ikarini+dani+w%2c+sh+mh-kartel+sms
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
1/16
KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator)
SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan
pemeriksaan dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 26/KPPU-L/2007
yaitu dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999). Dugaan
pelanggaran tersebut adalah penetapan harga SMS off-net (short message service
antar operator) yang dilakukan oleh para operator penyelenggara jasa telekomunikasi
pada periode 2004 sampai dengan 1 April 2008
Majelis komisi yang menangani perkara ini terdiri dari Ir. Dedie S.
Martadisastra (Ketua), Erwin Syahril, S.H., dan Ir. M. Nawir Messi, M.Sc, masing-
masing sebagai anggota. Hasilnya, PT Excelkomindo Pratama, Tbk., PT
Telekomunikasi Selular, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., PT Bakrie Telecom, PT
Mobile-8 Telecom, Tbk., PT Smart Telecom terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 5 UU No 5/1999 dan dihukum untuk membayar denda dengan
besaran yang telah ditentukan, yaitu Rp. 4 - 25 milyar.
Perkara ini muncul setelah KPPU menerima laporan tentang adanya dugaan
pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 berkaitan dengan penetapan harga SMS off-net.
Pelanggaran tersebut dilakukan oleh PT Excelkomindo Pratama, Tbk (Terlapor I), PT
Telekomunikasi Selular (Terlapor II), PT Indosat, Tbk (Terlapor III), PT Telkom, Tbk
(Terlapor IV), PT Huchison CP Telecommunication (Terlapor V), PT Bakrie Telecom
(Terlapor VI), PT Mobile-8 Telecom (Terlapor VII), Tbk, PT Smart Telecom
(Terlapor VIII), dan PT Natrindo Telepon Seluler (Terlapor IX).
Pemeriksaan Pendahuluan telah dilakukan pada tanggal 2 November 2007 - 13
Desember 2007, dilanjutkan Pemeriksaan Lanjutan sampai dengan 26 Maret 2008,
dengan Ir. Dedie S. Martadisastra sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Erwin Syahril, S.H.,
dan Dr. Sukarmi, S.H, MH masing-masing sebagai anggota Tim Pemeriksa.
Melalui proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU, diperoleh
fakta-fakta antara lain:
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
2/16
Pada periode 1994 - 2004 hanya terdapat tiga operator telekomunikasi seluler
di Indonesia dan berlaku satu tarif SMS sebesar Rp 350,-. Namun demikian tidak
ditemukan adanya kartel diantara operator pada saat itu karena tarif yang terbentuk
terjadi karena struktur pasar yang oligopoli. Pada periode 2004 - 2007 industri
telekomunikasi seluler ditandai dengan masuknya beberapa operator baru dan
mewarnai situasi persaingan harga. Namun demikian harga SMS yang berlaku untuk
layanan SMS off-net hanya berkisar pada Rp 250-350,-. Pada periode ini Tim
Pemeriksa menemukan beberapa klausula penetapan harga SMS yang tidak boleh
lebih rendah dari Rp 250,- dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS)
Interkoneksi antara operator sebagaimana tertera dalam Matrix Klausula Penetapan
Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi.
Pada bulan Juni 2007, berdasarkan hasil pertemuan BRTI (Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia) dengan Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), ATSI
mengeluarkan surat untuk meminta kepada seluruh anggotanya untuk membatalkan
kesepakatan harga SMS yang kemudian ditindaklanjuti oleh para operator. Namun
demikian Tim Pemeriksa melihat tidak terdapat perubahan harga SMS off-net yang
signifikan di pasar. Pada periode 2007 sampai sekarang, dengan harga yang tidak
berubah Tim Pemeriksa menilai kartel harga SMS masih efektif terjadi sampai dengan
April 2008 ketika terjadi penurunan tarif dasar SMS off-net di pasar.
