implementasi kebijakan pemerintah dalam ...jurnal.umrah.ac.id/.../2017/08/k-jurnal.docxjjjj.docx ·...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI RUMAH DETENSI IMIGRASI PUSAT
TANJUNGPIANG
NASKAH PUBLIKASI
OLEH
HELDA KARIMANIM. 120563201078
PROGRAM STUDI ILMU ADMINSTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJITANJUNGPINANG
2017
ABSTRAK
Implementasi kebijakan pemerintah mengenai imigran ilegal bertujuan untuk melindungi keamanan nasional. Imigran ilegal itu sendiri adalah warga negara yang masuk ke kawasaan indonesia tanpa dokumen lengkap. Imigran sendiri dikategorikan dalam dua macam yaitu Imigran reguler dan iregular. Dimana seharusnya dalam pelaksanaan kebijakan perlakuan dalam hukum mereka dibedakan. Tetapi dalam kenyataannya mereka disamaratakan dalam perlakuan hukum di rumah Detensi Imigrasi. Dengan metode peneliti kualitatif. Instrumen penelitiannya adalah peneliti sendiri.serta teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi. Penelitian dilakukan di Rumah Detensi Imigrasi Pusat Tanjungpinang. Bertujuan agar mengetahui pelaksaan kebijakan mengenai imigran ilegal di Tanjungpinang. Dengan menggunakan teori Van Meter dan Van Horn, Peneliti menganalisis kebijakan ini kurang efektif karena Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang imigrasi tidak terfokus pada pengungsi dan pencari suaka , mereka di samaratakan dengan menyemaratkan dengan imigran ilegal.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Imigran Ilegal
I. LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi seperti
sekarang ini, masalah imigran
ilegal telah menjadi sebuah
masalah yang sangat kompleks
dan rumit. Masuknya imigran
ilegal yang singgah di Indonesia
merupakan sebuah ancaman
yang memiliki resiko cukup
tinggi di Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan, Indonesia memiliki
potensi sebagai wilayah singgah
imigran gelap karena letak
geografisnya yang berada pada
posisi strategis. Kondisi
geografis yang demikian,
menjadikan Indonesia memiliki
peluang yang terbuka lebar bagi
persinggahan para imigr an
ilegal. Masuknya pengaruh
negara lain melalui bantuan
kemanusiaan yang diberikan
oleh Indonesia dapat membuat
perubahan dalam kondisi
masyarakatnya. Secara tidak
langsung, hal ini akan
berpengaruh pada perubahan
kestabilan negara. Meskipun
demikian, secara intensif
Indonesia terus memperbaiki
kebijakan maritimnya yang
berdampak pada stabilitas dan
keamanan di kawasan perairan
Indonesia. Di dalam pergaulan
internasional telah berkembang
hukum baru yang diwujudkan
dalam bentuk konvensi
internasional, negara Republik
Indonesia menjadi salah satu
negara peserta yang telah
menandatangani konvensi
tersebut, antara lain Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) melawan Kejahatan
Transnasional yang telah
disahkan dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011
menyebabkan peranan instansi
Keimigrasian menjadi semakin
penting karena konvensi tersebut
telah mewajibkan negara peserta
untuk mengadopsi dan
melaksanakan konvensi tersebut.
Penentuan status dilakukan
oleh UNHCR (United Nations
High Commissioner for
Refugees ) Komisi Tinggi PBB
bidang Pengungsi, yang
memakan waktu yang lama.
Akibatnya ketika ada
sekelompok orang asing yang
masuk ke wilayah Indonesia
mereka dikategorikan sebagai
imigran ilegal yang melakukan
pelanggaran administrasi
imigrasi sebagaimana UU No.6
Tahun 2011 tentang
Keimigrasian. Akhirnya
kelompok orang asing itu di
kelompokan menjadi satu dan
ditempatkan di Rudenim dan
dikenakan tindakan keimigrasian
dalam bentuk penahanan selama
jangka waktu minimal 10 tahun
di rumah detensi imigrasi.
