdapat interaksi antara pendekatan

pembelajaran dan kreativitas belajar matematika siswa terhadap kemampuan berpikir

matematika siswa pada materi permutasi dan kombinasi. Dengan tidak adanya interaksi

mengakibatkan:

a. Pada siswa dengan kreativitas belajar tinggi, pembelajaran dengan pendekatan open-

ended berbasis problem solving akan menghasilkan kemampuan berpikir matematika

yang lebih baik daripada pendekatan konvensional.

b. Pada siswa dengan kreativitas belajar sedang, pembelajaran dengan pendekatan open-

ended berbasis problem solving akan menghasilkan kemampuan berpikir matematika

yang lebih baik daripada pendekatan konvensional.

c. Pada siswa dengan kreativitas belajar rendah, pembelajaran dengan pendekatan open-

ended berbasis problem solving akan menghasilkan kemampuan berpikir matematika

yang lebih baik daripada pendekatan konvensional.

Hasil kesimpulan tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang kelima yang menyatakan

bahwa pada siswa dengan kreativitas belajar rendah, pembelajaran dengan pendekatan

open-ended akan menghasilkan kemampuan berpikir matematika yang sama baiknya

dengan pendekatan konvensional.

Tidak terpenuhinya hipotesis kelima mungkin dikarenakan:

a) Pada siswa dengan kreativitas belajar rendah, pembelajaran dengan pendekatan open-

ended berbasisproblem solving akan menuntut siswa untuk dapat berpikir kreatif dalam

menemukan ide-ide dalam menyelesaikan permasalahan terbuka. Sehingga dengan

pendekatan ini, siswa akanterus termotivasi dan terlatih untuk mencari penyelesaian

dari masalah yang bersifat terbuka. Akibatnya untuk siswa dengan kreativitas belajar

rendah, pendekatan pembelajaran open-ended berbasis problem solving akan

Page 64: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

268 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

menghasilkan kemampuan berpikir matematika yang lebih baik dibanding pembelajaran

konvensional.

b) Faktor yang ada dalam diri siswa pada saat pengisian angket kreativitas belajara turut

mempengaruhi nilai skor angket, misalnya pengisian jawaban tidak sesuai dengan

kondisi sebenarnya yang dialami siswa.

4. Persentase Tingkatan Kemampuan Berpikir Matematika

a. Persentase Tingkatan Kemampuan Berpikir Matematika Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran

b.

Tabel 1.Tingkat Kemampuan Berpikir Matematika Siswa Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran

Tingkat Berpikir

Matematis yang

Dicapai Oleh Siswa

Persentase (%)

Kelas Eksperimen

(Kelas dengan pendekatan

Open-EndedBerbasis Problem

Solving)

Kelas Kontrol

(Kelas dengan pendekatan

Konvensional)

No.1 No. 2 No. 3 No. 1 No.2 No.3

Reproduksi 3,33 15 0 1,61 1,61 0

Koneksi 62,9 88,71 48,39 40 43,3 43,33

Analisis 56,67 41,67 55 35,48 9,68 51,61

Berdasarkan Tabel tersebut di atas diperoleh kesimpulan bahwa :

1) Pencapaian tingkat Reproduksi untuk kelas Eksperimen lebih banyak daripada kelas

Kontrol.

2) Pencapaian tingkat Koneksi siswa untuk kelas Eksperimen lebih banyak daripada kelas

Kontrol.

3) Pencapaian tingkat Analisis siswa untuk kelas Eksperimen lebih banyak daripada kelas

Kontrol.

Hal ini berarti bahwa pembelajaran dengan pendekatan open-ended berbasis problem

solving dapat lebih meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa daripada

pendekatan konvensional pada materi permutasi dan kombinasi.

c. Persentase Tingkatan Kemampuan Berpikir Matematika Berdasarkan

Kreativitas Belajar Siswa

Page 65: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 269

Tabel 2. Persentase Tingkat Kemampuan Berpikir Matematika Berdasarkan Kreativitas Belajar

Siswa

Tingkat

Berpikir

Matematika

Persentase (%)