Matrix Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi
Matrix Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi
Operator XLTelkomse
lIndosa
tTelko
mHutchinso
nBakrie
Mobile-8
Smart NTSSTI
XL - - -
(2005)
(2004)
(2003)
(2006)
(2001)
-
Telkomsel - -
(2002)-
(2004)-
(2007)
(2001)-
Indosat - - - - - - - - -
Telkom -
(2002)- - - - - - -
Hutchinso
n
(2005)
- - - - - - - -
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
3/16
Bakrie
(2004)
(2004)- - - - - - -
Mobile-8
(2003)- - - - - - - -
Smart
(2006)
(2007)- - - - - - -
NTS
(2001)
(2001)- - - - - - -
STI - - - - - - - - -
Sumber :KPPU
Berdasarkan fakta-fakta hasil pemeriksaan tersebut Majelis Komisi kemudian melihat
terdapat kerugian konsumen yang dihitung berdasarkan selisih penerimaan harga
kartel dengan penerimaan harga kompetitif SMS off-net setidak-tidaknya sebesar Rp
2.827.700.000.000,- dengan perincian masing-masing operator sebagai berikut:
Tabel Perhitungan Kerugian Konsumen Berdasarkan Proporsi Pangsa Pasar Operator
Pelaku (dalam Milyar Rupiah)
Tahun Telkomsel XL M-8 Telkom Bakrie Smart Total
2004 311,8 53,4 2,6 12,2 5,8 385,8
2005 446,3 62,4 10,2 30,6 7,8 557,4
2006 615,5 93,7 15,9 59,3 17,5 801,9
2007 819,4 136,4 23,6 71,2 31,8 0,1 1.082,5
Total 2.193,1 346,0 52,3 173,3 62,9 0,1 2.827,7
Sumber: KPPU
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
4/16
Dengan demikian telah jelas bahwa enam operator telekomunikasi terbukti
melakukan kartel layanan pesan singkat yang merugikan konsumen sebesar Rp. 2,87
triliun dalam kurun waktu mulai tahun 2004-20071. Menurut Ketua majelis Komisi
KPPU Deddi S. Mardjana keenam operator yaitu Telkomsel, XL, Mobile -8, Telkom,
Bakrie Telecom, dan Smart telah membuat perjanjian tertulis yang mengakibatkan
terjadinya kartel SMS.2Perjanjian tersebut dibuat akibat Pemerintah tidak mengatur
penghitungan tarif SMS sehingga mereka melakukan self regulatory.Tiga operator
lain, yaitu Indosat, Hutchinson(3) dan Natrindo (Axis) sempat ikut dalam perjanjian
tersebut tetapi tidak melaksanakan kesepakatan dalam perjanjian tersebut sedangkan
Bakrie Telecom(Esia), Mobile8(Fren) dan Smart Telecom sebagai pemain baru dalam
bisnis telekomunikasi, terpaksa mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh operator
terdahulu.3
Meski perjanjian tersebut akhirnya dibatalkan dan Pemerintah menurunkan
tarif interkoneksi, tidak terjadi penurunan tarif SMS secara signifikan.Artinya, kartel
tetap terjadi. Padahal, pada Bulan Juli 2007 Badan Regulasi Telekomunikasi
Indonesia (BRTI) telah meminta semua oparator membatalkan seluruh perjanjian itu.
Berdasarkan perhitungan KPPU, tarif SMS yang kompetitif seharusnya RP 114 per
kirim. Rinciannya, tarif originasi Rp 38, biaya RSAC (retail service activities cost) 40
persen dari biaya interkoneksi ditambah margin keuntungan 10 persen.Akibat selesih
tarif kompetitif (Rp 114) dengan tarif perjanjian (Rp 250), selama tiga tahun
konsumen dirugian RP 2,827 Triliun. Atas dasar hal tersebut KPPU kemudian
menghukum keenam operator tersebut berdasar tingkat kesalahannya. Telkomsel
didenda Rp 25 miliar, XL Rp 25 miliar, Telkom Rp 18 miliar, Bakrie Rp 4 miliar dan
Mobile8 Rp 5 miliar. Denda tersebut harus disetor ke kas negara. Sementara Smart
tidak terkena denda karena sebagai pemain baru, perusahaan tersebut mempunyai
posisi tawar yang paling lemah. Terhadap putusan tersebut kuasa hukum keenam
operator tersebut masih menyatakan pikir-pikir.
