implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi

17
1 Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi Orang Pribadi Sebagai Upaya Intensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi di DKI Jakarta Sayyid Malik Alfattah dan Titi Muswati Putranti Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16425, Indonesia [email protected] Abstrak Penelitian ini menganalisa implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi orang pribadi antara DJP dengan Pemprov DKI Jakarta sebagai upaya intensifikasi wajib pajak orang pribadi. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi dan kendala yang dihadapi dari kebijakan dan kerjasama tersebut. Teori yang digunakan di antaranya teori kebijakan publik, self assessment, pajak penghasilan orang pribadi, intensifikasi pajak, administrasi perpajakan, serta pemanfaatan data dan informasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena berusaha menjabarkan proses pelaksanaan sebuah kebijakan sesuai dengan fakta yang ada. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini bahwa kebijakan pemanfaatan data dan informasi yang dilakukan oleh DJP berkoordinasi dengan instansi pemerintah telah berjalan sesuai dengan tujuannya untuk intensifikasi wajib pajak. Sementara itu kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan ini meliputi kurangnya sumberdaya manusia, teknologi dan infrastruktur perpajakan, serta keuangan, adanya overlapping peraturan tentang kepentingan kerahasiaan jabatan dan tuntutan keterbukaan informasi perpajakan, serta adanya perubahan struktur organisasi meliputi perubahan nomenklatur dan pengalihan SKPD yang bertanggungjawab terhadap penghimpunan data dan informasi. Kata kunci : Implementasi; Data dan Informasi; Intensifikasi Pajak; Pajak Orang Pribadi Policy of Implementation of Individual Data and Information Usage Policy as Individual Intensification Effort in DKI Jakarta Abstract The focus of this study is implementation of policy about data and information usage linked to data and information transfer between DJP and DKI Jakarta Government as an effort to doing intensification. Problem of this study are about implementation and obstacles from this policy. Theories that are used in this study include public policy, private tax revenue, self assessment, tax intensification, tax administration, and data and information usage. This study uses a qualitative research approach to describe a process of a policy implementation according to the real fact. Technical of collecting data that is used in this study is dept interview. The result of this study is this policy have achieved its goal to tax intensification. The inhibitors of this implementation are less of resources (human, infrastructure and technology, budget), rules overlapping, and changing of organization structure. Keywords : Implementation; Data and Information; Tax Intensification; Individual Tax Pendahuluan Berdasarkan hasil evaluasi dalam Laporan Tahunan DJP 2013, terbukti bahwa terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar setiap tahunnya. Total, secara keseluruhan, jumlah wajib pajak terdaftar nasional hingga tahun 2013 tercatat sebesar 28.002.205. Tren peningkatan jumlah wajib pajak tersebut diprediksi akan terus terjadi, terlebih didukung oleh pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya. Peningkatan tersebut juga tidak terlepas dari peran DKI Jakarta yang merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar dan terpadat di Indonesia dengan total jumlah penduduk sebesar 9.604.329 Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Upload: others

Post on 07-Nov-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

1

Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi Orang Pribadi Sebagai Upaya Intensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi di DKI Jakarta

Sayyid Malik Alfattah dan Titi Muswati Putranti

Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16425, Indonesia

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini menganalisa implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi orang pribadi antara DJP dengan Pemprov DKI Jakarta sebagai upaya intensifikasi wajib pajak orang pribadi. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi dan kendala yang dihadapi dari kebijakan dan kerjasama tersebut. Teori yang digunakan di antaranya teori kebijakan publik, self assessment, pajak penghasilan orang pribadi, intensifikasi pajak, administrasi perpajakan, serta pemanfaatan data dan informasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena berusaha menjabarkan proses pelaksanaan sebuah kebijakan sesuai dengan fakta yang ada. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini bahwa kebijakan pemanfaatan data dan informasi yang dilakukan oleh DJP berkoordinasi dengan instansi pemerintah telah berjalan sesuai dengan tujuannya untuk intensifikasi wajib pajak. Sementara itu kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan ini meliputi kurangnya sumberdaya manusia, teknologi dan infrastruktur perpajakan, serta keuangan, adanya overlapping peraturan tentang kepentingan kerahasiaan jabatan dan tuntutan keterbukaan informasi perpajakan, serta adanya perubahan struktur organisasi meliputi perubahan nomenklatur dan pengalihan SKPD yang bertanggungjawab terhadap penghimpunan data dan informasi.

Kata kunci : Implementasi; Data dan Informasi; Intensifikasi Pajak; Pajak Orang Pribadi

Policy of Implementation of Individual Data and Information Usage Policy as Individual Intensification Effort in DKI Jakarta

Abstract

The focus of this study is implementation of policy about data and information usage linked to data and information transfer between DJP and DKI Jakarta Government as an effort to doing intensification. Problem of this study are about implementation and obstacles from this policy. Theories that are used in this study include public policy, private tax revenue, self assessment, tax intensification, tax administration, and data and information usage. This study uses a qualitative research approach to describe a process of a policy implementation according to the real fact. Technical of collecting data that is used in this study is dept interview. The result of this study is this policy have achieved its goal to tax intensification. The inhibitors of this implementation are less of resources (human, infrastructure and technology, budget), rules overlapping, and changing of organization structure.

Keywords : Implementation; Data and Information; Tax Intensification; Individual Tax

Pendahuluan

Berdasarkan hasil evaluasi dalam Laporan Tahunan DJP 2013, terbukti bahwa terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar setiap tahunnya. Total, secara keseluruhan, jumlah wajib pajak terdaftar nasional hingga tahun 2013 tercatat sebesar 28.002.205. Tren peningkatan jumlah wajib pajak tersebut diprediksi akan terus terjadi, terlebih didukung oleh pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya. Peningkatan tersebut juga tidak terlepas dari peran DKI Jakarta yang merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar dan terpadat di Indonesia dengan total jumlah penduduk sebesar 9.604.329

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 2: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

2

jiwa (BPS, 2010). Pada tahun 2014, total keseluruhan jumlah wajib pajak DKI Jakarta yaitu sebanyak 3.599.674 dengan rincian: Orang Pribadi baik karyawan maupun Non Karyawan sebesar 3.120.584, Badan sebesar 467.683, serta Bendaharawan sebesar 11.407. Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), DKI Jakarta memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan negara dari sektor pajak yaitu sebesar 40%. Untuk sektor pajak penghasilan, saat ini dari keseluruhan total penerimaan Pajak Penghasilan Karyawan (PPh 21) yang mencapai Rp 90 triliun, sebanyak Rp 41 triliun berasal dari DKI Jakarta. Sementara itu dari total keseluruhan penerimaan Pajak Orang Pribadi Non Karyawan (PPh 25/29) yang mencapai Rp 4,3 triliun, sebesar Rp 2 triliun bersumber dari DKI Jakarta.

Ironisnya penambahan jumlah wajib pajak nasional yang signifikan secara umum setiap tahunnya, maupun khususnya di Provinsi DKI Jakarta, tidak sejalan dengan realisasi jumlah total penerimaan dari sektor pajak nasional. Setiap tahunnya upaya optimalisasi penerimaan sektor pajak memang senantiasa dilakukan oleh DJP. Adapun langkah – langkah optimalisasi peningkatan penerimaan sektor pajak tersebut dijabarkan dalam bentuk program kerja strategis. Salah satunya, optimalisasi pemanfaatan data dan informasi berkaitan dengan perpajakan dari institusi lain, sebagai bentuk implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 Tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan Pasal 35A. Hal ini dikarenakan setelah dilakukan evaluasi atas upaya DJP dalam optimalisasi penerimaan pajak, ditemukan bahwa persoalan utama yang dihadapi Ditjen Pajak untuk menggali potensi pajak adalah kurangnyadata eksternal yang valid. Data dan informasi seperti yang diungkapkan oleh Seidler (1997), nantinya akan berguna untuk mendukung pengambilan keputusan.

