ii tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan....

25
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkotaan dan Lingkungan Richardson (1978) menyatakan kota merupakan suatu wilayah administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah, kepadatan penduduknya tinggi, sebagian besar wilayahnya merupakan daerah terbangun dengan jalur lalu lintas dan transportasi, merupakan kegiatan perekonomian non–pertanian. Budihardjo dan Hardjohubodjo (1993) menyatakan kota-kota di Indonesia pada umumnya berkembang secara laissez-faire, tanpa dilandasi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Kota-kota di Indonesia tidak betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu relatif pendek. Berkaitan dengan tata guna lahan perkotaan, Almeida et al. (2003) melakukan penelitian mengenai permodelan dinamik tata guna lahan perkotaan berkelanjutan. Eksperimen dilakukan dengan membangun sebuah panduan metodologis untuk pemodelan perubahan tata guna lahan perkotaan melalui metode statistik ”pembobotan bukti”. Variabel-variabel yang menjelaskan dapat bersifat endogen (melekat dalam sistem transformasi tata guna lahan) atau eksogen (di luar sistem). Variabel-variabel endogen berkaitan dengan ciri-ciri lingkungan alam dan buatan manusia maupun berbagai aspek sosial ekonomi dari sebuah kota, seperti legislasi peruntukan dan legislasi perkotaan; prasarana teknik dan sosial; topografi; kawasan lindung/konservasi; pasar real estate; kesempatan kerja; adanya pusat-pusat kegiatan yang terpolarisasi seperti mall, taman-taman tematik, tempat peristirahatan, dan seterusnya. Hasil pemodelan ini menunjukkan bahwa dinamika tata guna lahan memberikan estimasi pada perkembangan perkotaan berkelanjutan. Djayadiningrat (2001) mengungkapkan bahwa pada abad kedua puluh satu keseimbangan lingkungan hidup buatan mengalami gangguan. Inilah yang dianggap sebagai awal krisis lingkungan akibat manusia sebagai pelaku sekaligus menjadi korbannya. Berbagai fenomena terjadi akibat kesalahan yang dilakukan para pengelola kota dalam penataan ruangnya, yang dapat dilihat mulai dari aras (level). Sebagai contoh, buruknya fasilitas transportasi, kurang lancarnya telekomunikasi, serta kurang memadainya air bersih dan prasarana umum lainnya.

Upload: ngominh

Post on 08-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkotaan dan Lingkungan

Richardson (1978) menyatakan kota merupakan suatu wilayah administrasi

yang ditetapkan oleh pemerintah, kepadatan penduduknya tinggi, sebagian besar

wilayahnya merupakan daerah terbangun dengan jalur lalu lintas dan transportasi,

merupakan kegiatan perekonomian non–pertanian. Budihardjo dan Hardjohubodjo

(1993) menyatakan kota-kota di Indonesia pada umumnya berkembang secara

laissez-faire, tanpa dilandasi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Kota-kota di

Indonesia tidak betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat

menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu relatif pendek.

Berkaitan dengan tata guna lahan perkotaan, Almeida et al. (2003)

melakukan penelitian mengenai permodelan dinamik tata guna lahan perkotaan

berkelanjutan. Eksperimen dilakukan dengan membangun sebuah panduan

metodologis untuk pemodelan perubahan tata guna lahan perkotaan melalui

metode statistik ”pembobotan bukti”. Variabel-variabel yang menjelaskan dapat

bersifat endogen (melekat dalam sistem transformasi tata guna lahan) atau

eksogen (di luar sistem). Variabel-variabel endogen berkaitan dengan ciri-ciri

lingkungan alam dan buatan manusia maupun berbagai aspek sosial ekonomi dari

sebuah kota, seperti legislasi peruntukan dan legislasi perkotaan; prasarana teknik

dan sosial; topografi; kawasan lindung/konservasi; pasar real estate; kesempatan

kerja; adanya pusat-pusat kegiatan yang terpolarisasi seperti mall, taman-taman

tematik, tempat peristirahatan, dan seterusnya. Hasil pemodelan ini menunjukkan

bahwa dinamika tata guna lahan memberikan estimasi pada perkembangan

perkotaan berkelanjutan.

Djayadiningrat (2001) mengungkapkan bahwa pada abad kedua puluh satu

keseimbangan lingkungan hidup buatan mengalami gangguan. Inilah yang

dianggap sebagai awal krisis lingkungan akibat manusia sebagai pelaku sekaligus

menjadi korbannya. Berbagai fenomena terjadi akibat kesalahan yang dilakukan

para pengelola kota dalam penataan ruangnya, yang dapat dilihat mulai dari aras

(level). Sebagai contoh, buruknya fasilitas transportasi, kurang lancarnya

telekomunikasi, serta kurang memadainya air bersih dan prasarana umum lainnya.

Page 2: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

10

Rahardjo (2003) dalam penelitian mengenai upaya pengendalian lahan di

perkotaan mengungkapkan dengan semakin liberalnya ekonomi dan adanya

desentralisasi pemerintahan yang berwujud otonomi memberikan kebebasan pada

daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Sisi negatif dari kebijakan ini dapat

berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. Salah satu penyebabnya

adalah kurang baiknya pengelolaan dan penggunaan lahan. Untuk mengurangi

dampak negatif dari pemanfaatan lahan, diperlukan suatu penanganan terpadu

yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dan institusi terkait dengan lahan itu

sendiri, baik pemerintah maupun swasta. Salah satu upaya untuk menghilangkan

dan mengurangi dampak negatif tersebut adalah melalui manajemen lahan.

