ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. namun demikian,...

53
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Pertanian Berbagai model dan konsep pembangunan pertanian telah dikembangkan menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap tidak lengkap jika tidak melalui proses tertentu yang melibatkan berbagai aspek sistem pertanian secara keseluruhan. Aspek-aspek tersebut mencakup bagaimana aksi kolektif dari komunitas lokal sampai ke level pemerintah pusat, dapat diorganisasi sedemikian rupa untuk menghasilkan barang-barang publik dalam merespon berbagai perubahan kondisi perekonomian. Hal itu dapat dilakukan baik yang mencakup pengenalan teknologi baru maupun perbaikan institusi. Stevens dan Jabara (1988) serta Hayami dan Ruttan (1985) telah dengan baik mendiskusikan teori-teori pembangunan ekonomi dan pertanian. Hayami dan Ruttan (1985) menyebutkan ada sembilan teori pembangunan ekonomi dan pertanian yang dominan, meliputi: model konservasi, model fundamentalisme industri, model dampak industri-perkotaan, model difusi, model pertama perubahan budaya dan pembangunan masyarakat, model Neo-Marxist dan ketergantungan, model tahapan pertumbuhan, model high-payoff input Schultz, dan model imbas inovasi teknologi. Sedangkan Stevens dan Jabara (1988) menyebut 8 model pembangunan pertanian yaitu: model konservasi, model fundamentalisme industri, model dampak industri-perkotaan, model difusi, model pertama perubahan budaya dan pembangunan masyarakat, model Neo-Marxist dan ketergantungan, model tahapan pertumbuhan, model high-payoff input

Upload: trinhhanh

Post on 21-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Pertanian

Berbagai model dan konsep pembangunan pertanian telah dikembangkan

menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan

Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap tidak lengkap

jika tidak melalui proses tertentu yang melibatkan berbagai aspek sistem pertanian

secara keseluruhan. Aspek-aspek tersebut mencakup bagaimana aksi kolektif dari

komunitas lokal sampai ke level pemerintah pusat, dapat diorganisasi sedemikian

rupa untuk menghasilkan barang-barang publik dalam merespon berbagai

perubahan kondisi perekonomian. Hal itu dapat dilakukan baik yang mencakup

pengenalan teknologi baru maupun perbaikan institusi.

Stevens dan Jabara (1988) serta Hayami dan Ruttan (1985) telah dengan

baik mendiskusikan teori-teori pembangunan ekonomi dan pertanian. Hayami dan

Ruttan (1985) menyebutkan ada sembilan teori pembangunan ekonomi dan

pertanian yang dominan, meliputi: model konservasi, model fundamentalisme

industri, model dampak industri-perkotaan, model difusi, model pertama

perubahan budaya dan pembangunan masyarakat, model Neo-Marxist dan

ketergantungan, model tahapan pertumbuhan, model high-payoff input Schultz,

dan model imbas inovasi teknologi. Sedangkan Stevens dan Jabara (1988)

menyebut 8 model pembangunan pertanian yaitu: model konservasi, model

fundamentalisme industri, model dampak industri-perkotaan, model difusi, model

pertama perubahan budaya dan pembangunan masyarakat, model Neo-Marxist

dan ketergantungan, model tahapan pertumbuhan, model high-payoff input

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

12

Schultz. Pada bagian ini akan diuraikan berbagai konsep pembangunan pertanian

mengacu pada uraian Stevens dan Jabara (1988).

Model konservasi (the conservation model) menyatakan bahwa sektor

pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi, oleh karenanya upaya

untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas produk pertanian perlu

dilakukan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melakukan konservasi lahan.

Ada dua asumsi yang digunakan dalam model ini, yakni: (1) lahan untuk produksi

pertanian langka dan menjadi semakin langka, dan (2) lahan dalam kondisi kurang

subur memungkinkan untuk digunakan dalam memproduksi produk pertanian,

dan tindakan untuk mencegah penurunan hasil atau meningkatkan produktivitas

lahan berlangsung lambat. Implikasi dari teori ini adalah akibat dari lahan yang

semakin langka dan lahan kritis digunakan menyebabkan produktivitas marginal

tenaga kerja dan lahan menurun. Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan

konservasi lahan. Dalam jangka pendek, relevansi teori ini pada negara-negara

sedang berkembang ditemukan beragam. Sejumlah negara sedang berkembang

dapat mengatasi masalah penurunan produktivitas marginal dengan meningkatkan

investasi, namun pada negara-negara yang mengembangkan sistem pertanian

tradisional model konservasi ini relevan dalam jangka pendek. Dalam jangka

panjang, model konservasi relevan diterapkan pada negara-negara sedang

berkembang.

Model konservasi memiliki beberapa kelemahan, meliputi: Pertama, pada

beberapa dekade terakhir cakupan peningkatan produktivitas lahan lebih besar

dari perkiraan ilmuwan klasik seperti yang dikemukan pada model konservasi. Di

negara maju produksi pertanian menunjukkan peningkatan hasil, dengan

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

13

kontribusi tambahan luas lahan yang relatif kecil. Kedua, model konservasi tidak

mempertimbangkan kontribusi industri yang menghasilkan input buatan, seperti

pupuk buatan dan pestisida. Kontribusi pupuk buatan dan pestisida juga cukup

besar terhadap perolehan produksi pertanian disamping lahan. Ketiga, model

konsevasi gagal menjelaskan dampak perubahan teknologi terhadap permintaan

lahan pertanian. Konservasi lahan memerlukan biaya yang besar dibandingkan

dengan perubahan teknologi, dan perubahan teknologi akan meningkatkan

produktivitas lahan pertanian lebih baik daripada konservasi lahan. Ke empat,

kelemahan utama dari model konservasi adalah bersifat noneconomic nature.

Model konservasi secara umum hanya mengukur lahan dan produktivitas secara

fisik, tidak menekankan manfaat ekonomi dari investasi atas konservasi yang

dilakukan.

Berbeda dengan model konservasi, model fundamentalisme industri (The

Industrial Fundamentalism Model) menekankan pentingnya industri dalam

mempercepat pertumbuhan ekonomi. Model ini juga menggunakan dua asumsi,

yakni: (1) jika investasi difokuskan pada pengembangan industri, maka

pertumbuhan ekonomi yang cepat akan dicapai, dan (2) sektor pertanian kurang

penting dalam meningkatkan pertumbuhan. Teori fundamentalisme industri ini

mendapat kritik dari Jorgenson (1961), Ranis dan Fei (1961) dengan model

ekonomi dua sektor. Mereka menyatakan bahwa keterlambatan sektor pertanian

akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Proporsi alokasi investasi yang besar

pada sektor industri selalu menghasilkan pendapatan yang tinggi pada sektor

industri dan memperlambat pertumbuhan sektor-sektor lainnya, sebaliknya

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

14

investasi pada sektor pertanian akan mempercepat pertumbuhan sektor-sektor

lainnya.

Selanjutnya model dampak industri-perkotaan (The Urban-Industrial

Impact Model) menyatakan bahwa produktivitas pertanian adalah fungsi dari jarak

antara kota dan areal industri. Jarak dari pasar kota mempengaruhi intensitas

ladang dan pertumbuhan berbagai tanaman keras. Model ini berdasarkan pada

teori sewa Ricardian dan Von Thunen yang menyatakan bahwa jarak dari pasar

kota mempengaruhi intensitas perladangan dan pertumbuhan tanaman. Dalam

model Von Thunen, variabel eksplanatori adalah biaya transportasi produk

pertanian ke pasar kota. Oleh karenanya petani-petani yang menghasilkan

produk-produk pertanian yang mudah busuk dan rusak cenderung memproduksi

produk pertaniannya di sekitar wilayah perkotaan dan industri dengan harga lahan

yang cukup tinggi. Sedangkan petani-petani yang menghasilkan produk-produk

pertanian yang tidak mudah rusak dan tahan lama cenderung memproduksi

produknya jauh dari areal perkotaan karena harga lahan relatif murah. Selanjutnya

Schultz (1953) berdasarkan model Von Thunen menjelaskan disparitas regional

pertumbuhan dan pembangunan pertanian di Amerika Serikat, dengan hipotesis

utama adalah organisasi ekonomi di areal pertanian yang berkerja dengan baik

berhubungan dengan industri perkotaan.

Model difusi (The Diffusion Model) berdasarkan pada hipotesis bahwa

peningkatan produksi pertanian tergantung pada: (1) peningkatan arus informasi

ke petani tentang teknologi baru dan tatanan organisasi baru, seperti kredit, dan

(2) kesediaan untuk belajar tentang bagaimana membuat manajemen pengambilan

keputusan lebih rasional secara ekonomi berkaitan dengan akses terhadap

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

15

sumberdaya. Difusi adalah proses penyebaran inovasi ke para anggota suatu

sistem sosial yang menekankan pada pengembangan teknologi pertanian spesifik

lokasi, meliputi: (1) keragaman jenis tanah, serangan hama dan penyakit dan

variabel-variabel pertumbuhan tanaman lainnya, (2) keragaman biaya kapital

relatif terhadap tenaga kerja., (3) perbedaan aturan sosial dan kelembagaan.

Ada empat kelemahan model difusi, meliputi: Pertama, hasil riset

menyatakan bahwa petani-petani tradisional mempunyai pengetahuan yang baik

tentang teknologi tradisional dan alokator yang efisien dari sumberdaya yang

mereka miliki. Oleh karenanya usaha untuk mengajarkan kepada para petani

tentang bagaimana mereka mengalokasikan sumberdaya tradisional mereka

adalah sia-sia. Kedua, ketersediaan teknologi baru yang terbatas di negara-negara

sedang berkembang yang produktif jika didifusi. Ketiga, personil penyuluh selalu

tidak dilatih dan oleh karenanya mereka tidak berhasil mentransfer

pengetahuannya ke petani yang memiliki kemampuan terbatas. Dan keempat,

agen-agen penyuluh cenderung tidak memahami kondisi sosial dan pertanian di

lokasi tugasnya karena mereka berasal dari perkotaan atau daerah lain yang

memiliki karakteristik yang berbeda.

Selanjutnya model perubahan budaya (The Cultural-Change-First Model)

dan pergerakan pembangunan masyarakat, serta model Neo-Marxist dan teori

ketergantungan menekan pada pentingnya aspek kelembagaan dan budaya

masyarakat dan menggerakkan pembangunan ekonomi dan pertanian. Model

pertama perubahan budaya (The Cultural-Change-First Model) dan pergerakan

pembangunan masyarakat mengidentifikasi nilai-nilai dan institusi-institusi sama

baiknya dengan teknologi sebagai variabel-variabel fundamental yang

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

16

mempengaruhi pembangunan. Hasil indentifikasi model ini menyebutkan bahwa

perluasan pembangunan suatu komoditas terkait dengan perubahan nilai-nilai dan

kelembangan tradisional. Perubahan budaya dan institusi di pedesaan (berkaitan

dengan sistem nilai dan institusi sosial) mempercepat kemajuan ekonomi. Ada

tiga asumsi yang digunakan sehingga perubahan terjadi: (1) sumberdaya-

sumberdaya pedesaan tidak/belum dialokasikan secara efisien, (2) pengembangan

masyarakat yang bekerja di pedesaan secara siginifikan mengubah nilai-nilai dan

institusi-institusi pedesaan, dan (3) pengembangan masyarakat yang bekerja di

pedesaan relevan dengan teknologi dan informasi baru. Ketersediaan teknologi

baru yang terbatas di negara-negara sedang berkembang yang produktif jika

didifusi.

Model Neo-Marxist mengasumsikan bahwa produksi ditentukan oleh

perubahan kelembagaan. Model ini sangat terbatas karena mengabaikan hubungan

antara kekayaan sumberdaya dan perubahan teknologi, dan antara kekayaan

sumberdaya, kekayaan budaya, dengan perubahaan kelembagaan. Sementara itu

teori ketergantungan menggambarkan bahwa peningkatan ketergantungan

ekonomi negara-negara sedang berkembang terhadap negara-negara maju

menyebabkan pengurasan sumberdaya dan pendapatan dari negara-negara sedang

berkembang sebagai satelit oleh negara-negara maju sebagai pusat. Wilayah-

wilayah metropolitan sebagai pusat di semua negara sedang berkembang lebih

maju dan para pekerja pertaniaan di pedesaan diisolasi sehingga cenderung

miskin. Teori ini juga menyatakan bahwa para elite lokal terperangkap, cenderung

mengeksploitasi negaranya dengan berpihak kepada pihak asing dalam

perdagangan. Konsep pembangunan ekonomi yang juga populer digunakan untuk

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

17

menggambarkan konsep pembangunan pertanian adalah model lima tahap

pembangunan Rostow. Model ini berdasarkan pada konsep leading sectors.

