ilmu pendidikanjvkj

17
BAB II ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM A. Pengertian Ilmu Istilah ilmu dalam bahasa Arab, berasal dari kata kerja (fi'il) ‘alima yang memiliki arti mengetahui. Dan kata ilmu itu adalah bentuk kata benda abstrak atau masdar, dan kalau dilanjutkan lagi menjadi ‘alim, yaitu orang yang tahu (subyek), sedang yang menjadi obyek ilmu disebut ma’lum, atau yang diketahui. 1 Sedangkan menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segala pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. 2 Jadi, dalam arti ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (sience-in-general). Menurut arti yang lain, ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu. 3 Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus, seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tafsir dan lain sebagainya. Kemudian dalam perspektif makna, pengertian ilmu sekurang- kurangnya mencakup tiga hal, yakni pengetahuan, aktifitas dan metode. Dalam hal yang pertama ini ilmu sering disebut pengetahuan. Menurut Ziauddin Sardar juga berpendapat bahwa ilmu atau sains adalah “cara mempelajari alam secara obyektif dan sistematik serta ilmu merupakan suatu aktifitas manusia. 4 Kemudian menurut John Biesanz dan Mavis Biesanz dua sarjana ilmu sosial, mereka mendefinisikan ilmu sebagai suatu cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan (an organized 1 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta : PT. AI Husna Zikro 1995). Cet. 3, hln. 132. 2 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Liberty 2000), cet. 5, hlm. 1985. 3 Ibid, hlm. 86. 4 Ziauddin Sardar, Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), cet. 1, hlm. 22. 16

Upload: habib-milanisti

Post on 12-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jkj

TRANSCRIPT

Page 1: ilmu pendidikanjvkj

BAB II

ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pengertian Ilmu

Istilah ilmu dalam bahasa Arab, berasal dari kata kerja (fi'il)

‘alima yang memiliki arti mengetahui. Dan kata ilmu itu adalah bentuk

kata benda abstrak atau masdar, dan kalau dilanjutkan lagi menjadi ‘alim,

yaitu orang yang tahu (subyek), sedang yang menjadi obyek ilmu disebut

ma’lum, atau yang diketahui.1 Sedangkan menurut cakupannya

pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut

segala pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan.2 Jadi,

dalam arti ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (sience-in-general).

Menurut arti yang lain, ilmu menunjuk pada masing-masing bidang

pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu.3

Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus, seperti ilmu

tauhid, ilmu fiqih, ilmu tafsir dan lain sebagainya.

Kemudian dalam perspektif makna, pengertian ilmu sekurang-

kurangnya mencakup tiga hal, yakni pengetahuan, aktifitas dan metode.

Dalam hal yang pertama ini ilmu sering disebut pengetahuan. Menurut

Ziauddin Sardar juga berpendapat bahwa ilmu atau sains adalah “cara

mempelajari alam secara obyektif dan sistematik serta ilmu merupakan

suatu aktifitas manusia.4 Kemudian menurut John Biesanz dan Mavis

Biesanz dua sarjana ilmu sosial, mereka mendefinisikan ilmu sebagai

suatu cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan (an organized

1 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,

(Jakarta : PT. AI Husna Zikro 1995). Cet. 3, hln. 132. 2 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Liberty 2000), cet. 5, hlm. 1985. 3 Ibid, hlm. 86. 4 Ziauddin Sardar, Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim, (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2000), cet. 1, hlm. 22.

16

Page 2: ilmu pendidikanjvkj

17

way of oftening knowledge) dari pada sebagai kumpulan teratur pada

pengetahuan.5 Jadi ilmu adalah merupakan suatu metode. Dari uraian

pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu mempunyai

pengertian sebagai pengetahuan, aktivitas dan metode. Tiga bagian ini

satu sama lain tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya, ketiga hal itu

merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu tidak

mungkin muncul tanpa aktivitas manusia, sedangkan aktivitas itu harus

dilaksanakan dengan metode tertentu yang relevan dan akhirnya aktivitas

dan metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.

Kesatuan dan interaksi tiga hal, yakni aktivitas, metode dan

pengetahuan yang membentuk diri menjadi ilmu. Bila digambarkan dalam

suatu bagan segi tiga sebagai berikut :

Bagan di atas memperlihatkan bahwa ilmu dapat dipahami dari

tiga sudut, yakni ilmu dapat dihampiri dari arah aktivitas para ilmuwan

atau dibahas mulai dari segi metode atau dimengerti sebagai pengetahuan

yang merupakan hasil yang sudah sistematis.6 Bagan di atas dapat

dipahami secara lengkap bila ketiga segi itu diberi perhatian secara

seimbang.