Imigran ilegal dibagi menjadi
dua macam yaitu:
Minimnya perlindungan HAM
terhadap pencari suaka dan
pengungsi dikarenakan pemerintah
cenderung mengkriminalkan mereka
dengan menyamaratakan sebagai
imigran ilegal. Rumah Detensi
Imigrasi atau yang disingkat dengan
rudenim adalah unit pelaksana teknis
yang menjalankan fungsi
keimigrasian sebagai tempat
penampungan sementara bagi orang
asing yang melanggar Undang-
Undang Imigrasi. Pengungsi dan
pencari suaka ini adalah masalah
internasional. Tapi karena Indonesia
menjadi tempat singgah maka
masalah itu menjadi persoalan dalam
negeri, Besarnya dampak Imigran
Ilegal di Indonesia ini merupakan
suatu masalah yang perlu mendapat
perhatian. Dengan demikian perlu
diadakan suatu kajian terhadap
masalah-masalah yang terkait dengan
kejahatan lintas negara yang melanda
Indonesia, khususnya masalah yang
ada di Rumah Detensi Imigrasi Pusat
Tanjungping. Hal ini kemudian yang
dianggap penting oleh penulis untuk
dikaji sehingga penulis mengangkat
judul “Implementasi Kebijakan
Pemerintah DalamPenanganan
Imigran Ilegal di Rumah Detensi
Imigrasi Pusat” .
II. LANDASAN TEORI
1. Defenisi Kebijakan
Robert Eyestone mengatakan
bahwa “secara luas” kebijakan publik
dapat didefenisikan sebagai
“hubungan suatu unit pemerintah
dengan lingkungan”. Kemudian Carl
friedrich memandang bahwa
kebijakan sebagai suatu arah
tindakan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu yang memberikan hambatan-
hambatan dan peluang-peluang
terhadap kebijakan yang diusulkan
untuk menggunakan dan mengatasi
dalam rangka mencapai suatu tujuan
atau merealisasikan suatu sasaran
atau suatu maksud tertentu.
Selanjutnya Anderson
mengemukakan bahwa kebijakan
merupakan arah tindakan yang
mempunyai maksud yang ditetapkan
oleh seseorang aktor atau sejumlah
aktor dalam mengatasi suatu masalah
atau persoalan. (Budi Winarno, 2012:
20-21).
Ada enam variable, menurut
Van Metter dan Van horn dalam Leo
Agustino (2014:139), yang
mempengaruhi kinerja kebijakan
publik tersebut adalah:
“Ukuran dan Tujuan
Kebijakan Kinerja implementasi
kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilan jika dan hanya jika
ukuran dan tujuan dari kebijakan
memang realistis dengan sosio kultur
yang mengada di level pelaksana
kebijakan. Ketika ukuran kebijakan
atau tujuan kebijakan terlalu ideal
(bahkan terlalu utopis) untuk
dilaksanakan di level warga, maka
agak sulit memang merealisasikan
kebijakan publik hingga titik yang
dapat dikatakan berhasil.
Sumber Daya Keberhasilan
proses implementasi kebijakan
sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumberdaya yang
tersedia. Manusia merupakan
sumberdaya yang terpenting dalam
menentukan suatu keberhasilan
proses implementasi. Tahap-tahap
tertentu dari keseluruhan proses
implementasi menuntut adanya
sumnberdaya manusia yang
berkualitas sesuai dengan pekerjaan
yang diisyaratkan oleh kebijakan
yang telah ditetapkan secara apolitik.
Tetapi ketika kompetensi dan
kapabilitas dari sumber-sumberdaya
itu nihil, maka kinerja kebijakan
publik sangat sulit untuk diharapkan.
Karakteristik Agen
Pelaksana, Pusat perhatian pada agen
pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan
terlibat pengimplementasian
kebijakan publik. Hal ini sangat
penting banyak di pengaruhi oleh
ciri-ciri yang tepat serta cocok
dengan para agen pelaksananya,
misalnya implementasi tindaklaku
manusia manusia secara radikal,
maka agen pelaksana projek itu
haruslah berkarakteristik keras dan
ketat pada aturan serta sanksi hukum.
Sedangkan bila kebijakan publik itu
tidak terlalu merubah prilaku dasar
manusia, maka dapat-dapat saja agen
pelaksana yang diturunkan tidak
sekeras dan tidak setegas pada
gambaran yang pertama.
