ii. tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii.pdfmedia tanam bisa dibuat dengan dua cara, yaitu dengan...

30
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Serbuk Gergaji Kayu 2.1.1 Pengertian serbuk gergaji kayu Serbuk gergaji kayu merupakan limbah industri penggergajian kayu. Selama ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat (Departmen Pertanian, 1970). Media tanam bisa dibuat dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan media dari serbuk gergaji kayu dan dengan menggunakan media potongan- potongan kecil dari kayu dengan bentuk silindris (lebih kecil dari ukuran lubang pengeboran). Serbuk gergaji dikeringkan dan diayak, kemudian dicampur dengan bahan-bahan lainnya. Penambahan sukrose, sebaiknya dilarutkan dalam air dan disemprotkan kedalam bahan dan dibasahi. Serbuk gergaji digenggam tangan untuk mengetahui bahwa kadar airnya 65%. Pelepasan serbuk dan terlihat pecah berantakan, berarti masih kering dan perlu ditambah air lagi. Genggaman dibuka dan serbuk bisa menggumpal berarti kadar airnya cukup, dan bila airnya menetes, berarti kadar airnya berlebihan. Bahan adukan tadi dimasukkan ke dalam kantong plastik tebal (polypropilene) atau ke dalam botol dan dipadatkan. Bagian atas kantong plastik diberi cincin dari bambu atau plastik tempat lubang untuk inokulasi. Lubang tersebut ditutup kapas dengan tambahan kertas penutup atau

Upload: nguyenliem

Post on 07-May-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Serbuk Gergaji Kayu

2.1.1 Pengertian serbuk gergaji kayu

Serbuk gergaji kayu merupakan limbah industri penggergajian kayu. Selama

ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yang

selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang kesemuanya

berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu

dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya

menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan

sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat (Departmen

Pertanian, 1970).

Media tanam bisa dibuat dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan

media dari serbuk gergaji kayu dan dengan menggunakan media potongan-

potongan kecil dari kayu dengan bentuk silindris (lebih kecil dari ukuran lubang

pengeboran). Serbuk gergaji dikeringkan dan diayak, kemudian dicampur dengan

bahan-bahan lainnya. Penambahan sukrose, sebaiknya dilarutkan dalam air dan

disemprotkan kedalam bahan dan dibasahi. Serbuk gergaji digenggam tangan

untuk mengetahui bahwa kadar airnya 65%. Pelepasan serbuk dan terlihat pecah

berantakan, berarti masih kering dan perlu ditambah air lagi. Genggaman dibuka

dan serbuk bisa menggumpal berarti kadar airnya cukup, dan bila airnya menetes,

berarti kadar airnya berlebihan. Bahan adukan tadi dimasukkan ke dalam kantong

plastik tebal (polypropilene) atau ke dalam botol dan dipadatkan. Bagian atas

kantong plastik diberi cincin dari bambu atau plastik tempat lubang untuk

inokulasi. Lubang tersebut ditutup kapas dengan tambahan kertas penutup atau

8

aluminium foil. Media serbuk disterilisasi pada autoklaf selama kurang lebih dua

sampai dengan empat jam pada tekanan 1,5 atmosfir. Tahapan setelah diinokulasi,

media serbuk diinkubasikan di dalam ruangan yang bersuhu kamar 24oC – 25

oC

selama 30 s.d 40 hari. Kayu atau serbuk gergajian yang paling baik digunakan

sebagai media tanam: kayu harus steril, yakni tidak mengandung pestisida atau

bahan beracun lainnya (Departemen Pertanian, 1970).

2.1.2 Manfaat serbuk gergaji kayu

Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah yang dapat diperoleh dari hasil

menggergaji yang biasa di lakukan di tukang kayu. Biasanya serbuk gergaji dapat

dihasilkan setelah melakukan proses penggergajian kayu ataupun proses

penghalusan dari kayu dan dilakukan dengan menggunakan alat penghalus kayu.

Hasil dari serbuk gergaji akan langsung dibuang. Serbuk kayu hasil proses

penggergajian ataupun limbah dari penghalusan kayu ternyata memilki berbagai

manfaat (Departemen Pertanian, 1970).

1. Sebagai bahan campuran pembuatan meubel

Serbuk gergaji memiliki manfaat yang baik sebagai bahan campuran dalam

pembuatan meubel. Beberapa pabrik meubel besar saat ini sudah tidak

menggunakan bahan kayu utuh untuk membuat meubel. Hal ini dilakukan

untuk menekan harga produksi, sehingga produk-produk meubel, seperti

lemari kecil dan juga meja belajar dapat dijual dengan harga yang lebih

rendah. Keuntungan dari produk meubel yang dicampur serbuk gergaji ini,

antara lain.

(1) Biaya produksi dapat ditekan

9

(2) Harga jual lebih murah

(3) Bobot meubel yang lebih ringan

Terdapat beberapa kelemahan dari produk meubel yang dibuat dengan

menggunakan campuran serbuk gergaji kayu. Berikut ini adalah beberapa

kelemahan dari meubel yang dibuat dengan menggunakan bahan campuran

dari serbuk gergaji antara lain.

(1) Tidak tahan lama

(2) Mudah lapuk

(3) Sering menimbulkan kotoran di lantai

(4) Ringkih dan juga rapuh

2. Bahan pembuatan batako

Teknologi saat ini juga menggunakan manfaat serbuk gergaji kayu sebagai

salah satu bahan campuran dalam pembuatan batako. Hasil penelitian

mengatakan bahwa campuran serbuk gergaji pada batako dapat menekan

biaya produksi, dan konon katanya kualitas batako yang dibuat juga tidak

kalah baiknya dengan jenis batako yang tidak menggunakan campuran dari

serbuk gergaji.

3. Sebagai bahan bakar

Selain pemanfaatan kayu bakar untuk memasak, serbuk gergaji juga dapat

dimanfaatkan untuk bahan bakar. Serbuk gergaji dapat menjadi pengganti

kertas dan dapat mudah terbakar. Hal ini akan sangat membantu anda dalam

membuat api lebih cepat dan proses pembakarannya menjadi lebih baik.