Kemudian menurut Muslim A. Kadir, “ilmu merupakan kumpulan

sistematis sejumlah pengetahuan tentang alam semesta yang diperoleh

melalui kegiatan berfikir”.7 Sebagai produk pikir maka ilmu Islam ini

juga mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi dan situasi sosial

5 The Liang Gie, op.cit., hIm. 88. 6 The Liang Gie, op.cit., hhn. 88-89. 7 Muslim A. Kadir, 11mu Islam Terapan Menggagas Paradigma Amali dalam Agama

Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003) cet. 1, hlm. 201.

Aktivitas

Metode Pengetahuan Ilmu

Page 3: ilmu pendidikanjvkj

18

budaya umat Islam. Maka ilmu yang meliputi seluruh aspek tentang alam

semesta ini sewajarnya bila bersifat terbuka, artinya ilmu pengetahuan itu

sendiri dapat menerima suatu kebenaran dari luar, sehingga ilmu sendiri

dapat semakin komprehensif.

Pemahaman yang teratur tentang ilmu, dengan demikian juga

diharapkan menjadi lebih jelas ialah pemaparan menurut tiga ciri pokok

sebagai serangkaian kegiatan manusia atau aktivitas, dan proses, sebagai

tata tertib tindakan pikiran atau metode dan sebagai keseluruhan hasil

yang dicapai atau produk (pengetahuan). Berdasarkan tiga kategori

tersebut, yakni : proses, prosedur dan produk yang kesemuanya bersifat

dinamis dan berkembang menjadi aktivitas penelitian, metode kerja, dan

hasil penelitian. Dengan demikian ilmu ialah : serangkaian aktivitas

manusia yang rasional dan kognitif dengan metode ilmiah, dan

menghasilkan pengetahuan (teoritis atau praktis) yang sistematis tentang

segala sesuatu yang ada (gejalanya) dengan tujuan mencapai kebenaran.

B. Filsafat limu

Istilah filsafat dan ilmu sering ditemukan dengan mudah di

berbagai literatur, tetapi sewaktu harus mendefinisikan barulah

mengalami suatu kesulitan. Persoalannya apakah filsafat itu merupakan

suatu pertanyaan filosofis yang tidak ada kesatuan pendapat atau bahkan

bertentangan antara satu dengan yang lainnya dalam jawabannya.

Perbedaan ini muncul karena adanya perbedaan pada pusat perhatiannya,

bila titik pangkalnya pada suatu pandangan dunia, maka akan dikatakan

bahwa filsafat merupakan suatu pemikiran rasional tentang pandangan

dunia dalam kehidupan manusia. Sedangkan bila titik tekannya pada

bahasa, maka dinyatakan bahwa filsafat merupakan analisis kebahasaan

untuk mencapai kejelasan mengenai makna dari kata-kata dan konsep.

Page 4: ilmu pendidikanjvkj

19

Akan tetapi perbedaan-perbedaan tersebut bertujuan sama, yakni

mencintai kearifan.

Kata filsafat dalam bahasa Inggrisnya philosophy, yang berasal

dari bahasa Yunani “Thilosopia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta

kearifan. Akar katanya adalah philos (philia, cinta) dan shopia

(kearifan).8 Jadi pengertian filsafat yaitu cinta kearifan namun pengertian

shopia sangat luas artinya, yakni dapat berarti kebenaran yang pertama,

pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai

kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan soal

yang praktis.9 Seperti halnya pendapat Syekh Mustafa Abdurraziq setelah

meneliti pemakaian kata-kata “filsafat” di kalangan muslimin, maka ia

mengambil suatu kesimpulan bahwa kata-kata “hikmah dan hakim” dalam

bahasa Arab dipakai dalam arti “filsafat dan filosof” dan sebaliknya.

