ikarini+dani+w%2c+sh+mh-kartel+sms

Upload: zulkifli-said

Post on 01-Mar-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    1/16

    KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator)

    SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

    Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH

    I.PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan

    pemeriksaan dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 26/KPPU-L/2007

    yaitu dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan

    Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999). Dugaan

    pelanggaran tersebut adalah penetapan harga SMS off-net (short message service

    antar operator) yang dilakukan oleh para operator penyelenggara jasa telekomunikasi

    pada periode 2004 sampai dengan 1 April 2008

    Majelis komisi yang menangani perkara ini terdiri dari Ir. Dedie S.

    Martadisastra (Ketua), Erwin Syahril, S.H., dan Ir. M. Nawir Messi, M.Sc, masing-

    masing sebagai anggota. Hasilnya, PT Excelkomindo Pratama, Tbk., PT

    Telekomunikasi Selular, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., PT Bakrie Telecom, PT

    Mobile-8 Telecom, Tbk., PT Smart Telecom terbukti secara sah dan meyakinkan

    melanggar Pasal 5 UU No 5/1999 dan dihukum untuk membayar denda dengan

    besaran yang telah ditentukan, yaitu Rp. 4 - 25 milyar.

    Perkara ini muncul setelah KPPU menerima laporan tentang adanya dugaan

    pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 berkaitan dengan penetapan harga SMS off-net.

    Pelanggaran tersebut dilakukan oleh PT Excelkomindo Pratama, Tbk (Terlapor I), PT

    Telekomunikasi Selular (Terlapor II), PT Indosat, Tbk (Terlapor III), PT Telkom, Tbk

    (Terlapor IV), PT Huchison CP Telecommunication (Terlapor V), PT Bakrie Telecom

    (Terlapor VI), PT Mobile-8 Telecom (Terlapor VII), Tbk, PT Smart Telecom

    (Terlapor VIII), dan PT Natrindo Telepon Seluler (Terlapor IX).

    Pemeriksaan Pendahuluan telah dilakukan pada tanggal 2 November 2007 - 13

    Desember 2007, dilanjutkan Pemeriksaan Lanjutan sampai dengan 26 Maret 2008,

    dengan Ir. Dedie S. Martadisastra sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Erwin Syahril, S.H.,

    dan Dr. Sukarmi, S.H, MH masing-masing sebagai anggota Tim Pemeriksa.

    Melalui proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU, diperoleh

    fakta-fakta antara lain:

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    2/16

    Pada periode 1994 - 2004 hanya terdapat tiga operator telekomunikasi seluler

    di Indonesia dan berlaku satu tarif SMS sebesar Rp 350,-. Namun demikian tidak

    ditemukan adanya kartel diantara operator pada saat itu karena tarif yang terbentuk

    terjadi karena struktur pasar yang oligopoli. Pada periode 2004 - 2007 industri

    telekomunikasi seluler ditandai dengan masuknya beberapa operator baru dan

    mewarnai situasi persaingan harga. Namun demikian harga SMS yang berlaku untuk

    layanan SMS off-net hanya berkisar pada Rp 250-350,-. Pada periode ini Tim

    Pemeriksa menemukan beberapa klausula penetapan harga SMS yang tidak boleh

    lebih rendah dari Rp 250,- dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS)

    Interkoneksi antara operator sebagaimana tertera dalam Matrix Klausula Penetapan

    Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi.

    Pada bulan Juni 2007, berdasarkan hasil pertemuan BRTI (Badan Regulasi

    Telekomunikasi Indonesia) dengan Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), ATSI

    mengeluarkan surat untuk meminta kepada seluruh anggotanya untuk membatalkan

    kesepakatan harga SMS yang kemudian ditindaklanjuti oleh para operator. Namun

    demikian Tim Pemeriksa melihat tidak terdapat perubahan harga SMS off-net yang

    signifikan di pasar. Pada periode 2007 sampai sekarang, dengan harga yang tidak

    berubah Tim Pemeriksa menilai kartel harga SMS masih efektif terjadi sampai dengan

    April 2008 ketika terjadi penurunan tarif dasar SMS off-net di pasar.

