implementasi material safety data sheet (msds) pada
TRANSCRIPT
v
IMPLEMENTASI MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS)
PADA PEKERJA DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V
TANAH PUTIH KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU
TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh
VERONIKA NAPITUPULU
NIM: 141000650
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
IMPLEMENTASI MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS)
PADA PEKERJA DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V
TANAH PUTIH KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
VERONIKA NAPITUPULU
NIM: 141000650
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul
“IMPLEMENTASI MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS) PADA
PEKERJA DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V TANAH PUTIH
KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU TAHUN 2018” beserta seluruh isinya
adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap
menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau
klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Oktober 2018
Veronika Napitupulu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
ABSTRAK
PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putih adalah Perseroan perkebunan milik
negara yang bergerak di bidang agroindustri kelapa sawit yang menghasilkan
crude palm oil dan kernel yang seuai standar untuk dipasarkan. Hasil tersebut
akan dianalisa menggunakan bahan kimia yang memiliki Material Safety Data
Sheet (MSDS). Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia Pabrik Kelapa
Sawit (PKS) PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putih Kabupaten rokan Hilir
Riau. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskripstif evaluasi.
Objek penelitian ini adalah 10 MSDS bahan kimia di laboratorium yaitu
ammonium heptamolybdate, coustic soda, ethanol, iso hexan, kalium hidroxide,
p1 alkalinity tab, sulfuric acid, tablet hardness, thimol blue indicator, trinatrium
citrate. Penelitian ini bertujuan untuk menilai implementasi MSDS pada pekerja.
Hasil penelitian bahan kimia di laboratorium sesuai dengan MSDS terdapat 3
bahan kimia yaitu ammonium heptamolybdate, coustic soda, thimol blue
indicator identitas bahan sesuai di kemasan, 9 bahan kimia yaitu ammonium
heptamolybdate, coustic soda, iso hexan, kalium hidroxide, p1 alkalinity tab,
sulfuric acid, tablet hardness, thimol blue indicator, trinatrium citrate identifikasi
bahaya sesuai dengan teori. Perusahaan menyediakan fasilitas untuk Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dan penanganan kebakaran sesuai MSDS. Semua
bahan kimia tindakan terhadap tumpahan sesuai MSDS, 5 bahan kimia yaitu
ammonium heptamolybdate, ethanol, iso hexan, thimol blue indicator, trinatrium
citrate tindakan penyimpanan dan penanganan sesuai MSDS. Bahan kimia yang
tidak sesuai dengan MSDS terdapat 7 bahan yaitu ethanol, iso hexan, kalium
hidroxide, p1 alkalinity tab, sulfuric acid, tablet hardness, thimol blue indicator,
trinatrium citrate identitas bahan tidak sesuai di kemasan, 1 bahan kimia yaitu
ethanol identifikasi bahaya belum sesuai teori, semua bahan kimia di laboratorium
tindakan terhadap kebocoran tidak diimplementasikan, 5 bahan kimia yaitu
coustic soda, kalium hidroxide, p1 alkalinity tab, sulfuric acid, tablet hardness
tindakan penyimpanan dan penanganan tidak sesuai MSDS dan semua bahan
kimia di laboratorium tindakan pengendalian pemajanana dan Alat Pelindung Diri
(APD) tidak sesuai MSDS. Bahan kimia yang implementasinya baik dilaksanakan
adalah ammonium heptamolybdate, thimol blue indicator dan yang tidak baik
implemetasinya coustic soda, ethanol, iso hexan, kalium hidroxide, p1 alkalinity
tab, sulfuric acid, tablet hardness, trinatrium citrate. Disarankan perusahaan
melengkapi fasilitas yang sesuai isi MSDS dan menyediakan pengawas di
laboratorium.
Kata kunci: Implementasi, Material Safety Data Sheet, Pekerja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
ABSTRACT
PT. Nusantara Plantation V Tanah Putih is a state-owned plantation company
engaged in oil palm agro-industry which produces crude palm oil and kernel,
then the results are analyzed using chemicals that have a Material Safety Data
Sheet (MSDS). This research was conducted at the Palm Oil Mill (POM) chemical
laboratory of PT. Nusantara Plantation V Tanah Putih, Rokan Hilir Regency,
Riau. The type of research used is descriptive evaluation research. The object of
this study are 10 MSDS of chemicals in the laboratory namely ammonium
heptamolybdate, coustic soda, ethanol, iso hexan, potassium hydroxide, p1
alkalinity tab, sulfuric acid, hardness tablets, thimol blue indicator, trinatrium
citrate. This study aims to assess the implementation of MSDS for workers. The
results of chemical research in the laboratory are in accordance with the MSDS,
there are 3 chemicals, namely ammonium heptamolybdate, coustic soda, thimol
blue indicator identity, suitable ingredients in packaging, 9 chemicals namely
ammonium heptamolybdate, coustic soda, iso hexan, potassium hydroxide, p1
alkalinity tab, sulfuric tab. acid, hardness tablets, thimol blue indicator,
trinatrium citrate hazard identification in accordance with the theory. The
company provides facilities for First Aid to Accident and fire handling according
to the MSDS. All chemicals act against spills according to MSDS, 5 chemicals
namely ammonium heptamolybdate, ethanol, iso hexan, thimol blue indicator,
trinatrium citrate storage and handling measures according to MSDS. There are
7 chemicals that do not comply with the MSDS, namely ethanol, iso hexan,
potassium hydroxide, p1 alkalinity tab, sulfuric acid, hardness tablets, thimol blue
indicator, trinatrium citrate identity ingredients not suitable in packaging, 1
chemical namely ethanol hazard identification yet according to the theory, all
chemicals in the laboratory against leakage are not implemented, 5 chemicals
namely coustic soda, potassium hydroxide, p1 alkalinity tab, sulfuric acid,
hardness tablets storage and handling measures do not match MSDS and all
chemicals in the laboratory control measures and Personal Protective Equipment
(PPE) does not match the MSDS. The chemicals that are implemented well are
ammonium heptamolybdate, thimol blue indicator and the bad implementation of
coustic soda, ethanol, iso hexan, potassium hydroxide, p1 alkalinity tab, sulfuric
acid, hardness tablets, trinatrium citrate. It is recommended that the company
complete the facilities according to the MSDS and provide supervisors in the
laboratory.
Keywords: Implementation, Material Safety Data Sheet, Workers
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“IMPELEMENTASI MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS) PADA
PEKERJA DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V TANAH PUTIH
TAHUN 2018”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penulisan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak
mendapat bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku Ketua Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dra. Lina Tarigan, Apt., M.S, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukan dan arahan
selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.
5. Ir. Kalsum, M.Kes, selaku Dosen Penguji I yang telah meluangkan waktu
dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran selama proses penyelesaian
skripsi ini berlangsung.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
v
6. Umi Salmah, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan
waktu dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran selama proses
penyelesaian skripsi ini berlangsung.
7. Ir. Etti Sudaryati M.K.M., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama perkuliahan.
8. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
9. Pimpinan PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putih.
10. Bapak Sinaga, selaku Masinis Kepala PKS PT. Perkebunan Nusantara V
Tanah Putih.
11. Bapak Sialagan, selaku Asisten Umum (Asum) PT. Perkebunan Nusantara V
Tanah Putih.
12. Ibu Lena Rosa Hutapea, selaku Sekertaris Asum PT. Perkebunan Nusantara V
Tanah Putih.
13. Bapak Mahmudi, selaku Kepala Laboratorium PT. Perkebunan Nusantara V
Tanah Putih.
14. Seluruh pekerja di laboratorium PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putih.
15. Teristimewa kepada orang tua, Ayahanda M. Napitupulu dan Ibunda M.
Sinaga, beserta keluarga yang senantiasa memberikan kasih sayang, motivasi,
dukungan serta doa yang tiada henti kepada penulis.
16. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penulis yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
v
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih dan penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, Oktober 2018
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
HALAMAN PENGESAHAN ii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
RIWAYAT HIDUP xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 7
Tujuan Umum 7
Tujuan Khusus 7
Manfaat Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 9
Bahan Berbahaya 9
Definisi Bahan Berbahaya 10
Klasifikasi Bahan Berbahaya 11
Implementasi MSDS 11
Definisi Implementasi MSDS 11
Bagian-bagian dalam MSDS 12
Kerangka Pikir 33
METODE PENELITIAN 33
Jenis Penelitian 33
Lokasi dan Waktu Penelitian 33
Objek Penelitian 33
Metode Pengumpulan Data 33
Metode Analisis Data 34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
v
HASIL PENELITIAN 35
Gambaran Umum Perusahaan 35
Profil Perusahaan 35
Letak Geografis 35
Visi dan Misi Perusahaan 36
Struktur Organisasi Perusahaan 37
Bidang Usaha 38
Bahan Kimia di Laboratorium PKS PT. Perkebunan Nusantara V
Kebun Tanah Putih 39
Alkalinity P 39
Alkohol 39
Ammonium Heptamolybdate Tetrahidrate 39
Hardness LR 40
Hexana 40
Natrium Citrat 40
Sodium Hydroxide 41
Sulfuric Acid 41
Thymol Blue 41
Potassium Hydroxide 42
MSDS Bahan Kimia di Laboratorium 42
Ammonium Hreptamolybdate 42
Coustic Soda 43
Ethanol 45
Iso Hexan 45
Kalium Hidroxide 47
P1 Alkalinity Tab 47
Sulfuric Acid 48
Tablet Hardness 49
Thimol Blue Indikator 50
Trinatrium Citrate 51
PEMBAHASAN 52
Implementasi MSDS Bahan Kimia di Laboratorium 52
Ammonium Hreptamolybdate 55
Coustic Soda 55
Ethanol 59
Iso Hexan 62
Kalium Hidroxide 66
P1 Alkalinity Tab 69
Sulfuric Acid 73
Tablet Hardness 77
Thimol Blue Indikator 81
Trinatrium Citrate 84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
v
MSDS Berdasarkan Kepmenaker RI 87
Identitas Bahan Kimia di Laboratorium 87
Identifikasi Bahaya Bahan Kimia di Laboratorium 88
Tindakan P3K Bahan Kimia di Laboratorium 88
Tindakan Penanggulangan Kebakaran 88
Tindakan terhadap Tumpahan dan Kebocoran 89
Penyimpanan dan Penanganan Bahan 89
Pengendalian Pemajanan dan APD 90
KESIMPULAN DAN SARAN 91
Kesimpulan 91
Saran 92
DAFTAR PUSTAKA 93
DAFTAR LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
v
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Tabel Tanda Bahaya Menurut NFA 19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
v
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Struktur Organisasi Perusahaan 38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Lembar Observasi 94
2 Dokumentasi Foto 118
3 Material Safety Data Sheet (MSDS) 127
4 Instruksi Kerja Analisa Kadar ALB pada Minyak Sawit 147
5 Surat Sk Pembimbing 148
6 Surat izin Penelitian 149
7 Surat Selesai Penelitian 150
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Veronika Napitupulu lahir di Balam pada tanggal 05
September 1995. Penulis merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara, anak
dari pasangan Ayahanda M. Napitupulu dan Ibunda M. Sinaga. Beragama
Katolik. Bertempat tinggal di Balai Jaya Km 37, Kecamatan Balai Jaya Kota,
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD Yosef Arnoldi
Bagan Batu yang tamat pada tahun 2007. Kemudian melanjutkan ke SMP Yosef
Arnoldi Bagan Batu yang tamat pada tahun 2010 dan melanjutkan ke SMA Santo
Thomas 1 Medan yang tamat pada tahun 2013. Lalu penulis melanjutkan
pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan selesai pada bulan Oktober tahun
2018.
Medan, Oktober 2018
Veronika Napitupulu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
v
Pendahuluan
Latar Belakang
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
menyatakan bahwa bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat,
pesawat-pesawat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang
buruk, kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan
tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya
dan penyakit-penyakit akibat kerja. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami
bahwa perlu adanya pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja yang maju dan
tepat. Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik
dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa
tentram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenaga kerja yang bersangkutan
dan hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan
produktivitas kerja.
Pasal 4 menyebutkan untuk ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang, produk teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan. Selain itu ditegaskan juga bahwa syarat-syarat
tersebut mengikuti prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan
ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang
konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat
perlindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
v
pemberian tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi
guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja
yang melakukannya dan keselamatan umum.
Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan
selama bekerja. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan. Kecelakaan merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki dan tidak
direncanakan, sering kali kecelakaan dianggap sebagai suatu kejadian tanpa
penyebab dan seakan-akan kejadian tersebut tidak dapat dicegah namun, dalam
suatu aktivitas industri, kejadian kecelakaan ini mempunyai kemungkinan terjadi
dan dampak yang lebih besar daripada di tempat umum lain dengan adanya
pemakaian bahan dalam jumlah besar, peralatan khusus, ataupun pergerakan
bahan dan orang dalam jumlah dan frekuensi yang tinggi. Menurut teori Domino
Effect H.W Heinrich, kecelakaan terjadi melalui hubungan mata rantai sebab
akibat dari beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang saling berhubungan
sehingga menimbulkan kecelakaan kerja (cedera ataupun penyakit akibat
kerja/PAK) serta beberapa kerugian lainnya. Terdapat beberapa faktor penyebab
kecelakaan kerja, antara lain: penyebab langsung kecelakaan kerja, penyebab
tidak langsung kecelakaan kerja dan penyebab dasar kecelakaan kerja. Faktor
penyebab langsung kecelakaan kerja ialah kondisi tidak aman dan tindakan tidak
aman (Buntarto,2015).
Beberapa contoh kondisi tidak aman adalah tidak dipasang pengaman
(safeguard) pada bagian mesin yang berputar, tajam atupun panas, terdapat
instalasi kabel listrik yang kurang standar (isolasi terkelupas, tidak rapi), alat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
v
kerja/mesin kendaraan yang kurang layak pakai, tidak terdapat label pada
kemasan (material) berbahaya. Termasuk dalam tindakan tidak aman adalah
kecerobohan, meninggalkan prosedur kerja, tidak menggunakan alat pelindung
diri (APD), bekerja tanpa perintah, mengabaikan instruksi kerja, tidak mematuhi
rambu-rambu di tempat kerja, tidak melaporkan adanya kerusakan alat/mesin
ataupun APD, tidak mengurus izin kerja berbahaya sebelum memulai pekerjaan
dengan risiko/bahaya tinggi (Buntarto, 2015).
Industri semakin lama semakin banyak menggunakan material dan proses
yang tergolong berbahaya, seperti material yang mudah terbakar, berdaya ledak,
korosif, radioaktif, infektif, toksik, mutagenetik, karsinogenik, reaktif,
menyebabkan defisiensi oksigen, dan campuran dari berbagai karakteristik yang
sering dikelompokkan sebagai bahan berbahaya dan beracun (Indah, dkk, 2015).
Kegiatan industri yang mengolah, menyimpan, mengedarkan, mengangkut dan
mempergunakan bahan-bahan kimia berbahaya akan terus meningkat sejalan
dengan perkembangan pembangunan sehingga berpotensi untuk menimbulkan
bahaya besar bagi industri, tenaga kerja, lingkungan maupun sumber daya lainnya.
Bencana utama yang pernah terjadi termasuk tahun 1984 di Bhopal, India, yang
menyebabkan lebih dari 2.000 orang tewas, tahun 1989 di Philips Petrolum
Company, Pasadena, Texas terjadi insiden yang menyebabkan 23 orang tewas dan
dan 132 orang mengalami cedera, tahun 1990 di BASF, Cincinnati, Ohio, terjadi
insiden yang menyebabkan 2 orang tewas, dan tahun 1991 di IMC, Sterlington,
Los Angeles, terjadi insiden yang menyebabkan 8 orang tewas dan 128 orang
cedera (Achadi Budi, 2004).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
v
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor
Kep.187/Men/1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya menyatakan
bahwa untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat penggunaan
bahan kimia berbahaya di tempat kerja maka perlu diatur pengendaliannya.
Pengendalian bahan kimia berbahaya adalah upaya dan atau kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah dan atau mengurangi resiko akibat penggunaan bahan
kimia berbahaya ditempat kerja terhadap tenaga kerja, alat-alat kerja dan
lingkungan. Pengendalian bahan kimia berbahaya meliputi penyediaan Material
Safety Data Sheet (MSDS).
MSDS dalam Keputusan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
87/M-IND/PER/9/2009 adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia
meliputi sifat fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan,
tindakkan khusus dalam keadaan darurat, pembuangan dan informasi lain yang
diperlukan. Semua bahan kimia berbahaya diwajibkan memiliki MSDS, hal ini
diatur dalam berbagai peraturan seperti Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 472 Tahun 1996 Tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi
Kesehatan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 187
Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang B3 dan Keputusan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2009 Tentang Global
Harmonize System (GHS).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
v
Material Safety Data Sheet (MSDS) yang telah tersedia sebaiknya mudah
dijangkau oleh pekerja sebagai acuan pada saat terjadi keadaan darurat bahan
kimia. MSDS sebaiknya disertakan pada setiap tempat penyimpanan bahan yang
mudah dijangkau oleh siapa saja yang berhubungan langsung dengan bahan kimia
tersebut. MSDS dapat dijadikan sebagai instruksi lisan maupun tulisan pada
pekerja agar aman dalam dalam menggunakan bahan. Dengan memahami isi
MSDS, perusahaan akan mendapatkan manfaat tentang bagaimana cara yang aman
untuk penanganan bahan, dan dapat melakukan tindakan yang dapat mencegah
kecelakan di tempat kerja akibat penggunaan bahan kimia tersebut (Cecep Dani
Sucipto, 2014).
PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putihadalah salah satu Perseroan
perkebunan milik negara yang bergerak di bidang agroindustri kelapa sawit yang
kemudian mengolah hasilnya menjadi CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit
(kernel). Semua hasil produksi dijual baik ke pasar lokal maupun ekspor. CPO
dan inti sawit harus memiliki spesifikasi mutu sesuai dengan yang telah
ditetapkan agar dapat dipasarkan. Pengolahan kelapa sawit ini dilakukan di Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) yang berada di lokasi PT. Perkebunan Nusantara V Tanah
Putih.Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tersebut terdiri dari beberapa area, yaitu area
kerja produksi, area gudang, area bengkel, area kantor, dan area laboratorium.
Pada area laboratorium terdapat beberapa pekerja yang bertugas
menganalisa hasil produksi agar tercipta mutu CPO dan kernel agar sesuai
standar. Kegiatan analisa tersebut menggunakan beberapa bahan kimia yaitu
alkalinity P, alkohol, ammonium heptamolybdate tetrahidrate, hardness LR,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
v
hexane, natrium citrat, potassium hydroxide, sulfuric acid, thymol blue, trisodium
citrate dehydrate. Setiap bahan kimia memiiki karakteristik yang berbeda
sehingga dalam penggunaan, penyimpanan dan penanganan harus disesuaikan
dengan sifat masing-masing bahan. Karakteristik bahan kimia tersebut seperti
bahan kimia mudah terbakar, bahan kimia mudah meledak, bahan kimia reaktif,
bahan kimia korosif, bahan kimia iritan, bahan kimia beracun, bahan kimia
karsinogenik, bahan kimia oksidator. Penggunaan, penyimpanan dan penanganan
yang tidak tepat dapat menimbulkan bahaya yang dapat merugikan pekerja
maupun perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan pedoman agar dapat membantu
pekerja aman dalam penggunaan, penyimpanan dan penanganan bahan kimia
tersebut. Material Safety Data Sheet (MSDS) dapat dijadikan sebagai instruksi
maupun pedoman dalam melakukan tindakan untuk pekerja agar aman dalam
mencegah maupun menghadapi bahaya yang bisa terjadi akibat penggunaan,
penyimpanan, dan penanganan bahan kimia pada pekerja yang terlibat langsung
dengan bahan kimia tersebut.
Berdasarkan survei awal dengan Kepala Laboratorium disebutkan bahwa
setiap bahan kimia yang digunakan telah memiliki MSDS dan MSDS tersebut telah
disosialisasikan kepada pekerja sejak tahun 2000. Berdasarkan pemaparan
tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang implementasi Material
Safety Data Sheet (MSDS) pada pekerja di PT. Perkebunan Nusantara V Tanah
Putih Tahun 2018.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
v
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi pokok permasalahan
yaitu bagaimana implementasi Material Safety data Sheet (MSDS) pada pekerja di
PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir Riau Tahun
2018.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menilai
implementasi Material Safety Data Sheet (MSDS) pada Pekerja di PT. Perkebunan
Nusantara V Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir Riau Tahun 2018.
Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu mendeskripsikan
identitas bahan kimia yang digunakan di laboratorium, mengidentifikasi bahaya
bahan kimia yang digunakan di laboratorium, mendeskripsikan implementasi
tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di laboratorium,
mendeskripsikan implementasi tindakan penanggulangan kebakaran di
laboratorium, mendeskripsikan implementasi tindakan terhadap tumpahan dan
kebocoran bahan kimia di laboratorium, mendeskripsikan implementasi tindakan
penyimpanan dan penanganan bahan kimia di laboratorium, mendeskripsikan
implementasi pengendalian pemajanan dan Alat Pelindung Diri (APD) di
laboratorium.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
v
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai bahan masukan dan menambah
informasi bagi PT. PerkebunanNusantara V Tanah Putih dalam
mengimplementasikan Material Safety Data Sheet (MSDS) sehingga dapat
meningkatkan kualitas pekerja di bidang K3 khusunya bagi pekerja yang terlibat
dalam penanganan langsung terhadap bahan kimia berbahaya, sebagai bahan
informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu atau penelitian
lebih lanjut dan memberi pengalaman langsung bagi peneliti dalam melaksanakan
penelitian serta penerapan dan pengembangan ilmu yang diperoleh di pekerjaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
v
Tinjauan Pustaka
Bahan Berbahaya
Definisi bahan berbahaya. Bahan berbahaya adalah bahan yang selama
pembuatannya, pengolahannya, pengangkutannya, penyimpanan dan
penggunaannya mungkin menimbulkan atau membebaskan debu-debu, kabut,
uap-uap, gas-gas, serat atau radiasi mengion yang mungkin menimbulkan iritasi,
kebakaran, ledakan, korosi, mati lemas, keracunan dan bahaya-bahaya lain dalam
jumlah yang memungkinkan gangguan kesehatan orang yang bersangkutan
dengannya atau menyebabkan kerusakan kepada barang-barang atau harta
kekayaan (Suma’mur, 1989).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001
menyatakan bahwa Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta mahluk hidup lainnya.
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 87/M-
IND/PER/9/2009 tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi dan Label pada
Bahan Kimia menyatakan bahwa bahan kimia adalah semua materi dalam bentuk
cairan, padat atau gas, berupa unsur atau senyawa dalam bentuk tunggal atau
campuran dan mempunyai sifat khusus.
Bahan kimia beracun didefenisikan sebagai bahan kimia yang dalam
jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
v
Pada umumnya zat toksik masuk lewat pernafasan dan kemudian beredar
keseluruh tubuh atau menuju organ tubuh tertentu seperti hati, paru-paru, dan lain-
lain, tetapi zat tersebut dapat juga berakumulasi dalam tulang, darah, hati, ginjal,
atau cairan limfa dan menghasilkan efek kesehatan pada jangka panjang.
Pengeluaran zat beracun dari dalam tubuh dapat melewati urine, saluran
pencernaan, sel epitel, keringat (Achadi Budi Cahyono, 2004).
Bahan kimia yang dimaksud adalah bahan kimia yang mudah terbakar,
bersifat racun, korosif, tidak stabil, sangat reaktif dan gas yang berbahaya.
Penggunaan senyawa yang bersifat karsinogenik (memicu pertumbuhan sel
kanker) dalam industri maupun laboratorium merupakan masalah yang signifikan,
baik karena sifatnya yang berbahaya maupun cara yang ditempuh dalam
penanganannya (Buntarto, 2015). Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia Nomor 187 Tahun 1999 tentang pengendalian bahan kimia menyatakan
bahwa pengusaha atau pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai,
memproduksi dan mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib
mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja. Pengendalian berbahaya kimia berbahaya
sebagaimana dimaksud pasal 2 meliputi penyediaan MSDS.
Klasifikasi bahan berbahaya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
menyatakan bahwa B3 dapat diklasifikasikan sebagai bahan yang mudah meledak
(explosive), pengoksidasi (oxidizing), sangat mudah sekali menyala (extremely
flammable), sangat mudah menyala (highly flammable), mudah menyala
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
v
(flammable), amat sangat beracun (extremely toxic), sangat beracun (highly toxic),
beracun (moderately toxic), berbahaya (harmful), korosif (corrosive), bersifat
iritasi (irritant), berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment),
karsinogenik (carcinogenic), teratogenik (teratogenic), dan mutagenik
(mutagenic). Klasifikasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu B3 yang
dapat dipergunakan, B3 yang dilarang dipergunakan dan B3 yang terbatas
dipergunakan.
Implementasi MSDS
Definisi implementasi MSDS. Keputusan Menteri Perindustrian Nomor
87 Tahun 2009 menyatakan bahwa Material Safety Data Sheet (MSDS) adalah
lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi sifat fisika, kimia,
jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan khusus dalam keadaan
darurat dan informasi lain yang diperlukan. Implementasi MSDS adalah penerapan
suatu dokumen petunjuk yang berisi informasi lengkap mengenai bahan kimia.
Setiap tempat kerja harus memiliki MSDS untuk setiap bahan kimia
berbahaya yang digunakan dalam pekerjaan dan MSDS yang ada harus bisa dibaca
dengan mudah oleh setiap tenaga kerja, jika tenaga kerja tidak memahami bahasa
asing (biasanya bahasa Inggris) maka perusahaan wajib menerjemahkannnya ke
dalam bahasa Indonesia. Jika tenaga kerja meminta MSDS pada perusahaan
sementara perusahaan tersebut tidak mempunyai MSDS maka dalam waktu 1 hari
kerja MSDS tersebut harus sudah tersedia. Perusahaan mempunyai kewajiban
untuk melatih tenaga kerjanya mengenai bagaimana cara membaca suatu
informasi dalam MSDS dan bagaimana cara menggunakannya. Selain itu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
v
perusahaan juga harus menjamin MSDS tersebut sesuai dengan bahan yang
dipergunakan pada perusahaan tersebut (Iwan, 2013).
Bagian-bagian dalam MSDS. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia No.Kep. 187/Men/1999, MSDS harus berisi hal-hal sebagai
berikut:
1. Identitas bahan dan perusahaan;
Bagian ini menjelaskan bahan kimia, meliputi:
a. Nama bahan.
b. Rumus kimia.
c. Kode produksi.
d. Sinonim.
e. Nama perusahaan (pembuat) atau distributor atau importer.
Identitas dalam harus sama dengan identitas yang ada dalam label pada
kemasan bahan.
2. Komposisi bahan;
Bagian ini berisi tentang persentase berat, nomor CAS dan batas pemajanan.
3. Identifikasi bahaya;
Bagian ini berisi tentang ringkasan bahaya yang penting dan akibatnya
terhadap kesehatan mata, kulit, terlelan, terhirup, karsinogenik, teratogenik,
reproduksi.
4. Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
Bagian ini menjelaskan tindakan P3K yang harus dilakukan pada saat bahan
kimia terkena pada mata, kulit, tertelan, adan terhirup.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
v
5. Tindakan penanggulangan kebakaran;
Bagian ini menjelaskan tentang:
a. Sifat-sifat bahan mudah terbakar seperti titik nyala bahan tersebut.
b. Suhu nyala suatu bahan.
c. Daerah mudah terbakar, meliputi batas terendah mudah terbakar dan batas
tertinggi mudah terbakar.
d. Media pemadaman api.
e. Bahaya khusus yang timbul dari bahan.
6. Tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan;
Bagian ini berisi penjelasan tentang:
a. Tindakan yang dilakukan terhadap tumpahan dan kebocoran kecil.
b. Tindakan yang dilakukan terhadap tumpahan dan kebocoran besar.
c. Alat pelindung diri yang digunakan.
7. Penyimpanan dan penanganan bahan;
Bagian ini berisi penjelasan mengenai:
a. Penanganan bahan.
b. Pencegahan terhadap pemajanan.
c. Tindakan pencegahan terhadap kebakaran dan peledakan.
d. Penyimpanan.
e. Syarat khusus penyimpanan bahan.
8. Pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri;
Bagian ini berisi penjelasan mengenai:
a. Pengendalian teknis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
v
b. Alat pelindung diri, seperti pelindung pemajanan mata, kulit, tangan, dan
lain sebagainya.
9. Sifat fisika dan kimia;
Bagian ini berisi tentang gambaran bentuk, bau, warna, massa jenis, titik didih,
titik lebur, tekanan uap, kelarutan dalam air, dan pH suatu bahan.
10.Stabilitas dan reaktifitas bahan;
Bagian ini berisi penjelasan mengenai:
a. Sifat reaktifitas.
b. Sifat stabilitas.
c. Kondisi yang harus dihindari.
d. Bahan yang harus dihindari.
e. Bahan yang dekomposisi.
f. Bahaya polimerisasi.
11.Informasi toksikologi;
Bagian ini berisi tentang:
a. Nilai ambang batas.
b. Bahayajika terkena mata.
c. Tertelan LD 50 (mulut).
d. Terkena kulit.
e. Terhirup LC 50 (pernafasan).
f. Efek lokal.
g. Pemaparan jangka pendek (akut).
h. Pemaparan jangka Panjang (kronik).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
v
i. Karsinogen.
j. Teratogen.
k. Reproduksi.
l. Mutagen.
12.Informasi ekologi;
Berisi tentang informasi mengenai:
a. Kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan.
b. Degradasi lingkungan.
c. Bio akumulasi.
13.Pembuangan limbah;
14.Pengangkutan bahan;
Berisi tentang informasi mengenai:
a. Peraturan international.
b. Pengangkutan darat.
c. Pengangkutan laut.
d. Pengangkutan udara.
15.Informasi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
16.Informasi lain yang diperlukan.
Menurut Spellman (2006) dalam MSDS harus tercantum antara lain
identitas bahan kimia (lebel nama), potensi bahaya fisik, cara pengukuran dan
pengontrolan, potensi bahaya terhadap kesehatan, apakah terdapat zat
karsinogenik, prosedur gawat darurat dan pertolongan pertama, tanggal pebuatan
dan tanggal kadaluarsa, nama, alamat, dan nomor telephone perusahaan pembuat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
v
bahan atau importer, data bahaya api dan ledakan, reaktivitas, dan petunjuk
khusus (Iwan, 2013).
1. Bagian I: Identitas Bahan (Chemical Identity)
a. Nama umum serta nama lain dan struktur kimia.
b. Identitas dalam harus sama dengan identitas yang ada dalam label pada
kemasan bahan.
2. Bagian II: Kandungan Bahaya
a. Untuk bahan berbahaya campuran yang telah dites sebagai satu campuran
yang berbahaya maka nama kandungannya komposisi bahan yang
diasosiasikan dengan bahaya harus tercantum.
b. Jika bahan campuran belum dites secara keseluruhan maka nama bahan
kandungan berbahaya dengan kadar 1% atau lebih dicantumkan. Nama
bahan yang karsinogen dan kadarnya yang lebih dari 0,1% harus tercantum.
c. Semua komponen yang menghasilkan bahaya fisik yang dicantumkan.
d. Semua bahan yang kadarnya dibawah 1% (0,1% untuk karsinogen) harus
dicantumkan jika kadar tersebut melebihi dari standar Permissible Exposure
Limit (PEL) atau Threshold Limit Value (TLV) atau standar lain.
3. Bagian III: Karakteristik Fisik dan Kimia (Physical and Chemical Char)
Karakteristik fisik dan kimia yang terkandung dalam bahasa tersebut harus
dicantumkan. Karakteristik tersebut antara lainboiling and freezing points,
density, vapor pressure, specific gravity, solubility, volatility, warna dan bau.
Karakteristik ini sangat penting untuk desain alat yang aman pada tempat kerja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
v
4. Bagian IV: Data Bahaya Api dan Ledakan (Fire and Explosion Hazard Data)
Kandungan yang mengandung bahaya api dicantumkan. Juga keadaan yang
memungkinkan timbulnya bahaya api serta ledakan dicantumkan.
Rekomendasi mengenai jenis Extinguisher dan jenis pemadaman dicantumkan.
5. Bagian V: Data Reaktivitas (Reactivity Data)
Bagian ini menunjukkan informasi tentang bahan kimia lain yang bereaksi
dengan bahan ini yang dapat menimbulkan bahaya. Begitu juga jika terjadi
reaksi dekomposisi.
6. Bagian VI: Bahaya Bagi Kesehatan (Health Hazard)
Bahaya akut yang dapat ditimbulkan, batasan serta akibat yang dapat diderita
harus dicantumkan.Juga ditambahkan kegiatan medis yang harus dilakukan
untuk mengurangi akibatnya.Bahaya-bahaya khusus seperti carcinogens,
corrosives, toxins, irritants, sensitizers, mutagens, teratogens, dan efek
terhadap organ (seperti hati, system saraf, darah, reproduksi, kulit, mata, paru-
paru, dll).
a. Ada tiga jalur bahan kimia masuk ke tubuh yaitu melalui pernafasan, kulit,
dan mulut.
b. Dicantumkan pula standar bahaya level berdasarkan peraturan/perundangan
yang berlaku, dan batas standar lain yang direkomendasikan.
7. Bagian VII: Petunjuk untuk Pengelolaan dan Penggunaan Secara Aman
(Precautions for Safe Handling and Use)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
v
Rekomendasi dari instruksi kesehatan mengenai peringatan dan prosedur dalam
perbaikan alat serta saat pembersihan jika terjadi tumpahan. Dapat pula
dicantumkan cara pengelolaan limbahnya atau peraturan daerah yang ada.
8. Bagian VIII: Kontrol (Control Measures)
Pada section ini terdiri dari engineering control, prosedur penanganan secara
aman, serta alat pencegahan. Informasi ini menjelaskan penggunaan goggles,
gloves, bodysuits, respirators, and face shields dalam penanganan bahan
(Iwan, 2013).
Menurut Indah, dkk (2015), MSDS harus diisi dengan lengkap sehingga
tampak informasi karakteristik fisika, kimia, dan biologinya, juga dampaknya
terhadap kesehatan dan bagaimana seharusnya digunakan, disimpan, dan
ditransportasi sehingga aman, juga dapat diketahui pertolongan pertama pada
kecelakaan dan tindakan pengendalian yang harus diambil. Pengenalan bahan dan
proses berbahaya ini akan digunakan untuk melakukan analisis risiko dan tahap
evaluasi sebagai berikut :
1. Identitas bahan dan perusahaan. Identitas bahan dan perusahaan dalam MSDS
dibuat dalam bentuk label dengan ukuran tergantung pada besarnya wadah.
Untuk drum 200 Liter (55 galon) besar label sekurang-kurangnya setengah
halaman folio.
2. Komposisi bahan. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia No.Kep.187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya di Tempat Kerja bahwa bagian komposisi dari bahan kimia pada
MSDS harus menyertakan nama, CAS number, dan batasan pemajanan bahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
v
3. Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya atau pemberian label yaitu dalam
bentuk gambaran sifat bahaya. Label yang dipakai ada dua, yaitu menurut PBB
(internasional) dan NFPA (National Fire Protection Assosiation)-Amerika.
Adapun bahaya menurut eropa mirip dengan PBB.Bahaya menurut NFPA
mempunyai ranking (0-4) ditinjau dari aspek bahaya kesehatan (biru), bahaya
kebakaran (merah), bahaya reaktifitas (kuning). Berikut adalah table tanda
bahaya menurut NFPA:
Tabel 1
Tanda Bahaya Menurut NFPA
Ranking Bahaya Kesehatan Bahaya Kebakaran Bahaya Reaktivitas
4
Penyebab kematian,
cedera fatal meskipun
ada pertolongan.
Segera menguap
dalam kadaan
normal dan dapat
terbakar secara
cepat.
Mudah meledak atau
diledakkan, sensitive
terhadap panans dan
mekanik.
3
Berakibat serius pada
keterpaan singkat,
meskipun ada
pertolongan.
Cair atau padat
dapat dinyalakan
pada suhu biasa.
Mudah meledak tetapi
memerlukan penyebab
panas dan tumpukan
kuat.
2
Keterpaan intensif d
berakibat serius,
kecuali ada
pertolongan.
Perlu sedikit ada
pemanasan
sebelum bahan
dapat dibakar.
Tidak stabil, bereaksi
hebat tapi tidak
meledak.
1
Penyebab iritasi atau
cedera rigan.
Dapat dibakar
tetapi memerlukan
pemanasan terlebih
dahulu.
Stabil pada suhu
normal, tetapi tidak
stabil pada suhu tinggi.
0
Tidak berbahaya bagi
kesehatan meskipun
kena panas (api).
Bahan tidak dapat
dibakar sama
sekali.
Stabil, tidak reaktif
meskipun kena panas
atau suhu tinggi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
v
Selain NFPA, ada klasifikasi bahan kimia menurut Hazardous Material
Identifcation System (HMIS). Pada dasarnya klasifikasi HIMS sama dengan
NFPA, hanya saja klasifikasi HMIS mencantumkan kode alat pelindung diri
(Achadi Budi Cahyono, 2004).
4. Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Tindakan pertolongan
pertama pada kecelakaan (P3K) adalah pertolongan pertama dan perawatan
sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendaptkan pertolongan lebih
lanjut oleh petugas kesehatan.Pemberian pertolongan ini harus dilakukan
secara cepat dan tepat dengan menggunakan sarana dan prasarana pertolongan
yang ada di tempat kejadian.Prosedr P3K disesuaikan dengan kecelakaan yang
terjadi (Buntarto, 2015).
5. Tindakan penanggulangan kebakaran. Tindakan penanggulangan kebakaran
adalah prosedur memadamkan api dan prosedur perawatan dan pemeliharaan
perlengkapan pemadam kebakaran. Secara umum, prosedur mengatasi
kebakaran dilakukan dengan 3 langkah utama, yaitu proses isolasi yang
dilakukan dengan memutus udara luar dengan benda yang terbakar. Proses
pendinginan dilakukan agar bahya api tidak merambat pada bahan-bahan yang
dapat menyerap panas. Proses ini dilakukan dengan cara menyerap panas api
oleh bahan lain seperti karung goni berair, air dan bahan-bahan lainnya yang
mengandung air. Adapun proses urai dilakukan dengan memisahkan atau
menjauhkan benda-benda yang belum terbakar dari sumber api
(Buntarto,2015).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
v
6. Tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan. Tindakan mengatasi kebocoran
dan tumpahan adalah tindakan dilakukan terhadap tumpahan bahan kimia sisa
yang mendapatkan perlakuan khusus sebelum dibuang ke perairan. Bahkan,
diantaranya perlu dimusnahkan sebelum dibuang (Buntarto,2015).
7. Penyimpanan dan penanganan bahan
a. Penyimpanan Bahan
Penyimpanan B3 adalah teknik kegiatan penempatan B3 untuk menjaga
kualitas dan kuantitas B3 dan atau mencegah dampak negatif B3 terhadap
lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk hidup lainnya. Untuk
mencegah kebakaran, ledakan, atau bocornya bahan-bahan kimia beracun
dalam gudang, maka dalam penyimpan bahan-bahan kimia, perlu
memerhatikan beberapa hal, yaitu:
1) Interaksi bahan kimia dengan wadahnya, bahan kimia dapat berinteraksi
dengan wadahnya dan dapat mengakibatkan kebocoran.
2) Kemungkinan interaksi antar bahan dapat menimbulkan ledakan,
kebakaran, atau timbulnya gas beracun.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor diatas, beberapa syarat penyimpanan
bahan adalah sebagai berikut:
1. Bahan Beracun
Banyak bahan-bahan kimia yang beracun. Bahan yang paling keras dan
sering dijumpai di laboratorium sekolah antara lain; sublimate (HgCl2),
persenyawaan sianida, arsen, gas karbon monoksida (CO) dari aliran gas.
Syarat penyimpanan adalah sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
v
a. Ruangan dingin dan berventilasi;
b. Jauh dari bahaya kebakaran;
c. Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi;
d. Kran dari saluran gas harus tetap dalam keadaan tertutup rapat jika
tidak sedang dipergunakan;
e. Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan sarung
tangan.
2. Bahan Korosif
Contoh bahan korosif, misalnya asam-asam, anhidrida asam, dan
alkali.Bahan ini dapat merusak wadah dan bereaksi dengan zat-zat beracun.
Syarat penyimpanan yang aman adalah sebagai berikut:
a. Ruangan dingin dan berventilasi;
b. Wadah tertutup dan beretiket;
c. Dipisahkan dari zat-zat beracun.
3. Bahan Mudah Terbakar
Banyak bahan kimia yang dapat terbakar sendiri, terbakar jika terkena
udara, kena benda panas, kena api, atau jika bercampur dengan bahan kimia
lain. Fosfor (P) putih, fosfin (PH3), alkil logam, boran (BH3) misalnya akan
terbakar sendiri jika kena udara. Pipa air, tabung gelas yang panas akan
menyalarkan karbon disulfide (CS2). Bunga api dapat menyalakan
bermacam-macam gas. Dari segi mudahnya terbakar, cairan organik dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) golongan:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
v
a. Cairan yang terbakar di bawah temeratur -4oC, misalnya karbon
disulfide (CS2), eter (C2H5OC2H5), benzene (C5H6) dan aseton
(CH3COCH3).
b. Cairan yang dapat terbakar pada temperature antara -4oC - 21
oC,
misalnya etanol (C2H5OH) dan methanol (CH3OH).
c. Cairan yang dapat terbakar pada pada temperature 21oC – 93,5
oC,
misalnya kerosin (minyak lampu), terpentin, naftalena, minyak bakar.
Syarat penyimpanan yang aman:
1) Temperatur yang dingin dan berventilasi;
2) Jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik
dan bara rokok;
3) Tersedianya alat pemadam kebakaran.