Mereka mengatakan hukama-ul-Islam atau falasifatul-Islam.10 Sedangkan

hikmah itu sendirl adalah perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh

manusia dengan melalui alat-alatnya yang tertentu, yaitu akal dan metode

berfikimya. S.E Frost dalam bukunya mengatakan bahwa :

"...tiap orang, baik ia pencangkul ladang atau bankir, juru surat atau seorang kepala, rakyat biasa atau penguasa, adalah filosof dalam arti yang sebenamya. Sebagai makhluk yang mempunyai otak dan susunan syaraf yang lebih maju, maka ia mesti berpikir, dan berpikir ini merupakan salah satu jalan ke arah filsafat.11 Kemudian sebagai obyek filsafat yaitu segala sesuatu yang ada dan

mungkin, atau dapat dikatakan bahwa filsafat ialah mencari kebenaran dibalik

kebenaran yang ada (kongkret). Sedangkan pengertian ilmu telah dijelaskan di

atas, yakni rangkaian aktifitas manusia yang rasional dan kognitif dengan

8 The Liang Gie, op. cit., hlm. 29. 9 Ibid 10 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1996), cet. 6,

hlm. 3 11 Ibid., hlm. 4

Page 5: ilmu pendidikanjvkj

20

metode ilmiah, sehingga menghasilkan pengetahuan ( teoritis dan praktis )

yang sistematis tentang segala sesuatu yang ada atau gejala-gejalanya dengan

tujuan mencari kebenaran. Berangkat dari pengertian filsafat dan llmu

tesebut, penulis dapat mengambil buah kepahaman bahwa filsafat ilmu

yaitu segenap pemikiran reflektif dan universal terhadap

persoalan-persoalan mengenai segala hal (yang ada, mungkin ada) yang

menyangkut landasan ilmu atau implikasinya terhadap semua segi

kehidupan manusia.

Sedangkan landasan (foundation) dari ilmu itu mencakup :

konsep-konsep pangkal, anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan,

struktur-struktur teoritis, dan ukuran-ukuran kebenaran ilmiah.12

C. Dimensi Ilmu

Dimensi dapat berarti sifat perluasan (quality of extention), hal

pentingnya (importance) dan watak yang cocok (character proper) pada

sesuatu hal.13 Dengan demikian ilmu merupakan sumber dari perluasan

yang muncul darinya yang timbul perubahan dan perkembangan di

sekitamya, seperti : suatu pranata kemasyarakatan, kekuatan atau sebuah

permainan. Semua itu bermula dari ilmu, karena ilmu sangat besar

perannya dalam kebudayaan sehingga orang memandang ilmu sebagai

kekuatan budaya.

Tiga unsur di atas, bukanlah arti dari ilmu, melainkan dimensi

ilmu. Pengertian ilmu yaitu sebagaimana penulis jelaskan sebelumnya,

yakni tetap mencakup aktifitas, metode dan pengetahuan. Dari karakter-

karakter yang membahas ilmu dari berbagai lampiran ilmu-ilmu tertentu,

maka tampakah sejumlah dimensi ilmu yang sejalan dengan ilmu-ilmu

yang bersangkutan, yaitu : ilmu ekonomi : dimensi ekonomi dari ilmu.

12 The Liang Gie, op.cit., hlm. 61-62. 13 Ibid., hlm. 131.

Page 6: ilmu pendidikanjvkj

21

Pada dimensi ekonomi ini ilmu di bahas sebagai suatu kekuatan

produktif. Linguistik : dimensi linguistik dari ilmu. Pada dimensi ini ilmu

dipandang sebagai bahasa buatan atau tanda yang digunakan untuk

menghubungkan atau mentransformasikan sesuatu. Matematik : dimensi

matematis dari ilmu. Dimensi ini menekankan pada segi kuantitatif dan

proses kuartifikasi dari ilmu, dan diwujudkan dalam bentuk rumus-rumus.

Ilmu Politik : dimensi politik darl llmu. Dalam Perspektif Pemerintahan

(kekuasaan), maka ilmu dibahas dan direfleksikan sebagai ilmu politik.

Psikologi : dimensi psikologi dari ilmu. Dalam perspektif ini, ilmu bukan

suatu kumpulan muslihat, melainkan suatu sikap terhadap dunia ini.

Sosiologi : dimensi sosiologis dari ilmu. Dari perspektif sosiologis ilmu

dianggap sebagai social institution, sebagai aktifitas sosial dalam

kehidupan sehari-hari, baik dalam aktifitas biasa atau ilmiah.14 Dimensi-

dimensi diatas merupakan lampiran yang berdasrkan cabang-cabang ilmu

khusus. Dari dimensi-simensi ilmu tersebut sangat kuat sekali bahwa ilmu

itu bersifat dinamis, bukan statis sebagaimana pandangan sebagian orang

sekarang atau kelompok konsevatifisme yang menganggap ilmu karya

besar orang dahulu merupakan hal yang agung dan paten, meski

kebenarannya dominan mutlak. Sikap seperti ini sangat berbahaya, baik

dilihat dari segi tauhid dan intellec society, secara tauhid menganggap

kebenaran ilmiah sebagai kebenaran mutlak yaitu perbuatan kufur, karena

kebenaran mutlak merupakan kebenaran Sang Pencipta, bukan manusia.

