ii. tinjauan pustaka - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/157/12/bab ii.pdf · pola pemasangan...

25
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paving Block Paving block atau bata beton menurut SNI 03-0691-1996 adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambah lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut. Sedangkan menurut SK SNI T-04-1990-F, paving block adalah segmen-segmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci. Paving block merupakan salah satu jenis beton non struktural yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan jalan, pelataran parkir, trotoar, taman dan keperluan lain. Bata beton terbuat dari campuran semen portland tipe I dan air serta agregat sebagai bahan pengisi (www.dikti.org). 1. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan SK SNI T-04-1990-F, klasifikasi paving block didasarkan atas bentuk, tebal, kekuatan dan warna. Klasifikasi tersebut antara lain : a. Klasifikasi berdasarkan bentuk Bentuk paving block secara garis besar terbagi atas dua macam bentuk, yaitu :

Upload: phamthuy

Post on 11-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Paving Block

Paving block atau bata beton menurut SNI 03-0691-1996 adalah suatu

komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau

bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan

tambah lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut. Sedangkan

menurut SK SNI T-04-1990-F, paving block adalah segmen-segmen kecil

yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang

dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci. Paving block

merupakan salah satu jenis beton non struktural yang dapat dimanfaatkan

untuk keperluan jalan, pelataran parkir, trotoar, taman dan keperluan lain.

Bata beton terbuat dari campuran semen portland tipe I dan air serta agregat

sebagai bahan pengisi (www.dikti.org).

1. Klasifikasi Paving Block

Berdasarkan SK SNI T-04-1990-F, klasifikasi paving block didasarkan

atas bentuk, tebal, kekuatan dan warna. Klasifikasi tersebut antara lain :

a. Klasifikasi berdasarkan bentuk

Bentuk paving block secara garis besar terbagi atas dua macam bentuk,

yaitu :

7

1. Paving block bentuk segi empat

2. Paving block bentuk segi banyak

Gambar 1. Macam-macam Bentuk Paving Block

Pola pemasangan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan

penggunaannya. Pola yang umum dipergunakan ialah susun bata

(strecher), anyaman tikar (basket weave), dan tulang ikan (herring

bone). Untuk perkerasan jalan diutamakan pola tulang ikan karena

mempunyai kuncian yang baik. Dalam proses pemasangannya, paving

block biasanya ditutup dengan pasak yang berbentu topi uskup.

Gambar 2. Pola Pemasangan Paving Block

Gambar 3. Bentuk Pasak Topi Uskup

8

b. Klasifikasi berdasarkan ketebalan

Ketebalan paving block ada 3 macam, yaitu :

1. Paving block dengan ketebalan 60 mm, untuk konstruksi

perkerasan lalu lintas ringan.

2. Paving block dengan ketebalan 80 mm, untuk konstruksi

perkerasan lalu lintas sedang sampai berat.

3. Paving block dengan ketebalan 100 mm, untuk konstruksi

perkerasan super berat.

c. Klasifikasi berdasarkan kelas penggunaannya

Pembagian paving block berdasarkan kelas penggunaannya, yaitu :

1. Mutu A, digunakan untuk jalan, dengan kuat tekan 35 Mpa – 40

Mpa.

2. Mutu B, digunakan untuk pelataran parkir dengan kuat tekan 17

Mpa – 20 Mpa.

3. Mutu C, digunakan untuk pejalan kaki dengan kuat tekan 12,5 Mpa

– 15 Mpa.

4. Mutu D digunakan untuk taman dan penggunaan lain dengan kuat

tekan 8,5 Mpa – 10 Mpa.

2. Standar Mutu Paving Block

Paving block untuk lantai harus memenuhi persyaratan SNI 03-0691-1996

tentang bata beton untuk lantai adalah sebagai berikut :

9

a. Sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk yang

sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan

rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

b. Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari

persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen

memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk, ukuran

dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.

c. Penyimpangan tebal paving block untul lantai diperkenankan ± 3 mm.

d. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik sebagai

berikut :

Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block

Mutu Kegunaan

Kuat Tekan Ketahanan Aus Penyerapan Air

(Kg/cm²) (mm/menit) rata-rata maks

Rata² Min Rata² Min ( % )

A Perkerasan Jalan 400 350 0,009 0,103 3

B Tempat Parkir Mobil 200 170 0,13 1,149 6

C Pejalan Kaki 150 125 0,16 1,184 8

D Taman Kota 100 85 0,219 0,251 10

Sumber : SNI 03-0691-1996

e. Paving block untuk lantai apabila di uji dengan natrium sulfat tidah

boleh cacat dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%.

f. Toleransi ukuran yang disyaratkan adalah ± 2 mm untuk ukuran

panjang dan lebar serta tebal bidang ± 3 mm.

