ilmu hukum analisa uu no 12 tahun 1995

11
HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA Tugas Akhir Disusun Guna Memenuhi Tugas Formatif Pada Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum Dengan Dosen Pengajar Ria Safitri SH M.Hum Pada Jurusan Muamalah Perbankan Syariah Oleh Saumi Rizqiyanto 105046101570 FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007

Upload: saumi-rizqiyanto

Post on 11-Jun-2015

1.500 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Analisis mengenai UU No 12 Tahun 1995 Tentang Hak Asasi para Tahanan atau Narapidana. UU dengan jelas mengamanatkan kepada pemerintah untuk menyediakan fasilitas yang layak untuk tahanan. Namun dalam kenyataannya pemerintah belum mampu menjalankan UU ini dengan baik.

TRANSCRIPT

Page 1: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH

HAK ASASI MANUSIA

Tugas Akhir

Disusun Guna Memenuhi Tugas Formatif

Pada Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum

Dengan Dosen Pengajar Ria Safitri SH M.Hum

Pada Jurusan Muamalah Perbankan Syariah

Oleh

Saumi Rizqiyanto

105046101570

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2007

Page 2: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 1

BAB I

LATAR BELAKANG

Sudah menjadi rumor bahwa sistem pelayanan dalam rumah tahanan

negara atau yang lazim disebut LP (lembaga Pemasyarakatan) adalah jauh dari

standar hidup yang telah ditetapkan berdasarkan UU No 12 Tahun 1995.

Undang-undang itu dengan jelas mengamanatkan kepada pemerintah yang

secara tidak langsung menunjuk pengelola Lapas untuk membina para napi,

seperti memberikan edukasi, ketrampilan hidup, dan standar hidup yang layak.

Namun cita-cita itu nampaknya hanya sebatas pada idealisme semata. Tidak

ada tindakan konkret dari pemerintah.

Rumor dan idealisme itu tidak hanya sebatas isu atau wacana belaka, tapi

sudah dibuktikan bahkan dibenarkan oleh salah satu anggota dewan

pertimbangan pemasyarakatan itu sendiri. Farida Syamsi Chadaria, salah satu

anggota dewan tersebut mengatakan “memang kondisi LP kita masih jauh dari

fungsi pemasyarakatan, Memang Tidak mungkin bagi pengelola LP atau rutan

untuk mempedulikan fungsi menyiapkan dan membina warga binaan sehingga

bisa kembali kepada masyarakat dengan baik, termasuk tidak mengulangi tindak

pidananya lagi”1

Lebih jauh, Susana Rita mengemukakan dalam serial yang sama bahwa,

sekarang kondisi Lapas atau Rutan layaknya tempat penantian ajal. “bagaimana

mau menghirup udara bersih, mau menghirup udara saja berebut”2 begitu

ujarnya. Dia memaparkan lebih gamblang masalah ini dengan membongkar

bobroknya sistem perawatan kesehatan narapidana. “menurut Rahardi Ramelan,

Ketua Persatuan Napi Seluruh Indonesia, ribuan napi menderita penyakit kulit.

Sekitar 1.000 orang di antaranya menderita penyakit kulit akut. Air yang kurang

bersih, napi yang tak pernah berganti pakaian, dan napi pencandu narkotika

yang takut air menjadi faktor munculnya penyakit kulit.” Tulis Susan. Bahkan

digambarkan oleh susan mengenai masalah ini dengan anekdot yang cukup

1 Kompas “melupakan hak di tempat pembinasaan” edisi 21 April 2007

2 Kompas “Mereka Hanya Menjemput Kematian di Lembaga Pemasyarakatan...” edisi 13 April 2007

Page 3: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 2

menggelitik “Rahardi bercerita, saat ia masih di LP Cipinang, ada seorang napi

yang mengeluh gatal akibat penyakit kulit yang dideritanya. "Jawaban petugas

apa? Ya, digaruk saja," katanya.