Sedangkan alam perspektif intellec society sangat dibutuhkan. pemikiran

konstruktif untuk membangun tatanan sosial yang dinamis dan seimbang.

14 Ibid., hlm. 132-133.

Page 7: ilmu pendidikanjvkj

22

D. Manfaat Ilmu Bagi Manusia

Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk makhluk hidup yang

sebaik-baiknya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Tîn : 4

������������� ���������� ������������������������������

Terjemahnya :

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. 95 : 4).15

Manusia diberi karunia berupa akal pikiran sebagai bekal dalam

mengarungi hidup dan kehidupan. Oleh sebab itu, manusia dan ilmu

memiliki nilai hubungan yang sangat erat. Manusia tidak dapat bertahan

hidup tanpa ilmu atau berfikir dan ilmu tidak akan terwujud dan

berkembang tanpa peranan manusia. Maka, ilmu memiliki beberapa

manfaat bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :

1. Ilmu Sebagai Pemersatu

Dalam AI-Qur’ân banyak ayat yang menyuruh untu berfikir,

memperhatikan tentang penciptaan langit dan bumi, dan Al-Qur’an

bersifat umum dan global. Ini memberikan indikasi bahwa Islam

merupakan agama yang bersifat universal dan sesuai dengan akal sehat,

Islam dapat dianut oleh bangsa manapun.

Kemudian setiap muslim harus berusaha membangun kembali

peradabannya, dengan berpegang teguh pada wahyu Ilahi, sebagai sumber

segala sumber pegangan hidup. Namun, mungkinkah keberadaan agama

Islam yang lengkap dan universal itu pada kenyataannya mampu

membawa umat Islam pada zaman kejayaannya lagi seperti zaman

Abbasiyah. Sampai pada abad nuklir ini umat Islam masih berada dalam

15 Departemen Agama RI, AI-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan

Penterjemah Al-Qur’an, 1982), hlm. 1076.

Page 8: ilmu pendidikanjvkj

23

posisi ketinggalan dalam sektor ilmu pengetahuan. Tetapi

permasalahannya sekarang, bagaimana pribadi muslim mengkaji aspek

peradaban, sejarah dan sains dunia Islam yang dibangun secara universal

itu. Penulis sepakat dengan pendekatan yang dipakai oleh Hassan Hanafi,

yaitu rekonstruksi tauhid ajaran pokok dalam Islam. Menurutnya untuk

membangun kembali peradaban Islam harus dengan membangun kembali

semangat tauhid. Tauffid merupakan pandangan dunia, asal seluruh ilmu

pengetahuan.16 Untuk memahami Islam dan tauhid secara benar, peneliti

menulis pemyataan sebagai berikut : Islam adalah norma kehidupan yang

sempuma dengan setiap bangsa dan setiap waktu. Firman Allah adalah

abadi dan universal, yang mencakup seluruh aktifitas dari seluruh suasana

kemanusiaan tanpa perbedaan apakah aktifitas mental atau aktifitas

duniawi.17

Dari pernyataan tersebut, dapat diambil suatu pemahaman bahwa

agama Islam tidak hanya berbicara pada akhirat dan mental saja, tetapi

lebih komprehensif dan universal, agama Islam tidak membedakan antara

kegiatan rohani dengan dunia. Oleh karena itu ilmu dalam perspektif

Islam yaitu tauhid dan suci, ia sebagai penggerak pembangunan

peradaban Islam. Dan ilmu memiliki banyak dimensi sebagai mana

penulis sudah dijelaskan di depan yaitu dimensi ilmu. Antar dimensi ilmu

satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang mengikat erat serta

memuat tatanan nilai integratif dengan kepribadian, yakni menghidupkan

semangat tauhid terhadap kepribadian muslim. Seperti pendapat

Murtadha Mutahhari, “pandangan dunia tauhid berarti bahwa alam

semesta ini unipolar dan uniaxial. Pandangan dunia Tauhid berarti bahwa

hakekat alam semesta ini berasal dari Allah dan akan kembali

16 Kazuoo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme Kajian

Kritis Atas Pemikiran Hassan Hanafi, (Yogyakarta : LKIS dan Pustaka Pelajar, 1993), ect. 1, hlm. 15.