Dengan perubahan teknologi menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara

keseluruhan meningkat.

Rostow (1960) berpendapat bahwa negara-negara dapat mengharapkan

melewati lima tahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu: (1) ekonomi tradisional,

(2) prakondisi untuk tinggal landas, (3) tinggal landas, (4) dorongan menuju

kedewasaan, dan (5) era konsumsi masal yang tinggi.

Tahap pertama, ekonomi tradisional, dengan ciri utama adalah: Pertama,

agricultural economic base (perekonomian berbasis pertanian) yang

mempekerjakan 70–80 persen penduduk pada sektor pertanian dengan

produktivitas yang rendah dan sedikit surplus jika ada untuk dijual. Kedua,

adanya suatu social order (tatanan sosial) yang bersifat feodal dan dalam tatanan

sosial tersebut perubahan merupakan hal yang tidak biasa, sedangkan teknologi

bersifat statik.

Tahap kedua, prakondisi tinggal landas, merupakan masa transisi dimana

prasyarat pertumbuhan swadaya dibangun. Masyarakat masih tergolong

tradisional, terus bergerak meskipun lambat. Keadaan ini maju karena adanya

campur tangan dari pihak luar, yaitu dari masyarakat yang lebih maju. Pada

periode ini, telah ada usaha untuk meningkatkan tabungan. Tabungan dipakai

untuk melakukan investasi pada sektor-sektor produksi yang menguntungkan,

seperti usaha peningkatan produksi dan usaha peningkatan pendidikan. Investasi

ini dilakukan oleh perorangan maupun oleh negara.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

18

Tahap ketiga, tinggal landas, didefinisikan sebagai revolusi industri yang

bertalian secara langsung dengan perubahan radikal di dalam metode produksi dan

jangka waktu yang lama. Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-

hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Tabungan dan

investasi yang efektif meningkat dari 5 persen menjadi 10 persen dari pendapatan

nasional atau lebih. Industri-industri baru mulai berkembang dengan sangat pesat.

Keuntungan sebagian besar ditanamkan kembali ke pabrik yang baru. Sektor

modern dari perekonomian menjadi berkembang. Pertanian menjadi usaha yang

komersial dan bukan sekedar untuk konsumsi. Perlunya proses modernisasi untuk

peningkatan produktivitas pertanian dengan ongkos yang lebih murah.

Tahap keempat, dorongan menuju kedewasaan, dimana masyarakat telah

efektif menerapkan teknologi modern terhadap seluruh sumberdaya mereka,

meskipun terjadi pasang surut. Antara 10 sampai 20 persen dari pendapatan

nasional selalu diinvestasikan kembali agar bisa mengatasi persoalan pertambahan

penduduk. Industri berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan industri

terjadi tidak saja meliputi teknik-teknik produksi, tetapi juga aneka barang yang

diproduksi. Barang yang diproduksikan bukan saja terbatas pada barang

konsumsi, tetapi juga barang modal. Pada tahap ini terlihat adanya kedewasaan

teknologi.

Tahap kelima, era konsumsi masal yang tinggi. Pada tahap ini pendapatan

masyarakat sudah meningkat. Terjadi peningkatan konsumsi yang tinggi, bukan

saja pada barang-barang kebutuhan pokok tetapi juga dalam hal leisuer. Pada

tahap ini negara berada dalam output full employment dimana pengangguran

sudah tidak ada (sekitar 4 persen), dan peningkatan kesadaran akan jaminan

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

19

sosial. Investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan utama.

Sesudah taraf kedewasaan dicapai, surplus ekonomi akibat proses politik yang

terjadi dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penambahan dana sosial. Pada

titik ini pembangunan sudah merupakan proses yang berkesinambungan yang bisa

menopang kemajuan secara terus menerus.

Teori tahapan pembangunan pertanian lainnya dikemukan oleh Wharton

(1963) dan Mellor (1966). Wharton (1963) menyimpulkan tiga tahap

pembangunan pertanian, yaitu: (1) tradisional (statik), (2) transisional, dan (3)

dinamis. Mellor (1966) merumuskan model tahapan pembangunan pertanian

berdasarkan dua batasan, yaitu: (1) batasan perubahan teknologi antara tahapan

tradisional dan labor intensive, dan (2) batasan perubahan biaya tenaga kerja

relatif terhadap kapital.

Sebagai penutup pada bagian ini dikemukan High-Payoff Input Model oleh

Schultz. Schultz memfokuskan pada dua pertanyaan: (1) bagaimana menciptakan

dan menyediaan sesuatu yang baru kepada para petani, higher-payoff technology

dalam penggunaan alat-alat kapital dan input lainnya, dan (2) Bagaimana

meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Untuk meningkatkan penggunaan alat-

alat kapital dan input lainnya diperlukan investasi dalam pengembangan teknologi

pertanian. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi

negara-negara miskin dari sektor pertanian sangat tergantung pada ketersediaan

dan harga faktor-faktor pertanian dari negara maju. Selanjutnya untuk

meningkatkan produktivitas tenaga kerja diperlukan investasi sumberdaya

manusia yang memadai. Peningkatan pendidikan petani dapat meningkatkan

pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat.

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

20

2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi, Pengurangan Pengangguran dan Kemiskin-an, serta Pemerataan Pendapatan

Beberapa permasalahan yang paling menantang bagi pengambil kebijakan

nasional dalam masalah pembangunan dan kesejahteran manusia yang ada di

berbagai negara-negara sedang berkembang saat ini antara lain adalah upaya

pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dibarengi dengan upaya

pengurangan kesenjangan pendapatan, kemiskinan dan pengangguran (Ali, 2007;

Warr, 2006; Islam, 2004; Bhalla, 2002; Bautista, 2001; Perkins et al, 2001).

Perkins et al (2001), menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memang penting

tetapi tidak memenuhi kondisi yang cukup untuk dapat meningkatkan standar

hidup banyak orang yang hidup pada negara-negara dengan pendapatan nasional

perkapita yang rendah. Diskusi tentang siapa yang memperoleh keuntungan dari

pertumbuhan ekonomi telah berlangsung sejak lama. Meningkatnya kesenjangan

dalam pendapatan dan kesejahteraaan masyarakat serta semakin persistennya

kemiskinan pada masyarakat kelas bawah menjadi topik yang sering didiskusikan

sejak lama. Bahkan ahli filsafat sosial Karl Mark dan novelis seperti Charles

Dickens menjadikannya sebagai tema tema utama pembahasan mereka.

Lewis (1954), dengan model surplus tenaga kerjanya menyatakan bahwa

pada mulanya kesenjangan akan meningkat tetapi pada ahirnya akan lenyap pada

saat pembangunan terjadi. Peningkatan kesenjangan ini terjadi karena (1)

peningkatan bagian pendapatan yang diterima oleh kapitalis akibat peningkatan

yang terjadi pada sektor yang dikembangkan, (2) kesenjangan pada pendapatan

tenaga kerja juga terjadi pada tahap awal pembangunan, ketika sebagian kecil

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

21

tenaga kerja mengalami peningkatan upah dari level upah buruh ke level upah di

sektor kapitalis. Oleh karena itu model Lewis ini sering disebut sebagai

petumbuhan dahulu baru kemudian dilakukan redistribusi (grow first, then

redistribute). Selanjutnya Perkins et al (2001) menyebutkan tiga model alternatif

lainnya yaitu: (1) redistribute first then grow (Melaksanakan redistribusi terlebih

dahulu baru tumbuh), (2) redistribution with growth (Pelaksanaan redistribusi

dengan pertumbuhan), dan (3) basic human needs ( kebutuhan dasar manusia).

Model melaksanakan redistribusi terlebih dahulu baru kemudian tumbuh,

adalah merupakan model radikal yang dterapkan oleh negara-negara Asia

beraliran sosial khususnya Cina. Pembagian kepemilikan sumberdaya pada

kelompok kelompok produsen berskala kecil atau bahkan sering terjadi

pengelolaannya dalam suatu sistem kepemilikan yang kolektif, berdampak

langsung pada penghilangan pendapatan atas properti dari kepemilikan terdahulu

kepada pemerintahan atau pemilik-pemilik baru yang memilikinya secara kolektif.

Hal ini secara subtansial dapat merubah pemerataan pendapatan. Pengelolaan

yang baik properti ini akan meningkatkan produktivitasnya, sehingga terjadilah

fenomena redistribute first then grow. Tetapi bila asetnya ternyata tidak produktif,

kerugian yang menimpa pemilik-pemilik baru tidak sebesar apabila itu menimpa

pada pemilik lama. Model radikal seperti yang dilakukan oleh Cina ini hanya bisa

terjadi kalau negara dikuasai oleh rejim yang kuat yang muncul lewat revolusi.

Oleh karena itu Taiwan dan Korea Selatan kemudian memodifikasi versi model

ini dalam model redistribute then develop yang membagi kepemilikan lahan yang

luas di desa desa tepat setelah perang dunia II berakhir dan berakibat pada

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

22

terjadinya percepatan dalam pembangunan dan secara komparatif dapat dikatakan

terjadi adanya pemerataan (Perkins et al , 2001).

Keinginan untuk mencegah terjadinya hal yang ekstrim sebagaimana

terjadi baik pada terkosentrasinya pembangunan industri pada model Lewis

maupun pada restrukturisasi kepemilikan aset secara radikal mengarahkan pada

jalan tengah yaitu pelaksanaan redistribusi dengan pertumbuhan (redistribution

with growth/RWG). Ide dasar dari RWG ini adalah kebijakan pemerintah harus

mencoba untuk membentuk pola pembangunan yang memungkinkan produsen

dengan pendapatan rendah (dalam banyak negara umumnya banyak berada pada

sektor primer pertanian dan usaha kecil di pedesaan) dapat melihat peluang

peningkatan pendapatan dan selanjutnya dapat memperoleh sumberdaya yang

diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut. Menurut kelompok studi Bank

Dunia, setidaknya ada tujuh instrumen kebijakan yang dapat digunakan untuk

mencapai tujuan ini. Pertama, upaya untuk membuat tenaga kerja relatif lebih

murah daripada kapital dan hal ini dapat mendorong penyerapan tenaga kerja

lebih banyak pada tenaga kerja tidak terampil. Ke dua, redistribusi secara dinamis

terhadap aset-aset dengan cara mendorong penciptaan aset yang memungkinkan

kelompok miskin dapat memilikinya misalnya tanah pertanian yang telah

meningkat kualitasnya dan toko-toko kecil. Ke tiga, peningkatan pendidikan

untuk memungkinkan peningkatan kemampuan literasi, ketrampilan dan akses

terhadap ekonomi modern. Ke empat, penerapan pajak yang lebih progresif. Ke

lima, pemenuhan kebutuhan/kecukupan barang barang konsumsi seperti makanan

dasar untuk kelompok miskin. Ke enam, intervensi pada pasar komoditas untuk

membantu produsen produsen miskin dan konsumen. Ke tujuh, pembangunan

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

23

teknologi baru yang dapat membantu meningkatkan produktivitas pekerja yang

berpendapatan rendah.

Starategi pembangunan yang berbasis pada pedesaan dan yang

berorientasikan pada pemerataan sering diterapkan pada negara-negara yang

didominansi oleh pedesaan. Untuk negara-negara semacam ini waktu yang

digunakan oleh sektor modern untuk mencapai tingkat pemerataan yang

diinginkan menjadi lebih lama. Oleh karena itu strategi yang berbasis pada

pedesaan diharapkan dapat lebih mencapai pola pemerataan yang diharapkan

dibandingkan dengan strategi pembangunan yang ditekankan pada pertumbuhan

kota dan industri. Di sisi lain negara-negara yang memiliki sektor modern relatif

lebih luas, berharap untuk dapat menciptakan ekonomi modern yang terintegrasi

dalam waktu yang lebih singkat, sementara itu dengan ketersediaan surplus yang

lebih besar dapat diredistribusikan pada sektor sektor tradisional melalui jasa

sosial dan proyek proyek pembangunan pedesaan (Perkins et al, 2001).