Persoalan kartel SMS tersebut menjadi menarik untuk dibahas karena dalam
UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat bentuk pelarangan tertera dalam pasal 11 adalahRule of Reason tidak
1Jawa Pos Kamis 19 Juni 2008
2
Hal ini tercantum dalam PKS (Perjanjian kerja sama) interkoneksi yang dilakukanoperatorXL dan Telkomsel yang kemudian diikuti oleh oparator lain.
3Penilaian majelis komisi KPPU
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
5/16
tegas.4Prinsip Rule of Reason adalah melihat seberapa jauh hal tersebut akan
mengakibatkan terjadinya pengekangan persaingan pasar atau dengan kata lain
apabila tidak mengakibatkan adanya indikasi kerugian bagi pasar dan pelaku pasar
maka tindakan tersebut tidak dilarang.5Hal inilah yang kemudian menggulirkan
adanya persoalan baru di bidang persaingan usaha karena sebuah tindakan dapat
dianggap mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat setelah ditemukan adanya
dampak negatif yang dalam hal ini berupa kerugian konsumen. Artinya tidak ada
upaya perlindungan preventif terhadap tindakan pelaku usaha yang sejak awal telah
dimungkinkan akan memunculkan kemungkinan kerugian bagi konsumen.Padahal
apabila kita runut kebelakang, kartel sebagai bentuk kerjasama yang dilakukan oleh
produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produk mereka sendiri
termnasuk penjualan serta harga, dapat mengakibatkan monopoli terhadap komoditas
atau produk industri tertentu dan mengenai pembentukan kartel ini telah lama dilarang
sejak Adam Smith mengemukakan Teori tentang Pasar Bebas.
1.2 Permasalahan
Persoalan kartel SMS terkait dengan adanya perjanjian bersama antar pelaku
usaha di bidang Telekomunikasi untuk menetapkan harga secara horizontal
(Horizontal Price Fixing). Perjanjian penetapan harga umum untuk produk barang
dan jasa yang sama dan diberlakukan pada pasar bersangkutan yang sama salam hal
ini di bidang SMS off net antar Operator sangat potensial melahirkan persoalan
yuridis. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah kriteria suatu perjanjian dapat dikategorikan sebagai kartel menurut
UU No 5 Tahun 1999?
2. Bagaimanakah seharusnya pengaturan tentang kartel dalam UU No 5 Tahun
1999?
4Bentuk pelaranganRule of Reasontidak tegas dapat dilihat dengan dipergunakannya kata-
kata dapatmengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat5Munir Fuady,Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, h.13
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
6/16
II PEMBAHASAN
Kriteria Perjanjian yang Dapat Dikategorikan Sebagai Kartel Menurut UU
No 5 Tahun 1999
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.6Adapun syarat sah dari
sebuah perjanjian adalah :
1. sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.7
Kartel (dalam bahasa Inggris disebut cartel) adalah suatu kerja sama dari
produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi,
penjualan dan harga dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau
industri tertentu.8 Ada juga yang mengartikan kartel sebagai suatu asosiasi
berdasarkan suatu kontrak di antara perusahaan yang mempunyai kepentingan
yang sama, yang dirancang untuk mencegah adanya suatu kompetisi yang tajam
dan untuk mengalokasi pasar serta untuk mempromosikan pertukaran pengetahuan
hasil dari riset tertentu, mempertukarkan hak paten dan standardisasi produk
tertentu.9
Biasanya melalui kartel ini, anggota katel tersebut dapat menetapkan harga
atau syarat-syarat perdagangan lainnya untuk mengekang suatu persaingan
sehingga hal ini dapat menguntungkan para anggota kartel yang bersangkutan.