17 Ibid,. hlm. 17.

Page 9: ilmu pendidikanjvkj

24

kepada-Nya”.18 Dengan demikian sudah jelas bahwa ilmu dalam

pandangan agama Islam merupakan perwujudan integritas antara duniawi

dan religi, rohani dan jasmani. Lantas perkara itu akan diwujudkan dalam

ilmu ibadah syari'ah Islam yang ada, yaitu syahadah, sholat, puasa, zakat,

dan haji.

Selanjutnya menurut buku yang berjudul tauhid menjelaskan

bahwa “setiap manusia, menurut Islam adalah mukallaf, yakni dibebani

tugas untuk merealisasikan kehendak Ilahi”.19 Ini berarti semua manusia

wajib menjalankan tugas sebagai khalifah di Bumi untuk mewujudkan

kehendak Allah. Ilmu yang tadinya berasal dari yang Tauffid harus dijaga

agar tetap membawa ajaran tentang tuhan. Amanat ini tidak terikat

dengan ruang dan waktu dan ajaran ini tidak dapat ditawar-tawar lagi.

2. Ilmu Sebagai Kawan Komunikasi atau Dialog.

Sejak semula manusia diciptakan sebagai makhluk yang dialogis,

ia merupakan makhluk yang hidup dengan akal dan jiwa. Arti hidup pada

manusia yaitu sebuah kehidupan yang kreatif tidak seperti hewan atau

lainnya. Menurut Descartes “Saya berpikir, karena itu saya ada”.20

Manusia dapat dikatakan ada dan diakui keberadaannya bila dia berfikir

dan juga berdialog. Dalam dataran ini kedudukan dan aktifitas manusia

adalah dinamis yang pada gilirannya akan senantiasa berkomunikasi

dengan lingkungannya secara kritis, inovatif, kreatif dan mengutamakan

kehormatan ilmu serta kemanusiaan. Sebagaimana yang penulis jelaskan

sebelumnya bahwa aktifitas manusia yang memakai rasio dan logis

merupakan pengetahuan atau knowledge. Yang akhimya akan

menghasilkan pengetahuan baru dan seterusnya.

18 Ibid,. hlm. 18. 19 Isma’il Raji AI-faruqi, Tawhid, (Bandung : Pustaka, 1995), Cet. 2, hlm. 114. 20 Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1989), cet. 4,

hlm. 1.

Page 10: ilmu pendidikanjvkj

25

Dari tiga faktor ilmu, yaitu aktifitas, metode dan pengetahuan

tidak dapat dilepas begitu saja dari pengaruh dari interaksi lingkungan.

Oleh sebab itu, dialog merupakan sesuatu kebutuhan dan keharusan

bahwa ia yang mesti ada, karena ada hubungan yang signifikan antara

dialog dengan ilmu. Menurut hemat penulis bahwa komunikasi antara

manusia dengan segala sesuatu yang ada baik dalam dirinya ataupun

lingkungannya adalah dialog, dengan catatan bahwa proses tersebut

benar-benar didasari oleh kesadaran yang tinggi. Sedangkan pemahaman

dialog yang sebatas berkomunikasi timbal balik antar dua orang atau

kelompok merupakan suatu pemahaman yang keliru, sebab dengan

pemahaman tersebut akan mengartikan satu aktifitas yang membangun

dan positif, sehingga manusia untuk selalu untuk selalu berkreasi secara

kognitif dengan lingkungannya dan pemahaman tersebut juga dapat

memberikan semangat pada setiap individu untuk mengembangkan

kepribadiannya.

Dari sebab itu, pemahaman dialog tidak hanya sebatas komunikasi

dua komponen yang terkait, namun mengamati segala sesuatu baik yang

hidup atau mati, haruslah dipahami sebagai kegiatan dialog langsung atau

secara tidak langsung. Dengan begitu perkembangan pemikiran dan ilmu

pengetahuan baru akan semakin tumbuh subur. Proyeksi dialog itu dapat

terjadi pada manusia dengan dirinya, atau lingkungan dan pengalaman

selama hidupmya. Pemahaman terhadap ilmu sebagai kawan dialogis

sangat berguna bagi pencerahan pola pikir dan perkembangan

pengetahuan, sebagaimana pada zaman Islam klasik yang dapat

mengkonstruk sebuah peradaban yang universal. Karena pada waktu

tersebut karya-karya para pemikir Islam (ilmu pengetahuan) dijadikan

sebagai kawan dialog, semangat untuk mendalami ilmu sangat dijunjung

tinggi. Namun ketika pada masa kemunduran Islam kebudayaan dialog

dan mempelajari ilmu sudah hampir hilang sehingga berakibat pada

Page 11: ilmu pendidikanjvkj

26

reduksionis pola pemikiran dan sampai sekarang menurut pengamatan,

hal ini masih membelenggu umat.