Kreativitas Tinggi Kreativitas Sedang Kreativitas Rendah

No.1 No.2 No.3 No.1 No.2 No.3 No.1 No.2 No.3

Reproduksi 0,00 6,25 0,00 1,12 10,11 0,00 5,88 0,00 0,00

Koneksi 43,75 62,5 56,25 51,68 62,92 42,70 64,70 88,23 52,94

Analisis 56,25 31,25 43,75 47,19 26,97 56,18 29,41 11,76 47,06

Berdasarkan Tabel tersebut di atas diperoleh kesimpulan bahwa:

1) Pencapaian Tingkat Reproduksi Pada Masing-masing Butir Soal

Untuk kategori kreativitas belajar sedang lebih banyak daripada kategori

kreativitas belajar tinggi dan untuk kategori kreativitas belajar rendah. Hal ini karena

meskipun pencapaian masih di bawah 50 %, tetapi persentase pencapaian untuk kategori

kreativitas belajar sedang per tipe butir soal lebih banyak daripada kategori kreativitas

belajar tinggi dan rendah.

2) Pencapaian Tingkat Koneksi Pada Masing-masing Butir Soal

Untuk kategori kreativitas belajar tinggi lebih banyak daripada kategori kreativitas

belajar sedang dan kategori kreativitas belajar rendah. Hal ini karena pencapaian

mendekati atau di atas 50%, tetapi persentase pencapaian untuk kategori kreativitas

belajar tinggi per tipe butir soal lebih banyak daripada kategori kreativitas belajar

sedang dan rendah.

3) Pencapaian tingkat Analisis pada masing-masing butir soal

Pencapaian tingkat analisis untuk kategori kreativitas belajar tinggi lebih banyak

daripada kategori kreativitas belajar sedang dan rendah. Hal ini disebabkan karena

pencapaian mendekati atau di atas 50%. Akan tetapi persentase pencapaian pada

kategori kreativitas belajar tinggi per tipe butir soal lebih banyak daripada persentase

untuk kategori kreativitas belajar sedang dan rendah.

Berdasarkan kategori kreativitas belajar siswa pada tingkat reproduksi, koneksi,

dan analisis untuk masing-masing soal diperoleh kesimpulan bahwa : siswa dengan

kreativitas belajar tinggi mempunyai kemampuan berpikir matematika yang lebih baik

daripada siswa dengan kreativitas belajar sedang, sedangkan siswa dengan kreativitas

belajar tinggi mempunyai kemampuan berpikir matematika yang lebih baik daripada

siswa dengan kreativitas belajar rendah, dan siswa dengan kreativitas belajar sedang

Page 66: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

270 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

mempunyai kemampuan berpikir matematika yang lebih baik daripada siswa dengan

kreativitas belajar rendah.

Berdasarkan kreativitas belajar siswa pada tingkat reproduksi, dan koneksi

diperoleh kesimpulan bahwa siswa dengan kreativitas belajar sedang mempunyai

kemampuan berpikir matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas

tinggi. Sedangkan siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai kemampuan

berpikir matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar rendah,

dan siswa dengan kreativitas belajar sedang mempunyai kemampuan berpikir

matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar rendah.

Tingkat analisis adalah faktor penentu pencapaian kemampuan berpikir

matematika, hal ini karena pada tingkat analisis ini kemampuan berpikir matematika

bisa terlihat dengan jelas, meliputi kemampuan matematisasi situasi, analisis,

interpretasi, mengembangkan model hingga generalisasi. Pada tingkat analisis diperoleh

kesimpulan bahwa : siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai kemampuan

berpikir matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas sedang,

sedangkan siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai kemampuan berpikir

matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar rendah, dan siswa

dengan kreativitas belajar sedang mempunyai kemampuan berpikir matematika yang

lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar rendah. Oleh karena itu kesimpulan

akhir yang dipakai adalah kesimpulan pada tingkat analisis.

Jadi, berdasarkan kreativitas belajar siswa untuk masing-masing soal diperoleh

kesimpulan bahwa siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai kemampuan

berpikir matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas sedang.

