ilmu falak2

22
Maksudnya adalah shalat ashar, “ wa min anail lail “ maksudnya adalah shalat magrib dan iya dan “ athraf an nashar “ maksudnya adalah shalt dhuhur. Ibnu abbas (pada salah satu riwayatnya) mengartikan “ wil min anail lail “ dengan seluruh alam. “mengabarkan kami al-qasim, ia berkata: mengabarkan kami al-husain, ia berkata” “wa min anail lail” maksudnya waktu shalat diseluruh malam.” Al hasan membatasi waktu pada kalimat “wa min anail lail” bisa diawal, pertengahan atau akhir malam (hampir mirip dengan pendapat ibnu abbas). “mengabari aku ya’qub bin ibrahim, ia berkata: mengabari aku ibnu ‘aliyah dari abu raja’ ia berkata: aku mendengar al hasan membaca firman allah “ wa min anail lail”, ia berkata: “baik diawal, pertengahan atau akhir malam”. Ibnu abbas (pada riwayat yang lain) mengartikan “anail lail” sebagai pertengahan malam. “mengabari aku muhammad bin sa’id, ia berkata: mengabari aku ayahku, ia berkata: mengabari aku pamanku, ia berkata mengabari aku ayahku, ia berkata: mengabari aku ayahku dari ibnu abbas: pada firman allah “wa min anail lail fa sabbih” maksudnya adalah pertengahan malam”. Tafsir dan Asbabun Nuzul Surat Al-Isra (17) ayat 78

Upload: kio-quw

Post on 17-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Penentuan Waktu Shalat

TRANSCRIPT

Maksudnya adalah shalat ashar, wa min anail lail maksudnya adalah shalat magrib dan iya dan athraf an nashar maksudnya adalah shalt dhuhur.Ibnu abbas (pada salah satu riwayatnya) mengartikan wil min anail lail dengan seluruh alam.mengabarkan kami al-qasim, ia berkata: mengabarkan kami al-husain, ia berkata wa min anail lail maksudnya waktu shalat diseluruh malam.Al hasan membatasi waktu pada kalimat wa min anail lail bisa diawal, pertengahan atau akhir malam (hampir mirip dengan pendapat ibnu abbas).mengabari aku yaqub bin ibrahim, ia berkata: mengabari aku ibnu aliyah dari abu raja ia berkata: aku mendengar al hasan membaca firman allah wa min anail lail, ia berkata: baik diawal, pertengahan atau akhir malam.Ibnu abbas (pada riwayat yang lain) mengartikan anail lail sebagai pertengahan malam.mengabari aku muhammad bin said, ia berkata: mengabari aku ayahku, ia berkata: mengabari aku pamanku, ia berkata mengabari aku ayahku, ia berkata: mengabari aku ayahku dari ibnu abbas: pada firman allah wa min anail lail fa sabbih maksudnya adalah pertengahan malam.Tafsir dan Asbabun Nuzul Surat Al-Isra (17) ayat 78Dan didirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (didirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu di saksikan (oleh malaikat). (qs.al-isra (17):78).Para ulama berbeda pendapat tentang arti ad duluk. Ibnu abbas, ibnu umar, anas bin malik, abu burdah, aisyah, hasan al bari, dan imam asy-syafii dalam al buwaithy mengartikan ebagai az-zawal asy-syams atau saat tergelincirnya matahari (shalat yang dikerjakan di waktu ini ialah shalat dhuhur) demikian pula para ahli bahasa eperti murtadho az-zabidiy (pengarang ittihaf as-sadat al-muttaqin ayarh ihya ulumuddin) dan ibnu faris, sedangkan abu hanifah berdaarkan riwayat dari ali dan ibnu zaid mengartikannya sebagai al-ghurub atau saat terbenam matahari (shalat yang dilakukan di waktu ini ialah shalat magrib) demikian pula pendapat pula pendapat ahli bahasa eperti al-azhariy dan al-jauhary.Perbedaan pendapat tentang makna ayat Dulukis Syamsi dan Ghassaqal Lail meruncing menjadi dua pendapat: pertama yang mengartikan sebagai shalat Dhuhur dan Magrib sebagaimana riwayat dari ibnu abbas dan Abdullah bin Masud:Mengabari aku Yaqub bin Ibrahim, ia berkata: mengabarkan kami Hasyim dari Mughirah dari Asy Syabiy dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah Aqimis Shalata Liduluk As Syams, ia berkata Dulukuha maksudnya ketika zawal (shalat Dhuhur).Mengabari kami Muhammad bin Saad, ia berkata mengabari ayahku, ia berkata mengabari pamanku, ia berkata mengabari ayahku, ia berkata mengabari ayahku dari Ibnu Abbas: mengenai firman Allah Aqimis Shalata Liduluk As Syams Ila Ghasaqil Lail, ia berkata Ghasaqi Lail maksudnya permulaan malam yakni shalat Maghrib.Kedua yang mengartikan Ila Ghasaqil Lail sebagai shalat Ashar (jadi shalat Dhuhur dan Ashar) sebagaimana pendapat Abu Jafar.