Kesalahan dalam manajemen lahan dapat mengakibatkan terjadinya degradasi

lahan, dan tanah berubah menjadi marjinal yang tidak dapat ditanami, serta

rusaknya ekosistem alam. Kekuatan yang mendorong degradasi lahan tersebut

antara lain, cepatnya pertambahan populasi, kebijakan ekonomi yang

mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, dan dipercepat oleh

buruknya manajemen pembangunan kota. Khusus bagi daerah perkotaan,

terbatasnya pasokan lahan mengakibatkan lahan menjadi mahal sehingga

mendorong para investor yang bergerak dalam sektor properti mengkonversi

sawah, situ dan lahan pertanian menjadi lahan permukiman.

Permasalahan perkotaan hasil kajian Ionnides dan Rossi-Hausberg (2004)

menunjukkan bahwa pertumbuhan perkotaan sebagai salah satu gejala ekonomi

berkaitan dengan proses urbanisasi. Kajian ruang kegiatan ekonomi yang diukur

dengan populasi, output dan pendapatan, pada umumnya terkonsentrasi.

Perpindahan penduduk secara besar – besaran dari pedesaan ke perkotaan telah

memicu berbagai pertumbuhan perkotaan di seluruh dunia. Gejala lain adalah

kecenderungan hilangnya ruang terbuka hijau akibat kurang jelasnya pengaturan

dan pemanfaatan ruang. Dampak yang ditimbulkan sangat menyedihkan, mulai

dari ketidaknyamanan penduduk akibat kurangnya sarana dan prasarana

lingkungan, kesengsaraan masyarakat akibat banjir, sampai masalah sosial, karena

benturan berbagai kepentingan pemanfaatan lahan. Richardson (1978)

mengungkapkan di lokasi yang dekat dengan pusat kota, penggunaan lahan yang

paling cocok adalah untuk tujuan komersial dan industri ringan. Hal ini

Page 3: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

11

disebabkan adanya akses besar yang dimiliki oleh lahan terhadap berbagai

pelayanan kota, disamping nilai lahannya sendiri.

Degradasi lingkungan tidak dapat dibiarkan terus berlangsung. Salah satu

jalan keluar untuk mengatasi degradasi lingkungan yang mengancam perkotaan

adalah upaya – upaya penyusunan tata ruang secara terpadu dan berwawasan

lingkungan. Penataan ruang tidak sekedar pengelolaan perubahan lingkungan

binaan dan alam saja, melainkan sebagai upaya untuk penyelesaian berbagai

benturan kepentingan yang berbeda.

2.2 Penataan Ruang

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

mahluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Anonim, 2007a). Untuk

mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan

berkelanjutan perlu dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmonisasikan

lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan

penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta dapat memberikan

perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus

dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang

wilayah.

Dalam proses penataan ruang wilayah harus dipahami terlebih dahulu

konsep mengenai wilayah. Ada beberapa pengertian wilayah yang terkait aspek

keruangan yang harus dipahami terlebih dahulu. Konsep wilayah dalam proses

penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang wilayah ekonomi,

ruang wilayah sosial budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang wilayah politik.

Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis (definisi yang dibatasi oleh koordinat

geografis) yang mempunyai pengertian tertentu sesuai fungsi pengamatan

tertentu. Pengertian ini menurut Rustiadi et al. (2004) akan selalu terkait dengan

aspek kepentingan sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan maupun

pertahanan.

Page 4: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

12

Secara umum beberapa pengertian wilayah ini dapat dikelompokkan sebagai

berikut (Rustiadi et al. 2004): (1) ruang wilayah ekologis adalah deliniasi fungsi

kesatuan ekosistem berbagai kehidupan alam dan buatan yang membentuk pola

ruang ekotipe dan struktur hubungan yang hirarkis antar ekotipe, misalnya daerah

aliran sungai (DAS) dengan sub DAS-nya, wilayah hutan tropis dengan struktur

bagian hutan tropisnya, (2) ruang wilayah ekonomi adalah deliniasi wilayah yang

berorientasi menggambarkan maksud fungsi ekonomi, seperti wilayah konsumsi,

perdagangan, serta aliran barang dan jasa, (3) ruang wilayah sosial budaya adalah

deliniasi wilayah yang terkait dengan budaya adat dan berbagai perilaku

masyarakatnya, misalnya wilayah adat/ marga, suku, maupun wilayah pengaruh

kerajaan, (4) wilayah politik, yaitu deliniasi wilayah yang terkait dengan batasan

administrasi, yaitu batasan ruang kewenangan kepala pemerintahan yang

mengatur dan mengelola berbagai sumberdaya alam dan pemanfaatannya untuk

kepentingan pengembangan wilayah yang akan diatur dan yang menjadi

kewenangan politik selaku penguasa wilayah. Dalam konteks pemanfaatan ruang,

pemahaman terhadap konsep ruang wilayah yang disusun berdasarkan kluster ini

menjadi penting untuk dapat secara rinci dan mudah menetapkan variabel-variabel

dominan yang mempengaruhi dalam proses pengembangan wilayah.

Penataan ruang adalah suatu proses yang melibatkan berbagai komponen

kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan buatan yang saling berkaitan secara

sistem. Faktor pendukung kegiatan utama proses penataan ruang perkotaan saling

berkaitan dan mempengaruhi secara terus menerus membentuk sistem yang

dinamis. Rustiadi et al. (2004) mengatakan bahwa perlu ada koordinasi yang

sifatnya lintas wilayah yang baik di era otonomi ini dan penyesuaian dengan

kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan rencana tata

ruang. Pernyataan ini memberikan gambaran perlu ada kebijakan atau langkah

penyesuaian terlebih dahulu untuk dapat melaksanakan rencana tata ruang yang

telah disusun. Kebijakan untuk melaksanakan suatu rencana tata ruang harus

disusun dalam suatu langkah dengan urutan prioritasnya.