Sedangkan siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai kemampuan berpikir

matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar rendah, dan siswa

dengan kreativitas belajar sedang mempunyai kemampuan berpikir matematika yang

lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian&pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended berbasis problem solving

menghasilkan kemampuan berpikir matematika yang lebih baik daripada pendekatan

konvensional pada materi permutasi dan kombinasi

2. Siswa dengan kreativitas belajar tinggi menghasilkan kemampuan berpikir matematika

yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar matematika sedang dan

rendah. Sedangkan siswa dengan kreativitas belajar matematika sedang menghasilkan

Page 67: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 271

kemampuan berpikir matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas

belajar matematika rendah pada materi permutasi dan kombinasi

3. Pada siswa dengan kreativitas belajar matematika tinggi, pembelajaran dengan

pendekatan open-ended berbasis problem solving menghasilkan kemampuan berpikir

matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional

pada materi permutasi dan kombinasi

4. Pada siswa dengan kreativitas belajar matematika sedang, pembelajaran dengan

pendekatan open-ended berbasis problem solving menghasilkan kemampuan berpikir

matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional

pada materi permutasi dan kombinasi.

5. Pada siswa dengan kreativitas belajar rendah, pembelajaran dengan pendekatan open-

ended berbasis problem solving menghasilkan kemampuan berpikir matematika yang

lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka ada beberapa saran yang ditujukan pada guru dan

siswa sebagai berikut : 1) guru matematika tingkat SMA dapat menerapkan pendekatan open

ended berbasis problem solving sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika khususnya

materi permutasi kombinasi, dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir matematika

siswa, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajar matematika siswa, 2)

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya dalam proses

pembelajaran matematika karena pendekatan open ended berbasis problem solvingbersifat

student centered learningsehingga pembelajaran lebih bermakna karena menekankan pada

proses belajar siswa, 3) Siswa hendaknya aktif dalam proses pembelajaran dan memecahkan

permasalahan sehingga kreativitas belajar dan kemampuan berpikir matematika siswa dapat

berkembang secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Eggen, P.D. dan Kauchak, D.P. 1997. Strategies For Teacher Teaching Content And Thingking

Skills. Boston: Allyn & Bacon.

Ira Kurniawati, Henny Ekana Chrisnawati. (2011). Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir

Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Permutasi Kombinasimelalui

Pembelajaran Open Ended di RSMABI. Laporan Penelitian Research Grant PGMIPA

BI (Tidak dipublikasikan), FKIP UNS.

Ira Kurniawati, Yemi Kuswardi, Henny Ekana Chrisnawati. (2012). Pembelajaran Open Ended

Berbasis Problem Solving Sebagai Strategi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Permutasi Kombinasi di RSMABI

Page 68: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

272 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

Sukoharjo. Laporan Penelitian Hibah Sarjana Tahun Pertama (Tidak dipublikasikan),

Dana BLU FKIP UNS.

Polya, George. 1973. How to Solve It. New Jersey : Princeton.

Sawada, T. 1997. Developing Lesson Plan. Dalam J. P. Becker & S. Shimada (Ed.). The Open-

Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. Virginia: National

Council of Teachers of Mathematics.

Sapos. (2009). Kemampuan Berpikir Matematis. Diperoleh 10 Februari 2012, dari

http://www.unmul.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=178%3kem

ampuan-berpikir-matematis&catid=40%3Amacs-and-ipod&Itemid=27.

Shafer, M.C & Foster, S. (1996). The Changing Face of Assessment. Principled Practice, 1(2),

1-12. Diperoleh 25 Februari 2012, dari http://www.wcer.wisc.edu/ncisla.

Shimada, S. 1997. The Significance of an Open-Ended Approach. Dalam J. P. Becker & S.

Shimada (Ed.). The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching

Mathematics. Virginia: National Council of Teachers of Mathematics.

Suherman, E. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Triagarajan, S & Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional Development for Training

Teacher of Expentional Children. Bloomington : Indiana University.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif : Konsep, Landasan dan

Implementasinya pada KTSP. Jakarta: Kencana.

Page 69: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 273

Keefektifan Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan

Karater di Sekolah Dasar

Riyadi, Mardiyana, Rukayah

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menemukan model pembelajaran matematika

dengan pendekatan pendidikan karakter yang tepat/cocok untuk diimplementasikan di

Sekolah Dasar; (2) Menemukan hasil uji keefektifan prototype model pembelajaran

matematika dengan pendekatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar yang telah

dikembangkan.