    Matrix Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi

    Matrix Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi

    Operator XLTelkomse

    lIndosa

    tTelko

    mHutchinso

    nBakrie

    Mobile-8

    Smart NTSSTI

    XL - - -

    (2005)

    (2004)

    (2003)

    (2006)

    (2001)

    -

    Telkomsel - -

    (2002)-

    (2004)-

    (2007)

    (2001)-

    Indosat - - - - - - - - -

    Telkom -

    (2002)- - - - - - -

    Hutchinso

    n

    (2005)

    - - - - - - - -

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    3/16

    Bakrie

    (2004)

    (2004)- - - - - - -

    Mobile-8

    (2003)- - - - - - - -

    Smart

    (2006)

    (2007)- - - - - - -

    NTS

    (2001)

    (2001)- - - - - - -

    STI - - - - - - - - -

    Sumber :KPPU

    Berdasarkan fakta-fakta hasil pemeriksaan tersebut Majelis Komisi kemudian melihat

    terdapat kerugian konsumen yang dihitung berdasarkan selisih penerimaan harga

    kartel dengan penerimaan harga kompetitif SMS off-net setidak-tidaknya sebesar Rp

    2.827.700.000.000,- dengan perincian masing-masing operator sebagai berikut:

    Tabel Perhitungan Kerugian Konsumen Berdasarkan Proporsi Pangsa Pasar Operator

    Pelaku (dalam Milyar Rupiah)

    Tahun Telkomsel XL M-8 Telkom Bakrie Smart Total

    2004 311,8 53,4 2,6 12,2 5,8 385,8

    2005 446,3 62,4 10,2 30,6 7,8 557,4

    2006 615,5 93,7 15,9 59,3 17,5 801,9

    2007 819,4 136,4 23,6 71,2 31,8 0,1 1.082,5

    Total 2.193,1 346,0 52,3 173,3 62,9 0,1 2.827,7

    Sumber: KPPU

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    4/16

    Dengan demikian telah jelas bahwa enam operator telekomunikasi terbukti

    melakukan kartel layanan pesan singkat yang merugikan konsumen sebesar Rp. 2,87

    triliun dalam kurun waktu mulai tahun 2004-20071. Menurut Ketua majelis Komisi

    KPPU Deddi S. Mardjana keenam operator yaitu Telkomsel, XL, Mobile -8, Telkom,

    Bakrie Telecom, dan Smart telah membuat perjanjian tertulis yang mengakibatkan

    terjadinya kartel SMS.2Perjanjian tersebut dibuat akibat Pemerintah tidak mengatur

    penghitungan tarif SMS sehingga mereka melakukan self regulatory.Tiga operator

    lain, yaitu Indosat, Hutchinson(3) dan Natrindo (Axis) sempat ikut dalam perjanjian

    tersebut tetapi tidak melaksanakan kesepakatan dalam perjanjian tersebut sedangkan

    Bakrie Telecom(Esia), Mobile8(Fren) dan Smart Telecom sebagai pemain baru dalam

    bisnis telekomunikasi, terpaksa mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh operator

    terdahulu.3

    Meski perjanjian tersebut akhirnya dibatalkan dan Pemerintah menurunkan

    tarif interkoneksi, tidak terjadi penurunan tarif SMS secara signifikan.Artinya, kartel

    tetap terjadi. Padahal, pada Bulan Juli 2007 Badan Regulasi Telekomunikasi

    Indonesia (BRTI) telah meminta semua oparator membatalkan seluruh perjanjian itu.

    Berdasarkan perhitungan KPPU, tarif SMS yang kompetitif seharusnya RP 114 per

    kirim. Rinciannya, tarif originasi Rp 38, biaya RSAC (retail service activities cost) 40

    persen dari biaya interkoneksi ditambah margin keuntungan 10 persen.Akibat selesih

    tarif kompetitif (Rp 114) dengan tarif perjanjian (Rp 250), selama tiga tahun

    konsumen dirugian RP 2,827 Triliun. Atas dasar hal tersebut KPPU kemudian

    menghukum keenam operator tersebut berdasar tingkat kesalahannya. Telkomsel

    didenda Rp 25 miliar, XL Rp 25 miliar, Telkom Rp 18 miliar, Bakrie Rp 4 miliar dan

    Mobile8 Rp 5 miliar. Denda tersebut harus disetor ke kas negara. Sementara Smart

    tidak terkena denda karena sebagai pemain baru, perusahaan tersebut mempunyai

    posisi tawar yang paling lemah. Terhadap putusan tersebut kuasa hukum keenam

    operator tersebut masih menyatakan pikir-pikir.