4. Bahan Mudah Meledak
Contoh bahan mudah meledak adalah ammonium nitrat, nitrogliserin, TNT.
Syarat penyimpanan yang aman:
a. Ruangan dingin dan berventilasi;
b. Jauhkan dari panas dan api;
c. Hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis.
Banyak reaksi eksoterm antara gas-gas dan serbuk zat-zat padat yang dapat
meledak dengan dahsyat.Kecepatan reaksi zat-zat seperti ini sangat
tergantung pada komposisi dan bentuk dari campurannnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
v
5. Bahan Oksidator
Contoh bahan oksidator yaitu perklorat, permanganat, peroksida organik.
Syarat penyimpanan yang aman:
a. Temperatur ruangan dingin dan berventilasi;
b. Jauhkan dari sumber api dan panas, termasuk loncatan api listrikdan
bara rokok;
c. Jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor.
6. Bahan Reaktif Terhadap Air
Contoh bahan reaktif dengan air yaitu natrium, hidrida, karbit, nitrida.
Syarat penyimpanan yang aman adalah:
a. Temperatur ruangan dingin, kering,dan berventilasi;
b. Jauh dari sumber nyala api atau panas;
c. Bangunan kedap air;
d. Disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, dry powder)
7. Bahan Reaktif Terhadap Asam
Zat-zat tersebut kebanyakan dengan asam menghasilkan gas yang mudah
terbakar atau beracun, misalnya natrium, hidrida, sianida. Syarat
penyimpanan yang aman:
a. Ruangan dingin dan berventilasi;
b. Jauhkan dari sumber api, panas, dan asam;
c. Ruangan penyimpanan perlu didesain agar tidak memungkinkan
terbentuk kantong-kantong hydrogen;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
v
d. Disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, sarung tangan, pakaian
kerja.
8. Gas Bertekanan
Contoh gas bertekanan yaitu gas N2, asetilen, H2, dan CL2 dalam tabung
silinder.
Syarat penyimpanannya adalah:
a. Disimpan dalam keadaan tegak berdiri dan terikat;
b. Ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari;
c. Jauh dari api panas;
d. Jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyimpanan adalah
lamanya waktu peyimpanan untuk zat-zat tertentu. Eter, paraffin cair, dan
olefin akan membentuk peroksidajika kontak dengan udara dan cahaya.
Semakin lama disimpan akan semakin besar peroksida. Isopropil eter, etil
eter, dioksan, dan tetrahidrofuran adalah zat yang sering menimbulkan
bahaya akibat terbentuknya peroksida dalam penyimpanan.Zat sejenis eter
tidak boleh disimpan melebihi 1 tahun, kecuali ditambah inhibitor.Eter yang
telah dibuka harus dihabiskan selama 6 bulan (Buntarto, 2015).
b. Penanganan Bahan
Penanganan secara manual yang aman adalah cara melakukan suatu proses
kegiatan menggunakan bahan-bahan kimia yang berbahaya, tanpa
menggunakan perlengkapan modern atau otomatis. Hal tersebut dikarenakan
beberapa kegiatan produksi dengan bahan-bahan kimia memang harus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
v
dilakukan secara manual menggunakan tangan-tangan pekerja.Dengan
demikian, harus diatati prosedur-prosedur penanganan secara manual
dengan disiplin tinggi tanpa terkecuali (Buntarto, 2015). Prosedur-prosedur
penanganan secara manual yang aman digunakan meliputi beberapa hal.
Pertama, cara menghindarkan bahaya yang dapat mengganggu dan merusak
kesehatan. Kedua, cara-cara menempatkan dan menyimpan bahan kimia
yang aman. Ketiga, cara-cara melakukan proses kegiatan atau pekerjaan
dengan bahan-bahan kimia yang benar. Keempat, cara-cara menghindarkan
kecelakaan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia.Penanganan secara
manual mengandalkan tenaga manusia, meliputi mengangkat, menurunkan,
membawa, menarik, mendorong, menahan, dan sebagainya. Kekuatan
tangan, kaki, dan badan serta cara mengambil posisi yang benar harus
diperhatiakan untuk melakukan pekerjaan tersebut (Buntarto, 2015).
8. Pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No.Kep.187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di
Tempat Kerja bahwa bagian pengendalian pemajanan dan alat peindung diri
dalam MSDS mencakup perlindungan secara teknis dan alat pelindung diri.
Perlindungan secara teknis yang dapat diterapkan salah satunya adalah
ventilasi. Ventilasi adalah metode yang digunakan untuk mengendalikan
tekanan udara dan kualitas udra di tempat kerja. Jenis ventilasi yang sering
digunakan industri adalah:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
v
a. Comfort ventilation, ventilasi kenyamanan ini menggerakkan dan
mengkondisikan udara untuk menjamin kenyamanan bekerja. Penggunaan
AC (Air Conditioning) di ruangan kerja, ruang computer atau di area kerja
adalah contoh comfort ventilation.
b. Local exhaust ventilation atau ventilasi pembuangan lokal digunakan untuk
menghilangkan kontaminan di udara yang dihasilkan dari sumber local.
Udara yang yerkontaminasi partikel berbahaya dibuang keluar untuk
digantikan dengan mengisap udara yang lebih bersih dari sumber lain.
Pemasangan exhaust fan di ruangan boiler merupakan contoh local exhaust
ventilation.
c. Local supply ventilation adalah memasok udara bersih ke tempat kerja.
System ventilasi ini bias digabung dengan local exhaust ventilation, dengan
kata lain udara yang kotor dibuang dan udara yang bersih dipompakan
masuk.
d. Make up air adalah memberikan persediaan udara bersih kepada lingkungan
kerja untuk menggantikan udara yang telah terkontaminasi. Tanpa
pemberian udara bersih yang cukup, local exhaust sistem tidak akan efektif.
e. Dilution ventilation atau ventilasi dilusi adalah memberikan udara bersih
dan mengeluarkan udara yang kotor dari area kerja yang lebih besar. Secara
umum ventilasi dilusi tidak dapat diaplikasikan pada temapat kerja dengan
poensi bahaya yang paling besar dan tidak efektif dari sisi hasil dan biaya.
f. Natural ventilation adalah system ventilasi alamiah menggunakan
karakteristik perpindahan udara alamiah untuk mengeluarkan polutan di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
v
ruangan kerja tanpa bantuan alat medis. Penggunaan alat pelindung diri
adalah alternatif yang dilakukan jika penanggulangan lain dirasakan belum
berhasil. Pada saat pengadaan alat pelindung diri sebaiknya dilakukan
pengetesan untuk memastikan alat pelindung diri tersebut kuat dan tidak
mengganggu kenyamanan pekerja. Alat pelindung diri dapat dikategorikan
pelindung kulit seperti sarung tangan, pakaian kerja, dan apron. Pelindung
mata seperti safety glasses, goggles, face shields dan hood. Pelindung
telinga seperti ear plugs dan ear muffs. Pelindung pernafasan seperti air
purifying respirators, air supplied respirator dan self contained breathing
unit. Pelindung lain seperti sepatu safety, diving suits dan environmental
control suits (Iwan, 2013).
9. Sifat fisika dan kimia
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No.Kep.187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di
Tempat Kerja bahwa sifat fisika dan kimia ditetapkan sebagai berikut:
a. Cairan mudah terbakar dalam hal titik nyala > 21 OC dan<55
OC pada
tekanan 1 (satu) atmosfir.
b. Cairan sangat mudah terbakar dalam hal titik nyala < 21 OC dan titik didih >
20 OC pada tekanan 1 (satu) atmosfir.
c. Gas mudah terbakar dalam hal titik didih < 20 OC pada tekanan 1 (satu)
atmosfir.
10.Stabilitas dan reaktifitas bahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
v
Reaktifitas bahan adalah sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan
terurai, bereaksi dengan zat lain atau terpolimerisasi yang bersifat eksotermik
sihingga eksplosif atau rektifitasnya terhadap gas lain menghasilkan gas
beracun (Buntarto, 2015).
11.Informasi toksikologi
Informasi toksikologi dalam MSDS adalah untuk mengetahui toksisitas suatu
bahan kimia. Toksisitas adalah ukuran relative derajat racun antara satu bahan
kimia terhadap bahan kimia lain pada organisme yang sama. Kadar racun suatu
zat kimia dinyatakan sebagai Lethal Dose-50 (LD-50). LD-50 adalah dosis
suatu zat, yang dinyatakan dalam milligram bahan per kilogram berat badan,
yang dapat menyebabkan kematian pada 50 % binatang percobaan dari suatu
kelompok spesies yang sama. Mukono (2000) menyatakan bahwa jumlah
hewan percobaan pada penelitian LD-50 paling sedikit 10 ekor untuk tiap dosis
dengan rentang dosis yang masuk paling sedikit 10 ekor untuk tiap dosis
dengan rentang dosis yang masuk paling sedikit 3 (dari 0-100 satuan). Selain
LD-50 dikenal pula LC-50 (Lethal Concentration-50). LC-50 adalah kadar atau
konsentrasi suatu zat, yang dinyatakan dalam milligram bahan kimia per meter
kubik udara (atau part per million/ppm), yang menyebabkan 50% kematiana
pada binatang percobaan dari suatu kelompok spesies setelah binatang
percobaan tersebut terpapar dalam waktu tertentu (Achadi Budi, 2004).
Menurut kepmen No. 187/Men/1999 menyatakan bahwa toksik bahan kimia
adalah sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
v
a. Bahan beracun dalam hal pemajanan melalui Mulut: LD 50 > 25 atau 200
mg/kg berat badan atau Kulit: LD 50 > 25 atau 400 mg/kg berat badan atau
Pernafasan: LC 50 > 0,5 mg/l dan < 2 mg/l.
b. Bahan sangat beracun dalam hal pemajanan melalui Mulut: LD 50 < 25
mg/kg berat badan atau Kulit: LD 50 < 50 mg/kg berat badan atau kulit: LD
50 < 50 mg/kg berat badan, atau pernafasan: LC 50 < 0,5 mg/l.
12.Informasi ekologi
Informasi ini menjelaskan bahaya terhadap lingkungan dan bagaimana
menangani limbah atau bunagan bahan kimia baik berupa padat, cair maupun
gas. Termasuk di dalamnya cara pemusnahan. Menangani bahan-bahan
berbahaya tanpa mengetaahui informasi tersebut dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh bahan tersebut tanpa disadari akan
menyebabkan dampak yang tidak kita inginkan (Buntarto, 2015).
13.Pembuangan limbah
Pembuangan limbah kimia secara umum dan upaya pembuangan limbah bahan
kimia terdiri dari 4 (empat) metode yaitu:
a. Pembuangan langsung dari laboratorium. Metode ini dapat diterapkan untuk
bahan kimia yang larut dalam air. Bahan kimia yang dapat larut dalam air
dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk
bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dinetralkan,
selanjutnya baru bias dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung
logam-logam berat dan beracun seperti Pb. Hg, Cd, dan sebagainya,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
v
endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya
dinetralkan dan dibuang.
b. Pembakaran terbuka. Metode ini dapat diterapkan untuk bahan organic yang
kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan organic tersebut
dibakar di tempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.
c. Pembakaran dalam insenator. Metode pembakaran dalam insenator dapat
diterapkan untuk bahan toksik yang jika dibakar di tempat terbuka akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik.Dikubur di dalam
tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air.
Metode ini dapat diterapkan untuk zat padat yang reaktif dan beracun
(Buntarto, 2015).
14.Pengangkutan bahan
MenurutKeputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No.Kep.187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di
Tempat Kerja bahwa bagian pengangkutan bahan ini adalah penjelasan
mengenai peraturan internasional yang mengatur tentang pengangkutan darat,
laut maupun udara.
15.Informasi Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku
Bagian ini berisikan peraturan perundangan yang terkait yang tidak disediakan
pada bagian lain dari MSDS.Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
beserta Lingkungan Hidup spesifik untuk bahan kimia yang masih
dipertanyakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
v
16.Informasi lain yang diperlukan
Informasi lain yang diperlukan yang terdapat dalam bagian ini adalah:
a. Tanggal pembuatan MSDS.
b. Indikasi perubahan yang dilakukan dari MSDS.
c. Singkatan yang digunakan dalam MSDS.
d. Referensi literatur dan sumber yang diambil untuk membuat MSDS.
Kerangka Pikir
Bahan Kimia di laboratorium:
1. Alkalinity P
2. Alkohol
3. Ammonium Heptamolybdate
tetrahidrate
4. Hardness LR
5. Hexane
6. Natrium citrat
7. Potassium hydroxide
8. Sulfuric acid
9. Thymol blue
10. Trisodium citrate dehydrate
Implementasi MSDS:
1. Identitas bahan dan
Perusahaan
2. Identifikasi bahaya
3. Tindakan P3K
4. Tindakan penanggulangan
kebakaran
5. Tindakan terhadap tumpahan
dan kebocoran
6. Penyimpanan dan penanganan
bahan
7. Pengendalian pemajanan dan
alat pelindung diri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
v
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif evaluasi
(evaluation study) dengan pendekatan kualitatif untuk menilai implementasi
Material Safety Data Sheet (MSDS) pada pekerja di laboratorium.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Kebun Tanah Putih, PT. Perkebunan Nusantara V Kecamatan Bagan Sinembah,
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus -
September 2018.
Objek Penelitian
Objek yang diteliti adalah Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan
kimia yang digunakan di laboratorium Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kebun Tanah
Putih.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dari observasi
terhadap objek penelitian yaitu tentang implementasi Material Safety Data Sheet
(MSDS) di laboratorium.
Data sekunder. Data sekunder adalah Material Safety Data Sheet (MSDS)
dari bahan kimia yang digunakan di laboratorium.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
v
Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara menjelaskan implementasi Material
Safety Data Sheet (MSDS) bahan kimia yang digunakan di laboratorium.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
v
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Perusahaan
Profil perusahaan. PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putih merupakan
Perseroan perkebunan milik negara yang berasal dari proyek pengembangan eks
PTPN IV Gunung Pamela Tebing Tinggi yang berlokasi di Riau. Dibentuk
melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 10 Tahun 1996
Tanggal 14 Februari 1996 berdasarkan: Akta Notaris Harun Kamil SH Jakarta
Nomor: 38/1996. Direvisi oleh Akta Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo SH Jakarta
Nomor: 01 ahun 2002 Tanggal 01 Oktober 2002.
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putih
dibangun selama 18 bulan di tahun 1988 pada areal seluas 9 Ha sebagai salah satu
pabrik pengolah TBS kelapa sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit
(kernel). PKS mulai berproduksi tahun 1989 dengan kapasitas awal 30 ton
TBS/jam. Sejak bulan Oktober 1991 kapasitas sudah mulai ditingkatkan menjadi
60 ton TBS/jam dengan kapasitas olah aplikasi 50 ton TBS/jam.
Letak geografis. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di PT. Perkebunan Nusantara
V Tanah Putih wilayah administrasinya terletak di desa Pasir Putih Utara,
Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Akses lokasi
cukup baik, sarana jalan penghubung dari kebun dan PKS Tanah Putih ke jalan
Negara (Jalan Lintas Sumatera) sekitar 7 Km.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
v
Jarak lokasi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di PT. Perkebunan Nusantara V
Tanah Putih dengan:
Kota Kecamatan Bagan Sinembah : 25 Km
Kota Kabupaten Bagan Siapi-api : 115 Km
Kota Provinsi Pekanbaru : 300 Km
Pelabuhan Dumai : 190 Km
Visi dan Misi Perusahaan
Visi. Adapun yang menjadi visi PT. Perkebunan Nusantara V Kebun
Tanah Putih adalah menjadi Perusahaan Agribisnis Terintegrasi yang
Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan.
Misi. Adapun yang menjadi misi Pengelolaan agro industry kelapa sawit
dan karet secara efisien bersama mitra untuk kepentingan stakeholder, penerapa
prinsip-prinsip Good Corporate Governance, criteria minyak sawit berkelanjutan,
penerapan standar industri dan pelestarian lingkungan guna menghasilkan produk
yang dapat diterima oleh pelanggan, penciptaan keunggulan kompetitif dibidang
SDM melalui pengelolaan Sumber Daya Manusia berdasarkan praktik-praktik
terbaik dan sistem managemen SDM terkini guna meningkatkan kompetensi inti
perusahaan.
Kompetensi inti perusahaan. Mengelola plasma dan kemitraan dalam
pemenuhan bahan baku untuk menghasilkan produk yang berkelanjutan dan
sesuai harapan pasar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Struktur Organisasi Perusahaan
Gambar 2. Struktur organisasi perusahaan
Manager
Masinis Kepala Asisten Kepala
Asisten
Afd.I
Asisten
Pengel
olah I
Asisten
Pengelo
lah II
Asisten
Pengen
dalian
Mutu
Asisten
Admini
strasi
SDM
Asisten
Admini
strasi
Keuang
an
Asisten
Teknik
Umum
Asisten
Teknik
Pabrik
Asisten
Afd.II
Asisten
Afd.III
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
v
Bidang usaha. PT. Perkebunan Nusantara V Tanah Putih mengelola
agroindustri kelapa sawit yang kemudian mengolah hasilnya menjadi CPO (Crude
Palm Oil) dan inti sawit. Semua hasil produksi dijual baik ke pasar lokal maupun
ekspor. Untuk mendukung pemasaran, perusahaan bersama seluruh BUMN
Perkebunan membentuk Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN I-XIV yang
berkedudukan di Jakarta dan juga Indoham di Jerman.
Adapun jenis produk yang dihasilkan oleh PTPN V unit Lubuk Dalam
adalah :
1. CPO (Crude Palm Oil)
CPO harus memiliki spesifikasi mutu sebagai yang telah ditetapkan agar
produksinya dapat dipasarkan. Parameter yang dipersyaratkan antara lain kadar
asam lemak bebas, kadar air dan kotoran.
2. Inti Sawit
Inti sawit dihasilkan dari pemisahan daging buah selama proses pengolahan
berlangsung. Tahapan proses untuk menghasilkan inti sawit melalui
pemisahan, pemecahan, pengeringan dan penyimpanan. Spesifikasi inti sawit
harus memenuhi kriteria kadar air, kotoran, inti pecah dan inti berubah warna
sesuai standar. Saat ini Perusahaan tengah merencanakan pengembangan
produk inti sawit. Hingga kini produksi Palm Kernel Oil (PKO) masih
memanfaatkan fasilitas prosesor milik pihak ketiga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bahan kimia di laboratorium Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT.
Perkebunan Nusantara V kebun Tanah Putih. Bahan kimia yang digunakan di
laboratorium Pabrik Kelapa Sawit Kebun Tanah Putih.
Alkalinity p. Alkalinity p adalah bahan kimia yang digunakan untuk uji
alkalinitas yang bertujuan untuk sistem penyangga dan pengendalian korosi.
Alkalinitas adalah pengukuran kapasitas air untuk menetralkan asam-asam lemah
dan basa lemah juga dapat sebagai penyebabnya. Pada kemasan terdapat identitas
bahan dimana bahan kimia dengan nama produk alkalinity p, tidak tersedia nama
kimia, nama lain produk atau sinonim, rumus kimia dan kode produksi. Pada
kemasan tersedia piktogram yang menandakan bahan bersifat korosif, bahan ini
bentuknya padat dan dikemas dalam botol kaca. Bahan ini diproduksi di Inggris.
Alkohol. Alkohol adalah bahan kimia yang digunkan sebagai pereaksi,
pelarut, dan bahan bakar. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol. Alkohol pada
laboratorium digunakan sebagai salah satu bahan untuk analisa kadar Asam
Lemak Bebas (ALB) pada minyak sawit. Pada kemasan terdapat identitas bahan
dimana bahan kimia dengan nama produk alkohol belum disediakan nama kimia,
nama lain produk atau sinonim, rumus kimia, kadar dan kode produksi. Bahan ini
bentuknya cair dan dikemas dalam jerigen 5 liter. Pemasok alkohol di
laboratorium ini adalah Pasa Djatroto yang terletak di Djatroto, Lumajang Jawa
Timur. Alkohol yang digunakan di laboratorium dengan kadar 95 %. Hal ini dapat
dilihat pada lampiran halaman 151.
Ammonium heptamolybdate tetrahidrate. Ammonium heptamolybdate
tetrahidrate adalah bahan kimia yang digunakan sebagai pereaksi analitik untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengukur jumlah fosfat, silikat, arsenat dan timbale dalam larutan berair. Pada
kemasan bahan ini terdapat identitas bahan dimana bahan kimia dengan nama
produk ammonium heptamolybda tetetrahidrate dengan kode produksi bahan
adalah 1.01182.0250, rumus kimia (NH4)6 Mo7O24 4H2O, dengan nama lain
produk atau sinonim ammonium heptamolybdat-tetrahydrat dan ammonio
heptamollbdato tetrahidrato, bahan ini bentuknya padat dan dikemas dalam botol
plastik 250 gram. Bahan ini diproduksi di Jerman.
