implemantasi pasal 31 undang-undang … 2018 309 tahun 1945 yakni membentuk suatu pemerintahan yang...
TRANSCRIPT
SIPENDIKUM 2018
307
IMPLEMANTASI PASAL 31 UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERATAAN
PENDIDIKAN DAN PERLUASAAN AKSES PENDIDIKAN
Suartini Supendi1
Email: [email protected]
Abstrak
Implementasi Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945 tertuang dalam berbagai
kebijakan pemerintah khususnya dalam pemerataan dan perluasaan akses
pendidikan di Indonesia. Tujuan negara yang termaktub dalam pembukaan
alinea keempat dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Penelitian ini merupakan
penelitian hukum (normatif). Pendekatan yang akan digunakan dalam
penelitian hukum ini yakni meliputi Statute Approach (Pendekatan
Perundang-undangan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
implementasi terhadap pasal 31 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 belum terlaksana dengan baik karena banyak faktor yang menjadi
hambatan khususnya faktor ekonomi danamun demikian peraturan
mengenai
Kata kunci: Pemerataan, Perluasaan, Akses Pendidikan.
Pendahuluan
Pasal 31 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi tentang hak dan
kewajiban dalam pendidikan dan kebudayaan. Bahwa setiap Warga Negara wajib
mengikuti Pendidikan Dasar dan Pemerintah wajib membiayainya. Realisasi pasal
tersebut pemerintah mencanangkan berbagai program wajib belajar dari mulai
pendidikan dasar yang hingga kini berkembang menjadi tidak hanya pada pendidikan
dasar tapi pada pendidikan menengah dan atas.
Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (SisDiknas) yaitu “Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, keceerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.2
Selain Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-undang
Perlindungan anak pun mengatur ketentuan bahwa anak wajib mendapatkan pendidikan
1Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia
2 Indonesia, Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 20 tahun 2003, LN No. 78
tahun 2003 dan TLN No. 4301, Pasal 1.
SIPENDIKUM 2018
308
dan tumbuh kembang sesuai dengan minat dan bakat hal itu tercantum di pasal 9
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak.
Perwujudan Pemerataan Pendidikan merupakan suatu Kebijakan Pemerintah
dalam mewujudkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dan sebagai
pelaksanaan dari rumusan tujuan Negara Indonesia yang secara lengkap dirumuskan
dalam alenia keempat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang meliputi:
1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2. Memajukan kesejahteraan umum,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa,
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan abadi dan
keadilan sosial.
Pada tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia tidak hanya menjadi
tugas utama negara tetapi juga rakyat Indonesia harus aktif dalam usaha mencerdaskan
diri, karena kegiatan Pendidikan yang diharapkan menjadi output yang baik bagi
kehidupan bangsa Indonesia akan dapat terealisasikan jika semua pihak mendukung
penyelenggaraaannya. Tidak hanya tertumpu pada kebijakan pemerintah dan birokrasi
pendidikan tapi juga tanggungjawab orangtua dan masyarakat.3
Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar yang pelaksanaannya
juga menjadi tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat seperti
yang tertuang dalam pasal 34 UU No. 20 tahun tentang SisDiknas adalah sebagai
berikut:
(1) “Setiap warga Negara berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti Program
Wajib Belajar.”
(2) “Pemerintah dan Pemerintah daerah menjamin terselenggaranya Wajib
Belajar minimal pada Jenjang Pendidikan Dasar tanpa memungut biaya.” 4
(3) “Wajib Belajar merupakan tanggungjawab negara yang diselenggarakan oleh
Lembaga Pendidikan Pemerintah, Pemerintah daerah dan masyarakat.”
(4) “Ketentuan mengenai Wajib Belajar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Penelitian terhadap Perwujudan Pemerataan Pendidikan menarik untuk dikaji
setidaknya disebabkan oleh 3 (tiga) hal yaitu:
Pertama, bahwa Pendidikan adalah hak setiap warga negara untuk
memperolehnya sehingga pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar harus
terealisasikan dalam kehidupan bangsa Indonesia serta untuk mewujudkan tujuan
nasional yang diamanatkan dalam alinea keempat UUD Negara Republik Indonesia
3 Masyarakat sebagai wadah interaksi social politik yang luas, serta mobilisasi kelompok untuk
berpartisipasi pada berbagai aktivitas, dapat berlangsung sesuai dengan aturan dan kepantasan yang ada,
lihat Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi (Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara), cetakan ke-1
(Bandung: Belantika, 2004), hal 51. 4 Jenjang Pendidikan adalah tingkat pendidikan persekolahan yang berkesinambungan antara satu jenjang
dengan jenjang yang lainnya. Jenjang Pendidikan yang termasuk jalur Pendidikan sekolah adalah Jenjang
Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi, Lihat Lima Puluh Tahun
Perkembangan Pendidikan di Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1996, hal 176.