    Persoalan kartel SMS tersebut menjadi menarik untuk dibahas karena dalam

    UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

    Tidak Sehat bentuk pelarangan tertera dalam pasal 11 adalahRule of Reason tidak

    1Jawa Pos Kamis 19 Juni 2008

    2

    Hal ini tercantum dalam PKS (Perjanjian kerja sama) interkoneksi yang dilakukanoperatorXL dan Telkomsel yang kemudian diikuti oleh oparator lain.

    3Penilaian majelis komisi KPPU

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    5/16

    tegas.4Prinsip Rule of Reason adalah melihat seberapa jauh hal tersebut akan

    mengakibatkan terjadinya pengekangan persaingan pasar atau dengan kata lain

    apabila tidak mengakibatkan adanya indikasi kerugian bagi pasar dan pelaku pasar

    maka tindakan tersebut tidak dilarang.5Hal inilah yang kemudian menggulirkan

    adanya persoalan baru di bidang persaingan usaha karena sebuah tindakan dapat

    dianggap mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat setelah ditemukan adanya

    dampak negatif yang dalam hal ini berupa kerugian konsumen. Artinya tidak ada

    upaya perlindungan preventif terhadap tindakan pelaku usaha yang sejak awal telah

    dimungkinkan akan memunculkan kemungkinan kerugian bagi konsumen.Padahal

    apabila kita runut kebelakang, kartel sebagai bentuk kerjasama yang dilakukan oleh

    produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produk mereka sendiri

    termnasuk penjualan serta harga, dapat mengakibatkan monopoli terhadap komoditas

    atau produk industri tertentu dan mengenai pembentukan kartel ini telah lama dilarang

    sejak Adam Smith mengemukakan Teori tentang Pasar Bebas.

    1.2 Permasalahan

    Persoalan kartel SMS terkait dengan adanya perjanjian bersama antar pelaku

    usaha di bidang Telekomunikasi untuk menetapkan harga secara horizontal

    (Horizontal Price Fixing). Perjanjian penetapan harga umum untuk produk barang

    dan jasa yang sama dan diberlakukan pada pasar bersangkutan yang sama salam hal

    ini di bidang SMS off net antar Operator sangat potensial melahirkan persoalan

    yuridis. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai

    berikut:

    1. Apakah kriteria suatu perjanjian dapat dikategorikan sebagai kartel menurut

    UU No 5 Tahun 1999?

    2. Bagaimanakah seharusnya pengaturan tentang kartel dalam UU No 5 Tahun

    1999?

    4Bentuk pelaranganRule of Reasontidak tegas dapat dilihat dengan dipergunakannya kata-

    kata dapatmengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat5Munir Fuady,Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra Aditya

    Bakti, Bandung, 2001, h.13

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    6/16

    II PEMBAHASAN

    Kriteria Perjanjian yang Dapat Dikategorikan Sebagai Kartel Menurut UU

    No 5 Tahun 1999

    Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

    mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.6Adapun syarat sah dari

    sebuah perjanjian adalah :

    1. sepakat mereka yang mengikatkan diri;

    2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

    3. suatu hal tertentu;

    4. suatu sebab yang halal.7

    Kartel (dalam bahasa Inggris disebut cartel) adalah suatu kerja sama dari

    produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi,

    penjualan dan harga dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau

    industri tertentu.8 Ada juga yang mengartikan kartel sebagai suatu asosiasi

    berdasarkan suatu kontrak di antara perusahaan yang mempunyai kepentingan

    yang sama, yang dirancang untuk mencegah adanya suatu kompetisi yang tajam

    dan untuk mengalokasi pasar serta untuk mempromosikan pertukaran pengetahuan

    hasil dari riset tertentu, mempertukarkan hak paten dan standardisasi produk

    tertentu.9

    Biasanya melalui kartel ini, anggota katel tersebut dapat menetapkan harga

    atau syarat-syarat perdagangan lainnya untuk mengekang suatu persaingan

    sehingga hal ini dapat menguntungkan para anggota kartel yang bersangkutan.