Ini belum termasuk dengan masalah krusial lainnya yang kini

mengemuka, yakni meledaknya jumlah penderita HIV. Saat ini, penyebab

kematian ketiga terbesar adalah di akibatkan oleh HIV, hal ini seperti dituturkan

oleh Beby Jim Aditya, salah seorang aktivis penanggulangan HIV. Ia

mengemukakan bahwasannya akan ada ledakan kematian para narapidana

akibat HIV3.

Dari sini sudah bisa ditarik kesimpulan bahwa, cita-cita dari pada UU No

12 tahun 1995 untuk memasyarakatkan narapidana serasa berat sebelah.

Regulasi yang mengatur sudah jelas namun tidak ada tindakan konkretnya. Lalu

apatah kata, benar juga apa yang dikemukakan oleh Susan. “Di penjara, mereka

bukan dimasyarakatkan. Bagaimana mau dimasyarakatkan? Mereka bahkan

merasa tak dimanusiakan. Di penjara, mereka menanti kematian”4.

3 Ibid 4 Ibid

Page 4: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 3

BAB II

PEMBAHASAN

Sistem Pemasyarakatan sudah lahir sejak zaman dahulu. Jika menengok

jejak sejarah, maka dapat diketahui bahwa sistem peradilanlah yang

menciptakan penjara ketika di abad 12, Raja Henry II dari Inggris membangun

ruang-ruang khusus bagi tahanan yang hendak dihadapkan pada pengadilan.

Saat itu baru sebatas kurungan badan belaka. Baru pada abad ke-16 penjara

sebagai lembaga pemasyarakatan mewujud berupa London’s Bridewell dan

Ghent House of Correction serta sejumlah LP di tanah koloni di Amerika Serikat.

Pada Awal abad ke-18, Penjara Eastern State Penitentiary di Philadephia

merintis pembinaan para narapidana dengan bekal keterampilan menganyam,

bertukang dan membuat sepatu. Para pengelola LP saat itu sudah meyakini:

dalam kesunyian dan kesendirian, para napi akan merenungi kesalahan masa

lalu mereka dan bertobat.

Di tahun 1840, Kapten Alexander Maconochie di Kepulauan Norfolk,

sebelah timur Australia memperkenalkan sistem penilaian seperti pada anak

sekolah. Para napi dinilai pekerjaan dan sikapnya dan kemudian dicantumkan

dalam “rapor” yang bisa mempengaruhi masa hukumannya. Sistem ini kemudian

diterapkan di berbagai penjara di dunia -- juga di negeri kita -- yang berimbas

pada pengurangan masa hukuman.

Itu sebabnya para narapidana kita sebut sebagai warga binaan. Seusai

masa hukuman, mereka akan kembali berintegrasi secara sehat dengan

masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat

yang bebas dan bertanggung jawab5.

Sistem ini seakan sudah menjadi standar umum dalam hal

penyelenggaraan pemasyarakatan. Dalam perkembangan selanjutnya,

bermunculanlah peraturan-peraturan baik local, regional maupun internasional

yang mengatur secara lebih spesifik masalah pemasyarakatan. Hal itu tentu saja

5 Sejarah ini penulis dapat dari pidato tahunan Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awwaludin dalam rangka

memperingati hari bhakti pemasyarakatan ke 47 pada tgl 27 April 2007

Page 5: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 4

sangat terkait dengan pelaksanaan penegakan HAM dalam pemasyarakatan itu

sendiri.

A. HAK DAN KEWAJIBAN NARAPIDANA

Penegakkan HAM tentu sangat berkait erat dengan Hak dan Kewajiban

para warga binaan. Didalamnya terdapat banyak pembahasan masalah

bagaimana para napi itu dperlakukan, pelayanan pada kesehatan, akses kepada

public goods seperti air, sanitasi, udara bersih dan sandang. UU No 12 Tahun

1995 menyatakan dengan jelas bahwa pada hakikatnya warga binaan

pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia harus diperlakukan

dengan baik yang manusiawi dengan satu sistem pembinaan yang terpadu.