SIPENDIKUM 2018
309
Tahun 1945 yakni membentuk suatu Pemerintahan yang dapat mencerdaskan kehidupan
bangsa dan sebagai implementasi dari pasal 31 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Kedua, bahwa Permasalahan pemerataan dan perluasan akses Pendidikan
merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan karena keduanya tidak bersifat alternatif,
kita tidak mungkin memilih pemerataan pendidikan baru kemudian perluasan akses
pendidikan ataupun sebaliknya5.
Ketiga, bahwa hambatan-hambatan yang ada dalam pelaksanaan Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar baik dari segi Kebijakan Pemerintahan maupun dari faktor
ekonomi, sosial dan budaya harus segera ditangani dengan cepat oleh Pemetrintah.
Tiga hal yang dikemukakan diatas merupakan suatu gambaran yang amat
penting karena dengan dikajinya tiga maslah tersebut maka akan kita dapatkan
gambaran yang jelas tentang penyelenggaraan Perwujudan Pemerataan Pendidikan di
Indonesia apakah telah berjalan baik atau kelemahan tersebut telah dapat teratasi. Dan
tiga hal diatas didasari pada fakta-fakta yang kita temui dan kita dapatkan dari berbagai
penelitian para pakar pendidikan atau lembaga yang mendukung program tersebut.
Berdasarkan latar belakang dikemukakan diatas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimanakah Implementasi pasal 31 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam mewujudkan pemerataan dan perluasaan
akses pendidikan.
Metode Penelitian
Rancangan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu jenis
pendekatan yang mengkaji atau menganalisis data sekunder seperti bahan pustaka atau
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primerdan bahan hukum sekunder . Bahan-
bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan dan ditarik
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
5 Program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar( wajar diknas) 9 (sembilan) tahun merupakan upaya
pemerintah dalam memberikan pelayanan yang adil dan merata bagi penduduk yang menghadapi
hambatan ekonomi dan sosial-budaya ( yaitu penduduk dalam kemiskinan, memiliki hambatan geografis,
daerah perbatasan, dan daerah terpencil), maupun hambatan atau kelainan fisik, emosi, mental serta
intelektual peserta didik. Maka diperlukan strategi yang lebih efektif antara lain dengan membantu dan
memberikan kemudahan mereka yang belum bersekolah, mengalami putus sekolah, serta lulusan
SD/MI/SDLB yang tidak bisa melanjutkan ke SMP/MTs/ SMPLB yang masih besar jumlahnya agar
bisa memperoleh layanan pendidikan. https://www.kompasiana.com/lisbudirahayu/peningkatan-mutu-
pendidikan-dengan-akses-yang-meluas-dan-merata diakses tanggal 19 Februari 2018
SIPENDIKUM 2018
310
sedang ditangani.6 Dalam metode pendekatan undang-undang peneliti perlu memahami
hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.7 Dalam penelitian ini
pendekatan dilakukan dengan menelaah peraturan perundang undangan maupun hukum
positif yang berlaku di negara Indonesia khususnya yang berkaitan dengan
implementasi pasal 31 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkait dengan
pemerataan dan perluasan akses pendidikan.
Pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data
sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier”. Bahan
hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan hukum sekunder adalah
bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti
misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan
hukum, dan seterusnya; serta bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya
kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.8
Hasil dan Pembahasan
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar dalam Kaitannya dengan Implementasi
Pasal 31 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wajib belajar adalah amanat konstitusi yang perlu dikawal bersama. Pemerintah,
Keluarga, serta masyarakat perlu bersinergi. Tanggung Jawab ini tidak bisa ditimpakan
hanya pada kelompok partikular. Lebih dari itu, harus adanya langkah konkret yang
mendesak untuk dilakukan9, diantaranya:
1. Pertama, diperkuat kembali program layanan pendidikan dasar, terutama bagi
masyarakat tidak mampu.
2. Kedua, sekolah harus diberi kepercayaan dan kemandirian melaksanakan
wajib belajar melalui pendekatan kontekstual yang bersandar manajemen
berbasis sekolah.
3. Ketiga, sekolah swasta perlu diberi kesempatan yang lebih besar menampung
anak usia wajib belajar dengan penyediaan layanan pendidikan bermutu.
4. Keempat, perlu adanya peningkatan partisipasi masayarakat (misalnya:
dewan pendidikan, komite sekolah, tokoh masyarakat, tokoh agama, kepala
desa, karang taruna, pemuda gereja, jemaah pengajian, serta kelompok tani
dan nelayan) dalam penuntusan wajib belajar.
5. Kelima, pemerintah daerah harus sungguh-sungguh menggalang kekuatan
dari berbagai pihak guna mencapai target tersebut. Penanganan Wajib belajar
yang diserahkan secara lokal mewajibkan pemerintah daerah agar tidak
semata-mata menunggu bantuan pusat.