Mengabarkan kami Abu Kuraib, ia berkata mengabarkan kami Ibnu Yaman dari Asyats dari Jafar: Ila Ghasaqi Lail maksudnya shalat Ashar.Tafir dan Asbabun Nuzul surat Hud Ayat 114 Dan dirikanlaj sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagia orang-orang yang ingat (Q. Hud: 114)Asbabun nuzul ayat tersebut adalah sebuah hadits riwayat Bukhariy dari Yazid bin Zurai dan Muslim dari Yahya. Redaksinya adalah sebagai berikut:

Pada firman Allah Wa Aqimu Ash Shalata Tharafay AnNahar Wa Zulfan Minal Lain nnal Hasanata Yuzhibna As Sayyiat terdapat riwayat. Mengabarkan kami Al Ustadz Abu Manshur Al-Baghdad, Ia berkata: mengabarkan kami Abu Amr bin Mathar, Ia berkata: mengabarkan kami Ibrahim bin Ali, Ia berkata: mengabarkan yahya bin Yahya, Ia berkata: mengabarkan kepada kami Abul Awash dari Samak dari Ibrahim dari Alqamah Al Aswad dari Abdullah, Ia berkata: seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. Lalu ia berkata: Aku menyukai seorang wanita di kota yang jauh, tapi aku tak bisa mendapatkannya karena ada sesuatu hal, Umar berkata: Allah akan merahasiakanmu jika kau merahasiakan dirimu lalu Rasulullah Saw. Pergi tidak kembali, lalu seorang laki-laki berpisah lantas Rasulullah saw. Memanggilnya dan membacakan ayat ini, lalu laki-laki itu berkata: ayat ini ditujukan bagi siapa? Beliau menjawab: untuk seluruh manusia (Hadits Riwayat Muslim dari Yahya dan Bukhariy dari Yazid bin Zurai)Ada dua riwayat lain yang substansinya mirip dengan riwayat di atas, redaksinya adalah sebagai berikut:

Mengabarkan kami Umat bin Khattab, mengabarkan kami Muhammad bin Makkiy, Mengabarkan kami Muhammad bin Yusuf, mengabarkan kami Muhammad bin Ismail, mengabarkan kami Bisyr bin Yazid bin Zuraii, ia berkata: mengabarkan kami Sulaiman At Tamimiy dari Abu Utsman Al Hidniy dari Ibnu Masud: ada seorang laki-laki yang mendapati seorang perempuan shalat menghadap kiblat lalu Rasulullah saw datang lantas laki-laki itu menjelaskan hal tersebut kepada Rasulullah Saw, lalu turunlaj ayat: Aqimis Shalata Tharafay An Nahar Wa Zulfan Minal Lail hingga akhir ayat, laki-laki itu berkata: Ayat ini ditujukan kepada siapa? Raulullah saw menjawab: bagi umatku yang mengamalkannya.Ada juga riwayat dari Muhammad bin Musa bin Fadhill tentang batasan waktu shalat.