10

B. Tanah

1. Definisi Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)

mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu

sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang

berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-

ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Adapun menurut R.F. Craig (Mekanika Tanah Edisi Ke-4), tanah adalah

akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar

partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

Tanah menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk

yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat

digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan

contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).

Tanah memiliki beberapa sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan

basah mempunyai sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering menjadi

keras, sedangkan bila dibakar menjadi kuat dan padat.

2. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan

mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan

kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk

11

menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah

serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari

tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data

dasar. Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa

jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke

dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan

pemakaiannya.

Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk

menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi

tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995). Klasifikasi tanah berfungsi

untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta

kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti

karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya

(Bowles, 1991).

Banyak sistem klasifikasi tanah yang sering digunakan antara lain :

a. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem ini diusulkan oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun 1942

untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya. Menurut

sistem ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-

masing diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada

setiap jenis (Hendarsin, 2000), yaitu:

12

Tabel 2. Simbol Pada Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol

Kerikil

Pasir

Lanau

Lempung

Organik

Gambut

G

S

M

C

O

Pt

Gradasi Baik

Gradasi Buruk

Berlanau

Berlempung

WL<50%

WL>50%

W

P

M

C

L

H

Sumber : Bowles, 1989

Dimana :

W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik),

P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),

L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),

H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).

1) Tanah berbutir kasar (Coarse-grained-soil), adalah tanah yang

mempunyai persentase lolos saringan No.200 < 50%. Tanah

berbutir kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :

a) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan

pada saringan No. 4

b) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada

diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200

2) Tanah berbutir halus (Fine-grained-soil), adalah tanah dengan

persentase lolos saringan No.200 > 50%.

Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik

(C) dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu

terletak pada grafik plastisitas.

13

3) Tanah Organis

Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu

kelompok Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak

mempunyai sifat sebagai bahan bangunan yang diinginkan. Tanah

khusus dari kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur

dengan tekstur organis yang tinggi. Komponen umum dari tanah

ini adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan atau bahan-bahan

yang regas lainnya.

14

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS

Tan

ah b

erbu

tir

kas

ar≥

50%

bu

tira

n

tert

ahan

sar

ing

an N

o. 20

0 Ker

ikil

50

%≥

fra

ksi

kas

ar

tert

ahan

sar

ing

an N

o. 4

Ker

ikil

ber

sih

(han

ya

ker

ikil

)

GW

Kerikil bergradasi-baik dan

campuran kerikil-pasir, sedikit

atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Kla

sifi

kas

i ber

das

arkan

pro

sen

tase

buti

ran

hal

us

; K

ura

ng

dar

i 5%

lolo

s sa

rin

gan

no

.20

0:

GM

,

GP

, S

W,

SP

. L

ebih

dar

i 12

% l

olo

s sa

ring

an n

o.2

00

: G

M,

GC

, S

M,

SC

. 5%

- 1

2%

lo

los

sari

ng

an N

o.2

00 :

Bat

asan k

lasi

fik

asi

yan

g m

empu

ny

ai s

imb

ol

dobel

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan

campuran kerikil-pasir, sedikit

atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk

GW K

erik

il d

eng

an

Buti

ran

hal

us GM

Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A

atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada

didaerah arsir

dari diagram plastisitas, maka

dipakai dobel

simbol GC

Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A

atau PI > 7

Pas

ir≥

50

% f

rak

si k

asar

lolo

s sa

ring

an N

o. 4

Pas

ir b

ersi

h

(h

any

a p

asir

) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir

berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran

halus

Cu = D60 > 6 D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir

berkerikil, sedikit atau sama

sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk

SW

Pas

ir

den

gan

buti

ran

hal

us

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A

atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada

didaerah arsir dari diagram

plastisitas, maka

dipakai dobel simbol

SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A

atau PI > 7

Tan

ah b

erbu

tir

hal

us

50%

ata

u l

ebih

lo

los

ayak

an N

o. 200

Lan

au d

an l

emp

un

g b

atas

cai

r ≤

50

%

ML

Lanau anorganik, pasir halus

sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas: Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang

terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.

Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan

dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A CL-ML

20

4 ML ML atau OH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Garis A : PI = 0.73 (LL-20)

CL

Lempung anorganik dengan

plastisitas rendah sampai dengan

sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung

berlanau, lempung “kurus” (lean

clays)

OL

Lanau-organik dan lempung

berlanau organik dengan

plastisitas rendah

Lan

au d

an l

emp

un

g b

atas

cai

r ≥

50

%

MH

Lanau anorganik atau pasir halus

diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung

“gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan

plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan

kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-

tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

Batas Cair (%)

Bat

as P

last

is (

%)

15

b. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association Of State

Highway And Transportation Officials)

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar

yaitu A-11 sampai dengan A-7 termasuk sub-sub kelompok. Tanah

yang termasuk dalam golongan A-1 , A-2, dan A-3 masuk kedalam

tanah berbutir kasar dimana 35% atau kurang dari jumlah butiran

tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang masuk dalam

golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah berbutir halus.

Secara garis besar sistem klasifikasi ini didasarkan pada :

1. Ukuran butiran ; kerikil adalah bagian tanah yang lolos saringan

diameter 75 mm dan tertahan saringan No.200; pasir adalah tanah

yang lolos saringan No. 10 dan tertahan No. 200; Lanau dan

lempung adalah tanah yang lolos saringan No. 200.

2. Plastisitas, tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10

atau kurang. Sedangkan tanah berlempung indeks plastisnya

sebesar 11 atau lebih.

3. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat

batuan yang ukurannya lebih besar dari 75 mm, maka batuan

tersebut harus dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus tetap

dicatat.

16

Tabel 4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-1

A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis ayakan (%

lolos)

No.10

No.40

No.200

Maks 50

Maks 30

Maks 15

Maks 50

Maks 25

Min 51

Maks 10

Maks 35 Maks 35

Maks 35

Maks 35

Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40

Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas (PI)

Maks 6

NP

Maks 40

Maks 10

Min 41

Maks 10

Maks 40

Min 11

Min 41

Min 41

Tipe material yang

paling dominan

Batu pecah, kerikil

dan pasir

Pasir

halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau

berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (%

lolos)

No.10

No.40

No.200

Min 36

NNNNNN

Min 36

Min 36

Min 36

Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40

Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40

Maks 10

Maks 41

Maks 10

Maks 40

Maks 11

Min 41

Min 11

Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek

Sumber: Das (1995).

Dan terakhir adalah sistem klasifikasi berdasarkan tekstur dan ukuran.

Sistem klasifikasi berdasarkan tekstur dan ukuran ini dikembangkan oleh

Departemen Pertanian Amerika dan Klasifikasi Internasional yang

dikembangkan oleh Atterberg. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi

kerikil (Gravel), pasir (Sand), lanau (Silt) dan lempung (Clay) (Das, 1993).

Sistem ini relatif sederhana karena hanya membagi tanah dalm beberapa

kelompok, yaitu :

17

Pasir : Butiran dengan diameter 2,0 – 0,05 mm.

Lanau : Butiran dengan diameter 0,05 – 0,02 mm.

Lempung : Butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,02 mm.

C. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan

batu bata, dimana tanah liat mudah didapat karena banyak ditemukan di areal

pertanian terutama persawahan. Tanah lempung dan mineral lempung adalah

tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan

sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953). Untuk

menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya

saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM D-

653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel

yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm. Tanah liat memiliki

karakteristik tersendiri yaitu bila dalam keadaan basah akan mempunyai sifat

plastis tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi keras. Sedangkan bila

di bakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya masyarakat

memanfaatkan tanah liat atau lempung ini sebagai bahan baku pembuatan

batu bata dan gerabah.

Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah yang

sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil. Sifat lapisan tanah ini

adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien

permeabilitas yang kecil dan memiliki daya dukung rendah.

18

Das (1994), menerangkan bahwa tanah lempung merupakan tanah dengan

ukuran mikronis sampai dengan sub-mikronis yang dari pelapukan unsur–

unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan

kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi

lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo,

2003) :

a. Ukuran butiran halus, kurang dari 0,002 mm.

b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi.

d. Bersifat sangat kohesif

e. Kadar kembang susut yang tinggi.

f. Proses konsolidasi lambat.

Menurut Bowles (1991), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya

memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel

lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-

lapisan molekul air yang disebut sebagai air terabsorpsi. lapisan ini akan

hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 100

0C dan akan

mengurangi plastisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang

cukup dengan pengeringan udara saja.

19

b. Flokulasi dan Dispersi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak

mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto,

ion-ion H+ dari air dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama

tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan

air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang

berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan

turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas.

Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam

larutan air akibat mineral lempung umumnya memiliki pH > 7. Flokulasi

larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang

mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali

akan mempercepat flokulasi.

c. Pengaruh zat cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang

tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas

Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai

dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat

membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di

lapangan dengan air yang telah terkontaminasi.

Menurut Ambar Astuti (1997), berdasarkan badan (body) tanah liat dapat

dibagi menurut struktur dan macam suhu pembakarannya, antara lain :

20

a. Earthenware (Gerabah)

Earthenware dibuat dari tanah liat yang menyerap air, dibakar pada suhu

rendah dari 900-1060 0C. Dalam pembentukan mempunyai kekuatan

cukup karena plastis, namun setelah dibakar kekuatannya berkurang dan

sangat berpori. Karena itu kemampuan absorpsi air lebih dari 3%.

b. Terracotta

Terracotta adalah jenis bahan tanah liat merah juga. Dengan penambahan

pasir atau grog/chamotte (tepung tanah liat bakar), badan ini dapat

dibakar sampai suhu stoneware (1200-1300 0C).

c. Gerabah putih

Merupakan jenis gerabah berwarna putih, cukup plastis, badan kuat dan

dapat dibakar pada suhu tinggi (12500C).

d. Stoneware (benda batu)

Stoneware dikatakan demikian karena komposisi mineralnya sama dengan

batu. Penyerapan airnya 1 – 5%, jenis ini dapat dibakar medium (11500C)

yaitu stoneware merah dan dapat dibakar suhu tinggi (12500C) yaitu jenis

stoneware abu-abu.

e. Porcelain (porselen)

Porcelain adalah suatu jenis badan yang terstruktur halus, putih dan keras

bila dibakar. Kemampuan absorpsinya 0 – 2%, sedangkan suhu bakar

21

tinggi (12500C) untuk jenis porselen lunak dan suhu bakar tinggi sekali

(>14000C) untuk porselen keras.

Menurut Daryanto (1994), tanah liat (lempung) mempunyai sifat-sifat dan

unsur kimia yang penting, antara lain :

a. Plastisitas

Plastisitas atau keliatan tanah ditentukan oleh kehalusan partikel-partikel

didalamnya. Kandungan plastisitas tanah liat bervariasi, plastisitas

berfungsi sebagai pengikat dalam proses pembentukan sehingga batu bata

yang dibentuk tidak mengalami keretakan atau berubah bentuk. Tanah liat

dengan plastisitas tinggi juga akan sukar dibentuk sehingga perlu

ditambahkan bahan lain.

b. Kemampuan bentuk

Tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik, batu bata dan

genteng harus memiliki kemampuan bentuk agar dapat berdiri tanpa

mengalami perubahan bentuk baik pada waktu proses maupun setelah

pembentukan serta dapat mempertahankan bentuknya.

c. Daya Suspensi

Daya suspensi adalah sifat yang memungkinkan suatu bahan tetap dalam

cairan. Flokulan merupakan suatu zat yang akan menyebabkan butiran-

butiran tanah liat berkumpul menjadi butiran yang lebih besar dan cepat

mengendap.

22

d. Penyusutan

Tanah liat akan mengalami dua kali penyusutan, yakni susut kering

(setelah mengalami proses pengeringan) dan susut bakar (setelah

mengalami proses pembakaran). Penyusutan terjadi karena menguapnya

air selaput pada permukaan dan air pembentuk atau air mekanis sehingga

butiran-butiran tanah liat menjadi rapat. Pada dasarnya susut bakar dapat

dianggap sebagai susut keseluruhan dari tanah liat sejak dibentuk,

dikeringkan sampai dibakar. Tanah liat yang terlalu plastis pada

umumnya memiliki persentase penyusutan lebih dari 15% sehingga

mengalami resiko retak/pecah yang tinggi. Untuk mengatasinya dapat

ditambahkan pasir halus.