Adapun mengenai tata cara pemanfaatan data dan informasi ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Yang Berkaitan Dengan Perpajakan, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.03/2013, yang mana kemudian mengalami beberapa perubahan, dan perubahan yang terakhir diterbitkan pada tanggal 2 Oktober 2014, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 191/PMK.03/2014. Dalam peraturan tersebut jelas disebutkan bahwa instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain wajib memberikan data dan informasi terkait perpajakan kepada DJP. Tercantum dalam lampiran peraturan tersebut, pihak-pihak yang dapat membantu dalam pertukaran data dan informasi, termasuk di dalamnya adalah pemerintah daerah. Terkait Pajak Penghasilan, data dan informasi yang diberikan pun harus bersifat dapat memberikan gambaran atau petunjuk mengenai penghasilan dan kekayaan atau harta baik Orang Pribadi maupun Badan.

Untuk bekerjasama terkait pertukaran data dan informasi perpajakan dengan pemerintah daerah, dalam hal ini Provinsi DKI Jakarta, terdapat ketentuan selanjutnya yang harus dipenuhi oleh pihak Pemprov DKI Jakarta, yang diatur dalam Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Pajak Daerah. Dijelaskan dalam Pasal 47, Pemerintah daerah tidak diperkenankan memberitahukan informasi seputar wajib pajak kepada pihak lain, kecuali untuk kepentingan khusus dan telah mendapatkan persetujuan dari kepala daerah. Nota kesepahaman persetujuan pertukaran data dan informasi antara DJP dan Pemprov DKI Jakarta sendiri telah disepakati pada 17 Maret 2014. Dengan demikian, DJP akan memiliki keleluasaan untuk mengakses data wajib pajak yang tinggal atau menyetor di wilayah DKI Jakarta. Dengan adanya kerjasama pertukaran data dan informasi ini maka diharapkan kepatuhan wajib pajak dapat ditingkatkan. Sementara itu, Ditjen Pajak akan menyediakan data yang dibutuhkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), disertai asistensi dan pemberian masukan terkait perpajakan apabila dibutuhkan.

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 3: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

3

Dampak dari pemanfaatan data dan informasi perpajakan dari instansi lain ini diharapkan juga dapat memperluas dan menjaring wajib pajak baru, disamping juga untuk mensukseskan strategi upaya optimalisasi Pajak Penghasilan. Berdasarkan paparan diatas, penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi orang pribadi antara DJP dengan Pemprov DKI Jakarta sesuai dengan PP Nomor 31 Tahun 2012. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi orang pribadi yang dilakukan oleh DJP sebagai upaya intensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi di DKI Jakarta?

2) Bagaimana kendala yang dihadapi dalam upaya implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi orang pribadi sebagai upaya intensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi di DKI Jakarta?

Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Publik

Kebijakan dalam istilah umumnya di artikan sebagai sesuatu yang lebih besar dibanding sebuah keputusan tertentu, tapi lebih kecil ketimbang sebuah gerakan sosial biasa. Selanjutnya kebijakan publik didefinisikan oleh Thomas R. Dye sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (dalam Nugroho,2004, p.3). Ketika membuat kebijakan publik juga diperlukan analisis kebijakan. Menurut Carl W. Patton dan David S. Savicky (dalam Nugroho, 2004, p.84), analisa kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk dibuatnya sebuah kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali, atau kebijakan yang baru sebagai konsekuensi dari kebijakan yang ada.

2. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi merupakan salah satu dari rangkaian proses kebijakan publik. Hal ini dikarenakan implementasi pada prinsipnya adalah cara untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Parson (2011, p. 464) bahwa implementasi adalah pelaksanaan pembuatan kebijakan dengan cara-cara lain. Ada berbagai macam model dalam pengimplementasian suatu kebijakan publik, salah satunya seperti model yang diperkenalkan oleh Merilee S. Grindle (dalam Nugroho, 2004, p. 174-176) dimana dalam implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. 3. Konsep Pemungutan Self Assessment

Pemungutan pajak di Indonesia memiliki dasar falsafah yaitu Pancasila. Penjabarannya terdapat dalam undang-undang pajak yang termaktub dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 Republik Indonesia dengan bunyinya “Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasaran undang-undang.” Adam Smith mengungkapkan bahwa pemungutan pajak didasarkan atas empat hal (Mansury, 1996, p.4), yaitu:

• Equality Pajak itu harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut, dan juga sesuai dengan manfaat diterimanya.

• Certainty Pajak itu tidak ditentukan secara sewenang-wenang, sebaliknya pajak itu harus dari semula jelas bagi semua Wajib Pajak dan seluruh masyarakat berapa

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 4: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

4

jumlah yang harus dibayar, kapan harus dibayar, dan bagaimana cara membayarnya.

• Convenience Saat Wajib Pajak harus membayar pajak hendaknya ditentukan pada saat yang tidak akan menyulitkan Wajib Pajak. Adapun azas convenience masuk ke dalam Ease of Administration.

• Economy Biaya pemungutan bagi kantor pajak dan biaya memenuhi kewajiban pajak hendaknya sekecil mungkin. Demikian pula dengan beban yang dipikul oleh wajib pajak hendaknya juga sekecil mungkin.

Sistem pemungutan pajak self assesment mempunyai arti dipercayakan kepada WP sendiri dan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Lubis, 2011, p.2). Sistem pemungutan sukarela ini memang sudah sewajarnya karena sebagaimana yang diungkapkan oleh Soemitro, pajak merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, serta pajak sejatinya adalah utang, yaitu utang anggota masyarakat kepada masyarakat (1988, p.1). Dengan demikian pemungutan pajak secara sukarela atau dengan sistem self assessment telah sesuai dengan kewajiban seorang warga negara. Karena uang pajak yang diterima pemerintah dari masyarakat akan dikeluarkan lagi untuk keentingan masyarakat secara umum, sehingga dapat dirasakan dampaknya secara luas.

4. Pajak Penghasilan Orang Pribadi Menurut Mansury (1996,p.12) pengenaan pajak penghasilan telah sesuai dengan azas

keadilan, yaitu apabila semua orang dengan tambahan kemampuan ekonomis yang sama tanpa memperhatikan sumber penghasilan dan tanpa membedakan jenis-jenis penghasilannya dikenakan pajak yang sama. Sebaliknya orang-orang dengan tambahan kemampuan ekonomis berbeda dikenakan pajak penghasilan yang berbeda setara dengan perbedaannya, atau dengan kata lain Wajib Pajak yang menerima tambahan kemampuan ekonomis lebih besar harus dikenakan pajak penghasilan dengan presentase tarif yang lebih besar. Selanjutnya menurut Soemitro, subjek pajak orang pribadi adalah orang yang memenuhi syarat-syarat subyek, yaitu yang bertempat tinggal di Indonesia (1988, p.61).