4. Sebagai alas untuk memelihara hamster

10

Serbuk gergaji kayu diletakkan pada bagian dasar kandang hamster ataupun

marmut. Kegunaannya adalah sebagai tempat hamster untuk tidur dan juga

sebagai tempat buang air kecil dan besar agar tidak bau. Hamster ataupun

marmut juga senang bermain-main pada kandang yang berisi serbuk gergaji

dan juga serbuk kayu.

5. Media tanam

Manfaat serbuk gergaji kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

media tanam yang baik. Media tanam ini yang dibuat dengan menggunakan

serbuk kayu biasanya dapat mengoptimalkan penyerapan air dan unsur hara

pada tanaman. Meningkatnya penyerapan air dan juga unsur hara oleh

tanaman, maka kondisi kesuburan dari tanaman tersebut akan menjadi lebih

baik. Serbuk gergaji kayu sebagai media tanam dalam polybag ataupun pot

kecil dan bisa juga digunakan sebagai media tanam untuk tanaman yang

lebih besar.

6. Briket serbuk gergaji

Briket ini dapat digunakan untuk memasak dalam kebutuhan sehari-hari.

Briket yang terbuat dari limbah gergaji kayu ini memiliki harga yang jauh

lebih murah daripada briket batubara. Perbandingan antara penggunaan gas

alam dan minyak tanah, briket dari serbuk gergaji jauh lebih efektif dan

pastinya dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga sehari-hari. Mampu

mengolah serbuk gergaji ini menjadi bentuk briket pun pastinya akan

mendatangkan keuntungan, karena akan meningkatkan omzet penjualan.

7. Pembuatan casing sosis

11

Setiap sosis yang dijual di pasaran pasti memiliki lapisan luar yang melapisi

olahan daging sosis. Lapisan luar yang melapisi olahan daging sosis ini

bukan plastic pembungkus sosis, namun lapisan dari olahan daging yang

berwarna merah ataupun krem pada sosis. Lapisan ini pun diolah dengan

manfaat serbuk kayu. Tidak perlu khawatir, karena lapisan yang dibuat dari

serbuk gergaji atau serbuk kayu ini sudah diolah sedemikian rupa dan aman

untuk dikonsumsi. Hal ini tidak akan membahayakan kesehatan, karena

memang sudah terstandarisasi secara internasional.

2.2 Pengertian Persediaan Bahan Baku

2.2.1 Pengertian persediaan

Setiap perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan produksi akan

memerlukan persediaan bahan baku. Tersedianya persediaan bahan baku maka

diharapkan sebuah perusahaan industri dapat melakukan proses produksi sesuai

kebutuhan atau permintaan konsumen. Persediaan bahan baku yang cukup

tersedia digudang juga diharapkan dapat memperlancar kegiatan produksi

perusahaan dan dapat menghindari terjadinya kekurangan bahan baku.

Keterlambatan jadwal pengadaan produk yang dipesan konsumen dapat

merugikan perusahaan dalam hal ini image yang kurang baik.

Penulis akan mengemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian dari

persediaan, sebagai berikut.

1. Menurut Prawirosentono (2001:61), persediaan adalah aktiva lancar yang

terdapat dalam perusahaan dalam bentuk persediaan bahan mentah (bahan

baku/raw material, bahan setengah jadi/work in process, dan barang

jadi/finished goods).

12

2. Persediaan adalah bagian utama dari modal kerja, merupakan aktiva yang

pada setiap saat mengalami perubahan (Gitosudarmo, 2002:93).

3. Soemarsono (1999:246), mengemukakan pengertian persediaan sebagai

barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau

digunakan dalam kegiatan perusahaan.

4. Inventory atau persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja

merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus-

menerus mengalami perubahan (Riyanto, 2001:69).

Kesimpulan dari persediaan yang dimaksud adalah suatu bagian dari

kekayaan perusahaan industri yang digunakan dalam rangkaian proses produksi

untuk diolah menjadi barang setengah jadi atau akhirnya menjadi barang jadi.

2.2.2 Alasan diadakannya persediaan

Prinsipnya semua perusahaan melaksanakan proses produksi akan

menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi

dalam perusahaan tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan suatu perusahaan

harus menyelenggarakan persediaan bahan baku menurut Ahyari (2003:150),

sebagai berikut.

1. Bahan yang akan digunakan untuk pelaksanaan proses produksi perusahaan

tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara satu persatu dalam

jumlah unit yang diperlukan perusahaan serta pada saat barang tersebut akan

dipergunakan untuk proses produksi perusahaan tersebut. Bahan baku

tersebut pada umumnya akan dibeli dalam jumlah tertentu, dimana jumlah

tertentu ini akan dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan proses

produksi perusahaan yang bersangkutan dalam beberapa waktu tertentu

13

pula. Keadaan semacam ini maka bahan baku yang sudah dibeli oleh

perusahaan namun belum dipergunakan untuk proses produksi akan masuk

sebagai persediaan bahan baku dalam perusahaan tersebut.

2. Perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan bahan baku

yang dipesan belum datang maka pelaksanaan proses produksi dalam

perusahaan tersebut akan terganggu. Ketidaktersediaan bahan baku tersebut

akan mengakibatkan terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan

bahan baku dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah

tingginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan.

Keadaan tersebut tentunya akan membawa kerugian bagi perusahaan.

3. Perusahaan dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang banyak

untuk menghindari kekurangan bahan baku tetapi persediaan bahan baku

dalam jumlah besar tersebut akan mengakibatkan terjadinya biaya

persediaan bahan yang semakin besar pula. Besarnya biaya yang semakin

besar ini berarti akan mengurangi keuntungan perusahaan. Resiko kerusakan

bahan baku juga akan bertambah besar apabila persediaan bahan bakunya

besar.