Di beberapa negara, kebijakan pemanfaatan ruang dibuat melalui

penyusunan serangkaian langkah kebijakan untuk mengoperasionalkan rencana

tata ruang. Rencana tata ruang sebagai acuan makro, sedangkan langkah

Page 5: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

13

operasionalisasinya sering disebut sebagai kebijakan strategis pembangunan

(master plan) atau rencana induk pembangunan yang berisi langkah kebijakan

strategis sektor yang mengacu pada rencana tata ruang. Beberapa negara seperti

Australia, Kanada, Amerika, dan Jepang telah menerapkan prinsip pengaturan

ruang wilayah dengan membuat kebijakan-kebijakan operasional masing-masing

sektor yang mengacu pada rencana tata ruang dan ini sering disebut dengan

perencanaan penataan ruang strategis (strategic spatial planning) (Djunaedi,

2001).

Perencanaan kebijakan dan strategi dalam penataan ruang lebih untuk

menunjukkan sebuah alat untuk dapat mengoperasionalkan rencana tata ruang.

Pertimbangan perlunya arahan kebijakan dan strategi dalam operasionalisasi

rencana tata ruang antara lain: adanya persoalan koordinasi kebijakan publik

khususnya dengan pemerintah lokal, mencari cara bagaimana membuat wilayah

perkotaan lebih ekonomis dan kompetitif dengan mengembangkan asset base-nya,

perlu menetapkan bentuk kebutuhan ruang sumberdaya alam yang optimal untuk

mencapai pembangunan yang berkelanjutan, serta bagaimana mengatasi

ketidakseimbangan distribusi akses penduduk lokal untuk berhubungan dengan

wilayah perkotaan. Untuk itu Healy (2004) menetapkan kriteria dalam kebijakan

strategisnya, yaitu (1) skala pengelolaan, (2) skala posisi kota dan wilayahnya, (3)

regionalisasi, (4) kelayakan material dan identitas, (5) konsep pengembangannya,

(6) bentuk-bentuk representasi hubungan integrasi fungsional.

Dalam penyusunan rencana strategis keruangan kota, Djunaedi (2001) telah

melakukan penelitian di Kanada, Amerika, Australia, dan Zimbabwe, serta

penerapannya di Indonesia. Studi tersebut menguraikan konsep pentingnya

membuat kebijakan dan strategi dengan membuat: visi, misi, isu strategi, dan

strategi (makro atau kebijakan) yang dapat dijabarkan dalam rencana tata ruang.

Ada 2 konsep dari hasil kajian ini yaitu (1) kebijakan dan strategi disusun

bersamaan dalam satu proses untuk dijabarkan dan masuk dalam rencana tata

ruang kota, (2) disusun terlebih dahulu rencana strategis yang berisi visi, misi, isu

strategis dan kebijakannya, setelah itu baru disusun rencana tata ruang kotanya.

Kedua konsep strategi tersebut dibuat dengan menggunakan model SWOT dan

selanjutnya rencana tata ruang tersebut diharapkan dapat dioperasionalkan oleh

Page 6: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

14

eksekutif (Dinas, Bappeda). Persoalannya adalah pada langkah membuat rencana

tindak untuk mengoperasionalkan rencana tata ruang sebagai strategi lanjutan

yang perlu disusun (Djakapermana dan Djumantri, 2002).

Di Indonesia, pada awal tahun 90-an telah dimulai diperkenalkan alat untuk

mengoperasionalkan rencana tata ruang (kota) dalam bentuk rencana induk sistem

(RIS) sebagai bagian dari konsep rencana tata ruang kota yang dinamis oleh

Ditjen Cipta Karya – Departemen Pekerjaan Umum (Djakapermana dan

Djumantri, 2002). RIS diperlukan dengan pertimbangan rencana tata ruang

seringkali sulit diimplementasikan secara langsung oleh para manajer

pembangunan kota. RIS ini adalah sebagai alat kebijakan bagi pengambil

keputusan/ manajer kota (walikota) untuk menjabarkan rencana tata ruang dalam

langkah-langkah rencana tindaknya. Dalam hal ini RIS hanya mengatur arahan

operasionalisasi pembangunan prasarana perkotaan saja dan analisisnya tidak

holistik serta tidak mempertimbangkan faktor dominan pembangunan perkotaan

secara keseluruhan.

Dalam perspektif holistik, penyusunan kebijakan dalam operasionalisasi

rencana tata ruang harus difokuskan pada tiga hal (Bastian, 2001), yaitu (1)

struktur, proses dan kesempatan, (2) aspek alokasi ruang dan hirarkinya, (3) aspek

kompleksitas dari berbagai faktor perbedaan dari suatu lansekap.

2.3 Perumahan dan Permukiman

Berdasarkan Undang-Undang No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan

lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai

lingkungan tempat hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan.

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau hunian plus prasarana dan sarana lingkungan (Anonim, 1992).

Permukiman merupakan wadah kehidupan manusia, bukan hanya

menyangkut aspek fisik dan teknis saja, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan

budaya dari penghuninya. Permukiman tidak hanya menyangkut tempat hunian,

tetapi juga tempat kerja, berbelanja, bersantai, dan wahana untuk bepergian

(Budihardjo, 1983). Oleh karenanya permukiman tidak dapat dipisahkan dari

Page 7: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

15

kehidupan manusia itu sendiri. Pada tahun 1988 badan dunia PBB, Habitat,

mencetuskan strategi global permukiman sampai tahun 2000, yaitu Atap bagi

Semua (Shelter for All).

Doxiadis (1971) menyatakan, permukiman mempunyai lima faktor, yaitu :

alam, manusia, masyarakat, rumah dan jaringan prasarana. Hal ini menjelaskan

urutan proses pembentukan permukiman. Selanjutnya konsep pembentukan

permukiman tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga komponen utama, yaitu

alam (tanah, air, udara), lindungan (shells) dan jaringan (networks), sedangkan

isinya adalah manusia. Alam merupakan faktor dasar, dan di alam itulah dibangun

rumah dan fasilitasnya untuk tempat tinggal manusia serta melakukan kegiatan.

Jaringan seperti jalan dan utilitas, merupakan faktor yang memfasilitasi hubungan

antar sesama manusia, yang berarti terjadi interaksi antara manusia sebagai

penghuni dengan lingkungan sebagai huniannya.