    Aspek yang destruktif lainnya dari kartel adalah bahwa kartel dapat mengontrol

    atau mengekang masuknya pesaing baru dalam bisnis yang bersangkutan.Pada

    kasus kartel layanan pesan singkat yang dilakukan oleh para Terlapor adalah

    berupa kerjasama penetapan harga ( Horzontal price fixing) SMS off net shore

    atau tarif SMS antar Operator.

    6Bunyi Pasal 1313 KUH Perdata tentang pengertian Perjanjian

    7Bunyi Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sah perjanjian

    8

    Black, Henry Campbel,Black LawDictionary, 6 thn Ed West Publishing Co. St Paul-Minn,USA, 1990. h.270

    9Ibid

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    7/16

    Adapun bunyi pasal 5 ayat 1 UU No 5 tahun 1999 adalah sebagai berikut

    :Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya

    untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh

    konsumen atau pelanggan pada pasar yang bersangkutan yang sama. Pasal 5 ayat

    1 UU No 5 Tahun 1999 menentukan larangan secara menyeluruh terhadap

    perjanjian penetapan harga secara horizontal serta adanya kartel harga yang telah

    lama dikenal. Artinya perjanjian penetapan harga sangat dimungkinkan dilakukan

    oleh kelompok pelaku usaha untuk melindungi kepentingan kelompok pelaku

    usaha tersebut (Kartel). Namun yang akan merasakan dampak kerugian secara

    langsung akibat adanya kartel penetapan harga tersebut adalah konsumen. Apabila

    di dalam pasar tercipta persaingan sehat maka harga akan ditentukan oleh

    permintaan dan penawaran dan bukan atas dasar kesepakatan para produsen atau

    pelaku usaha.

    Perjanjian untuk membentuk kartel juga tidak dibenarkan oleh pasal 11 UU

    No 5 Tahun 1999. Pasal 11 tersebut selengkapnya menyatakan sebagai berikut :

    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,

    yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan

    atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan

    terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

    Dengan demikian, agar suatu perjanjian kartel dapat dikenakan larangan

    menurut Pasal 11 UU No 5 Tahun 1999, haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai

    berikut :

    1) Adanya suatu perjanjian

    2) Perjanjian tersebut dilakukan dengan pelaku usaha pesaing

    3) Tujuannya untuk mempengaruhi harga

    4) Tindakan untuk mempengaruhi harga dilakukan dengan jalan mengaturproduksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu

    5) Tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

    atau persaingan curang.

    Apabila kita telaah kasus Kartel SMS yang dilakukan oleh keenam operator

    yang telah diputuskan bersalah oleh KPPU maka kita dapat melihat apakah

    kriteria atau unsur dalam pasal 11 telah terpenuhi sehingga perjanjian tersebut

    layak dibatalkan karena termasuk dalam kategori perjanjian yang dilarang.

    Menurut KUH perdata suatu perjanjian haruslah:

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    8/16

    1) Mempunyai kausa yang diperbolehkan

    2) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum

    3) Dilakukan dengan itikat baik

    4) Sesuai dengan asas-asas kepatutan

    5) Sesuai dengan kebiasaan10

    Satu hal yang menonjol dalam perjanjian kartel adalah ketiadaan itikat baik

    para pendiri kartel terhadap pihak ketiga dalam hal ini adalah konsumen. Hal ini

    terbukti bahwa akibat dari adanya kartel tersebut , keenam operator mendapat

    keuntungan dari penentuan harga SMS yang berakibat konsumen dirugikan senilai

    Rp 2,87 triliun.Pemain baru dalam bisnis Telekomunikasi mau tidak mau juga

    harus mengikuti perjanjian kartel tersebut karena mereka mempunyai posisi tawar

    yang lemah.Berdasarkan data YLKI pengguna telpon mobile, mengalami

    peningkatan dari 32,4 juta pada tahun 2004 menjadi 46,9 juta pada Tahun 2005,

    63,8 juta pada tahun 2006 dan 96,41 juta pada 2007.Sedangkan kerugian yang

    harus diterima konsumen dalam rentang waktu 2004-2007 adalah bagi pengguna

    Telkomsel, potensi kerugiaj Rp 2,193 triliun, Exelcom(XL) Rp 346 miliar,

    Telkom Rp 173,3 miliar, Bakrie Telecom(Esia) Rp 62,9 miliar, Mobile-8 (Fren)