Kekhawatiran tentang bagaimana cepatnya pembangunan ekonomi--

meskipun telah fokus pada kemiskinan, dapat meningkatkan kesejahteraan

kelompok miskin pada kebanyakan negara negara yang sedang berkembang

menjadi acuan dasar pada pendekatan kebutuhan dasar manusia (basic human

needs/BHN). Meskipun pendekatan BHN dan RWH mempunyai tujuan yang

sama, tetapi berbeda dalam bagaimana upaya terbaik dalam pencapaiannya. Kalau

pendekatan RWG lebih menekankan pada peningkatan produktivitas dan

kemampuan daya beli dari kelompok miskin, pendekatan BHN lebih menekankan

pada kecukupan dalam pemberian layanan publik, dengan perhatian lebih kepada

kelompok miskin yang dapat menjamin bahwa kelompok miskin dapat

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

24

memperoleh akses terhadap layanan publik yang diberikan. Tujuan dari strategi

BHN adalah pada penyediaan bagi kelompok miskin dengan beberapa komoditi

dan layanan dasar seperti makanan pokok, air dan sanitasi, kesehatan, pendidikan

primer dan pendidikan non formal serta perumahan. Strategi BHN ini setidaknya

membutuhkan dua hal penting agar dapat berjalan sukses. Pertama, cukupnya

pembiayaan yang diperlukan untuk memungkinkan penyediaan layanan-layanan

dan komoditi yang dapat dipenuhi dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat

miskin. Ke dua, ketersediaan jaringan pelayanan yang dibutuhkan untuk

mendistribusikan layanan layanan tersebut dalam bentuk yang sesuai bagi

konsumsi kelompok miskin, khususnya di wilayah lokasi kelompok miskin

tersebut tinggal. Hasil review Bank Dunia terhadap problem di dunia ke tiga

menggaris bawahi dua tindakan dasar untuk pengurangan kemiskinan yaitu

melalui kebijakan peningkatan produktivitas terhadap sumber-sumber yang

dimiliki oleh kelompok miskin—tenaga kerjanya, dan upaya mencukupi layanan

sosial dasar kepada kelompok miskin. Strategi yang menunjang pentingnya

pemenuhan kebutuhan dasar ini merupakan komplemen dari strategi RWG

( Perkins et al, 2001).

Cara yang paling menjanjikan untuk meningkatkan pemerataan selama

pertumbuhan menurut pendekatan reformis adalah dengan lebih menitikberatkan

pada penciptaan tenaga kerja. Hal lain yang penting dalam pertumbuhan yang

menjamin pemerataan adalah hubungan antara harga output di tingkat pedesaan

dan kota. Jika harga hasil pertanian ditekan untuk mempertahankan upah rendah

di perkotaan, hal ini dapat berimplikasi buruk pada kesejahteraan mayoritas

kelompok miskin yang tinggal di pedesaan dan utamanya bekerja di sektor

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

25

pertanian. Akhirnya adalah pertanyaan mendasar apakah pemerintah pemerintah

pada negara negara miskin pada kenyataannya akan mengambil kesempatan untuk

mengurangi kesenjangan yang terjadi disamping upayanya untuk meningkatkan

pertumbuhan. Pengurangan kemiskinan telah meningkat menjadi hal utama yang

hendak dicapai dalam upaya pembangunan dunia. Persatuan Bangsa Bangsa dan

Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan ini menetapkan target

untuk pengurangan insiden kemiskinan dunia hingga pada tahun 2015. Percepatan

pertumbuhan pada negara-negara berpendapatan rendah adalah kondisi yang

diperlukan bagi pencapaian tujuan ini (Perkins, 2001).

2.2.2 Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

Bank Dunia pada tahun 2008 memberikan perhatian khusus terhadap

peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari

pemilihan tajuk laporan tahunannya pada world development report 2008 yang

bertajukkan pertanian untuk pembangunan. Bank Dunia meyakini bahwa pada

abad 21 ini sektor pertanian masih akan terus berperan sebagai instrumen yang

fundamental dalam pembangunan berkelanjutan dan upaya pengurangan

kemiskinan. Pertanian diyakini dapat secara harmoni bersama sama sektor lainnya

untuk dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat, upaya pengurangan

kemiskinan dan perwujudan lingkungan yang berkelanjutan (World Bank, 2007).

Peran pertanian dalam pembangunan ekonomi sebagaimana disebut dalam laporan

bank dunia tersebut memang sejak lama sudah diyakini oleh para ahli ekonomi.

Kuznets (1964), sektor pertanian di negara-negara sedang berkembang

kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, dapat

dikelompokkan dalam empat bentuk yaitu kontribusi produk, kontribusi pasar,

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

26

kontribusi faktor-faktor produksi dan kontribusi devisa. Sedangkan menurut

Steven dan Jabara (1988), meskipun peran utama dari sektor pertanian adalah

untuk memproduksi pangan dan produk produk pertanian yang menunjang

pembangunan ekonomi, sektor pertanian juga memberikan kontribusi sangat

penting lainnya dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Dari pendapat beberapa

ahli dapat disimpulkan setidaknya sektor pertanian memberikan kontribusi dalam

pembangunan ekonomi dalam enam hal yaitu: (1) kontribusi penyerapan tenaga

kerja (2) kontribusi terhadap pendapatan (3) kontribusi terhadap penyediaan

pangan (4) kontribusi terhadap penyediaan bahan baku bagi sektor lainnya, (5)

kontribusi dalam bentuk kapital dan (6) ikut menyumbang dalam penyediaan mata

uang asing dari hasil ekspor pertanian (Stringer, 2001; Todaro, 2000; Timmer,

1995; Delgado, et al. 1994; Johnston and Mellor, 1961). Secara singkat Bank

Dunia menyebut bahwa pertanian berkontribusi secara unik pada pembangunan

dalam bentuk sebagai aktivitas ekonomi, sumber kehidupan, dan sebagai

penyedia jasa lingkungan (Worl Bank, 2007).

Kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan berbeda beda untuk

berbagai negara tergantung bagaimana negara tersebut tergantung pada pertanian

sebagai sumber pertumbuhan dan sebagai instrumen dalam pengurangan

kemiskinan. Selanjutnya Bank Dunia membagi negara-negara di dunia dalam tiga

kelompok berdasar sumbangan sektor pertanian terhadap pertumbuhan agregat

selama kurun waktu 15 tahun. Ke tiga kelompok tersebut adalah yaitu: (1)

kelompok negara berbasis pertanian, dimana pertanian merupakan sumber utama

pertumbuhan. Hal ini dicirikan dengan rata-rata kontribusi pertanian terhadap

pertumbuhan GDP sebesar 32 persen. Di samping itu kebanyakan dari masyarakat

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

27

miskinnya 70 persen berada di wilayah pedesaan (2) kelompok negara yang

mengalami transformasi, dimana pertanian bukan lagi sumber utama bagi

pertumbuhan ekonomi yaitu rata-rata menyumbang hanya sekitar 7 persen dari

pertumbuhan GDP. Indonesia dikelompokkan dalam kelompok negara yang

mengalami transformasi ini. (3) kelompok negara urban, dimana pertanian

kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi rendah, rata-rata kontribusinya

terhadap pertumbuhan GDP sebesar 5 persen dan mayarakat miskin umumnya

tinggal di perkotaan. Selanjutnya bagi kelompok negara yang mengalami

transformasi sebagaimana Indonesia, kontribusi sektor pertanian dalam

pembangunan ekonomi dapat dilakukan dalam melalui: (1) pengelolaan terhadap

perbedaan yang menyolok antara pedesaan dan perkotaan dan (2) pengurangan

kemiskianan di pedesaan melalui upaya pertanian baru dan penyerapan tenaga

kerja non pertanian (World Bank, 2007)

Steven dan Jabara (1998) menambahkan bahwa peran sektor pertanian

dalam pertumbuhan ekonomi terlihat dari keterkaitannya dengan sektor sektor

lainnya, karena berdasarkan berbagai studi keterkaitan antar sektor ini dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana

kontribusi sektor pertanian terhadap sektor-sektor lainnya dan bagaimana

kontribusi sektor-sektor lainnya terhadap sektor pertanian.

Kontribusi penting sektor pertanian terhadap sektor lainnya yang dapat

mempercepat pertumbuhan ekonomi antara lain berupa: (1) meningkatnya

produksi pangan dan produk pertanian lainnya yang digunakan untuk kepentingan

domestik di perkotaan dan untuk ekspor, (2) tambahahan tenaga kerja pada sektor

non pertanian, (3) aliran bersih dari kapital yang berasal dari sektor pertanian

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

28

yang dikeluarkan untuk investasi pada sektor sektor lain, (4) peningkatan

permintaan dari sektor pertanian terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh

sektor sektor lainnya. Sedangkan kontribusi sektor-sektor lain yang

memungkinkan terjadinya pertumbuhan yang lebih cepat pada sektor pertanian

dapat berupa: (1) produksi dari sektor industri terhadap input yang dapat

meningkatkan produktivitas pertanian, (2) peningkatan permintaan terhadap

pangan dan produk pertanian lainnya baik karena terjadinya peningkatan

pendapatan maupun karena terjadinya peningkatan pergeseran jumlah proporsi

tenaga kerja yang bekerja di sekor non pertanian, (3) pemenuhan kecukupan dan

pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan seperti jalan, transportasi,

komunikasi dan begitu juga pendidikan. Banyaknya aliran ekonomi antar sektor

ini akan meningkat pesat sejalan dengan pembangunan ekonomi. Kelemahan

dalam input produktif dan peralatan kapital dapat memperlemah pertumbuhan

pertanian, dan pada akhirnya dapat mengurangi laju pertumbuhan dalam

pendapatan nasional per kapita. Pertumbuhan yang rendah dalam pertanian akan

berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya negara-negara yang

proporsi utama penghasilannya masih berasal dari sektor pertanian (Steven dan

Jabara, 1988; Thorbecke, 1969; Yotopoulus dan Nugent, 1976).

Para ekonom sejak dulu telah mendiskusikan kontiribusi peran sektor

pertanian dalam pembangunan ekonomi, khususnya kontribusinya terhadap

pertumbuhan secara keseluruhan dan terhadap modernisasi (Stringer, 2001).

Melihat karakter peran pertanian dalam pembangunan ekonomi dan

mengidentifikasi berbagai cara untuk meningkatkan peran tersebut telah menjadi

tema klasik dalam ekonomi pembangunan (Mellor, 1966; Mellor 1986; Winters et

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

29

al, 1998). Beberapa ahli seperti Rosentein-Rodan (1943), Lewis (1954); Scitovsky

(1954); Hirschman (1958); Jorgenson (1961); serta Ranis dan Fei (1961)

menggarisbawahi peran pertanian karena kelimpah ruahan sumberdaya alamnya

dan suplai tenaga kerjanya serta kemampuan sektor ini untuk memberikan surplus

transfer pada sektor industri. Sedangkan Hayami and Ruttan (1985) dan Winters

et al. (1998) secara spesifik menyatakan bahwa untuk beberapa negara yang

hendak melakukan industrialisasi, sektor pertanian merupakan sumber utama yang

dapat dimanfaatkan untuk melakukan investasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa

suksesnya industrialisasi tergantung kepada adanya solusi terhadap berbagai

masalah yang berkaitan dengan penciptaan, transfer dan penggunaan surplus dari

sumberdaya sektor pertanian.

Dengan perannya sebagai penyedia bahan baku bagi sektor industri, peran

utama pertanian dalam transformasi perekonomian yang sedang berkembang

sering dipandang sebelah mata dalam strategi sentral melalui percepatan laju

indutrialisasi (Stringer, 2001; Vogel, 1994). Secara khusus Hirschman (1958)

mengabaikan pertanian sebagai sumber pertumbuhan, karena kegagalan sektor

pertanian untuk memperlihatkan keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat

antar industri yang diperlukan bagi pembangunan. Selanjutnya Hirschman (1958)

menjelaskan bahwa lemahnya keterkaitan ke belakang dari sektor pertanian

mengakibatkan gagalnya sektor ini untuk menginduksi terbentuknya kapital. Hal

inilah yang mengakibatkan bahwa sektor pertanian tidak dapat dijadikan sebagai

sektor andalan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan ini

Jhingan (1991) menyatakan bahwa ada pandangan yang berbeda antara

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

30

Hirschman dan Adelman dalam hal pengembangan sektor pertanian. Perbedaan

pendapat itu terletak pada kriteria pemilihan sektor kunci (leading sector).

Kriteria yang digunakan Hirschman dalam menentukan sektor kunci

dikritik oleh Aldeman sebagai terlalu sempit, karena hanya mempertimbangkan

keterkaitan produk dan yang lebih spesifik keterkaitan ke belakang. Hal ini tentu

saja dapat menempatkan sektor pertanian pada sektor yang inferior. Pada

kenyataannya berdasarkan hasil penelitian Syafaat dan Mardianto (2002); Poonyth

et al. (2001); Anderson and Strutt (1999); Delgado, et al. (1994); Haggblade et al.

(1991); Bautista (1986); Adelman (1984); Rangarajan(1982); Bell dan Hazell

(1980); menunjukkan bahwa keterkaitan antar sektor pertanian dengan sektor

industri tidak hanya keterkaitan produk, tetapi ada media keterkaitan lainnya yaitu

keterkaitan konsumsi, investasi dan tenaga kerja yang mampu menjelaskan secara

lebih menyeluruh mengenai keterkaitan ke dua sektor tersebut. Oleh karena itu

kriteria yang digunakan oleh Hirschman untuk menentukan sektor kunci tidak

mampu menjelaskan potensi keterkaitan sektor pertanian dengan industri (Syafaat

dan Mardianto, 2002).