Hardness LR. Hardness LR adalah bahan kimia yang digunakan untuk
analisa hardness. Pada kemasan bahan terdapat identitas dimana bahan kimia
dengan nama produk hardness LR dengan rumus kimia CaCO3, tidak diketahui
kode produksi dan nama lain produk atau sinonim, bahan ini berbentuk padat dan
dikemas dalam botol kaca. Bahan ini diproduksi di Inggris. Pada kemasan bahan
disediakan piktogram yang menandakan bahan ini bersifat korosif dan
karsinogenik, tetragenik, mutagenik.
Hexana. Hexana adalah bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut.
Pada kemasan bahan terdapat informasi diamna bahan kimia dengan nama produk
hexane belum dilengkapi rumus kimia, kadar, kode produksi, nama lain produk
atau sinonim. Bahan ini berbentuk cair dan dikemas dalam jerigen 5 liter.
Natrium citrat. Natrium citrate adalah bahan kimia yang digunakan untuk
analisa silika pada air boiler di laboratorium. Pada kemasan terdapat informasi
bahan dimana bahan kimia dengan nama produk natrium citrate dilengkapi
dengan kadar 30%, belum disediakan rumus kimia, kode produksi, nama lain
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
produk atau sinonim. Bahan ini berbentuk cair dan dikemas dalam botol plastik
500 ml.
Sodium hydroxide. Sodium hidroxide juga dikenal sebagai soda kaustik,
soda api, atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik yang
digunakan untuk membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam
air. Pada kemasan terdapat informasi bahan dimana bahan kimia dengan nama
produk sodium hydroxide, dilengkapi rumus kimia NaOH, kode produksi
1.06462.1000, nama lain produk atau sinonim adalah natrium hydroxide, sodio
hidroxido, hydroxide de sodium, hydroxide de sodio, natrium hydroxide.Bahan ini
diproduksi di Jerman. Bahan dikemas dalam botol plastik 1 kg.
Sulfuric acid. Sulfuric acid adalah bahan kimia yang dapat digunakan
untuk menghilangkan zat pengotor pada suatu bahan tertentu. Pada kemasan
terdapat informasi bahan dimana bahan kimia dengan nama produk sulfuric acid
belum dilengkapi rumus kimia, kode produksi bahan adalah 1.00731.2500, nama
lain produk atau sinonimnya adalah schwefelsaure, acide sulfurique, acido
solforico, acidosulfurico, zwavelzuur, dengan kadar 95-97%. Bahan ini diproduksi
di Jerman. Pada kemasan bahan ini disediakan piktogram yang menandakan
bahan ini bersifat korosif, bahan dikemas dalam botol kaca 2,5 liter.
Thymol blue. Thymol blue adalah suatu indikator pH. Senyawa ini banyak
digunakan dalam aplikasi yang memerlukan pengukuran zat yang memiliki pH
relatif netral (dekat 7). Senyawa ini umum digunakan untuk mengukur kehadiran
asam karbonat dalam cairan. Pada kemasan terdapat informasi bahan dimana
bahan kimia dengan nama produk thymol blue dilengkapi rumus kimia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
C27H28Br2O5S, kode produksi bahan adalah 1.08176. 0025, nama lain produk atau
sinonimnya adalah tymolblau. Kadar thymol blue yang digunakan 1%. Bahan ini
diproduksi di Jerman. Bahan dikemas dalam botol kaca 25 gram.
Potassium hydroxide. Potassium hidroxide digunakan secara bergantian
untuk sejumlah aplikasi, sebagian besar yang memanfaatkan sifat korosif dan
reaktivitasnya terhadap asam. Bahan ini digunakan juga untuk menyabunkan
lemak dan minyak dalam pembersih industri dan dalam reaksi hidrolisis. Pada
kemasan terdapat informasi bahan dimana bahan kimia dengan nama produk
potassium hydroxide belum dilengkapi rumus kimia, kode produksi bahan adalah
1.05033.1000, nama lain bahan atau sinonim adalah kalium hydroxid, potasio
hidroxido, hydroxide de potassium, hidroxido de potassio, potassioidrossido,
kalium hydroxide. Pada kemasan bahan disediakan piktogram yang menandakan
bahan ini bersifat korosif, bahan ini berbentuk padat yang dikemas dalam botol
plastik 1 kg.
Material Safety Data Sheet (MSDS) yang disediakan di Laboratorium
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Perkebunan Nusantara V kebun Tanah
Putih. MSDS yang disediakan di laboratorium Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT.
Perkebunan Nusantara V kebun Tanah Putih adalah sebanyak 10 MSDS bahan
kimia.
Ammonium hepta molybdate. Pada bagian identitas bahan dengan nama
bahan ammonium heptamolybdate, rumus kimia (NH4) 6 Mo7 O24 4H2O belum
dilengkapi dengan nama kimia dan kadarnya. Identifikasi bahaya bahan dapat
menyebabkan iritasi pada mata, asap yang keluar dari larutan ini dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengganggu saluran pernafasan, dan bila mengenai tubuh akan menyebabkan
iritasi pada kulit. Tindakan P3K belum tersedia informasi. Tindakan
penanggulangan kebakaran belum tersedia informasi. Tindakan terhadap
tumpahan dan kebocoran yaitu dengan cara membatasi daerah tumpahan,
kumpulkan tumpahan dengan kertas atau tissue, bersihkan bagian badan yang
terkena bahan ini dengan air. Penyimpanan dan penanganan bahan yaitu dengan
wadah harus tertutp rapat. Pengendalian pemajanan dengan cara tidak makan dan
minum sewaktu menangani pekerjaan dan melakukan praktik kebersihan diri
setelah menggunakan bahan ini, khususnya sebelum makan dan minum. Alat
pelindung diri yang sebaiknya digunakan adalah kacamata, masker, sarung tangan
karet dan pakaian kerja analis. Hal ini dapat dilihat pada MSDS ammonium hepta
molybdate yang terlampir pada halaman 131.
Caustic soda. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan caustic
soda, dengan nama kimia sodium hydroksida atau natrium hydroksida dan rumus
kimia NaOH, kadar 48%, dan termasuk dalam kelompok basa kuat. Identifikasi
bahaya yang disediakan jika terkena kulit, mata, jika tertelan, jika terhisap. Bahan
ini jika terkena kulit akan menyebabkan luka bakar dan dapat menimbulkan
bekas, jika terkena pada mata akan menyebabkan luka bakar yang parah dan
bahkan dapat menimbulkan kebutaan, jika tertelan menyebabkan iritasi yang
parah pada mulut, saluran tenggorokan, lambung, dan jaringan lain yang dapat
berakibat fatal, jika terhisap dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan
dan jaringan paru-paru. Bahaya ledakan timbul akibat adanya gas hydrogen yang
dihasilkan dari reaksi caustic soda dengan logam-logam magnesium, aluminium
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan krom. Tindakan P3K yang harus dilakukan jika kulit yang terkena bahan
segera siram dengan air terus menerus paling sedikit selama 15 menit jika kulit
yang terkena masih terasa licin, lanjutkan penyiraman sampai kulit tidak terasa
licin lagi. Mata yang terkena caustic segera buka lebar kelopak mata dan siram
dengan air terus menerus paling sedikit 15 menit, segera korban dibawa ke dokter.
Jika caustic tertelan dan korban masih sadar segera berikan minuman. Tindakan
penanggulangan kebakaran kecil dapat dipadamkan dengan bubuk kimia atau
CO2, dan kebakaran besar dapat dipadamkan dengan air tetapi harus hati-hati
sebab dapat menimbulkan panas (pemadaman api jarak jauh). Tindakan terhadap
tumpahan dan kebocoran yaitu dibersihkan dengan semprotan air. Jangan
menyentuh bahan baik padatan maupun larutan. Penyimpanan dan penanganan
bahan, selama penanganan caustic gunakan alat pelindung diri, akibat
pengenceran akan menimbulkan panas yang dapat mendidihkan larutan bahan
dapat menimbulkan ledakan dan percikan bila penanganannya kurang hati-hati,
pengenceran dilakukan dengan menambahkan caustic sedikit demi sedikit ke
dalam air dingin sambil dilakukan pengadukan dan bukan sebaliknya. Segera
melokalisir bahan yang tumpah bila mungkin ambil kembali ceceran caustic yang
tumpah dengan air, netralisir sisa bahan dengan asam lemak sampai pH 6-7 dan
buang ke unit pengolahan limbah. Pengendalian pemajananan dan APD, dalam
pengendalian pemajanan yang dapat dilakukan adalah dengan tidak merokok,
makan, dan minum di lokasi penanganan caustic dan cuci bersih setelah kontak
dengan bahan dan dalam penanganannya harus tersedia air shower dan obat-
obatan. APD yang sebaiknya disediakan adalah baju analis, kacamata, pelindung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
muka, sarung tangan karet dan sepatu karet. Hal ini dapat dilihat pada MSDS
caustic soda yang terlampir pada halaman 133.
Ethanol. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan alcohol, dengan
nama kimia ethanol dan rumus kimia C2H5OH belum dilengkapi dengan
kadarnya. Identifikasi bahaya alcohol merupakan cairan yang mudah terbakar.
Tindakan P3K yang harus dilakukan akibat menghirup bahan adalah dengan cara
membawa korban ke tempar segar, jika terjadi kontak kulit dan mata segera cuci
dengan air bersih, dan jika terlelan segera beri minum banyak air untuk
pengenceran atau beri norit untuk penyerapan. Tindakan penanggulangan
kebakaran belum disediakan informasi. Tindakan terhadap tumpahan dan
kebocoran yaitu dengan cara membatasi daerah bahayanya, hindari sumber dari
api, jika terkena mata lakukan pencucian dengan air, dan bersihkan bahan dengan
tissue atau kain yang mudah menyerap. Penyimpanan dan penanganan bahan
yaitu tempat atau wadah harus tertutup rapat, ruangan berventilasi serta bebas dari
api terbuka, percikan api atau panas dan hindari reaksi eksplosif dengan oksidator,
asam sulfat, asam nitrat, perak nitrat, magnesium perklorat, perak oksida, amonia
atau hidrasin. Pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri dengan cara tidak
merokok dalam ruangan dan lakukan praktik kebersihan setelah menggnakan
bahan ini. Gunakan APD seperti kacamata dan masker bila menggunakan bahan
ini. Hal ini dapat dilihat dari MSDS ethanol yang terlampir pada halaman 135.
Iso hexan. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan iso hexane
sudah disediakan nama kimia yaitu iso hexan dengan nama dagang hexan atau
shell sholl dan rumus kimia C6H14 dan belum disediakan jumlah kadar bahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Identifikasi bahaya dinyatakan bahwa bahan ini adalah zat yang mudah terbakar
dan dapat meledak jika bahan berada dalam drum dan terkena panas yang
berkelanjutan. Tindakan P3K jika terhirup segera singkirkan sumber kontaminan
dan bawa korban ke tempat udara segar dan bantu pernafasan buatan atau oksigen
jika diperlukan. P3K terhadap mata yaitu cuci mata dengan air mengalir selama
20 menit. P3K terhadap kulit yaitu cuci dengan air dan tanggalkan pakaian yang
terkontaminasi. P3K jika tertelan maka segera bawa ke dokter bila muntah.
Tindakan penanggulangan kebakaran yaitu segera padamkan api dengan APAR
seperti karbondioksida, bubuk kimia busa dan halon. Pemadaman api dengan air
tidak disarankan karena dapat membesarkan api. Air digunakan untuk
mendinginkan wadah terbakar. Tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran
dengan membatasi daerah tumpahan dan kebocoran dari sumber penyalaan, kutip
tumpahan bahan tersebut dengan cara mencelupkan kain dan diperas, bersihkan
bagian badan yang terkena bahan ini dengan air. Penyimpanan dan penanganan
bahan yaitu dengan mengusahakan penggunaan bahan sesedikit mungkin, ruang
kerja berventilasi dan jauh dari sumber panas dan nyala api, wadah dari bahan
logam harus ada grounding sehingga jika diisi atau bahan dipompa agar tidak
menimbulkan listrik statis, bahan harus disimpan dalam wadah yang tertutup,
harus ada larangan merokok di area kerja. Pengendalian pemajanan dan alat
pelindung diri, pengendalian yang dilakukan yaitu dengan tidak makan dan
minum sewaktu menangani pekerjaan, lakukan praktik-praktik kebersihan diri
setelah menggunakan bahan ini khususnya sebelum makan dan minum. APD
yang digunakan adalah kacamata, masker, sarung tangan karet, dan pakaian kerja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
analis. Hal ini dapat dilihat pada MSDS iso hexane yang terlampir pada halaman
137.
Kalium hydroxide. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan
kalium hydroxide dengan nama kimia KOH dan pH basa kuat. Identifikasi bahaya
bahan yaitu bahan sangat berbahaya pada kulit dan dapat menyebabkan iritasi
serta luka bakar yang serius. Bila bahan mengenai tubuh dapat menyebabkan
gatal-gatal. Tindakan P3K belum disediakan informasi. Tindakan penanggulangan
kebakaran belum disediakan informasi. Tindakan terhadap tumpahan dan
kebocoran dengan cara membatasi daerah tumpahan bahan, serap menggunakan
kertas bekas atau tissue, kemudian masukkan ke suatu wadah tambahkan sejumlah
air dan buang campuran tersebut ke air mengalir. Penyimpanan dan penanganan
bahan dengan menyimpan bahan di wadah yang tertutup rapat. Pengendalian
pemajanan dan alat pelindung diri, pengendalian pemajanan dilakukan dengan
tidak makan dan minum di daerah kerja dan melakukan praktik-praktik kebersihan
diri setelah mengggunakan bahan, khusunya sebelum makan dan minum. APD
yang harus digunakan adalah kacamata pelindung, sarung tangan kedap air. Hal
ini dapat dilihat pada MSDS kalium hidroxide yang terlampir pada halaman 139.
P1 alkalinity tab. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan
alkalinity P1 belum dilengkapi dengan rumus kimia, nama kimia, dan kadar.
Identifikasi bahaya bahan dapat menyebabkan iritasi pada mata, tidak berbau
namun dapat menyebabkan keracunan bila tertelan, bila mengenai tubuh dapat
menyebabkan iritasi pada kulit. Tindakan P3K belum dilengkapi. Tindakan
penanggulangan kebakaran belum dilengkapi. Tindakan terhadap tumpahan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kebocoran adalah dengan cara membatasi daerah bahayanya, hindari tercecer atau
tumpahan bahan, kutip tumpahan bahan ini dengan kertas atau tissu masukan ke
suatu wadah, bersihkan bagian badan yang terkena bahan ini dengan air.
Penyimpanan dan penanganan bahan belum dilengkapi. Pengendalian pemajanan
dan APD yang harus dilakukan adalah dengan menggunakan pelindung diri,
kacamata, masker, sarung tangan karet dan pakaian kerja analis, tempat atau
wadah harus tertutup rapat, jangan makan dan minum sewaktu menangani
pekerjaan, dan lakukan praktik kebersihan diri setelah menggunakan bahan ini,
khusus sebelum makan dan minum. Hal ini dapat dilihat dari MSDS p1 alkalinity
tab yang terlampir pada halaman 141.
Sulfuric acid. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan sulfuric
acid dengan nama dangang asam sulfat dan rumus kimia H2SO4 dan nama kimia
sulfuric acid dan kadarnya 98 %. Identifikasi bahaya bahan disediakan dengan
peringatan agar jangan terkena mata karena dapat menyebabkan luka bakar dan
kebutaan, jangan terkena kulit karena dapat menyebabkan luka bakar dan dapat
meninggalkan bekas, jangan tertelan karena dapat menyebabaan iritasi yang parah
pada kulit, saluran tenggorokan, lambung dan jaringan lain yang dapat berakibat
fatal, jangan terhisap karena dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan
dan jaringan paru-paru, hindari menghisap uapnya dan kontak dengan asam tanpa
peralatan yang memadai, jangan makan dan minum di daerah kerja. Tindakan
P3K terhadap mata yaitu bilas segera dengan air yang banyak selama 15 menit
dengan kelopak mata terbuka, bila berlanjut hubungi dokter. P3K terhadap kulit
yaitu bilas segera dengan air yang banyak selama 15 menit dan segera diobati.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
P3K terhadap pernafasan yaitu dengan berpindah ke daerah terbuka, berikan gas
O2 jika sulit bernafas, jika nafas terhenti segera selimuti dan hubungi dokter. P3K
pada pakaian yaitu cuci segera dengan air yang banyak, lepaskan pakaian dan
sepatu yang sudah parah terkontasimasi. Tindakan penanggulangan kebakaran
disediakan informasi bahwa bahan tidak mudah terbakar, tetapi asam pekat
bersifat oksidator yang dapat menimbulkan kebakaran bila kontak dengan zat
organik seperti gula, selulosa, dan lain-lain, bahan ini sangat reaktif dengan bubuk
zat organik. Bahaya ledakan dapat timbul akibat kelebihan pengeluaran gas
hydrogen akibat terkena panas yang berlebihan. Bahan dapat mengalami
penguraian bila terkena panas, mengeluarkan SO2 asam encer bereaksi dengan
logam menghasilkan gas hydrogen yang eksplosif bila kena nyala atau panas.
Bahan bereaksi hebat dengan air. Tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran
dengan menutup area tumpahan dengan pasir dan tanah, pindahkan asam ke
tempat yang kosong dan cuci area yang bocor dengan air. Penanganan dan
penyimpanan bahan yaitu tempat penyimpanan harus berventilasi untuk mencegah
akumulasi gas H2. Pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri, pengendalian
pemajanan dengan melakukan praktik kebersihan diri. APD yang sebaiknya
digunakan pelindung pernafasan, sarung tangan karet, kacamata pelindung, baju
pelindung, sepatu boot dan helm. Hal ini dapat dilihat dari MSDS sulfuric acid
yang terlampir pada halaman 143.
Tablet hardness. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan
hardness LR belum dilengkapi dengan rumus kimia, nama kimia, dan kadar.
Identifikasi bahaya bahan sangat berbahaya pada kulit dan dapat menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iritasi pada mata, debu yang keluar dari bahan ini dapat mengganggu saluran
pernafasan, dan bahan ini dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Tindakan P3K
belum disediakan informasi. Tindakan penanggulangan kebakaran belum
disediakan informasi. Tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran dengan
membatasi daerah tumpahan, kutip tumpahan bahan ini dengan kertas atau tissue
masukan ke suatu wadah, bersihkan bagian badan yang terkena bahan ini dengan
air. Penyimpanan dan penanganan bahan tempat atau wadahnya harus tertutup
rapat. Pengendalian pemajanan dan APD, tindakan yang harus dilakukaan adalah
tidak makan dan minum sewaktu menangani pekerjaan, lakukan praktik-praktik
kebersihan diri setelah menggunakan bahan ini, khususnya sebelum makan dan
minum. APD yang sebaiknya digunakan adalah kacamata, masker, sarung tangan
karet dan pakaian kerja analis. Hal ini dapat dilihat dari MSDS tablet hardness
yang terlampir pada halaman 145.
Thimol blue indicator. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan
thimol blue indicator belum dilengkapi dengan rumus kimia, nama kimia, dan
kadar. Identifikasi bahaya bahan dapat meninggalkan warna yang melekat pada
kulit, tidak menyebabkan iritasi pada mata. Tindakan P3K yang dilakukan bila
terkena tangan atau anggota tubuh segera dicuci dengan air sampai warnanya
hilang. Tindakan penanggulangan kebakaran belum disediakan informasi.
Tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran dengan membatasi daerah tumpahan,
kutip tumpahan bahan ini dengan kertas atau tissue masukan ke suatu wadah,
bersihkan bagian badan yang terkena bahan ini dengan air. Penyimpanan dan
penanganan bahan tempat atau wadahnya harus tertutup rapat. Pengendalian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pemajanan dan APD, tindakan yang harus dilakukaan adalah tidak makan dan
minum sewaktu menangani pekerjaan, lakukan praktik-praktik kebersihan diri
setelah menggunakan bahan ini, khususnya sebelum makan dan minum. APD
yang sebaiknya digunakan adalah kacamata dan sarung tangan karet. Hal ini dapat
dilihat dari MSDS thimol blue indicator yang terlampir pada halaman 147.
Trinatrium citrate. Pada bagian identitas bahan dengan nama bahan
trinatrium citrate belum dilengkapi dengan rumus kimia, nama kimia, dan kadar.
Identifikasi bahaya bahan belum tersedia informasi. Tindakan P3K disebutkan
jika terjadi kontak kulit segera cuci dengan air mengalir, jika terjadi kontak mata
segera menyeluruh selama beberapa menit, jika bahan tertelan segera hubungi
dokter. Tindakan penanggulangan kebakaran belum dilengkapi. Tindakan
terhadap tumpahan dan kebocoran adalah dengan cara membatasi daerah
bahayanya, hindari tercecer atau tumpahan bahan, kutip tumpahan bahan ini
dengan kertas atau tissu masukan ke suatu wadah. Penyimpanan dan penanganan
bahan belum tersedia informasi. Pengendalian pemajanan dan APD yang harus
dilakukan adalah dengan menggunakan pelindung diri, kacamata, masker, sarung
tangan karet dan pakaian kerja analis, jangan makan dan minum sewaktu
menangani pekerjaan, dan lakukan praktik kebersihan diri setelah menggunakan
bahan ini, khususnya sebelum makan dan minum. Hal ini dapat dilihat dari MSDS
trinatrium citrate yang terlampir pada halaman 149.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pembahasan
Implementasi MSDS Bahan Kimia di Laboratorium
Ammonium hepta molybdate. Pada MSDS ammonium hepta molybdate
pada identitas bahan tersedia nama bahan ammonium hepta molybdate, nama
kimia ammonium heptamolybdate dan rumus kimia (NH4)6 Mo7 O24 4 H2O.