Setelah Islam dianggap sebagai idiologi dan menjadi program aksi

suatu kelompok, la kehilangan kemanusiaan dimana akal siap

dikorbankan di atas altar emosi.21 Diakui atau tidak bahwa sebagian besar

umat islam mengidap suatu penyakit yaitu sakralisasi dan pengkulturan

ilmu. Kemudian dari sakralisasi ilmu karya para ulama sehingga dapat

menumpulkan akal aktif menjadi akal pasif. Karena ada yang

beranggapan nantinya mereka takut diberi gelar “tidak taat”. Selain itu

karena adanya Misunderstanding terhadap pengertian dialog. Pemahaman

sekarang hanyalah pengertian dialog dianggap sebagai metode problem

solving semata. Oleh sebab itu, konstruksi makna yang analitis dan kritis.

Lalu pendidikan menjadi perhatian para pendidik, tokoh agama dan

intelektual sehingga pendidikan agama bisa memunculkan keberagaman

yang bersifat pencerahan bagi umat manusia dan sekalian alam.22 Ini

membawa isyarat bahwa ili-nu dalam perspektif Islam merupakan

sebagian tugas atau kewajiban dari kaum pendidik, guru,ulama dan para

cendikiawan yang akhimya ilmu itu dapat mewujudkan tatanan kehidupan

yang diharapkan sesuai tujuan ilmu dan agama tersebut. Kemudian dari

ilmu yang agamis tersebut juga dapat mempengarubi pembentukan

kepribadian.

E. Ilmu dan Pembentukan Kepribadian

Dengan bekal ilmu pengetahuan manusia mampu mengetahui dan

mengolah isi alam semesta, tetapi manusia yang hanya memiliki ilmu

21 Munawar Ahmad Anes, et.al., Christian-Muslim Relation : Yesterday, Today

Tomorrow atau Dialog Muslim Kristen Dulu, Sekarang, Esok, (Yogyakarta : Qalam, 2000) cet. 1, hlm. 89.

22 Abd. A’la, Melampaui Dialog Agama, (Jakarta: Buku Kompas, 2002) cet. 1, hlm. 49.

Page 12: ilmu pendidikanjvkj

27

agama saja atau mendapatkan ilmu yang umum saja mempunyai

paradigma berpikir yang berbeda terhadap hidup atau kehidupan. Bahwa

dengan ilmu manusia mampu mengetahui dirinya sendiri, dan lingkungan

sekitamya. Sehingga orang yang mempunyai ilmu sepatutnya memiliki

kepekaan yang tinggi terhadap stimulan (rangsangan) yang datang dari

dalam dirinya, orang lain dan alam sekitarnya. Lalu ia mengetahui apa

yang seharusnya dipikirkan, disikapi dan selanjutnya diperbuat dalam

tindakan oleh anggota badan. Dengan ilmu pula manusia dapat menjaga

harkat dan martabat sebagai khalifah di bumi, bila mereka yang tidak

dapat menjaga amanat dari Allah, maka manusia akan masuk dalam

jurang kehinaan dan kerendahan, seperti yang digambarkan dalam.

Al-Qu’rân :

� ��!��� ��"�#$�%�&�'� �(�)*�����+,�-�����.�� �/ ������.����� �)�0� �1��2)��3���� 45 ��6�67� ��2)��������2)��.�

��)�0��1�.2$�8 �92�:��;1��2%�<�����)�0��1��2=>� ����;1��-�����2)��.����?�@�����2A��?0���=�������'�B �C��6����

�1��6��3D����2�2A�B �C��.6���E��F $<���������

Terjemah :

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang temak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.23 (Q.S. 7 : 179 ).

Dari ayat tersebut dapat menjelaskan bahwa manusia yang sudah

diberi amanat oleh Allah tidak dapat menjaganya, bahkan ia lalai dari

tanggung jawab. Kemudian keterpaduan antara jasmani dan rohani

23 Depag, op.cit., hlm. 252.

Page 13: ilmu pendidikanjvkj

28

manusia yang didasari oleh ilmu Ilahi merupakan urgensi bagi

pembentukan sebuah kepribadian yang kokoh, memiliki prinsip hidup

yang sejalan dengan norma Islam, sebab apabila sudah terjadi

ketidakseimbangan, maka akan berimplikasi pada manusia itu sendiri

sehingga ketimpangan dan kerusakan akan mengkontaminasi jiwanya

yang pada gilirannya akan berdampak pada pembentukan kepribadian

yang tercela.