Dalam upaya menggali pajak penghasilan orang pribadi salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu membuat laporan profil intern Wajib Pajak Pribadi. Model laporan intern profil Wajib Pajak orang pribadi merupakan rangkaian data dan informasi pajak seorang WP yang memuat identitas dan kegiatan usaha serta riwayat perpajakan. Tujuannya adalah untuk menyajikan informasi yang dapat digunakan terutama untuk bahan analisis mengukur potensi pajak, tingkat resiko, dan tingkat kepatuhan wajib pajak, serta untuk lebih mengenal WP, sehingga dapat memonitor perkembangan usaha dan data potensi WP yang bersangkutan serta melakukan pengawasan penggalian potensi yang lebih tajam (Lubis, 2011, p.58). 5. Intensifikasi Pajak

Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang vital dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pembangunan nasional. Konsep self assessment yang dianut oleh sistem perpajakan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh tingkat kesadaran wajib pajak. Oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya harus senantiasa dilakukan oleh aparatur perpajakan. Hal ini bertujuan untuk terus menggali potensi yang dimiliki wajib pajak agar dapat memenuhi target penerimaan. Upaya yang dapat diterapkan di antaranya yaitu upaya intensifikasi perpajakan.

Intensifikasi perpajakan ditujukan kepada obyek dan subyek pajak yang telah tercatat dalam daftar Direktorat Jenderal Perpajakan dan juga sebagai hasil tindak lanjut dari kegiatan

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 5: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

5

ekstensifikasi. Dengan demikian upaya intensifikasi menjadi sangat penting untuk dilakukan, mengingat masih banyaknya potensi wajib pajak yang belum digali. Pemanfaatan data dan informasi perpajakan adalah salah satu bentuk upaya intensifikasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang bekerjasama dengan pihak lain, seperti institusi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. 6. Administrasi Perpajakan

Administrasi perpajakan dapat didefinisikan sebagai cara-cara atau prosedur dalam pengenaan pajak, dimulai dari penetapan wajib pajak, penetapan jumlah pajak yang harus dibayar, hingga penagihannya. Lebih lengkapnya menurut Nurmantu (1994, p.98), administrasi perpajakan adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap hak dan kewajiban wajib pajak yang dilakukan baik di kantor petugas pajak ataupun di kantor wajib pajak, meliputi pencatatan, penggolongan, dan penyimpanan, sedangkan pelayanan meliputi prosedur, formulir, dan informasi yang dibutuhkan wajib pajak. . Administrasi dalam perpajakan harus memiliki ketentuan yang memudahkan keseluruhan tahap pemungutan pajak pada pelaksanaannya baik oleh wajib pajak ataupun petugas pajak.

Ease of administration atau asas kemudahan administrasi dalam perpajakan salah satunya merupakan turunan dari simplicity atau asas kesederhanaan. Jika administrasi perpajakan telah berjalan sesuai dengan ease of administration, maka akan berdampak pada meningkatnya kepatuhan wajib pajak dalam penyetoran kewajiban pajaknya. Wajib pajak dan petugas pajak telah memiliki kesamaan persepsi atau kesepakatan mengenai kejelasan ketentuan dalam pemungutan pajak. Salah satu bentuk implementasi untuk mencapai tujuan ease of administration adalah dilakukannya pemanfaatan data dan informasi tentang perpajakan bekerjasama dengan instansi, lembaga, asosiasi ataupun pihak lain. 7. Pemanfaatan Data dan Informasi

Data dan informasi saling memiliki keterkaitan. Data disebut sebagai bahan yang dapat diolah untuk mendapatkan informasi. Data adalah kumpulan fakta yang sedang tidak digunakan dalam sebuah proses pengambilan keputusan, melainkan sedang dalam proses pengarsipan atau pencatatan tanpa dimaksudkan untuk digunakan kembali dalam pengambilan keputusan (Murdick,dkk, 1985). Sebuah data akan diproses menjadi informasi akan memberikan manfaat bagi penggunanya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Jogiyanto (2005, p.8), konsep dasar dari informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan penting bagi penerimanya.

Informasi yang bernilai dan agar menjadi efektif dapat disertakan dalam sebuah pertukaran. Pertukaran data dan informasi adalah sesuatu hal yang memungkinkan agar manfaatnya dapat dirasakan lebih luas lagi. Pemanfaatan data dan informasi juga dapat dilakukan untuk keperluan perpajakan. Adapun pemanfaatan yang dimaksud adalah dengan bekerjasama melakukan pertukaran data antara Dirjen Pajak dan instansi terkait. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi adanya ketidakpatuhan pembayar pajak dan untuk menggali potensi pajak yang ada melalui informasi yang tersedia. Tidak optimalnya penerimaan pajak salah satunya disebabkan oleh adanya informasi wajib pajak yang tidak terlaporkan (underreporting), sehingga memicu tax gap (Dubin,2012). Melalui pemanfaatan data dan informasi ini diharapkan dapat memberikan dampak dalam upaya intensifikasi wajib pajak yang secara langsung dapat meningkatan penerimaan pajak. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi penelitian kualitatif, dimana data yang dikumpulkan adalah data primer berupa wawancara mendalam

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 6: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

6

serta data sekunder untuk mendukung penelitian terkait implementasi Pasal 35A KUP yang berhubungan dengan pemanfaatan data dan informasi antara DJP dengan Pemprov DKI Jakarta.

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan juga latar belakang penelitian yang diangkat berdasarkan suatu fenomena yang baru, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini akan menggambarkan serta memaparkan kondisi, situasi, dan realitas yang terjadi terkait implementasi Pasal 35A KUP, yaitu mengenai upaya pemanfaatan data dan informasi orang pribadi yang dilakukan oleh DJP bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta.

Berdasarkan manfaat penelitian, jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian murni. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta analisa mendalam terhadap implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi orang pribadi sebagai upaya intensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi di DKI Jakarta.

Berdasarkan waktu penelitian, penelitian ini menggunakan jenis penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional dilakukan satu kali dalam satu waktu atau periode tertentu. Sebagaimana penelitian ini yang dilakukan dalam kurun waktu dari bulan Februari – April 2015. 2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh data-data tersebut, peneliti menyusun dan melakukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

• Studi Kepustakaan (Library Research) Peneliti melakukan studi kepustakaan yaitu dengan memanfaatkan bacaan dan literatur seperti buku, jurnal, karya ilmiah, publikasi ilmiah, dan lain sebagainya.

• Wawancara Mendalam Wawancara mendalam yang digunakan peneliti menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum dan terbuka, sehingga dapat memunculkan pandangan opini dari informan atau partisipan (Creswell, 2010, p.267). Dalam melakukan wawancara, peneliti akan berpedoman pada protokol wawancara kualitatif, baik ketika mengajukan pertanyaan ataupun merekam jawaban wawancara.

3. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Setelah mengumpulkan data, tahap

selanjutnya adalah menganalisis data-data tersebut. Setelah melakukan pengumpulan data, tahap analisis data yang pertama adalah melakukan reduksi data. Alur selanjutnya yaitu penyajian data, dan terakhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi, dimana mulai digunakannya analisis kualitatif untuk mencari makna, keteraturan, pola, penjelasan, kemungkinan, hubungan sebab akibat, dan hasil lainnya. 4. Informan

Informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini haruslah yang terlibat langsung dalam proses pertukaran data dan informasi perpajakan baik dari pihak DJP maupun Pemprov DKI Jakarta, sehingga dapat memberikan informasi yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Informan juga harus memiliki wewenang dan kredibilitas dalam kebijakan tersebut, sehingga informasi yang didapatkan bersifat utuh, lengkap, jelas, dan dapat

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 7: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

7

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berdasarkan karakteristik informan tersebut, yang kemudian disesuaikan dengan tujuan dan rumusan masalah penelitian, maka pemilihan informan untuk wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut:

• Muhammad Reza Fahmi, selaku Staf Direktorat Perpajakan I Bidang KUP DJP. Wawancara ini didampingi oleh Hadi Subagiono, selaku Kepala Seksi Peraturan Perpajakan Lainnya.