Selain itu UU ini juga dengan jelas menyebutkan tujuan daripada adanya sistem

pemasyarakatan adalah agar warga binaan pemasyarakatan menyadari

kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga

bisa diterima kembali masyarakat.

Dengan gamblang disebutkan, bahwasannya tujuan diadakannya sistem

adalah memasyarakatkan para narapidana, yang berarti menyiapkan mereka

agar siap terjun kembali ke masyarakat dengan kesadaran penuh untuk tidak

melakukan kembali kesalahannya.

Selaras dengan hal itu, pasal 5 UU Pemasyarakatan menegaskan sistem

pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas (a) pengayoman (b)

persamaan perlakuan dan pelayanan (c) pendidikan (d) pembimbingan (e)

penghormatan harkat dan martabat manusia (f) kehilangan kemerdekaan

merupakan satu-satunya penderitaan dan (g) terjaminnya hak untuk

berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.

Dari sini bisa dijelaskan bahwasannya, para narapidana itu sebenarnya

memiliki hak-hak mendasar yang harus di penuhi oleh Negara. Napi layaknya

warga Negara biasa yang hanya saja menjalani hukuman yang berimplikasi pada

keterbatasan ruang gerak. Ia bisa berjumpa dengan siapapun dan kapanpun.

Mendapatkan makanan yang memenuhi standar nutrisi. Dalam hal perlakuan ia

Page 6: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 5

selayaknya harus dimanusiakan, bukan kemudian dicampakkan bak sampah

yang tidak beguna.

Pasal lain yang menyatakan hak dan kewajiban para napi adalah Pasal 14

UU No 12 Tahun 1995, disana disebutkan diberikan hak mendapat perawatan

rohani atau jasmani; mendapatkan pendidikan dan pengajaran; mendapatkan

pelayanan kesehatan dan makan yang layak; menyampaikan keluhan;

mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang

tidak dilarang; mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); mendapatkan kesempatan

berasimilasi, termasuk cuti mengunjungi keluarga; mendapatkan pembebasan

bersyarat; mendapatkan cuti menjelang bebas; dan mendapatkan hak lain sesuai

dengan UU yang berlaku.

Interpretasi dari pasal ini adalah bahwasannya para napi berhak

mendapatkan layanan kesehatan, mendapatkan pendidikan dan pengajaran dan

lain sebagainya. Yang ingin penulis tekankan disini adalah masalah kesehatan

yang sepetinya diabaikan begitu saja oleh banyak kalangan. Apa karena ada

anggapan bahwa para napi adalah orang yang memang layak dihukum sehingga

tidak perlu mendapat perlakuan khusus dalam kesehatan. Tidak heran jika

akhirnya LP menjadi sarang beragam penyakit, mulai dari tuberkulosis, infeksi

saluran pernapasan dan pencernaan, hingga HIV/AIDS. Ditjen Pemasyarakatan

mencatat, sebanyak 813 napi meninggal pada 2006. Sebanyak 614 di antaranya

adalah penghuni LP di DKI Jakarta, Banten, dan Jabar dengan konsentrasi

paling tinggi di LP Cipinang, Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, dan LP Pemuda

Tangerang.

Pasal ini juga dengan jelas mengemukakan, para napi berhak

sepenuhnya atas ketersediaan informasi dan pendidikan ketrampilan yang

memadai. Perlu ditekankan berkal-kali, bahwa sistem pemasyarakatan adalah

sistem yang berupaya membina para napi agar bisa kembali terjun ke

masyarakat. Pendidikan ketrampilan akan memungkinkan para napi selepas

penjara bisa bekerja dan memenuhi hajat hidupnya.