Dari hasil identifikasinya terhadap sumber pertumbuhan output nasional,

Syafaat dan Mardianto (2002) menemukan bahwa sektor pertanian mempunyai

kontribusi yang tinggi dalam pembentukan output nasional. Walaupun demikian

pengembangan sektor pertanian primer saja tidak cukup memadai untuk

mempatkan sektor pertanian sebagai penggerak ekonomi nasional. Untuk

mengatasi kelemahan tersebut maka perlu dikembangkan sektor komplemen, atau

dengan kata lain pengembangan sektor pertanian harus diletakkan dalam kerangka

pengembangan agribisnis di wilayah pedesaan.

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

31

Hal tersebut di atas sejalan dengan temuan SMERU Research Institute

(Suryahadi et al., 2006) yang menyatakan bahwa dalam kondisi cepatnya

perkembangan perkotaan di Indonesia, sektor pedesaan masih memegang peran

penting perekonomian nasional. Mayoritas penduduk Indonesia masih tinggal dan

bekerja di pedesaan, yang utamanya masih pada sektor pertanian. Bukti yang kuat

menunjukkan bahwa 80% penduduk miskin ditemukan di pedesaan. Oleh karena

itu diperlukan strategi yang efektif untuk meningkatkan perekonomian masyarakat

pedesaan. Karena secara khusus area pedesaan senantiasa didentifikasikan sebagai

sektor pertanian, maka pertanyaannya adalah manakah yang paling efektif

mendorong produktivitas terlebih dulu di sektor pertanian atau lebih baik

mengivestasikan pada sektor non pertanian di pedesaan. Dari hasil penelitian

ternyata pertumbuhan sektor pertanian secara kuat menginduksi pertumbuhan

sektor non pertanian di pedesaan. Meskipun berfluktuasi, diduga rata-rata sebesar

1% dari pertumbuhan sektor pertanian dapat menginduksi pertumbuhan sektor

non pertanian sebesar 1.2% di pedesaan. Dengan demikian strategi pembangunan

pedesaan melalui pembangunan sektor pertanian dapat memberikan daya dorong

dalam pertumbuhan ekonomi yang cepat pada wilayah pedesaan di Indonesia.

Syafaat dan Mardianto (2002) dalam hal ini menyarankan pentingnya

pengembangan sistem agribisnis pedesaan karena beberapa hal: (1) Sektor

pertanian dan pedesaan seharusnya masih dianggap sebagai tempat penyerapan

tenaga kerja terbesar dalam ekonomi, sehingga peningkatan pembangunan sektor

pertanian dapat mengatasi masalah pengangguran. (2) Sektor pertanian dan

pedesaan merupakan penopang utama sistem perekonomian nasional, mengingat

sebagian besar populasi berada di pedesaan. Oleh karena itu peningkatan

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

32

pembanguan pertanian dan pedesaan dapat mendorong perekonomian, mendorong

terjadinya pendewasaan dalam transformasi struktural ke arah industrialisasi, serta

dapat meningkatkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia sekaligus

mendorong ke arah pengentasan kemiskinan (3) Sektor pertanian sebagai

penghasil makanan pokok dan mengurangi ketergantungan pangan pada pasar

internasional (4) Sektor pertanian dapat membantu menjaga stabilitas

perekonomian nasional, karena bobotnya yang besar dalam indek harga konsumen

(5) Sektor pertanian dapat mendorong ekspor dan mengurangi impor produk-

produk pertanian, pada gilirannya dapat menyumbang pemantapan neraca

pembayaran (6) Sektor pertanian dapat meningkatkan sektor industri, karena

adanya keterkaitan yang erat antara sektor pertanian dengan sektor industri

mencakup keterkaitan produk, konsumsi dan investasi (7) Pengembangan sektor

industri dan komersial yang padat karya dan berbasis pedesaan perlu didorong

dengan insentif fiskal serta diperlukan pengembangan pasar finansial dengan

memanfaatkan nilai nilai masyarakat pedesaan.

Sebagaimana telah didiskusikan pada sub bab sebelumnya, upaya

pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dibarengi dengan upaya

pengurangan kesenjangan pendapatan, kemiskinan dan pengangguran merupakan

konsern utama para pengambil kebijakan (Ali, 2007; Warr, 2006; Islam, 2004;

Bhalla, 2002; Bautista, 2001; Perkins et al, 2001). Para pemimpin negara negara

di Afrika Selatan (Poonyth et al, 2001), Vietnam (Bautista, 2001) dan Indonesia

(Presiden Republik Indonesia, 2006) menjadikan hal ini sebagai perhatian utama.

Lewat tripple track stategy (pro-growth, pro-job, dan pro-poor), Presiden

Republik Indonesia merencanakan peningkatan pertumbuhan dengan

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

33

mengutamakan ekspor dan investasi, menggerakkan sektor riil untuk menciptakan

lapangan kerja, dan merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi

pedesaan untuk mengurangi kemiskinan.

Pembangunan pertanian diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

sekaligus dapat membantu mengurangi kesenjangan pendapatan, kemiskinan dan

pengangguran (Warr, 2006; Poonyth et al, 2001; Bautista, 2001; Bautista, 1999).

Strategi pembangunan pertanian yang diharapkan dapat mencapai hal tersebut

dapat dipertimbangkan antara lain adalah strategi Agricultural-Led Growth

(Poonyth, 2001), Agriculture-Based Development (Bautista, 2001), Agribisnis:

Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian di Pedesaan (Saragih, 2001; Syafaat

dan Mardianto, 2002), Agricultural Demand Led Industrialization / ADLI

(Adelman, 1984), dan strategi The Improved-Income-Distribution-with-Growth

(Mellor, 1976 dalam Stevens and Jabara, 1988).

Strategi Agricultural-Led Growth (Poonyth et al, 2001), pada prinsipnya

menekankan bahwa sektor pertanian adalah merupakan sektor pemimpin dalam

pembangunan ekonomi karena sektor pertanian merupakan pendorong bagi

pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu sektor pertanian perlu mendapat perhatian

utama dibandingkan sektor lainnya karena potensinya dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Pembangunan sektor

pertanian yang produktif dan pedesaan yang lebih baik merupakan kunci bagi

pertumbuhan sektor pertanian dan merupakan prekondisi bagi suksesnya

pembangunan ekonomi.

Strategi Agriculture-Based Development (Bautista, 2000; 2001),

didasarkan pada pertimbangan bahwa di banyak negara-negara berpendapatan

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

34

rendah mayoritas penduduknya berada di wilayah pedesaan, dimana sektor

pertanian merupakan sumber utama kehidupan. Strategi ini menjadi lebih efektif

dibandingkan strategi subtitusi impor maupun strategi export-led industrialization,

berdasarkan pertimbangan bahwa memberikan peluang penciptaan pendapatan,

secara langsung maupun tidak langsung kepada penduduk di pedesaan. Melalui

strategi ini sumberdaya publik ditingkatkan untuk dialokasikan bagi sektor

pertanian dan pedesaan dan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

pertanian dan pendapatan penduduk pedesaan.

Adapun strategi Agribisnis: Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian di

Pedesaan (Saragih, 2001; Syafaat dan Mardianto, 2002), didasari pertimbangan

bahwa pengembangan sektor pertanian primer saja tidak cukup memadai untuk

menempatkan sektor pertanian sebagai penggerak ekonomi nasional. Untuk

mengatasi kelemahan tersebut maka perlu dikembangkan sektor komplemen baik

sektor hulu maupun hilirnya di pedesaan. Dengan kata lain pengembangan sektor

pertanian harus diletakkan dalam kerangka pengembangan agribisnis di wilayah

pedesaan.

Strategi Agricultural Demand Led Industrialization / ADLI (Adelman,

1984) lahir sebagai jawaban atas kegagalan strategi Export-Led Industrialization

dalam mengatasi masalah mendasar yang dihadapi negara berkembang. Strategi

ini merupakan satu dari strategi pembangunan nasional berbasis pada pertanian

sebagai sektor primer dan pengembangan industri dengan penekanan kuat pada

keterkaitan antara pertanian dan industri serta interaksinya. Strategi ADLI akan

menekankan pada peningkatan produktivitas pertanian sebagai sarana untuk

mencapai industrialisasi. Strategi ini akan mencapai tujuan industrialisasi melalui

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

35

pengembangan/perluasan permintaan internal untuk barang barang yang

dihasilkan oleh industri domestik.

Adapun strategi The Improved-Income-Distribution-with-Growth (Mellor,

1976 dalam Stevens and Jabara, 1988), lebih menekankan pada peningkatan

pemerataan pendapatan. Strategi pertumbuhan berorientasi pada tenaga kerja ini

didasarkan pengalaman dengan berbagai masalah pembangunan yang terjadi di

India dan Afrika Selatan, serta memfokuskan pada pertanian berukuran kecil

sampai menengah. Strategi ini mempunyai tiga prioritas utama. Pertama,

mengakselerasi pertumbuhan dari sektor pertanian dengan fokus pada: (1)

kecukupan kebutuhan akan input pupuk (2) investasi secara masif pada

infrastruktur pengendalian air khususnya yang berskala kecil, mengelola dan

mengendalikan proyek-proyek dengan baik (3) memperluas kegiatan penelitian

(4) memperluas keberadaan penyuluh yang terlatih untuk membantu petani-petani

kecil.

2.3. Pola Pengembangan Perkebunan

Dalam pengembangan perkebunan di Indonesia, khususnya dalam

pengembangan perkebunan kelapa sawit, pola pengembangan yang telah sangat

dikenal adalah pola pemberian Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya

(KKPA), dan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) (Mangoensoekarjo dan

Semangun, 2003; Fauzy et al., 2002). Dewasa ini dalam rangka untuk

meningkatkan kinerja perkebunan di Indonesia telah dikembangkan sistem

pengembangan perkebunan dengan pola Perusahaan Patungan (Joint Venture).

Berikut ini akan diuraikan tentang tiga pola pengembangan perkebunan tersebut.

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

36

2.3.1. Pola Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya

Sistem pengembangan perkebunan dengan pola Kredit kepada Koperasi

Primer untuk Anggotanya (KKPA) diterapkan mengacu pada Surat Keputusan

Menteri Pertanian No. 73/Kpts/OT.210/2/98 dan Surat Keputusan Bersama

Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil

No.:01/SKB/M/II/1998. Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya

(KKPA) adalah kredit investasi dan atau kredit modal kerja yang diberikan oleh

Bank kepada Koperasi Primer untuk diteruskan kepada anggota-anggotanya guna

membiayai usaha anggota yang produktif.

Adapun tujuan dari diterapkannya pola KKPA ini adalah untuk:

(1) meningkatkan penghasilan dan pendapatan petani peserta melalui

pengembangan dibidang usaha perkebunan, (2) meningkatkan usaha KUD melalui

hubungan kemitraan, (3) menumbuh kembangkan peran dan fungsi KUD dalam

mewujudkan interaksi yang utuh antara usaha anggota dengan KUD dalam upaya

meningkatkan produktivitas dan tingkat efisiensi, (4) memberdayakan KUD agar

mampu memanfaatkan peluang bisnis di wilayah pengembangan kebun plasma,

(5) meningkatkan pembinaan dan pengendalian dalam pembangunan perkebunan,

dan (6) meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan dan modal

secara optimal untuk dapat meningkatkan produktivitas dan tingkat efisiensi.

Dengan sasaran agar: (1) terwujudnya kesadaran dan kemampuan anggota, dalam

melaksanakan pekerjaan yang dilakukan secara kooperatif jauh lebih produktif

dan efisien dalam pengembangan usaha perkebunan, (2) terwujudnya hubungan

kemitraan antara KUD/petani peserta dengan Perusahaan Inti, dan (3)

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

37

terwujudnya usaha tani perkebunan rakyat yang efisien dengan produktivitas yang

optimal dan mempunyai daya saing tinggi.