• Maulana Marzuki, selaku Kepala Seksi Perekaman dan Transfer Data, Kantor Pengolahan Data Eksternal (KPDE) DJP.

• Sutikno Adi, selaku Kepala Seksi Pengolahan Informasi dan Integrasi Data Eksternal Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta.

• Sabar Iman, selaku Staf Dana Perimbangan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta.

• Edi Soemantri, selaku Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

• Dr. Ima Mayasari, S.H., M.H., selaku Akademisi yang ahli dalam bidang hukum.

4. Site Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa instansi terkait di DKI Jakarta yakni Kantor Pusat

Direktorat Jenderal Pajak, Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemprov DKI Jakarta. 5. Batasan Penelitian

Objek penelitian ini dibatasi hanya pada pelaksanaan teknis pemanfaatan data dan informasi orang pribadi antara DJP dengan Pemprov DKI Jakarta sebagai upaya intensifikasi wajib pajak di DKI Jakarta. Penelitian ini tidak sampai melakukan kajian hukum dengan meneliti nota kesepahaman (MoU) antara DJP dengan Pemprov DKI Jakarta.

Hasil dan Pembahasan

1. Implementasi Pemanfaatan Data Dan Informasi Orang Pribadi Yang Dilakukan Oleh DJP

a. Kedudukan Hukum Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan Data dan Informasi Kerjasama pemanfaatan data dan informasi yang dilakukan antara DJP dan Pemprov

DKI Jakarta disepakati dalam sebuah nota kesepahaman pada tanggal 17 Maret 2014 yaitu tentang Perjanjian Kerjasama Antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia Dan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tentang Pelaksanaan Koordinasi Dalam Upaya Optimalisasi Penerimaan Pajak Pusat, Pajak Daerah, Dan Retribusi Daerah Nomor KEP-12/PJ.09/2014 11 Tahun 2014. Dasar dari dilakukannya kerjasama tersebut adalah untuk menindaklanjuti lebih jauh amanat Pasal 35A dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang kewajiban pihak-pihak termasuk di dalamnya setiap instansi pemerintah untuk memberikan data dan informasi perpajakan kepada DJP. Payung hukum selanjutnya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 tentang Pemberian Dan Penghimpunan Data Dan Informasi Yang Berkaitan Dengan Perpajakan. Kemudian, KPDE (Kantor Pengolahan Data Eksternal) ditunjuk sebagai pihak pelaksana teknis, yang mana semua data dan informasi eksternal atau dari pihak ketiga diberikan kepada KPDE.

Kewajiban untuk memberikan data dan informasi yang disebutkan dalam Undang-Undang KUP, Peraturan Pemerintah, serta ditegaskan kembali dalam nota kesepahaman memiliki perbedaan norma dengan Ketentuan Umum Pajak Daerah (KPUD) terkait

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 8: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

8

perpajakan yang mengatakan bahwa aparatur perpajakan wajib menjaga kerahasiaan jabatan, termasuk di dalamnya menjaga kerahasiaan data dan informasi wajib pajak. Hal ini pun diungkapkan oleh Bapak Edi Soemantri, Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) Kebayoran Baru Jakarta Selatan berikut ini: “ Dalam undang-undang maupun Perda tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, ada yang namanya kerahasiaan jabatan. Dimana kita selaku fiskus atau petugas pajak tidak boleh memberikan data yang terkait dengan wajib pajak.” (Wawancara dengan Bapak Edi Soemantri tanggal 27 Maret 2015)

Sehingga, posisi atau kedudukan kerjasama ini sejatinya dapat dikatakan melanggar undang-undang yang ada, khususnya terkait kerahasiaan jabatan tersebut. Perbenturan antar undang-undang pun terjadi. Terdapat norma undang-undang yang mewajibkan untuk memberikan data yaitu Pasal 35 A, bahkan terdapat pasal yang mengatur sanksi apabila tidak diberikan pada Pasal 41 C, sedangkan di undang-undang yang lain yaitu dalam KUPD diatur bahwa aparatur perpajakan wajib menjaga kerahasiaan jabatan dengan tidak memberikan data dan informasi wajib pajak. Ahli hukum perpajakan, Ibu Irma Mayasari pun mengungkapkan lebih lanjut: “Perjanjian kerjasama khususnya yang mengatur terkait pemberian data dan informasi harus diselaraskan dengan undang-undang yang ada. Jika kemudian terjadi pertentangan atau bertabrakan, maka tidak diperkenankan dilakukan di dalam perjanjian.” (Wawancara dengan Ibu Irma Mayasari, tanggal 6 Mei 2015) Ketidakharmonisan antar undang-undang menyebabkan kedudukan hukum perjanjian kerjasama pemanfaatan data dan informasi ini tidak dalam posisi yang selaras, atau berbenturan. Sejatinya pun tanpa dibuatnya perjanjian kerjasama pemanfaatan data dan informasi dengan menandatangani nota kesepahaman antara DJP dengan Pemprov DKI Jakarta, sejatinya kerjasama pun tetap sudah dapat dilaksanakan sebagaimana telah diatur dalam undang-undang ataupun peraturan pemerintah. Kedudukan hukum yang belum jelas inilah kemudian yang masih coba diupayakan oleh pihak DJP khususnya untuk coba dilakukan penyelarasan antar undang-undang agar tidak mengganggu atau menghambat jalannya kerjasama pemanfaatan data dan informasi. b. Tujuan dan Manfaat

Pemanfaatan data dan informasi perpajakan secara jelas telah diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP. Pasal 35 menyebutkan bahwa pemanfaatan data dan informasi dapat ditujukan untuk proses pemeriksaan, penyidikan, serta penagihan. Kebijakan pemanfaatan data dan informasi tidak semata-mata hanya diperuntukkan untuk tahap pengawasan, melainkan juga untuk kebutuhan penggalian potensi wajib pajak, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Muhammad Reza Fahmi dari Direktorat Perpajakan I berikut ini: “Pemanfaatan data dan informasi selain untuk keperluan pemeriksaan, lebih jauh lagi dapat diperuntukkan untuk kepentingan penggalian potensi kepada wajib pajak tersebut. Data dan informasi yang dibutuhkan bisa jadi berasal dari pihak ketiga, atau merupakan kebutuhan data eksternal. Sehingga kemudian dilakukan koordinasi lanjutan berupa kerjasama pemanfaatan data dan informasi dengan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, ataupun pihak lain yang berwenang dan memiliki data tersebut.” (Wawancara dengan Bapak Muhammad Reza Fahmi tanggal 13 April 2015)

Penghimpunan data dan informasi ini bukan semata-mata untuk kepentingan DJP, melainkan signifikansinnya untuk kepentingan negara, terkait optimalisasi penerimaan negara. Urgensi inilah yang kemudian menjadi dasar dilakukannya harmonisasi regulasi, untuk menghilangkan perbenturan kepentingan di masing-masing pihak. Sejatinya, tujuan dari kebijakan penghimpunan data dan informasi tersebut salah satunya adalah untuk mengurangi cost of collection. Adanya payung hukum yang mendukung penghimpunan data dan informasi