Selain itu, cakupan atau luas wilayah
implementasi kebijakan perlu juga
diperhitungkan manakala hendak
menetukan agen pelaksana. Semakin
luas cakupan implementasi
kebijakan, maka seharusnya semakin
besar pula agen yang dilibatkan.
Sikap/Kecendrungan (Disposition)
Para Pelaksana, Sikap penerima atau
penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi
keberhasilan atau tidaknnya kinerja
implementasi kebijakan publik. Hal
ini sangat mungkin terjadi oleh
karena kebijakan yang dilaksanakan
bukanlah hasil formulasi warga
setempat yang mengenal betul
persoalan dan permasalahan yang
mereka rasakan. Tetapi kebijakan
yang akan implementor pelaksanaan
adalah kebijakan “dari atas” (top
down) yang sangat mungkin para
pengambil keputusannya tidak
pernah mengetahui (bahkan tidak
mampu menyentuh) kebutuhan,
keiK,,,nginan, atau permasalahan
yang warga ingin selesaikan.
Komunikasi Antar
Organisasi dan Aktivistas Pelaksana,
Koordinasimerupakan mekanisme
yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik
koordinasi komunikasi diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam
suatu proses implementasi, maka
asumsinya kesalahan-kesalahan akan
sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu
pula sebaliknya.
Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan
Politik, Hal terakhir yang perlu juga
diperhatiakan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam
prespektif yang ditawarkan oleh Van
Metter dan Van Horn adalah, sejauh
mana lingkungan eksternal turut
mendorong keberhasilan kebijakan
publik yang telah ditetapkan.
Lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik yang tidak kondusif dapat
menjadi biang keladi dari kegagalan
kinerja implementasi kebijakan.
Karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan
harus pula memperhatikan
kekondusifan kondisi sosial
lingkungan eksternal”.
2. Implementasi Kebijakan
Sebagaimana diungkapkan oleh
Lester dan Stewart (2000) dalam
Solahuddin Kusumanegara (2010 :
97), Implementasi adalah sebuah
tahapan yang dilakukan setelah
aturan hukum ditetapkan melalui
proses politik. Kalimat tersebut
seolah-olah menunjukkan bahwa
implementasi lebih bermakna non
politik, yaitu adminstratif. James
Anderson (1979) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan/program
merupakn bagian dari administrative
process (proses adminstrasi).
3. Jejaring Kebijakan (Policy
Network)
Rhodes yang dikutip dalam Howlett
dan Ramesh (1995 : 127),
menyatakan bahwa
“Interaksi antara sejumlah
departemen dan organisasi
pemerintah dengan organisasi
masyarakat merupakan policy
network yang bersifat instrumental
dalam proses kebijakan publik.
Kekuatan policy network atau
jejaring kebijakan tergantung pada
tingkat integrasi, kemapanan,
keanggotaan, sumber daya dan
hubungan baik antara jejaring
kebijakan dengan publik”
Policy network disebut oleh
Carlsson (2000 : 502) sebagai
pendekatan network. Jejaringan
kebijakan didiskripsikan sebagai
aktor-aktor , hubungan di antara
mereka dan batas-batasnya. Aktor
adalah mereka yang terlibat dalam
suatu kebijakan, baik dari organisasi
publik maupun privat. Hubungan
diantara aktor dilayani melalui
komunikasi, infomasi, kepercayaan
dan sumber kebijakan lainnya.
4. TAHAP-TAHAP
KEBIJAKAN
Para pejabat yang dipilih dan
di angkat menempatkan masalah
pada agenda publik. Sebelumnya
masalah-masalah ini berkompetisi
terlebih dahulu untuk dapat masuk ke
dalam agenda kebijakan. Pada
akhirnya, beberapa masalah masuk
ke agenda kebijakan para perumusan
kebijakan. Pada tahap ini suatu
masalah mungkin tidak di sentuh
sama sekali, sementara masalah yang
lain ditetapkan menjadi fokus
pembahasan, atau ada pula masalah
karena alasan-alasan tertentu di tunda
untuk waktu yang lama.
a. Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk dalam
agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para pembuat kebijakan.