6 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif , Jawa Timur : Bayu Media
Publishing, Cetakan ke-4, 2008, halaman 93. 7 Ibid., hlm. 96.
8 Ibid., hlm 98.
9 M. Thorin Hasan, Pendidikan Dasar (Program Wajib Belajar dalam Bayang Keraguan),
http://kompas.com-wacana.mht, diakses tanggal senin 24 November 2017.
SIPENDIKUM 2018
311
Komitmen antara masyarakat dan pemerintah yang tertuang dalam pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang mana salah satu tujuan nasional
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia dan diamanatkan dalam pasal 31
UUD Negara Republik Tahun 1945 ayat (2) bahwa “ Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintahan wajib membiayainya”. Mengacu pada
hal tersebut juga dirumuskan dalam pasal 31 UUD Negara Republik Tahun 1945 ayat
(4) “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Adapun bentuk konkrit dari implementasi pasal 31 Undang-undang Dasar 1945
tersebut adalah program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 1984.
Wajib belajar terutama yang termasuk pada pembebasan biaya pendidikan sebagai
bentuk tanggung jawab negara terhadap penyelenggaraan program tersebut. program
ini merupakan jaminan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mendapat pendidikan yang
menjadi hak dasar dalam hidupnya, sehingga pelaksanaan seluruh jenjang pendidikan
dasar seharusnya sudah dapat terlaksana dengan baik. Hal ini merupakan
tanggungjawab pemerintah untuk membiayainya sampai anak-anak yang bersangkutan
menamatkan jenjang pendidikan dasar sembilan tahun seperti yang dicanangkan dan
diselenggarakan oleh pemerintah.10
Adapun hal yang terkait dengan Implementasi Pasal 31 Undang-Undang Dasar
1945 dengan penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar yang
diselenggarakan oleh Pemerintah akan dibahas penulis dengan menjabarkannya
kedalam hak dasar warga negara Indonesia dalam bidang pendidikan.
Hak Dasar Warga Negara Indonesia Dalam Bidang Pendidikan
Hak dasar warga negara merupakan hak asasi yang melekat dalam diri manusia
itu sendiri, kewajiban bagi pemerintah untuk melindungi dan menjaga hak tersebut. Di
Indonesia hak asasi manusia mulai menjad sorotan utama bagi pemerintah pada tahun
1999 dengan lahirnya reformasi di negara kita. Pengakuan terhadap Perlindungan Hak
Asasi Manusia dapat dilihat dalam Undang-undang tentang hak asasi manusia yaitu UU
No. 39 tahun 1999.
Salah satu komponen Hak Dasar Warga Negara adalah hak dalam bidang
pendidikan yang mana Pendidikan adalah prioritas bagi anak-anak berusia 7-15 tahun
atau kita sebut sebagai anak usia sekolah dan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
Pernyataan tersebut telah ada dalam salah satu rumusan tujuan Nasional yang terdapat
dalam alinea keempat pembukaan UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945, yang mengatakan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan sesuai dengan amanat
pasal 31 undang-undang dasar 194511
.
10
Jimly, Asshidiqie, Konsolidasi naskah UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 sesudah
perubahan keempat, (Jakarta : Yasif Watampone, 2003), hal 73-75. 11 Hernadi Affandi, Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Menurut Undang-
undang Dasar Tahun 1945, Jurnal Hukum POSITUM Vol. 1, No. 2, Juni 2017, Hal 218-243, hlm 1.
SIPENDIKUM 2018
312
Uraian diatas akan dibahas lebih lanjut dalam Hak anak dalam bidang
Pendidikan ditinjau dari :
1. Undang-undang Dasar 1945
Tujuan Nasional negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 alenia keempat yang mana
salah satu butirnya mengatakan tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Keinginan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Keinginan untuk mencerdaskan bangsa yang
dimulai pada tahun 1984 dengan dicanangkannya Program Wajib Belajar 6
tahun yang sekarang diperluas menjadi wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Undang-undang dasar 1945 yang juga telah diubah empat kali oleh MPR pada
tahun 2002 dimana salah satu pasal yang ditambahkannya adalah pasal tentang
hak warga negara untuk memperoleh pendidikan dasar. Seperti tercantum dalam
pasal 31 UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 disebutkan
bahwa :
1. Setiap warga negara berhak untuk mendapat Pendidikan
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
3. Pemerintahan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan
Pengajaran Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan Undang-undang.
4. Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran
pendapatan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional
5. Pemerintahan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Hak atas pendidikan merupakan konsepsi HAM generasi kedua yang mencakup
upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan
kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untuk menentukan status politik, hak
untuk menikmati ragam penemuan-penemuan ilmiah, dan lain sebagainya.