Berdasarkan observasi bahan kimia dengan nama produk ammonium
heptamolybdate tetrahidrate dengan kode produksi bahan adalah 1.01182.0250,
rumus kimia (NH4)6 Mo7O24 4H2O, dengan nama lain produk atau sinonim
ammoniumheptamolybdat-tetrahydrat dan ammonio heptamollbdato tetrahidrato,
bahan ini bentuknya padat dan dikemas dalam botol plastik 250 gram. Bahan ini
diproduksi di Jerman. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia No.Kep.187/Men/1999, identitas bahan yang harus disediakan dalam
MSDS meliputi nama bahan, rumus kimia, kode produksi, sinonim. Berdasarkan
hal tersebut identitas bahan pada kemasan sesuai dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada bagian identifikasi bahaya dalam MSDS
disebutkan bahwa bahan ini dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit yang
terkena dan asap yang keluar dari larutan ini dapat mengganggu saluran
pernafasan. Menurut Budi Cahyono bahan kimia seperti ammonium
heptamolybdate merupakan bahan kimia iritan, bahan kimia iritan pada umumnya
adalah bahan korosif. Bahan tersebut dapat bereaksi dengan jaringan tubuh seperti
kulit, mata, dan saluran pernafasan. Berdasarkan teori diatas, identifikasi yang
tertera dalam MSDS sudah sesuai. Pada MSDS bagian tindakan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) belum disediakan informasi. Pada saat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilaksanakan penelitian tidak ada pekerja yang membutuhkan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K), namun yang peneliti temukan di laboratorium
sudah tersedia sabun dan air mengalir untuk membasuh mata dan mencuci kulit
yang terkena bahan kimia. Perusahaan juga menyediakan tempat untuk menghirup
udara segar dan menyediakan dokter perusahaan yang dapat dihubungi jika
sewaktu-waktu ada pekerja yang keracunan akibat tertelan bahan. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani tindakan P3K jika terkena bahan kimia cucilah
bagian tubuh yang kena bahan tersebut dengan air dan sabun, korban dibawa ke
tempat yang banyak oksigen (segar) dan hubungi petugas medis. Berdasarkan hal
tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam mengimplementasikan
tindakan P3K yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian tindakan
penanggulangan kebakaran belum disediakan informasi. Bahan korosif pada
umumnya merupakan bahan yang tidak mudah terbakar, tetapi dapat
menimbulkan ledakan dan percikan jika terkena udara atau uap air atau jika
bersentuhan dengan bahan yang mudah terbakar. Pada saat dilaksanakan
penelitian tidak ditemukan kejadian kebakaran, namun yang peneliti temukan di
laboratorium telah disediakan pemadam kebakaran tanpa air atau dry powder.
Menurut Buntarto alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia bahan korosif
harus disediakan pemadam kebakaran tanpa air seperti CO2 dan dry powder.
Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam
mengimplementasikan tindakan penanggulangan kebakaran yang sesuai dengan
teori. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yang harus
dilakukan adalah batasi daerah bahayanya, hindari kebocoran dan tumpahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bahan, kutip tumpahan bahan ini dengan kertas atau tisu kemudian masukkan ke
dalam wadah, dan bersihkan bagian badan yang terkena bahan ini dengan air.
Berdasarkan hasil observasi saat terjadi tumpahan pekerja tidak membatasi daerah
bahaya dengan safety sign karena tidak terdapat safety sign di laboratorium dan
tumpahan dalam jumlah kecil, pekerja menghindari kebocoran dan tumpahan dari
bahan lain, mengutip tumpahan bahan tidak menggunakan kertas atau tisu
melainkan dengan kain dan membersihkan badan yang terkena tumpahan dengan
air. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani, tumpahan bahan padat dibersihkan
dan langsung dimasukkan ke dalam wadah pembuangan yang sesuai. Berdasarkan
hal tersebut pekerja belum mengimplementasikan tindakan terhadap tumpahan
dan kebocoran yang sesuai dengan isi MSDS, namun sudah sesuai dengan teori di
atas. Pada MSDS bagian penyimpanan dan penanganan bahan belum disediakan
informasi, namun saat dilakukan observasi, ammonium heptamolybdate di
ruangan yang berventilasi dan jauh dari sumber api. Menurut Buntarto,
penyimpanan bahan beracun di ruangan dingin dan berventilasi, jauh dari bahaya
kebakaran. Berdasarkan hal tersebut pekerja telah mengimplementasikan tindakan
penyimpanan dan penanganan yang sesuai dengan teori. Pada MSDS pengendalian
pemajanan dan APD, pengendaliannya adalah tempat atau wadahnya harus
tertutup rapat, jangan makan dan minum sewaktu menangani pekerjaan, lakukan
praktik kebersihan diri setelah menggunkan bahan khususnya sebelum makan dan
minum. APD yang harus digunakan adalah kacamata, masker, sarung tangan
karet, dan pakaian kerja analis. Berdasarkan observasi, bahan disimpan pada
tempat yang tertutup rapat, pekerja tidak makan dan minum sewaktu menangani
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pekerjaan, dan melakukan praktik kebersihan diri setelah menggunakan bahan
khususnya sebelum makan dan minum. APD yang disebutkan dalam MSDS telah
disediakan oleh perusahaan kecuali baju analis, namun semua APD yang
disarankan belum digunakan oleh pekerja. Menurut Marham Sitorus dan Ani
Sutiani pada laboratorium kimia banyak menggunakan bahan dengan sifat bahaya
berbeda, maka sebaiknya laboratorium kimia mempunyai peralatan keselamatan
standar seperti jas laboratorium, sarung tangan, pelindung mata, alat pelindung
pernafasan. Berdasarkan hal diatas pekerja belum mengimplementasikan tindakan
pengendalian pemajanan dan APD.
Coustic soda. Pada MSDS coustic soda bagian identitas produk tersedia
nama bahan kaustik soda atau soda api, nama kimia sodium hydroksida dan
antrium hydroksida, rumus kimia NaOH, berat molekul 40, kadar 48%
(minimum), dan kelompok bahan adalah basa kuat. Berdasarkan observasi bahan
kimia dengan nama produk sodium hydroxide, dilengkapi rumus kimia NaOH,
kode produksi 1.06462.1000, nama lain produk atau sinonim adalah
natriumhydroxide, sodio hidroxido, hydroxide de sodium, hydroxide de sodio,
natriumhydroxide. Bahan ini diproduksi di Jerman. Bahan dikemas dalam botol
plastik 1 kg. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No.Kep.187/Men/1999, identitas bahan yang harus disediakan dalam MSDS
meliputi nama bahan, rumus kimia, kode produksi, sinonim. Berdasarkan hal
tersebut identitas bahan pada kemasan sudah sesuai dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada bagian identifikasi bahaya dalam MSDS
disebutkan bahwa jika bahan terkena kulit akan menyebabkan luka bakar dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat menimbulkann bekas, jika terkena mata akan menyebabkan luka bakar yang
parah dan bahkan dapat menimbulkan kebutaan menyebabkan iritasi yang parah
pada mulut, saluran tenggorokan, lambung, dan jaringan lain yang dapat berakibat
fatal, jika terhisap dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan jaringan
paru-paru. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani bahan kimia dengan
klasifikasi basa kuat seperti NaOH dapat menyebabkan luka yang serius bila
mengenai tubuh. Berdasarkan teori diatas yang tercantum dalam MSDS sudah
sesuai. Pada MSDS bagian tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
untuk kulit dan mata yang terkena coustic soda segera siram dengan air terus
menerus paling sedikit 15 menit, jika kulit yang terkena masih terasa licin
lanjutkan penyiraman sampai kulit tidak terasa licin lagi. Mata yang terkena
coustic soda segera buka lebar kelopak mata dan siram dengan air terus menurus
paling sedikit 15 menit, segera korban dibawa ke dokter. Jika tertelan dan korban
masih sadar segera berikan minuman. Pada saat dilaksanakan penelitian tidak ada
pekerja yang membutuhkan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, tetapi
perusahaan telah menyediakan air mengalir, air minum, dan dokter perusahaan
yang dapat dihubungi jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan. Menurut Marham
Sitorus dan Ani Sutiani tindakan P3K jika terkena bahan kimia cucilah bagian
tubuh yang kena bahan tersebut dengan air dan sabun dan hubungi petugas medis.
Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam
mengimplementasikan tindakan P3K yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian
tindakan penanggulangan kebakaran disebutkan bahwa kebakaran dapat
dipadamkan dengan bubuk kimia atau CO2, kebakaran besar dapat dipadamkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan air dan hati-hati sebab dapat menimbulkan panas atau dengan cara
pemadaman dari jauh. Berdasarkan observasi pada saat dilakukan penelitian tidak
ditemukan kejadian kebakaran, namun perusahaan telah menyedian APAR bubuk
kimia. Menurut Buntarto alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia bahan
korosif harus disediakan pemadam kebakaran tanpa air seperti CO2 dan dry
powder. Berdasarkan hal tersebut tindakan penanggulagan kebakaran di MSDS
belum sesuai teori, namun perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam
mengimplementasikan tindakan penanggulangan kebakaran yang sesuai dengan
teori. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yang harus
dilakukan yaitu mengambil tumpahan zat padat dengan menggunakan APD untuk
digunakan lagi, larutan yang tumpah dapat dinetralkan dengan asam sulfat
sebelum dibuang, bersihkan dengan semprotan air, jangan menyentuh bahan
padatan maupun larutan. Berdasarkan observasi sodium hydroxide yang
digunakan di laboratorium dalam bentuk larutan sehingga saat terjadi tumpahan
dan kebocoran pekerja membersihkannya dengan air atau menetralkan dahulu
tumpahan dengan menggunakan asam sulfat tanpa menggunakan APD. Menurut
Buntarto tumpahan basa alkali seperti NaOH dapat ditangani dengan
mengencerkan dengan air dan dinetralkan dengan HCl, kemudian diserap dengan
air dan dibuang. Berdasarkan hal diatas pekerja telah mengimplementasikan
tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yang sesuai dengan teori. Pada MSDS
bagian penyimpanan dan penanganan bahan yaitu selama penanganan harus hati-
hati karena akibat pengenceran akan timbul panas yang dapat mendidihkan larutan
bahan sehingga dapat menimbulkan ledakan dan percikan, penambahan dilakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan menambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air dingin sambil dilakukan
pengadukan dan bukan sebagainya. Berdasarkan observasi, pekerja melakukan
penanganan dengan hati-hati terhadap bahan, melakukan penambahan sedikit
demi sedikit dengan air dingin sambil dilakukan pengadukan. Bahan disimpan
dalam ruangan yang dingin dan berventilasi, wadah tertutup rapat dan terhindar
dari kontaminasi udara, dan disimpan dalam lemari asam, namun label yang
diberikan tidak sesuai dengan sifat bahan yaitu reaktif. Menurut Marham Sitorus
dan Ani Sutiani bahan korosif disimpan di ruangan yang dingin dan berventilasi,
hindari dari kontaminasi udara, wadah tertutup rapat, dan disimpan pada tempat
yang berlebel. Berdasarkan hal tersebut pekerja belum mengimplementasikan
tindakan penyimpanan dan penanganan sesuai teori karena bahan disimpan
dengan label yang tidak sesuai. Pada MSDS bagian pengendalian pemajanan dan
APD yaitu jangan terkena pada mata, kulit, pakaian dan jangan sampai tertelan
dan menghisap sodium hydroxide. Tidak merokok, makan dan minum dilokasi
penanganan sodium hydroxide dan mencuci bersih bagian tubuh setelah
melakukan penanganan terhadap sodium hydroxide. APD yang digunakan yaitu
pakaian kerja analis, kacamata, pelindung muka, sarung tangan karet, sepatu karet.
Berdasarkan hasil observasi pekerja yang menangani bahan tidak menggunakan
APD untuk menghindari terkena mata, kulit dan tidak menggunakan masker untuk
menghindar dari risiko tertelan bahan, namun pekerja di laboratorium tidak
merokok, makan, dan minum saat menangani bahan dan pekerja selalu mencuci
bagian tubuh setelah melakukan penaganan terhadap bahan. APD yang disebutkan
dalam MSDS sudah disediakan perusahaan yaitu kacamata pelindung, sarung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tangan, pelindung muka, sepatu karet, namun pakaian kerja analis belum tersedia
karena masih dalam proses pemesanan. APD seperti kacamata pelindung, sarung
tangan, pelindung muka, sepatu karet tidak digunakan oleh pekerja saat
menangani sodium hydroxide. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada
laboratorium kimia banyak menggunakan bahan dengan sifat bahaya berbeda,
maka sebaiknya laboratorium kimia mempunyai peralatan keselamatan standar
seperti jas laboratorium, sarung tangan, pelindung mata, alat pelindung
pernafasan. Berdasarkan hal diatas pekerja belum mengimplementasikan tindakan
pengendalian pemajanan dan APD dengan baik.
Ethanol. Pada MSDS ethanol bagian identitas produk tersedia nama bahan
ethanol, nama dagang alkohol, rumus kimia C2H5OH, namun belum tersedia
kadar yang digunakan. Berdasarkan observasi bahan kimia dengan nama produk
alkohol belum disediakan nama kimia, nama lain produk atau sinonim, rumus
kimia, kadar dan kode produksi. Alkohol yang digunakan di laboratorium dengan
kadar 95 %. Bahan ini bentuknya cair dan dikemas dalam jerigen 5 liter. Menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep. 187/Men/1999,
identitas bahan yang harus disediakan dalam MSDS meliputi nama bahan, rumus
kimia, kode produksi, sinonim. Berdasarkan hal tersebut identitas bahan pada
kemasan belum sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia. Pada bagian identifikasi bahaya dalam MSDS belum disediakan
informasi. Berdasarkan observasi di tempat penyimpanan bahan disediakan label
bahan merupakan bahan kimia yang mudah terbakar. Menurut Achadi Budi
Cahyono ethanol merupakan salah satu pelarut organik yang mudah terbakar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada suhu kamar menghasilkan uap yang dalam perbandingan tertentu dapat
terbakar oleh adanya api terbuka atau loncatan listrik. Berdasarkan teori tersebut
identifikasi bahan sudah sesuai. Pada MSDS bagian tindakan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yaitu jika terhirup bawa korban ke udara segar,
jika kontak kulit dan mata maka cuci dengan air bersih, dan jika tertelan segera
beri minum banyak air untuk pengenceran atau beri norit untuk penyerapan. Pada
saat dilaksanakan penelitian tidak terdapat pekerja yang membutuhkan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, namun yang peneliti temukan di
laboratorium sudah tersedia tempat untuk menghirup udara segar, tersedia air
mengalir, dan sudah tersedia air minum untuk pekerja yang membutuhkan P3K.
Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani tindakan P3K jika terkena bahan kimia
cucilah bagian tubuh yang kena bahan tersebut dengan air dan sabun, korban
dibawa ke tempat yang banyak oksigen (segar) dan hubungi petugas medis.
Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam
mengimplementasikan tindakan P3K yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian
tindakan penanggulangan kebakaran disebutkan bahwa ethanol merupakan bahan
kimia yang mudah terbakar. Berdasarkan observasi pada saat dilakukan penelitian
tidak ada kejadian kebakaran akibat ethanol namun perusahaan telah menyediakan
alat pemadam kebakaran seperti semprotan air, dan CO2. Menurut Marham
Sitorus dan Ani Sutiani untuk memadamkan kebakaran akibat pelarut yang mudah
terbakar dapat digunakan alat pemadam kebakaran seperti air, busa atau tepung,
halon, CO2 maupun pasir. Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi
pekerja dalam mengimplementasikan tindakan penanggulangan kebakaran yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan
kebocoran yang harus dilakukan adalah batasi daerah bahayanya, hindari dari
sumber api, jika terkena mata lakukan pencucian dengan air, bahan cairan diserap
dengan tisu dan dibersihkan. Berdasarkan observasi pada saat terjadi tumpahan
ethanol pekerja tidak membatasi daerah tumpahannya dengan safety sign karena
tidak tersedianya safety sign di laboratorium, tumpahan terhindar dari sumber api,
dan pekerja yang kontak mata dengan bahan segera membasuh matanya dengan
air mengair yang disediakan di laboratorium. Bahan tidak diserap menggunakan
tisu, tetapi dengan menggunakan kain yang bahannya menyerap cairan. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani, tumpahan pelarut yang mudah menguap hal
yang pertama dilakakukan adalah menjauhkan dari sumber api, kemudian
tumpahan dibersihkan atau dilap dengan kain. Berdasarkan hal tersebut pekerja
belum mengimplementasikan tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yang
sesuai dengan isi MSDS, namun sudah sesuai dengan teori di atas. Pada MSDS
bagian penyimpanan dan penanganan bahan yaitu ruang yang berventilasi serta
bebas dari api terbuka, percikan api atau panas, hindari dari reaksi eksplosif.
Berdasarkan hasil observasi bahan disimpan di ruang yang berventilasi serta bebas
dari api terbuka, percikan api atau panas, dan terhindar dari reaksi eksplosif.
Menurut Buntarto, bahan yang mudah terbakar sebaiknya disimpan pada ruangan
berventilasi dan temprartur yang dingin, jauhkan dari sumber api dan panas.
Berdasarkan hal tersebut pekerja telah mengimplemtasikan tindakan penyimpanan
dan penanganan yang sesuai dengan teori. Pada MSDS pengendalian pemajanan
dan APD, pengendaliannya adalah dengan menyimpan bahan pada tempat atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
wadah yang tertutup, jangan merokok di daerah kerja, lakukan praktik kebersihan
setelah menggunakan bahan.APD yang harus digunakan adalah kacamata dan
masker. Berdasarkan observasi bahan disimpan pada tempat yang tertutup rapat,
tidak merokok, pada laboratorium disediakan poster larangan untuk merokok di
area kerja, dan pekerja yang telah selesai menangani bahan ini segera mencuci
tangannya dengan sabun di air mengalir sebagai praktik kebersihan diri. APD
yang tercantum dalam MSDS sudah disediakan oleh perusahaan, namun tidak
digunakan oleh pekerja. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada
laboratorium kimia banyak menggunakan bahan dengan sifat bahaya berbeda,
maka sebaiknya laboratorium kimia mempunyai peralatan keselamatan standar
seperti jas laboratorium, sarung tangan, pelindung mata, alat pelindung
pernafasan. Berdasarkan hal diatas pekerja belum mengimplementasikan tindakan
pengendalian pemajanan dan APD dengan baik.
Iso hexan. Pada MSDS iso hexan bagian identitas produk tersedia nama
bahan iso hexan, nama dagang hexan/shell sholl, dan rumus kimia C6H12.
Berdasarkan observasi bahan kimia dengan nama produk hexana belum
dilengkapi rumus kimia, kadar, kode produksi, nama lain produk atau sinonim.