2.2.3 Kerugian dari ketidakpastian pengadaan persediaan bahan baku

Menurut Ahyari (2003), secara umum penggunaan bahan baku didasarkan

pada anggapan bahwa setiap bulan selalu sama, sehingga secara berangsur-angsur

akan habis pada waktu tertentu. Mengantisipasi kehabisan bahan baku yang

berakibat akan mengganggu kelancaran proses produksi sebaiknya pembelian

bahan baku dilaksanakan sebelum habis. Secara teoritis keadaan tersebut dapat

diperhitungkan, akan tetapi tidak semudah itu. Kadang-kadang bahan baku masih

14

cukup banyak namun sudah dilakukan pembelian sehingga berakibat

bertambahnya bahan baku digudang. Hal ini bisa menurunkan kualitas bahan dan

akan meningkatkan biaya penyimpanan.

Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi ketidakpastian bahan

baku yaitu dari dalam perusahaan dan faktor dari luar perusahaan. Ketidakpastian

dari dalam perusahaan disebabkan oleh faktor dari perusahaan itu sendiri dalam

pemakaian bahan baku, karena pemakaian bahan baku oleh perusahaan tidaklah

selalu tepat dengan apa yang selalu diencanakan. Suatu saat mungkin ada

gangguan teknis sehingga akan mengganggu proses produksi yang akan

menyebabkan pemakaian bahan baku berkurang. Pemborosan-pemborosan atau

karena bahan baku yang kurang baik sehingga pemakaian bahan baku keluar dari

rencana semula (Ahyari, 2003).

Ketidakpastian bahan baku selain berasal dari dalam perusahaan terdapat

pula ketidakpastian dari luar perusahaan. Ketidakpastian dari luar perusahaan ini

disebabkan oleh faktor-faktor dari luar perusahaan. Perusahaan pada saat

melaksanakan pembelian sudah diperhitungkan agar bahan baku yang dibeli

tersebut datangnya tepat pada saat persediaan yang ada sudah habis.

Kenyataannya bahan baku tersebut datangnya sering tidak sesuai dengan yang

telah diperhitungkan atau bahan tersebut datang sebelum waktu yang dijanjikan

(Ahyari, 2003).

2.2.4 Fungsi-fungsi persediaan

Fungsi-fungsi persediaan penting artinya dalam upaya meningkatkan

operasi perusahaan, baik yang berupa operasi internal maupun operasi eksternal

15

sehingga perusahaan seolah-olah dalam posisi bebas. Fungsi persediaan pada

dasarnya terdiri dari tiga fungsi sebagai berikut.

1. Fungsi Decoupling

Perusahaan akan dapat memenuhi kebutuhannya atas permintaan konsumen

tanpa tergantung pada supplier barang. Pemenuhan fungsi ini dilakukan dengan

cara sebagai berikut: (1) persediaan bahan mentah disiapkan agar perusahaan

tidak sepenuhnya tergantung penyediaannya pada suplier dalam hal kuantitas dan

pengiriman; (2) persediaan barang dalam proses ditujukan agar tiap bagian yang

terlibat dapat lebih leluasa dalam berbuat; dan (3) persediaan barang jadi

disiapkan pula dengan tujuan untuk memenuhi permintaan yang bersifat tidak

pasti dan langganan (Asdjudiredja, 1999:114).

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar perusahaan

dapat berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam

jumlah yang cukup dengan tujuan agar dapat mengurangi biaya perunit produk.

Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah penghematan yang

dapat terjadi karena pembelian dalam jumlah banyak yang dapat memberikan

potongan harga serta biaya pengangkutan yang lebih mudah dibandingkan dengan

biaya-biaya yang akan terjadi karena banyaknya persediaan yang dimiliki

(Asdjudiredja, 1999:114).

3. Fungsi Antisipasi

Perusahaan sering mengalami suatu ketidakpaastian dalam jangka waktu

pengiriman barang dari perusahaan lain, sehingga memerlukan persediaan

pengamanan (safety stock) atau perusahaan mengalami fluktuasi permintaan yang

16

dapat diperkirakan sebelumnya yang didasarkan pengalaman hal tersebut,

perusahaan sebaiknya mengadakan persediaan musiman (seaseonal inventory)

(Asdjudiredja, 1999:114).

Selain fungsi-fungsi diatas menurut Herjanto (1997:168), terdapat enam

fungsi penting yang terkandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan

perusahaan antara lain: (1) menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman

bahan baku; (2) menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik

sehingga harus dikembalikan; (3) menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga

barang atau inflasi; (4) untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara

musiman sehingga perusahaan tidak akan sulit bila bahan tersebut tidak tersedia

dipasaran; (5) mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan

kuantitas (quantity discount); dan 6) memberikan pelayanan kepada langganan

dengan tersedianya barang yang diperlukan.

2.2.5 Jenis-jenis persediaan

Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang, sebagai

berikut.

1. Persediaan bahan baku, yaitu persediaan barang-barang berwujud yang

digunakan dalam proses produksi. Barang ini diperoleh dari sumber-sumber

alam atau dibeli dari supplier atau perusahaan yang membuat atau

menghasilkan bahan baku untuk perusahaan lain yang menggunakannya.

2. Persediaan komponen-komponen rakitan, yaitu persediaan barang-barang

yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain

yang dapat secara langsung dirakit atau di-asembling dengan komponen lain

tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

17

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong, yaitu persediaan barang-barang

yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau

komponen barang jadi.

4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses, yaitu persediaan

barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses

produksi atau yang telah diolah.

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku

Donald Delmar (1985) mengemukakan bahwa dalam melakukan

perencanaan dan pengendalian persediaan terdapat beberapa faktor terkait yang

memerlukan perhatian. Faktor-faktor tersebut antara lain.

1. Inventory turnover

Inventory turnover (perputaran persediaan) merupakan frekuensi perputaran

suatu item sediaan yang telah digantikan selama periode waktu tertentu.