Inilah salah satu mengapa suatu negara sangat peduli terhadap pendidikan
sehingga menyediakan anggaran dalam jumlah besar untuk penyelenggaraan
pendidikan. Semua itu dilakukan dalam rangka membangun suatu sistem pendidikan
yang memiliki karakteristik, kualitas, arah, dan output yang diinginkan. Untuk
memastikan terwujudnya keinginan tersebut banyak negara mengarahkan kontrol yang
sangat ketat terhadap program-program pendidikan baik yang diselenggarakan sendiri
oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan memberikan
sanksi yang melanggar.
SIPENDIKUM 2018
313
Bagaimanapun juga, pendidikan dalam makna sebagai refleksi dari hak asasi
manusia untuk menentukan masa depannya sendiri haruslah merupakan proses
pengalaman belajar dan untuk menyadari eksistensinya sebagai manusia seutuhnya
dalam menyongsong masa depan. Sehingga sebagian dari pendidikan dapat dikatakan
sebagai “ pendidikan kehidupan masa depan” tidak semuanya mengacu pada keadaan
tersebut namun pendidikan adalah prioritas negara untuk membangun bangsa dan
generasi mudanya12
.
Hambatan Dalam Perwujudan Pemerataan akses Pendidikan
Setiap penyelenggaraan program pemerintahan pastilah akan menemukan
hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya baik dari segi ekonomi maupun dari segi
sosial dan budaya semua ini disebabkan bahwa pendidikan bukan hanya persoalan
mendidik bangsa menjadi suatu output yang baik tetapi juga sebagai suatu hubungan
keterkaitan antara faktor ekonomi, faktor sosial budaya, di mana faktor-faktor tersebut
amat erat membayang-bayangi dan menjadi hambatan dalam pelaksanaan program
tersebut13
.
Ketiga faktor ini dirasakan penting untuk dikaji karena faktor-faktor itulah yang
kerap kali membayang-bayangi langkah pendidikan di Indonesia, yang bukan asing lagi
bagi kita mengatakan bahwa mahalnya pendidikan di negara kita dan faktor sosial
budaya yang menyebabkan banyak masyarakat beranggapan bahwa pendidikan bukan
jalan untuk merubah hidup mereka dengan pernyataan “sekolah tinggi-tinggi pun
percuma kalau hanya menjadi pengangguran” dan berbagai ragam budaya yang
mengatakan bahwa perempuan itu tidak boleh sekolah tinggi-tinggi karena nantinya
akan disokong oleh pria untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya setelah menikah.
Hal inilah yang kerap menghambat jalannya program tersebut bahkan menjadi
suatu alasan logis bagi masyarakat untuk tidak atau enggan berpartisipasi dalam bidang
pendidikan. Walaupun kita tidak boleh juga menutup mata dari faktor geografis
Indonesia dalam pemerataan dan perolehan akses pendidikan sulitnya jangkauan
geografis suatu daerah akan juga menghambatnya jalannya program tersebut.
Hambatan-hambatan yang dihadapi akan diuraikan sebagai berikut :
a. Hambatan dalam bidang Ekonomi
12 Lukman Hakim, Pemertaan akses pendidikan bagi rakyat sesuai dengan amanat undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016,
hlm 1.
13 Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional.
Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di
berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu, pemerintah berkewajiban
untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan
kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan
pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan
umum. https://argorekmomenoreh.wordpress.com/2013/12/28/pemerataan-pendidikan/ diakses tanggal 10 februari 2018.
SIPENDIKUM 2018
314
Pendidikan memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pembangunan
ekonomi,14
bersamaan dengan itu pendidikan harus didukung pembiayaan memadai,
terutama diperuntukkan bagi penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar
sembilan tahun dan kini sudah menjadi wajib belajar 12 tahun maka pemerintah harus
menjamin seluruh anak usia sekolah dasar memperoleh pendidikan dasar.
Banyaknya angka anak putus sekolah karena kesulitan ekonomi mengakibatkan
mereka tidak mempunyai kesempatan untuk terus bersekolah dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Harus diakui bahwa faktor biaya atau ekonomi
selama ini merupakan kendala utama bagi anak-anak yang kurang mampu untuk
meneruskan pendidikan. Faktor ekonomi juga menyebabkan masyarakat yang pada
ekonomi rendah kurang memahami arti penting dari pelaksanaan program wajib belajar
pendidikan dasar dan dapat juga dikarenakan kurang jelasnya sosialisasi program
pendidikan dan keterbukaan penyelenggarakan pendidikan akan informasi kepada
masyarakat. DKI Jakarta menyelenggarkan Program Kartu Jakarta Pintar yaitu program
yang mana pemerintah memberikan dana melalui kartu tersebut untuk kebutuhan
sekolah anak-anak yang kurang mampu sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat tidak
menyekolahkan anaknya karena alasan ekonomi atau kemiskinan.