Penelitian ini dibatasi pada “pembelajaran matematika di sekolah dasar” yang

dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun. Penelitian yang sudah dilakukan pada tahun

pertama mencakup tahap studi pendahuluan/eksplorasi dan tahap pengembangan model.

Penelitian yang dilakukan pada tahun kedua mencakup tahap pengujian model dan

tahap diseminasi. Lokasi penelitian mencakup 18 SD di Surakarta, Karanganyar, dan

Klaten. Sumber datanya meliputi hasil observasi, hasil tes, pelaksanaan pembelajaran,

dokumen, dan siswa serta guru kelas V SD. Penentuan sampel penelitian dilakukan

dengan stratified cluster random sampling. Teknik pengumpulan data yaitu metode tes,

dan catatan lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara,

analisis dokumen dan tes. Analisis data dengan model analisis interaktif, sedangkan

analisis hasil eksperimen dilakukan dengan teknik t-test.

Hasil penelitian ini adalah (1) model pembelajaran matematika dengan

pendekatan pendidikan karakter di sekolah dasar lebih efektif daripada model

pembelajaran konvensional; (2) model pembelajaran matematika dengan pendekatan

pendidikan karakter di sekolah dasar dan buku “Pedoman Pelaksanaan Model

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar”

dapat diterima oleh stakeholders secara baik.

Kesimpulan penelitian ini adalah model pembelajaran matematika dengan

pendekatan pendidikan karakter dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar

matematika siswa sekolah dasar, baik dari aspek pengetahuan, sikap maupun

keterampilannya.

Kata kunci: model pembelajaran, matematika, pendidikan karakter

PENDAHULUAN

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Naional menegaskan

bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun upaya pendidikan

yang dilakukan oleh lembaga pendidikan belum sepenuhnya mengarahkan perhatian secara

komprehensif pada upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Dekadensi moral di kalangan pelajar dan mahasiswa akhir-akhir ini sangat

memprihatinkan. Tayangan media massa sering menayangkan perilaku anarkis, menghujat,

sampai pada pemaksaan kehendak. Tawuran antarpelajar di berbagai wilayah di Indonesia

sering dapat dilihat di televisi. Perilaku mereka tidak lagi mencerminkan sebagai seorang yang

Page 70: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

274 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

terpelajar, berbudaya, dan berakhlak, mereka hanya mengikuti emosi sesaat akibat provokasi

orang lain. Mereka seolah-olah tidak pernah mendapatkan pendidikan karakter (budi pekerti).

Padahal, saat duduk di bangku sekolah mereka mendapatkan Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn), dan agama. Maraknya tawuran antarpelajar tentu merupakan

tamparan keras bagi dunia pendidikan di Indonesia. Sekolah sebagai lembaga formal dalam

mencetak manusia yang berkarakter, bermoral, berpengetahuan, dan berketerampilan, seakan

gagal dalam menjalankan peran dan fungsinya. Tak bisa dipungkiri, munculnya tindakan brutal

saat tawuran akibat merosotnya moral dan budi pekerti para pelajar.

Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis

ekonomi melainkan juga oleh krisis akhlak. Krisis akhlak disebabkan oleh tidak efektifnya

pelaksanaan pendidikan nilai di keluarga, sekolah maupun masyarakat. Salah satu penyebab

krisis itu adalah kekurangberdayaan dunia pendidikan, dalam merespon bermacam kebutuhan

belajar warga masyarakat yang terus meningkat dengan latar belakang sosio-ekonomi yang

berbeda-beda. Dengan memperhatikan kondisi ini, pendidikan nilai dianggap belum mampu

menyiapkan generasi muda menjadi warga negara yang bermoral.

Dampak globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak

masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama kalangan generasi muda yang cenderung mudah

terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter

bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar bangsa

Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi mudanya

tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.