Masalah-masalah tadi didefinsikan
untuk kemudian dicari pemecahan
masalah terbaik. Pemecahan masalah
tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang
ada. Pada tahap ini masing-masing
aktor akan “bermain” untuk
mengusulkan pemecahan masalah
terbaik.
b. Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif
kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya
salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi dengaN dukungan
dari mayoritas legislatif, konsesus
antara direktur lembaga atau
keputusan peradilan.
c. Tahap Implementasi
Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan
menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak di
implementasikan. Oleh karena itu,
keputusan program kebijakan yang
telah diambil sebagai alternatif
pemecah masalah harus
diimplementasikan, yakni
dilaksanakan oleh badan-badan
adminstrasi maupun agen-agen
pemerintah di tingakat bawah.
Kebijakan yang telah diambil
dilaksanakan oleh unit-unit
adminstrasi yang memobilitaskan
sumberdaya finansial dan manusia.
Pada tahap implementasi ini berbagai
kepentingan akan saling bersaing.
Beberapa implementasi kebijakan
mendapat dukungan para pelaksana,
namun beberapa yang lain mungkin
akan di tentang oleh pelaksana.
d. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah
dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, untuk melihat sejauh
mana kebijakan yang dibuat telah
mampu memecahkan masalah.
Kebijakan publik pada dasarnya
dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan. Dalam hal ini,
memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat. Oleh karena itu,
ditentukanlah ukuran-ukuran atau
kriteria-kriteria yang menjadi dasar
untuk menilai apakah kebijakan
publik telah meraih dampak yang
diinginkan.
1. Metode dan Alat
Pengumpulan Data
a. Observasi
Dalam penelitian ini penulis
akan melakukan penelitian
pengumpulan data dengan observasi
terus terang atau tersamar yaitu
peneliti dalam melakukan
pengumpulan data menyatakan terus
terang kepada sumber data, bahwa
sedang melakukan penelitian. Jadi
mereka yang diteliti mengetahui
sejak awal sampai akhir tentang
aktifitas peneliti. Tetapi dalam suatu
saat peneliti juga tidak terus terang
atau tersamar dalam observasi, hal
ini untuk menghindari kalau suatu
data yang dicari merupakan data
yang masih dirahasiakan (Sugiyono,
2012:66).
a. Wawancara
Esterberg (2002), mendefinisikan
wawancara adalah merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu. (Sugiyono, 2012:72)
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah
informasi yang disimpan atau
didokumentasikan sebagai bahan
dokmumentasi yang terdiri dari
buku-buku atau catatan harian,
kliping, dokumen pemerintah, atau
swasta, data diserver atau flasdisk
dan data yang tersimpan di website
dan lainya (Bungin.2009:122).
c. Penelusuran data online
Penelusuran data online
adalah tata cara melakukan
penelusuran data melalu media
online seperti internet atau media
jaringan lainya yang menyediakan
fasilitas online, sehingga
memungkinkan peneliti dapat
memanfaatkan data-data online yang
berupa data maupun informasi teori,
secepat dan semudah mungkin dan
dapat dipertanggung jawabkan secara
akademis (Bungin, 2009:125).
6. TEKNIK ANALISA DATA
Miles dan Huberman
(Sugiyono, 2011:246)
mengemukakan bahwa aktifitas
dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas sehingga datanya
sudah jenuh. Langkah-langkah
analisis tersebut yaitu :
a. Reduksi data, yaitu proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data “kasar” yang
muncul dari cacatan tertulis di
lapangan, melalui ringkasan atau
uraian singkat, menggolongkannya
dalam suatu pola
b. Penyajian data, sebagai
sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
c. Menarik
kesimpulan/verifikasi, yaitu sebagian
dari satu kegiatan dari konfigurasi
yang utuh, kemungkinan akan
menjawab dari rumusan masalah
penelitian, yang didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten.
IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teori Kebijakan yang
dikemukakan oleh Van Meter dan
Van Horn dalam Leo Agustino
(2014:139),
1. Analisis Ukuran dan Tujuan
Kebijakan.