Faktor ekonomi selalu dikaitkan dengan kemiskinan rakyat sehingga kemiskinan
menjadi dua hal yang pelik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan
menyebabkan terhambatnya peningkatan taraf hidup seseorang di berbagai bidang,
seperti menyebabkan ketertinggalan seseorang dalam berbagai bidang seperti misalnya
peningkatan pendidikan, yang mana dapat kita buktikan dengan beberapa siswa putus
sekolah karena biaya pendidikan yang semakin mahal, belum lagi persoalan lainnya
seperti akses ekonomi, sosial, budaya dan politik, yang mana tetap saja masyarakat
miskin kurang dapat mengakses secara maksimal.
Kemiskinan yang secara alami terjadi disebabkan faktor alam yang kurang
mendukung terhadap penggunaanya. Masyarakat di hadapkan pada daerah-daerah
dengan tanah yang tandus dan mudah mengalami kekeringan, hasil panen yang
merupakan penopang hidup kadang tidak sesuai yang diinginkan (gagal panen),
keadaan-keadaan ini membuat masyarakat tersebut ekstra menggali rezeki demi
kelangsungan hidupnya.
Masalah kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah besar khususnya
pada daerah yang kondisi geografi sangat sulit terjangkau untuk pembangunan dan
pemberian layanan umum baik pendidikan, kesehatan perumahan dan lain sebagainya.
Kedua masalah tersebut adalah masalah yang akan menghambat pembangunan baik
ekonomi maupun sumber daya manusianya.
14
Tidak diragukan lagi, salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi di negara Korea adalah
komitmen yang kuat dalam membangun pendidikan. Berbagai studi menunjukkan basis pendidikan di
Korea memang amat kokoh. Pemerintah Korea mengambil langkah-langkah eksapnsif antara tahun 1960-
an dan 1990-an guna memperluas akses pendidikan bagi segenap warga negara dengan
menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan dasar sudah dilaksanakan sejak lama dan berhasil
dituntaskan tahun 1965. http://[email protected], pendidikan, diakses 2 November 2017.
SIPENDIKUM 2018
315
Sebagai solusi untuk rakyat miskin akan perolehan pendidikan maka pemerintah
mengeluarkan kebijakan dengan berbagai macam program dari program wajib belajar
dari pendidikan dasar hingga menengah lalu sekarang sudah beranjak maju ke
pendidikan atas dan program dana BOS ( Bantuan Operasioanl Sekolah) , BOS buku
dan Pengadaan Bus sekolah gratis atau pemerintah daerah dengan program kebijakan
lainnya untuk mewujudkan pemerataan pendidikan sehingga faktor kemiskinan yang
menjadi faktor penghambat program seharusnya sudah tidak ada lagi namun pada
kenyataan masalah ekonomi dan kemiskinan tetap saja menjadi hambatan bagi
masyarakat untuk memperoleh pendidikan dengan beragam alasan seperti biaya
sekolahnya yang gratis baju dan lain-lain nya mahal belum lagi transportasi dan
kebutuhan anak lainnya .
b. Hambatan dalam bidang Sosial dan budaya
Pentingnya memahami nilai-nilai budaya sebagai energi sosial yang mendorong
kreativitas dan inovasi masyarakat termasuk kelompok etnis dan agama. Di negara-
negara berkembang ada kelompok yang gagal atau kelompok yang berhasil dari pada
lainnya hal itu disebabkan nilai budaya secara kokoh membentuk kinerja politik,
ekonomi, dan sosial suatu bangsa. Dengan demikian bukan kolonialisme atau model
bantuan ekonomi negara-negara maju yang melahirkan “ketergantungan” itu.15
Dalam masyarakat kita terdapat sejumlah nilai budaya tradisional yang
meletakkan tugas utama perempuan di arena domestik. Sudah sering dikeluhkan bahwa
jika sumber-sumber pendanaan keluarga terbatas, maka harus didahulukan untuk
sekolah adalah anak laki-laki.16
Hal ini umumnya dikaitkan dengan tugas pria yang
apabila sudah dewasa ia harus mencari nafkah, hal inipun tidak dapat terlupakan bahwa
tugas perempuan sebagai pendidik dan menjaga kesejahteraan keluarga juga sebagai ibu
yang telah mempersiapkan anak-anaknya untuk dapat berkembang dan bersaing baik
dari pendidikan maupun dari kreativitas anak tersebut.