Menurut Doni Koessoema dalam IGK Tribana (2010), pendidikan karakter pada peserta

didik semakin lemah dan terus mengalami kemunduran. Pendidikan karakter pelan-pelan makin

hilang dan tampaknya kurang begitu mendapatkan perhatian yang serius dari para pendidik.

Pendidikan karakter belum menjadi gerakan bersama, hanya dilakukan oleh beberapa pendidik

yang masih mempunyai idealisme. Lebih lanjut, Doni Koessoema menyatakan bahwa meskipun

sudah sering digembar-gemborkan sebagai suatu kepentingan dan kemendesakan dalam

pendidikan di Indonesia, implementasi pendidikan karakter di lapangan belum sehebat

pewacanaannya.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga

sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,

sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Pendidikan

karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi

pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu

dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.

Page 71: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 275

Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter

bangsa yaitu Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang

berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya

diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.

Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural;

(2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi

terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati

baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap

warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan

bangsa lain dalam suatu harmoni.

Kemdiknas (2010: 11) menyebutkan ada empat prinsip yang digunakan dalam

pengembangan pendidikan karakter, yaitu 1) berkelanjutan, 2) melalui semua mata pelajaran, 3)

nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan melalui proses belajar, dan 4) Proses pendidikan

dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.

Menurut Masnur Muslich (2011: 86), pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam

pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma

atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dan dikaitkan

dengan konteks kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran nilai-nilai

karakter tidak hanya pada tataran kognitif saja, tetapi menyentuh pada internalisasi dan

pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Dharma Kesuma, dkk. (2011: 12),

nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran

antara lain: jujur, kerja keras, sabar, ulet, terbuka, mandiri, disiplin, tanggung jawa, kerjasama,

adil dan peduli. Berdasarkan pemaparan tersebut jelas bahwa pendidikan karakter juga dapat

diintegrasikan ke dalam mata pelajaran matematika. Berdasarkan Permendiknas Nomor 23

Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan disebutkan bahwa salah satu kompetensi yang

dituntut harus dikuasai siswa pada mata pelajaran matematika Sekolah Daasar yaitu memiliki

kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. Oleh karena itu, walupun objek matematika

bersifat abstrak dan penalarannya deduktif, norma atau nilai-nilai seperti jujur, kerja keras,

sabar, ulet, terbuka, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerjasama, adil dan peduli tetap dapat

diintegrasikan ke dalam mata pelajaran matematika.

Pembelajaran matematika adalah suatu cara untuk membuat siswa belajar matematika.

Mengingat bahwa matematika merupakan ilmu yang deduktif aksiomatik dan objek

penelaahannya abstrak, sedangkan matematika sudah harus diajarkan mulai anak-anak, maka

kegiatan pembelajaran matematika harus direncanakan sesuai dengan kemampuan intelektual

siswa. Oleh karena itu cara membelajarkan matematika kepada anak-anak dan orang dewasa

harus berbeda, karena kemampuan intelektualnya berbeda. Menurut Doman, seperti yang

Page 72: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

276 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

dikutip oleh Herman Hudojo, menyatakan bahwa apabila fakta-fakta matematika diberikan

kepada anak-anak balita sesuai dengan kemampuannya, mereka akan dapat menemukan sendiri

aturan-aturan yang ada di dalamnya (Herman Hudojo, 1988: 95). Hal ini berarti bahwa

matematika dapat diajarkan kepada siapa saja tanpa memandang usia, asal disesuaikan dengan

kemampuan intelektualnya.

Keberhasilan guru dalam membelajarkan siswa dipengaruhi oleh banyak hal, salah

satunya adalah model pembelajaran yang digunakan guru. Oleh karena itu pemilihan model

pembelajaran merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian. Model pembelajaran adalah

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para

perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas

pembelajaran. Berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran, Nieveen dalam Trianto (2009:

24-25) mengemukakan tiga kriteria untuk menentukan kualitas model pembelajaran, yaitu

validitas, kepraktisan dan keefektifan, yang masing-masing diuraikan dengan aspek-aspek

sebagai berikut. 1) Aspek validitas (validity) dikaitkan dengan dua hal, yaitu: a) model

pembelajaran dikembangkan berdasarkan pada rasional teoritik yang kuat, dan b) model

pembelajaran mempunyai konsistensi internal. 2) Aspek kepraktisan (practicality), maksudnya

yaitu model pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan. 2) Aspek keefektifan