Berdasarkan tujuan dan sasaran dari SKB tersebut secara eksplisit

dinyatakan ada dua pihak yang terlibat dalam upaya pengembangan perkebunan,

yakni Koperasi Unit Desa (sebagai wakil petani) dan Perusahaan Inti. Oleh

karenanya dalam SKB tersebut diatur pula peran, fungsi dan kegiatan KUD dan

Perusahaan Inti. Peran, fungsi dan kegiatan KUD adalah: (1) melakukan kegiatan

usaha dalam pengembangan kemampuan petani anggotanya dan wilayah usaha

pembangunan perkebunan; (2) meningkatkan produktifitas dan tingkat efisiensi

dalam pengelolaan usaha tani dan usaha lainnya; (3) meningkatkan kesadaran

anggota agar aktif berkoperasi; (4) melaksanakan kegiatan usaha dengan

Perusahaan Inti melalui hubungan kemitraan sesuai dengan tahapan pembangunan

kebun plasma meliputi: masa konstruksi, masa penyerahan kebun sampai

pelunasan kredit, dan masa pasca kredit lunas; (5) mengupayakan peningkatan

kesejahteraan petani peserta dan keluarganya melalui berbagai kegiatan usaha,

antara lain: simpan pinjam, penyediaan dan penyaluran sarana produksi,

kebutuhan pokok sehari-hari serta jasa lainnya, dan kegiatan pemeliharaan kebun,

jalan, penanganan pasca panen, pengangkutan hasil produksi, dan kegiatan lain

yang terkait, serta peremajaan tanaman dengan menggunakan dana

IDAPERTABUN yang disisihkan dari hasil penjualan produksi petani peserta;

(6) KUD menyerahkan kebun plasma kepada masing-masing petani peserta

dilengkapi dengan fotokopi sertifikat tanah dan dokumen lain yang diperlukan;

(7) KUD melakukan pengelolaan kebun plasma yang telah diserahkan oleh

Perusahaan Inti secara kelompok; dan (8) KUD menjual hasil produksi kebun

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

38

plasma kepada Perusahaan Inti yang merupakan mitranya. Selanjutnya sesuai

dengan skim KKPA, maka KUD dapat bertindak sebagai pelaksana pemberian

kredit (executing agent), atau penyalur kredit (chanelling agent).

Perusahaan Inti bertugas: (1) membimbing, memberi bantuan teknis

budidaya dan manajemen kepada KUD/petani peserta sesuai dengan tahapan

pembangunan kebun plasma sehingga KUD/petani peserta dapat melaksanakan

kegiatan usahanya dan bermitra dengan baik, melaksanakan pembangunan kebun

plasma sesuai dengan ketentuan yang berlaku, membeli, mengolah dan

memasarkan seluruh hasil produksi kebun plasma; (2) memberi peran kepada

KUD dalam masa konstruksi, masa penyerahan sampai pelunasan kredit dan masa

pasca kredit lunas; (3) membangun kebun inti dan atau fasilitas pengolahan sesuai

standar yang ditentukan pemerintah; dan (4) membantu dalam pemotongan

angsuran kredit sampai lunas dan IDAPERTABUN pada saat pembayaran harga

hasil produksi yang besarnya sesuai kesepakatan antara Perusahaan Inti dan KUD.

2.3.2. Pola Perkebunan Inti Rakyat

Sistem pengembangan perkunan dengan pola Perkebunan Inti Rakyat

(PIR) diterapkan mengacu Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia

No.: 60/Kpts/KB.510/2/98 tentang pembinaan dan pendegelasian pengembangan

perkebunan pola Perusahaan Inti Rakyat. Pengembangan perkebunan pola

Perusahaan Inti Rakyat (PIR-BUN) adalah pengembangan perkebunan yang

menggunakan perkebunan besar sebagai inti yang membantu dan membimbing

perkebunan rakyat disekitarnya sebagi plasma yang dibiayai dari berbagai sumber

pendanaan dan dilaksanakan dalam suatu sistem kerjasama kemitraan yang saling

menguntungkan, utuh dan berkesinambungan.

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

39

PIR-BUN merupakan satu paket pengembangan wilayah perkebunan yang

utuh yang terdiri dari: (1) Komponen Utama, meliputi: pembangunan perkebunan

dan atau fasilitas pengolahan sebagai inti, dan pembangunan kebun plasma

termasuk sarana dan prasarana jalan; dan (2) komponen penunjang meliputi

peningkatan kualitas manajemen kelembagaan. Semua komponen sebagaimana

dimaksud harus terjamin keutuhan dan kualitasnya baik pada tahap persiapan,

pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan guna kelangsungan usaha.

Tujuan pembinaan dan pengendalian PIR-BUN adalah: (1) meningkatkan

pembangunan perkebunan rakyat secara intensif, terarah dan terpadu dalam

menambah pendapatan dan kesejahteraan petani, (2) meningkatkan pengelolaan

dan pemanfaatan sumberdaya lahan dan modal secara optimal untuk dapat

meningkatkan produktivitas dan efisiensi, (3) meningkatkan kemampuan

kelembagaan ekonomi petani plasma dalam wadah koperasi sehingga mampu

berperan dalam agribisnis, (4) Mewujudkan kemitraan agribisnis yang kuat antara

koperasi/petani plasma dan perusahaan inti perkebunan, dan (5) meningkatkan

pelaksanaan pencapaian sasaran pembangunan perkebunan secara efisien.

Sama halnya dengan pada pola KKPA, pada pola PIR juga melibatkan

koperasi/petani plasma dan perusahaan ini dengan hak dan kewajibannya juga

diatur dalam SK Menteri Pertanian ini. Koperasi/petani plasma mempunyai hak-

hak yang meliputi: (1) memperoleh bimbingan dan pembinaan dari Perusahaan

Inti sesuai ketentuan yang berlaku, (2) memperoleh informasi tentang sumber

pendanaan oleh Perusahaan Inti, (3) memperoleh kesempatan untuk memiliki

sebagian unit pengolahan hasil perusahaan inti sesuai kesepakatan kedua belah

pihak, (4) ikut membantu dalam pembangunan kebun, dan (5) memperoleh

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

40

tanaman yang memenuhi standar teknis. Disamping itu Koperasi/petani plasma

mempunyai kewajiban, meliputi: (1) mengikuti secara aktip perkembangan

pelaksanaan Kebun Plasma oleh Perusahaan Inti dan mengupayakan penyelesaian

terhadap penyimpangan yang terjadi, (2) melaksanakan atau mengkoordinasikan

pengangkutan hasil produksi Petani Plasma ke pabrik dan penyediaan sarana

produksi (saprodi), (3) mengkoordinasikan pemeliharaan jalan produksi/koleksi

dan pemeliharaan tanaman, (4) mendorong petani plasma untuk menabung dan

atau ikut asuransi guna menyediakan dana untuk peremajaan antara lain melalui

IDAPERTABUN, (5) mengembangkan pengelolaan kebun secara bersama

melalui kelompok hamparan, dan (6) mencegah penjualan produksi kepada pihak

lain dan mencegah adanya pungutan di luar ketentuan.

Sementara itu, Perusahaan Inti mempunyai hak-hak sebagai berikut:

(1) menentukan sistem manajemen untuk menjamin kwalitas dan produktivitas

kebun, (2) memperoleh daftar petani, lokasi dan luas lahan pemilikan serta

menentukan tata ruangnya, dan (3) memperoleh seluruh produksi petani peserta

untuk dibeli dan diolah di pabrik milik perusahaan inti. Dan kewajiban

Perusahaan Inti meliputi: (1) membangun Kebun Plasma dengan prasarana, kebun

inti dan atau pabrik sesuai standar teknis, (2) meningkatkan kemampuan

Kelompok Tani dan Koperasi agar dapat melaksanakan manajemen produksi

sehingga tercapai peningkatan mutu dan produktivitas, (3) menyampaikan laporan

perkembangan pelaksanaan pembangunan kebun kepada Instansi pembina baik

investasi maupun fisik, (4) menanggung kerugian akibat kelalaian dalam

membangun Kebun Plasma yang tidak sesuai dengan standar teknis,

(5) menyerahkan Kebun Plasma kepada Koperasi/kelompok tani tepat pada

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

41

waktunya dengan mutu sesuai standar teknis, (6) mendorong petani plasma untuk

menabung atau ikut asuransi dalam rangka peremajaan tanaman antara lain

melalui IDAPERTABUN, dan (7) membeli seluruh produksi Kebun Plasma

dengan harga yang layak.

2.3.3. Pola Patungan Pengembangan Perkebunan

Direktorat Pengembangan Perkebunan dan Direktorat Jenderal Bina

Produksi Perkebunan Departemen Pertanian telah menerbitkan pedoman

pembangunan agribisnis kelapa sawit 1500 ha pola terpadu. Dengan pertimbangan

bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang ada di tanah air ini ditujukan untuk

sebesar-besarnya masyarakat, maka pengembangan 1500 ha pola terpadu ini harus

dapat melibatkan sebesar-besarnya peran serta masyarakat. Untuk itu, pola

pengembangan yang dipandang tepat adalah pola patungan. Pola patungan ini

pada dasarnya pola pengembangan perkebunan yang sahamnya sebagian dimiliki

oleh koperasi dan sebagian dimiliki oleh perusahaan/investor dan atau pemerintah

daerah. Dengan demikian, petani berstatus sebagai pemegang saham, anggota

koperasi perkebunan dan sekaligus menjadi karyawan atau anggota manajemen

perusahaan (http://www.deptan.go.id/ditbangbun/pedoman.htm, diakses tanggal

12 Juni 2005).

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa alternatif yang dapat diterapkan

dalam pola patungan tersebut. Alternatif I: Seluruh saham kebun dimiliki oleh

koperasi, pabrik pengolahan sahamnya dimiliki keseluruhan oleh

pengusaha/investor, yang kemudian dikelola sebagai perusahaan patungan.

Alternatif II: Seluruh saham kebun dimiliki oleh koperasi, pabrik pengolahan

sahamnya dimiliki sebagian oleh koperasi dan sebagian oleh pengusaha/investor

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

42

dan pemerintah daerah, yang kemudian dikelola sebagai perusahaan patungan.

Alternatif III: Sebagian saham kebun dimiliki oleh koperasi, sebagian lainnya

dimiliki oleh pengusaha/investor dan pemerintah daerah, pabrik pengolahan

sahamnya dimiliki sebagian oleh koperasi dan sebagian oleh pengusaha/investor

dan pemerintah daerah, yang kemudian dikelola sebagai perusahaan patungan.

Alternatif IV: Sebagian saham kebun dimiliki oleh koperasi, sebagian lainnya

dimiliki oleh pengusaha/investor dan pemerintah daerah, pabrik pengolahan

sahamnya dimiliki sebagian oleh pengusaha/investor dan sebagian oleh

pemerintah daerah.

Untuk kepemilikan saham kebun bagi anggota koperasi, disarankan

nilainya setara dengan luasan kebun sawit 4 ha. Dengan kepemilikan tersebut,

petani akan lebih mampu untuk meningkatkan kesejahteraannya secara

berkesinambungan. Pemilihan alternatif pola patungan tersebut tentunya sangat

tergantung kepada daerah masing-masing, termasuk kemampuan

masyarakat/koperasi dalam menyediakan modal sebagai penyertaan saham

perusahaan patungan.

Perusahaan patungan yang akan dibentuk sangat memerlukan tenaga-

tenaga profesional demi keberlangsungan jalannya perusahaan tersebut. Untuk

memperoleh tenaga profesional dari pemegang saham khususnya

petani/masyarakat perlu adanya peningkatan kemampuan SDM dari para

petani/masyarakat pemegang saham serta penguatan kelembagaan

petani/koperasi. Dalam hal ini Pemerintah Daerah bersama dengan perusahaan

mitra investor bertanggung jawab untuk peningkat SDM tersebut.

Page 33: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

43

Melalui pengembangan pola patungan ini, maka berbagai manfaat akan

diperoleh, baik bagi petani, koperasi, pengusaha, maupun pemerintah daerah,

yaitu: (1) petani/anggota koperasi memperoleh 2 sumber pendapatan, yaitu selain

dari kebunnya sebagai tenaga kerja juga mendapatkan deviden dari perusahaan

patungan; (2) kelangsungan usaha akan lebih terjamin, karena tidak akan lagi

terjadi konflik usaha dengan masyarakat; (3) terjaminnya ketersediaan minyak

goreng, mentega dan sabun dilokasi dengan harga terjangkau; (4) prasarana jalan

di daerah tidak cepat rusak, karena lalu-lalang TBS berkurang dan tonase

kendaraan yang lebih ringan; dan (5) ekonomi wilayah akan lebih cepat

berkembang dan akan mendorong meningkatnya pendapatan daerah.