Mengabarkan kami Muhammad bin Musa bin Al Fadhl, Ia berkata: mengabarkan kami Muhamman bin Yaqub Al Umawy, Ia berkata: mengabarkan kami Al Abbas Ad Dury, Ia berkata mengabarkan kami Ahmad bin Hanbal Al Marwazy, Ia berkata mengabarkan kami Ibnu Al Mubarrak, Ia berkata mengabarkan kami Suwaid, Ia berkata mengabarkan kami Utsman bin Mumin, Ia berkata: mengabarkan kami Musa bin Thalhahdari Abu Al Yasr bin Amr, Ia berkata: seorang perempuan dan suaminya mendatangiku, lalu aku mengutuskan kepada Rasulullah saw., perempuan itu berkata belilah Tamar (korma basah) ii seharga satu dirham, aku jawab: Aku sudah punya Tamar di rumah, Tamarku yang di rumah lebih baik ketimbang Tamar ini, lalu Ia menemuiku. Engkai mengkhianati lelaki yangberjuang di jalan Allah demi keluarganya. Aku terpojok dan merasa sebagai penghuni nerakan dan Allah tak akan mengampuni selamanya lalu turunlah firman Allah Aqimis Shalata Tharafay An Naha maka Nabi Saw. Mendatangiku dan membacakan ayat ini atasku.Para ulama berbeda pendapat tentang makna Tharafay An-Nahar dan Zulfan Minal Lail. Namun ulama telah sepakat bahwa salah satu shalat yang dimaksud ayat Tharafay An-Nahar tersebut adalah Shalat Al-Ghadat (hanya ada satu kemungkinan yakni shalat Subuh, inilah pendapat yang disepakati jumhur ulama), sedangkan shalat yang kedua adalah Shalat Al-Ayiy (yang dimaksud bisa shalat Ashar, Dhuhur, Subuh atau Maghrib, ini pulalah yang disimpulkan Ar Raziy dalam Mafatih A-Ghaib-nya. Jika dirinci ada tiga pendapat tentang tafsir ayat Tharafay An-Nahar: Pertama, maksud ayat terebut adalah shalat Subuh, Dhuhur, dan Ashar sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mujahid, Muhammad bin Kaab Al-Qurdziy dan Adh Dhahhak.

Mengabari kami Abu Kuraib, ia berkata: mengabari kami Waki dan mengabari Ibnu Waki, Ia berkata: mengabari kami ayahku dari Sufyan dari Manshur dari Mujahid: Aqimis Shalata Tharafa An-Nahar, Ia berkata: maksudnya ialah Shalat Subuh, Dhuhur dan Ashar.Kedua, yang dimaksud adalah shalat Subuh dan Maghrib sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Al Hasan dan Ibnu Zaid.

Mengabariku Al-Mutsaniy, Ia berkata: mengabari kami Abdullah, Ia berkata: mengabariku Muawiyah dari Ali dari Ibnu Abbas: Aqmis Shalata Tharafay An Nahar, Ia berkata maksudnya adalah shalat Subuh dan Maghrib.

Berkata Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas: Wa Aqimis Shalata Tharafay An Nahar, ia berkata: maksudnya adalah shalat Subuh dan Maghrib demikian pula pendapat Al Hasan Abdurrahman dan Zaid bin Aslam.Ketiga, yang dimaksud adlaah shalat subuh dan Ashar sebagaimana diriwayatkan oleh Adh Dhahhak, Muhammad bin Kaab, Al Hasan dan Qatadah. Yang paling benar menurut Ibnu jarir Ath Thabary adalah shalat Subuh dan Maghrib.

Mengabari kami Ibnu Waki, ia berkata mengabari kami Ubadah bin Sulaiman dari Juwaibir dari Adh Dhahhak: Aqimis Shalata Tharafay An-Nahar maksudnya adalah shalat Subuh dan Ashar.Pada ayat Zulfan Minal Lail juga terdapat perbedaan apakah yang dimaksud ayat tersebut shalat Maghrib, Isya atau Subuh. Ada dua pendapat mengenai tafsir ayat terebut: pertama, maksud ayat tersebut adalah shalat iya berdasarkan riwayat Al Hasan pada salah satu riwayatnya.