e. Suhu bakar

Suhu bakar berkaitan langsung dengan suhu kematangan, yaitu kondisi

benda yang telah mencapai kematangan pada suhu tertentu secara tepat

tanpa mengalami perubahan bentuk, sehingga dapat dikatakan tanah liat

tersebut memiliki kualitas kemampuan bakar. Dalam proses pembakaran

tanah liat akan mengalami proses perubahan (ceramic change) pada suhu

sekitar 6000C, dengan hilangnya air pembentuk.

f. Warna bakar

Warna bakar tanah liat dipengaruhi oleh zat/bahan yang terikat secara

kimiawi pada kandungan tanah. Warna pada tanah liat disebabkan oleh

zat yang mengotorinya. Warna abu-abu sampai hitam mengandung zat

23

arang dan sisa-sisa tumbuhan, warna merah disebabkan oleh oksida besi

(Fe). Perubahan warna batu bata merah dari keadaan mentah sampai

setelah dibakar biasanya sulit dipastikan.

Berikut tabel perkiraan perubahaan warna tanah liat mentah setelah proses

pembakaran.

Tabel 5. Perkiraan Perubahaan Warna Tanah Liat Setelah Proses

Pembakaran

Warna Tanah Liat Mentah Kemungkinan perubahan warna

setelah dibakar

Merah Merah atau coklat

Kuning tua Kuning tua, coklat atau merah

Coklat Merah atau coklat

Putih Putih atau putih kekuningan

Abu-abu atau hitam Merah, kuning tua atau putih

Hijau Merah

Merah, kuning, abu-abu tua Pertama merah lalu krem, kuning

tua atau kuning kehijauan pada

saat melebur.

g. Porositas

Porositas atau absorpsi adalah persentase penyerapan air oleh badan

keramik atau batu bata. Persentase porositas ditentukan oleh jenis badan,

kehalusan unsur badan, penambahan pasir, kepadatan dinding bahan, serta

suhu bakarnya. Tanah liat poros biasanya fragile, artinya pada bentuk

tertentu bila mendapatkan sentakan agak keras akan mudah patah/pecah.

24

h. Kekuatan Kering

Merupakan sifat tanah liat yang setelah dibentuk dan kondisinya cukup

kering mempunyai kekuatan yang stabil, tidak berubah bila diangkat

untuk keperluan finishing, pengeringan serta penyusunan dalam

pembakaran. Kekuatan kering dipengaruhi oleh kehalusan butiran, jumlah

air pembentuk, pencampuran dengan bahan lain dan teknik pembentukan.

i. Struktur Tanah

Merupakan perbandingan besar butiran-butiran tanah dengan bentuk

butiran-butiran tersebut. Sifat liat, susut kering dan kekuatan kering

sangat tergantung dari struktur tanah liatnya. Stuktur tanah liat dibedakan

dalam dua golongan yaitu tanah liat sebagai struktur halus dan pasir

sebagai struktur kasar.

j. Slaking

Merupakan sifat tanah liat yaitu dapat hancur dalam air menjadi butiran-

butiran halus dalam waktu tertentu pada suhu udara biasa. Makin kurang

daya ikat tanah liat semakin cepat hancurnya. Sifat slaking ini

berhubungan dengan pelunakan tanah liat dan penyimpanannya. Tanah

liat yang keras membutuhkan waktu lama untuk hancur, sedangkan tanah

liat yang lunak membutuhkan waktu yang lebih cepat.

Perubahan yang akan terjadi pada tanah lempung pada saat proses

pembakaran, antara lain :

25

a. Pada temperatur ± 1500C, terjadi penguapan air pembentuk yang

ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan paving block

mentah.

b. Pada temperatur antara 4000C – 600

0C, air yang terikat secara kimia dan

zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.

c. Tahap oksidasi, terjadi pembakaran sisa-sisa tumbuhan (karbon) yang

terdapat di dalam tanah liat. Proses ini berlangsung pada suhu 650 –

8000C.

d. Pada temperatur diatas 8000C, terjadi perubahan-perubahan kristal dari

tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-

pori sehingga paving block menjadi padat dan keras.

e. Tahap pembakaran penuh. Bata dibakar hingga matang dan menjadi bata

padat.

f. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil

dan umumnya mempengaruhi warna paving block.

g. Tanah lempung yang mengalami susut kering kembali mengalami susut

yaitu susut bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat

seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah

lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah

lempung atau liat oleh pengaruh udara maupun air.

D. Kapur

Kapur merupakan salah satu jenis dari batuan. Batuan merupakan suatu

produk alam gabungan dari hablur mineral yang menyatu dan memadat,

26

hingga memiliki derajat kekerasan tertentu yang terbentuk secara alamiah

melalui proses pelelehan, pembekuan, pengendapan dan perubahan alamiah

lainnya. Batuan dapat diklasifikasikan menurut komposisi kandungan mineral

dari batuan tersebut, dimana penggunaan batu pada konstruksi bangunan

dibedakan menjadi, batuan kapur dan batuan yang mengandung bahan utama

silikat. Batuan kapur merupakan bahan bangunan yang sudah dikenal sejak

zaman Mesir Kuno. Kapur ini lebih bersifat sebagai pengikat apabila

dicampur dengan bahan lain dengan perbandingan tertentu, sebagai contoh

kapur dicampur dengan pasir dan portland cement (PC). Bahan pengikat

berfungsi menaikkan kekuatan ikatan atau dalam struktur mikro menaikkan

kekuatan/gaya tarik atom/senyawa.

Kelebihan kapur sebagai bahan pengikat ini sangat dipengaruhi oleh sifat-

sifat kapur sebagai berikut :

1. Kapur mempunyai sifat plastik yang baik, dalam arti tidak getas.

2. Sebagai bahan pengikat, kapur dapat mengeras dengan mudah dan cepat

sehingga memberikan kekuatan ikat kepada dinding.

3. Mudah dikerjakan tanpa harus melalui proses pabrik.

Dalam kehidupan sehari-hari di pasaran dikenal beberapa jenis kapur yang

digunakan sebagai bahan bangunan, yaitu :

1. Kapur tohor (Ca.O), yaitu hasil pembakaran batu kapur alam yang

komposisinya sebagian besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3).

27

2. Kapur udara, yaitu kapur padam yang diaduk dengan air. Setelah

beberapa waktu campuran tersebut dapat mengeras di udara karena

pengikatan karbon dioksida.

3. Kapur hidrolis, merupakan kapur padam yang diaduk dengan air, setelah

beberapa waktu campuran dapat mengeras baik didalam air maupun di

udara.

Kapur telah dikenal sebagai salah satu bahan stabilisasi tanah yang baik,

terutama bagi stabilisasi tanah lempung yang memiliki sifat kembang-susut

yang besar. Tanah yang lebih dikenal dengan “tanah mengembang” akan

tetapi sifat kembang-susut tersebut akan banyak berkurang, bahkan dapat

dihilangkan bila tanah tersebut dicampur dengan kapur (Ingles dan Metealf,

1972). Adanya unsur kation Ca²+ pada kapur dapat memberikan ikatan antar

partikel yang lebih besar yang melawan sifat mengembang dari tanah .

E. Abu Sekam Padi

Abu sekam padi merupakan hasil dari sisa pembakaran sekam padi. Sekam

padi merupakan salah satu limbah dari produk pertanian, sekam padi atau

kulit padi adalah bagian terluar dari butir padi yang menjadi hasil sampingan

saat proses penggilingan padi dilakukan. Bila sekam padi dibakar pada suhu

terkontrol maka akan menghasilkan sisa pembakaran yang mempunyai sifat

pozzolan yang tinggi. Abu sekam padi yang mengandung lebih dari 70%

silika sehingga termasuk kedalam bahan pozzolan, merupakan bahan yang

sudah populer digunakan untuk bahan tambah (admixture) dalam pembuatan

beton, karena silika akan bereaksi dengan semen dan air membentuk kalsium

28

silikat hidrat yang dapat berfungsi sebagai perekat (Subakti, dalam Putra,

2006). Abu sekam padi yang memiliki ukuran butiran partikel yang tidak

lolos ayakan 45 µm akan memiliki bentuk yang tidak teratur dan porositas

internalnya sangat tinggi.

Berdasarkan studi literarur, diperoleh informasi bahwa abu sekam padi

mengandung silika dalam bentuk amorphous dan mempunyai sifat pozzolan

aktif. Adanya sifat pozzolan aktif ini menandakan bahwa abu sekam padi

dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air membentuk

senyawa yang bersifat mengikat. Abu sekam padi disini lebih sebagai bahan

pengisi (filler), dimana bahan pengisi berfungsi menambah kekuatan dan

kerapatan bahan.