Perhitungan Perputaran Persediaan (inventory turnover) bagi suatu perusahaan

sangat penting, yaitu antara lain untuk mengetahui: (1) apakah pengelolaan

persediaan telah dilakukan dengan baik atau tidak; (2) kecepatan dari pergantian

persediaan, dimana semakin tinggi pergantian persediaan, maka semakin tinggi

biaya yang dapat dihemat sehingga laba perusahaan naik; dan (3) pada dasarnya

suatu perusahaan yang baik adalah apabila persediaan barang yang dijual atau

diproduksi cepat berganti sehingga biaya penyimpanan serta tingkat kerusakan

barang semakin rendah yang dapat menyebabkan kenaikan laba perusahaan.

Perputaran dari persediaan didapat dengan jalan membagi harga pokok penjualan

dengan persediaan rata-rata.

18

2. Lead time

Lead time adalah interval waktu antara penyampaian pesanan dan

diterimanya pesanan sediaan itu dari pemasok. Produk atau komponen yang

diproduksi secara internal, lead time dapat didefinisikan sebagai waktu total yang

diperlukan untuk memperoleh bahan baku yang diperlukan atau membeli

komponen, melaksanakan pengolahan yang diperlukan, pabrikasi, dan langkah-

langkah perakitan serta pengepakan serta pengiriman barang-barang itu ke divisi

lain di dalam perusahaan atau kepada pelanggan.

3. Customer service level

Customer service level merupakan derajat layanan kepada pelanggan yang

mengacu pada persentase dari pesanan yang dapat diisi dengan sediaan atau

produk jadi yang akan diserahkan, berdasarkan suatu tanggal tertentu yang telah

disetujui. Derajat layanan kepada pelanggan ini merupakan fungsi langsung dari

titik pemesanan kembali (reorder point) dan didefinisikan sebagai level sediaan

atau waktu mana suatu order telah ditetapkan untuk mengganti unit sediaan yang

sudah terpakai atau terjual.

4. Stock-out cost

Stock-out cost adalah biaya atas kekurangan sediaan yang terjadi ketika

permintaan melebihi tingkat persediaan biaya yang dihubungkan dengan

ketidakcukupan sediaan meliputi hilangnya citra baik dari pelanggan, terhentinya

proses produksi yang sedang berlangsung, dan tindakan cepat yang perlu diambil

untuk menghindari atau memperkecil tekanan kekurangan sediaan tersebut. Citra

baik dari pelanggan berhubungan langsung dengan derajat layanan kepada

pelanggan dengan anggapan citra baik itu berhubungan dengan kuantitas, bukan

19

pada aspek kualitas yang rendah. Saat citra baik dan pelanggan terjadi, berarti

pada saat yang sama timbul derajat layanan kepada pelanggan.

5. Biaya persediaan bahan baku

Biaya persediaan terdiri atas biaya pemesanan dan biaya penyimpanan,

sebagai berikut.

(1) Ordering cost (biaya pemesanan)

Biaya ini mencakup biaya sewa bensin, upah sopir, dan biaya sewa pick up.

Sehubungan dengan itu, untuk meminimumkan biaya pemesanan, perusahaan

harus melakukan pemesanan dalam jumlah besar, yang pada gilirannya

meminimumkan biaya pemesanan. Jumlah unit yang dipesan berbanding terbalik

dengan frekuensi pemesanan. Jumlah unit yang dipesan diperbesar maka frekuensi

pemesanan berkurang. Unit yang dipesan diperkecil maka frekuensi pemesanan

meningkat. Tingkat biaya pemesanan yang optimal diperoleh pada titik

keseimbangan antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan.

(2) Storage or holding (biaya penyimpanan), or carrying costs

Biaya atas sediaan yang terjadi sehubungan dengan penyimpanan sejumlah

sediaan tertentu dalam perusahaan. Biaya ini mencakup biaya penyusutan gudang,

biaya listrik, biaya air, dan upah tenaga kerja. Biaya penyimpanan umumnya

dihitung dengan persen tertentu terhadap harga sediaan, misalnya 10% s.d 35%.

Menurut Assauri (1999), dalam menentukan jumlah pembelian atau

pemesanan ekonomis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu.

(1) Menggunakan tabel (tabular approach)

Pendekatan ini jumlah pemesanan yang ekonomis dapat dilakukan dengan

menyusun tabel jumlah biaya per tahun, dimana nantinya jumlah pesanan yang

20

menunjukkan biaya terendah merupakan jumlah pesanan atau pembelian yang

paling ekonomis.

(2) Menggunakan grafik (graphical approach)

Penentuan jumlah pesanan atau pembelian yang ekonomis dengan

pendekatan grafik ini dilkukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik, biaya

pemesanan, biaya penyimpanan, dan total biaya dalam satu gambar. Sumbu

horizontal menentukan jumlah besarnya pesanan, biaya penyimpanan, dan total

biaya.

(3) Menggunakan rumus (formula approach)

Pendekatan ini menggunakan rumus matematika dalam menentukan jumlah

pemesanan yang paling ekonomis. Pendekatan ini dilakukan dengan

memperhatikan bahwa total biaya persediaan yang minimum terjadi pada biaya

pemesanan sama dengan biaya penyimpanan.

2.3 Pengertian Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Pengendalian bahan baku yang diselenggarakan dalam suatu perusahaan,

tentunya diusahakan untuk dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang ada dalam

perusahaan yang bersangkutan. Keterpaduan dari seluruh pelaksanaan kegiatan

yang ada dalam perusahaan akan menunjang terciptanya pengendalian bahan baku

yang baik dalam suatu perusahaan.

Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting

bagi perusahaan, karena persediaan fisik pada perusahaan akan melibatkan

investasi yang sangat besar pada pos aktiva lancar. Pelaksanaan fungsi ini

berhubungan dengan seluruh bagian yang bertujuan agar usaha penjualan dapat

intensif serta produk dan penggunaan sumber daya dapat maksimal.

21

Perencanaan adalah proses untuk memutuskan tindakan apa yang akan

diambil dimasa depan. Perencanaan kebutuhan bahan adalah suatu sistem

perencanaan yang pertama-tama berfokus pada jumlah dan pada saat barang jadi

yang diminta yang kemudian menentukan permintaan turunan untuk bahan baku,

komponen dan sub perakitan pada saat tahapan produksi terdahulu (Horngren,

1992:321).

Pengawasan bahan adalah suatu fungsi terkoordinasi didalam organisasi

yang terus-menerus disempurnakan untuk meletakkan pertanggungjawaban atas

pengelolaan bahan baku dan persediaan pada umumnya, serta menyelenggarakan

suatu pengendalian internal yang menjamin adanya dokumen dasar pembukuan

yang mendukung sahnya suatu transaksi yang berhubungan dengan bahan,

pengawasan bahan meliputi pengawasan fisik dan pengawasan nilai atau rupiah

bahan (Supriyono, 1999:400). Kegiatan pengawasan persediaan tidak terbatas

pada penentuan atas tingkat dan komposisi persediaan, tetapi juga termasuk

pengaturan dan pengawan atau pelaksanaan pengadaan bahan-bahan yang

diperlukan sesaui dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan dengan biaya yang

serendah-rendahnya.

2.3.1 Tujuan pengendalian persediaan

Menurut Assauri (1998:177), tujuan pengawasan persediaan dapat diartikan

sebagai usaha untuk.

1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga

menyebabkan proses produksi terhenti.

2. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar

sehingga biaya yang berkaitan dengan persediaan dapat ditekan.

22

3. Menjaga agar pembelian bahan baku secara kecil-kecilan dapat dihindari.

Tujuan dasar pengendalian bahan adalah kemampuan untuk mengirimkan

surat pesanan pada saat yang tepat pada pemasok terbaik untuk memperoleh

kuantitas yang tepat pada harga dan kualitas yang tepat (Matz, 1994:229).

Kesimpulan, dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pengendalian

persediaan dan pengadaan perencanaan bahan baku yang dibutuhkan baik dalam

jumlah maupun kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta

kapan pesanan dilakukan.

2.3.2 Prinsip-prinsip pengendalian

Menurut Matz (1994:230), sistem dan teknik pengendalian persediaan harus

didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

1. Persediaan diciptakan dari pembelian bahan dan suku cadang, tambahan

biaya pekerja, dan overhead untuk mengelola bahan menjadi barang jadi.

2. Persediaan berkurang melalui penjualan dan kerusakan.

3. Perkiraan yang tepat atas skedul penjualan dan produksi merupakan hal

yang esensial bagi pembelian, penanganan, dan investasi bahan yang

efisien.

4. Kebijakan manajemen, yang berupaya menciptakan keseimbangan antara

keragaman dan kuantitas persediaan bagi operasi yang efisien dengan biaya

pemilikan persediaan tersebut merupakan faktor yang paling utama dalam

menentukan investasi persediaan.

5. Pemesanan bahan merupakan tanggapan terhadap perkiraan dan penyusunan

rencana pengendalian produksi.

23

6. Pencatatan persediaan saja tidak akan mencapai pengendalian atas

persediaan.

7. Pengendalian bersifat komparatif, relatif dan tidak mutlak.

Matz (1994:229) berpendapat bahwa pengendalian persediaan yang efektif

harus.

1. Menyediakan bahan dan suku cadang yang dibutuhkan bagi operasi yang

efisien dan lancar.

2. Menyediakan cukup banyak stock dalam periode kekurangan pasokan

(musiman, siklus, atau pemogokan) dan dapat mengantisipasi perubahan

harga.

3. Menyiapkan bahan dengan waktu dan biaya penanganan yang minimum

serta melindunginya dari kebakaran, pencurian, dan kerusakan selama bahan

tersebut ditangani.

4. Mengusahakan agar jumlah persediaan yang tidak terpakai, berlebih, atau

yang rusak sekecil mungkin dengan melaporkan perubahan produk secara

sistematik, dimana perubahan tersebut mungkin akan mempengaruhi bahan

suku cadang.

5. Menjamin kemandirian persediaan bagi pengiriman yang tepat waktu

kepada pelanggan.

6. Menjaga agar jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan berada

pada tingkat yang konsisten dengan kebutuhan operasi dan rencana

manajemen.

24

2.3.3 Sistem pengendalian persediaan

Menurut Assauri (1998), penentuan jumlah persediaan perlu ditentukan

sebelum melakukan penilaian persediaan. Jumlah persediaan dapat ditentukan

dengan dua sistem yang paling umum dikenal pada akhir periode antara lain.

1. Periodic system, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara

fisik agar jumlah persediaan akhir dapat diketahui jumlahnya secara pasti.

2. Perpetual system, atau book inventory yaitu setiap kali pengeluaran

diberikan catatan administrasi barang persediaan.

Beberapa cara yang dapat dipergunakan dalam melaksanakan penilaian

persediaan yaitu.

1. First In, First Out (FIFO) atau masuk pertama keluar pertama

Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa arus harga bahan adalah sama

dengan arus penggunaan bahan. Sejumlah unit bahan dengan harga beli tertentu

sudah habis dipergunakan, maka penggunaan bahan berikutnya harganya akan

didasarkan pada harga beli berikutnya. Atas dasar metode ini maka harga atau

nilai dari persediaan akhir adalah sesuai dengan harga dan jumlah pada unit

pembelian terakhir.

2. Last In, First Out (LIFO) atau masuk terakhir keluar pertama

Perusahaan beranggapan bahwa harga beli terakhir dipergunakan untuk

harga bahan baku yang pertama keluar sehingga masih ada stock dinilai

berdasarkan harga pembelian terdahulu.

25

3. Weighted Average (Rata-rata tertimbang)

Cara ini didasarkan atas harga rata-rata perunit bahan adalah sama dengan

jumlah harga perunit yang dikalikan dengan masing-masing kuantitasnya

kemudian dibagi dengan seluruh jumlah unit bahan dalam perusahaan tersebut.

4. Harga standar

Besarnya nilai persediaan akhir dari suatu perusahaan akan sama dengan

jumlah unit persediaan akhir dikalikan dengan harga standar perusahaan. Harga

pokok produksi suatu unit atau sekelompok produk selama periode tertentu, yang

ditentukan dimuka.

2.4 Penggunaan Bahan Baku

2.4.1 Pengertian bahan baku

Salah satu fungsi pokok perusahaan manufaktur adalah fungsi produksi.

Perusahaan bertugas mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Bahan baku

adalah barang-barang yang dibeli perusahaan untuk digunakan dalam proses

produksi (Jusup 1999: 408). Pendapat tersebut tidak berbeda jauh dengan

pendapat Suadi (2000: 64) bahwa bahan baku adalah bahan yang menjadi bagian

produk jadi dan dapat diidentifikasikan ke produk jadi. Menurut Syamsudin

(2001: 281) bahwa bahan baku adalah persediaan yang dibeli oleh perusahaan

untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produk

akhir dari perusahaan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

bahan baku merupakan bahan yang dibuat menjadi barang jadi.

2.4.2 Perkiraan kebutuhan bahan baku

Menurut Syamsudin (2001), perkiraan kebutuhan bahan baku merupakan

suatu perkiraan banyaknya bahan baku yang akan digunakan dalam proses

26

produksi dalam suatu periode. Perkiraan kebutuhan bahan baku untuk proses

produksi biasanya didasarkan pada pengalaman tahun-tahun yang lalu sehingga

dalam proses produksi tidak terjadi kekurangan atau kelebihan bahan baku.

Secara umum, tingkat penggunaan bahan baku yang diperkirakan sebagai

kebutuhan suatu perusahaan untuk proses produksi relatif tetap atau bertambah

dengan pertambahan yang teratur. Tujuannya agar proses produksi berjalan

dengan lancar, diperlukan kecermatan dalam memperkirakan kebutuhan bahan

baku. Memperkirakan kebutuhan bahan baku secara rutin untuk proses produksi,

perusahaan juga perlu memperkirakan kebutuhan bahan baku secara khusus,

misalnya menjelang hari raya atau hari- hari besar atau adanya pesanan yang tidak

diduga.

2.4.3 Penentuan kebutuhan bahan baku

Menurut Suadi (2000), setelah kebutuhan bahan baku untuk proses produksi

diprediksi atau diperkirakan, manajemen perusahaan perlu mengambil keputusan

untuk menentukan jumlah bahan baku yang harus dibeli dan kapan harus

dilakukan pembelian. Bertujuan agar pengambilan keputusan manajemen tentang

jumlah bahan baku yang harus dibeli dan kapan harus membeli tepat waktu, dapat

digunakan perhitungan pembelian optimal dengan metode EOQ.

2.5 Langkah-Langkah dalam Melaksanakan Pengendalian Persediaan

Bahan Baku

2.5.1 Menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis (EOQ)

Menurut Gitosudarmo (2002: 101), EOQ merupakan volume atau jumlah

pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian.

Begitu juga pendapat Hansen dan Mowen (2005: 473). Menurut mereka, EOQ

27

atau kuantitas pesanan ekonomis adalah sebuah contoh dari sistem persediaan

yang bertujuan menentukan kuantitas pesanan yang akan meminimalkan total

biaya. Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa EOQ merupakan suatu metode

pembelian bahan baku yang optimal yang dilakukan pada setiap kali pembelian

dengan meminimalkan biaya persediaan.

Perusahaan manufaktur dalam rangka proses produksi akan melakukan

pembelian bahan baku. Pembelian bahan baku tersebut dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan perusahaan selama satu periode tertentu dengan biaya yang

minimal agar perusahaan tidak kekurangan bahan baku. Tujuannya agar

pembelian (carrying) dan persediaan bahan baku (ordering cost) optimal, dalam

perhitungan biaya dapat digunakan metode EOQ (Hansen dan Mowen, 2005).

Langkah ini sesuai dengan yang dikatakan Ahyari (1999: 160) bahwa

pembelian dalam jumlah yang optimal untuk mencari jumlah pembelian yang

tepat dalam setiap kali pembelian guna menutup kebutuhan yang tepat sehingga

menghasilkan total biaya persediaan yang paling minimal. EOQ dipengaruhi oleh

beberapa unsur, yaitu biaya penyimpanan per unit, biaya pemesanan per pesan,

kebutuhan bahan baku untuk satu periode, dan harga pembelian.

Berkaitan dengan hal tersebut, Harahap (1999) dan Indra (2008)

menyimpulkan bahwa EOQ memiliki beberapa asumsi sebagai berikut.

(1) Harga per unit barang konstan dan tidak memengaruhi jumlah barang yang

akan dipesan nantinya.

(2) Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan.

(3) Pada saat pemesanan barang tidak terjadi kehabisan barang atau Back Order

yang menyebabkan perhitungan menjadi tidak tepat.

28

(4) Permintaan konsumen, biaya pemesanan, biaya transportasi, dan waktu

antara pemesanan barang sampai dengan barang tersebut dikirim dapat

diketahui secara pasti dan bersifat konstan.

(5) Jumlah barang yang dipesan pada setiap pemesanan selalu stabil.

2.5.2 Frekuensi pembelian bahan baku

Frekuensi pembelian bahan baku berpengaruh terhadap biaya pemesanan

dan biaya penyimpanan. Semakin sering perusahaan melakukan pembelian bahan

baku, semakin banyak biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang

dikeluarkan. Frekuensi pembelian bahan baku perlu ditetapkan secara cermat.

Menurut Carter (2009: 315), penetapan frekuensi pembelian bahan baku

didasarkan pada kebutuhan bahan baku per tahun dan kuantitas pemesanan atau

pembelian ekonomis.