(effectiveness), yaitu model pembelajaran dikatakan efektif jika ahli dan praktisi berdasarkan

pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut praktis dan secara operasional model

tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter adalah model

pembelajaran yang merupakan perpaduan dari model pembelajaran berbasis masalah dan

pendekatan kontekstual. Langkah-langkah model pembelajaran matematika dengan pendekatan

pendidikan karakter terdiri dari tujuh fase, yaitu 1) Orientasi siswa pada masalah, 2)

Mengorganisasikan siswa untuk belajar, 3) Membantu penyelidikan individu maupun

kelompok, 4) Pemodelan (modelling), yaitu model yang menggambarkan situasi nyata terkait

materi yang dipelajari dan siswa melibatkan diri dan berupaya mengaplikasikan pengetahuan

yang dimiliki dan digunakan untuk memecahkan masalah dalam situasi tersebut, 5) Berbagi

(sharing), yaitu kelompok siswa atau perwakilannya berbagi dengan keseluruhan siswa dalam

kelas tentang hasil kinerja dan hasil diskusi dalam kelompoknya, 6) Refleksi (reflection), yaitu

dan 7) Penilaian nyata (authentic assesment) yaitu penilaian secara obyektif dengan berbagai

cara yang merepresentasikan kemampuan siswa yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian di muka dirumuskan permasalah sebagai berikut: Permasalahan

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah hasil pengembangan

prototype menjadi suatu model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan

karakter di Sekolah Dasar?, dan 2) Bagaimanakah keefektifan prototype model pembelajaran

Page 73: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 277

matematika dengan pendekatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar yang telah

dikembangkan?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu model pembelajaran matematika

yang mengintegrasikan pendidikan karakter di Sekolah Dasar. Oleh karena itu model yang

digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and Development).

Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan menempuh prosedur penelitian pengembangan

seperti diuraikan oleh Sugiyono (2010: 409), yang meliputi sepuluh langkah. Dalam

pelaksanaan penelitian pengembangan ini, dari sepuluh langkah dirampatkan menjadi empat

tahap yang akan dilaksanakan dalam waktu dua tahun. Penelitian yang telah dilakukan Tahun

Pertama, meliputi langkah-langkah (1) studi pendahuluan atau tahap eksplorasi, dan (2) tahap

pengembangan model. Penelitian yang dilakukan pada Tahun kedua, meliputi langkah-langkah

(1) tahap pengujian model, dan (2) tahap diseminasi. Tahap pengujian model, yaitu suatu tahap

yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan dan keunggulan suatu produk pendidikan maka

diperlukan pengujian produk akhir. Sedangkan tahap diseminasi hasil penelitian ini dilakukan

dengan 1) Penerbitan buku ajar matematika dengan pendekatan pendidikan karakter di Sekolah

Dasar, 2) Penerbitan buku pedoman pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan

karakter di Sekolah Dasar, 3) Penulisan artikel di jurnal nasional, dan 4) Dipresentasikan di

forum seminar tingkat nasional.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD di kota Surakarta dan sampel diambil

dengan teknik statified cluster random sampling yakni pengambilan sampel dengan stratifikasi

dan popopasinya dianggap sebagai kelompok-kelompok. Berdasarkan teknik pengambilan

sampel tersebut, diperoleh sampel untuk kelas eksperimen adalah siswa kelas VE SD Negeri

Cemara Dua Surakarta, SD Negeri Mangkubumen Kulon Surakarta dan SD Negeri Sekip II

Surakarta dengan jumlah total 102 siswa. Sedangkan sampel untuk kelas kontrol adalah siswa

kelas VC SD Negeri Cemara Dua Surakarta, SD Negeri Dukuhan Kerten Surakarta dan SD

Negeri Kleco II Surakarta dengan jumlah total 109 siswa.