Kebijakan perumahan dan permukiman Indonesia tahun 2000 – 2020 antara

lain adalah lokasi perumahan dikembangkan dengan memperhatikan jumlah

penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan, tersedianya

fasilitas sosial, serta keserasian dengan lingkungan (Anonim, 1999).

Kuswara (2004) dalam kajiannya mengungkapkan bahwa perumahan dan

permukiman merupakan tempat aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari

kawasan budidaya. Pengelolaan pembangunan perumahan harus memperhatikan

ketersediaan sumberdaya pendukung serta keterpaduannya dengan aktivitas lain.

Dalam kenyataannya hal tersebut sering terabaikan, sehingga tidak berfungsi

secara optimal dalam mendukung suksesnya perkembangan kota. Oleh karena itu,

diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan perancangan, serta

pembangunan perumahan yang kontributif terhadap tujuan penataan ruang.

Dari pengertian-pengertian dasar tersebut, tampak bahwa batasan aspek

perumahan dan permukiman terkait erat dengan konsep lingkungan hidup dan

penataan ruang. Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam

berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan

sarana lingkungan yang terstruktur. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan

dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat

berfungsi sebagaimana mestinya.

Page 8: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

16

Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto (2005) antara lain

adalah (i) alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat, (ii) ketimpangan

pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan dan perumahan, (iii) konflik

kepentingan dalam penentuan lokasi perumahan, (iv) masalah lingkungan dan

eksploitasi sumberdaya alam, dan (v) komunitas lokal tersisih, dimana orientasi

pembangunan terfokus pada kelompok masyarakat mampu.

Tantangan perkembangan pembangunan perumahan dan permukiman yang

akan datang antara lain adalah: (i) urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan

tantangan bagi pemerintah untuk berupaya agar pertumbuhan lebih merata,

(ii) perkembangan tak terkendali di daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh,

(iii) marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global; dan (iv) kegagalan

kebijakan dan implementasi penentuan lokasi perumahan.

Kesesuaian lokasi kawasan permukiman dapat didasarkan pada persyaratan

umum lokasi perumahan dan permukiman yang dikeluarkan Departemen

Pekerjaan Umum pada tahun 2005. Lokasi kawasan harus sesuai dengan Rencana

Tata Ruang Wilayah setempat atau dokumen perencanaan tata ruang lainnya yang

ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) setempat, atau memenuhi

persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak berada pada kawasan lindung;

2. Bebas dari pencemaran air, udara, dan gangguan suara atau gangguan

lainnya, baik yang ditimbulkan sumberdaya buatan manusia maupun

sumberdaya alam seperti banjir, tanah longsor dan tsunami;

3. Ketinggian lahan kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut

(MDPL);

4. Kemiringan lahan tidak melebihi 15 % dengan ketentuan : (i) tanpa rekayasa

untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar-landai dengan

kemiringan 0-8 %, (ii) diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan

kemiringan 8-15 %;

5. Pada kota-kota yang mempunyai bandar udara, tidak mengganggu jalur

penerbangan pesawat;

6. Kondisi sarana dan prasarana memadai;

7. Dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan pelayanan kota.

Page 9: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

17

2.4 Metropolitan

Metropolitan didefinisikan sebagai suatu pusat permukiman yang besar yang

terdiri dari satu kota besar dan beberapa kawasan yang berada di sekitarnya

dengan satu atau lebih kota besar melayani sebagai titik hubung (hub) dengan

kota-kota sekitarnya tersebut (Ditjen Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan

Umum, 2006). Suatu kawasan metropolitan merupakan aglomerasi dari beberapa

kawasan permukiman, tidak harus kawasan permukiman bersifat kota, namun

secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dalam aktivitas bersifat kota dan

bermuara pada pusat yang dapat dilihat dari aliran tenaga kerja dan aktivitas

komersial. Secara umum, kawasan metropolitan dapat didefinisikan sebagai ”satu

kawasan dengan konsentrasi penduduk yang besar, dengan kesatuan ekonomi dan

sosial yang terpadu dan mencirikan aktivitas kota.” Pada tahap awal, kota-kota

yang berdekatan atau secara administratif bersebelahan, membentuk konurbasi,

yaitu suatu kawasan tempat bergabungnya beberapa kota. Fenomena ini sering

disebut Metropolitan (Doxiadis, 1971). Kota atau kawasan metropolitan

merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman

perkotaan yang berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut menyebabkan

jumlah penduduk dan luas wilayah yang sangat besar dengan karakteristik dan

persoalan yang spesifik. NUDS (1985) menetapkan bahwa sebuah metropolitan

berpenduduk minimal satu juta jiwa.

Ciri-ciri metropolitan dapat dilihat dari aspek kependudukan dan aspek lain.

Jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu karakteristik suatu metropolis.

Ciri lain adalah aktivitas sosial ekonomi yang menunjukkan adanya spesialisasi

fungsi. Biasanya merupakan industri-industri (manufaktur) dan jasa. Integrasi

antara kawasan permukiman dan tempat kerja adalah persoalan nyata di

metropolitan saat ini dan merupakan karakter khas metropolitan. Karakter lain

adalah kemudahan mobilitas yang menurut Angotti (1993) terlihat dalam 3 bentuk

mobilitas: pekerjaan, perumahan dan perjalanan.

Angotti (1993) membedakan metropolis di dunia menjadi tiga jenis, yaitu

metropolitan di Amerika (US metropolis), metropolitan yang tidak mandiri

(Dependent metropolis); dan metropolitan di Uni Soviet (Soviet metropolis).