Untuk dimensi pertama yang
dikemukakan oleh Vanr Horn dan
Varn Matter dimaksud adalah
Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan
dapat diukur tingkat keberhasilan
jika dan hanya jika ukuran dan tujuan
dari kebijakan memang realistis
dengan sosio kultur yang mengada
di level pelaksana kebijakan
dalam hal ini pemerintah
masih memiliki bebrapa peraturan
kebijakan, namun tidak adanya
kebijakan yang berfokus kepada
pengungsi dalam hal ini yaitu
Rudenim adalah sebagai tempat
penampungan orang asing atau
imigran ilegal reguler (ilegal fising)
dan irreguler (pengungsi dan pencari
suaka).
2. Analisis Sumber daya.
Keberhasilan proses
implementasi kebijakan sangat
tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumberdaya yang
tersedia. Manusia merupakan
sumberdaya yang terpenting dalam
menentukan suatu keberhasilan
proses implementasi. Tetapi diluar
sumberdaya manusia. Sumberdaya
lainnya yang perlu diperhitungkan
juga, ialah: sumberdaya finansial dan
sumberdaya waktu. Karena, mau
tidak mau, ketika sumberdaya
manusia yang kompeten dan kapabel
telah tersedia sedangkan kucuran
dan melalui anggaran tidak tersedia,
maka memang menjadi persoalan
pelik untuk merealisasikan apa yang
hendak dituju oleh tujuan kebijakan
public.
3. Analisis Karakteristik Agen
Pelaksana
Pusat perhatian pada agen
pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan
terlibat pengimplementasian
kebijakan publik.
Dalam hal ini selain peran
rudenim pusat tanjungpinang dalam
penanganan masuknya imigran ilegal
ini banyak berbagai instansi juga
terlibat dalam hal ini. Karena,
didalam peraturan yang terdapat pada
bab I pasal pertama yang berbunyi:
“fungsi keimigrasian adalah bagian
dari urusan pemerintahan negara
dalam memberikan pelayanan
keimigrasian, penegakan hukum,
keamanan negara, dan fasilitator
pembangunan kesejahtraan
masyarakat.” Jadi setelah
penangkapan dari beberapa badan
yang membantu maka selanjutnya
pihak imigrasi lah yang menangani
para imigran ilegal. Begitu lah status
dan fungsi keimigrasian.
4. Analisis Sikap /kecendrungan para
pelaksana.
Sikap penerima atau
penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi
keberhasilan atau tidaknnya kinerja
implementasi kebijakan publik. Hal
ini sangat mungkin terjadi oleh
karena kebijakan yang dilaksanakan
bukanlah hasil formulasi warga
setempat yang mengenal betul
persoalan dan permasalahan yang
mereka rasakan. Tetapi kebijakan
yang akan implementor pelaksanaan
adalah kebijakan “dari atas” (top
down) yang sangat mungkin para
pengambil keputusannya tidak
pernah mengetahui (bahkan tidak
mampu menyentuh) kebutuhan,
keinginan, atau permasalahan yang
warga ingin selesaikan.
5. Analisis Komunikasi antar
organisasi dan aktivitas pelaksana.
1. Analisis Komunikasi antar
organisasi dan aktivitas
pelaksana.
Menurut bapak/ibu
bagaimana komunikasi yang
terjalin antar organisasi dalam
mewujudkan apa yang
menjadi tujuan serta sasaran
kebijakan?
“Menurut bapak Irwanto
untuk para pelaksana
kebijakan ini belum ada
kendala, hanya kendala ini
dirasakan apabila
berkomunikasi dengan para
pengungsi.,kita bahas apa dia
bahasa apa, kadang suka
nggak nyambung”
Dalam dimensi ini yang dimaksud
Van metter dan Van Horn adalah
koordinasi merupakan mekanisme
yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik
koordinasi komunikasi diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam
suatu proses implementasi, maka
asumsinya kesalahan-kesalahan akan
sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu
pula sebaliknya.
Jadi kerjasama antara para pelaksana
kebijakan masih berjalan dengan
baik dan dikatgorikan baik. Hanya
saja yang menjadi kendala adalah
komunikasi untuk para pnerima
kbijakan trsebut, yaitu imigran.
Karena, para pengungsi yang dari
luar menggunakan bahasa darah dan
sangat sedikit menggunakan bahasa
internasional.