Bahan ini berbentuk cair dan dikemas dalam jerigen 5 liter. Menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep.187/Men/1999, identitas bahan
yang harus disediakan dalam MSDS meliputi nama bahan, rumus kimia, kode
produksi, sinonim. Berdasarkan hal tersebut identitas bahan pada kemasan belum
sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada bagian
identifikasi bahaya dalam MSDS adalah bahwa iso hexan adalah zat cair yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mudah terbakar dan bisa meledak jika bahan tersebut dalam drum dan terkena
panas yang berkelanjutan. Menurut Achadi Budi Cahyono iso hexan merupakan
salah satu pelarut organik yang mudah terbakar. Pada suhu kamar menghasilkan
uap yang dalam perbandingan tertentu dapat terbakar oleh adanya api terbuka atau
loncatan listrik. Berdasarkan teori tersebut identifikasi bahan sudah sesuai. Pada
MSDS bagian tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yaitu jika
terhirup segera singkirkan sumber kontaminan dan bawa korban ke udara segar,
bantu pernafasan buatan atau oksigen bila diperlukan, jika kontak mata maka cuci
dengan air mengalir selama 20 menit, jika terkena kulit segera cuci dan
tanggalkan pakaian yang terkontaminasi dan jika tertelan segera bawa ke dokter
bila muntah. Berdasarkan observasi, pada saat dilaksanakan penelitian tidak
terdapat pekerja yang membutuhkan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan,
namun yang peneliti temukan di laboratorium sudah tersedia tempat untuk
menghirup udara segar, tersedia air mengalir, dan perusahanan telah menyediakan
tenaga medis (dokter) yang bisa segera dihubungi jika ada pekerja yang
membutuhkan pertolongan. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani tindakan
P3K jika terkena bahan kimia cucilah bagian tubuh yang kena bahan tersebut
dengan air dan sabun, korban dibawa ke tempat yang banyak oksigen (segar) dan
hubungi petugas medis. Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi
pekerja untuk mengimplementasikan tindakan P3K yang sesuai. Pada MSDS
bagian tindakan penanggulangan kebakaran yaitu padamkan api segera bila tidak
mungkin pakailah alat pemadam api ringan seperti karbondioksida, bubuk kimia
busa atau halon. Pemadaman api dengan air justru akan memebsarkan api. Air
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bermanfaat untuk mendinginkan wadah terbakar. Berdasarkan observasi pada saat
dilakukan penelitian tidak ada kejadian kebakaran akibat iso hexan namun
perusahaan telah menyediakan alat pemadam kebakaran seperti bubuk CO2, dan
disediakan juga semprotan air untuk mendinginkan wadah terbakar. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani untuk memadamkan kebakaran akibat pelarut
yang mudah terbakar dapat digunakan alat pemadam kebakaran seperti air, busa
atau tepung, halon, CO2 maupun pasir. Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah
memfasilitasi pekerja dalam mengimplementasikan tindakan penanggulangan
kebakaran yang sesuai. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan
kebocoran yang harus dilakukan adalah batasi daerah bahayanya dari kebocoran
atau tumpahan bahan ini dari penyalaan, kutip tumpahan bahan tersebut dengan
cara mencelupkan kain dan diperas, bersihkan badan yang terkena bahan ini
dengan air. Berdasarkan observasi pada saat terjadi tumpahan iso hexan pekerja
tidak membatasi daerah tumpahannya dengan safety sign karena tidak tersedianya
safety sign di laboratorium dan bahan yang tumpah jumlahnya sedikit sehingga
pada saat terjadi tumpahan pekerja segera menjauhkan tumpahan dari sumber api
dan membersihkan dengan kain yang menyerap, setelah kontak dengan bahan
pekerja langsung membersihkan bagian badan yang terkena tumpahan bahan
dengan air yang telah disediakan di laboratorium. Menurut Marham Sitorus dan
Ani Sutiani, tumpahan pelarut yang mudah menguap hal yang pertama
dilakakukan adalah menjauhkan dari sumber api, kemudian bersihkan tumpahan
dengan dengan kain. Berdasarkan hal tersebut pekerja belum
mengimplementasikan tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yang sesuai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan isi MSDS, namun sesuai dengan teori diatas. Pada MSDS bagian
penyimpanan dan penanganan bahan yaitu tempat penyimpanan berventilasi, jauh
dari sumber panas dan penyalaan, wadah bahan harus tertutup, wadah dari logam
harus ada grounding, bila diisi bahan dipompa agar tidak menimbulkan listrik
statis, larangan merokok harus diberlakukan baik di tempat kerja maupun di
dalam gudang. Berdasarkan observasi penyimpanan bahan di ruangan yang
dingin dan berventilasi, jauh dari sumber api dan panas, wadah penyimpanannya
berbahan plastic dan selalu tertutup rapat, tersedianya larangan merokok di
laboratorium. Menurut Buntarto, bahan yang mudah terbakar sebaiknya disimpan
pada ruangan berventilasi dan temperatur yang dingin, jauhkan dari sumber api
dan panas. Berdasarkan hal tersebut pekerja telah mengimplementasikan tindakan
penyimpanan dan penanganan bahan yang sesuai dengan MSDS dan teori di atas.
Pada MSDS bagian pengendalian pemajanan dan APD bahan disebutkan bahwa
wadah penyimpanan harus tertutup rapat, jangan makan dan minum sewaktu
menangani pekerjaan, lakukan praktik kebersihan diri setelah menggunkan bahan
khususnya sebelum makan dan minum. APD yang harus digunakan adalah
kacamata, masker, sarung tangan karet, dan pakaian kerja analis. Berdasarkan
observasi bahan disimpan pada tempat yang tertutup rapat, pekerja tidak makan
dan minum sewaktu menangani pekerjaan, dan melakukan praktik kebersihan diri
setelah menggunakan bahan khususnya sebelum makan dan minum. APD yang
disebutkan dalam MSDS telah disediakan oleh perusahaan kecuali baju analis,
namun semua APD yang disarankan belum digunakan oleh pekerja. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada laboratorium kimia banyak menggunakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bahan dengan sifat bahaya berbeda, maka sebaiknya laboratorium kimia
mempunyai peralatan keselamatan standar seperti jas laboratorium, sarung tangan,
pelindung mata, alat pelindung pernafasan. Berdasarkan hal diatas pekerja belum
mengimplementasikan tindakan pengendalian pemajanan dan APD dengan baik.
Kalium hidroxide. Pada MSDS kalium hidroxide bagian identitas produk
tersedia nama bahan kalium hidroxide, nama dagang kalium hidroxide, dan rumus
kimia KOH dan pH adalah basa kuat. Berdasarkan observasi bahan kimia dengan
nama produk potassium hydroxide belum dilengkapi rumus kimia, kode produksi
bahan adalah 1.05033.1000, nama lain bahan atau sinonim adalah
kaliumhydroxid, potasio hidroxido, hydroxide de potassium, hidroxido de
potassio, potassio idrossido, kaliumhydroxide. Pada kemasan bahan disediakan
piktogram yang menandakan bahan ini bersifat korosif, bahan ini berbentuk padat
yang dikemas dalam botol plastik 1 kg. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia No.Kep.187/Men/1999, identitas bahan yang harus disediakan
dalam MSDS meliputi nama bahan, rumus kimia, kode produksi, sinonim.
Berdasarkan hal tersebut identitas bahan pada kemasan belum sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada MSDS bagian
identifikasi bahaya disebutkan bahwa bahan sangat berbahaya pada kulit dan
menyebabkan iritasi serta luka bakar yang serius dan jika mengenai tubuh dapat
menyebabkan gatal-gatal. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani bahan kimia
dengan klasifikasi basa kuat seperti KOH dapat menyebabkan luka yang serius
bila mengenai tubuh. Berdasarkan teori diatas yang tercantum dalam MSDS sudah
sesuai. Pada MSDS kalium hidroxide bagian tindakan Pertolongan Pertama Pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kecelakaan (P3K) belum disediakan informasi. Pada saat dilaksanakan penelitian
tidak ada pekerja yang membutuhkan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K), namun yang peneliti temukan di laboratorium sudah tersedia sabun dan air
mengalir untuk membasuh mata dan mencuci kulit yang terkena bahan kimia.
Perusahaan juga menyediakan tempat untuk menghirup udara segar dan
menyediakan dokter perusahaan yang dapat dihubungi jika sewaktu-waktu ada
pekerja mengalami luka yang serius. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani
tindakan P3K jika terkena bahan yang dalam klasifikasi basa kuat jika mata
terkena percikan bahan maka harus segera dicuci dengan sabun dan air dan jika
mengenai kulit dan dalam kondisi parah segera hubungi dokter. Berdasarkan hal
tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam mengimplementasikan
tindakan P3K yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian tindakan
penanggulangan kebakaran belum disediakan informasi. Bahan korosif pada
umumnya merupakan bahan yang tidak mudah terbakar, tetapi dapat
menimbulkan ledakan dan percikan jika terkena udara atau uap air atau jika
bersentuhan dengan bahan yang mudah terbakar. Pada saat dilaksanakan
penelitian tidak ditemukan kejadian kebakaran, namun yang peneliti temukan di
laboratorium telah disediakan pemadam kebakaran tanpa air atau dry powder.
Menurut Buntarto alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia bahan korosif
harus disediakan pemadam kebakaran tanpa air seperti CO2 dan dry powder.
Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam
mengimplementasikan tindakan penangulangan kebakaran yang sesuai dengan
teori. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yaitu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membatasi daerah bahayanya, hindari tercecer atau tumpahan bahan, kutip
tumpahan bahan ini dengan kertas atau tisu masukan ke suatu wadah tambahkan
sejumlah air dan buang campuran tersebut ke dalam air mengalir. Berdasarkan
observasi pada saat terjadi tumpahan kalium hydroxide di laboratorium pekerja
tidak membatasi tumpahan daerah bahayanya dengan safety sign karena tidak
terdapat safety sign pada laboratorium dan bahan yang tumpah dalam jumlah
sedikit sehinga pekerja segera menghindari tercecer dan tumpahan bahan ini
dengan menjauhkan barang yang ada disekitar tumpahan. Pekerja mengutip
tumpahan bahan dengan kain lalu memasukkan ke dalam wadah tumpahan.
Pekerja juga membersihkan bagian badan yang terkena bahan dengan air yang
tersedia di laboratorium. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani, tumpahan
bahan padat dibersihkan dan langsung dimasukkan ke dalam wadah pembuangan
yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut pekerja belum mengimplementasikan
tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yang sesuai dengan isi MSDS, namun
sudah sesuai dengan teori di atas. Pada MSDS bagian penyimpanan dan
penanganan bahan belum disediakan informasi, namun yang ditemukan di
laboratorium penyimpanan dan penanganan kalium hydroxide disimpan dalam
ruangan yang dingin dan berventilasi, wadah tertutup rapat dan terhindar dari
kontaminasi udara, dan disimpan dalam lemari yang diberikan label bahan yang
tidak sesuai dengan sifat bahan yaitu reaktif. Menurut Marham Sitorus dan Ani
Sutiani bahan korosif disimpan di ruangan yang dingin dan berventilasi, hindari
dari kontaminasi udara, wadah tertutup rapat, dan disimpan pada tempat yang
berlebel. Berdasarkan hal tersebut pekerja belum mengimplementasikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penyimpanan dan penanganan yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian
pengendalian pemajanan dan APD, pengendalian pemajananan dengan
meletakkan bahan di tempat atau wadahnya harus tertutup rapat, jangan makan
dan minum sewaktu menangani pekerjan ini, lakukan praktik-praktik kebersihan
diri setelah menggunakan bahan ini, khususnya sebelum makan dan minum. APD
yang sebaiknya digunakan adalah kacamata, pengaman kedap bahan kimia, sarung
tangan kedap air.Berdasarkan observasi bahan disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat, pekerja tidak makan dan minum saat menangani kalium hydroxide,
pekerja selalu melakukan praktik kebersihan diri setelah menangani kalium
hydroxide terutama sebelum makan dan minum. Perusahaan telah menyediakan
APD seperti kacamata, sarung tangan karet, dan belum menyediakan pengaman
kedap bahan kimia.APD yang telah tersedia tersebut tidak digunakan pekerja saat
menangani kalium hydroxide. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada
laboratorium kimia banyak menggunakan bahan dengan sifat bahaya berbeda,
maka sebaiknya laboratorium kimia mempunyai peralatan keselamatan standar
seperti jas laboratorium, sarung tangan, pelindung mata, alat pelindung
pernafasan. Berdasarkan hal diatas pekerja belum mengimplementasikan tindakan
pengendalian pemajanan dan APD dengan baik.
P1 alkalinity tab. Pada MSDS P1 alkalinity tab bagian identitas produk
hanya tersedia nama produk P1 alkalinity tab, tidak tersedia nama kimia, nama
lain produk atau sinonim, rumus kimia dan kode produksi. Berdasarkan observasi
nama bahan adalah alkalinity P, tidak tersedia nama kimia, nama lain produk atau
sinonim, rumus kimia dan kode produksi. Pada kemasan tersedia piktogram yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menandakan bahan bersifat korosif, bahan ini bentuknya padat dan dikemas dalam
botol kaca. Bahan ini diproduksi di Inggris. Menurut Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Republik Indonesia No.Kep.187/Men/1999, identitas bahan yang harus
disediakan dalam MSDS meliputi nama bahan, rumus kimia, kode produksi,
sinonim. Berdasarkan hal tersebut identitas bahan pada kemasan belum sesuai
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada bagian
identifikasi bahaya dalam MSDS disebutkan bahwa P1 alkalinity tab sangat
berbahaya pada kulit dan dapat menyebabkan iritasi pada mata, tidak berbau
namun dapat menyebabkan keracunan saat ditelan. Menurut Marham Sitorus dan
Ani Sutiani bahan kimia dengan klasifikasi basa kuat dapat menyebabkan luka
yang serius bila mengenai tubuh. Berdasarkan teori diatas yang tercantum dalam
MSDS sudah sesuai. Pada MSDS P1 alkalinity tab bagian tindakan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) belum disediakan informasi. Pada saat
dilaksanakan penelitian tidak ada pekerja yang membutuhkan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan, namun yang peneliti temukan dilaboratorium sudah
tersedia sabun dan air mengalir untuk membasuh mata dan mencuci kulit yang
terkena bahan kimia. Perusahaan juga menyediakan tempat untuk menghirup
udara segar dan menyediakan dokter perusahaan yang dapat dihubungi jika
sewaktu-waktu ada pekerja yang keracunan akibat tertelan bahan. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani tindakan P3K jika terkena bahan kimia adalah
mencuci bagian tubuh yang kena bahan tersebut dengan air dan sabun, korban
dibawa ke tempat yang banyak oksigen (segar) dan hubungi petugas medis.
Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengimplementasikan tindakan P3K yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian
tindakan penanggulangan kebakaran belum disediakan informasi. Bahan korosif
pada umumnya merupakan bahan yang tidak mudah terbakar, tetapi dapat
menimbulkan ledakan dan percikan jika terkena udara atau uap air atau jika
bersentuhan dengan bahan yang mudah terbakar. Pada saat dilaksanakan
penelitian tidak ditemukan kejadian kebakaran, namun yang peneliti temukan di
laboratorium telah disediakan pemadam kebakaran tanpa air atau dry powder.
Menurut Buntarto alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia bahan korosif
harus disediakan pemadam kebakaran tanpa air seperti CO2 dan dry powder.
Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam
mengimplementasikan tindakan penanggulangan kebakaran yang sesuai dengan
teori. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yaitu
membatasi daerah bahayanya, hindari tercecer atau tumpahan bahan, kutip
tumpahan bahan ini dengan kertas atau tisu masukan ke suatu wadah, bersihkan
bagian badan yang terkena bahan dengan air. Berdasarkan observasi pada saat
terjadi tumpahan P1 alkalinity tab di laboratorium pekerja tidak membatasi
tumpahan daerah bahayanya dengan safety sign karena tidak terdapat safety sign
pada laboratorium dan bahan yang tumpah jumlahnya sedikit sehingga pekerja
segera membersihkannya tanpa memberi pembatas, namun pekerja segera
menghindari tercecer dan tumpahan bahan ini dengan menjauhkan barang yang
ada disekitar tumpahan. Pekerja mengutip tumpahan bahan tidak menggunakan
kertas atau tisu melainkan dengan kain lalu memasukkan ke dalam wadah
tumpahan. Pekerja juga membersihkan bagian badan yang terkena bahan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
air yang tersedia di laboratorium. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani,
tumpahan bahan padat dibersihkan dan langsung dimasukkan ke dalam wadah
pembuangan yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut pekerja belum
mengimplementasikan tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yang sesuai
dengan isi MSDS, namun sudah sesuai dengan teori di atas. Pada MSDS bagian
penyimpanan dan penanganan bahan belum disediakan informasi, namun yang
ditemukan di laboratorium penyimpanan dan penanganan P1 alkalinity tab
disimpan dalam ruangan yang dingin dan berventilasi, wadah tertutup rapat dan
terhindar dari kontaminasi udara, dan disimpan dalam lemari asam, namun
diberikan label bahan yang tidak sesuai dengan sifat bahan yaitu reaktif. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani bahan korosif disimpan di ruangan yang dingin
dan berventilasi, hindari dari kontaminasi udara, wadah tertutup rapat, dan
disimpan pada tempat yang berlebel dan bahan yang bersifat alkalis disimpan
pada ruang atau lemari asam (fumehood) untuk menghindari gas yang timbul.
Berdasarkan teori tersebut, tindakan penyimpanan dan penanganan yang
dilakukan oleh pekerja belum sesuai karena label pada penyimpanannya tidak
sesuai dengan sifat bahan. Pada MSDS bagian pengendalian pemajanan dan APD,
pengendalian pemajananan dengan meletakkan bahan di tempat atau wadahnya
harus tertutup rapat, jangan makan dan minum sewaktu menangani pekerjan ini,
lakukan praktik-praktik kebersihan diri setelah menggunakan bahan ini,
khususnya sebelum makan dan minum. APD yang sebaiknya digunakan adalah
kacamata, masker, sarung tangan karet, dan pakaian kerja analis. Berdasarkan
observasi bahan disimpan pada wadah yang tertutup rapat, pekerja tidak makan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan minum saat menangani p1 alkalinity tab. Perusahaan telah menyediakan APD
seperti kacamata, masker, serung tangan karet, dan belum menyediakan pakaian
kerja analis karena pada saat dilakukan penelitian baju kerja analis masih dalam
proses pemesanan. APD yang telah tersedia tersebut tidak digunakan pekerja saat
menangani P1 alkalinity tab. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada
laboratorium kimia banyak menggunakan bahan dengan sifat bahaya berbeda,
maka sebaiknya laboratorium kimia mempunyai peralatan keselamatan standar
seperti jas laboratorium, sarung tangan, pelindung mata, alat pelindung
pernafasan. Berdasarkan hal diatas pekerja belum mengimplementasikan tindakan
pengendalian pemajanan dan APD dengan baik.
Sulfuric acid. Pada MSDS sulfuric acid bagian identitas produk tersedia
nama bahan sulfuric acid, nama dagang asam sulfat, dan rumus kimia H2SO4 dan
kadar 98% (minimum). Berdasarkan observasi bahan kimia dengan nama produk
sulfuric acid belum dilengkapi rumus kimia, kode produksi bahan adalah
1.00731.2500, nama lain produk atau sinonimnya adalah schwefelsaure, acide
sulfurique, acido solforico, acido sulfurico, zwavelzuur, dengan kadar 95-97%.
Bahan ini diproduksi di Jerman. Pada kemasan bahan ini disediakan piktogram
yang menandakan bahan ini bersifat korosif, bahan dikemas dalam botol kaca 2,5
liter. Berdasarkan hal tersebut kadar bahan pada MSDS dan pada kemasan bahan
yang digunakan belum sesuai. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia No.Kep. 187/Men/1999, identitas bahan yang harus
disediakan dalam MSDS meliputi nama bahan, rumus kimia, kode produksi,
sinonim. Berdasarkan hal tersebut identitas bahan pada kemasan sesuai dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada MSDS identifikaisi
bahaya disebutkan bahwa jika terkena mata karena dapat menyebabkan luka bakar
dan kebutaan, jika terkena kulit dapat menyebabkan luka bakar dan dapat
meninggalkan bekas, jika tertelan dapat menyebabkan iritasi yang parah pada
kulit, saluran tenggorokan, lambung dan jaringan lain yang dapat berakibat fatal,
jika terhisap dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan jaringan
paru-paru, hindari mengisap uapnya dan kontak dengan asam tanpa peralatan yang
memadai, jangan makan dan minum di daerah kerja. Menurut Marham Sitorus
dan Ani Sutiani sulfuric acid merupakan salah satu bahan kimia golongan asam
kuat yang dapat merusak kulit yang lama sembuh dan meninggalkan bekas parut.
Berdasarkan teori diatas yang tercantum dalam MSDS sudah sesuai. Pada MSDS
bagian tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yaitu pada mata
bilas segera dengan air yang banyak selama 15 menit dengan kelopak mata
terbuka, bila berlanjut hubungi dokter, pada kulit bilas segera dengan air yang
banyak selama 15 menit dan segera diobati, pada pernafasan segera pindahkan
korban ke udara terbuka berikan gas O2 jika sulit bernafas, berikan pernafasan
buatan, jika nafas terhenti selimuti diamankan dan segera hubungi dokter, pakaian
yang terkontaminasi cuci segera dengan air yang banyak, lepaskan pakaian dan
sepatu yang sudah terkontaminasi. Berdasarkan observasi saat dilaksanakan
penelitian tidak ada pekerja yang membutuhkan Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K), namun yang peneliti temukan di laboratorium sudah tersedia
air mengalir untuk membasuh mata, mencuci kulit, dan pakaian yang
terkontaminasi sulfuric acid, tersedia juga tempat untuk mengirup udara segar,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tersedia gas O2, namun masih sulit dijangkau oleh pekerja karena letaknya masih
jauh dari laboratorium. Perusahaan juga menyediakan tenaga medis seperti dokter
yang dapat dihubungi sewaktu-waktu jika ada pekerja yang membutuhkan
pertolongan. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani tindakan P3K jika terkena
bahan kimia cucilah bagian tubuh yang kena bahan tersebut dengan air dan sabun,
korban dibawa ke tempat yang banyak oksigen (segar) dan hubungi petugas
medis. Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja untuk
mengimplementasikan tindakan P3K yang sesuai dengan MSDS dan teori. Pada
MSDS bagian tindakan penanggulangan kebakaran disebutkan bahan tidak mudah
terbakar, namun asam pekat bersifat oksidator yang dapat menimbulkan
kebakaran bila kontak dengan zat organik seperti gula, selulosa dan lain-lain, dan
sangat reaktif dengan bubuk zat organik. Bahaya ledakan timbul akibat kelebihan
pengeluaran gas hydrogen akibat terkena panas yang berlebihan. Sulfuric acid
akan mengalami penguraian bila terkena panas, mengeluarkan gas SO2, asam
encer bereaksi dengan logam menghasilkan gas hydrogen yang eksplosif bila
terkena nyala api atau panas. Sulfuric acid bereaksi hebat dengan air. Berdasarkan
observasi saat penelitian tidak ditemukan kebakaran akibat penggunaan bahan ini
dan dalam penanganan sulfuric acid tidak ditemukan gula maupun selulosa yang
dapat menimbulkan kebakaran dan dalam mencegah keluarnya gas hydrogen yang
berlebih, bahan disimpan di ruangan berventilasi dan dingin dan tidak ada sumber
nyala api sehingga terhindar dari reaksi eksplosi. Pekerja juga menghindari kontak
dengan air saat menangani sulfuric acid untuk menghindari reaksi hebat yang
membahayakan. Pada laboratorium telah disediakan pemadam kebakaran tanpa air
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau dry powder. Menurut Buntarto alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia
bahan korosif harus disediakan pemadam kebakaran tanpa air seperti CO2 dan dry
powder. Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja dalam
mengimplementasikan tindakan penanggulangan kebakaran yang sesuai dengan
MSDS dan teori. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran
disebutkan bahwa jika terjadi tumpahan dan kebocoran jauhkan dari manusia,
tutup area yang kena dengan pasir dan tanah, pindahkan asam ke tempat yang
kosong dan cuci areal bocor dengan air, netralisir dengan sodalime. Berdasarkan
hasil observasi saat terjadi tumpahan pekerja segera membersihkan tumpahan dan
menjauhkan dari pekerja lain, pekerja tidak menutup tumpahan dengan pasir
karena pasir yang disediakan perusahaan terletak jauh dari laboratorium dan
tumpahan bahan sangat sedikit, pekerja menetralisir tumpahan dengan sodalime.