    Rp 52,3 miliar san Smart Telecom Rp 0,1 miliar.11

    Selain keenam operator yang melakukan perjanjian kartel tersebut, ada 3(tiga)

    operator lain yaitu Indosat, Hutchinson (3) dan Natrindo(Axis) yang keluar dari

    perjanjian kartel tersebut.. Apabila kita lihat potensi kerugian yang disandang oleh

    konsumen akibat adanya Kartel SMS, tidak dapat diprediksi pula seberapa besar

    kerugian yang harus diterima oleh operator yang tidak termasuk dalam kartel.

    Logikanya, apabila harga telah dipengaruhi oleh pasar terbesar, maka ketiga

    operator yang bukan anggota kartel tidak dapat bersaing secara sehat dengan

    anggota kartel.Keuntungan yang mereka peroleh dalam layanan SMS tidak akan

    sebesar yang diterima oleh anggota kartel.

    UU No 5 Tahun 1999 mengambil landasan kepada suatu Demokrasi Ekonomi

    berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kristalisasinya adalah berupa menjaga

    keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum,

    dengan tujuan untuk :

    10Munir Fuady,Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti,Bandung,2005, h.216

    11Jawa Pos20 Juni 2008

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    9/16

    1) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi serta

    lmelindungi konsumen

    2) Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan

    usaha yang sehat dan menjamin kepastrian kesemopatan berusaha yang

    sama bagi setiap orang

    3) Mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

    yang ditimbulkan oleh pelaku usaha

    4) Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka

    meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk

    meningkatkan kesejateraan rakyat

    Perjanjian kartel SMS dalam bentuk penetapan harga SMS off net Shore antar

    operator patut dilarang karena perjanjian tersebut selain bertentangan dengan

    kepatutan dan merugikan kepentingan konsumen juga berpotensi menimbulkan

    persaingan usaha tidak sehat serta inefisiensi ekonomi nasional di bidang

    telekomunikasi nasional yang telah mengakibatkan kerugian konsumen sebesar

    Rp 2,87 triliun.

    Pengaturan Kartel dalam UU No 5 Tahun 1999

    Seringkali suatu industri hanya mempunyai beberapa pemain yang

    mendominasi pasar. Keadaan demikian dapat mendorong mereka untuk

    mengambil tindakan bersama dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan mereka