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 9: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

9

ini, merupakan celah yang dapat dimanfaatkan untuk upaya intensifikasi pajak. Data dan informasi dari pihak ketiga atau yang kemudian disebut dengan data eksternal secara tidak langsung akan membantu menguatkan data dan informasi internal maupun data hasil produksi yang sebelumnya sudah dimiliki oleh DJP. Bapak Maulana Marzuki dari KPDE pun menambahkan: “Dalam proses intensifikasi, melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan lain-lain rentan mengalami dispute (perdebatan), antara wajib pajak dengan DJP. Wajib pajak sewajarnya akan berusaha untuk mengecilkan jumlah pajaknya, dalam hal ini berkaitan dengan tax evasion dan tax avoidance. Perdebatan tersebut mengakibatkan wajib pajak mengajukan keberatan dan melakukan banding. Oleh karena itu, dukungan data dan informasi dari pihak ketiga dapat membantu menghilangkan perdebatan tersebut. Terlebih, pihak ketiga yang ditunjuk sebagai sumber data dan informasi memiliki kewenangan, sehingga tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.”(Wawancara dengan Bapak Maulana Marzuki tanggal 7 April 2015)

Koordinasi yang dilakukan antara DJP dengan pihak ketiga juga merupakan salah satu bentuk mewujudkan dan menjalin harmonisasi DJP dengan pihak lain. Tujuan dari kebijakan ini bersinggungan langsung dengan kepentian penggalian potensi pajak akan kembali bermuara pada upaya intensifikasi perpajakan. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan kebijakan pemanfaatan data dan informasi, juga dituangkan dalam Pasal 1 Perjanjian Kerjasama Antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia Dan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tentang Pelaksanaan Koordinasi Dalam Upaya Optimalisasi Penerimaan Pajak Pusat, Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah Nomor KEP-12 /PJ.09/2014 11 Tahun 2014. Adapun maksud dan tujuannya yaitu untuk meningkatkan optimalisasi pajak pusat, pajak daerah, dan retribusi daerah, meningkatkan perofesionalisme dari aparatur perpajakan saat ini, meningkatkan pengetahuan dan wawasan para aparatur perpajakan, meningkatkan kemutakhiran data dan informasi perpajakan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta mewujudkan harmonisasi ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.

Oleh karena itu, tujuan dan manfaat dari adanya kebijakan dan juga perjanjian kerjasama penghimpunan serta pemanfaatan data dan informasi diharapkan dapat diwujudkan serta dirasakan secara signifikan oleh pihak-pihak yang terlibat. Upaya penggalian potensi pajak dengan melakukan penghimpunan serta pemanfaatan data dan informasi juga secara konkret dapat mendukung intensifikasi wajib pajak orang pribadi DKI Jakarta. c. Tata Cara dan Alur Pemanfaatan Data dan Informasi

Tata cara dan alur pelaksanaan kebijakan pemanfaatan data dan informasi berada di bawah koordinasi KPDE sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam upaya penghimpunan data dan informasi. Sebelumnya, di DJP terdapat tiga jenis data yang digunakan untuk kepentingan perpajakan. Ketiga jenis data tersebut yaitu, data internal, data eksternal, dan produksi data. Data internal adalah data yang diperoleh dan masuk ke DJP, berasal dari Wajib Pajak sebagai bentuk pemenuhan kewajiban. Data eksternal adalah data yang diperoleh DJP dari pihak ketiga yang memiliki data perpajakan. Produksi data adalah data yang dicari atau diusahakan sendiri oleh DJP, seperti melalui proses pemeriksaan, penyidikan, survey lapangan, atau penyisiran (canvassing) langsung terhadap wajib pajak yang bersangkutan. Adapun data yang dimaksud dalam kebijakan ini adalah data eksternal, merujuk pada sumber data dari pihak ketiga.

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 10: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

10

Gambar 1. Bagan Alur Penghimpunan Data DJP Keseluruhan Sumber: Diolah oleh Peneliti

Berdasarkan Gambar 1, tentang alur penghimpunan data tersebut, data internal

dikelola oleh Pusat Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan (PPDDP) atau Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (KPDDP). PPDDP atau KPDDP bertanggungjawab untuk perekaman data dari KPP, digitalisasi SPT fisik, serta input e-filling SPT. Data eksternal menjadi tanggung jawab sepenuhnya Kantor Pengolahan Data Eksternal (KPDE). Produksi data didapatkan dari Direktorat Teknis, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) serta Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Direktorat Teknis yang dimaksud adalah direktorat pelaksana, seperti Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan, dan direktorat lainnya. Kemudian, secara garis besar, seluruh data tersebut akan dihimpun dan diteruskan kepada Direktorat Teknologi dan Informasi Perpajakan (TIP).

Terkait data eksternal yang menjadi fokus dalam kebijakan penghimpunan data dan informasi oleh KPDE juga memiliki bagan alur tersendiri, yang melibatkan pihak ketiga yaitu instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk selanjutnya disebut ILAP, Direktorat TIP, dan Direktorat Teknis.

Gambar 2. Bagan Alur Data Eksternal

Sumber: Diolah oleh Peneliti

Gambar 2 menggambarkan tentang bagan alur data eksternal, yang bersumber dari ILAP. Data-data tersebut melalui proses penghimpunan yang dilakukan oleh KPDE. Selanjutnya KPDE mengolah data tersebut untuk kemudian didistribusikan pada Direktorat TIP. Direktorat TIP juga akan melakukan serangkaian proses pengolahan data kembali dan kemudian dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing Direktorat Teknis.

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 11: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

11

Sehingga, secara singkat ada tiga proses yang terjadi, yaitu penghimpunan, pengolahan, dan pemanfaatan.

Sebelum data dihimpun oleh KPDE, pihak ketiga akan mempersiapkan data perpajakan yang dimilikinya terlebih dahulu. Terkait perjanjian kerjasama DJP dengan Pemprov DKI Jakarta, khususnya tentang data-data orang pribadi yang harus dipersiapkan dan disetorkan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada DJP yang tercantum di ataranya adalah data kendaraan bermotor, data pajak air tanah, data PBB Pedesaan dan Perkotaan, daftar gaji pegawai Pemprov DKI Jakarta, daftar Satuan Kerja dan Unit Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Pejabatnya, informasi tenaga kerja asing, data izin mendirikan bangunan, serta data izin kepemilikan kapal. Seluruh data tersebut menjadi tanggung jawab koordinator dari pihak Pemprov DKI Jakarta dalam kerjasama ini, yaitu Kepala Bidang Pendapatan Daerah, Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan Kepala Bidang Pengendalian dan Pembinaan Pajak Daerah, Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta.

Selanjutnya KPDE yang kemudian menjadi muara data-data dari pihak ketiga tersebut akan melakukan pengolahan setelah penghimpunan telah selesai dilakukan. Data-data dari pihak ketiga tersebut akan diverifikasi dan diklasifikasikan terlebih dahulu. KPDE melakukan pemindaian data-data tersebut, menentukan keyword dan reference nya, dalam hal ini yaitu NPWP. Setelah setiap data tersebut berhasil mendapat keyword NPWP, proses selanjutnya yaitu identifikasi. Proses identifikasi merupakan proses pengelolaan data, agar selanjutnya data tersebut dapat diteruskan kepada Direktorat TIP untuk diolah kembali sesuai kebutuhan, bersama dengan data lain baik data internal maupun produksi data, hingga nantinya siap dilanjutkan kepada Direktorat Teknis.