Menurut Buntarto tumpahan asam organik seperti H2SO4 harus diperlakukan
dengan penanganan khusus. Permukaan tumpahan bahan tersebut ditutup dengan
campuran NaOH dan Ca(OH)2. Selanjutnya diencerkan dengan air dan dibuang.
Berdasarkan hal tersebut pekerja telah mengimplementasikan tindakan terhadap
tumpahan dan kebocoran yang sesuai dengan MSDS dan teori di atas. Pada MSDS
bagian penyimpanan dan penanganan bahan belum tersedia informasi, namun
yang ditemukan di laboratorium penyimpanan dan penanganan sulfuric acid
disimpan dalam ruangan yang dingin dan berventilasi, wadah tertutup rapat dan
terhindar dari kontaminasi udara, dan disimpan dalam lemari yang diberikan label
bahan yang tidak sesuai dengan sifat bahan yaitu reaktif. Menurut Marham Sitorus
dan Ani Sutiani bahan korosif disimpan di ruangan yang dingin dan berventilasi,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hindari dari kontaminasi udara, wadah tertutup rapat, dan disimpan pada tempat
yang berlebel. Berdasarkan hal tersebut pekerja belum mengimplementasikan
tindakan penyimpanan dan penanganan yang sesuai. Pada MSDS bagian
pengendalian pemajanan dan APD disebutkan bahwa pelindung pernafasan yaitu
respirator digunakan untuk pernafasan dan terhindar dari iritasi pernafasan, sarung
tangan karet, kacamata, baju pelindung, sepatu boot dan helm. Berdasarkan
observasi APD yang tertera dalam MSDS sudah disediakan perusahaan kecuali
baju pelindung (pakaian kerja analis), namun pelindung pernafasan, sarung tangan
karet, kacamata tidak digunakan oleh pekerja, sepatu boot dan helm digunakan
pekerja tetapi di luar laboratorium. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada
laboratorium kimia banyak menggunakan bahan dengan sifat bahaya berbeda,
maka sebaiknya laboratorium kimia mempunyai peralatan keselamatan standar
seperti jas laboratorium, sarung tangan, pelindung mata, alat pelindung
pernafasan. Berdasarkan hal diatas pekerja belum mengimplementasikan tindakan
pengendalian pemajanan dan APD dengan baik.
Tablet hardnnes. Pada MSDS tablet hardnnes pada identitas bahan hanya
tersedia nama bahan adalah tablet hardness, tidak tersedia rumus kimia, nama
kimia, dan kadar. Berdasarkan observasi bahan kimia dengan nama produk
hardness LR dengan rumus kimia CaCO3, tidak diketahui kode produksi dan nama
lain produk atau sinonim, bahan ini berbentuk padat dan dikemas dalam botol
kaca. Bahan ini diproduksi di Inggris. Pada kemasan bahan disediakan piktogram
yang menandakan bahan ini bersifat korosif dan karsinogenik. Menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep.187/Men/1999,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
identitas bahan yang harus disediakan dalam MSDS meliputi nama bahan, rumus
kimia, kode produksi, sinonim. Berdasarkan hal tersebut identitas bahan pada
kemasan belum sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia. Pada bagian identifikasi bahaya dalam MSDS disebutkan bahwa bahan
ini sangat berbahaya pada kulit, dapat menyebabkan iritasi pada mata dan debu
yang keluar dari bahan ini dapat mengganggu saluran pernafasan. Menurut
Achadi Budi Cahyono bahan kimia seperti tablet hardness merupakan bahan
kimia iritan, bahan kimia iritan pada umumnya adalah bahan korosif. Bahan
tersebut dapat bereaksi dengan jaringan tubuh seperti kulit, mata, dan saluran
pernafasan. Berdasarkan teori diatas, identifikasi yang tertera dalam MSDS sudah
sesuai. Pada MSDS bagian tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
belum disediakan informasi. Pada saat dilaksanakan penelitian tidak ada pekerja
yang membutuhkan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), namun yang
peneliti temukan di laboratorium sudah tersedia sabun dan air mengalir untuk
membasuh mata dan mencuci kulit yang terkena tablet hardness. Perusahaan juga
menyediakan tempat untuk menghirup udara segar dan menyediakan dokter
perusahaan yang dapat dihubungi jika sewaktu-waktu ada pekerja yang keracunan
akibat tertelan bahan. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani tindakan P3K jika
terkena bahan kimia cucilah bagian tubuh yang kena bahan tersebut dengan air
dan sabun, korban dibawa ke tempat yang banyak oksigen (segar) dan hubungi
petugas medis. Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja
untuk mengimplementasikan tindakan P3K yang sesuai dengan MSDS dan teori.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada MSDS bagian penanggulangan kebakaran belum disediakan informasi.
Bahan korosif pada umumnya merupakan bahan yang tidak mudah terbakar, tetapi
dapat menimbulkan ledakan dan percikan jika terkena udara atau uap air atau jika
bersentuhan dengan bahan yang mudah terbakar. Pada saat dilaksanakan
penelitian tidak ditemukan kejadian kebakaran, namun yang peneliti temukan di
laboratorium telah disediakan pemadam kebakaran tanpa air atau dry powder.
Menurut Buntarto alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia bahan korosif
harus disediakan pemadam kebakaran tanpa air seperti CO2 dan dry powder.
Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja untuk
mengimplementasikan tindakan penanggulangan kebakaran yang sesuai dengan
teori. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yaitu
membatasi daerah bahayanya, hindari tercecer atau tumpahan bahan, kutip
tumpahan bahan ini dengan kertas atau tisu masukan ke suatu wadah, bersihkan
bagian badan yang terkena bahan dengan air. Berdasarkan observasi pada saat
terjadi tumpahan tablet hardness di laboratorium pekerja tidak membatasi
tumpahan daerah bahayanya dengan safety sign karena tidak terdapat safety sign
pada laboratorium dan bahan yang tumpah dalam jumlah sedikit, namun pekerja
segera menghindari tercecer dan tumpahan bahan ini dengan menjauhkan barang
yang ada disekitar tumpahan. Pekerja mengutip tumpahan bahan dengan kain lalu
memasukkan ke dalam wadah tumpahan. Pekerja juga membersihkan bagian
badan yang terkena bahan dengan air yang tersedia di laboratorium. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani, tumpahan bahan padat dibersihkan dan langsung
dimasukkan ke dalam wadah pembuangan yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pekerja belum mengimplementasikan tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran
yang sesuai dengan isi MSDS, namun sudah sesuai dengan teori di atas. Pada
MSDS bagian penyimpanan dan penanganan bahan belum disediakan informasi,
namun yang ditemukan di laboratorium penyimpanan dan penanganan tablet
hardness disimpan dalam ruangan yang dingin dan berventilasi, wadah tertutup
rapat dan terhindar dari kontaminasi udara, dan disimpan dalam lemari yang
diberikan label bahan yang tidak sesuai dengan sifat bahan yaitu reaktif. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani bahan korosif disimpan di ruangan yang dingin
dan berventilasi, hindari dari kontaminasi udara, wadah tertutup rapat, dan
disimpan pada tempat yang berlebel. Berdasarkan teori tersebut, pekerja belum
mengimplementasikan tindakan penyimpanan dan penanganan dengan baik
karena label penyimpanan belum sesuai dengan label bahan. Pada MSDS bagian
pengendalian pemajanan dan APD disebutkan bahwa pengendalian pemajananan
dengan meletakkan bahan di tempat atau wadahnya harus tertutup rapat, jangan
makan dan minum sewaktu menangani pekerjan ini, lakukan praktik-praktik
kebersihan diri setelah menggunakan bahan ini, khususnya sebelum makan dan
minum. APD yang sebaiknya digunakan adalah kacamata, masker, sarung tangan
karet, dan pakaian kerja analis. Berdasarkan observasi bahan telah disimpan
dalam wadah yang tertutup rapat, pekerja tidak makan maupun minum saat
menangani tablet hardness dan pekerja selalu melakukan praktik kebersihan diri
setelah menangani tablet hardness LR khusunya sebelum makan maupun minum.
Perusahaan telah menyediakan APD seperti kacamata, masker, serung tangan
karet, dan belum menyediakan pakaian kerja analis karena pada saat dilakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penelitian baju kerja analis masih dalam proses pemesanan. APD yang telah
tersedia tidak digunakan pekerja saat menangani tablet hardness. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada laboratorium kimia banyak menggunakan
bahan dengan sifat bahaya berbeda, maka sebaiknya laboratorium kimia
mempunyai peralatan keselamatan standar seperti jas laboratorium, sarung tangan,
pelindung mata, alat pelindung pernafasan. Berdasarkan hal tersebut pekerja
belum mengimplementasikan pengendalian pemajanan dan APD dengan baik.
Thimol blue indicator. Pada MSDS tymol blue indicator bagian identitas
produk hanya tersedia nama bahan tymol blue indicator, belum disediakan rumus
kimia, nama kimia, dan kadar. Berdasarkan observasi Bahan kimia dengan nama
produk thymol blue dilengkapi rumus kimia C27H28Br2O5S, kode produksi bahan
adalah 1.08176. 0025, nama lain produk atau sinonimnya adalah tymolblau. Kadar
thymol blue yang digunakan 1%. Bahan ini diproduksi di Jerman. Bahan dikemas
dalam botol kaca 25 gram. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia No.Kep.187/Men/1999, identitas bahan yang harus disediakan dalam
MSDS meliputi nama bahan, rumus kimia, kode produksi, sinonim. Berdasarkan
hal tersebut identitas bahan pada kemasan sesuai dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada MSDS bagian identifikasi bahaya
disebutkan bahwa tymol blue berbahaya pada kulit dan dapat meninggalkan warna
yang melekat pada kulit, menyebabkan iritasi pada mata. Menurut Marham
Sitorus dan Ani Sutiani bahan kimia dengan golongan asam dapat menimbulkan
iritasi pada kulit dan mata. Pada MSDS bagian tindakan Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K) dinyatakan bila terkena tangan atau anggota tubuh segera
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dicuci dengan air sampai warnanya hilang. Berdasarkan observasi saat
dilaksanakan penelitian tidak ada pekerja yang membutuhkan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K), namun yang peneliti temukan di laboratorium
sudah tersedia air mengalir untuk membasuh mata, mencuci kulit, dan pakaian
yang terkontaminasi, tersedia juga tempat untuk mengirup udara segar, dan
perusahaan menyediakan kontak petugas medis seperti dokter yang dapat
dihubungi sewaktu-waktu ada pekerja yang membutuhkan pertolongan. Menurut
Marham Sitorus dan Ani Sutiani tindakan P3K jika terkena bahan kimia cucilah
bagian tubuh yang kena bahan tersebut dengan air dan sabun, korban dibawa ke
tempat yang banyak oksigen (segar) dan hubungi petugas medis. Berdasarkan hal
tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja untuk mengimplementasikan
tindakan P3K yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian tindakan
penanggulangan kebakaran belum disediakan informasi. Pada saat dilaksanakan
penelitian tidak ditemukan kejadian kebakaran, namun yang peneliti temukan di
laboratorium telah disediakan pemadam kebakaran tanpa air atau dry
powder.Menurut Buntarto alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia disediakan
pemadam kebakaran tanpa air seperti CO2 dan dry powder. Berdasarkan hal
tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja untuk mengimplementasikan
tindakan penanggulangan kebakaran yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian
tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran disebutkan bahwa yang harus
dilakukan adalah membatasi daerah bahayanya, hindari kebocoran atau tumpahan
bahan, kutip tumpahan bahan ini dengan kertas atau tisu masukan ke suatu wadah,
bersihkan bagian badan yang terkena bahan ini dengan air. Berdasarkan observasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
saat terjadi kebocoran atau tumpahan thymol blue pekerja tidak membatasi daerah
tumpahan dengan safety sign karena di laboratorium belum disediakan safety sign
dan tumpahan bahan sangat sedikit, sehingga saat ada tumpahan tymol blue
pekerja langsung membersihkan dengan air lalu dilap dengan menggunakan kain,
pekerja membersihkan badan yang terkena bahan ini dengan air yang mengalir.
Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani tumpahan larutan asam disiram dengan
air dan dibersihkan. Berdasarkan hal tersebut pekerja telah mengimplementasikan
tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran yang sesuai dengan teori. Pada MSDS
bagian penyimpanan dan penanganan bahan disebutkan bahwa saat penyimpanan
tymol blue dijauhkan dari bahan yang bersifat basa. Berdasarkan observasi tymol
blue selalu berada jauh dari bahan yang bersifat basa seperti P1 alkalinity tab dan
kalium hydroxide, disimpan di tempat atau wadah yang tertutup rapat,
penyimpanan di ruangan yang berventilasi dan dingin. Menurut Marham Sitorus
dan Ani Sutiani bahan korosif seperti asam-asam disimpan di ruang yang
berventilasi dan dingin, terhindar dari kontaminasi udara, wadah tertutup rapat.
Berdasarkan hal tersebut pekerja telah mengimplementasikan penyimpanan dan
penanganan bahan yang sesuai. Pada MSDS bagian pengendalian pemajanan dan
APD disebutkan bahwa bahan harus disimpan di tempat yang tertutup rapat,
jangan makan dan minum sewaktu menangani pekerjaan, lakukan praktik
kebersihan diri setelah menggunakan bahan ini khususnya sebelum makan dan
minum, gunakan APD seperti kacamata dan sarung tangan karet. Berdasarkan
observasi bahan disimpan di tempat yang tertutup rapat, pekerja tidak makan dan
minum saat menangani tymol blue. APD yang tertera dalam MSDS telah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
disediakan oleh perusahaan, namun tidak ada yang digunakan oleh pekerja.
Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada laboratorium kimia banyak
menggunakan bahan dengan sifat bahaya berbeda, maka sebaiknya laboratorium
kimia mempunyai peralatan keselamatan standar seperti jas laboratorium, sarung
tangan, pelindung mata, alat pelindung pernafasan. Berdasarkan hal tersebut
pekerja belum mengimplementasikan pengendalian pemajanan dan APD dengan
baik.
Trinatrium citrate. Pada MSDS trinatrium citrate bagian identitas produk
tersedia nama bahan trinatrium citrate dan rumus kimia Na3C6H5O7, tidak
disediakan nama kimia dan kadar.Bahan kimia dengan nama produk natrium citrat
dilengkapi dengan kadar 30%, belum disediakan rumus kimia, kode produksi,
nama lain produk atau sinonim. Bahan ini berbentuk cair dan dikemas dalam botol
plastik 500 ml. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No.Kep.187/Men/1999, identitas bahan yang harus disediakan dalam MSDS
meliputi nama bahan, rumus kimia, kode produksi, sinonim. Berdasarkan hal
tersebut identitas bahan pada kemasan belum sesuai dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada bagian identifikasi bahaya dalam MSDS
belum disediakan informasi. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani bahan
kimia dengan golongan asam dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata. Pada
MSDS bagian tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) disebutkan
jika terjadi kontak kulit segera cuci dengan air mengalir, jika terjadi kontak mata
segera basuh mata secara menyeluruh selama beberapa menit, jika bahan tertelan
segera hubungi dokter. Berdasarkan observasi saat dilaksanakan penelitian tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ada pekerja yang membutuhkan P3K, namun yang peneliti temukan di
laboratorium sudah tersedia air mengalir untuk membasuh mata, mencuci kulit,
dan pakaian yang terkontaminasi, tersedia juga tempat untuk mengirup udara
segar, dan perusahaan menyediakan kontak petugas medis seperti dokter yang
dapat dihubungi sewaktu-waktu ada pekerja yang membutuhkan pertolongan.
Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani tindakan P3K jika terkena bahan kimia
cucilah bagian tubuh yang kena bahan tersebut dengan air dan sabun, korban
dibawa ke tempat yang banyak oksigen (segar) dan hubungi petugas medis.
Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja untuk
mengimplementasikan tindakan P3K yang sesuai dengan teori. Pada MSDS bagian
tindakan penanggulangan kebakaran yaitu kebakaran kecil gunakan bubuk kimia
kering (CO2) dan semprotan air pada kebakaran besar. Berdasarkan observasi saat
penelitian tidak ditemukan kebakaran akibat penggunaan bahan ini, namun
perusahaan telah menyediakan bubuk kimia kering (CO2) untuk menanggulangi
kebakaran. Menurut Buntarto alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia bahan
korosif harus disediakan pemadam kebakaran tanpa air seperti CO2 dan dry
powder. Berdasarkan hal tersebut perusahaan telah memfasilitasi pekerja untuk
mengimplementasikan tindakan penanggulangan kebakaran yang belum sesuai
dengan teori. Pada MSDS bagian tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran
yaitu membatasi daerah bahayanya, hindari tercecer atau tumpahan bahan, kutip
tumpahan bahan ini dengan kertas atau tisu masukan ke suatu wadah. Berdasarkan
observasi pada saat terjadi tumpahan trinatrium citrate di laboratorium pekerja
tidak membatasi tumpahan daerah bahayanya dengan safety sign karena tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terdapat safety sign pada laboratorium dan bahan yang tumpah dalam jumlah
kecil, namun pekerja segera menghindari tercecer dan tumpahan bahan ini dengan
menjauhkan barang yang ada disekitar tumpahan. Pekerja mengutip tumpahan
bahan dengan kain lalu memasukkan ke dalam wadah tumpahan. Pekerja juga
membersihkan bagian badan yang terkena bahan dengan air yang tersedia di
laboratorium. Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani, tumpahan bahan padat
dibersihkan dan langsung dimasukkan ke dalam wadah pembuangan yang sesuai.
Berdasarkan hal tersebut pekerja belum mengimplementasikan tindakan terhadap
tumpahan dan kebocoran yang sesuai dengan isi MSDS, namun sudah sesuai
dengan teori di atas. Pada MSDS bagian penyimpanan dan penanganan bahan
disebutkan bahwa tempat atau wadahnya harus tertutup rapat. Berdasarkan
observasi terhadap penyimpanan dan penanganan trinatrium citrate di tempat atau
wadah yang tertutup rapat, penyimpanan di ruangan yang berventilasi dan dingin.
Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani bahan korosif seperti asam-asam
disimpan di ruang yang berventilasi dan dingin, terhindar dari kontaminasi udara,
wadah tertutup rapat. Berdasarkan hal tersebut pekerja telah
mengimplementasikan tindakan penyimpanan dan penanganan yang sesuai. Pada
MSDS bagian pengendalian pemajanan dan APD yaitu melakukan praktik
kebersihan diri setelah menggunakan bahan ini, khususnya sebelum makan dan
minum, jangan makan dan minum sewaktu menangani pekerjaan, dan gunakan
APD seperti kacamata, masker, sarung tangan karet, pakaian kerja analis.
Berdasarkan observasi, pekerja melakukan praktik kebersihan setelah menangani
pekerjaan, tidak makan dan minum sewaktu menangani pekerjaan, dan APD yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tercantum di MSDS disediakan oleh perusahaan kecuali pakaian kerja analis dan
pekerja tidak menggunakan semua APD yang disediakan oleh perusahaan.
Menurut Marham Sitorus dan Ani Sutiani pada laboratorium kimia banyak
menggunakan bahan dengan sifat bahaya berbeda, maka sebaiknya laboratorium
kimia mempunyai peralatan keselamatan standar seperti jas laboratorium, sarung
tangan, pelindung mata, alat pelindung pernafasan. Berdasarkan hal diatas pekerja
belum mengimplementasikan pengendalian pemajanan dan APD yang sesuai.