    dan mempertinggi keuntungan. Ini akan mendorong mereka untuk membatasi

    tingkat produksi maupun harga melalui kesepakatan bersama di antara

    mereka.Kesemuanya dimaksudkan untuk menghindari terjadinya persaingan yang

    merugikan mereka sendiri. Kalau berpegang pada teori monopoli, suatu kelompok

    industri yang mempunyai kedudukan oligopolis akan mendapat keuntungan yang

    maksimal bila mereka secara bersama. Dalam praktiknya, kedudukan oligopolis

    ini diwujudkan melalui apa yang disebut asosiasi-asosiasi. Melaui asosiasi ini

    mereka dapat mengadakan kesepakatan bersama mengenai tingkat produksi,

    tingkat harga, wilayah pemasaran dan sebagainya, yang kemudian melahirkan

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    10/16

    kartel, yang dapat pula mengakibatkan terciptanya praktik monopoli dan atau

    persaingan usaha tidak sehat.12

    Larangan pembentukan perjanjian Kartel yang terdapat dalam pasal 11 UU

    No 5 Tahun 1999 tidak banyak terpengaruh dari ketentuan Hukum Barat. Di

    Amerika Serikat, Australia dan Uni Eropa, kartel dianggap sebagai per se

    illegal.Di Amerika Serikat, sebagaimana price fixing, kartel dianggap sebagai

    naked restraint yang mempunyai tujuan tunggal untuk mempengaruhi tingkat

    harga dan output.Oleh karena itu wajar apabila Section 1 theSherman Act

    memperlakukannya sebagai per se illegal. Artinya perjanjian kartel itu sendiri

    yang dilarang tanpa melihat kewajaran tingkat harga yang disepakati, dan tanpa

    melihat market powerpara pihak, bahkan tanpa melihat apakah perjanjian kartel

    tersebut sudah dilaksanakan atau belum. Negara Australia dengan Section 45 jo

    4D(1) dan 45A(1)dari The Trade Practices Act 1974 juga mengkategorikan kartel

    sebagaiper se illegal. Begitu juga dengan Uni Eropa dengan Article 45 dari The

    Treaty of Rome.13

    Alasan negara-negara Barat menganggap kartel sebagai per se illegal terletak

    pada kenyataan bahwa price fixing dan perbuatan kartel yang lain benar-benar

    mempunyai dampak negatif terhadap harga dan outputjika dibandingkan dengan

    dampak pasar yang kompetitif. Sedangkan kartel jarang melahirkan efisiensi atau

    efisiensi yang dihasilan sangat kecil dibandingkan dengan dampak negatif dari

    tindakan-tindakannya. Suatu kartel yang berhasil akan mengeluarkan keputusan

    tentang harga dan output seperti layaknya sebuah perusahaan tunggal yang

    memonopoli. Akibatnya, pertama kartel mendapatkan keuntungan monopoli dari

    para konsumen yang terus menerus membeli barang dan jasa dengan harga kartel,

    dan kedua, terjadi penempatan sumber secara salah yang diakibatkan oleh

    pengurangan output karena para konsumen seharusnya membeli dengan harga

    yang kompetitif, selain terbuangnya sumber daya untuk mempertahankan

    keberadaan kartel itu sendiri.14

    Pada sisi lain , kartel juga dapat memberikan keuntungan.Oleh karena itu,

    keberadaan dan tumbuh kembangnya diperbolehkan sepanjang hal ini

    12Agus Sardjono,Pentingnya Sistem Persaingan Usaha Yang Sehat dalam Upaya

    Memperbaiki Sistem Perekonomian:,Newsletter No 34 Tahun IX, Yayasan Pusat Pengkajian

    Hukum,Jakarta,1998, h.26-2713

    Ayudha D Prayoga,Persaingan Usaha Dan Hukum Yang mengaturnyaProyek ELLIPS,Jakarta,2000, h.82

    14Ibid

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    11/16

    memberikan keuntungan bagi masyarakat.Selain itu kartel juga dapat membentuk

    stabilitas dan kepastian tingkat produksi, tingkat harga dan wilayah pemasaran

    (yang sama) di antara para pelaku usaha yang tergabung dalam suatu asosiasi

    tertentu yang dapat mengakibatkan pasar menjadi tidak kompetitif.15 Kalau kita

    perhatikan bunyi ketentuan pasal 11 UU No 5 Tahun 1999 perjanjian kartel yang

    dilarang adalah perjanjian tingkat produksi, tingkat harga dan atau wilayah

    pemasaran atas suatu barang, jasa atau barang dan jasa yang dapat berdampak

    pada terciptanya monopolisasi dan atau persaingan usaha tidak sehat dengan

    pelaku usaha saingannya.

    Larangan yang terdapat dalam Pasal 11 tersebut tidak mengkategorikan kartel

    sebagai per se illegal, sebab kartel masih dimungkinkan sepanjang tidak

    menimbulkan praktik monopolisasi dan atau persaingan usaha tidak sehat yang

    merugikan masyarakat dan konsumen. Indonesia sependapat dengan jepang yang

    mensyaratkan adanya substansial restraint of competitionyang contrary to the

    public interestdi dalam larangan terhadap kartel. Perjanjian kartel baru illegal

    apabila dipraktikkan dan ternyata mengurangi persaingan secara substansial.