Mengabarkan kami Muhammad bin Basyar, Ia berkata: mengabarkan kami yahya dari Auf dari Al Hasan: Wa Zulfan Minal Lail. Ia berkata: maksudnya adalah shalat Isya.Kedua, adalah pendapat yang mengatakan maksudnya adalah shalat Maghrib dan Isya, ini adalah pendapat Al Hasan dalam riwayatlainnya.

Mengabarkan kami Ibnu Hamid dan Ibnu Waki ia berdua berkata: mengabarkan kami berdua Jarir dari Asyats dari Al Hasan: pada firman Allah: Wa Zulfan Minal Lail Ia berkata: maksudnya adalah shalat Maghrib dan Isya.

Tafsir Surat Ar Ruum Ayat 17-18 Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu Zuhur. (QS. Ar Ruum: 17-18)Pada ayat ini terdapat lima waktu shalat sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.

Mengabarkan aku Abu As Saib, Ia berkata mengabari kami Idris dari Laits dari Al Hakam bin Abu Iyadh dari Ibnu Abbas, Ia berkata: terkumpul dalam dua ayat berikut beberapa waktu shalat. Fasubhanallahi Hina Tumsuna Wa Hina maksudnya adalah shalat Maghrib dan Isya, Wa Hina Tushbu\ihun maksudnya adalah shalat Subuh,Wa Aisyian maksudnya adalah shalat Ashsar dan Wa Hina Tudzhirun maksudnya adalah shalat Dhuhur.Batasan Waktu ShalatDari uraian dasar tersebut dapat diperinci ketentuan waktu-waktu shalat sebagai berikut:

Mengabari kami Musaddad, Ia berkata: mengabari kami Yahya bin Said dari Hisyam, ia berkata: mengabariku ayahku, Ia berkata: mengabariku Umar, Ia berkata: Rasulullah Saw berabda: janganlah membiarkan shalatmu melebihi terbit atau terbenamnya matahari.Fajar Shidiq dalam ilmu falak dipahami sebagai awal Astronomical Twilight (Fajar Astronomi), cahaya ini mulai muncul di ufuk timur menjelang terbit matahari pada saat matahari berada sekitar 18 di bawah ufuk (atau jarak Zenith Matahari = 108 derajat). Pendapat lain menyatakan bahwa terbitnya Fajar Shidiq dimulai pada saat posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk atau jarak Zenit Matahari = 110 derajat.Fajar dalam istilah bahasa Arab bukanlah matahari. Sehingga ketika disebutkan terbit fajar, bukanlah terbitnya matahari. Fajar adalah cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk Timur yang muncul beberapa saat sebelum matahari terbit.Ada dua macam fajar, yaitu fajar kazib dan fajar shadiq. Fajar kazib adalah fajar yang bohong seuai dengan namanya. Maksudnya, pada saat dini hari menjelang pagi, ada cahaya agak terang yangmemanjang dan mengarah ke atas di tegah di langit. Bentuknya seperti ekor serigala, kemudian langit menjadi gelap kembali. Itulah fajar kazib.Sedangkan fajar yang kedua adalah fajar shadiq, yaitu fajar yang benar-benar fajar yang berupa cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk Timur yang muncul beberapa saat sebelum matahari terbit. Fajar ini menandakan masuknya waktu subuh.Jadi ada dua kali fajar sebelum matahari terbit. Fajar yang pertama disebut dengan fajar kazib dan fajar yang kedua disebut dengan fajar shadiq. Selang beberapa saat setelah fajar shadiq, barulah terbit matahari yang menandakan habisnya waktu subuh. Maka waktu antara fajar shadiq dan terbitnya matahari itulah yang menjadi waktu untuk shalat subuh.Di dalam hadist disbeutkan tentang kedua fajar ini: Fajar itu ada dua macam. Pertama, fajar yang mengharamkan makan dan menghalalkan shalat. Kedua, fajar yang mengharamkan shalat dan menghalalkan makan.. (HR Ibnu Khuzaemah dan AL-Hakim).Batas akhir waktu subuh adalah terbitnya matahari sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.Dari abdullah bin umar ra bahwa raululah saw bersabda, dan waktu shalat subuh dari terbitnya fajar (shadiq) sampai sebelum terbitnya matahari. (hr muslim).Di indonesia pada umumnya, shalat subuh dimulai pada saat kedudukan matahari 20 derajat di bawah ufuk hakiki (true horizon). Menurut saadoeddin djambek waktu subuh dimulai dengan tampaknya fajar di bawah ufuk sebelah timur dan berakhir dengan terbitnya matahari. Menurutnya dalam ilmu falak saat tampaknya fajar didefinisikan dengan posisi matahari sebesar 20 derajat dibawah ufuk ebelah timur. Hal senada juga diberikan oleh abdul rochim yang menyebutkan bahwa awal waktu subuh ditandai nampaknya fajar shidiq dan dianggap masuk waktu subuh ketika matahari 20 derajat di bawah ufuk. Jadi jarak zenit matahari berjumlah 110 derajat (90+20). Sementara itu batas akhir waktu Syuruq (terbit), yaitu = -01 derajat. Namun demikian analisis kedua ahli tersebut nampaknya masih banyak dipengaruhi oleh Syaikh Taher Djallaluddin Azhari. Dalam bukunya yang berjudul Nakhbatu att-Taqrirati fi Hisabi al-Auqati disebutkan bahwa waktu Subuh bila matahari 20 derajat di bawah ufuk sebelah timur.Waktu Shalat DhuhurDimukai sejak matahari tepat berada di atas kepala namun udah mulai agak condong ke arah barat. Istilah yang sering digunakand alam terjemahan bahasa Indonesia adalah tergelincirnya matahari. Ebagai terjemahan bebas dari kata zawaha syamsi. Namun istilah ini seringkali membingungkan karena kalau dikatakan bahwa matahari tergelinicr, sebagian orang akan berkerut keningnya, Zawalus-Syamsi adalah waktu di mana posisi matahari ada di atas kepala kita, namun sedikit sudah mulai bergerak ke arah barat. Jadi tidak tepat di atas kepala.Dan waktu shalat dhuhur ini berakhir ketika panjang bayangan suatu benda menjadi sama dnegan panjang benda itu sendiri. Misalnya kita menancapkan tongkat yang tingginya 1 meter di bawah sinar matahari pada permukaan tanah yang rata. Bayangan tongkat itu semakin lama akan semakin panjang seiring dengan semakin bergeraknya matahari ke arah barat. Begitu panjang bayangannya mencapai 1 meter maka pada saat itulah waktu dhuhur berakhir dan masuklah waktu shalat ashar.Ketika tongkat itu tidak punya bayangan baik di sebelah barat maupun sebelah timurnya, maka itu menunjukkan bahwa matahari tepat berada di tengah langit. Waktu ini disebut dengan waktu istiwa. Pada saat itu, belum lagi masuk waktu dhuhur. Begitu muncul bayangan tongkat di sebelah timur karena posisi matahari bergerak ke arah barat, maka saat itu dikatakan zawalus-syamsi atau matahari tergelinicr. Dan saat itulah masuk waktu dhuhur.

Mengabari kami Abu Al Yaman, Ia berkata: mengabari kami Syuaib dari Az Zuhry, Ia berkata: mengabariku Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah saw keluar untuk shalat Dhuhur ketika tergelincir Matahari.Biasanya posisi ini diambil sekitar 2 menit setelah lewat tengah hari. Saat berkulminasi atas pusat bundaran matahari berada di Meridian. Dalam realitasnya, untuk kepentingan praktis, waktu tengah cukup diambil waktu tengah antara matahari terbit dan terbenam.Waktu Shalat AsharAwal waktu Ashar, berdasarkan literatur-literatur fikih tidak ada kesepakatan (sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Wahbah Az Zuhaily). Hal ini dikarenakan fenomena yang dijadikan dasar tidak jelas atau terkesan apa adanya . Contohnya:

Mengabari kami Ishaq bin Ibrahim, Ia berkata: mengabari kami Jarir dari Manshur Ribiy bin Hirasy dari Ab Al Abyadh dari Anas bin Malik, berkata: kami shalat Ashar bersama Rasulullah saw saat matahari agak memanjang.Dalam hadits yang lain diceritakan Nabi Saw diajak shalat Ashar oleh malaikat Jibril ketika panjang bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya dan pada keesokan harinya Nabi diajak pada saat panjang bayangan dua kali tinggi benda sebenarnya. Meskipun dapat disimpulkan bahwa awal Ashar adalah sejak bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya, tapi masih menimbulkan beberapa penafsiran karena fenomena seperti itu tidak dapat digeneralisasi sebab bergantung pada musim atau posisi tahunan matahari. Pada muslim dingin hal itu bisa dicapai pada waktu dhuhur, bahka mungkin tidak pernah terjadi karena bayangan selalu lebih panjang dari pada tongkatnya.Pendapat yang memperhitungkan panjang bayangan pada waktu Dhuhur atau mengambil dasar tambahannya dua kali panjang tongkat (di beberapa negara Eropa) dimaksudkan untuk mengatasi masalah panjang bayangan pada musim dingin. Pendapat lain menyatakan bahwa shalat Ashar merupakan waktu pertengahan antara dhuhur dan maghrib (seperti terdapat dalam program Al Mawaqit buatan ICMI Orsat Belanda), tanpa perlu memperhitungkan jarak Zenith Matahari. Pendapat ini diperkuat dengan ungkapan Ahs-Shalat Al Wustha (shalat yang di tengah-tengah) dalam Q. Al Baqarah ayat 238 yang ditaksirkan oleh sebagian ahli tafsir sebagai shalat Ashar. Jika pendapat ini yang digunakan, waktu Ashar akan lebih cepat dari jadwa.Waktu shalat Ashar dimulai tepat ketika waktu shalat dhuhur sudah habis, yaitu semenjak panjang bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya dengan panjang benda itu sendiri. Dan selesainya waktu shalat Ashar ketika matahari tenggelam di ufuk barat. Dalil yang menunjukkan hal itu antara lain hadits berikut ini:Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw berabda, Orang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat Subuh sebelum terbit matahari, maka dia termasuk orang yang mendapatkan shalat Subuh. Dan orang yang mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia termasuk mendapatkan shalat Ashar. (HR Muslim dan enam imam hadits lainnya).Namun jumhur ulama mengatakan bahwa dimakruhkan melakukan shalat Ashar ketika sinar matahari sudah mulai menguning yang menandakan sebentar lagi akan terbenam. Sebab ada hadit nabi yang menyebutkan bahwa shalat di waktu itu adalah shalatnya orang munafiq.Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda, ...Itu adalah shalatnya orang munafik yang duduk menghadap matahari hingga saat matahari berada di antara dua tanduk syetan, dia berdiri dan membungkuk 4 kali, tidak menyebut nama Allah kecuali sedikit. (HR Jamaah kecuali Bukhari dan Ibnu Majah).Bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwa waktu Ashar sudah berakhir sebelum matahari terbenam, yaitu pada saat sinar matahari mulai menguning di ufuk barat sebelum terbenam. Dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, Dan waktu shalat Ashar sebelum matahari menguning. (HR. Muslim)Shalat Ashar adalah shalat Wustha menurut sebagian besar ulama. Dasarnya adalah hadits Aisyah ra. Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah saw membaca ayat, Peliharalah shalat-shalatmu dan shalat wustha. Dan shalat wustha adalah shalat ashar. (HR Abu Daud dan Tirmizy dan dishahihkannya).Dari Ibnu Masud dan Samurah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Shalat Wustha adalah shalat Ashar. (HR Tirmizy). Namun masalah ini memang termasuk dalam masalah yang diperselisihkan para ulama. Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar jilid 1 halaman 311 menyebutkan ada 16 pendapat yang berbeda tentang makna shalat Wustha. Salah satunya adalah pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwa shalat wustha adalah shalat ashar. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa itu adalah shalat Subuh.Waktu Shalat MaghribWaktu maghrb dibatasi seukuran menutup aurat, wudhu, adzan, iqamat sahalt maghrib rakaat dan shalat sunnah dua rakaat dengan standar kebiasaan umum menurut Qaul Jadid, sedagkan menurut Qaul Qadim waktu Maghrib dimulai sejak matahari terbena hingga hilang mega merah (Asy Syafaq Al Ahmar). Ar Rofiiy berkata kebanyakan para Ashab Asy Syafiiyah memegang pendapat ini (Qaul Qadim), Imam An Nawawy berkata, Banyak hadits-hadits yang membenarkan Qaul Qadim beliau juga berkata yang benar menurutku dan menurut para Muhaqqiq (ahli Tahqiq) adalah boleh mengakhirkan shalat maghrib selama mega merah belum