2.4. Tinjauan Studi Dayasaing dan Matriks Neraca Kebijakan

Dayasaing pada prinsipnya merupakan kemampuan suatu produsen untuk

memproduksi komoditi dengan mutu baik dan biaya produksi yang rendah

sehingga pada harga pasar internasional produsen dapat memperoleh keuntungan

dan dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya. Lindert dan

Kindleberger (1993), menyebutkan bahwa konsep daya saing berpijak pada dari

konsep keunggulan komparatif yang pertamakali dikenal dengan model Ricardian,

yang dikenal dengan hukum keunggulan komparatif (the law of comparative

advantage) dari Ricardo. G. Habler selanjutnya menyempurnakan teori

keunggulan komparatif, yaitu dengan menafsirkan bahwa labour of value hanya

dapat digunakan pada barang antara, sehingga menurutnya teori biaya imbangan

(theory opportunity cost) dipandang lebih relevan. Selanjutnya teori H. Ohlin

tentang pola perdagangan menyatakan bahwa: “Komoditi yang dalam

produksinya memerlukan faktor produksi (yang melimpah) dan faktor produksi

Page 34: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

44

(yang langka) diekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan

faktor produksi dalam proporsi yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor

produksi yang melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor”.

Rahman, Sudaryanto dan Simatupang (2003) mengemukakan bahwa

konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing potensial dalam

artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami

distorsi sama sekali. Komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan

juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Keunggulan komparatif bersifat dinamis.

Menurut Schydlowsky (1984) faktor-faktor yang berubah adalah ekonomi dunia,

lingkungan domestik dan teknologi. Berdasarkan uraian uraian tersebut,

keunggulan komparatif adalah suatu ukuran relatif yang menunjukkan potensi

keunggulan komoditi tersebut dalam perdagangan di pasar bebas. Sedangkan

keunggulan kompetitif masih menurut Rahman, Sudaryanto dan Simatupang

(2003) merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada perekonomian aktual.

Adapun Porter (1985), Martin et al. (1991) , Tweeten (1992) dan Wild, Wild dan

Han (1999) menyatakan bahwa keunggulan daya saing pada prinsipnya

merupakan kemampuan suatu negara/perusahaan untuk mempertahankan dan

meningkatkan pangsa pasar secara menguntungkan dan berkelanjutan melalui

pemanfaatan keunggulan komparatifnya. Sementara itu menurut Porter (1990)

menyatakan teori keunggulan kompetitif suatu negara terhadap suatu industri

tegantung kepada kapasitas dan kemampuan untuk melakukan inovasi dan up

grade. Terdapat empat elemen yang dimiliki setiap negara untuk membentuk

basis keunggulan kompetitif yaitu kondisi input (factor conditions), kondisi

Page 35: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

45

permintaan (demand conditions), industri penunjang (related and supporting

industies) dan struktur pasar (firm strategy, structure and rivalry).

Dalam konteks PAM, efisiensi merujuk pada kemampuan sistem usaha

tani untuk menghasilkan keuntungan pada harga efisien atau harga sosial. Hal ini

merefleksikan bahwa dalam sistem usaha tani tidak terjadi pendistorsian

kebijakan dan kegagalan pasar. Sedangkan tingkat dayasaing (competitiveness)

merefleksikan kemampuan dari usaha tani untuk menghasilkan keuntungan pada

harga aktual (pasar) atau harga privat pada lokasi usaha tani tersebut berada

(Rasmikayati dan Nurasiyah, 2004 ; Pearson et al. , 2005)

Oktaviani (1991) melakukan studi untuk menganalisis efisiensi finansial,

efisiensi ekonomis dan keunggulan komparatif dari komoditas pangan di

Indonesia dengan menggunakan Policy Analysis Matrix. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa komoditas pangan di enam propinsi di tahu 1984 dan 1989

memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, Hal ini ditunjukkan dari nilai

keuntungan privat dan sosial yang sama-sama positif. Sedangkan dari sisi

kebijakan pemerintah diketahui bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah

tidak memberikan insentif bagi produsen untuk berproduksi.

Simanjutak (1992) melakukan studi untuk menganalisis dayasaing dan

dampak kebijaksanaan pemerintah terhadap dayasaing perusahaan kelapa sawit di

Indonesia. Analisis dayasaing dilakukan dengan menggunakan pendekatan Policy

Analysis Matrix sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi dibangun sebuah model berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa secara umum pada periode 1985 -1989 PTP

masih cukup mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif sebagai penghasil

Page 36: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

46

CPO dan Inti. Perusahaan Swasta Asing mempunyai keunggulan kompetitif dan

komparatif yang jauh lebih tinggi dibandingkan PTP dalam menghasilkan devisa,

sedangkan Swata Nasional masih belum mempunyai keunggulan kompetitif dan

komparatif. Dari sisi produktivitas, beberapa faktor utama yang dapat

mempengaruhi biaya produksi adalah produktivitas TBS, CPO dan Inti per hektar,

pengaruh kenaikan harga input produksi dan keadaan alokasi input produksi

variabel.

Matoskova and Izakova (2003) melakukan studi yang bertujuan untuk

mendefenisikan sifat kompetitif dari kelompok-kelompok pangan terpilih di

Slovakia berdasarkan indikator keunggulan komparatif (DRC dan PCR), dan

menangkap dampak kebijakan ekonomi terhadap biaya dan pendapatan dari

produk-produk pangan berdasarkan pada efek penyebaran (I, J, K, L) dan

koefisien-koefisien proteksi nominal (NPCI dan NPCO) dan proteksi efektif

(EPC, PC, dan SRP). Analisis Policy Accounting Matrix (PAM) digunakan untuk

menganalisis menghitung indikator keunggulan komparatif dan dampak kebijakan

ekonomi terhadap biaya dan pendapatan dari produk-produk pangan.

Berdasarkan hasil analisis PAM dapat disimpulkan bahwa: Pertama,

milling industry pada tahun 1998 dan 1999 secara ekonomi efektif dan tidak

hanya memiliki keunggulan komparatif pada pasar domesik, namun juga memiliki

keunggulan komparatif pada pasar internasional. Pada waktu yang bersamaan,

pada kedua tahun tersebut keuntungan diperoleh baik berdasarkan harga individu

maupun berdasarkan harga sosial.

Kedua, beberapa feedstuffs industry memiliki keunggulan komparatif pada

pasar internasional dan memiliki nilai keuntungan yang positif berdasarkan harga

Page 37: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

47

sosial. Namun demikian, feedstuffs industry pada pasar domestik tidak memiliki

keunggulan komparatif dan cenderung merugi. Ketiga, pasta industry tidak

memiliki keunggulan komparatif baik pada pasar internasional maupun pada pasar

domestik, serta cenderung merugi baik berdasarkan harga individu maupun harga

sosial. Keempat, spirits industry memiliki keunggulan kompetitif pada pasar

domestik dan memberikan keuntungan berdasarkan harga individu. Namun

demikian, industri ini tidak memiliki keunggulan komparatif pada pasar

internasional. Kelima, wine industry mempunyai keunggulan kompetitif dan

menguntungkan. Namun industri ini sangat tidak kompetitif pada tahun 1999

dibandingkan dengan tahun 1998. Keenam, beer industry efisien secara ekonomi

pada tahun 1998 dan 1999. Industri ini memiliki keunggulan komparatif pada

pasar domestik maupun pasar internasional, serta memberikan keuntungan baik

berdasarkan harga individu maupun berdasarkan harga sosial. Ketujuh, malt

industry tidak memiliki keunggulan komparatif dan tidak menguntungkan pada

tahun 1998. Pada tahun 1999 juga masih kurang kompetitif pada pasar

internasional, namun pada pasar domestik berada pada posisi kompetitif. Untuk

meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif upaya untuk menekan biaya

produksi perlu dilakukan oleh berbagai produsen industri pangan.

Studi lainnya yang menggunakan analisis yang sama dilakukan oleh Hai

and Heidhues (2004). Studi ini dilakukan berdasarkan pengamatan atas fenomena

bahwa percepatan perubahan lingkungan ekonomi global dan reformasi ekonomi

domesik di Vietnam telah mengedepankan isu-isu keunggulan komparatif dari

sektor perberasan. Pada tahun-tahun belakangan ini, Vietnam telah berupaya

untuk meningkatkan kompetitif pasar ekspor berasnya. Studi ini bertujuan untuk

Page 38: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

48

menguji fluktuasi keunggulan komparatif produksi beras Vietnam berdasarkan

sejumlah skenario dari liberalisasi perdagangan dan reformasi ekonomi di

Vietnam. Untuk menganalisis permasalahan tersebut, Policy Analysis Matrix

(PAM) digunakan dan dilengkapi dengan model ekonometrika.

Studi ini memasukkan sejumlah skenario simulasi dari liberalisasi

perdagangan dan reformasi ekonomi, menggunakan beragam faktor tunggal dan

kelompok faktor seperti harga produk dan biaya-biaya input, seperti harga impor

pupuk, lahan, biaya air, tenaga kerja dan sebagainya. Hasil empiris

menggambarkan bahwa pada tahun 1998 (skenario dasar), keunggulan komparatif

beras relatif tinggi dan menggunakan sumberdaya domestik seperti lahan, tenaga

kerja dan air, yang efisien secara ekonomi. Elastisitas dugaan DRC terhadap harga

beras dunia dan nilai tukar bayangan (shadow exchange rate) pada tahun 1998

memperlihatkan kondisi keunggulan komparatif. Elastisitas dugaan DRC terhadap

sewa lahan, biaya sosial tenaga kerja, harga impor pupuk, dan biaya air irigasi

mengindikasikan nilai absolut yang kecil dan berdampak negatif terhadap

keunggulan komparatif dengan kenaikan harga. Hasil analisis sensitivitas

menunjukkan bahwa keunggulan komparatif beras sangat sensitif terhadap

perubahan harga ekspor. Dapat ditambahkan bahwa nilai tukar dan sewa lahan

juga penting dalam mempengaruhi keunggulan komparatif sektor perberasan di

Vietnam. Hasil empiris lainnya memperlihatkan bahwa Vietnam masih mampu

meningkatkan keunggulan komparatif produksi beras pada dekade mendatang,

namun demikian keunggulan komparatif secara serius berdampak atau

mengancam kondisi perekonomian secara simultan.

Page 39: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

49

Selanjutnya Winter and Nelson (1991) melakukan studi yang

menggunakan analisis PAM dengan tujuan untuk menganalisis kelayakan usaha

dari komoditas Tembakau di Zimbabwe, dan menganalisis kelayakan usaha

tersebut pada berbagai regim yang berbeda, dengan harapan petani dapat

memutuskan untuk menanam komoditas campuran dan mengarahkan petani di

wilayah Afrika ini agar dapat menanamkan modalnya secara tepat.

Hasil studi ini menyebutkan bahwa kelayakan usaha dalam memproduksi

tembakau mendorong petani untuk meningkatkan produksinya pada masa

mendatang. Kelayakan sosial mengandung pengertian bahwa komoditas ini

disamping akan meningkatkan pendapatan petani juga akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi nasional Zimbabwe. Hasil simulasi menyimpulkan bahwa

pada kondisi hasil dan kualitas yang relatif rendah, dan efek disinsentif dari nilai

tukar yang terlalu tinggi (overvalued exchange rate), diperlukan skema kredit agar

petani tertarik untuk mengusahakan komoditas tembakau. Ketika dilakukan

devaluasi nilai tukar sebesar 20% akan membuat program kredit tidak lagi

diperlukan karena komoditas tembakau akan menjadi sangat menguntungkan

tanpa adanya program kredit.

Studi dengan menggunakan pendekatan policy analysis matrix (PAM)

yang dimodifikasi dilakukan oleh Mohanty and Chaudhary (2002) untuk

menganalisis efisiensi produksi benang sebagai salah satu dari lima komoditas

utama di India. Hasil studi ini mengindikasikan bahwa produksi benang di India

tidak efisien, hal ini disebabkan kebijakan pemerintah secara langung membuat

harga benang menjadi murah dan sektor tekstil menjadi tidak efisien.

Page 40: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

50

Aji (2003) di Fakultas Pertanian Universitas Jember melakukan penelitian

menggunakan PAM untuk menganalisis efisiensi dan daya saing sistem usaha tani

kedelai di Jember. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa sistem usaha tani

kedelai baik untuk varietas umum maupun varietas yang baru kedua duanya

ditemukan efisien dan kompetitif. Tingkat dayasaing dan efisiensi dari varietas

baru dijumpai lebih besar dibandingkan dengan varietas biasa. Private benefit cost

ratio (PBCR) dari sistem usaha tani dengan menggunakan varietas baru lebih

tinggi 13 persen dari PBCR sistem usaha tani dengan varietas yang biasa.

Disamping itu nilai PCR dari sistem usaha tani varitas biasa yang lebih tinggi

(0.33) dibandingkan dengan nilai PCR pada sistem usahatani varietas baru (0.27)

juga mengindikasikan bahwa sistem usahatani varietas baru lebih kompetitif

dibadingkan dengan sistem usahatani varietas biasa.