Hasil data dari pengolahan data KPDE akan terbagi menjadi dua, yaitu data yang teridentifikasi dan tidak teridentifikasi. Pemanfaatan keduanya pun berbeda, data yang teridentifikasi akan digunakan untuk kebutuhan intensifikasi pajak, sedangkan data yang tidak teridentifikasi akan berguna untuk kebutuhan ekstensifikasi pajak. Proses tindak lanjut dari hasil identifikasi tersebut dilakukan oleh Direktorat Teknis. Data eksternal yang telah diolah tidak begitu saja dapat langsung dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu dilakukanlah langkah-langkah intensifikasi, yaitu terdiri dari himbauan, pemeriksaan, penyidikan, hingga penyelidikan. Dengan demikian memperjelas kembali bahwa peran KPDE adalah sebagai supporting system, mengolah data eksternal dan mencarikan identitas dari data-data tersebut, belum hingga ke tataran siap dimanfaatkan. Proses pengelolaan data yang terdiri dari penyandingan data-data keseluruhan dilakukan oleh Direktorat TIP, sementara pemanfaatannya diserahkan kepada Direktorat Teknis.

Selanjutnya mengenai proses timbal balik pertukaran data dan informasi dari DJP kepada pihak lain. Hal ini dimungkinkan, namun bukan lagi menjadi kewenangan KPDE. Berdasarkan yang tertulis di perjanjian kerjasama, pihak yang bertanggungjawab untuk penyampaian data keluar DJP adalah Kepala Subdirektorat Pendukung Operasional, Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan, dan Kepala Subdirektorat Peraturan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Direktorat Perpajakan 1 dari pihak DJP. Pemberian data dari DJP kepada pihak lain tidak lagi memerlukan izin dari Direktur Jenderal Pajak, karena sudah didelegasikan kepada pejabat yang berwenang tersebut. Penyampaian data dari DJP kepada pihak lain, juga harus dilakukan berdasarkan persetujuan dari pihak yang menjadi sumber data DJP. Hal ini disebabkan oleh regulasi, seperti pada Pasal 34 yang berbicara mengenai kerahasiaan data. Berkaitan dengan nota kesepahaman, pihak DJP berkewajiban memberikan data kepada PEmprov DKI Jakarta, yaitu data NPWP keseluruhan, SPT PPh, daftar pengurus WP Badan, SPT PPN, dan data penerimaan pajak pusat.

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 12: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

12

Khusus untuk pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut, pihak KPDE mengaku bahwa Pemprov DKI sudah sangat kooperatif membantu menyediakan data, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Maulana Marzuki, Kepala Seksi Perekaman dan Transfer Data Kantor Pengolahan Data Eksternal DJP:

“Pemprov DKI Jakarta sudah luar biasa kerjasamanya, memberikan informasi yang seluas – luasnya kepada KPDE. Kepatuhan dan peran sertanya sangat aktif membantu sehingga kami pun mengapresiasi.” (Wawancara dengan Bapak Maulana Marzuki tanggal 7 April 2015)

DPP juga mengamini bahwa kerjasama dengan KPDE sejauh ini telah berjalan dengan baik dan lancar. Peran DPP dalam menyediakan kebutuhan data untuk DJP sudah sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu secara keseluruhan, berdasarkan pemaparan mengenai alur terkait implementasi kebijakan penghimpunan dan pemanfaatan data serta informasi telah diupayakan untuk berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bentuk koordinasi antar pihak pun sudah terlihat dan berjalan dengan cukup baik serta lebih kondusif.

d. Target yang Ingin Dicapai Target yang ingin dicapai secara umum dari dilakukannya pemanfaatan data dan

informasi perpajakan ini tentunya adalah untuk memenuhi target penerimaan pajak. Pada dasarnya masing-masing pihak yang terlibat memiliki target yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan prinsipnya sebuah organisasi adalah untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Khusus dari DJP, target yang ingin dicapai adalah berfokus pada optimalisasi penerimaan negara dari sektor pajak. Sehingga, terkait dengan kesepakatan kerjasama yang dilakukan antara dengan DJP dan Pemprov DKI Jakarta pun memiliki target untuk kepentingan intensifikasi dan ekstensifikasi wajib pajak, salah satunya wajib pajak orang pribadi.

Selanjutnya dari sisi BPKAD, disampaikan bahwa target yang ingin dicapai adalah meningkatnya kepatuhan wajib pajak di wilayah DKI Jakarta, termasuk di dalamnya ketepatan waktu penyampaian SPT. Lebih jauh target yang ingin dicapai adalah peningkatan dana bagi hasil dari pusat dengan daerah. 2. Kendala Pemanfaatan Data dan Informasi a. Sumberdaya

Sumberdaya dalam pelaksanaan kebijakan ini, terdiri dari sumberdaya manusia, sumberdaya teknologi, dan juga sumberdaya keuangan. Sumberdaya secara umum yaitu dari keseluruhan struktur DJP, diungkapkan bahwa pihak DJP masih sangat kekurangan sumberdaya, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya teknologi. Tataran struktur KPDE sendiri, jumlah sumberdayanya saat ini total hanya 42 orang, sudah termasuk di dalamnya Kepala KPDE beserta Kepala Seksi di KPDE. Jumlah tersebut tentunya tidak bisa maksimal mengolah data-data eksternal terkait wajib pajak yang jumlahnya jutaan, sehingga tidak heran jika proses pengolahan data dan informasi berlangsung cukup lama. Kemudian, dari sisi aplikasi untuk mengolah data perpajakan juga masih bergantung dengan aplikasi yang berkekuatan teknologi rendah, atau belum secanggih perkembangan teknolologi saat ini. Adanya kenaikan target realisasi penerimaan wajib pajak juga tidak diimbangi pula dengan peningkatan sumberdaya keuangan untuk memfasilitasinya. Sementara itu pihak BPKAD atau DPP tidak memiliki keluhan terkait sumberdaya.

b. Regulasi

Perbenturan peraturan terkait dengan kerahasiaan jabatan terjadi dalam proses implementasi kebijakan peanfaatan data dan informasi dan menjadi kendala yang cukup menghambat jalannya kerjasama tersebut. Dari sisi Undang-Undang KUP, di Pasal 35A di

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 13: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

13

satu sisi menuntut adanya keterbukaan informasi, dengan memerintahkan pihak-pihak yang ada untuk turut berpartisipasi mulai dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi,dan pihak lain untuk memberikan supply data perpajakan kepada DJP. Sementara itu di Pasal 34 justru sebaliknya menginginkan adanya komitmen untuk memegang kerahasiaan jabatan yang dimiliki, menjaga kerahasiaan data wajib pajak. Jika melanggar, maka mendapatkan sanksi pidana yang dituangkan dalam Pasal 41 C.

Salah satu bentuk usaha yang dilakukan oleh DJP adalah mengupayakan untuk menghilangkan kekhawatiran kerahasiaan jabatan pihak-pihak instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain yang terlibat agar dapat bekerjasama untuk melakukan petukaran data dan informasi. Pertama, DJP menempuh upaya hukum dengan mengajukan surat ke Kemenkumham terkait masalah ini, khsusunya ditujukan kepada Direktorat Harmonisasi dan Peraturan Perundang-undangan. Belum cukup disitu, DJP pun melayangkan proses serupa kepada Kementerian Dalam Negeri, berkonsultasi dengan UKP4, dan juga Bappenas.