MSDS Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
Identitas bahan kimia di laboratorium. Berdasarkan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep. 187/Men/1999, identitas bahan yang
harus disediakan dalam MSDS meliputi:
1. Nama bahan.
2. Rumus kimia.
3. Kode produksi.
4. Sinonim.
5. Nama perusahaan (pembuat) atau distributor atau importer.
Berdasarkan MSDS yang tersedia di laboratorium, menyediakan identitas bahan
meliputi:
1. Nama bahan.
2. Rumus kimia.
3. Nama Kimia.
4. Kadar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 187
Tahun 1999, MSDS di laboratorium yang bagian identitas sesuai formatnya sesuai
sebanyak 20 % yaitu coustic soda dan sulfuric acid.
Identifikasi bahaya bahan kimia di laboratorium. Menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep.187/Men/1999, identifikasi
bahaya dalam MSDS berisi tentang ringkasan bahaya yang penting dan akibatnya
terhadap kesehatan mata, kulit, terlelan, terhirup, karsinogenik, teratogenik,
reproduksi. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
Nomor 187 Tahun 1999, MSDS di laboratorium bagian identifikasi bahaya belum
sesuai dengan formatnya, karena MSDS yang tersedia di laboratorium bagian
identifikasi bahaya hanya berisi tentang akibatnya terhadap kesehatan mata, kulit,
tertelan, dan terhirup.
Tindakan P3K bahan kimia di laboratorium. Menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep.187/Men/1999, tindakan P3K
dalam MSDS menjelaskan tindakan P3K yang harus dilakukan pada saat bahan
kimia terkena pada mata, kulit, tertelan, dan terhirup. Berdasarkan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 187 Tahun 1999, MSDS di
laboratorium bagian tindakan P3K yang formatnya sesuai sebanyak 20% yaitu
ethanol dan iso hexan.
Tindakan penanggulangan kebakaran. Menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep. 187/Men/1999, tindakan
penanggulangan kebakaran dalam MSDS berisi tentang:
1. Sifat-sifat bahan mudah terbakar seperti titik nyala bahan tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Suhu nyala suatu bahan.
3. Daerah mudah terbakar, meliputi batas terendah mudah terbakar dan batas
tertinggi mudah terbakar.
4. Media pemadaman api.
5. Bahaya khusus yang timbul dari bahan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 187
Tahun 1999, MSDS di laboratorium pada bagian tindakan penanggulangan
kebakaran belum ada yang sesuai dengan format Kepmenaker, MSDS yang
tersedia di laboratorium bagian tindakan penanggulangan kebakaran pada
sebagian bahan kimia hanya berisi tentang sifat bahan mudah terbakar dan bahaya
khusus yang timbul dari bahan dan pada sebagian lainnya hanya berisi media
pemadaman api.
Tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran. Menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep.187/Men/1999, tindakan
tumpahan dan kebocoran dalam MSDS berisi tentang:
1. Tindakan yang dilakukan terhadap tumpahan dan kebocoran kecil.
2. Tindakan yang dilakukan terhadap tumpahan dan kebocoran besar.
3. Alat pelindung diri yang digunakan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 187
Tahun 1999 belum ada MSDS di laboratorium yang pada bagian tindakan
terhadap tumpahan dan kebocoran sesuai dengan Kepmenaker, MSDS di
laboratorium pada bagian tindakan tidak ada perbandingan antara tumpahan kecil
dan besar dan tidak tercantum APD yang harus digunakan dalam mengatasinya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penyimpanan dan penanganan bahan. Menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep. 187/Men/1999, tindakan penyimpanan
dan penanganan bahan dalam MSDS mencakup:
1. Penanganan bahan.
2. Pencegahan terhadap pemajanan.
3. Tindakan pencegahan terhadap kebakaran dan peledakan.
4. Penyimpanan.
5. Syarat khusus penyimpanan bahan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 187
Tahun 1999, MSDS di laboratorium pada bagian penyimpanan dan penanganan
formatnya belum sesuai Kepmenaker.
Pengendalian pemajanan dan Alat Pelindung Diri (APD). Menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep.187/Men/1999,
tindakan pengendalian pemajanan dan APD dalam MSDS berisi penjelasan
mengenai:
1. Pengendalian teknis.
2. Alat pelindung diri, seperti pelindung pemajanan mata, kulit, tangan, dan lain
sebagainya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 187
Tahun 1999, MSDS di laboratorium pada bagian pengendalian pemajananan dan
APD sebanyak 90% yaitu ammonium hepta molybdate.coustic soda, ethanol, iso
hexan, kalium hydroxide, p1alkalinity tab, tablet hardness, thimol blue indicator,
trinatrium citrate.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara
V Kebun Tanah Putih mengenai implementasi Material Safety Data Sheet
(MSDS) pada pekerja laboratorium tahun 2018 maka diperoleh kesimpulan bahwa
penelitian bahan kimia di laboratorium sesuai dengan MSDS terdapat 3 bahan
kimia yaitu ammonium heptamolybdate, coustic soda, thimol blue indicator
identitas bahan sesuai di kemasan, 9 bahan kimia yaitu ammonium
heptamolybdate, coustic soda, iso hexan, kalium hidroxide, p1 alkalinity tab,
sulfuric acid, tablet hardness, thimol blue indicator, trinatrium citrate identifikasi
bahaya sesuai dengan teori. Perusahaan menyediakan fasilitas untuk Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dan penanganan kebakaran sesuai MSDS. Semua
bahan kimia tindakan terhadap tumpahan sesuai MSDS, 5 bahan kimia yaitu
ammonium heptamolybdate, ethanol, iso hexan, thimol blue indicator, trinatrium
citrate tindakan penyimpanan dan penanganan sesuai MSDS. Bahan kimia yang
tidak sesuai dengan MSDS terdapat 7 bahan yaitu ethanol, iso hexan, kalium
hidroxide, p1 alkalinity tab, sulfuric acid, tablet hardness, thimol blue indicator,
trinatrium citrate identitas bahan tidak sesuai di kemasan, 1 bahan kimia yaitu
ethanol identifikasi bahaya belum sesuai teori, semua bahan kimia di laboratorium
tindakan terhadap kebocoran tidak diimplementasikan, 5 bahan kimia yaitu
coustic soda, kalium hidroxide, p1 alkalinity tab, sulfuric acid, tablet hardness
tindakan penyimpanan dan penanganan tidak sesuai MSDS dan semua bahan
kimia di laboratorium tindakan pengendalian pemajanana dan Alat Pelindung Diri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(APD) tidak sesuai MSDS. Bahan kimia yang implementasinya baik dilaksanakan
adalah ammonium heptamolybdate, thimol blue indicator dan yang tidak baik
implemetasinya coustic soda, ethanol, iso hexan, kalium hidroxide, p1 alkalinity
tab, sulfuric acid, tablet hardness, trinatrium citrate.
Saran
Sebaiknya perusahaan melengkapi fasilitas yang sudah ditegaskan dalam
MSDS untuk setiap bahan kimia yang digunakan di Laboratorium agar pekerja
dapat mengimplementasikan tindakan sesuai dengan MSDS yang telah tersedia.
Sebaiknya perusahaan menyediakan pengawas khusus di laboratorium untuk
mengontrol pekerja dalam penggunaan APD yang sesuai dengan isi MSDS
masing-masing bahan kimia yang digunakan dan memberikan sanksi yang tegas
bagi pekerja yang tidak menggunakan APD yang telah disediakan perusahaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Buntarto. (2015). Panduan praktis keselamatan dan kesehatan kerja untuk
industri. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Cahyono, A. B. (2004). Keselamatan kerja bahan kimia di industri. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Indah, Utari, Prams, & Juli. (2015). Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1996). Pengamanan bahan berbahaya
bagi kesehatan. Jakarta: Anonim.
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. (1999). Pengendalian bahan kimia.
Jakarta: Anonim.
Menteri Perindustrian Republik Indonesia. (2009). Global Harmonize System
(GHS). Jakarta: Anonim.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Ramdan, I. M. (2013). Higiene industri. Yogyakarta: CV. Bimotry Bulaksumur
Visual.
Rijanto, B. B. (2011). Pedoman pencegahan kecelakaan di industri. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Sucipto, C. D. (2014). Keselamatan dan kesehatan kerja. Yogyakarta: Pustaka
Baru.
Sitorus, M & Sutiani, A. (2013). Laboratorium kimia pengelolaan dan
manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Pemerintah Republik Indonesia. (1970). Keselamatan kerja. Jakarta: Anonim.
Pemerintah Republik Indonesia. (2001). Pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun. Jakarta: Anonim.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 1. Lembar Observasi terhadap Bahan Kimia yang digunakan di
Laboratorium
1. Nama Bahan: Ammonium heptamolybdate
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahaya.
3. Tindakan P3K.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Batasi daerah tumpahan.
b. Kumpulkan tumpahan
dengan kertas atau tissue.
c. Bersihkan bagian badan
yang terkena bahan ini
dengan air.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Wadah penyimpanan harus
tertutup rapat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
a. Tidak makan dan minum
sewaktu menangani
pekerjaan.
b. Melakukan praktik
kebersihan diri setelah
menggunakan bahan ini,
khususnya sebelum makan
dan minum.
c. Gunakan APD:
1. Kaca mata pelindung.
2. Masker.
3. Sarung tangan karet.
4. Pakaian kerja analis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Nama Bahan: Coustic Soda
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahan.
3. Tindakan P3K:
a. Jika kulit yang terkena
bahan segera siram dengan
air terus menerus paling
sedikit selama 15 menit
jika kulit yang terkena
masih terasa licin,
lanjutkan penyiraman
sampai kulit tidak terasa
licin lagi.
b. Mata yang terkena caustic
segera buka lebar kelopak
mata dan siram dengan air
terus menerus paling
sedikit 15 menit, segera
korban dibawa ke dokter.
c. Jika caustic tertelan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
korban masih sadar segera
berikan minuman.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran:
a. Kebakaran kecil dapat
dipadamkan dengan bubuk
kimia atau CO2.
b. Kebakaran besar dapat
dipadamkan dengan air
tetapi harus hati-hati sebab
dapat menimbulkan panas
(pemadaman api jarak
jauh).
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Mengambil tumpahan zat
padat dengan
menggunakan APD untuk
digunakan lagi.
b. Larutan yang tumpah dapat
bersihkan dengan
semprotan air dan jangan
menyentuh bahan baik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam bentuk padatan
maupun larutan.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Penanganan harus
dilakukan dengan hati-
hati.
b. Pengenceran dilakukan
dengan menambahkan
caustic sedikit demi
sedikit ke dalam air dingin
sambil dilakukan
pengadukan bukan
sebaliknya.
c. Segera melokalisir caustic
yang tumpah.
a. Bila mungkin ambil
kembari tumpahan dengan
air, netralisir sisa bahan
dengan asam lemak
sampai pH 6-7 dan buang
ke unit pengolahan
limbah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
a. Tidak merokok, makan,
dan, minum di lokasi
penanganan caustic.
b. Cuci bersih bagian tubuh
setelah melakukan
penanganan caustic.
c. Gunakan:
1. Kaca mata pelindung.
2. Pelindung muka.
3. Sarung tangan karet.
4. Sepatu karet.
5. Baju analis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Nama Bahan: Ethanol
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahaya.
3. Tindakan P3K:
a. Jika pekerja menghirup
bahan, maka sekgera bawa
ke tempat udara segar.
b. Jika kontak terhadap kulit
dan mata maka segera cuci
dengan air bersih.
c. Jika bahan terlelan makan
beri minum banyak air
untuk pengenceran atau
norit untuk penyerapan.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Batasi daerah bahayanya.
b. Hindari dari sumber api.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Bersihkan tumpahan
dengan tissue atau kain
yang mudah menyerap.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Tempat atau wadah harus
tertutup rapat.
b. Ruangan berventilasi serta
bebas dari api terbuka,
percikan api atau panas.
c. Hindari reaksi eksplosif
dengan oksidator, asam
sulfat, asam nitrat, perak
nitrat, magnesium
perklorat, perak oksida,
amonia atau hidrasin.
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
a. Tidak merokok dalam
ruangan.
b. Lakukan praktik
kebersihan setelah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Nama Bahan: Iso Hexan
menggnakan bahan ini.
c. Gunakan APD:
1. Kaca mata pelindung.
2. Masker.
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahaya.
3. Tindakan P3K:
a. Jika terhirup segera
singkirkan sumber
kontaminan dan bawa
korban ke tempat udara
segar dan bantu pernafasan
buatan atau oksigen jika
diperlukan.
b. Jika terkena mata yaitu cuci
mata dengan air mengalir
selama 20 menit.
c. Jika terkena kulit yaitu cuci
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan air dan tanggalkan
pakaian yang
terkontaminasi.
d. Jika tertelan maka segera
bawa ke dokter bila
muntah.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran:
a. Segera padamkan api
dengan APAR seperti
karbondioksida, bubuk
kimia busa dan halon.
b. Pemadaman api dengan air
tidak disarankan karena
dapat membesarkan api.
c. Gunakan air untuk
mendinginkan wadah
terbakar.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Membatasi daerah
tumpahan dan kebocoran
dari sumber penyalaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Kutip tumpahan bahan
tersebut dengan cara
mencelupkan kain dan
diperas.
c. Bersihkan bagian badan
yang terkena bahan ini
dengan air.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Penyimpanan bahan harus
di truangan uang
berventilasi.
b. Jauh dari panas atau api.
c. Wadah penyimpanan bahan
tertutup rapat.
d. Wadah logam harus ada
grounding.
e. Menyediakan larangan
merokok di area kerja.
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
a. Tidak makan dan minum
sewaktu menangani
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Nama Bahan: Kalium Hydroxide
pekerjaan.
b. Lakukan praktik-praktik
kebersihan diri setelah
menggunakan bahan ini
khususnya sebelum makan
dan minum.
c. Gunakan APD:
1. Kaca mata pelindung.
2. Masker.
3. Sarung tangan karet.
4. Pakaian kerja analis.
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahaya.
3. Tindakan P3K.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kebocoran:
a. Membatasi daerah
tumpahan bahan.
b. Serap menggunakan kertas
bekas atau tissue, kemudian
masukkan ke suatu wadah
tambahkan sejumlah air
dan buang campuran
tersebut ke air mengalir.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Menyimpan bahan di
wadah yang tertutup rapat.
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
a. Tidak makan dan minum di
daerah kerja.
b. Melakukan praktik-praktik
kebersihan diri setelah
mengggunakan bahan,
khusunya sebelum makan
dan minum.
c. Gunakan APD:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Nama Bahan: P1 alkalinity tab
1. Kacamata pelindung.
2. Sarung tangan kedap
air.
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahan.
3. Tindakan P3K.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Batasi daerah tumpahan,
hindari dari tercecer atau
tumpahan bahan.
b. Kutip tumpahan bahan ini
dengan kertas atau tissue,
kemudian masukkan ke
suatu wadah.
c. Bersihkan bagian badan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang terkena bahan dengan
air.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Simpan bahan di tempat
atau wadah penyimpanan
tertutup rapat.
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
b. Tidak makan dan minum
sewaktu menangani
pekerjaan.
c. Melakukan praktik
kebersihan diri setelah
menggunakan bahan,
khususnya sebelum makan
dan minum.
d. Gunakan APD:
1. Kaca mata pelindung.
2. Masker.
3. Sarung tangan karet.
4. Pakaian kerja analis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Nama Bahan: Sulfuric Acid
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahaya.
3. Tindakan P3K:
a. Bilas segera dengan air
yang banyak selama 15
menit dengan kelopak mata
terbuka, bila berlanjut
hubungi dokter.
b. Jika terkena kulit yaitu
bilas segera dengan air
yang banyak selama 15
menit dan segera diobati.
c. Tindakan P3K terhadap
pernafasan yaitu dengan
berpindah ke daerah
terbuka.
d. Berikan gas O2 jika sulit
bernafas, jika nafas terhenti
segera selimuti dan hubungi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dokter.
e. Jika terkena pakaian segera
cuci dengan air yang
banyak, lepaskan pakaian
dan sepatu yang sudah
parah terkontasimasi.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran:
a. Disediakan informasi
bahwa bahan tidak mudah
terbakar, tetapi asam pekat
bersifat oksidator yang
dapat menimbulkan
kebakaran bila kontak
dengan zat organick seperti
gula, selulosa, dan lain-lain.
b. Bahaya ledakan dapat
timbul akibat kelebihan
pengeluaran gas hydrogen
akibat terkena panas yang
berlebihan.
c. Bahan dapat mengalami
penguraian bila terkena
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
panas, mengeluarkan SO2
asam encer bereaksi dengan
logam menghasilkan gas
hydrogen yang eksplosif
bila kena nyala atau panas.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Menutup area tumpahan
dengan pasir dan tanah.
b. Pindahkan asam ke tempat
yang kosong dan cuci area
yang bocor dengan air.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Tempat penyimpanan harus
berventilasi.
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
a. Melakukan praktik
kebersihan diri.
b. Gunakan APD:
1. pelindung pernafasan.
2. Sarung tangan karet.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Nama Bahan: Tablet Hardnnes
3. Kacamata pelindung
4. Baju pelindung.
5. Sepatu boot.
6. Helm.
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahaya.
3. Tindakan P3K.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Membatasi daerah
tumpahan.
b. Kutip tumpahan bahan ini
dengan kertas atau tissue
masukan ke suatu wadah.
c. Bersihkan bagian badan
yang terkena bahan ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan air.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Tempat atau wadahnya
harus tertutup rapat.
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
a. Tidak makan dan minum
sewaktu menangani
pekerjaan.
b. Lakukan praktik-praktik
kebersihan diri setelah
menggunakan bahan ini,
khususnya sebelum makan
dan minum.
c. Gunakan APD:
1. Kaca mata pelindung.
2. Masker.
3. Sarung tangan karet.
4. Pakaian kerja analis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9. Nama Bahan: Thimol Blue
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahaya.
3. Tindakan P3K:
a. Bila terkena tangan atau
anggota tubuh segera
dicuci dengan air sampai
warnanya hilang.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Batasi daerah tumpahan.
b. Kutip tumpahan bahan ini
dengan kertas atau tissue
lalu masukan ke suatu
wadah.
c. Bersihkan bagian badan
yang terkena bahan ini
dengan air.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Tempat atau wadahnya
harus tertutup rapat.
7. Pengendalian Pemajanan dan Alat
Pelindung Diri:
a. Tidak makan dan minum
sewaktu menangani
pekerjaan.
b. Lakukan praktik-praktik
kebersihan diri setelah
menggunakan bahan ini,
khususnya sebelum makan
dan minum.
c. Gunakan APD:
1. Kacamata
pelindung.
2. Sarung tangan
karet.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Nama Bahan: Trinatrium Citrate
No. Hal yang Perlu Diamati
Ada Sesuai
Ya Tidak Ya Tidak
1. Identitas Bahan.
2. Identifikasi Bahaya.
3. Tindakan P3K:
a. Jika terjadi kontak kulit segera
cuci dengan air mengalir.
b. Jika terjadi kontak mata segera
basuh mata secara menyeluruh
selama beberapa menit.
c. Jika bahan tertelan segera
hubungi dokter.
4. Tindakan Penanggulangan
Kebakaran.
5. Tindakan Terhadap tumpahan dan
Kebocoran:
a. Batasi area tumpahan,
hindari dari tercecer atau
tumpahan bahan ini.
b. Kutip tumpahan bahan ini
dengan kertas atau tisu lalu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masukan ke suatu wadah.
6. Peyimpanan dan Penanganan
Bahan:
a. Tempat penyimpanan harus
tertutup rapat.
7. Gunakan APD:
a. Jangan makan dan minum
saat menangani pekerjaan
ini.
b. Melakukan praktik
kebersihan diri.
d. APD yang digunakan:
1. Kacamata
2. Masker
3. Sarung tangan karet
4. Pakaian kerja analis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2. Dokumentasi Foto
1. Gambar Bahan Kimia yang digunakan di Laboratorium PKS Kebun Tanah
Putih.
Gambar 1. Alkalinity P
Gambar 2. Sulfuric Acid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3. Kalium Hidroxide
Gambar 4. Hardness LR
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5. Ammonium Heptamolybdate
Gambar 6. hexana dan Alkohol
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 7. Thymol Blue
Gambar 8. Natrium Citrat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Penyimpanan Bahan Kimia
Gambar 9. Lemari Penyimpanan Cairan Mudah Terbakar
Gambar 10. Lemari Asam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Gambar Alat Pelindung Diri (APD)
Gambar 11. Respirator
Gambar 12. Kacamata Pelindung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 13. Sarung Tangan Karet
Gambar 14. Masker
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Gambar Alat Pemadam Kebakaran
Gambar 15. APAR Bubuk Kimia
Gambar 16. Semprotan Air
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Gambar Personal Hygiene
Gambar 17. Pekerja yang Melakukan Personal Hygiene
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA