ijma' dan qiyas

11
KELOMPOK: IV KETUA : WAHYUNISA ANGGOTA : MARIANUM SITI JUBAIDAH RINA PUSPITA SARI M. RIZKI ATHAR FAKHRIZUL IKRAM KELAS : XII IPA 1

Upload: wahyu-nisa-alsera

Post on 06-Aug-2015

235 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas kelompok fiqih kelas XII MAN2 TANJUNG PURA

TRANSCRIPT

Page 1: Ijma' dan Qiyas

KELOMPOK: IVKETUA : WAHYUNISAANGGOTA : MARIANUM

SITI JUBAIDAH RINA PUSPITA SARI

M. RIZKI ATHAR FAKHRIZUL IKRAM

KELAS :XII IPA 1

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2TANJUNG PURA

2010-2011

Page 2: Ijma' dan Qiyas

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji

bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat

terselesaikan dengan baik. Kemudian sholawat beriringkan salam kepada Rasulullah

SAW, serta kepada keluarga dan para sahabat – sahabatnya.

Adapun judul makalah ini, “Nama-nama Al-Qur’an”. Maksud dan tujuan makalah

ini adalah untuk memenuhi tugas bidang studi Al-Qur’an Hadist tahun ajaran 2011-2012.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan,

akan tetapi berkat kesabaran serta bimbingan dari guru pembimbing sehingga akhirnya

semua kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan baik.

makalah ini belum sempurna disebabkan masih sedikitnya ilmu yang dimiliki oleh

karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari pembaca sekalian, sehingga kritik yang

positif tersebut dapat memberikan kelengkapan isi makalah ini.

Dengan selesainya makalah ini semoga dapat berguna bagi para pembaca sekalian.

Amin Ya Rabbal ‘Alamiin…..

Page 3: Ijma' dan Qiyas

IJMA’Pengertian Ijma’

Ijma’ berarti sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan ijma’ adalah kesamaan pendapat para mujtahid umat Nabi Muhammad saw. Setelah beliau wafat, pada suatu masa tertentu.

Sementara itu kesepakatan orang – orang yang bukan mujtahid sekalipun mereka alim atau pun kesepakatan orang – orang yang semasa dengan Nabi tidaklah dissebut dengan ijma’. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah mujtahid yang setuju atau sepakat dengan ijma’. Namun pendapat jumhur, ijma; itu disyaratkan setuju paham mujtahid ulama yang ada pada saat itu. Tidak sah ijma’ jika salah seorang ulama dari mereka yang hidup pada masa itu menyalahinya. Selain itu, ijma’ ini harus berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah dan tidak boleh didasarkan pada yang lainnya.

Contoh mengenai ijma’ antara lain ialah menjadikan sunnah sebagai salah satu sumber islam. Semua mujtahiod atau bahkan semua umat islam sepakat (ijma’) menetapkan sunnah sebagai slah satu sumber hokum islam. Contoh lain ialah tentang pembukuan Al-Qur’an yang dilakukan pada zaman khalifah Abu Bakar Siddiq.

Kesepakatan ulama dapat terjadi dengan tiga cara:1. dengan ucapan (qauli), yaitu kesepakatan yang berdasarkan pendapat yang

dikeluarkan para mujtahid yang diakui sah pada suatu masalah.2. dengan perbuatan (fi’li), yaitu kesepakatan para mujtahid dalam mengamalkan

sesuatu.3. dengan diam (sukut), yaitu apabila tidak ada diantara para mujtahid yang

membantah terhadap pendapat satu atau dua mujtahid lain dalam suatu masalah.

Dengan ijma’ pemikiran para ahli hukum dapat diaplikasikan dalam proses penetapan hukum suatu kasus, dan melalui qiyas kasus-kasus yang timbul dapat dipecahkan melalui deduksi analogy.

Macam – Macam Ijma’

Dilihat dari sikap para mujtahid dalam mengemukakan pendapatnya, ijma’ terbagi dua, yaitu:

1. Ijma’ Sharih, yaitu apabila semua mujtahid menyatakan persetujuannya atas hukum yang mereka putuskan, dengan lisan maupun tulisan.

2. Ijma’ Sukuti, yaitu apabila sebagian mujtahid yang memutuskan hukum itu tidak semuanya menyatakan setuju baik dengan lisan maupun tulisan melainkan mereka hanya diam.

Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma’ yang dapat dijadikan landasan hukum adalah ijma’ sharih sedangkan ijma’ sukuti tidak.

Page 4: Ijma' dan Qiyas

Sedangkan dalam tatanan ilmu yang lebih luas lagi, ijma’ dibagi dalam beberapa macam:1. Ijma’ Ummah, yaitu kesepakatan seluruh mujtahid dalam suatu masalah pada suatu

masa tertentu.2. Ijma’ Shahaby, yaitu kesepakatan semua ulama dalam suatu masalah.3. Ijma’ Ahli Madinah, yaitu kesepaktan ulama – ulama Madinah dalam suatu masalah.4. Ijma’ Ahli Khufah, yaitu kesepakatan ulama – ulama kufah dalam suatu masalah.5. Ijma’ Khalifah yang 4, yaitu kesepakatan 4 khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali)

dalam suatu masalah.6. Ijma’ Syaikhani, yaitu kesepakatan antara Abu Bakar dan Umar bin Khattab dalam

suatu maslaah tertentu.7. Ijma’ Ahli Bait, yaitu kesepakatan pendapat dari ahli bait(keluarga Rassul).

Kedudukan Ijma’ sebagai Sumber Hukum

Kebanyakan ulama menetapkan bahwa ijma’ dapat dijadikan hujjah dan sumberhukum islam dalam menetapkan sesuatu hukum dengan nilai kehujjahan bersifat zhanny. Golongan Syai’ah memandang bahwa ijma’ ini sebagai hujjah yang harus di amalkan. Sedang ulama – ulama hanafi dapat menerima ijma’ sebagai dasar hukum baik ijma’ Qath’iy maupun zhanny. Sedangkan ulama – ulama Syafi’iyah hanya memeagang ijma’ Qath’iy dalam menetapkan hukum.

Dalil penetapan ijma’ sebagai sumber hukum islam ini antara lain:QS. An-Nisa’ ayat 59.

“ wahai orang – orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasullah(Muhammad). Dan Ulil Amri (pemegang kekuasaaan) di antara kamu”

Menurut sebagian ulama bahwa yang dimaksu dengan ulil amri fiddunya yaitu penguasa, dan ulil amri fiddin yaitu mujtahid. Sebagian ulama lain menafsirkannya dengan ulama.

Apabila mujtahid telah sepakat terhadap suatu ketetapan hukum suatu peristiwa atau masalah, maka mereka wajib ditaati oleh umat.

Hukum yang disepakati itu adalah hasil kesepakatan umat islam, karenanya pada hakikatnya hukum ini adalah hukum umat yang dibicarakan oleh mujtahid.

Ijma’ ini menempati tingkat ketiga sebagai hukum syar’I, yaitu setelah Al-Qur’an dan Sunnah. Dari pemahaman seperti ini, pada dasarnya ijma’ bias dijadikan alternative untuk menentukan hukum suatu peristiwa yang didalam Al-Qur’an dan Sunnah tidak ada atau kurang lengkap.

Sebab – Sebab dilakukan Ijma’

Diantara sebab – sebab dilakukannya ijma’ adalah:1. karena adanya persoalan – persoalan yang harus dicarikan status hukumnya,

sementara didalam nash Alquran dan Sunnah tidak ditemukan hukumnya.

Page 5: Ijma' dan Qiyas

2. karena nash baik yang berupa Al-Qur’an dan Sunnah sudah tidak turun lagi atau sudah berhenti.

3. karena pada masa itu jumlah mujtahid tidak terlalu banyak dan karenanya mereka mudah di koordinir untuk melakukan kesepakatan dalam menentukan status suatu hukum persoalan permasalahan yang timbul pada saat itu.

4. diantara para mujtahid belum timbul perpecahan dan kalaulah ada perselisihan pendapat masih mudah untuk di persatukan.

Contoh – Contoh Ijma’dikumpulkan dan di bukukannya nash Al-Qur’an sejak masa pemerintahan Abu

Bakar adalah bentuk kesepakatan dari para ulama zaman sahabat. Ide pengumpulan Al-Qur’an ini berasal dari Umar bin Khaththab, tapi kemudian Abu Bakar kemudian mengumpulkan para ulama saat itu, sehingga terjadi perdebatan , karena hal ini tidak di perintahkan oleh Rasullah saw. Tetapi akhirnya para ulama menyepakati untuk mengumpulakan dan membukukan Al-Qur’an.