2.5.3 Menentukan persediaan pengaman (SS)

Perusahaan manufaktur membutuhkan ketersediaan bahan baku untuk

menjamin kelancaran produksi. Persediaan bahan baku itu disebut persediaan

pengaman, yang oleh Ahyari (1999: 199) diartikan sebagai persediaan yang

dicadangkan sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi perusahaan.

Pendapat Ahyari tersebut hampir sama dengan pendapat Hansen dan Mowen

(2005: 474) bahwa persediaan pengaman adalah persediaan ekstra yang disimpan

sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan. Martono dan Harjito (2008: 88) juga

berpendapat senada dengan kedua pendapat tersebut bahwa persediaan pengaman

adalah persediaan minimal yang ada di perusahaan untuk berjaga-jaga apabila

perusahaan kekurangan barang atau ada keterlambatan bahan yang dipesan sampai

di perusahaan. Atas dasar beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

29

persediaan pengaman merupakan jumlah persediaan bahan baku minimal yang

harus ada untuk menjaga kemungkinan keterlambatan bahan baku yang akan

dibeli perusahaan.

Mengacu pada hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa persediaan pengaman

penting dalam perusahaan manufaktur karena pada kenyataannya jumlah bahan

baku yang diperlukan untuk proses produksi tidak selalu tepat seperti yang

direncanakan. Menurut Hansen dan Mowen (2005: 475), persediaan pengaman

(safety stock) dapat dihitung melalui perkalian tenggang waktu dengan selisih

antara tingkat penggunaan bahan baku maksimal dan tingkat rata-rata

penggunaan.

2.5.4 Menentukan titik pemesanan kembali (ROP)

Perusahaan juga harus menentukan reorder point (titik pemesanan kembali)

apabila besar persediaan pengaman telah diketahui. Menurut Hansen dan Mowen

(2005: 470), reorder point adalah titik waktu di mana sebuah pesanan baru harus

dilakukan (atau persiapan dimulai). Pendapat tersebut hampir sama dengan

pendapat Martono dan Harjito (2008: 88) bahwa reorder point adalah saat harus

diadakan pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu

persediaan di atas safety stock sama dengan nol. Berdasarkan beberapa pendapat

tersebut, dapat disimpulkan bahwa titik pemesanan kembali atau reorder point

adalah saat perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali bahan baku

sehingga datangnya pesanan tersebut tepat dengan habisnya bahan baku yang ada

dalam persediaan pengaman.

Titik pemesanan kembali bahan baku perlu ditentukan dengan cermat

karena kekeliruan pemesanan kembali bahan baku dapat mengakibatkan proses

30

produksi terganggu. Menurut Martono dan Harjito (2008: 88), dalam menentukan

titik pemesanan kembali perlu diperhatikan dua faktor berikut.

(1) Penggunaan bahan selama Lead Time.

(2) Safety stock (persediaan pengaman)

2.5.5 Menentukan jumlah persediaan maksimum (Maximum Inventory)

Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan yang paling besar

yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Batas maksimum ini kadang-

kadang tidak didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan efektifitas kegiatan

perusahaan. Besarnya persediaan maksimum dalam hal ini hanya didasarkan atas

kemampuan keuangan perusahaan, kemampuan gudang yang ada dan kerusakan

barang tersebut. Menurut Assauri (1999), persediaan maksimum ditentukan

dengan cara menjumlahkan safety stock (persediaan penyelamat) dengan EOQ

(jumlah pemesanan ekonomis).

2.5.6 Total biaya persediaan

Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk keperluan persediaan bahan

baku dalam mengadakan persediaan bahan baku tersebut. Biaya persediaan bahan

baku tersebut yaitu biaya persediaan untuk pembelian bahan baku yang terdiri atas

total biaya pemesanan dan total biaya penyimpanan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penulis mendapat rujukan dari beberapa materi dari peneliti dahulu yang

mengangkat topik yang sama yaitu “analisis pengendalian persediaan bahan baku”

untuk melengkapi materi pada penelitian ini. Para peneliti terdahulu tersebut,

sebagai berikut.

31

Menurut penelitian Arga Mahardhika (2011) dengan judul “Analisis

Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan pendekatan metode

EOQ dan metode Kanban” diketahui bahwa menggunakan metode EOQ dapat

diketahui kuantitas pemesanan paling ekonomis Wiper Pivot sebesar 1461 unit,

Safety Stock 567 unit dan ROP sebesar 630 unit. Komponen Wiper Assy sebesar

1215 unit, Safety Stock 575 unit dan ROP sebesar 638 unit. Komponen Arm &

Blade sebesar 1157 unit, Safety Stock 934 unit dan ROP sebesar 1010 unit.

Menggunakan metode Kanban dapat diketahui memerlukan satu kartu kanban

dengan kuantitas pemesanan Wiper Pivot sebesar 192 unit. Komponen Wiper Assy

dapat diketahui memerlukan satu kartu kanban dan kuantitas pemesanan

ekonomis sebesar 192 unit. Komponen Arm & Blade memerlukan satu kartu

kanban dengan kuantitas pemesanan sebesar 288 unit. Penerapan metode EOQ

untuk periode perencanaan selama satu periode dihasilkan penghematan dari TIC

sebesar Rp. 13.006.808 untuk komponen Wiper Pivot, sebesar Rp. 11.363.563

untuk komponen Wiper Assy dan sebesar Rp. 6.533.310 untuk Arm & Blade.

Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ dan

sistem kanban. Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang

dilakukan penulis saat ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal

tersebut dilihat dari persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak

pada lokasi penelitian dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda serta tidak

menggunakan sistem kanban. Penulis juga mencantumkan tabel yang berisi model

biaya variabel total persediaan, hubungan antara EOQ, safety stock, reorder point,

dan persediaan maksimum serta perbandingan antara data aktual perusahaan

dengan analisis persediaan bahan baku yang efisien.