Page 7: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 6

Pembahasan masalah hak dan kewajiban memang selalu berkait dengan

dengan masalah kewajiban. Dalam konteks pemasyarakatan hanya ada satu

kewajiban bagi para napi yakni diwajibkan mengikuti program pembinaan dan

kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku6

B. REFORM LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Setelah dengan panjang lebarnya penulis mengemukakan hak dan

kewajiban bagi warga binaan, yang mana merepresentasikan yang seharusnya,

maka langkah selanjutnya adalah untuk mewujudkan bagaimana kelayakan

hidup para warga binaan terwujud. Hal itu tentu perlu waktu yang lama. Dan

tulisan ini sedikit akan menyinggung bagaimana seharusnya lembaga

pemasyarakatan itu, selain didasari pada hak dan kewajiban yang sudah tertera

pada tulisan diatas, juga didasarkan pada standar PBB yang dikenal dengan

sebutan Standard Minimum Rules for The Treatment of Offenders.

Secara garis besar Standard Minimum Rules for The Treatment Of

Offenders adalah mengatur setiap napi seharusnya memiliki ruang sel sendiri

yang memenuhi standar kesehatan. Hak itu meliputi volume udara, luas lantai,

penerangan, pemanasan, dan ventilasi. SMR juga mengatur akomodasi napi

harus memerhatikan bagian untuk membuang hajat dan mandi yang bersih serta

dapat digunakan setiap saat.

SMR juga mengatur tentang hak napi memperoleh perawatan dan

pelayanan kesehatan jasmani dan rohani. Standar pelayanan meliputi kesehatan

jiwa, pengobatan yang tepat, serta penyembuhan kelainan mental. Ketersediaan

dokter spesialis pun dijamin.

Menurut ketua Dirjen Pemasyarakatan Drs. Mardjaman Bc. IP,

menjelaskan bahwa saat ini, pemerintah tengah menggodok RUU

Pemasyarakatan yang lebih mengakomodir dari pada SMR tersebut. Contoh dari

pada perubahan yang diusulkan adalah Pengaturan penggunaan uang dalam

Rutan atau Lapas, adalah dimaksudkan untuk pencegahan penggunaan dan

6 BPHN Departemen Kehakiman. Pertemuan Ilmiah tentang pola pembinaan, penerimaan bekas nara

pidana dan pemberian santunan terhadap korban tindak pidana. 1994. Jakarta; Dep Keh.

Page 8: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 7

peredaran uang yang dapat menimbulkan permasalahan tersendiri di Lembaga

Pemasyarakatan. Di dalam instrument internasional pengaturan penyimpanan

uang ditetapkan dalam Standard Minimum Rules for The Treatment of Offenders

pasal 43, bahwa semua uang, barang-barang berharga, pakaian dan lain-lain,

harta milik seorang terpenjara, yang menurut peraturan lembaga tidak boleh

dipegang sendiri, hendaknya pada saat mereka masuk disimpan ditempat yang

aman. Suatu daftar tentang barang-barang itu hendaknya ditandatangani oleh

orang terpenjara tersebut. Hendaknya diambil langkah-langkah untuk menjamin

barang-barang itu tetap dalam keadaan baik;

Contoh yang lainnya adalah perlakuan atau pembinaan khusus terhadap

narapidana dengan kondisi atau keadaan tertentu, seperti telah berusia lanjut

atau jompo, penyakit yang tidak kunjung sembuh, wanita melahirkan, termasuk

perlakuan terhadap bayi yang dilahirkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Hal ini didasari pada pertimbangan kemanusiaan dan efektifitas pembinaan di

dalam Lembaga Pemasyarakatan. pemisahaan dalam rangka pembinaan

berdasarkan golongan pada lembaga pemasyarakatan tertentu juga diatur di

dalam Standard Minimum Rules for The Treatment of Offenders pasal 8, bahwa

berbagai golongan orang terpenjara tersebut hendaknya ditempatkan dalam

lembaga tersendiri atau dalam bagian-bagian dari lembaga, dengan

memperhatikan kelamin, umur, riwayat kejahatan, dasar-dasar hukum yang

menjadikan alasan penahanan dan kebutuhan-kebutuhan bagi pembinaannya7;