Pembagian ini lebih didasarkan pada pendekatan ekonomi politik. Metropolitan di

Page 10: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

18

Amerika (dan juga Eropa) adalah cerminan ekonomi kapitalis, sedangkan

metropolitan di bekas Uni Soviet adalah gambaran dari ekonomi sosialis,

sementara Dependent Metropolis adalah gambaran dari ekonomi campuran (mixed

economy). Metropolitan di Amerika mencerminkan inequality dan mobility;

Dependent Metropolis menunjukkan adanya development dan inequality,

sementara metropolitan di Uni Soviet menunjukkan integrasi sosial dan struktur

politik yang lebih terbatas dan mobilitas yang rendah.

Tumbuhnya titik-titik pertumbuhan baru berupa kota-kota baru merupakan

salah satu tahap dalam perkembangan suatu metropolitan. Seiring dengan

munculnya sub-sub pusat baru yang menawarkan berbagai kelengkapan fasilitas

dan utilitas, terjadi arus migrasi penduduk ke tempat tumbuhnya kota-kota baru

tersebut yang umumnya berada di daerah pinggiran (suburban).

2.5 Ekosistem DAS

Ekosistem adalah satuan kehidupan yang terdiri atas suatu komunitas

mahluk hidup (dari berbagai jenis) dengan berbagai benda mati yang berinteraksi

membentuk suatu sistem. Menurut pengertian, suatu sistem terdiri atas komponen-

komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan (Soemarwoto,

2004). Ekosistem dicirikan dengan berlangsungnya pertukaran materi dan

transformasi energi yang sepenuhnya berlangsung di antara berbagai komponen

dalam sistem itu sendiri atau dengan sistem lain di luarnya. Dengan demikian,

dalam suatu ekosistem tidak ada satu komponenpun yang berdiri sendiri,

melainkan mempunyai keterkaitan dengan komponen lain, baik langsung maupun

tidak langsung. Manusia adalah salah satu komponen yang penting. Sebagai

komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktifitasnya seringkali

mengakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan sehingga

mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan. Untuk itu ekosistem harus dilihat

secara holistik, yaitu dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen kunci

penyusun ekosistem serta menelaah interaksi antar komponen-komponen tersebut.

Pendekatan holistik dilakukan agar pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam

dapat dilakukan secara efisien dan efektif, syarat yang diperlukan bagi

Page 11: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

19

terwujudnya pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembangunan yang

berkelanjutan (Djayadiningrat, 2001).

Daerah aliran sungai merupakan suatu ekosistem. Ekosistem DAS terdiri

atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai, dan hutan (Asdak,

2010). Komponen-komponen yang menyusun DAS berbeda tergantung pada

keadaan daerah setempat. Misalnya, di DAS tengah terdapat komponen lain

seperti perkebunan. Gambar 2 menunjukkan bahwa oleh adanya hubungan timbal

balik antar komponen ekosistem DAS, maka apabila terjadi perubahan pada salah

satu komponen lingkungan, ia akan mempengaruhi komponen-komponen yang

lain dan pada gilirannya akan mempengaruhi keseluruhan sistem ekologi di

daerah tersebut. Sebagai contoh meningkatnya erosi dan tanah longsor di daerah

hulu karena pengusahaan lahan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah-

kaidah konservasi tanah akan meningkatkan muatan sedimen di daerah hilir.

Perambahan hutan dalam skala besar yang menyebabkan hilangnya seresah dan

humus yang dapat menyerap air hujan akan mempengaruhi perilaku aliran sungai

dimana pada musim hujan debit air meningkat tajam sementara pada musim

kemarau debit air sangat rendah. Dengan demikian, resiko banjir pada musim

hujan dan kekeringan pada musim kemarau meningkat.

DAS merupakan salah satu aspek penting berkaitan dengan terjadinya banjir

di satu kota. DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan

satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

menampung, menyimpan, dan atau mengalirkan air yang berasal dari curah hujan

ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih

terpengaruh aktifitas daratan (PP no.26/2008). Wilayah sungai adalah kesatuan

wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai

dan/ atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan

2,000 km2. Batas DAS adalah punggung perbukitan yang membagi satu DAS

dengan DAS lainnya. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air

(DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur

utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya

manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam. Sebuah DAS bisa berada pada

Page 12: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

20

lebih dari satu wilayah administrasi. Sebuah DAS yang menjadi bagian dari DAS

yang lebih besar dinamakan sub DAS. DAS dapat dibagi ke dalam tiga wilayah

yaitu bagian hulu, tengah dan hilir. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah

konservasi, kemiringan lereng yang besar, bukan daerah banjir, pengaturan

pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya

merupakan hutan. Sementara daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan,

daerah dengan kemiringan lereng kecil, pada beberapa tempat merupakan daerah

genangan, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis

vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi

hutan bakau. Daerah tengah DAS merupakan daerah transisi dari kedua

karakteristik biogeofifik DAS yang berbeda tersebut di atas.

Gambar 2 Komponen-komponen ekosistem DAS hulu

Sumber : Asdak (2010)

Pemahaman prinsip-prinsip hidrologi DAS dalam pemanfaatan dan

pencagaran DAS penting untuk pemangku kepentingan terkait DAS. Hidrologi

mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas, padat) pada, dalam, dan di

atas permukaan tanah. Sementara, hidrologi DAS adalah cabang dari hidrologi

yang mempelajari pengaruh pengelolaan vegetasi dan lahan di daerah tangkapan

air bagian hulu tehadap daur air, termasuk pengaruhnya terhadap erosi, kualitas

Desa Sawah Hutan

Sungai

Tumbuhan

Tanah Manusia Hewan

Air

Debit/ lumpur/unsur hara

Page 13: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

21

air, banjir, dan iklim di daerah hulu dan hilir. Pemahaman proses-proses hidrologi

menjadi penting dalam perencanaan konservasi tanah dan air, sebagai kegiatan

utama dalam pengelolaan DAS, untuk menentukan: (1) perilaku hujan terkait

terjadinya erosi dan sedimentasi, (2) hubungan curah hujan dan aliran permukaan

(runoff), (3) debit puncak (peakflow) untuk keperluan merancang bangunan-

bangunan banjir, (4) hubungan karakteristik suatu DAS dengan debit puncak yang

terjadi di daerah tersebut. Terkait dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai

karakteristik yang spesifik dan terkait erat dengan unsur utamanya, yaitu tanah,

tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng (Asdak, 2010). Diantara

faktor-faktor yang berperan dalam menentukan sistem hidrologi tersebut, faktor

tataguna lahan dan kemiringan dan panjang lereng dapat direkayasa oleh manusia.