Aspek yang destruktif lainnya dari kartel adalah bahwa kartel dapat mengontrol
atau mengekang masuknya pesaing baru dalam bisnis yang bersangkutan.Pada
kasus kartel layanan pesan singkat yang dilakukan oleh para Terlapor adalah
berupa kerjasama penetapan harga ( Horzontal price fixing) SMS off net shore
atau tarif SMS antar Operator.
6Bunyi Pasal 1313 KUH Perdata tentang pengertian Perjanjian
7Bunyi Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sah perjanjian
8
Black, Henry Campbel,Black LawDictionary, 6 thn Ed West Publishing Co. St Paul-Minn,USA, 1990. h.270
9Ibid
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
7/16
Adapun bunyi pasal 5 ayat 1 UU No 5 tahun 1999 adalah sebagai berikut
:Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar yang bersangkutan yang sama. Pasal 5 ayat
1 UU No 5 Tahun 1999 menentukan larangan secara menyeluruh terhadap
perjanjian penetapan harga secara horizontal serta adanya kartel harga yang telah
lama dikenal. Artinya perjanjian penetapan harga sangat dimungkinkan dilakukan
oleh kelompok pelaku usaha untuk melindungi kepentingan kelompok pelaku
usaha tersebut (Kartel). Namun yang akan merasakan dampak kerugian secara
langsung akibat adanya kartel penetapan harga tersebut adalah konsumen. Apabila
di dalam pasar tercipta persaingan sehat maka harga akan ditentukan oleh
permintaan dan penawaran dan bukan atas dasar kesepakatan para produsen atau
pelaku usaha.
Perjanjian untuk membentuk kartel juga tidak dibenarkan oleh pasal 11 UU
No 5 Tahun 1999. Pasal 11 tersebut selengkapnya menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Dengan demikian, agar suatu perjanjian kartel dapat dikenakan larangan
menurut Pasal 11 UU No 5 Tahun 1999, haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut :
1) Adanya suatu perjanjian
2) Perjanjian tersebut dilakukan dengan pelaku usaha pesaing
3) Tujuannya untuk mempengaruhi harga
4) Tindakan untuk mempengaruhi harga dilakukan dengan jalan mengaturproduksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu
5) Tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan curang.
Apabila kita telaah kasus Kartel SMS yang dilakukan oleh keenam operator
yang telah diputuskan bersalah oleh KPPU maka kita dapat melihat apakah
kriteria atau unsur dalam pasal 11 telah terpenuhi sehingga perjanjian tersebut
layak dibatalkan karena termasuk dalam kategori perjanjian yang dilarang.
Menurut KUH perdata suatu perjanjian haruslah:
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
8/16
1) Mempunyai kausa yang diperbolehkan
2) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
3) Dilakukan dengan itikat baik
4) Sesuai dengan asas-asas kepatutan
5) Sesuai dengan kebiasaan10
Satu hal yang menonjol dalam perjanjian kartel adalah ketiadaan itikat baik
para pendiri kartel terhadap pihak ketiga dalam hal ini adalah konsumen. Hal ini
terbukti bahwa akibat dari adanya kartel tersebut , keenam operator mendapat
keuntungan dari penentuan harga SMS yang berakibat konsumen dirugikan senilai
Rp 2,87 triliun.Pemain baru dalam bisnis Telekomunikasi mau tidak mau juga
harus mengikuti perjanjian kartel tersebut karena mereka mempunyai posisi tawar
yang lemah.Berdasarkan data YLKI pengguna telpon mobile, mengalami
peningkatan dari 32,4 juta pada tahun 2004 menjadi 46,9 juta pada Tahun 2005,
63,8 juta pada tahun 2006 dan 96,41 juta pada 2007.Sedangkan kerugian yang
harus diterima konsumen dalam rentang waktu 2004-2007 adalah bagi pengguna
Telkomsel, potensi kerugiaj Rp 2,193 triliun, Exelcom(XL) Rp 346 miliar,
Telkom Rp 173,3 miliar, Bakrie Telecom(Esia) Rp 62,9 miliar, Mobile-8 (Fren)
Rp 52,3 miliar san Smart Telecom Rp 0,1 miliar.11
Selain keenam operator yang melakukan perjanjian kartel tersebut, ada 3(tiga)
operator lain yaitu Indosat, Hutchinson (3) dan Natrindo(Axis) yang keluar dari
perjanjian kartel tersebut.. Apabila kita lihat potensi kerugian yang disandang oleh
konsumen akibat adanya Kartel SMS, tidak dapat diprediksi pula seberapa besar
kerugian yang harus diterima oleh operator yang tidak termasuk dalam kartel.