hilang (salah satu yang masyhur adalah sebuah riwayat dari Imam Muslim), Al Ghazaliy, Ibnu Khuzaimah, Al Baghawuy, AL Khathabiy dan Al Baihaqiy juga mendukung pendapat ini. Riwayat mengenai ke-Mutamad-an Qaul Qadim adalah sebagai berikut:Dari Ismail bin Masud dan Muhammad bin Abdul Ala dari Khalid dari Syubah dari Abi Shadaqah dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah Saw., melaksanakan shalat dhuhur ketika tergelincirnya matahari, shalat ashar diantara kedua shalat kalian ini, shalat maghrib ketika terbenamnya matahari, shalat isya ketika terbenamnya (hilangnya) mega (merah dan putih) kemudian perowi berkata selanjutnya dan beliau melaksanakan shalat subuh sampai mata terbuka lebar.Mengenai arti As Syafaqhhgjnh (mega atau rona baik merah atau puth yang tmpak di langit saat terbenam) para ulama berbeda pendapat. Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Ad Daruquthny, Ibnu Hibban, Abu Yusuf, Muhammad Ibnu Al Hasan, Asy Syamaniy, Abu Daud, Malik, Imam An Nawawiy, Ats Tsauriy, Ibnu Abu Laila, Asy Syafiiy, Al Farra, Makhul dan Thawus mengartikannya dengan Asy Syafaq Al Ahmar (mega putih) demikian pula yang tertera dalam kitab Subulus Salam, Ad Durrar, An-Nihayah, Al-Bahr A-Raiq dan An-Nahr. Sedangkan menurut Abu Hanifah, Al-Muzaniy, AL Auzaiy, Abu Abbas, Umar bin Abdul Aziz dan sebuah riwayat dari Abu Hurairah arti A Syafaq ialah Asy Syafaq ialah Ay Syafaq Al-Abyadh (mega putih).Waktu maghrib dalam ilmu falak berarti saat terbenam matahari, seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32 menit busur, setengahnya berarti 16 menit busur, selain itu di dekat horison terdapat refraksi yang menyebabkan kedudukan matahari lebih tinggi dari kenyataan sebenarnya yang diasumsikan 34 menit busur. Koreksi semidiameter (Nishfu Al Quthr) piringan matahari dan Refraksi terhadap jarak zenith matahari saat matahari terbit atau terbenam sebesar 50 menit busur. Oleh karena itu terbit dan terbenam secara falak ilmiy didefinisikan bila jarak zenit matahari mencapai Zm = 90 derajat 50. Definisi itu untuk tempat pada ketinggian di permukaan air laut atau jarak zenit matahari mencapai Zm = 91 derajat bila memasukkan koreksi kerendahan ufuk akibat tinggi posisi pengamat 30 meter dari permukaan laut. Untuk penentuan waktu maghrib , saat matahari berkulminasi. Mengenai akhir waktu maghrib para ulama berbeda pendapat. Ada dua riwayat, pertama ketika hilangnya mega merah (Asy Syafaq Al Ahmar) (menurut Qaul Jadid), senada dengan pendapat ini Abu Ishaq, Ats Tsaury, Abu Tsaur, Ashab Ar Rayi dan sebagian Ashab As Syafiiyyah, kedua seukuran wudhu, Adzan, Iqamat, Shalat Maghrib, dzikir dan shalat sunnah dua rakaat (menurut Qaul Qadim).Dimulai sejak terbenamnya matahari dan hal ini sudah menjadi ijma (kesepakatan) para ulama. Yaitu sejak hilangnya semua bulatan matahari di telan bumi. Dan berakhir hingga hilangnya syafaq (mega merah). Dalilnya adalah sabda Rasulullah saw.:Dari Abdullah bin Amar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, Waktu Maghrib sampai hilangnya shafaq (mega). (HR Muslim)Syafaq menurut para ulama seperti Al-Hanabilah dan A-Syafiiyah adalah mega yang berwarna kemerahan setelah terbenamnya matahari di ufuk barat. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa syafaq adalah warna keputihan yang berada di ufuk barat dan masih ada meski mega yang berwarna merah telah hilang. Dalil beliau adalah:Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, Dan akhir waktu Maghrib adalah hingga langit menjadi hitam. (HR Tirmizy). Namun menurut kitab Nashbur Rayah bahwa hadits ini sanadnya tidak shahih.Waktu Shalat IsyaWaktu isya ditandai dengan mulai memudarnya zahaya merah atau Asy Syafaq Al-Ahmar (ini adalah Qaul Jadid-nya Imam Asy Syafii) di bagian langit sebelah barat, yaitu tanda masuknya gelap malam. Peristiwa ini dalam ilmu falak dikenal sebagai akhir senja astronomi (Astronomical Twilight). Pada saat itu matahari berkedudukan 18 derajat di bawah ufuk (Horizon) sebelah barat atau bila jarak zenit matahari = 108 derajat. Ada juga yang mengatakan akhir waktu isya adalah sesaat setelah shalat Maghrib selesai dilaksanakan.Mengenai akhir waktu isya para ulama berbeda pendapat, ada tiga pendapat: pertama akhir waktu isya ialah pada pertengahan malam seperti dilansir oleh Ats Tsaury, Ashab Ar Rayi (ulama yang condong kepada akal dalam proses ijtihadnya), Ibnu Al-Mubarrak, Ishaq bin Rahawaih dan Abu Hanifah. Kedua akhir waktu isya adalah sepertiga malam seperti dilansir Umar bin Al-Khattab, Abu Hurairah, Umar bin Abdul Aziz dan Asy Syafii (pada salah satu riwayatnya) dengan riwayat sebagai berikut:

Mengabari kami Ishaq bin Ibrahim, Ia berkata: mengabari kami Jarir dari Manshur dari Al Hakam dari Nafi dari Ibnu Umar, Ia berkata: suatu malam kami menunggu Rasulullah saw untuk shalat Isya, lalu Ia keluar ketika sepertiga malam atau sesudahnya, lalu Ia berkata ketika keluar sesungguhnya kalian menunggu suatu shalat yang belum pernah ditunggu kecuali oleh kalian, kalaulah tidak memberatkan umatku niscaya kuperintahkan mereka untuk shalat Isya saat ini kemudian kuperintahkan Muadzin untuk Adzan lantas semua bergegas untuk shalat.Ketiga akhir waktu isya ialah waktu terbut fajar (Al-Fajr Ah Shadiq) sebagaimana dilansir oleh Asy Syafii (pada riwayatnya yang lain), Abdullah bin Abbas, Atha, Thawus, Ikrimah dan Ahlu Ar-Rifahiyyah.Dimulai sejak berakhirnya waktu maghrib sepanjang malam hingga dini hari tatkala fajar shadiq terbit. Dasarnya adalah ketetapan dari nash yang menyebutkan bahwa seiap waktu shalat itu memanjang dari berakhirnya waktu shalat sebelumnya hingga masuknya waktu shalat berikutnya, kecuali shalat subuh.Dari Abi Qatadah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, Tidaklah tidur itu menjadi tafrith, namun tafrith itu bagi orang yang belum shalat hingga datang waktu shalat berikutnya. (HR Muslim)Sedangkan waktu mukhtar (pilihan) untuk shalat isya adalah sejak masuk waktu hingga 1/3 malam atau tengah malam. Atas dasar hadits berikut ini.Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, Seandainya aku tidak memberatkan umatku, aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan/menunda shalat isya hingga 1/3 malam atau setengahnya. (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmizy). Dan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa Rasullah