Penetapan tanggal 1 Ramadhan atau tanggal 1 Syawal harus disepakati para ulama di negerinya masing – masing berdasarkan ru’yatul hilal.

Nenek mendapatkan warisan 1/6 dari cucunya jika tidak terhijab. Ketetapan hukum ini berdasarkan ijma’ para sahabat dan tidak ada yang membantahnya.

QIYASPengertian Qiyas

Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan atau mempersamakan sesuatu dengan lainnya karenakan adanya persamaan. Sedang menurut istilah qiyas adalah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuan hukmnya dalam nash.

Berbeda dengan ijma’, qiyas bias dilakukan oleh individu, sedangkan ijma harus dilakuan bersama oleh para mujtahid.

Diantara contoh qiyas adalah setiap minuman yang memabukkan adalah haram. Ini disamamkan dengan hukum khamr(arak), yaitu haram. Persamaan kedua jenis ini adalah sifatnya memabukkan. Contoh lain adalah harta anak – anak wajib dikeluarkan zakatnya. Ini disamakan dengan harta orang dewasa, yaitu wajib dizakati. Menurut imam Syafi’I keduanya memiliki kesamaan, yaitu bahwa kedua jenis harta (harta anak – anak dan harta orang dewasa) tersebut dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu juga dapat memberikan pertolongan kepada fakir miskin.

Macam – Macam Qiyas

1. Qiyas Aulawi, yakni mengiyaskan sesuatu dengan sesuatu yang hukumnya telah ada, namun sifatnya lebih tinggi dari sifat hukum yang telah ada. Contoh

Page 6: Ijma' dan Qiyas

keharaman hukum memukul kedua orang tua, di qiyaskan kepadanya memakinya saja sudah haram.

2. Qiyas Musawi, yaitu illat qiyas suatu hukum sama, seperti hal nya kasus kesamaan keharaman hukum membakar harta anak dengan membakar hartanya. Illat keduanya sama – sama menghilangkan.

3. Qiyas Dilalah, yakni menetapkan hukum karena ada persamaan dilalat al-hukm (penunjukan hukumnya), seperti kesamaan kewajiban zakat untuk harta anak yatim dan harta orang dewasa. Karena keduanya sama – sama bias tumbuh dan berkembang.

4. Qiyas Syibh, yakni terjadinya keraguan dalam mengiyaskan, ke asal mana illat di tunjukkan , kemudian harus di tentukan salah satunya dalam rangka penetapan hukum padanya. Seperti pada kasus hamba yang di bunuh, dirinya di qiyaskan kepada seorang manusia sebagai anak cucu nabi Adam as, atau barang yang bias di perjualkan.

Kedudukan Qiyas dalam Hukum Islam

Menurut para ulama kenamaan, bahwa qiyas itu merupakan hujjah syar’Iyyah terhadap hukum akal. Qiyas ini menduduki tingkat keempat kehujjahan syar’I, sebab dalam suatu peristiwa bila tidak terdapat hukumnya yang berdasarkan nash maka peristiwa itu di samakan dengan perisrtiwa lain yang mempunyai kesamaan dan telah ada ketetapan hukumnya dalam nash. Mereka mendasarkan hukumnya dengan nash. Mereka mendasarkan pendapatnya kepada, antara lain:

Firman Allah:

Artinya: “ maka ambillah kejadian itu untuk menjadi pelajaran, wahai orang – orang yang mempunyai pandangan” (QS.Al-Hasyr :2)

Setelah Allah menjelaskan tentang peristiwa yang terjadi pada orang – orang kafir dari Bani Nadhar dan menjelaskan duduknya persoalan apa – apa yang berada di sekelilingnya itu, Allah mendatangkan hukuman dari arah yang tidak pernah mereka sangka – sangka. Kemudian Allah berfirman : “Ambillah pelajaran oleh mu wahai orang – orang yang mempunyai pandangan.” Artinya qiyaskanlah dirimu dengan mereka. Kamu adalah seperti mereka itu. Perbuatan mu sama dengan perbuatan mereka.