2. Analisis Lingkungan
ekonomi, sosial, dan politik.
Hal terakhir yang perlu juga
diperhatiakan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam
prespektif yang ditawarkan oleh Van
Metter dan Van Horn adalah, sejauh
mana lingkungan eksternal turut
mendorong keberhasilan kebijakan
publik yang telah ditetapkan.
Lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik yang tidak kondusif dapat
menjadi biang keladi dari kegagalan
kinerja implementasi kebijakan.
Karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan
harus pula memperhatikan
kekondusifan kondisi sosial
lingkungan eksternal. Disini sangat
jelas peran indonesia dalam
penanganan imigran tidak terlalu
dominan, Pendanaan dan fasilitas
untuk imigran ilegal pengungsi dan
pencar suaka (irregurrmigrant)
adalah dari BPP yang ditangani oleh
IOM (fasilitas dan pendanaan) dan
UNHCR (penetapan status
pengungsi) sehingga Lingkungan
ekonomi, sosial, dan politik di
indonesia tidak terlalu berpengaruh
dalam penanganan imigran ilegal ini.
Jadi, dalam hal lingkungan ekonomi,
masih belum ada pengaruh besar
karean untuk para deteni yang
melakukan pembiayaan dan
pendanaan itu berasal dari IOM.
Bukan dari para pngungsi itu sendiri.
Dan untuk lingkungan sosial dan
politik sudah tercapai dalam
mewujudkan kebijakan ini, yaitu
keamanan nasional. Dengan
ditahannya para pengungsi ini
mengurangi ancaman pecahnya
pertahanan yang dimiliki indonesia
serta menunjukkan bahwa indonesia
adalah negara hukum.
V .PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebijakan Pemerintah Dalam
Penanganan Imigran Ilegal di
Rumah Detensi Imigrasi Pusat
Tanjungpinang sudah berjalan
namun belum maksimal, ini
telihat dari penanganan yang
dilakukan masih banyak
kekosongan jabatan pada
jabatan struktural dilihat dari
kondisi dan luas bangunan yang
mencapai 4046 M2 , terdiri atas
3 lantai dan memiliki 16 blok sel
biasa, dan ditambah 6 sel isolasi
dan dengan daya tampung ideal
400-500 orang deteni namun
hingga saat ini hanya memiliki
tenaga pengaman berjumlah 35.
2. Masih kurangnya fasilitas untuk
perempuan dan anak-anak
sehingga mereka harus di
tempatkan berpisah dari
keluarganya (ayah), karena
bangunan Rudenim hanya
dikhususkan untuk laki-laki, dan
tidak adanya fasilitas untuk
beribadah sesuai agama masing-
masing sehingga mereka harus
keluar saat ingin melakukan
ibadah.
3. Lambatnya pihak UNHCR
memberikan status
pengungsi (reefuge )
sehingga sering terjadi over
kapasitas di Rudenim Pusat
Tanjungpinang, sehingga
mereka sering melakukan
demo di dalam rudenim, dan
sebagian dari mereka yang
mengalami gangguan jiwa
yang harus di tempatkan di
ruang isolasi karena terlalu
lama disini tanpa ada
kejelasan untuk dipindahkan
ke negara ketiga.
B. Saran
1. Perlunya peningkatan
kualitas SDM dalam hal
pemahaman dan
peningkatan pengetahuan
disegala bidang
2. Untuk menciptakan keamanan
rumah detensi imigrasi pusat
tanjungpinang yang kondusif,
aman, terkendali, perlu dipenuhi
segala sarana dan prasarana
pendukung kebutuhan deteni.
Selain itu juga perlu dibangun
fasilitas bagi deteni berupa
sarana mesjid agar dalam hal
pelaksanaan ibadah deteni lebih
tertib dan nyaman dan tidak
terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan seperti unjuk rasa,
mogok makan,
keributan/perkelahian, hingga
pelarian.
3. Guna mencegah terjadinya unjuk
rasa deteni, hendaknya
pemindahan deteni refugee
(pengungsi) dari Rudenim ke
community house dialokasikan
berdasarkan kuota secara
proporsional, misalnya Rudenim
pusat berjumlah 150 orang
hendaknya diberikan kuota 3x
lebih banyak dari rudenim lain
yang berjumlah lebih sedikit.