Dengan demikian, dalam merencanakan pengeloloaan DAS, faktor perubahan

tataguna lahan serta pengaturan kemiringan dan panjang lereng menjadi salah satu

fokus aktivitas perencanaan pengelolaan DAS.

Menurut Sulasdi, dalam Anna (2001), DAS mempunyai potensi seimbang yang

ditunjukkan oleh daya guna sungai antara lain untuk kebutuhan air baku, pertanian,

energi dan lain-lain akan tetapi mampu mengakibatkan banjir, pembawa sedimentasi,

serta pembawa limbah (polutan dari industri, pertanian, pemukiman dan lain-lain ).

Oleh karena itu, upaya pengelolaan DAS ditujukan untuk memperbesar

pemanfaatannya dan sekaligus memperkecil dampak negatifnya. Kawasan hulu

sungai mempunyai peran penting yaitu selain sebagai tempat penyedia air untuk

dialirkan ke daerah hilirnya bagi kepentingan pertanian, industri dan pemukiman juga

berperan sebagai pemelihara keseimbangan ekologis untuk sistem penunjang

kehidupan (Supriadi dalam Anna, 2001)

2.6 Pendekatan pembangunan ekologis

Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti rumah

atau tempat tinggal dan logos yang berarti ilmu/ telaah. Jadi ekologi berarti ilmu

tentang rumah (tempat tinggal) mahluk hidup. Haeckel (1969) mendefinisikan

ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan

lingkungan biotik dan abiotik. Fenomena hubungan antara mahluk hidup dan

lingkungan dapat dijelaskan dengan beberapa sudut pandang pendekatan yaitu

deskriptif, fungsional, dan evolusi (Krebs, 2001). Pendekatan deskriptif

Page 14: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

22

merupakan pendekatan yang mencoba menjelaskan ekologi dengan menekankan

faktor alamiah (kebiasaan, perilaku, dan interaksi-interaksi antar organisme) dan

dikaitkan dengan kumpulan vegetasi yang ada di bumi. Pendekatan fungsional

(pendekatan proximate) berusaha menjelaskan ekologi dengan penekanan pada

dinamika dan hubungan sebab akibat untuk mengidentifikasi permasalahan umum

yang biasa terdapat pada ekosistem yang berbeda. Di sisi lain, pendekatan evolusi

(pendekatan ultimate) menjelaskan organisme dan hubungan timbal baliknya

sebagai produk sejarah evolusi.

Ada beberapa bidang ilmu yang terkait erat dengan ekologi, yaitu ilmu

lingkungan, biologi konservasi, dan manajemen sumber daya hayati. Ilmu

lingkungan adalah kajian mengenai pengaruh ekologis aktivitas manusia terhadap

lingkungan. Ekologi lebih fokus pada fenomena alamiah dari organisme, termasuk

manusia sebagai bagian integral dari alam. Di sisi lain, kajian ilmu lingkungan

lebih luas karena melibatkan ilmu-ilmu lain seperti geologi, klimatologi,

sosiologi, antropologi, ekonomi, dan sebagainya. Ilmu lingkungan merupakan

kajian ”deep ecology” (Krebs, 2001) dari suatu gerakan masyarakat yang

memiliki agenda utama perubahan sosial politik yang mengarah pada usaha

meminimalisasi pengaruh manusia terhadap lingkungan.

Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sadar dan melembaga dalam

mewujudkan model masyarakat yang lebih baik dalam citra bangsa atau

”a conscious and institutionalized attempt at societal development” (Misra, 1981).

Citra atau image masyarakat yang ingin diwujudkan bersifat culture-specific dan

time-spesific, berbeda dari satu kultur atau negara ke kultur atau negara yang lain,

dari satu waktu ke waktu yang lain, dipengaruhi oleh pengalaman historis dan

konteks pembangunan. Karena pembangunan berkaitan dengan nilai, maka

pembangunan seringkali bersifat transcendental, suatu gejala meta-disiplin, atau

bahkan suatu ideologi. Karenanya para perumus kebijakan pembangunan selalu

dihadapkan pada pilihan nilai dengan dilema-dilema dan tantangan mulai dari

jenjang filsafat sampai pada derivasinya pada tingkat strategi, program atau

proyek. Dilema aktual yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang

membangun, yaitu antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Paradigma pertumbuhan atau paradigma ekonomi nampaknya masih tetap

Page 15: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

23

menjadi paradigma yang dominan di banyak negara. Paradigma ini memandang

pembangunan nasional sebagai identik dengan pembangunan ekonomi. Tujuan

pembangunan nasional adalah mencapai pertumbuhan yang setinggi-tingginya.

Paradigma ini sangat berorientasi pada produksi, fokus utamanya adalah pada

growth-generating sectors. Mekanisme pasar menjadi tumpuan dalam mencapai

pertumbuhan ekonomi.

Ada berbagai pandangan menyikapi masalah ini mulai yang pesimis yang

mengantisipasi kehancuran planet bumi sebagai suatu sistem dalam abad

mendatang kalau pembangunan mengalami over shooting dan karenanya

mengusulkan pengendalian growth-generator yang ada pada diri manusia sendiri.

Pandangan yang bersifat optimis yang melihat daya adaptasi manusia yang

tumbuh secara eksponensial akan dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Pandangan yang pragmatis melihat pertumbuhan sebagai suatu keharusan untuk

meningkatkan kesejahteraan manusia dan karenanya yang harus dilakukan adalah

mendorong pertumbuhan batas (growth of limits) melalui teknologi dan

mengintegrasikan environmental cost dalam memperhitungkan biaya

pertumbuhan.