    Namun the Fair Trade Commision di Jepang telah mengambil jalan tengah dengan

    mengambil tindakan ketika peserta kartel telah melakukan langkah-langkah awal

    untuk melaksanakan perjanjian kartel. Dengan begitu telah dibuat suatu anggapan,

    begitu peserta mulai melaksanakan kartel, kartel itu pasti mengurangi persaingan

    secara substansial seandainya tidak diberhentikan atau tidak dilarang.16

    Penulis berpendapat, untuk kepentingan perlindungan hukum bagi konsumen

    dan mencegah terbentuknya kartel-kartel lain dibelakang hari, perlu adanya

    perubahan prinsip pelarangan yang semula rule of reason menjadi per se

    illegal.Mengingat keberadaan asosiasi dagang (Trade Association) selaku

    pembentuk kartel akan menjadi sebuah ancaman serius apabila kesepakatan yang

    dibuat tersebut ditujukan untuk mengatur harga, karena hal tersebut akan otomatis

    menghambat terjadinya suatu persaingan usaha yang sehat.Pendekatan rule of

    reasondanper se illegalmerupakan model untuk menilai apakah perjanjian yang

    dilakukan oleh pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain

    bertentangan dengan ketentuan undang-undang.

    15

    Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,2004, h.57

    16Ayudha D. Prayoga, op.cit h.84

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    12/16

    Yahya Harahap mengatakan bahwa pendekatan per se illegal artinya sejak

    semula dinyatakan tidak sah, oleh karenanya perbuatan tersebut merupakan suatu

    perbuatan yang melanggar hukum.Selanjutnya dikatakan, bahwa suatu

    perbuatan itu dengan sendirinya telah melanggar ketentuan yang sudah di atur,

    jika perbuatan telah memenuhi rumusan dalam undang-undang persaingan usaha

    tanpa ada suatu pembuktian.17 Sebagai bahan perbandingan di Amerika Serikat

    salah satu kasus yang muncul dan terkait dengan kartel adalah Kasus United

    States vs Missouri Freight Assosiation yang menggunakan pendekatan secara per

    se illegal.18Dalam kasus ini, tujuan dibentuknya asosiasi adalah untuk melindungi

    para anggota asosiasi dengan cara menetapkan tarif angkutan kerta api yang layak

    dan adil. Pemerintah Amerika Serikat akhirnya menggugat asosasi, baik secara

    bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Gugatan yang diajukan oleh Pemerintah

    Amerika(sebagai penggugat) ditolak oleh Tergugat (asosiasi kereta api) dengan

    alasan, bahwa tujuan dibentuknya asosiasi adalah untuk menetapkan tarif kereta

    api yang rasional sesuai dengan peraturan angkutan pada umumnya. Pihak

    Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam putusannya menetapkan bahwa

    perjanjian di antara para anggota asosiasi untuk menetapkan tarif angkutan kerta

    api dianggap secara per se illegal telah melanggar Pasal 1 Tyhe Sherman Act

    1890 dan karenanya putusan MA tersebut harus segera dilaksanakan yaitu

    membubarkan asosiasi perusahaan angkutan kereta api. Keberadaan asosiasi yang

    bertujusan untuk saling melindungi para anggotanya dan dalam rangka

    harmonisasi rute perjalanan kereta api merupakan perwujudan adanya kartel.

    Kartel sendiri apabila dilihat dari segi manfaatnya dapat dilihat dari sisi positif

    dan negatif.Pass dan Lowes melihat sebuah asosiasi (kartel) sebagai salah satu

    jenis kolusi perdagangan negatif.19Sedangkan Harter melihat kartel sebagai

    perjanjian dalam bentuk persekutuan opelaku usaha yang mempunyai tujuan dan

    kepentingan usaha bersama yang sejenis dan bersifat positif.20 Namun dalam

    praktek dunia usaha saat ini di Jepang dan Inggris justru mengizinkan perjanjian

    Kartel yang dilakukan oleh para pengusaha yang mempunyai usaha sejenis.