Dan sehubung dengan
banyaknya deteni yang berstatus
refugee (pengungsi), baik di
rudenim pusat maupun di
rudenim lainnya, sebaiknya agar
rudenim bersama IOM mencari
daerah baru agar dibangun
community housing baru.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Arikunto Suharsimi. 2013. Prosedur
Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Bungi Burhan. 2009 ,metodologi
penelitian kuantitatif komunikasi
ekonomi dan kebijakan publik
serta ilmu ilmu sosial lainnya.
Penerbit media group.
Moleong, Lexy, 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Subarsono, analisis kebijakan:
konsep teori dan aplikasi, Penerbit,
pustaka pelajar, yogyakarta
Suharto, Edi. 2010. Analisis
Kebijakan Publik. Bandung.
Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Kuantitaif, Kualitatif dan R&D.
Jakarta: Alfabeta.
Sugiyono. 2012.
MemahamiPenelitianKualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Winarno budi (2012), kebijakan
publik (teori,proses, dan studi
kasus). Penerbit C A P S
Dokumen Lain :
Ardianti (2015) “Kebijakan
Australia Dalam Menangani Imigran
Ilegal Dibawah Kepemimpinan
Perdana Menteri Tony Abbott Tahun
2013” Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional
Ghifar abu (2014) “penyelundupan
imigran oleh warga negara
indonesia ditinjau dari
konvensi palerm tahun 2000 dan
protoko lpenyelundupan migran
tahun 2004” Bagian hukum
internasional Fakultas hukum
Universitas hasanuddin
Makassar.
Gunawan Satria (2013), “upaya
penanganan imigran ilegal di
indonesia” jurusan ilmu
hubungan internasional
Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik
Universitas jember.
Imran farina Irna (2014), “peranan
dalam menangani masalah lalu
lintas imgran gelap australia”
jurusan ilmu hubungan internasiona
Fakultas ilmu sosial dan ilmu
politik Universitas hasanuddin
Makassar
Suwitri sri. 2011, jaringan kebijakan
publik : kerangka baru
penyelenggaraan pemerintah,
penerbit badan penerbit Universitas
Diponegoro.
UU No 6 tahun 2011 Republik
indonesia tentang keimigrasian.
Https://
Armandahasan.Wordpress.Com/
2012/12/10/Faktor-Faktor-Yang
Mempengaruhi-Migrasi/
(diakses 23 januari 2015)
http://
handarsubhandi.blogspot.co.id/
2015/01/pengertian-
keimigrasian.html (diakses 23
januari 2015)
https://
fuadinotkamal.wordpress.com/
2012/03/24/kebijakan-dan-analisis
kebijakan/ (di akses 12 april
2016)
http://www.pengertianahli.com/
2014/08/pengertian-kebijakan-
menurut-para- ahli.html (diakses 23
januari 2016)
http://www.imigrasi.go.id/
index.php/produk-hukum/undang-
undang (diakses 23 januari)
http:/
/www.madiun.imigrasi.go.id/peratura
n/download/3a5468532e4da9d98035
14
(
http://www.iom.or.id/newsletter_Apr
Jun%202012%20Vol.24_bhs.pdf.Di
aksest al01 Mei 2016).
d2934af411. (diakses tanggal 1 mei
2016).
http://www.imigrasi.go.id/
index.php/berita/berita-utama/284-
mengintip-rumah- detensi-
imigrasi-pusat-tanjung-pinang. (Di
akses tanggal 14 agustus 2916)
https://id.wikipedia.org/wiki/
Rumah_Detensi_Imigrasi. (Diakses
tanggal 14 agustus 2916)
http://
www.rudenimtanjungpinang.imgrasi.
go.id (di akses tanggal 27 september
2016)
http://www.dw.com/id/komnas-ham-
kritik-penanganan-pencari-
suaka/a- 15734739.
(diakses tanggal 27
september 2016)
http://kepridays.com/sebulan-
rudenim-keluarkan-biaya-
makan-imigran-rp-600-juta/.
(diakses tanggal 27
september 2016)