F. Studi Literatur

Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan dapat dijadikan referensi

tambahan dan dapat digunakan sebagai data sekunder, diantaranya adalah :

1. Rosyidi dan Suchriana (2000) menyebutkan bahwa penambahan kapur

dan abu sekam padi pada tanah lempung terbukti dapat meningkatkan

penurunan berat volume kering maksimum dari 1,32 gr/cm3 menjadi 1,10

gr/cm3. Menurunnya berat volume kering maksimum ini menunjukkan

tanah yang telah distabilisasi dengan kapur dan abu sekam padi memiliki

sifat yang ringan.

2. Hasil penelitian John Tri Hatmoko dan Yohanes Lulie (UCS Tanah

Lempung Ekspansif Yang Distabilisasi Dengan Abu Ampas Tebu dan

Kapur, 2007) menunjukkan bahwa :

29

a. penambahan kapur pada tanah ekspansif menurunkan tekanan dan

potensi pengembangan dengan angka yang cukup signifikan. Potensi

pengembangan turun dari 12% pada tanah asli menjadi 1,12% pada

tanah dengan kadar kapur 10%. Tekanan pengembangan turun dari

340 kPa pada tanah asli menjadi 105 kPa pada tanah dengan kadar

kapur 10%.

b. Dengan bertambahnya kadar kapur, kepadatan maksimum meningkat

dan dicapai nilai maksimum pada kadar kapur 4%.

c. Semakin lama masa pemeraman semakin besar kuat tekan bebas.

Namun, mulai masa pemeraman 14 hari kenaikan kuat tekan bebas

tidak begitu besar, dapat dikatakan cenderung konstan.

3. Dalam Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Sudarsana, Ketut. Dkk, (2011) yang

berjudul “Karakteristik Batu Bata Tanpa Pembakaran Terbut Dari Abu

Sekam Padi dan Serbuk Batu Tabas” dikemukakan bahwa :

a. Kuat tekan batu bata terbesar 22,90 kg/cm2 diperoleh pada campuran I

pada umur 28 hari dengan persentase campuran 60% tanah, 30% abu

sekam padi, 0% serbuk batu tabas dan 10% semen.

b. Resapan air batu bata terendah 44,03% diperoleh pada campuran V

pada umur 28 hari dengan persentase campuran 60% semen, 0% abu

sekam padi, 30% serbuk batu tabas dan 10% semen.

4. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Temperatur Pembakaran dan

Penembahan Abu Terhadap Kualitas Batu Bata” oleh Miftakhul Huda dan

Erna Hastuti (2012) memberikan penjelasan mengenai :

30

a. Batu bata yang berkualitas baik yaitu pada komposisi perbandingan

tanah : abu (1 : 1,5).

b. Untuk menghasilkan batu bata yang berkualitas baik diperlukan

temperatur tinggi dalam proses pembakaran antara 10000C – 1020

0C

karena pada suhu tinggi batu bata mengalami ikatan partikel yang

sempurna, partikel-pertikel mengalami perubahan bentuk yang saling

mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi lebih kuat dan keras.

c. Pada suhu tinggi antara 10000C – 1020

0C didapat kuat tekan terbesar

sebesar 30,5 kg/cm2, nilai densitas sebesar 1,188.10

4 kg/cm

3, nilai

porositasnya sebesar 11,2% dan nilai susur bakarnya sebesar 0,52%.

5. Hasil penelitian Christiawan dan Seno Darmanto (Perlakuan Bahan Bata

Merah Berserat Abu Sekam Padi, Universitas Diponegoro) menunjukkan

bahwa :

1. Penambahan serat alam (abu sekam padi) pada campuran cenderung

meningkatkan produksi bata sehubungan kenaikan volume campuran,

dikarenakan bata berseta abu sekam padi mempunyai massa relatif

lebih rendah dibandingkan dengan bata murni.

2. Disisi lain kenaikan kadar abu sekam padi dalam spesimen bata akan

meningkatkan penyusutan bata yang ditandai dengan dimensi

spesimen yang berkurang. Sehingga kuat tekan bata dengan pengisi

abu sekam padi cenderung menurun dibandingkan dengan kuat tekan

bata murni.