Logikanya, apabila harga telah dipengaruhi oleh pasar terbesar, maka ketiga
operator yang bukan anggota kartel tidak dapat bersaing secara sehat dengan
anggota kartel.Keuntungan yang mereka peroleh dalam layanan SMS tidak akan
sebesar yang diterima oleh anggota kartel.
UU No 5 Tahun 1999 mengambil landasan kepada suatu Demokrasi Ekonomi
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kristalisasinya adalah berupa menjaga
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum,
dengan tujuan untuk :
10Munir Fuady,Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti,Bandung,2005, h.216
11Jawa Pos20 Juni 2008
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
9/16
1) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi serta
lmelindungi konsumen
2) Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan
usaha yang sehat dan menjamin kepastrian kesemopatan berusaha yang
sama bagi setiap orang
3) Mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
4) Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejateraan rakyat
Perjanjian kartel SMS dalam bentuk penetapan harga SMS off net Shore antar
operator patut dilarang karena perjanjian tersebut selain bertentangan dengan
kepatutan dan merugikan kepentingan konsumen juga berpotensi menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat serta inefisiensi ekonomi nasional di bidang
telekomunikasi nasional yang telah mengakibatkan kerugian konsumen sebesar
Rp 2,87 triliun.
Pengaturan Kartel dalam UU No 5 Tahun 1999
Seringkali suatu industri hanya mempunyai beberapa pemain yang
mendominasi pasar. Keadaan demikian dapat mendorong mereka untuk
mengambil tindakan bersama dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan mereka
dan mempertinggi keuntungan. Ini akan mendorong mereka untuk membatasi
tingkat produksi maupun harga melalui kesepakatan bersama di antara
mereka.Kesemuanya dimaksudkan untuk menghindari terjadinya persaingan yang
merugikan mereka sendiri. Kalau berpegang pada teori monopoli, suatu kelompok
industri yang mempunyai kedudukan oligopolis akan mendapat keuntungan yang
maksimal bila mereka secara bersama. Dalam praktiknya, kedudukan oligopolis
ini diwujudkan melalui apa yang disebut asosiasi-asosiasi. Melaui asosiasi ini
mereka dapat mengadakan kesepakatan bersama mengenai tingkat produksi,
tingkat harga, wilayah pemasaran dan sebagainya, yang kemudian melahirkan
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
10/16
kartel, yang dapat pula mengakibatkan terciptanya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.12
Larangan pembentukan perjanjian Kartel yang terdapat dalam pasal 11 UU
No 5 Tahun 1999 tidak banyak terpengaruh dari ketentuan Hukum Barat. Di
Amerika Serikat, Australia dan Uni Eropa, kartel dianggap sebagai per se
illegal.Di Amerika Serikat, sebagaimana price fixing, kartel dianggap sebagai
naked restraint yang mempunyai tujuan tunggal untuk mempengaruhi tingkat
harga dan output.Oleh karena itu wajar apabila Section 1 theSherman Act
memperlakukannya sebagai per se illegal. Artinya perjanjian kartel itu sendiri