Dalam sebuah riwayat pernah ada seorang sahabat yang bernama Jariyyah Khusya’miyah bertanya kepada Rasul, “hai Raullah, ayahku adalah seorang yang sangat tua. Dia sudah tidak sanggup untuk menunaikan haji, bila saya mengerjakan haji untuk dia, apakah ada manfaat untuknya?” rasul menjawab “bagaimana pendapatmu jika ayahmu mempunya utang dan kamu yang membayar utang itu?” jariyah menjawqab “iya” kemudian Rasul bersabda “utang kepada Allah itu lebih berhak dibayarkan.

Sebab – Sebab dilakukan Qiyas’

Diantara sebab – sebab dilakukannya ijma’ adalah:

Page 7: Ijma' dan Qiyas

1. karena adanya persoalan – persoalan yang harus dicarikan status hukumnya, sementara didalam nash Alquran dan Sunnah tidak ditemukan hukumnya.

2. karena nash baik yang berupa Al-Qur’an dan Sunnah sudah tidak turun lagi atau sudah berhenti.

3. karena adanya kesamaan antara peristiwa yang belum ada hukumnya dengan peristiwa yangtelah ada nashnya.

Hukum Islam di IndonesiaIslam datang ke Indonesia jauh sebelum pengaruh Barat datang, ada yang

mengatakan abad ke-11 ada pula yang berpendapat abad ke-13. Tetapi masyarakat nusantara pada saat itu telah memiliki warisan dari agama Budha dan Hindu yang sangat kuat. Dengan demikian Islam datang ke Indonesia dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam (plural) dalam hal tradisi dan nilai-nilai keagamaan.

Karena masyarakat Indonesia yang sangat beragam, maka pendekatan sufisme menjadi pilihan yang tepat bagi para pendakwah Islam di masa-masa awal melalui para wali. Para walisongo lah yang menjadi pelaku utama gerakan dakwah dan memperoleh banyak pengikut. Dalam berdakwah para wali itu tidak menolak nilai-nilai agama yang sudah dianut oleh masyarakat pada waktu itu, bahkan sering menyatukan praktik keagamaan masyarakat pribumi dengan ajaran Islam (lihat: Idrus H.A., Kitab Asrar Walisongo, CV.Bahagia, Pekalongan, 1999).

Dalam proses Islamisasi pada saat itu Ppara wali menerapkan konsep mewarnai, bukan menentang masyarakat dalam berdakwah. Pola seperti itu mendapat respon positif dari masyarakat. Dengan memanfaatkan Sinkretisme (penyesuaian/keseimbangan) antara dua aliran, Islam dan budaya lokal, maka terciptalah berbagai elemen dari bebagai tradisi menjadi sebuah bentuk baru. (Lihat Clifford Geertz, The Religion of Java, New Haven: Yale University Press, 1968).

Masyarakat pribumi mengenal agama Islam di awal sejarah melalui tradisi heterodoksi (menyimpang dari kepercayaan resmi). Islam disebarkan secara damai ke berbagai daerah dan kepulauan yang praktik agama Budha/Hindu dan tradisi animisme maupun dinamisme masih menjadi kepercayaan yang dominan. Kemampuan para wali dalam mengadopsi dan menyesuaikan dengan adat dan praktik lokal yang bukan Islam, serta praktik ibadah dan cara pandang mereka sangat cocok dengan gerakan massa rakyat.

Sufi telah menjadi bagian integral (tak terpisahkan) dari praktik keagamaan masyarakat serta spiritualitas Islam. Berkat perjuangan merekalah gerakan penyebaran Islam di Nusantara memperoleh hasil yang sangat mengagumkan bagi perkembangan karakter Islam di Indonesia.

Hukum Islam Indonesia terbentuk dari hasil usaha untuk memasukkan ajaran hukum Islam ke dalam situasi yang berbeda dari situasi dan kondisi tempat asal hukum Islam lahir. Umat Islam Indoensia berusaha melakukan domestikasi (penjinakan) tradisi hukum yang berasal dari ajaran Islam dan mempraktikannya dengan cara mengintergasikan hukum itu dalam korpus (lingkungan kumpulan) hukum Indonesia yang lebih luas (Kelompok realis-kontekstual).

Page 8: Ijma' dan Qiyas