Ilmu juga memiliki hubungan dengan pembentukan kepribadian

yang stabil dan mantap. Sebab dengan ilmu juga manusia mengetahui jati

dirinya. “Dari segi lahir”, jasad manusia merupakan miniatur alam

semesta (al-kawn al-Jâmi’), sedangkan dari segi batin, ia merupakan citra

Tuhan.24 Dengan argumentasi ini dapat memberikan suatu penjelasan

bahwa kepribadian manusia yang unggul sebab manusia dapat menirukan

sifat-sifat Illahi. Dan itu semuanya dapat mengetahuinya berkat adanya

ilmu. Sehingga antara ilmu dan pembentukan kepribadian mempunyai

hubungan yang dekat.

Sikap dan perbuatan seseorang yang sudah menjadi kepribadian,

kebiasaan atas kesadaran jiwanya tanpa memerlukan pertimbangan dari

akalnya serta tanpa unsur pemaksaan dari luar dirinya. Sumber

kepribadian muslim adalah Al-Qur’ân dan Al-Sunnah. Menurut

keterangan Majid Fakhry, bahwa “etika religius terutama berakar dalam

AI-Qur’ân dan Al-Sunnah.25 Sebagaimana yang sudah dilakukan oleh

para penulis Islam pada zaman klasik, mereka telah memikirkan dan

menyusun konsep-konsep tentang kepribadian yang dikuatkan dengan

nash AlQur’ân dan Al-Sunnah dan tidak menghilangkan peran akal aktif

manusia. Sebab kepribadian yang berkembang dalam masyarakat juga

24 Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, (Jakarta : Paramadina, 1997), cet. 1, hlm. 79. 25 Majid Fakhry, Etika Dalam Islam, (Yogyakwla : Pustaka Pelajar, 1996) cet. 1, hlm.

68.

Page 14: ilmu pendidikanjvkj

29

sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan tiap-tiap personal. Dengan

tujuan Al-Qur’ân dan Al-Sunnah diposisikan sebagai landasan

kepribadian secara doktrinal dan normatif, sedangkan akal aktif berperan

sebagai alat tambahan untuk memahami sumber kepribadian itu yaitu

Al-Qur’ân dan Al-Sunnah.

F. Unsur-unsur yang Mempengaruhi dan Membentuk Kepribadian

Perilaku manusia dipengaruhi oleh pola pikir atau ilmu yang

diperoleb selama hidupnya. Begitu juga dengan kepribadian, ia sangat

sensitif terhadap sesuatu yang berada dalam manusia itu sendiri atau

berada di luar dirinya. Kepribadian salah satu mengandung unsur akhlak.

Kemudian dari akhlak ini merupakan perbuatan manusia yang menjadi

kebiasaan sehingga menjadi kepribadian.

Menurut penulis, unsur yang mempengaruhi dan membentuk

kepribadian ada dua yaitu unsur dari dalam dan dari luar.

a. Unsur Internal

Unsur dari dalam yang mempengaruhi dan membentuk

kepribadian yaitu instinct dan kehendak. Sebelumnya perlu penulis

jelaskan lebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan instinct

agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pembahasan ini. Menurut

Ahmad Amin, instinct adalah sifat jiwa pertama yang membentuk

kepribadian, yang masih primitif, yang tidak dapat dibiarkan, bahkan

wajib dididik.26 Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa instinct

merupakan unsur dasar yang mampu menggerakkan untuk berbuat

menurut instinct. Oleh karena itu, perlu adanya bimbingan dan

didikan terhadap instinct agar mampu mendorong manusia untuk

menuju kepribadian. Menurut penulis bila instinct tersebut cenderung

kepada perkara yang membawa kepada kebaikan dan kadang pada

26 Ahmad Amin, Ethika (IImu Akhlak), (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), cet. 1, hlm3.

Page 15: ilmu pendidikanjvkj

30

kejelekan. Disini urgensi agama dan ilmu untuk mengarahkannya.