Pada prinsipnya, pendidikan mendorong terbentuknya rasa saling menghormati
dan menghargai serta menciptakan kerjasama antar perempuan dan laki-lakiserta
menghapuskan diskriminasi gender dalam memperoleh hak pendidikan dan pengajaran
seperti dalam pasal 31 undang-undang Dasar 1945 dan undang-undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Keterbatasan pendidikan dan pelatihan bagi kaum perempuan untuk
meningkatkan posisi tawar menawar menuju kesetaraan gender masih memerlukan
perjuangan yang lebih serius.17
Kondisi dan posisi perempuan di Indonesia masih jauh
15
Ketergantungan merupakan implikasi adanya inferioti, dimana suatu negara tidak bias mengendalikan
nasibnya dan hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh negara-negara lain seperti tang dikemukan
David Landes dalam The Wealthand Property of Nation yang diterjemahkan dalam yang berjudul hamper
semua perbedaan berasal dari budaya. Kusnaka Adimihardja, Nilai Budaya Mendorong Kemajuan
Manusia, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2007/01/2007/05/0902.html, diakses tanggal 5 November
2017. 16
Anggit Pulungsih, Pemberdayaan Pendidikan Perempuan, http://www.disdakmen.org/?hal=0.html,
diakses tanggal 2 November 2017. 17
Ibid.,
SIPENDIKUM 2018
316
tertinggal dibanding laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan.18
Di bidang pendidikan,
dapat kita lihat bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin berkurangnya
peserta didik perempuan.
Perjuangan R.A Kartini yang membuat perempuan Indonesia maju dalam bidang
pendidikan19
yang mana cita-cita pendidikannya adalah kesetaraan gender yang menuju
kepada perbaikan kedudukan derajat wanita hal ini disebabkan karena melihat
kepincangan dalam masyarakatnya serta perlakuan yang tidak adil terhadap kaum
wanita Indonesia. Cikal bakal pendidikan perempuan lahir darinya yang mana ia
membuka sekolah umum untuk kaum perempuan sebagai upaya untuk mewujudkan
cita-cita pendidikannya. Bukan hanya R.A Kartini saja yang memperjuangkan
pendidikan untuk perempuan tetapi juga Rd. Dewi Sartika20
pun ikut memperjuangkan
pendidikan perempuan yang mana cita-citanya merupakan cita-cita R.A Kartini juga
yaitu memperjuangkan derajat wanita untuk kesetaraan gender dengan membuka
sekolah istri.
Pergeseran paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah telah
tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yaitu mewujudkan sistem dan
iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna tercapainya bangsa
yang berakhlak dunia, kreatif, inovatif berwawasan kebangsaan cerdas, terampil, serta
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan dan dalam penjelasan umum pasal-pasal yang berkaitan
dengan pendidikan.
Di dalam kehidupan ekonomi, tidak adanya kehendak bersama tersebut
menemukan pernyataan di dalam bentuk tidak adanya permintaan sosial yang dihayati
bersama oleh seluruh elemen masyarakat (common social demand).21
Setiap masyarakat
politik, menurut Furnival dari kelompok nomad sampai berdaulat, berangsur-angsur
melalui suatu periode waktu tertentu membentuk peradaban dan kebudayaannya sendiri
: membentuk kesenian sendiri baik dalam bentuk sastra, seni lukis, maupun musik serta
membentuk berbagai kebiasaan di dalam kehidupan sehari-hari: berupa terbentuknya
sistem pendidikan informal dimana setiap anggotanya tersosialisir sebagai anggota
masyarakat tersebut.22
Dengan diakuinya dinamika sebagai inti jiwa masyarakat, banyak sosiolog
modern yang mencurahkan perhaitannya pada masalah-masalah perubahan sosial
kebudayaan pada masyarakat.23
Masalah tersebut menjadi lebih penting lagi dalam
hubungannya dengan pembangunan ekonomi yang diusahakan oleh banyak msayrakat
18
Ibid., 19
I. Djumhur dan Dana Saputra, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV Ilmu, 1959), hal 150-155. 20
Ibid., hal 156-159. 21
Dikutif dari buku Sistem Sosial Indonesia yang ditulis oleh Nasikun, yang mana pendapat tersebut
dipaparkan oleh J.S. Furnival dalam bukunya “colonial policy and practice: A comparative Study of
Burma and Netherlands India, New York University Press. Washington Square, New York, 1956, hal
306-308. 22
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada 2007), hal 37. 23
Soerjono Soekanto, Sosisologi Suatu Pengantar, Cetakan ke-38 (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2005)
hal 303.
SIPENDIKUM 2018
317
negara-negara yang memperoleh kemerdekaan politiknya setelah perang dunia ke- II.
Perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari ciri-ciri tertentu,24
antara lain adalah
tidak adanya masyarakat yang berhenti perkembangnya karena setiap masyrakat
megalami perubahan secara cepat atau lambat, perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan lembaga-lembaga sosial
lainnya, perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual
saja, karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
Tinjauan sosial dan budaya tidak terlepas dari hubungan antara manusia,
hubungan antara kelompok serta hubungan manusia dengan kelompok, dalam proses
kehidupan masyarakat, yang mana lazimnya disebut dengan proses interaksi sosial.