32

Menurut penelitian Aris Nuryanto (2010) dengan judul “Analisis

Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kain Micropolar Fleece

antara pendekatan model EOQ dengan Just In Time Inventory Control (JIT/EOQ)

pada CV Cahyo Nugroho Jati Sukoharjo” diketahui bahwa kebijakan pengadaan

bahan baku yang dilakukan CV Cahyo Nugroho Jati Sukoharjo selama ini belum

optimal dan belum menunjukan biaya yang minimum, artinya biaya persediaan

yang selama ini dikeluarkan perusahaan masih lebih besar jika dibandingkan

dengan perusahaan menerapkan pengendalian persediaan bahan baku dengan

menggunakan metode EOQ maupun metode JIT/EOQ.

Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ dan

JIT/EOQ. Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan

penulis saat ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal tersebut

dilihat dari persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi

penelitian dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda. Penulis menjabarkan

metode EOQ. Penulis juga mencantumkan tabel yang berisi model biaya variabel

total persediaan; hubungan antara EOQ, safety stock, reorder point, dan

persediaan maksimum serta perbandingan antara data aktual perusahaan dengan

analisis persediaan bahan baku yang efisien.

Menurut penelitian Lulus Kantimaulida Fatma (2014) dengan judul

“Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai di Pabrik Tahu UD. Jaya Abadi

Situbondo” diketahui bahwa total biaya persediaan bahan baku aktual yang

dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 20.701.698,55 dan total biaya

persediaan menggunakan analisis pengendalian persediaan bahan baku yang

33

ekonomis sebesar Rp 20.014.050,38. Perusahaan dapat menghemat anggaran atau

pengeluaran sebesar Rp 687.648,17.

Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ.

Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan penulis saat

ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal tersebut dilihat dari

persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi penelitian

dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda.

Menurut penelitian Ni KT. Puspasari K. Dewi (2004) dengan judul

“Analisis Persediaan Bahan Baku pada Perusahaan Kopi Bubuk UD Mekar Sari di

Kabupaten Karangasem” diketahui bahwa jumlah pembelian bahan baku yang

dilakukan oleh perusahaan adalah sebesar 1.260,37 kg kopi bijian dengan

frekuensi pembelian sebanyak 30 kali. Jumlah persediaan penyelamat adalah

sebesar 127,08 kg kopi bijian. Reorder Point dilakukan pada saat persediaan kopi

bijian sebanyak 254,16 kg. Jumlah persediaan maksimum yang sebaiknya

dipertahankan perusahaan sebesar 1.387,45 kg kopi bijian sedangkan total biaya

persediaan yang sesungguhnya yang dikeluarkan perusahaan pada tahun 2003

yaitu sebesar Rp 2.163.840,00 dengan jumlah bahan baku yang dibutuhkan

sebesar 36.600 kg kopi bijian. Total biaya persediaan bahan baku yang seharusnya

dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 1.331.879,00 (kebutuhan bahan bakunya

sebesar 38.125 kg).

Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ.

Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan penulis saat

ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal tersebut dilihat dari

34

persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi penelitian

dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda.

2.7 Kerangka Pemikiran

Oka Jamur Bali merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi

baglog jamur tiram dan ketersediaan bahan bakunya terkadang belum dapat

mencukupi kebutuhan proses produksinya. Bahan baku merupakan salah satu

faktor penting selain tenaga kerja yang sangat menentukan keberhasilan jalannya

proses produksi suatu perusahaan.

Ketidaklancaran proses produksi terjadi apabila jumlah bahan baku tidak

sesuai dengan kebutuhan perusahaan, sehingga output yang diperoleh tidak

maksimal. Sebaliknya jika ketersediaan bahan baku yang terlalu besar akan

meningkatkan biaya produksi tersebut. Bahan baku utama yang diperlukan adalah

serbuk gergaji kayu. Mengontrol ketersediaan bahan baku dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif

bertujuan untuk menjawab tujuan pertama penelitian yaitu untuk mengetahui pola

pembelian bahan baku serbuk gergaji kayu sedangkan metode kuantitatif untuk

menjawab tujuan kedua dan ketiga penelitian yaitu untuk mengetahui penerapan

analisis persediaan bahan baku yang efektif dan seberapa besar efisiensi biaya

persediaan. Perlu diterapkan sistem pengendalian persediaan bahan baku dengan

tujuan agar mengefisiensikan biaya persediaan dari pembelian bahan baku. Biaya

persediaan meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Langkah selanjutnya, peneliti akan melakukan perhitungan dengan

menggunakan metode EOQ guna untuk membandingkan antara total biaya

persediaan aktual yaitu total biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan

35

sebelum perusahaan menerapkan analisis pengendalian persediaan bahan baku

dengan total biaya persediaan normatif yaitu total biaya persediaan yang

dikeluarkan oleh perusahaan setelah perusahaan menerapkan analisis

pengendalian persediaan bahan baku. Berdasarkan hal tersebut, apabila total biaya

persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan menunjukkan nilai yang lebih besar,

maka hasil analisis tersebut akan direkomendasikan kepada Oka Jamur Bali. Hal

ini menunjukkan bahwa biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan

belum menunjukkan nilai yang ekonomis dan perusahaan perlu melakukan

penghematan-penghematan terhadap pengeluaran yang tidak perlu. Secara

sistematis, kerangka pemikiran pengendalian persediaan bahan baku pada Oka

Jamur Bali di Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

disajikan seperti pada Gambar 2.1.

36

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk

Gergaji Kayu di Oka Jamur Bali

OKA JAMUR BALI

Bahan Baku

TIC Normatif

(Total Inventory Cost)

Efisiensi Biaya

Kesimpulan

Metode Deskriptif

(Pola Pembelian

Bahan Baku)

Metode Kuantitatif

TIC Aktual

(Total Inventory Cost)

Rekomendasi

Analisis Pengendalian

Persediaan BB

Biaya Aktual Biaya Normatif

1. Jumlah Pemesanan

Ekonomis

2. Frekuensi

3. Safety Stock

4. Reorder Point

5. Maximum Inventory