Pengejawantahan sistem SMR juga diamini oleh Reza Indragiri Amriel

menurutnya memang harus ada pemisahan. Berdasarkan literatur-literatur Barat

memilah pandangan tentang penghukuman. Pertama, just deserts, yakni

hukuman dijatuhkan berdasarkan jenis pelanggaran yang dilakukan seorang

individu. Kedua, republican, kebutuhan kriminogenik (criminogenic needs)

individu menjadi dasar dalam menentukan jenis hukuman (tepatnya, perlakuan)

bagi pelaku kejahatan. Contoh riil-nya adalah langkah Kapolri yang tidak

memenjarakan mantan sejawatnya, Komisaris Jenderal Polisi Suyitno Landung,

7 Drs Mardjiman Bc. IP. beberapa catatan rancangan undang-undang tentang sistem pemasyarakatan.

Departemen Hukum dan HAM.

Page 9: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 8

di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang agar tidak menjadi korban

kebrutalan para narapidana8

Yang terpenting dari pada fomasi baru lembaga pemasyarakatan adalah

adanya pemuliaan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sesuai ICCPR

(International Covenant on Civil and Political Right) pasal 10 “semua orang yang

dicabut kebebasannya akan diperlakukan secara manusiawi dan dengan

menghormati martabat yang menjadi sifat pribadi manusiawi mereka”9

8 Reza Indragiri Amriel. Memformat Ulang Sistem Pemasyarakatan. Suara Pembaruan edisi 25 April. 9 de Rover, To Serve and To Protect Acuan Universal Penegakan HAM, hal : 274

Page 10: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 9

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Bahwasannya, melihat kondisi Lembaga Pemasyarakatan pada saat ini

hak-hak para napi cenderung diabaikan, bahkan dinistakan adanya. Anggapan

yang berkembang adalah “biarkan saja para napi itu hidup apa adanya, mereka

pantas hidup sepserti itu” anggapan itu menjadikan sistem pelayanan

pemasyarakatan mengabaikan hak-hak para napi.

Pengabaian ini, ternyata berdampak pada cita-cita atau tujuan daripada

sistem pemsyarakatan itu sendiri. Adanya sistem rumah tahanan adalah agar

para warga binaan setelah menjalani masa tahanan, bisa kembali kepada

masyarakat dengan bekal ketrampilan hidup. Tapi akibat daripada pengabaian

hak-hak itu, adalah visi atau cita-cita itu menjadi absurd.

B. SARAN

Agar pihak-pihak yang selama ini membidangi masalah ini, entah itu dirjen

pemasyarakatan, dewan pertimbangan pemasyarakatan, maupun LSM yang

peduli, untuk terus berkonsentrasi pada pemenuhan hak-hak para warga binaan.

Tepat kiranya jikalau pada saat ini, suara-suara yang menyampaikan hak-

hak para warga binaan disuarakan di tengah penggodokan RUU

Pemasyarakatan. Agar para tahanan memperoleh hak yang layak, kelayaknnya

distandarisasi dengan SMR, kelayakan adalah menjadi hal penting. Karena hak

hidup layak adalah hak asasi manusia.

Page 11: Ilmu Hukum Analisa UU No 12 Tahun 1995

HIDUP LAYAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA

Page 10

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Pertemuan

Ilmiah Tentang Pola Pembinaan, Penerimaan bekas Narapidana dan pemberian

Santunan Terhadap Korban Tindak Pidana

Rover, C. de, TO SERVE AND TO PROTECT Acuan Universal

Penegakan HAM, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2000.

Drs Mardjiman Bc. IP. beberapa catatan rancangan undang-undang

tentang sistem pemasyarakatan. 2006. Jakarta ; Departemen Hukum dan HAM.

Reza Indragiri Amriel. Memformat Ulang Sistem Pemasyarakatan. Suara

Pembaruan edisi 25 April.

Kompas. Melupakan Hak di Tempat Pembinasaan” Jakarta; Edisi 21 April

2007

Kompas. Mereka Hanya Menjemput Kematian di Lembaga

Pemasyarakatan...” Jakarta: edisi 13 April 2007