Dalam proses ini melibatkan anak, remaja, orang dewasa bahkan orang tua dan terjadi
sosialisasi.25
Menyoroti peranan lingkungan sosial dalam mempengaruhi tumbuhnya motifasi
dan keberhasilan studi anak dan remaja kiranya jelas bahwa ada pengaruh yang
menunjang dan ada yang mengahalanginya kedua-duanya akan dijelaskan dengan cara
mengungkapkan peranan yang diharapkan dari lingkungan-lingkungan tersebut dan
peranan yang nyata atau sesungguhnya yang terungkap dalam pola prilaku.
Lingkungan-lingkungan yang mempengaruhinya adalah:
1. Orang tua, saudara-saudara dan kerabat dekat.
2. Kelompok Sepermainan.
3. Kelompok Pendidik.
Sudah tentu perlu kita berikan catatan bahwa lingkungan tersebut diatas juga
dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang lebih besar, seperti misalnya lingkungan
tetangga, lingkungan bekerja, lingkungan organisasi, lingkungan masyarakat dan
bagian-bagiannya, maupun negara sebagai lingkungan sosial-ekonomi-politik.
Lingkungan juga mempengaruhi pola pikir anak dan remaja dalam menyikapi
pendidikan seperti kenyataan yang mereka liat dalam keseharian atau fakta yang pada
masa kini lebih transparan dapat ditemukan di berbagai media baik cetak maupun
elektronik membentuk pola pikir anak akan kebutuhannya atas pendidikan seperti kita
contohkan pada lingkungan pedesaan seseorang yang bersekolah pada jenjang
Perguruan Tinggi sangatlah minim dalam jumlah tetapi dalam kota-kota besar seseorang
dapat melanjutkan pendidikan sampai kenjenjang Perguruan Tinggi dengan jumlah yang
banyak dikarenakan pergesaran pola pikir masyarakat bahwa perguruan tinggi
merupakan suatu level yang harus ditempuh oleh anakya yang tidak banyak kita temui
banyak orang tua yang rela menjual harta benda mereka untuk menyekolahkan anaknya.
Adanya budaya malu bagi sebagaian orang tua yang cukup mampu dalam bidang materi
jika tidak menyekolahkan anaknya sampai pada perguruan tinggi dikarenakan anggapan
24
Ibid., hal 310. 25
Sosialisasi tersebut merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar pihak yang dididik atau diajak,
kemudian mematuhi kaidah-kaidah dan nilai yang berlaku dan dianut oleh masyarakat, yang tujuan
pokoknya manusia dapat menanamkan kaidah dan nilai dalam kehidupannya serta menghargainya. Ibid.,
hal 142.
SIPENDIKUM 2018
318
masyarakat yang kian bergeser sehingga membentuk opini untuk apa harta yang
melimpahkan jika ia tidak mampu menyekolahkan anaknya sampai pada perguruan
tinggi.
Faktor ekonomi dan sosial dan budaya memang menarik untuk dikaji dengan
berbagai versi dan cara namun semuanya merupakan faktor yang akan menghambat
majunya Pendidikan Indonesia jika tidak segera diberikan solusi dan diberantas sampai
pada akar permasalahnnya. Banyaknya pengangguran di Indonesia membuat suram
catatan keberhasilan pendidikan karena dengan kata lain apakah output yang dihasilkan
pemerintah mempunyai jaminan untuk dapat bekerja layak dan mampu menghidupi
mereka. Inilah janji dari pemerintah yang mana output dihasilkan tersebut dibina dan
dikembangakan untuk menjadi insan-insan profesional dan bukan hanya untuk siswa
yang berprestasi saja tetapi bagi siswa yang sudah berpartisipasi dalam bidang
pendidikan sampai level tertinggi pun harus diberikan kesempatan yang sama.