yang dilarang tanpa melihat kewajaran tingkat harga yang disepakati, dan tanpa
melihat market powerpara pihak, bahkan tanpa melihat apakah perjanjian kartel
tersebut sudah dilaksanakan atau belum. Negara Australia dengan Section 45 jo
4D(1) dan 45A(1)dari The Trade Practices Act 1974 juga mengkategorikan kartel
sebagaiper se illegal. Begitu juga dengan Uni Eropa dengan Article 45 dari The
Treaty of Rome.13
Alasan negara-negara Barat menganggap kartel sebagai per se illegal terletak
pada kenyataan bahwa price fixing dan perbuatan kartel yang lain benar-benar
mempunyai dampak negatif terhadap harga dan outputjika dibandingkan dengan
dampak pasar yang kompetitif. Sedangkan kartel jarang melahirkan efisiensi atau
efisiensi yang dihasilan sangat kecil dibandingkan dengan dampak negatif dari
tindakan-tindakannya. Suatu kartel yang berhasil akan mengeluarkan keputusan
tentang harga dan output seperti layaknya sebuah perusahaan tunggal yang
memonopoli. Akibatnya, pertama kartel mendapatkan keuntungan monopoli dari
para konsumen yang terus menerus membeli barang dan jasa dengan harga kartel,
dan kedua, terjadi penempatan sumber secara salah yang diakibatkan oleh
pengurangan output karena para konsumen seharusnya membeli dengan harga
yang kompetitif, selain terbuangnya sumber daya untuk mempertahankan
keberadaan kartel itu sendiri.14
Pada sisi lain , kartel juga dapat memberikan keuntungan.Oleh karena itu,
keberadaan dan tumbuh kembangnya diperbolehkan sepanjang hal ini
12Agus Sardjono,Pentingnya Sistem Persaingan Usaha Yang Sehat dalam Upaya
Memperbaiki Sistem Perekonomian:,Newsletter No 34 Tahun IX, Yayasan Pusat Pengkajian
Hukum,Jakarta,1998, h.26-2713
Ayudha D Prayoga,Persaingan Usaha Dan Hukum Yang mengaturnyaProyek ELLIPS,Jakarta,2000, h.82
14Ibid
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
11/16
memberikan keuntungan bagi masyarakat.Selain itu kartel juga dapat membentuk
stabilitas dan kepastian tingkat produksi, tingkat harga dan wilayah pemasaran
(yang sama) di antara para pelaku usaha yang tergabung dalam suatu asosiasi
tertentu yang dapat mengakibatkan pasar menjadi tidak kompetitif.15 Kalau kita
perhatikan bunyi ketentuan pasal 11 UU No 5 Tahun 1999 perjanjian kartel yang
dilarang adalah perjanjian tingkat produksi, tingkat harga dan atau wilayah
pemasaran atas suatu barang, jasa atau barang dan jasa yang dapat berdampak
pada terciptanya monopolisasi dan atau persaingan usaha tidak sehat dengan
pelaku usaha saingannya.
Larangan yang terdapat dalam Pasal 11 tersebut tidak mengkategorikan kartel
sebagai per se illegal, sebab kartel masih dimungkinkan sepanjang tidak
menimbulkan praktik monopolisasi dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
merugikan masyarakat dan konsumen. Indonesia sependapat dengan jepang yang
mensyaratkan adanya substansial restraint of competitionyang contrary to the
public interestdi dalam larangan terhadap kartel. Perjanjian kartel baru illegal
apabila dipraktikkan dan ternyata mengurangi persaingan secara substansial.