Rasmikayati dan Nurasiyah (2004) menggunakan PAM untuk meneliti

kelayakan ekonomi dari investasi yang dilakukan untuk pembangunan

pembenihan kentang. Penelitian ini juga mengakses efisiensi relatif dari sistem

usaha tani pembenihan kentang masing masing untuk yang benih tersertifikasi,

domestik dan benih asal impor. Penelitian juga menganalisis tingkat dayasaing

sistem usahatani kentang yang menggunakan benih kentang berasal dari benih

tersertifikasi, domestik dan benih impor. Hasil penelitian menunjukkan ke tiga

sistem usaha tani sama sama memberikan keuntungan yang tinggi baik untuk

harga privat maupun harga sosial. Walaupun demikian tampak bahwa sistem

usaha tani yang berasal dari benih tersertifikasi mempunyai keuntungan yang

secara signifikan lebih baik dibanding dengan sistem usaha tani dengan benih baik

yang berasal dari domestik ataupun impor.

Page 41: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

51

Perdana (2003) menggunakan analisis PAM untuk menganilisis tingkat

daya saing dan efisiensi usaha penggemukan sapi di Kabupaten Bandung Jawa

Barat. Dari hasil analisis PAM usaha penggemukan sapi ditemukan amat

menguntungkan, baik pada tingkat harga privat maupun harga sosial. Usaha

penggemukan, baik bibit lokal maupun bibit impor memberikan keuntungan yang

baik serta insetif positif bagi produsen yang mencerminkan penggunaan

sumberdaya yang efisien. Usaha penggemukan sapai dengan bibit lokal, dengan

pakan rumput dan jerami merupakan aktivitas yang paling menguntungkan.

Saptana, Friyatno dan Bastuti (2004) menganalisis dayasaing komoditi

tembakau rakyat di Klaten Jawa Tengah dengan menggunakan analis PAM. Dari

penelitian ini diperoleh hasil bahwa tembakau skalau usaha kecil di Klaten

mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, masing diindikasikan dari

nilai DRC antara 0.42 – 0.65 dan nilai PCR = 0.55 – 0.67. Walaupun demikian

pasar tembakau khususnya untuk ekspor mengalami distorsi yang sangat tinggi,

dengan adanya bea cukai yang mencapai 30 – 40 persen. Sehingga untuk

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dari segi ekonomi maupun privat akan lebih

menguntungkan meningkatkan produksi dalam negeri dibandingkan dengan

impor.

Romdhon dan Siregar (2004) menggunakan PAM untuk menelaah

dayasaing industri kecil gula kelapa di Kabupaten Banyumas. Dalam penelaahan

kebijakan yang direkomendasikan, penelitian ini menambahkan analisis opsi

kelembagaan dengan menggunakan fungsi logistik. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengusahaan komoditas gula kelapa di Kabupaten Banyumas mempunyai

dayasaing yang relatif tinggi. Pengusahaan komoditas tersebut memberikan

Page 42: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

52

keuntungan secara privat maupun secara sosial. Hasil analisis menunjukkan

bahwa keuntungan sosial lebih besar dibandingkan dengan keuntungan privat.

Distorsi ini terutama disebabkan oleh kegagalan pasar, dan berkenaan dengan

kontrak tradisional yang umumnya mengikat produsen gula kelapa (penderes).

Dari analisis fungsi logistik diketahui bahwa pendapatan rumah tangga penderes,

karakteristik komoditas yang diusahakan, dan karakteristik kelembagaan

merupakan faktor-faktor penentu opsi kelembagaan pemasaran yang dipilih

penderes.

2.5. Tinjauan Studi Peranan Sektoral dalam Perekonomian

Pada umumnya studi tentang peranan pembangunan ekonomi dilakukan

dengan pendekatan sektoral. Studi dengan fokus utama pada sektor pertanian

dilakukan oleh Arndt et al. (1998), Arndt et al. (2000) dan Nokkala (2002). Studi

Arndt et al. (1998) menggunakan data SAM Mozambique 1995 yang dinamakan

MOZAM. Studi ini dibuat untuk memberikan pemahaman tentang kompleksitas

perekonomian Mozambique (termasuk keterkaitan antar sektor) dengan fokus

utama pada peranan sektor pertanian. Data MOZAM terdiri dari 40 aktivitas

produksi, 40 komoditas dan 3 faktor produksi: pertanian dan non pertanian, tenaga

kerja, dan kapital. Rumahtangga dibedakan menjadi 2 tipe (rumahtangga

perkotaan dan perdesaan), begitu juga dengan government expenditure

(pengeluaran pemerintah) dibedakan menjadi dua bagian, yaitu recurrent

expenditure (pengeluaran rutin) dan government invesment (investasi pemerintah).

Pembagian pengeluaran pemerintah ini dimaksudkan untuk menangkap peran

aliran dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rekonstruksi. Selain

itu, hal ini juga dimaksudkan untuk memfasilitasi pengamatan terhadap

Page 43: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

53

pengeluaran rutin relatif terhadap tax revenue (pajak penghasilan). Analisis yang

dilakukan meliputi analisis multiplier SAM digunakan untuk mengukur dampak

kumulatif baik secara langsung maupun tidak langsung dari suatu shock. Setelah

itu SPA digunakan untuk mendekomposisi nilai multiplier yang dihasilkan

menjadi pilahan-pilahan.

Hasil studi Arndt et al. (1998) ini menyimpulkan bahwa: Pertama,

pengembangan pertanian sangatlah bersesuaian dalam membangun keseluruhan

kegiatan produksi, nilai tambah dan pendapatan rumahtangga. Kedua,

pengembangan pertanian dapat membantu mengurangi kesenjangan pendapatan

antara perkotaan dan perdesaan. Ketiga, strategi pertumbuhan yang ditujukan

untuk mengurangi kemiskinan harus memfokuskan diri pada sektor pertanian, hal

ini diperlihatkan oleh dampak multiplier yang besar pada saat peubah-peubah ini

melalui aliran perekonomian rural people (masyarakat perdesaan).

Arndt et al. (2000) juga melakukan studi yang menyajikan pengukuran

kuantitatif keuntungan potensial karena peningkatan produktivitas sektor

pertanian dan membangun jaringan pemasaran yang lebih baik. Analisis yang

dilakukan didasarkan pada analisis computable general equilibrium (CGE) model

untuk menangkap keunggulan struktural yang penting dari perekonomian

Mozambique. Model ini secara eksplisit mengikursertakan pemilahan biaya

pemasaran untuk kegiatan ekspor, impor dan juga penjualan domestik. Pertanian

diagregasi ke dalam 8 subsektor. Permintaan rumahtangga dibedakan menjadi

permintaan atas barang-barang yang dipasarkan dan barang-barang konsumsi

produk rumahtangga dengan penilaian harga didasarkan pada biaya produksi

(bukan harga pasar).

Page 44: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

54

Hasil dari studi ini Arndt et al. (2000) mengindikasikan bahwa

peningkatan produktivitas pertanian adalah hal yang sangat penting untuk

perekonomian Mozambique, karena akan memberikan keuntungan potensial yang

cukup besar bagi perekonomian. Namun, peningkatan output pertanian ini berada

dalam lingkungan yang tidak kondusif, yaitu terdapatnya biaya pemasaran yang

cukup tinggi di sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan jatuhnya harga cukup

signifikan. Penurunan ini akan mentransmisikan keuntungan dari faktor

pendapatan ke sektor pertanian dan faktor produksi. Namun, kondisi ini ternyata

membawa keuntungan bagi rumahtangga perdesaan karena tersedianya pangan

yang lebih banyak dan rendahnya harga produsen yang akan menurunkan biaya

konsumsi rumahtangga.

Nokkala (2002) melakukan studi dengan tujuan untuk menelaah

implementasi program investasi sektor pertanian di Zambia dengan menggunakan

kerangka SAM 1995. Ada empat alternatif pola pengeluaran dana investasi sektor

pertanian yang dipresentasikan sebagai suatu skenario kebijakan, yaitu skenario:

(1) implementasi aktual, (2) implementasi optimal, (3) pengeluaran investasi

sepenuhnya pada pertanian non komersial, dan (4) setengah dari pengeluaran

investasi pada pertanian komersial dan setengahnya lagi pada pertanian non

komersial. Kerangka SAM yang dibangun terdiri dari tiga neraca endogen dan

tiga neraca eksogen. Tiga neraca endogen tersebut adalah neraca produksi, faktor

produksi dan institusi, sedangkan neraca eksogen terdiri dari neraca pemerintah,

kapital dan rest of the world (ROW). Di samping itu studi ini mendekomposisi

matriks multiplier ke dalam empat komponen, yaitu: (1) initial injection (injeksi

awal), (2) kontribusi bersih dari transfer efek multiplier sebagai hasil dari transfer

Page 45: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

55

langsung neraca endogen, (3) kontribusi bersih dari open-loop effect yang

menyerap interaksi antara tiga neraca endogen, dan (4) kontribusi bersih dari

sirkulasi closed-loop effect yang menjamin bahwa arus pendapatan antara neraca

endogen saling berhubungan.

Hasil analisis empat skenario kebijakan investasi oleh Nokkala (2002)

menyatakan bahwa shocks pengeluaran aktual (skenario 1) Agricultural Sector

Investment Program (ASIP) mendorong produksi pertanian komersial tumbuh

lebih besar daripada pertanian non komersial. Dari aspek pendapatan, program

ASIP meningkatkan pendapatan rumahtangga perdesaan tidak berkeahlian lebih

besar daripada rumahtangga perkotaan tidak berkeahlian dan berkeahlian. Hal ini

mendukung pandangan bahwa investasi di sektor pertanian menguntungkan

penduduk perdesaan, dalam kasus ini kelompok berpendapatan rendah. Hasil

analisis skenario 2, 3 dan 4 memperlihatkan hal yang senada dengan skenario 1,

namun dengan komposisi besaran yang berbeda.

Studi-studi yang secara tegas menganalisis keterkaitan antara sektor

pertanian dan sektor industri juga dilakukan oleh Vogel (1991), Suwandee (1996),

Bautista et al. (1999), dan Bautista (2000). Studi yang dilakukan Vogel (1991),

Bautista et al. (1999) dan Bautista (2000) menggunakan pendekatan SAM dalam

analisisnya, sedangkan Suwandee (1996) menggunakan pendekatan ekonometrika

(analisis cointegration dan error correction).

Bautista (2000) melakukan studi tentang pembangunan industri berbasis

pertanian dengan membangun sebuah model SAM untuk wilayah Viet Nam Pusat,

yang terdiri dari 25 sektor produksi, 5 faktor produksi, 4 kelompok pendapatan

rumahtangga, 2 perusahaan dan masing-masing satu item dalam neraca

Page 46: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

56

pemerintahan, kapital dan rest of the world (ROW). Dari hasil analisis dapat

disimpulkan bahwa: Pertama, nilai multiplier output sektor pertanian secara

keseluruhan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai multiplier sektor

pertambangan dan industri pengolahan. Kedua, distribusi pendapatan pada sektor

pertanian dan industri menunjukkan perkembangan positif. Ketiga, nilai multiplier

pendapatan sektor pertanian secara keseluruhan dan dua sektor industri yang

mengolah komoditi pertanian, selalu lebih tinggi pada kelompok rumahtangga

yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan yang berpendapatan tinggi, baik

di daerah perkotaan maupun perdesaan.

Keempat, ada hubungan timbal balik antara pertumbuhan pendapatan

rumahtangga pertanian dengan rumahtangga industri. Mekanisme keterkaitan ini

pada akhirnya akan membentuk suatu kekuatan sosial ekonomi yang kuat guna

memperbaiki tingkat produktivitas sektor-sektor tersebut di wilayah pusat

perekonomian. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa strategi agricultural

demand-led industry (ADLI, industri berbasis permintaan sektor pertanian) sangat

relevan diterapkan di wilayah Viet Nam Pusat karena kenaikan sumberdaya

publik bisa dialokasikan kepada sektor pertanian dan perdesaan sehingga

meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan pendapatan rumahtangga di

perdesaan, selanjutnya akan menciptakan kekuatan permintaan terhadap barang-

barang produksi non pertanian dalam pasar lokal.

Studi tentang pembangunan industri berbasis pertanian juga dilakukan

oleh Vogel (1991). Studi ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan strategi ADLI

dengan membangun kerangka SAM 27 sektor. Pengukuran matriks multiplier

SAM dengan mentransformasikan data ini dengan tiga tahap. Pertama, neraca

Page 47: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

57

luar negeri dimasukkan dalam blok endogen dalam rangka untuk mengeksplorasi

open-economy linkages. Kedua, mereduksi SAM ke suatu disagregasi umum

untuk menghilangkan urban bias dari matriks multiplier, dengan memodifikasi

metode agar aliran pendapatan sektor pertanian ke rumahtangga perdesaan dapat

dipertahankan. Ketiga, path analysis memperhitungkan dekomposisi institusi dari

multiplier SAM. Ukuran agregasi kuantitatif dari expenditure paths dengan

mendekomposisi multiplier SAM ke dalam empat kontribusi: input-output,

pengeluaran rumahtangga perdesaan dan perkotaan, dan efek perdagangan luar

negeri. Regresi cross-section dilakukan terhadap 10 multiplier pertanian dan

dekomposisinya untuk menggambarkan perubahan struktural sektor pertanian dan

industri.