Kehendak merupakan unsur yang menjadi sebab dalam wujudnya

suatu perbuatan. Karena kehendak adalah penggerak manusia dan

darinya timbul segala perbuatan yang merupakan hasil dari kehendak

itu, dan segala sifat manusia dan sifatsifatnya seolah-olah tertidur

nyenyak sehingga dibangunkan oleh kehendak tersebut.27 Kehendak

sebagai pendorong mampu menggerakkan manusia untuk berbuat,

seperti : menulis dan lain-lain.

Maka dapat dipahami bahwa dari kehendak muncul dua istilah

antara baik dan buruk sehingga tepatlah apa yang dikatakan Kant

dalam risalahnya dalam Ilmu Akhlak yang dikutip oleh Ahmad Amin,

bahwa dikatakan : “Di dunia, bahkan di luarnya, tidak ada sesuatu

yang bersifat dengan tiada ikatan atau syarat, kecuali kehendak”.28

Kehendak merupakan faktor yang mempunyai signifikan tinggi

terhadap realitas lingkungannya.

Dari dua faktor di atas yang merupakan sesuatu yang dapat

mempengaruhi dan membentuk kepribadian, sulit untuk menjadi unsur

yang kuat tanpa adanya pembinaan, oleh sebab itu unsur yang ketiga

yaitu pembiasaan instinct. Yang merupakan sifat jiwa yang pertama

yang membentuk kepribadian sangat membutuhkan pendidikan, ia

dituntut untuk mampu menjadi kekuatan yang kuat, yakni dengan

pembiasaan instinct, sehingga merasa mudah dalam

merealisasikannya. Begitu pula dengan kehendak, ia bila hanya

berjalan satu dua kali tanpa pembiasaan, maka kehendak itu akan

menjadi lemah dan pada akhimya ia tidak mampu untuk

mempengaruhi apalagi membentuk kepribadian. Sebagaimana

dijelaskan Muhammad Quthb, bahwa Islam mempergunakan

27 Ibid., hlm. 60-61 28 Ibid., hlm. 61.

Page 16: ilmu pendidikanjvkj

31

kebiasaan itu sebagai salah satu pendidikan.29 Sehingga dari kebiasaan

itu nantinya dapat mendarah daging dalam, diri seseorang, dan

berkembang menjadi kepribadian.

b. Unsur Ekstemal

Setelah membahas unsur dari dalam yang dapat mempengaruhi

dan membentuk kepribadian, dan selanjutnya adalah pembahasan

unsur dari luar. Karena manusia merupakan makhluk sosial yang

senantiasa berhubungan dengan lingkungannya dimana ia hidup. Oleh

karena itu, menurut penulis unsur dari luar tersebut mencakup

lingkungan keluarga, pendidikan dan masyarakat yang secara general

berupa pengetahuan. Lingkungan-lingkungan merupakan segala

sesuatu yang mengitari makhluk yang hidup. Lingkungan keluarga

merupakan suatu unsur yang mampu mempengaruhi kepribadian

manusia. Bila aspek keluarga tersebut baik yang terdiri dari tatanan

rumah tangga yang harmonis, pergaulan yang baik dan terciptanya

suasana keluarga yang sakinah dan penuh keteladanan yang bagus,

maka hal demikian akan berakibat yang baik terhadap kepribadian

anggota keluarga tersebut.

Lingkungan yang kedua ialah lingkungan pendidikan yang

merupakan wahana pembelajaran kedua sesudah pendidikan dalam

keluarga, sekolah merupakan tempat pendidikan formal yang

mempunyai sistem terprogram, dan perlu ditegaskan bahwa sekolah

memiliki sistem nilai dan kebudayaan yang berkembang di

masyarakat. Hasil produksi dari institusi sekolah formal ini sangat

berimplikasi dengan sistem yang diterapkan, bila paradigma yang

dianut oleh sekolah mencerminkan kepribadian muslim maka

alumninya akan berkepribadian yang Islami. Tetapi untuk membangun

29 Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung : PT. Al Ma’arif, t.h.), hlm.

363.

Page 17: ilmu pendidikanjvkj

32

pendidikan yang baik tidak mudah. Dalam filsafat pendidikan, Paulo

Freire tampak jelas bahwa filsafatnya bertolak dari realitas di

masyarakat yang mayoritas tertindas, sementara sebagian yang lain

menikmati jerih payah orang lain dengan cara tidak adil, lebih ironis

lagi kelompok yang menikmati justru kelompok minoritas dan konsep

pendidikan Freire yakni manusia yang terbebaskan (liberated

humanity).30

30 Paulo Freire, Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan,

(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), cet. 4, hlm. 12.