Namun the Fair Trade Commision di Jepang telah mengambil jalan tengah dengan
mengambil tindakan ketika peserta kartel telah melakukan langkah-langkah awal
untuk melaksanakan perjanjian kartel. Dengan begitu telah dibuat suatu anggapan,
begitu peserta mulai melaksanakan kartel, kartel itu pasti mengurangi persaingan
secara substansial seandainya tidak diberhentikan atau tidak dilarang.16
Penulis berpendapat, untuk kepentingan perlindungan hukum bagi konsumen
dan mencegah terbentuknya kartel-kartel lain dibelakang hari, perlu adanya
perubahan prinsip pelarangan yang semula rule of reason menjadi per se
illegal.Mengingat keberadaan asosiasi dagang (Trade Association) selaku
pembentuk kartel akan menjadi sebuah ancaman serius apabila kesepakatan yang
dibuat tersebut ditujukan untuk mengatur harga, karena hal tersebut akan otomatis
menghambat terjadinya suatu persaingan usaha yang sehat.Pendekatan rule of
reasondanper se illegalmerupakan model untuk menilai apakah perjanjian yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain
bertentangan dengan ketentuan undang-undang.
15
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,2004, h.57
16Ayudha D. Prayoga, op.cit h.84
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
12/16
Yahya Harahap mengatakan bahwa pendekatan per se illegal artinya sejak
semula dinyatakan tidak sah, oleh karenanya perbuatan tersebut merupakan suatu
perbuatan yang melanggar hukum.Selanjutnya dikatakan, bahwa suatu
perbuatan itu dengan sendirinya telah melanggar ketentuan yang sudah di atur,
jika perbuatan telah memenuhi rumusan dalam undang-undang persaingan usaha
tanpa ada suatu pembuktian.17 Sebagai bahan perbandingan di Amerika Serikat
salah satu kasus yang muncul dan terkait dengan kartel adalah Kasus United
States vs Missouri Freight Assosiation yang menggunakan pendekatan secara per
se illegal.18Dalam kasus ini, tujuan dibentuknya asosiasi adalah untuk melindungi
para anggota asosiasi dengan cara menetapkan tarif angkutan kerta api yang layak
dan adil. Pemerintah Amerika Serikat akhirnya menggugat asosasi, baik secara
bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Gugatan yang diajukan oleh Pemerintah
Amerika(sebagai penggugat) ditolak oleh Tergugat (asosiasi kereta api) dengan
alasan, bahwa tujuan dibentuknya asosiasi adalah untuk menetapkan tarif kereta
api yang rasional sesuai dengan peraturan angkutan pada umumnya. Pihak
Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam putusannya menetapkan bahwa
perjanjian di antara para anggota asosiasi untuk menetapkan tarif angkutan kerta
api dianggap secara per se illegal telah melanggar Pasal 1 Tyhe Sherman Act
1890 dan karenanya putusan MA tersebut harus segera dilaksanakan yaitu
membubarkan asosiasi perusahaan angkutan kereta api. Keberadaan asosiasi yang
bertujusan untuk saling melindungi para anggotanya dan dalam rangka
harmonisasi rute perjalanan kereta api merupakan perwujudan adanya kartel.
Kartel sendiri apabila dilihat dari segi manfaatnya dapat dilihat dari sisi positif
dan negatif.Pass dan Lowes melihat sebuah asosiasi (kartel) sebagai salah satu
jenis kolusi perdagangan negatif.19Sedangkan Harter melihat kartel sebagai
perjanjian dalam bentuk persekutuan opelaku usaha yang mempunyai tujuan dan
kepentingan usaha bersama yang sejenis dan bersifat positif.20 Namun dalam
praktek dunia usaha saat ini di Jepang dan Inggris justru mengizinkan perjanjian
Kartel yang dilakukan oleh para pengusaha yang mempunyai usaha sejenis.