Hasil analisis yang dilakukan Vogel (1991) menyimpulkan bahwa:

Pertama, sektor pertanian memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat dan

keterkaitan ke depan yang lemah dalam memenuhi kualifikasi pertanian sebagai

leading sector dalam strategi industrialisasi Hirschman. Dekomposisi multiplier

produksi ini menyoroti kontribusi penting dari permintaan rumahtangga pertanian,

membuat ADLI sebagai suatu alternatif kebijakan yang menarik. Kedua,

multiplier pendapatan sektor pertanian rumahtangga perdesaan lebih mendominasi

daripada rumahtangga perkotaan pada negara-negara berpendapatan rendah dan

menengah, sebaliknya untuk negara-negara berpendapatan tinggi. Dekomposisi

multiplier pendapatan rumahtangga perkotaan memberikan imbas terhadap

konsumen rumahtangga perdesaan dan permintaan input antara sektor pertanian.

Ketiga, multiplier pengeluaran rumahtangga pada sektor pertanian dan

dekomposisinya menggambarkan efek Engel dan efek substitusi dari produksi

Page 48: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

58

pertanian terhadap permintaan akhir untuk penggunaan input antara. Multiplier

pengeluaran rumahtangga perdesaan pada sektor non pertanian ditemukan

menjadi kunci keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor industri. Keempat,

path dari perubahan struktural multiplier impor sektor pertanian memperlihatkan

suatu hambatan struktural dalam mengimplementasi strategi ADLI untuk negara-

negara berpendapatan rendah.

Studi tentang strategi pembangunan industri yang lebih kompleks

dilakukan Bautista et al. (1999), yang mengukur pengaruh dari tiga alternatif

pembangunan industri terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan

analisis multiplier SAM dan CGE. Tiga alternatif industri yang dimaksudkan

adalah agricultural demand-led industry (ADLI, industri berbasis permintaan

sektor pertanian) food processing-based industry (FPB, industri berbasis

pengolahan pangan), dan light manufacturing-based industry (LMB, industri

berbasis manufaktur ringan).

Analisis menggunakan data SAM Indonesia tahun 1995 ini lebih

difokuskan dari sisi permintaan. Model SAM yang dibentuk terdiri dari 17 sektor

produksi, 6 faktor produksi, 7 kelompok pendapatan rumahtangga, 3 neraca

pemerintahan dan 1 neraca masing-masing untuk perusahaan, modal serta rest of

the world (ROW). Analisis yang dilakukan meliputi: Pertama, analisis multiplier

yang menghitung pengaruh multiplier langsung dan tidak langsung akibat adanya

injeksi dari penerimaan eksogen terhadap sektor-sektor yang mendorong strategi

pembangunan ketiga alternatif industri tersebut. Dalam hal ini, multiplier

pendapatan yang diperoleh akan menunjukkan dampak keterkaitan ekonomi pada

sektor-sektor produksi, dengan asumsi bahwa tidak ada kendala dalam penawaran.

Page 49: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

59

Multiplier pendapatan yang dihitung juga selalu dihubungkan dengan kelompok-

kelompok rumahtangga yang berbeda, dengan maksud untuk menggambarkan

adanya hubungan antara pertumbuhan dan pemerataan. Kedua, mengukur tingkat

pemerataan pendapatan dengan membandingkan perubahan pendapatan pada

berbagai kelompok rumahtangga menurut strategi ADLI, FPB dan LMB, dengan

pusat perhatian pada kelompok farm worker (tenaga kerja pertanian), small farm

(usahatani kecil), nonfarm low-income (rumahtangga pertanian berpendapatan

rendah), dan urban low-income (rumahtangga perkotaan berpendapaan rendah).

Dari analisis yang dilakukan Bautista et al. (1999) dapat disimpulkan

bahwa pembangunan industri yang berorientasi pada komoditas pertanian lebih

tinggi dan signifikan pengaruhnya terhadap kenaikan riil GDP Indonesia

dibandingkan dengan pembangunan industri yang berorientasi pada pengolahan

makanan dan industri ringan. Dari aspek distribusi pendapatan, pengaruh

kenaikan GDP lebih besar terhadap perubahan pendapatan kelompok

rumahtangga yang berpendapatan rendah, baik di sektor pertanian maupun di

sektor non pertanian.

Suwandee (1996) melakukan studi dengan tujuan untuk menganalisis

hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara pertumbuhan sektor pertanian

dan industri. Perhatian studi ini adalah untuk memperoleh bukti bahwa kemajuan

sektor pertanian dan pertumbuhan industri memberikan kontribusi satu sama lain

dalam proses pembangunan. Studi ini menggunakan data Jepang, Korea Selatan

dan Taiwan yang cenderung memberlakukan derajat proteksi yang tinggi terhadap

sektor pertanian, di sisi lain digunakan data Indonesia, Malaysia dan Thailand

yang cenderung tidak berpihak terhadap sektor pertanian.

Page 50: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

60

Suwandee (1996) melakukan analisis dalam dua dua tahap. Tahap

pertama, menyelidiki keberadaan hubungan jangka panjang antara output

pertanian dan industri menggunakan analisis cointegration. Tahap kedua,

menyelidiki hubungan jangka pendek antara pertumbuhan output pertanian dan

industri dengan menggunakan metode error correction. Hasil analisis

cointegration dari model bivariate menunjukkan bahwa ada hubungan jangka

panjang antara output pertanian dan industri pada kasus Jepang, Korea Selatan,

Malaysia, Taiwan dan Thailand, sedangkan pada kasus Indonesia tidak ada

hubungan. Dari analisis dengan metode error correction ditemukan bahwa ada

hubungan bi-directional (dua arah) antara sektor pertanian dan pertumbuhan

industri pada semua negara, kecuali pada kasus Malaysia.

Studi tentang pembangunan ekonomi lainnya dilakukan oleh Kahn dan

Thorbecke (1989) serta Sinha et al. (1999). Kahn dan Thorbecke (1989)

melakukan studi dengan tujuan untuk menganalisis efek makroekonomi dari

pemilihan teknologi terhadap output, tenaga kerja dan distribusi pendapatan. Efek

makroekonomi, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pemilihan

teknologi ini dianalisis dengan menggunakan kerangka SAM Indonesia yang

terdiri dari 78 neraca. Dalam studi ini pilihan teknologi pada tingkat sektoral

disajikan dengan melakukan agregasi beberapa sektor (diambil sebanyak 12

sektor yang dianggap mewakili kriteria teknologi yang didasarkan pada asumsi

peneliti) secara dualistik – pilihan teknologi yang digunakan terdiri dari dua

teknik, yaitu tradisional dan modern. Dengan menggolongkan ke-12 sektor

tersebut ke dalam 6 sektor tertentu, dampak dari adanya substitusi secara

menyeluruh dari teknologi tradisional ke dalam teknologi modern, teramati

Page 51: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

61

dengan menggunakan agregasi SAM. Dalam studi ini peneliti menggunakan alat

analisis fixed price multiplier (multiplier harga tetap) yang membantu

memperlihatkan dampak awal dari pemilihan teknik teknologi yang digunakan.

Dari analisis yang dilakukan Kahn dan Thorbecke (1989) dapat

disimpulkan bahwa: Pertama, pola distribusi pendapatan dan tenaga kerja sangat

sensitif terhadap pengadopsian teknik baru. Kedua, teknik tradisional

menghasilkan efek output, tenaga kerja dan pendapatan yang lebih besar

dibandingkan teknik modern. Namun jika pilihan ditujukan pada penggunakan

teknologi modern maka rumahtangga perkotaan akan lebih menikmati

dampaknya, meskipun secara umum teknologi dengan teknik modern akan

memberikan pendapatan yang lebih besar bagi perusahaan sebagai institusi lain di

dalam kerangka SAM dibandingkan dengan yang diberikan oleh teknologi dengan

teknik tradisional.

Sinha et al. (1999) melakukan studi dengan menggunakan model SAM

mencoba membangun suatu kerangka makroekonomi sektor formal dan informal

dalam kerangka perekonomian India, dengan fokus analisis adalah sektor formal

dan informal pada faktor produksi dan rumahtangga. Model SAM yang dibangun

terdiri atas 24 sektor produksi dan nilai tambahnya, masing-masing dipisahkan

menjadi sektor formal dan informal. Faktor produksi dari 24 sektor tersebut

kemudian dibedakan atas empat kelompok, yaitu informal labor, formal labor,

informal capital dan formal capital. Keempat faktor produksi tersebut dianalisis

menurut wilayah urban (perkotaan) dan rural (perdesaan). Lebih lanjut, analisis

terhadap rumahtangga di perkotaan dan perdesaan, dipisahkan tipe-tipe

rumahtangga sebagai berikut: (1) untuk sektor formal terdiri atas: rural poor,

Page 52: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

62

rural middle, rural rich, urban poor, urban middle dan urban rich; (2) untuk

kelompok sektor informal terdiri atas: rural poor-agriculture, rural middle-

agriculture, rural rich-agriculture, urban poor, urban middle dan urban rich.

Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa simulasi kenaikan ekspor tekstil

pada sektor formal dan informal sebesar 20 persen merupakan skenario yang

paling baik, karena dapat meningkatkan pendapatan faktor produksi dan

rumahtangga yang paling tinggi, baik pada sektor formal maupun informal. Nilai

rata-rata yang dihasilkan menunjukkan bahwa faktor produksi pada sektor formal

tampaknya lebih banyak merasakan dampak dari naiknya ekspor tekstil tersebut.

Sedangkan dari aspek distribusi pendapatan dapat diungkapkan bahwa pendapatan

rumahtangga di sektor informal meningkat lebih besar dibandingkan sektor

formal.

Antara (1999), dengan menggunakan pendekatan SAM melakukan analisis

dampak pengeluaran pemerintah dan wisatawan terhadap kinerja perekonomian

Bali. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa produksi tanaman pangan

menimbulkan efek pengganda, dimana peningkatan produksi padi berperan besar

dalam meningkatkan permintaan produk prosuk industri alat angkutan.

Peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur ekonomi sebesar

15 persen berdampak menumbuhkan perekonomian Bali sebesar 0.05 persen,

pendapatan rumah tangga 0.05 persen, sektor produksi 0.09 persen dan

khususnya sektor produksi pertanian 0.10 persen.

Berbeda dengan studi studi sebelumnya yang pada umumnya secara

terpisah menggunakan alat analisis ekonomi mikro atau ekonomi regional dalam

memberikan telaahan terhadap suatu kebijakan pembangunan pertanian,

Page 53: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · menjadi teori pembangunan pertanian. Namun demikian, menurut Hayami dan Ruttan (1985) model pembangunan ekonomi dan pertanian tetap

63

penelitian ini menggunakan ke duanya secara bersama-sama. Kajian aspek

ekonomi mikro bertujuan pertama untuk untuk melihat kondisi dayasaing dan

efisiensi perkebunan kelapa sawit petani plasma dan perkebunan kelapa sawit

perusahaan inti. Ke dua, menganalisis besarnya dampak kebijakan pemerintah

(penetapan upah, suku bunga, dan berbagai kebijakan output) dan perubahan

berbagai faktor eksternal (perubahan harga ouput, harga input, nilai tukar dan

perubahan-perubahan lainnya) terhadap dayasaing dan efisiensi perkebunan

kelapa sawit perusahaan inti dan perkebunan kelapa sawit petani plasma di

Kabupaten Siak.

Dari kajian aspek ekonomi regional perkebunan kelapa sawit perkebunan

kelapa sawit dapat diketahui bagaimana struktur perekonomian Kabupaten Siak

dan peranan perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian regional Kabupaten

Siak. Penelitian ini menganalisis dampak dari pengembangan perkebunan kelapa

sawit terhadap perekonomian regional Kabupaten Siak baik dari sisi peningkatan

output bruto, peningkatan nilai tambah, keterkaitan antar sektor dan pemerataan

pendapatan.

Dari hasil penelitian ini juga dapat diketahui apakah pegembangan kelapa

sawit di Kabupaten Siak dapat mendorong tercapainya tripple track strategy yang

diusung pemerintah pusat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus

tercapainya pengurangan kesenjangan pendapatan, kemiskinan dan pengangguran.