repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/5795/10/bab ii.docx · web viewpeningkatan hasil...

53
19 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Model Discovery Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Belajar meliputi tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan dan cita- cita (Oemar Hamalik, 2009 h. 45). Dalam proses pembelajaran diperlukan suatu model pembelajaran yang cocok untuk materi yang akan kita sampaikan kepada peserta didik. Menurut Syaiful Sagala (2013 h. 63) : Dalam pembelajaran pendidik harus memahami hakekat materi pembelajaran yang diajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan peserta didik untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh pendidik.

Upload: truongkien

Post on 09-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

19

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Model Discovery Learning

a. Pengertian Model Pembelajaran

Belajar meliputi tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga

penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat, penyesuaian

sosial, bermacam-macam keterampilan dan cita-cita (Oemar

Hamalik, 2009 h. 45). Dalam proses pembelajaran diperlukan suatu

model pembelajaran yang cocok untuk materi yang akan kita

sampaikan kepada peserta didik. Menurut Syaiful Sagala (2013 h.

63) :

Dalam pembelajaran pendidik harus memahami hakekat materi pembelajaran yang diajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan peserta didik untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh pendidik.

Menurut Winataputra (Sagala, 2010 h. 63) Model pembelajaran

adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam

melakukan sesuatu kegiatan belajar dan mengajar. Menurut ahli

pembelajaran Joyce. Iet al (Sagala, 2010 h. 63) mendefinisikan

model pembelajaran:

“A model of teaching is aplan or pattern that we can use to design face to face teaching in classroom or tutorial setting and to shape instructional materials-including books, films, tapes, and computer-mediated programs and curriculums

20

(long term courses of study)”. Secara bebas dapat diartikan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, tape recorder, computer, kurikulum, dan lain sebagainya.

Menurut Joice Bruce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2011,

h. 30) suatu model pengajaran merupakan gambaran suatu

lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai

guru saat model tersebut diterapkan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran untuk merancang

bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan

disampaikan di dalam kelas.

b. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Oemar Hamalik (Mohamad Takdir Ilahi, 2012 h.29)

discovery adalah proses pembelajaran yang menitik beratkan pada

mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai

persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau

generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan.

Menurut Masarudin Siregar (Mohammad Takdir Ilahi, 2012

h.30) discovery by learning adalah proses pembelajaran untuk

21

menemukan sesuatu yang baru dalam dalam kegiatan belajar

mengajar.

Menurut Yunus Abidin (2014 : 175) model discovery adalah

Model discovery (dalam bahasa Indonesia sering disebut model penyingkapan) didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa disajikan materi pembelajaran yang masih bersifat belum tuntas atau belum lengkap sehingga menuntut siswa menyingkapkan beberapa informasi yang diperlukan untuk melengkapi materi ajar tersebut.

Menurut Mulyasa (Mohamad Takdir Ilahi, 2012 h.32)

menyatakan bahwa

Discovery strategy merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pengalaman langsung dilapangan, tanpa harus selalu bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam pedoman buku pelajaran. Dengan kata lain proses pembelajaran lebih diproyeksikan dari pada hasil yang hendak dicapai melalui perwujudan pembelajaran.

Menurut Wilcox (Slavin, 1977)(Salmon, 2013), dalam

pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar

sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk

memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang

memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri

mereka sendiri.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran discovery learning atau discovery

strategy adalah suatu model pembelajaran yang berlangsung dalam

22

proses pembelajaran yang mengembangkan cara belajar aktif dengan

menemukan dan memecahkan masalah sendiri sehingga pengetahuan

yang diperoleh akan bertahan lama dalam ingatan peserta didik.

c. Tujuan Belajar pada Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Mohammad Takdir Illahi (2012 h. 47) tujuan

pembelajaran discovery strategy yang memiliki pengaruh besar bagi

anak didik adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengembangkan kreativitas;2) Untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam belajar;3) Untuk mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan

kritis;4) Untuk meningkatkan keaktifan anak didik dalam proses

pembelajaran;5) Untuk belajar memecahkan masalah; dan6) Untuk mendapatkan inovasi dalam proses pembelajaran.

d. Kelebihan dan Kelemahan dalam Pembelajaran Discovery

Strategy

1) Kelebihan dari Pembelajaran Discovery Strategy

Menurut Mohammad Takdir Illahi (2012 h. 70) kebihan

belajar mengajar dengan discovery strategy, yaitu:

a) Dalam penyampaian bahan discovery strategy, digunakan kegiatan dan pengalaman langsung. Kegiatan dan pengalaman tersebut akan lebih menarik perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna.

b) Discovery strategy lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab para anak didik dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata. Mereka langsung menerapkan berbagai bahan uji coba yang diberikan

23

guru, sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan kemampuan intelektual yang dimiliki.

c) Discovery strategy merupakan suatu model pemecahan masalah. Para anak didik langsung menerapkan prinsip dan langkah awal dalam pemecahan masalah. Melalui strategi ini, mereka mempunyai peluang untuk belajar lebih intens dalam memecahkan masalah, sehingga dapat berguna dalam menghadapi kehidupan di kemudian hari. Discovery strategy yang menitikberatkan pada kemampuan memecahkan suatu persoalan sangat relevan dengan perkembangan masa kini, dimana kita untuk berpikir solutif mengenai suatu persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Itulah sebabnya, discovery strategy perlu diaktualisasikan dalam kehidupan nyata, sehingga memungkinkan anak didik untuk menjawab persoalan kehidupan yang lebih kompleks.

d) Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan discovery strategy akan lebih mudah diserap oleh anak didik dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas belajar.

e) Discovery strategy banyak memberikan kesempatan bagi para anak didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar. Kegiatan demikian akan banyak membangkitkan motivasi belajar, karena disesuaikan dengan minat dan kebutuhan mereka sendiri.

2) Kelemahan dari Pembelajaran Discovery Strategy

Menurut Mohammad Takdir Illahi (2012 h. 72) kelemahan

dalam penerapan discovery strategi, yaitu:

a) Berkenaan dengan waktu. Belajar mengajar menggunakan discovery strategy membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode langsung. Hal ini disebabkan untuk bisa memahami strategi ini, dibutuhkan tahapan-tahapan yang panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

b) Bagi anak didik yang berusia muda, kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas. Dalam belajar discovery, sering mereka menggunakan empirisnya yang sangat subyektif untuk untuk memperkuat pelaksanaan prakonsepnya. Hal ini disebabkan usia mereka yang muda masih membutuhkan kematangan

24

dalam berpikir rasional mengenai suatu konsep atau teori. Kemampuan berpikir rasional dapat mempermudah pemahaman discovery yang memerlukan kemampuan intelektualnya.

c) Kesukaran dalam menggunakan faktor subyektifitas ini menimbulkan kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan pengajaran discovery strategy.

d) Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar discovery strategy menuntut kemandirian, kepercayaan pada diri sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subyek. Tuntutan terhadapa pembelajaran discovery strategy, sesungguhnya membutuhkan kebiasaan yang sesuai dengan kondisi anak didik. Tuntutan-tuntutan tersebut, setidaknya akan memberikan keterpaksaan yang tidak biasa dilakukan dengan menggunakan sebuah aktivitas yang biasa dalam proses pembelajaran.

e. Implikasi Discovery Learning dari Burnner

Menurut Muhammad Takdir Illahi (2012 h. 41) implikasi

mendasar discorvery learning dapat kita jabarkan sebagai berikut:

1) Melalui pembelajaran discorvery, potensi intelektual para peserta anak didik akan semakin meningkat, sehingga menimbulkan harapan baru untuk menuju kesuksesan. Dengan perkembangan itu, mereka menjadi cakap dalam mengembangkan strategi dilingkungan yang teratur maupun tidak teratur.

2) Dengan menekankan discorvery learning, anak didik akan belajar berorganisasi dan menghadapi problem dengan metode hit and miss. Mereka akan berusaha mencari pemecahan masalah sendiriyang sesuai dengan kapasitas mereka sebagai pembelajar (learners) jika mengalami kesulitan, mereka bisa bertanya dan berkonsultasi dengan tenaga pendidik yang berkompeten dalam hal tersebut, yang akan memberikan keyakinan mendalam bagi pengembangan diri mereka di masa depan. Itulah sebabnya, mereka harus bisa mengatur kegiatan belajar dengan organisasi yang matang dan terstruktur.

3) Discovery learning yang di perkenalkan oleh Brunner mengarah pada self-reward. Dengan kata lain anak didik

25

akan mencapai kepuasan karena telah menemukan pemecahan sendiri, dan dengan pengalaman memecahkan masalah itulah, ia bisa meningkatkan skill dan teknik dalam pekerjaannya melalui problem-problem riil di lingkungan ia tinggal.

f. Bentuk Kegiatan dari Pembelajaran Discovery Strategy

Kegiatan discovery strategy dapat dilakukan dengan melalu

berbagai cara, sebagai mana yang ditawarkan R. Ibrahim dan Nana

Syaodih (Mohammad Takdir Illahi, 2012 h. 93) adalah sebagai

berikut:

1) Berdiskusi;2) Bertanya;3) Melakukan pengamatan (observation);4) Mengadakan percobaan (experiment);5) Menstimulasi;6) Meakukan penelitian (inquiry approach); dan7) Memecahkan masalah.

g. Langkah-langkah dan Prosedur Pembelajaran Discovery

Strategy

Menurut Mohammad Takdir Illahi (2012 h. 83) langkah-langkah

pokok yang harus dilalui terlebih dahulu untuk mempermudah

penerapan discovery strategy, adalah sebagai bagai berikut:

1) Adanya masalah yang akan dipecahkan;2) Sesuai dengan kemampuan kognitif anak didik;3) Konsep atau prinsip yang ditemukan harus ditulis secara

jelas;4) Harus tersedia alat atau bahan yang diperlukan;5) Suasana kelas harus diatur sedemikian rupa;6) Guru memberi kesempatan anak didik untuk

mengumpulkan data; dan

26

7) Harus dapat memberikan jawaban secara tepat sesuai dengan data yang diperlukan anak didik.

Menurut Syah (2004) (dalam Yunus Abidin, 2014 h. 177) dalam

mengaplikasikan model discovery di proses pembelajaran, ada

beberapa tahapan atau langkah-langkah pembelajaran yang harus

dilaksanankan, yaitu sebagai berikut:

1) StimulasiPada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan dan dirangsang untuk melakukan kegiatan penyelidikan guna menjawab kebingungan tersebut. Kebingungan dalam diri siswa ini sejalan dengan adanya informasi yang belum tuntas disajikan guru.

2) Menyatakan masalahPada tahap ini siswa diarahkan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

3) Pengumpulan dataPada tahap ini siswa ditugaskan untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pencarian, dan penelusuran dalam rangka mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar hipotesis yang telah diajukannya. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui aktivitas wawancara, kunjungan lapangan, dan atau kunjungan pustaka.

4) Pengolahan dataPada tahap ini siswa mengolah data dan informasi yang telah diperolehnya baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

5) PembuktianPada tahap ini siswa melalukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternative, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

6) Menarik kesimpulanPada tahap ini siswa menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil evaluasi.

27

2. Pemahaman Konsep

Dalam proses mengajar, hal yang penting adalah pencapaian pada

tujuan pembelajaran yaitu agar siswa mampu memahami sesuatu

berdasarkan pengalaman belajarnya. Pemahaman konsep terdiri dari dua

kata yaitu pemahaman dan konsep.

a. Pengertian Pemahaman

Menururt blog pendidikan yang saya akses pada hari

minggu 13 juli 2014 08:01pm, mengutip Purwanto (1994: 44)

pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan

siswa mampu memahami arti, konsep, situasi serta fakta yang di

ketahui.

Menurut blog pendidikan yang saya akses pada hari minggu

13 juli 2014 08:01pm, mengutip Mulyasa (2005: 78)

menyatakan pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif

yang dimiliki oleh individu.

Menurut Virlianti (2002: 6) pemahaman adalah konsepsi

yang bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga

mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan

cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat

mengeksplorasi kemungkinan yang terkait.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pemahaman adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam

28

memahami suatu arti, konsep, dan fakta yang diketahui sehingga

dapat mengeksplorasi pengetahuan yang dimilikinya.

b. Pengertian Konsep

Menurut Rosser 1984 (Syaiful Sagala, 2013 h. 73)

menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili

satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan,

atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang

sama.

Konsep menurut Ruseffendi (1998: 157) konsep adalah

suatu ide abstrak yang memungkinkan kita untuk

mengklasifikasikan atau mengelompokkan objek atau kejadian

itu merupakan contoh dan bukan contoh dan ide tersebut.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpilkan bahwa,

konsep adalah suatu ide abstrak yang mewakili suatu objek,

kejadian, dan kegiatan yang dapat memungkinkan kita untuk

mengelompokkan objek, kejadian, dan kegiatan itu merupakan

contoh atau non contoh.

c. Pengertian Pemahaman konsep

Menururt Dedi Siswoyo dalam blognya yang saya akses

pada hari minggu 13 juli 2014 08:01pm, mengutip Sanjaya

(2009) pemahaman konsep adalah

29

kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasi konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman

konsep adalah kemampuan peserta didik dalam memahami

sejumlah materi pelajaran, namun peserta didik dapat

mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah di

mengerti dan dipahami oleh dirinya dan orang lain.

Kriteria dari pemahaman konsep yaitu:

1) Menyatakan ulang sebuah konsep;2) Mengklasifikasian obyek-obyek menurut sifat-sifat

tertentu;3) Memberi contoh dan non contoh dari konsep;4) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu

konsep; dan5) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur

atau operasi tertentu.

Menurut blog pendidikan yang saya akses pada hari minggu

13 juli 2014 08:01pm, mengutip Patria (2007: 22) indikator

yang termuat dalam pemahaman konsep diantaranya:

1) Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapai;

2) Mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut;

3) Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur;

4) Mampu memberikan contoh dan contoh kontra dari konsep yang dipelajari;

30

5) Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.

3. Pembelajaran Tematik

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang berdasarkan

tema, dan mengaitkan atau menggabungkan beberapa mata pelajaran

kedalam tema tersebut untuk memberikan pengalaman belajar yang

bermakna bagi diri peserta didik. Pembelajaran tematik pada

dasarnya adalah pembelajaran terpadu atau model pembelajaran

terpadu yang mengaitkan beberapa mata pelajaran kedalam sebuah

tema yang memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi

peserta didik. Begitu pula menurut Depdiknas, 2006: 5 (Trianto,

2013 h. 147) mengatakan bahwa pembelajaran tematik pada

dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan

tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat

memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.

Menurut Sri Anitah 2003 (Trianto, 2013 h. 150) menyatakan

bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep yang

menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan konsep-

konsep secara terkoneksi baik secara inter maupun antar mata

pelajaran.

Menurut Zais Robert 1976 (Trianto, 2013 h. 151) mengatakan

bahwa pembelajaran terpadu memberikan gambaran bagaimana

31

pengalaman belajar secara terintegrasi memberi dampak yang penuh

makna dan bagaimana pengintegrasian itu dilakukan.

Menurut Hadi Subroto 2009: 9 (Trianto, 2013 h. 151)

menegaskan pembelajaran terpadu adalah

Pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan sengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar siswa, maka pembelajaran akan lebih bermakna. Maka pada umumnya pembelajaran tematik atau terpadu adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran tematik atau pembelajaran terpadu adalah

pembelajaran berdasarkan tema yang memadukan atau mengaitkan

beberapa materi pembelajaran dari berbagai standar kompetensi dan

kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran sehingga peserta

didik dapat pengalaman bermakna sehingga pengetahuan yang

dimilikinya tetap tersimpan dalam memorinya.

b. Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik

Menurut Ujang Sukadi, dkk 2001: 109 (Trianto, 2013 h. 154)

pembelajaran terpadu memiliki satu tema actual, dekat dengan dunia siswa, dan ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema perlu mempertimbangkan karakteristik

32

peserta didik, seperti minat yang dimiliki oleh masing-masing individu atau peserta didik, kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, kebutuhan yang diperlukan oleh peserta didik, dan pengetahuan awal yang dimiliki oleh peserta didik.

Menurut Trianto (2013 h. 154) secara umum prinsip-prinsip

pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Prinsip penggalian tema Prinsip penggalian merupakan prinsip utama atau fokus dalam pembelajaran tematik. Dalam penggalian tema hendaklah memperhatikan beberapa persyaratan, yaitu sebagai berikut:

a) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dapat dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran;

b) Tema harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya;

c) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak;

d) Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak;

e) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa autentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar;

f) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi); dan

g) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

2) Prinsip pengelolaan pembelajaranPengolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru

mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Menurut Prabowo (2000), bahwa salam pengolaan pembelajaran hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut:

a) Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar;

b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok;

33

c) Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.

3) Prinsip evaluasiDalam melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran

tematik, maka diperlukan beberapa langkah-langkah positif antara lain:

a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self-evaluation/self-assessment) disamping bentuk evaluasi lainnya;

b) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan penbcapaian tujuan pembelajara yang akan dicapai.

4) Prinsip reaksiGuru harus bereaksi dalam aksi siswa dalam semua

peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna.

c. Manfaat Pembelajaran Tematik

Menurut Trianto (2013 h. 157) Pelaksanaan pembelajaran

dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat,

yaitu sebagai berikut:

1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan;

2) Siswa mampu melihat hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir;

3) Pembelajaran akan menjadi utuh sehingga akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah; dan

4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran, maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.

34

d. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Menurut Depdiknas 2006: 6 (Trianto, 2013 h. 162)

pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas antara lain sebagai

berikut:

1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar;

2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih salam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa;

3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama;

4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa;5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai

dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan

6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Selain itu, menurut Depdiknas, 2006 (Trianto, 2013 h. 163)

sebagai model pembelajaran disekolah dasar/madrasah ibtidaiyah,

pembelajaran tematik memiliki karakteristik antara lain: berpusat

pada siswa; memberikan pengalaman langsung; pemisahan mata

pelajaran tidak begitu jelas; menyajikan konsep dari berbagai mata

pelajaran; bersifat fleksibel; hasil pembelajaran sesuai sengan minat

dan kebutuhan siswa; dan menggunakan prinsip belajar sambil

bermain dan menyenangkan.

35

e. Keuntungan Pembelajaran Tematik

Menurut panduan KTSP, 2007: 253 (Trianto, 2013 h. 153)

pembelajaran tematik sebagai bagian daripada pembelajaran terpadu

memiliki banyak keuntungan yang dapat dicapai, yaitu sebagai

berikut:

1) Memudahkan pemusatan perhatian pada satu tema tertentu;2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan

mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar isi mata pelajaran dalam tema yang sama;

3) Pemahamanmateri mata pelajaran lebih mendalam dan berkesan;

4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;

5) Lebih dapat dirasakan manfaat dan makna belajar karena materi dapat disajikan dalam konteks tema yang jelas;

6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam suatu mata pelajaran dan sekaligus dapat mempelajari mata pelajaran lain; dan

7) Guru dapat menghemat waktu sebab mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus, dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, dan waktu selebihnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan materi.

Selain itu, menurut Trianto (2013 h. 160) apabila ditinjau aspek

guru dan peserta didik, pembelajaran tematik memiliki beberapa

keuntungan yaitu:

Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru, antara lain:

1) Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran. Materi pembelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran;

2) Hubungan antar pelajaran dan topic dapat diajarkan secara logis dan alami;

36

3) Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinu, tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding sekolah. Guru dapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek kehidupan;

4) Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut pandang; dan

5) Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetensi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi.

Adapun keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara

lain:

1) Dapat lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar;

2) Menghilangkan batas semu antar bagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif;

3) Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan mereka didorong untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawabpada keberhasilan belajar;

4) Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas; dan

5) Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman.

f. Sintaks Atau Langkah-Langkah Model Pembelajaran Tematik

Menurut Prabowo 2006 (Trianto, 2013 h. 167), langkah-langkah

(sintaks) pembelajaran terpadu secara khusus dapat dibuat tersendiri

berupa langkah-langkah baru dengan ada sedikit perbedaan yakni

sebagai berikut:

Pertama, tahap perencanaan. Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan oleh guru antara lain:

1) Menentukan kompetensi dasar; dan2) Menentukan indikator dan hasil belajar

37

Kedua, tahap pelaksanaan yang meliputi subtahap:1) Proses pembelajaran oleh guru. Adapun langkah yang

ditempuh guru antara lain:a) Menyampaikan konsep pendukung yang harus

dikuasai siswa;b) Menyampaikan konsep-konsep pokok yang akan

dikuasai oleh siswa;c) Menyampaikan keterampilan proses yang akan

dikembangkan;d) Menyampaikan alat dan bahan yang akan

dibutuhkan; dane) Menyampaikan pertanyaan kunci.

2) Tahap manajemen, yang meliputi langkah-langkah:a) Pengelolaan kelas, dimana kelas dibagi kedalam

beberapa kelompok;b) Kegiatan proses;c) Kegiatan pencatatan data; dand) Diskusi

Ketiga, evaluasi. Meliputi:1) Evaluasi proses. Adapun hal-hal yang menjadi

perhatian evaluasi proses terdiri dari:a) Ketepatan hasil pengamatan;b) Ketepatan penyusunan alat dan bahan; danc) Ketepatan menganalisis data

2) Evaluasi hasil, yaitu penguasaan konsep-konsep sesuai indikator yang telah ditetapkan.

3) Evaluasi psikomotorik, yaitu penguasaan penggunaan alat ukur.

Tabel 2.1

Sintaks Pembelajaran Tematik dalam Setting Pembelajaran Langsung dan Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru

Fase-1

Pendahuluan

1. Mengaitkan pelajaran sekarang dengan pelajaran

sebelumnya

2. Memotivasi siswa

3. Memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui

konsep-konsep prasyarat yang sudah dikuasai oleh siswa

4. Menjelaskan tujuan pembelajaran (kompetensi dasar dan

38

indikator)

Fase-2

Presentasi materi

1. Presentasi konsep-konsep yang harus dikuasai oleh siswa

2. Presentasi keterampilan proses yang dikembangkan

3. Presentasi alat dan bahan yang dibutuhkan melalui charta

4. Memodelkan penggunaan peralatan melalui charta

Fase-3

Membimbing pelatihan

1. Menempatkan siswa kedalam kelompok belajar

2. Mengingatkan cara siswa bekerja dan berdiskusi secara

kelompok sesuai komposisi kelompok

3. Membagi buku siswa dan LKS

4. Mengingatkan cara menyusun laporan hasil kegiatan

5. Memberikan bimbingan seperlunya

6. Mengumpulkan hasil kerja kelompok setelah batas waktu

yang ditentukan

Fase-4

Menelaah pemahaman dan

memberikan umpan balik

1. Mempersiapkan kelompok belajar untuk diskusi kelas

2. Meminta salah satu anggota kelompok untuk

mempresentasikan hasil kegiatan sesuai dengan LKS yang

telah dikerjakan

3. Meminta anggota kelompok lain menanggapi hasil

presentasi

4. Membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi

Fase-5

Mengembangkan dengan

memberikan kesempatan

untuk pelatihan lanjut dan

penetapan

1. Mengecek dan memberikan umpan balik terhadap tugas

yang dilakukan

2. Membimbing siswa menyimpulokan seluruh materi

pembelajaran yang baru saja dipelajari

3. Memberikan tugas rumah

Fase-6

Menganalisis dan

mengevaluasi

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap kinerja mereka

Sumber: Trianto, 2005: 122 (Trianto, 2013: 169)

4. Materi Sumber Energi dalam Pembelajaran Tematik

Materi Sumber energi dalam pembelajaran tematik tema selalu

berhemat energi subtema pemanfaatan energi pada kegiatan

pembelajaran keempat dan kelima di kelas IV terdiri dari beberapa mata

39

pelajaran yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran IPA

(Ilmu Pengetahuan Alam), mata pelajaran Matematika, dan mata

pelajaran SBdP. Pembelajaran tersebut mengacu pada:

Tabel 2.2Kompetensi Inti dan kompetensi dasar KI 1 dan KI 2

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar KI 1 dan KI 21. Menerima, menjalankan, dan

menghargai ajaran agama yang dianutnya.

2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangga.

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca)mdan bertanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

Bahasa Indonesia3.1 Menggali informasi dari teks

laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

3.5 Menggali informasi dari teks ulasan buku tentang nilai peninggalan sejarah dan perkembangan Hindu – Budha di Indonesia dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulisan dengan memilih dan memilah kosakata baku.

4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas,bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

4.5 Mengolah dan menyajikan teks ulasan buku tentang nilai peninggalan sejarah dan perkembangan Hindu-Budha di Indonesia secara mandiri dalam bahasa

40

Indonesia lisan dan tulisan dengan memilih dan memilah kosakata baku.

IPA3.4 Membedakan berbagai

bentuk energi melalui pengamatan dan mendeskripsikan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.

4.6 Menyajikan laporan tentang sumber daya alam dan pemanfaatannya oleh masyarakat.

Matematika3.4 Memahami faktor dan

kelipatan bilangan serta bilangan prima.

3.5 Menentukan kelipatan persekutuan dua buah bilangan dan menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK).

4.5 Mengemukakan kembali dengan kalimat sendiri, menyatakan kalimat matematika, dan memecahkan masalah dengan efektif permasalahan yang berkaitan dengan KPK dan FPB, satuan kuantitas, desimal dan persen terkait dengan aktivitas sehari-hari di rumah, sekolah, atau tempat bermain, serta memeriksa kebenarannya

SBdP3.5 Mengetahui berbagai alur

cara dan pengolahan media karya kreatif

4.13 Membuat karya kreatif dengan cara meronce memanfaatkan bahan alam dan buatan dari lingkungan

Sumber: Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Buku Guru SD/MI Kelas IV

41

B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Sesuai dengan Penelitian

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan model discovery

learning diantaranya, sebagai berikut:

1. Naviah Yunari (2012), dengan judul PENINGKATAN HASIL

BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL DISCOVERY

LEARNING MATERI PECAHAN DI KELAS III SDN 1 WONOREJO

KECAMATAN PAGERWOJO KABUPATEN TULUNGAGUNG,

pada penelitian tersebut menguraikan bagaimana penerapan model

discovery learning dalam meningkatkan pembelajaran matematika

materi pecahan dan mencari jawaban apakah model discovery

learning dapat meningkatkan hasil pembelajaran matematika di kelas

III SDN 1 Wonorejo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten

Tulungagung. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar Matematika

setelah diterapkan pembelajaran menggunakan model discovery

learning. Dengan demikian hendaknya pendidik dapat menggunakan

model ini saat melaksanakan pembelajaran.

2. Ina Azariya Yupita dan Waspodo Tjipto S (2013), dalam jurnal

pendidikan volume 01 nomor 02 tahun 2013, 0-216, yang berjudul

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DI SEKOLAH

DASAR. Penelitian tersebut dilaksanakan di SDN Surabaya, pada

peserta didik kelas IV. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas

42

pada pembelajaran IPS pada kelas IV SDN Surabaya diperoleh hasil

penilitian, sebagai berikut:

a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan

model discovery dapat meningkatkan aktivitas pendidik dan

peserta didik serta hasil belajar siswa.

b. Peningkatan proses pembelajaran ini dengan penerapan simulasi

ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan

kelas melalui pola siklus I dan siklus II.

3. Novita Hadati (2012), dalam proposal skripsinya yang berjudul

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENEMUKAN

KALIMAT UTAMA PARAGRAF MELALUI METODE

DISCOVERY DI KELAS IV SDN 2 TELAGA KECAMATAN

TELAGA KABUPATEN GORONTALO. Penelitian tersebut

dilaksanakan di Kelas IV SDN 2 Telaga Kecamatan Telaga

Kabupaten Gorontalo. Pada penelitian ini menggunakan penelitian

tindakan kelas. Hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap

siswa kelas IV di SDN 2 Telaga Kecamatan Telaga Kabupaten

Gorontalo, peneliti menemukan sebagian besar siswa sulit dalam

menemukan kalimat utama. Berdasarkan data pada observasi awal,

dari 38 siswa hanya 5 orang atau 13,16 % yang memiliki

kemampuan menemukan kalimat utama, dan 33 siswa atau 86,84%

yang belum memiliki kemampuan menemukan kalimat utama.

Setelah peneliti menerapkan metode discovery hasil penelitian itu

43

menunjukan adanya peningkatan kemampuan menemukan kalimat

utama pada peserta didik kelas IV. Darihasil penelitian tersebut

dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan peserta

didik dalam menemukan kalimat utama dengan menggunakan

metode discovery.

44

Dari hasil penelitian terdahulu yang diatas tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini:

Tabel 2.3

Penelitian Terdahulu

JudulTempat

Penelitian

Pendekatan dan

AnalisisHasil Penelitian Persamaan Perbedaan

PENINGKATAN

HASIL BELAJAR

SISWA MELALUI

PENERAPAN

MODEL

DISCOVERY

LEARNING

MATERI

PECAHAN DI

Di kelas III

SDN 1

Wonorejo

kecamatan

Pagerwojo

kabupaten

Tulungagung

Metode penelitian

yang digunakan

adalah PTK dengan

pendekatan kualitatif

deskriptif. Langkah-

langkah penelitian

berupa perencanaan,

pelaksanaan,

observasi dan

Hasil penelitian yang

telah dilaksanakan

dengan penerapan

model discovery

learning, diperoleh

peningkatan hasil

belajar  matematika

materi pecahan pada

siswa di kelas III.

Penggunaan

model

pembelajaran

yang digunakan

oleh Naviah

Yunari model

pembelajaran

discovery

Komponen yang

ditingkatkan hasil

belajar sedangkan

saya pemahaman

konsep dan materi

yang disampaikan

berbeda.

45

KELAS III SDN 1

WONOREJO

KECAMATAN

PAGERWOJO

KABUPATEN

TULUNGAGUNG

refleksi. Data yang

diperoleh berupa

hasil tes, lembar

observasi,

wawancara dan

dokumentasi.

Analisis data diawali

dengan

mengumpulkan data,

menyajikan dan

mendeskripsikan

data kemudian

menarik kesimpulan.

Peningkatan hasil

belajar dari

pratindakan, siklus I

ke siklus II sebagai

berikut. Pada tahap

pra tindakan rata-rata

nilai kelas 53,73

dengan prosentase

ketuntasan 32%.

Siklus I dari

pertemuan 1 ke

pertemuan 2

mengalami

peningkatan rata-rata

learning

46

sebesar 3,16 dengan

peningkatan

persentase ketuntasan

secara klasikal sebesar

10%. Siklus II dari

pertemuan 1 ke

pertemuan 2

mengalami

peningkatan rata-rata

sebesar 9,22 dengan

peningkatan

prosentase ketuntasan

secara klasikal sebesar

16 %. Berdasarkan

47

hasil penelitian

tersebut dapat

disimpulkan bahwa

terjadi peningkatan

hasil belajar

Matematika setelah

diterapkan

pembelajaran

menggunakan model

discovery learning.

PENERAPAN

MODEL

PEMBELAJARAN

DISCOVERY

SDN Surabaya,

pada peserta

didik kelas IV

Jenis penelitian yang

digunakan adalah

Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) dengan

metode deskriptif

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa

pembelajaran dengan

menggunakanmodel

Discovery dapat

Model

pembelajaran

yang digunakan

oleh Ina Azariya

Komponen yang

ditingkatkan oleh Ina

Azariya Yupita dan

Waspodo Tjipto S

48

UNTUK

MENINGKATKA

N HASIL

BELAJAR IPS DI

SEKOLAH

DASAR

kualitatif. Teknik

pengumpulan datayang

yang digunakan adalah

observasi untuk

mengetahui aktivitas

guru dan siswa, tes

untuk mengetahui hasil

belajar siswa, serta

wawancara untuk

mengetahui kendala-

kendala yang dihadapi

pada saat kegiatan

pembelajaran

denganmenggunakan

model pembelajaran

Discovery.

meningkatkan

aktivitas guru dan

siswa serta hasil

belajar siswa. Hal ini

terbukti dari

hasil pengamatan

yang diperoleh pada

tiap siklusnya. Pada

siklus I, aktivitas guru

mencapai 78,57%,

aktivitas siswa

66,07%, dan hasil

belajar siswa 63,89%.

Pada siklus II, aktivitas

guru mencapai 83,9%,

aktivitas siswa 78,6%, dan

hasil belajar siswa

77,77%. Dan pada siklus

Yupita dan

Waspodo Tjipto S

adalah model

pembelajaran

discovery

learning.

adalah hasil belajar.

Sedangkan saya

komponen yang

ditingkatkan adalah

pemahaman konsep.

Materi yang di

sampaikan pun

berbeda.

49

III, aktivitas guru

mencapai 91,07%,

aktivitas siswa 87,5%, dan

hasil belajar siswa94,44%.

Maka dapat disimpulkan

bahwa penerapan model

pembelajaran Discovery

yang dilaksanakan

dalam pembelajaran

IPS pada materi

perkembangan

teknologi dapat

meningkatkan

aktivitas guru,

aktivitas siswa, dan

hasil belajar siswa

kelas IV SDN

Surabaya.

50

MENINGKATKA

N KEMAMPUAN

SISWA

MENEMUKAN

KALIMAT

UTAMA

PARAGRAF

MELALUI

METODE

DISCOVERY DI

KELAS IV SDN 2

TELAGA

KECAMATAN

TELAGA

DI KELAS IV

SDN 2

TELAGA

KECAMATAN

TELAGA

KABUPATEN

GORONTALO

Pada penelitian ini

menggunakan

penelitian tindakan

kelas. pengumpulan

data yang digunakan

dalam penelitian

tersebut adalah

Observasi, Tes, dan

Dokumentasi.

Hasil observasi yang

dilakukan peneliti

terhadap siswa kelas

IV di SDN 2 Telaga

Kecamatan Telaga

Kabupaten Gorontalo,

peneliti menemukan

sebagian besar siswa

sulit dalam

menemukan kalimat

utama. Berdasarkan

data pada observasi

awal, dari 38 siswa

hanya 5 orang atau

Penggunaan

model

pembelajaran

yang digunakan

oleh Novit Hadati

metode discovery

Komponen yang

ditingkatkan berbeda

Novita Hadati

kemampuan siswa

menemukan kalimat

utama sedangkan saya

meningkatkan

pemahaman konsep,

dan materi yang

disampaikan berbeda.

51

KABUPATEN

GORONTALO

13,16 % yang

memiliki kemampuan

menemukan kalimat

utama, dan 33 siswa

atau 86,84% yang

belum memiliki

kemampuan

menemukan kalimat

utama. Setelah

peneliti menerapkan

metode discovery

hasil penelitian itu

menunjukan adanya

peningkatan

52

kemampuan

menemukan kalimat

utama pada peserta

didik kelas IV