2.7 Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi

kebutuhan masa kini tanpa mengurangi peluang bagi generasi mendatang untuk

mendapatkan kesempatan hidup (Djayadiningrat, 2001). Tujuan pembangunan

berkelanjutan secara ideal menurut Djayadiningrat (2001) membutuhkan

pencapaian terhadap hal-hal sebagai berikut (i) keberkelanjutan ekologis,

(ii) keberkelanjutan ekonomi, (iii) keberkelanjutan sosial budaya, (iv)

keberkelanjutan politik, dan (v) keberkelanjutan pertahanan keamanan.

Menciptakan lingkungan perkotaan berkelanjutan sangat krusial karena

aktivitas perkotaan berkontribusi terhadap permasalahan lingkungan dan

memegang peranan penting dalam perbaikan kesejahteraan manusia dengan

memfasilitasi pembangunan sosial, kultural dan ekonomi (Urban and Regional

Development Institute, URDI, 2002). International Labour Organization (ILO)

mengemukakan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan adalah membuat

Page 16: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

24

semua anggota masyarakat mendapatkan semua elemen – elemen kunci bagi

kehidupan, seperti pangan, sandang, permukiman, perawatan kesehatan,

pendidikan dan lapangan kerja.

Karakteristik kota berkelanjutan adalah (i) tata guna lahan terintegrasi

dengan rencana transportasi, (ii) ) pola tata guna lahan membantu melindungi

sumberdaya air, (iii) kontrol penggunaan lahan untuk setiap orang, (iv) ) kota

yang manusiawi, ruang hijau, pasar petani, dan daerah pedestrian, (v) mendukung

kota lebih kompak. Perkembangan pada sebuah kota harus aspiratif terhadap

kebutuhan dan eksitensi masa depan yang pada prinsipnya termanifestasi dalam

kata kunci seperti: efisiensi, intensifikasi, konservasi, revitalisasi di dalam upaya

menyelaraskan pembangunan kembali kota terwujud dalam skenario ”Kota

Kompak” (Roychansyah, 2006) seperti terlihat dalam Gambar 3.

Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan diartikan sebagai

pembangunan perumahan termasuk di dalamnya pembangunan kota berkelanjutan

sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas

lingkungan tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti pembangunan perumahan

berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara

berkelanjutan (Kirmanto, 2005). Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan

dan permukiman akan mendominasi penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang.

Untuk itu, perlu dipertimbangkan empat hal utama, yaitu (i) pembangunan yang

secara sosial dan kultural bisa diterima dan dipertanggung–jawabkan (socially and

culturally suitable and accountable), (ii) pembangunan yang secara politis dapat

diterima (politically acceptable), (iii) pembangunan yang layak secara ekonomis

(economically feasible), dan (iv) pembangunan yang bisa dipertanggung jawabkan

dari segi lingkungan (environmentally sound and sustainable). Hanya dengan

jalan mengintegrasikan keempat hal tersebut secara konsisten dan konsekuen,

pembangunan perumahan dan permukiman bisa berjalan secara berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan (Soenarno, 2004).

Untuk mencapai keberkelanjutan perkotaan perlu melibatkan berbagai pihak

yang terkait dengan perkotaan. Pemerintah kota tidak dapat memecahkan

permasalahannya sendiri. Peran pemerintah kota semakin lama semakin bergeser

ke peran sebagai fasilitator. Intinya, sistem pelaku majemuk akan menggantikan

Page 17: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

25

sistem pelaku-tunggal yang selama ini didominasi pihak pemerintah. Dimasa

depan, akan terdapat titik majemuk kewenangan dan pengaruh, dan tantangannya

adalah bagaimana memberdayakan mereka agar dapat bekerja sama. Manfaatnya

adalah adanya kepercayaan dan koneksi sosial (modal sosial) yang terus

terakumulasi, yang pada gilirannya akan mencapai tiga sasaran yaitu: menjaga

agar pemerintah semakin memiliki akuntabilitas dan tidak korupsi; menurunkan

sumber konflik, dan memberdayakan para pelaku non-pemerintah (Alexander et

al., 2006).

Gambar 3 Tujuan pembangunan berkelanjutan dan implementasinya dalam

konteks kota. (Sumber: Roychansyah, 2006)

2.8 Kebijakan Publik Kebijakan publik menurut Dye (1981) adalah apapun pilihan pemerintah

untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments

choose to do or not to do). Studi kebijakan publik memiliki tiga manfaat penting,

yakni untuk pengembangan ilmu pengetahuan, meningkatkan profesionalisme,

dan untuk tujuan politik (Dye, 1981). Dalam studi kebijakan publik terdapat dua

pendekatan, yakni: pertama analisis kebijakan (policy analysis), dan kedua

kebijakan publik politik (political public policy) (Hughes, 1994). Pada pendekatan

Page 18: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

26

pertama, studi analisis kebijakan lebih terfokus pada studi pembuatan keputusan

(decision making) dan penetapan kebijakan (policy formation) dengan

menggunakan model-model statistik dan matematika yang canggih. Sementara

pada pendekatan kedua, lebih menekankan pada hasil dan outcome dari kebijakan

publik menggunakan metode statistik dengan melihat interaksi politik sebagai

faktor penentu dalam berbagai bidang.

Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual

yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas intelektual

terdiri dari perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring,

dan evaluasi kebijakan. Aktivitas politis nampak dari kegiatan penyusunan

agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan

penilaian kebijakan. Diagram proses analisis kebijakan publik tertera pada

Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan Kebijakan Publik (Sumber: Dunn 1994)

Lingkungan kebijakan akan mempengaruhi pelaku kebijakan untuk

meresponnya, yakni dengan memasukkannya ke dalam agenda pemerintah dan

selanjutnya melahirkan kebijakan publik untuk memecahkan masalah-masalah

yang ada. Hubungan timbal balik antara tiga elemen yang terlibat dalam sebuah

proses kebijakan tertera dalam Gambar 5.