    Sehingga tidak mengherankan bila asosiasi/kartel hidup subur mendominasi

    17M. Yahya Harahap,Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, Citra Aditya

    Bakti, Bandung,1997,h.2818

    A.M Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Per se

    illegal atau Rule of Reason), Pasca Sarjana UI, Jakarta, 2004, h.8119Christopper Pass, Kamus Lengkap Ekonomi,Edisi kedua, Erlangga, Jakarta, 1997, h.71

    20John J Harter,Bahasa Perdagangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1985, h.13

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    13/16

    jaringan bisnis disana. Indonesia rupanya juga sepakat dengan Jepang dan Inggris

    terbukti dengan pemilihan pendekatanRule of Reasonuntuk perjanjian penertapan

    harga dalam kartel.Disinilah letak persoalan munculnya kelemahan dalam

    penegakan hukum di bidang persaingan usaha khususnya di bidang Kartel layanan

    pesan singkat (SMS off-net shore).

    III. Kesimpulan dan Saran

    3.1 Kesimpulan

    Kesimpulan yang dapat diambil bertdasarkan pembahasan di atas adalah sebagai

    berikut :

    1. Kriteria Kartel dalam UU No 5 Tahun 1999 dapat dicermati dalam pasal 11

    yaitu adanya perjanjian, perjanjian tersebut dilakukan dengan pelaku usaha

    pesaing, bertujuan untuk mempengaruhi harga, tindakan mempengaruhi harga

    dilakukan dengan jalan mengatur produksi atau pemasaran dan atau jasa

    tertentu serta tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek

    monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kartel SMS yangerbentuk terkait

    dengan penetapan harga secara horizontal (Horizontal Price Fixing) yang

    dilarang dalam pasal 5 UU No 5 Tahun 1999.

    2. Pendekataan yang dilakukan untuk perjanjian kartel alangkah baiknya diubah

    dari yang semula secara Rule of Reason menjadi Per Se Illegal dengan

    tujuan agar di kemudian hari tidak akan ada lagi kartel-kartel lain yang akan

    merugikan konsumen sehingga perlindungan terhadap konsumen dari kerugian

    yang diakibatkan oleh pelaku usaha dapat diminimalisir.

    3.2 Saran

    Saran yang dapat disampaikan di akhir tulisan ini adalah :

    1. Konsumen pengguna layanan SMS seluler yang dirugikan akibat adanya

    Kartel Layanan SMS Off Net Shore Antar Operator hendaknya menggunakan

    hak menggugat secara Class Action terhadap ke 8 (delapan) operator seluler

    yang telah diputuskan bersalah oleh KPPU berupa Ganti

    Kerugian.Penggantian kerugian dapat berupa ganti rugi finansial atau berupa

    ganti rugi pengembalian pulsa.

    2. Para operator yang telah dinyatakan bersalah hendaknya segera melaksanakan

    putusan KPPU dengan itikat baik demi terbentuknya persaingan usaha yang

    sehat.

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    14/16

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    15/16

    DAFTAR BACAAN

    a. Buku

    Ayudha D Prayoga, 2000,Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya, Proyek

    ELLIPS, Jakarta.

    Black, Henry Campbell, 1990,Black Law Dictionary, 6 th Ed, West Publishing Co St

    Paul- Minn, USA

    Cristoper Pass, 1997,Kamus Lengkap Ekonomi, Erlangga, Jakarta

    John J. Harter, 1985,Bahasa Perdagangan, Gramedia Pustaka Utama ,Jakarta

    L. Budi Kagramanto,2008,Mengenal Hukum Persaingan Usaha, Laros, Surabaya

    Munir Fuady,2001,Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra

    Aditya Bakti, Bandung

    _______________, 2005,Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung

    M. Yahya Harahap, 1997,Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, CitraAditya Bakti, Bandung.

    Rachmadi Usman, 2004,Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Gramedia Pustaka

    Utama, Jakarta

    b. Perundang-Undangan

    UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak

    SehatKitab Undang-Undang Hukum Perdata

  • 7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS

    16/16

    c. Lain-lain

    Artikel

    Agus Sardjono, 1998,Pentingnya Sistem Persaingan Usaha Yang Sehat dalam Upaya

    Memperbaiki Sistem Perekonomian, Newsletter, No 34 Tahun IX, Yayasan

    Pusat

    Pengkajian Hukum, Jakarta.

    AM Tri Anggraini,2004, Larangan Pratek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

    Sehat,

    Pasca UI, Jakarta

    Koran

    Jawa Pos Edisi Kamis, 19 Juni 2008

    Jawa Pos Edisi Jumat , 20 Juni 2008