Hingga akhirnya kemudian koordinasi tersebeut membuahkan hasil, dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 2 Tahun 2014, yang kemudian menginstruksikan bahwa pihak-pihak tersebut, khsusunya instansi pemerintah untuk memberikan datanya kepada DJP. Inpres tersebut yang kemudian melahirkan PMK 191, yang menuliskan bahwa terdapat 61 instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain yang terlibat. Terdapat penambahan 22 ILAP baru dari sebelumnya, hal ini salah satunya merupakan dampak dari adanya Inpres tersebut. DJP pun hingga saat ini masih terus berupaya untuk menyelaraskan seluruh peraturan yang ada, khususnya undang-undang KUP dengan Perda yang dimiliki untuk Pemerintah Daerah, ataupun peraturan lainnya yang mencakup di dalam kerjasama tersebut. Proses yang masih dilakukan salah satunya yaitu mengurus ke Mahkamah Agung (MA) untuk mengetahui fatwa dan kejelasan perihal kendala dalam kebijakan ini.

Sementara itu di tataran Pemprov DKI Jakarta juga mengiyakan bahwa perihal kerahasiaan jabatan menjadi salah satu kendala yang dihadapi. Keterbatasan data yang bisa diberikan karena adanya ketentuan kerahasiaan jabatan ini juga menjadi hal yang disayangkan. Hal ini tak pelak memunculkan harapan dari segenap pihak agar dilakukan revisi terkait undang-undang yang mengatur tentang kerahasiaan jabatan tersebut, sehingga masing-masing pihak dapat saling bertukar data dengan lebih leluasa dan nyaman. Kebutuhan data yang diinginkan juga dapat disampaikan secara lengkap, dengan akses data yang mudah dan cepat. Harapan untuk merevisi undang-undang terkait kerahasiaan jabatan ini bukan tidak mungkin terjadi. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Irma Mayasari sebagai akademisi ahli hukum perpajakan: “Demi tercapainya tujuan dari kebijakan pemanfaatan data dan informasi ini yang berhubungan dengan kepentingan negara, yaitu optimalisasi pajak pusat, pajak daerah, dan retribusi daerah, maka sebaiknya mulai dilakukan revisi terkait undang-undang yang ada saat ini. Bisa ditambahkan pengecualian misalnya di Pasal 34, harus ada tambahan bunyi terkecuali untuk terkait pelaksanaan Pasal 35A.” (Wawancara dengan Ibu Irma Mayasari tanggal 6 Mei 2015)

Saat ini, yang perlu digarisbawahi adalah membuat kesepakatan ini menjadi kesepakatan yang sejalan atau tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Kondisinya saat ini dalam perjanjian kerjasama pun tidak dituliskan mengenai sanksi jika pihak DJP atau Pemprov DKI Jakarta lalai menjalankan kewajibannya. Ibu Irma Mayasari sebagai akademisi ahli perpajakan melihat hal tersebut sebagai berikut: “Perjanjian ini sama mengikatnya seperti undang-undang, tapi pembuat kebijakan atau pembuat perjanjian ini juga tidak boleh melanggar undang-undang. Perjanjian yang ada saat ini sebetulnya juga membutuhkan penyampaian sanksi, tidak hanya soal hak dan kewajiban saja, sebagai hukum privat yang membentuknya. Seiring dengan adanya penyelarasan dengan undang-undang, perjanjian kerjasama ini juga masih bisa diubah,

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 14: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

14

dengan hanya diberikan addendum atau perjanjian tambahan. Perjanjian juga dapat direvisi terkait dengan adanya perubahan ketentuan di kemudian hari.” (Wawancara dengan Ibu Irma Mayasari tanggal 6 Mei 2015)

c. Perubahan Struktur Organisasi

Pemprov DKI Jakarta, khususnya di awal tahun 2015 ini mengalami perubahan struktural organisasi di dalamnya sehingga mengakibatkan terdapat beberapa hal yang kemudian menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan penghimpunan serta pemanfaatan data dan informasi.Hal ini diungkapkan oleh Bapak Sabar Iman dari BPKAD Jakarta yaitu sebagai berikut: “Kendala yang cukup berarti buat kita yaitu karena ada perubahan nomenklatur ya, tadinya saja nama kita ada BPKD, Badan Pengelola Keuangan Daerah, terus sekarang jadi BPKAD, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Kemudian ada juga perubahan terkait data-data seputar perizinan sekarang semuanya ada terkoordinasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).” (Wawancara dengan Bapak Sabar Iman tanggal 2 April 2015)

Perubahan struktur organisasi ini secara tidak langsung akan berdampak pada proses penyampaian data dan informasi dari pihak Pemprov DKI Jakarta kepada DJP. Hal ini dikarenakan adanya pengalihan tugas penghimpunan data dan informasi dari satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ke SKPD lainnya. Sehingga, Pemprov DKI Jakarta menyarankan untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut, agar relevansinya masih dapat terjaga, serta data-data yang dibutuhkan dapat dipenuhi dan tersampaikan dengan baik. SKPD yang baru menangani proses penghimpunan data dan informasi ini tentunya membutuhkan sosialisasi terkait kesepakatan ini agar tetap dapat menjaga alur koordinasi dan pendistribusian data serta informasi agar tetap berjalan sebagaimana mestinya. SKPD yang baru ditunjuk tersebut juga harus dicantumkan secara formal dalam perjanjian kerjasama, agar semuanya diatur dalam peraturan resmi dan untuk menghindari terjadinya miskoordinasi. Terlebih, hingga saat ini memang belum dilakukan evaluasi seputar perjanjian kerjasama ini secara dua arah, yaitu perwakilan antara DJP dan Pemprov DKI Jakarta, hal ini dimungkinkan belum dilaksanakan karena pada perjanjian kerjasama tercantum waktu untuk melakukan evaluasi adalah setiap lima tahun setelah perjanjian tersebut disepakati.

DPP juga mengkonfirmasi hal yang sama dan tidak jauh berbeda dengan BPKAD terkait adanya perubahan nomenklatur dan perubahan struktur organisasi. Bapak Sutikno Adi dari DPP mengungkapkan bahwa: “Beberapa data sudah tidak tersedia lagi di kami, seperti data perizinan ada di PTSP. DJP mungkin perlu beradaptasi dan menyesuaikan dengan melakukan koordinasi dengan PTSP agar proses penghimpunan dan pemanfaatan data serta informasi ini tetap berjalan lancar. Tapi dari internal DPP sendiri sejatinya tidak banyak yang berubah, relatif sama, tugas, pokok, dan fungsinya juga.” (Wawancara dengan Bapak Sutikno Adi tanggal 22 April 2015) Sementara itu dari pihak DJP tidak terlalu menganggap adanya perubahan nomenklatur ataupun perubahan struktur organisasi tersebut sebagai sesuatu kendala besar yang menghambat. Bapak Maulana Marzuki dari KPDE yang menanggapi seputar adanya perubahan ini menyatakan sebagai berikut: “Karena dalam pelaksanaannya kebijakan ini berlandaskan undang-undang, maka ketika ada perubahan nomenklatur atau struktur organisasi tidak menjadi permasalahan yang begitu mengganggu. Terlebih dalam rincian instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain DJP tidak mengacu menunjuk pada per nomenklatur. Melainkan kita menunjuk langsung dengan menyebutkan Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten, dan seterusnya. Jadi ketika ada perubahan di nomenklaturnya masih relevan, jika memang ada perubahan