Sehingga tidak mengherankan bila asosiasi/kartel hidup subur mendominasi
17M. Yahya Harahap,Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung,1997,h.2818
A.M Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Per se
illegal atau Rule of Reason), Pasca Sarjana UI, Jakarta, 2004, h.8119Christopper Pass, Kamus Lengkap Ekonomi,Edisi kedua, Erlangga, Jakarta, 1997, h.71
20John J Harter,Bahasa Perdagangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1985, h.13
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
13/16
jaringan bisnis disana. Indonesia rupanya juga sepakat dengan Jepang dan Inggris
terbukti dengan pemilihan pendekatanRule of Reasonuntuk perjanjian penertapan
harga dalam kartel.Disinilah letak persoalan munculnya kelemahan dalam
penegakan hukum di bidang persaingan usaha khususnya di bidang Kartel layanan
pesan singkat (SMS off-net shore).
III. Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil bertdasarkan pembahasan di atas adalah sebagai
berikut :
1. Kriteria Kartel dalam UU No 5 Tahun 1999 dapat dicermati dalam pasal 11
yaitu adanya perjanjian, perjanjian tersebut dilakukan dengan pelaku usaha
pesaing, bertujuan untuk mempengaruhi harga, tindakan mempengaruhi harga
dilakukan dengan jalan mengatur produksi atau pemasaran dan atau jasa
tertentu serta tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kartel SMS yangerbentuk terkait
dengan penetapan harga secara horizontal (Horizontal Price Fixing) yang
dilarang dalam pasal 5 UU No 5 Tahun 1999.
2. Pendekataan yang dilakukan untuk perjanjian kartel alangkah baiknya diubah
dari yang semula secara Rule of Reason menjadi Per Se Illegal dengan
tujuan agar di kemudian hari tidak akan ada lagi kartel-kartel lain yang akan
merugikan konsumen sehingga perlindungan terhadap konsumen dari kerugian
yang diakibatkan oleh pelaku usaha dapat diminimalisir.
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan di akhir tulisan ini adalah :
1. Konsumen pengguna layanan SMS seluler yang dirugikan akibat adanya
Kartel Layanan SMS Off Net Shore Antar Operator hendaknya menggunakan
hak menggugat secara Class Action terhadap ke 8 (delapan) operator seluler
yang telah diputuskan bersalah oleh KPPU berupa Ganti
Kerugian.Penggantian kerugian dapat berupa ganti rugi finansial atau berupa
ganti rugi pengembalian pulsa.
2. Para operator yang telah dinyatakan bersalah hendaknya segera melaksanakan
putusan KPPU dengan itikat baik demi terbentuknya persaingan usaha yang
sehat.
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
14/16
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
15/16
DAFTAR BACAAN
a. Buku
Ayudha D Prayoga, 2000,Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya, Proyek
ELLIPS, Jakarta.
Black, Henry Campbell, 1990,Black Law Dictionary, 6 th Ed, West Publishing Co St
Paul- Minn, USA
Cristoper Pass, 1997,Kamus Lengkap Ekonomi, Erlangga, Jakarta
John J. Harter, 1985,Bahasa Perdagangan, Gramedia Pustaka Utama ,Jakarta
L. Budi Kagramanto,2008,Mengenal Hukum Persaingan Usaha, Laros, Surabaya
Munir Fuady,2001,Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra
Aditya Bakti, Bandung
_______________, 2005,Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung
M. Yahya Harahap, 1997,Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, CitraAditya Bakti, Bandung.
Rachmadi Usman, 2004,Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
b. Perundang-Undangan
UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak
SehatKitab Undang-Undang Hukum Perdata
-
7/25/2019 Ikarini+Dani+W%2C+SH+MH-KARTEL+SMS
16/16
c. Lain-lain
Artikel
Agus Sardjono, 1998,Pentingnya Sistem Persaingan Usaha Yang Sehat dalam Upaya
Memperbaiki Sistem Perekonomian, Newsletter, No 34 Tahun IX, Yayasan
Pusat
Pengkajian Hukum, Jakarta.
AM Tri Anggraini,2004, Larangan Pratek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat,
Pasca UI, Jakarta
Koran
Jawa Pos Edisi Kamis, 19 Juni 2008
Jawa Pos Edisi Jumat , 20 Juni 2008