Faktor-faktor yang telah diuraikan diatas berdasarkan pada hasil penelitian dan
kenyataan yang hidup pada masyarakat Indonesia, baik faktor ekonomi maupu faktor
sosial budaya yang mana keduanya merupakan hambatan dalam penyelenggaraan
program wajib belajar pendidikan dasar memang suatu yang ironis kita perlihatkan dari
keadaan negara kita sehingga kita tidak dapat menutup mata kita untuk berpaling dari
kedua hal. Kemajuan suatu bangsa dapat terlihat dari segi peningkatan perekonomian
bangsa, peningkatan pendidikan dan peningkatan sosial budaya dalam diri masyarakat
untuk menjadi bangsa yang berkembang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Implementasi pasal 31 Undang-undang
Dasar 1945 merupakan penjabaran langsung hak-hak pendidikan bagi warga negara
Indonesia , keterkaitan antara implementasi pasal tersebut merupakan kajian kebijakan
pemerintah yang dapat disoroti dengan hasil kebijakan dan konsekuensinya terhadap
warga negara Indonesia. Perwujudan pasal tersebut dijabarkan pada kebijakan-
kebijakan lain di bidang pendidikan yang mana arah dan tujuan serta pelaksanaan dan
evaluasi atas penyelenggaraan tersebut pun diatur dalam peraturan perundang-undangan
di Indonesia. Terkait langsung antara implementasi pasal 31 UUD NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 adalah pemenuhan hak anak atas pendidikan
dan upaya untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan akses menuju demokrasi dan
berkeadilan dalam penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar. Faktor
yang menghambat jalannya penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar
adalah faktor ekonomi yang cendrung dikaitkan pada faktor kemiskinan rakyat, serta
faktor sosial budaya masyarakat Indonesia dan kurangnya partisipasi masyarakat secara
penuh akan pendidikan anak-anak mereka yang perlu kita berikan solusi sehingga target
dan sasaran serta tujuan kebijakan tersebut terpenuhi.
SIPENDIKUM 2018
319
Daftar Pustaka
Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi (Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara),
cetakan ke-1 (Bandung: Belantika, 2004)
Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan di Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan tahun 1996
Sf. Marbun, dkk., Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi, (Yogyakarta: UII-
Press, 2002)
Maleho Soemarsono, Negara Hukum ditinjau dari sudut teori tujuan negar, (Jurnal
Hukum & Pembangunan tahun ke-37 No,2 April-Juni 2007, (Jakarta: Badan
Penerbit FH UI, 2007)
Padmowahyono, Kuliah-kuliah Ilmu Negara, cetakan 1, (Jakarta: Indi Hill, 1966)
Soehino, Ilmu Negara, cetakan 1, (Yogyakarta: Liberty, 1986)
Saipul Anwar dan Marzuki Lubis, Sendi-sendi hukum AdministrasiNegara, (Medan:
Gelora Madani Perss, 2004)
Gunther Tuebner, Dilemmas of law in the welfare state, (Berlin: New York: de Gruyter,
1985), page 13-14.
Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, cetakan pertama, (Jakarta: Bumi intitama
sejahtera, 2006)
Safri Nugraha, privatisation of state enterprises in the 20th
century a step forwards of
backwards?, first edition, (Jakarta: Institute for law and economics studies Faculty
of law University of Indonesai, 2004
Meriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,cetakan keduapuluh delapan, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama,2006)
Jilmy, Asshidiqqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesi, (Jakarta: 2004),
Damanto, SS, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apolo, 1997)
Safri Nugraha, dkk, Hukum Administrasi Negara, cetakan pertama, (Jakarta: FHUI,
2005)
Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)
I. Djumhur dan Dana Saputra, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV Ilmu, 1959)
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada 2007)
SIPENDIKUM 2018
320
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan ke-38 (Jakarta : PT. Grafindo
Persada, 2005).
Harun, Al-Rasyid, Naskah Undang-undang Dasar 1945 sesudah empat kali diubah
MPR, edisi revisi, (Jakarta: UI-Perss, 2004)
M. Thorin Hasan, Pendidikan Dasar (Program Wajib Belajar dalam Bayang
Keraguan), http://kompas.com-wacana.mht, diakses tanggal senin 24 November
2016.
Lukman Hakim, Pemertaan akses pendidikan bagi rakyat sesuai dengan amanat undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jurnal
EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016, hlm 1.
Website:
Jimly, Asshidiqie, Konsolidasi naskah UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945 sesudah perubahan keempat, (Jakarta: Yasif Watampone, 2003)
http://[email protected], pendidikan, diakses 2 November 2016.
Wasid, Mansur, http://www.dutamasyrakat.com/rubrik/php?id=20590&kat=opini.html,
diakses tanggal 5 November 2016.
http://www.riau.go.id/index.php?module=articele&func=dispaly&ptid=1&aid=667.html
, diakses tanggal 3 November 2016.
http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2007/01/2007/05/0902.html, diakses tanggal 5
November 2016.
Anggit Pulungsih, Pemberdayaan Pendidikan Perempuan,
http://www.disdakmen.org/?hal=0.html, diakses tanggal 2 November 2016.
Pan Mohammad Faiz, “Penafsiran konsep penguasaan negara berdasarkan pasal 33
UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 dan putusan Mahkamah
Konstitusi,” http://www.jurnalhukum.blogspot.com, diakses tanggal 5 Oktober
2007.
https://argorekmomenoreh.wordpress.com/2013/12/28/pemerataan-pendidikan/
https://www.kompasiana.com/lisbudirahayu/peningkatan-mutu-pendidikan-dengan-
akses-yang-meluas-dan-merata