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 15: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

15

dan ingin disesuasikan maka akan dilakukan.” (Wawancara dengan Bapak Maulana Marzuki tanggal 7 April 2015) Perubahan nomenklatur dan struktur organisasi dianggap menjadi kendala yang cukup berarti di pihak Pemprov DKI Jakarta. Sementara itu, DJP menanggapi bahwa persoalan tersebut bukanlah sebuah kendala serius, karena semua bentuk kerjasama dan koordinasi masih tetap bisa berjalan, tinggal dibutuhkan penyesuaian saja dengan SKPD yang bersangkutan. Kesimpulan

Kebijakan pemanfaatan data dan informasi antara DJP dan Pemprov DKI Jakarta yang telah dijalankan sejak tahun 2014 hingga saat ini telah sesuai dengan tujuannya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, yaitu khususnya untuk melakukan upaya intensifikasi wajib pajak di DKI Jakarta. Koordinasi untuk menghimpun dan memanfaatkan data serta informasi perpajakan antara pihak DJP dengan Pemprov DKI Jakarta sudah sesuai dengan rincian jenis data yang disepakati dan disampaikan oleh unit terkait yang bertanggungjawab dari kedua belah pihak.

Kendala yang dihadapi oleh DJP dan Pemprov DKI Jakarta dalam proses kerjasama penghimpunan serta pemanfaatan data dan informasi yaitu sebagai berikut: a) Kurangnya sumberdaya manusia, sumberdaya teknologi dan infrastruktur perpajakan, serta sumberdaya keuangan (anggaran). b) Terdapat tumpang tindih antar peraturan baik dalam Undang-Undang KUP, Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ataupun Peraturan Daerah yang menghimbau untuk menjaga kerahasiaan data dan informasi wajib pajak (kerahasiaan jabatan) dengan himbauan untuk keterbukaan informasi melakukan pertukaran, penghimpunan, dan pemanfaatan data perpajakan. Akibatnya, DJP dan Pemprov DKI Jakarta tidak dapat berbagi data dan informasi dengan leluasa. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dari sisi peraturan atau regulasi untuk memenuhi permintaan data masing-masing pihak. c) Perubahan struktur organisasi, seperti perubahan nomenklatur dan pergantian SKPD yang bertanggungjawab terhadap data dan informasi yang bersangkutan menyebabkan perlu adanya penyesuaian untuk menjaga relevansi ketentuan kerjasama dan menghindari miskoordinasi antara kedua belah pihak.

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 16: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

16

Saran Saran untuk implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi orang pribadi

antara DJP dengan Pemprov DKI Jakarta yaitu: • Implementasi kebijakan pemanfaatan data dan informasi yang telah berjalan dengan

baik harus terus dipertahankan dengan tetap mengevaluasi dan memperbaiki secara teratur sehingga dapat menjadi contoh bagi instansi atau pihak lain dalam melakukan kerjasama untuk mendukung tercapainya upaya intensifikasi.

• Beberapa saran yang mungkin dapat menjadi solusi atas kendala yang dihadapi DJP dengan Pemprov DKI Jakartadalam proses kerjasama penghimpunan serta pemanfaatan data dan informasi antara lain: a) Menambah dukungan sumberdaya manusia sesuai dengan kapasitas ideal perbandingan antara aparatur perpajakan dan wajib pajak, serta melakukan upgrading atau peningkatan sumberdaya teknologi dan infrastruktur perpajakan agar mempermudah proses pengolahan data dan informasi perpajakan sehingga dapat mengurangi cost of collection dan berjalan lebih efektif. b) Melakukan evaluasi dan mempertimbangkan usulan revisi terkait Pasal 34 Undang-Undag KUP tentang kerahasiaan jabatan dengan undang-undang atau peraturan lain agar berjalan harmonis dan selaras, sehingga proses pelaksanaan penghimpunan dan pemanfaatan data serta informasi berlangsung lebih optimal dan meningkatkan partisipasi pihak ketiga sumber data eksternal DJP. c) Melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi dengan menambahkan ketentuan pada perjanjian yang telah berlangsung saat ini, seputar perubahan nomenklatur dan pengalihan SKPD.

Daftar Referensi

Buku:

Badan Pusat Statistik. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Dubin, Jeffrey,A. (2002). The Causes and Consequences of Income Tax Non Compliance. New York: Springer.

Jogiyanto. (2005). Analisis dan Desain Sistem /informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Lubis, Irwansyah. (2011). Kreatif Gali Sumber Pajak. Jakarta: P.T. Elex Media Komputindo. Mansury, R. (1996). Pajak Penghasilan Lanjutan. Jakarta: IND-HILL CO. Murdick, Robert G., Ross Joel E., and Clagget, James R. (1985). Information Systems for

Modern Management. USA: Prentice Hall. Nugroho, Riant D. (2004). Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta:

PT. Elex Media Komputindo. Nurmantu, Safri. (1994). Dasar-Dasar Perpajakan. Jakarta: Ind-Hill-Co. Parsons, Wayne. (2011). Poblic Policy: An Introduction to the Theory and Practice of Policy

Analysis (terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Seidler, Jerzy A. (1997). Information System and Data Compression.Netherland: Kluwer

Academic Publishers. Soemitro, Rochmat, S.H. (1988). Asas Dasar Perpajakan 1 Edisi Revisi. Bandung: P.T.

Eresco. Peraturan Perundang-Undangan:

Direktur Jenderal Pajak. Keputusan Nomor KEP-205/PJ/2013 Tanggal 3 April 2013 Tentang Penunjukan Pejabat yang Bertanggung Jawab dan Berwenang Untuk Menerima

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015

Page 17: Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Data dan Informasi

17

Rincian Jenis Data dan Informasi Terkait Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 Tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan

. Surat Edaran Nomor SE-34/PJ/2012 Tanggal 27 Juni 2012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Operasional Pengolahan Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan pada Kantor Pengolahan Data Eksternal

. Surat Nomor S-28/PJ/2013 Tanggal 28 Februari 2013 Tentang Instruksi Untuk Melakukan Koordinasi Dengan Pemerintah Daerah Terkait Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012

. Surat Nomor S-242/PJ.10/2015 Tanggal 17 Maret 2015 Tentang Penyampaian Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Tentang Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan

Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jakarta Nomor 6 Tahun 2010 Tanggal 5 November 2010 Tentang Ketentuan Pajak Daerah

Perjanjian Kerja Sama (PKS/MoU) Antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tentang Pelaksanaan Koordinasi Dalam Upaya Optimalisasi Penerimaan Pajak Pusat, Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah Nomor KEP-12/PJ.09/2014 Tanggal 17 Maret 2014

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1134/PMK.01/2011 Tanggal 18 Agustus 2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data Eksternal

.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 Tanggal 4 Januari 2013 Tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan

.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.03/2013 Tanggal 30 September 2013 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 Tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan

.Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 Tanggal 27 Februari 2012 Tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan

. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tanggal 17 Juli 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tanggal 23 September 2008 Tentang Pajak Penghasilan

Publikasi Lembaga:

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. Laporan Tahunan 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak. 2012

. Laporan Tahunan 2013. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak. 2013

Implementasi kebijakan ..., Sayyid Malik Alfattah, FISIP UI, 2015