Teknik pengumpulan data tahap ini adalah (1) observasi, (2) wawancara, (3) catatan

lapangan, dan (4) analisis dokumen. Teknik analisis data yang digunakan pada tahap ini adalah

teknik t-test. Sebelum dilakukan pengujian dengan uji t, dilakukan terlebih dahulu pengujian

prasyarat analisis yaitu uji kenormalan distribusi dengan metode Lilliefors dan uji kehomogenan

variansi populasi dengan metode Bartlett.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Keefektifan Model

Data yang digunakan untuk uji kemampuan awal matematika siswa adalah nilai hasil

pretest.Berdasarkan hasil uji keseimbangan terhadap data kemampuan awal hasil belajar

Page 74: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

278 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

matematika siswa, diperoleh nilai 209;05,0t sebesar 1,98dengan 98,1ttDK sehingga

obst tidak terletak pada daerah kritik. Hal ini berarti bahwa pada taraf signifikansi 0,05,

keputusan uji keseimbangan terhadap data kemampuan awal matematika siswa adalah

H0diterima.Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa populasi pada kelas eksperimen dan

populasi padakelas kontrolmempunyai kemampuan awal yang sama.

Berikut ini disajikan deskripsi data hasil belajar matematika siswa pada masing-masing

sampel.

Tabel 1 Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Siswa

Pada Masing-masing Sampel

Sampel n Nilai Min Nilai Maks 𝑋 s

Eksperimen 102 35 95 68,3333 14,7644

Kontrol 109 35 95 60,0459 13,6845

Sebelum uji hipotesis dengan menggunakan uji-t, dilakukan terlebih dilakukan uji

persyaratan analis, yang meliputi: (a) uji kenormalan distribusi populasi, dan (b) uji

kehomogenan variansi populasi.

Berdasarkan hasil uji kenormalan distribusi terhadap data hasil belajar diperoleh bahwa

sampel pada kelas eksperimen maupun sampel pada kelas kontrol mempunyai nilai Lobskurang

dari nilai L0,05; n. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05, keputusan uji kenormalan distribusi

populasi untuk setiap sampel adalah H0diterima. Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa

sampel pada kelas eksperimen maupun sampel pada kelas kontrol masing-masing berasal dari

populasi yang berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data kemampuan awal

hasil belajar matematika siswa, diperoleh nilai 𝜒𝑜𝑏𝑠2 sebesar 0,2617 kurang dari

nilai𝜒0,05; 𝑘−12 sebesar3,84. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05, keputusan uji

homogenitas variansi populasi adalah H0diterima. Dengan demikian, diperoleh kesimpulan

bahwa populasi-populasi yang dibandingkan, yakni populasi pada kelas eksperimen dan

populasi pada kelas kontrol mempunyai variansi yang sama (homogen).

Uji hipótesis dilakukan untuk mengetahui apakah populasi pada kelas eksperimen dan

populasi pada kelas kontrol mempunyai perbedaan hasil belajar setelah masing-masing

mendapat perlakuan. Rangkuman hasil analisisnya dinyatakan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2 Rangkuman Uji Uji Hipotesis Hasi Belajar Matematika

Hipotesis obst 209;05,0t Keputusan Kesimpulan

21 4,2315 1,98 H0ditolak Ada perbedaan hasil belajar

Page 75: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 279

Berdasarkan hasil uji hipotesis terhadap data hasil belajar matematika siswa, diperoleh

nilai 209;05,0t sebesar 1,98 dengan 98,1ttDK sehingga obst terletak pada daerah

kritik. Hal ini berarti bahwa pada taraf signifikansi 0,05, keputusan uji hipotesis terhadap hasil

belajar matematika siswa adalah H0ditolak.

Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara

hasil belajar matematika pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran matematika

dengan pendekatan pendidikan karakter dan kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran

konvensional.

Di lain pihak diperoleh bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang dikenai model

pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter adalah 68,3333 dan rata-rata

hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran konvensional adalah 60,0459. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran matematika dengan pendekatan

pendidikan karakter memberikan hasil belajar matematika yang lebih baik daripada model

konvensional. Lebih baiknya hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran

matematika dengan pendekatan pendidikan karakter disebabkan karena model pembelajaran ini

mengedepankan permasalahan kontekstual. Dengan kata lain, permasalahan yang disajikan pada

pembelajaran tersebut adalah permasalahan nyata yang telah dialami siswa dalam kehidupannya

sehari-hari. Hal ini membuat siswa mudah memahami materi geometri dan pembelajaran materi

geometri menjadi lebih bermakna. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sumardi (2006) yang menyimpulkan bahwa, hasil belajar geometri datar siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik dari siswa yang

menggunakan pendekatan konvensional. Berdasarkan semua hal tersebut, dapat diambil

kesimpulan bahwa model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter

lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional.

Keberterimaan Model

Pengembangan model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter

di Sekolah Dasar yang telah dilaksanakan mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak,

termasuk dari stakeholders. Tanggapan stakeholders perlu diperoleh peneliti untuk mengetahui

keberterimaan model. Tanggapan tersebut di antaranya diberikan oleh Kepala Sekolah Dasar,

dan guru Sekolah Dasar. Tanggapan-tanggapan tersebut berdasarkan pada pelaksanaan uji coba

dan eksperimen, serta buku Pedoman Pelaksanaan Model Pembelajaran Matematika di Sekolah

Dasar.

Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Dasar menyatakan bahwa baik ditinaju dari segi

substansi maupun ditinjau segi sintaksisnya, model pembelajaran matematika dengan

pendekatan pendidikan karaktercukup baik karena dikembangkan berdasarkan filsafat

konstruktivisme dan pembelajarannya berpusat pada siswa. Secara umum pendapat kepala

Page 76: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

280 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

sekolah dan guru sekolah dasar dirangkum sebagai berikut: 1). Kepala Sekolah dan Guru

Sekolah Dasar menyatakan bahwa model pembelajaran matematika dengan pendekatan

pendidikan karaktermerupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diimplementasikan di

sekolah dasar, 2). Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Dasar menyatakan bahwa mereka merasa

mendapat pencerahan bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam mata pelajaran

matematika di sekolah dasar, 3). Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Dasar menyatakan bahwa

mereka merasa mendapat pencerahan bagaimana cara melakukan pengukuran (penilaian) nilai-

nilai karakter dalam mata pelajaran matematika di sekolah dasar, 4). Guru tidak mengalami

kesulitan dalam mengimplementasikan model tersebut, dan 5). Model pembelajaran yang

dikembangkan memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa

kesimpulan, sebagai berikut: 1) Model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan

karakter memberikan hasil belajar matematika yang lebih baik daripada model konvensional.

Hal ini berarti model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakterlebih

efektif daripada model konvensional, 2) Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Dasar menyatakan

bahwa model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karaktermerupakan

salah satu model pembelajaran yang dapat diimplementasikan dengan baik di sekolah dasar, dan

3) Buku “Pedoman Pelaksanaan Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar”, dapat memudahkan guru dalam membelajarkan

matematika dan dapat diimplementasikan dengan baik di sekolah dasar.

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, disarankan kepada para guru sekolah dasar sebagai

berikut: 1) Guru perlu mengembangkan nilai-nilai karakter yang diintegrasikan pada mata

pelajaran matematika, dan 2) Model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan

karakter merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut filsafat konstruktivisme dan

dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu, sesekali guru perlu menerapkan

model tersebut dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar yang mengitegrasikan nilai-

nilai karakter.

DAFTAR PUSTAKA

Dharma Kesuma, dkk. 2011. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.

Bandung. Remaja Rosdakarya.

Herman Hudojo. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.

Kemendiknas.2010. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah

Menengah Pertama. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Page 77: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3 281

Masnur Muslich. 2008. Hubungan Buku Teks dan Komponen Pembelajaran. Diakses dari

http://masnur-muslich.blogspot.com/2008/10/hubungan-buku-teks-dan-komponen.html

pada tanggal 21 Juni 2010.

Masnur Muslich. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.

Jakarta: Bumi Aksara.

Nyimas Aisyah, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Ditjen Dikti

Depdiknas.

Ruseffendi, E.T. 1980. Pengajaran Matematika Modern. Bandung: Trasito.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan

Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Page 78: IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT …math.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-3.pdf · uji coba terbatas perangkat pembelajaran adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sukoharjo

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1

282 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 3

<< Halaman ini sengaja dikosongkan >>