Implementasi Kebijakan

Perumusan Masalah

Evaluasi Kebijakan

Rekomendasi Kebijakan

Forecasting

Penyusunan Agenda

Penilaian Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Formulasi Kebijakan

Masyarakat

Page 19: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

27

Gambar 5 Hubungan Tiga Elemen Sistem Kebijakan. (Sumber: Dunn 1994)

Salah satu bagian yang penting dari analisis kebijakan adalah perumusan

masalah kebijakan. Suatu masalah dikatakan sebagai masalah privat apabila

masalah tersebut dapat diatasi tanpa mempengaruhi orang lain atau pemerintah.

Suatu gejala menjadi masalah publik ketika gejala tersebut dirasakan sebagai

kesulitan bersama oleh sekelompok masyarakat dan hanya dapat diatasi melalui

intervensi pemerintah (Jones, 1991). Menurut Dunn (1994), sifat-sifat masalah

publik sangat kompeks dan mempunyai karakteristik antara lain (1) saling

bergantung (interdependent) antara berbagai masalah dan mengharuskan analisis

kebijakan menggunakan pendekatan holistik dalam memecahkan masalah dan

mengetahui akar permasalahannya, (2) subyektifitas, karena merupakan hasil

pemikiran dalam konteks lingkungan tertentu, (3) artificial yakni suatu fenomena

dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan untuk mengubah situasi, (4)

dinamis karena solusi terhadap masalah selalu berubah.

Dalam perumusan masalah, dibutuhkan data dan informasi. Data dan

informasi tersebut bersifat time series (kurun waktu) atau cross sectional (antar

lokasi yang berbeda). Data dan informasi time series membantu memahami

perubahan gejala dari waktu ke waktu, sementara data dan informasi cross

sectional membantu memberikan gambaran tentang suatu gejala antar lokasi yang

berbeda. Beberapa metode untuk merumuskan masalah, adalah (1) analisis batas,

yaitu usaha memetakan masalah melalui snowball sampling dari stakeholders,

(2) analisis klasifikasi, yaitu mengklasifikasikan masalah kedalam kategori-

kategori tertentu, (3) analisis hirarki, untuk menyusun masalah berdasarkan sebab-

sebab dari situasi masalah, (4) brainstorming, yakni metode merumuskan masalah

Pelaku

Lingkungan Kebijakan

Page 20: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

28

melalui curah pendapat, (5) analisis perspektif ganda, yaitu metode untuk

memperoleh pandangan yang bervariasi dari perspektif yang berbeda.

Forecasting atau peramalan terdiri dari (1) proyeksi, (2) prediksi, dan (3)

perkiraan. Proyeksi didasarkan pada ekstrapolasi kecenderungan masa lalu,

dengan asumsi bahwa masa yang akan datang memiliki pola yang sama dengan

masa lalu. Proyeksi dapat menggunakan model matematika dan regresi. Prediksi,

yaitu ramalan yang didasarkan pada asumsi teoritik. Misalnya, berdasarkan teori

supply dan demand, harga normal akan terjadi pada titik temu antara supply dan

demand. Perkiraan, yakni ramalan yang didasarkan pada penilaian para pakar

tentang situasi yang akan datang.

Rekomendasi kebijakan adalah proses untuk melakukan pilihan terhadap

berbagai alternatif kebijakan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

Metode-metode yang dapat digunakan untuk proses seleksi kebijakan antara lain

(1) metode perbandingan, semua alternatif kebijakan dievaluasi berdasarkan

kriteria-kriteria yang telah ditentukan, kemudian dipilih alternatif yang

memperoleh nilai tertinggi, (2) metode memuaskan (satisfying method), pemilihan

alternatif dilakukan atas dasar kemampuan alternatif memenuhi semua kriteria

yang telah ditetapkan, (3) analisa biaya dan manfaat (cost and benefit analysis),

digunakan untuk mengidentifikasi besarnya biaya dan manfaat dari setiap

alternatif kebijakan, (4) pohon keputusan (decision tree). Analisis pohon

keputusan digunakan dengan menghitung nilai yang diharapkan, yang merupakan

hasil dari perkalian antara probabilitas dari setiap alternatif dengan perkiraan

hasil.

2.9 Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang

menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Pada dasarnya

pendekatan sistem adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen.

Dengan cara ini hendak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan

keberhasilan suatu organisasi atau suatu sistem. Metode ilmiah dapat

menghindarkan manajemen mengambil kesimpulan-kesimpulan yang sederhana

dan simplisistis searah oleh suatu masalah disebabkan oleh penyebab tunggal.

Page 21: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

29

Pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan

dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka

sistem.

Perubahan yang bersifat kompleks membuat kita tidak hanya mempelajari

sebagian dari perubahan tersebut, tetapi harus mempelajarinya secara menyeluruh,

karena keterkaitan antara komponen yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab

itu, dalam menangani suatu masalah yang cukup kompleks, kita harus

menyelesaikannya tidak hanya pada tempat kejadian tersebut dan waktu tertentu,

namun pada skala yang lebih luas, baik secara spasial maupun temporal.

Eriyatno (1999) menjelaskan bahwa pendekatan sistem merupakan metode

yang bersifat rasional sampai intuitif sehingga dapat memecahkan masalah guna

mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa jika kita menggunakan

pendekatan sistem, maka persyaratan yang harus dipenuhi bersifat kompleks,

yakni interaksi antar elemen-elemennya cukup rumit. Bersifat dinamis, yaitu dua

faktor yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan untuk masa yang akan

datang. Bersifat probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam membuat

kesimpulan maupun rekomendasi. Pada dasarnya pendekatan sistem mempunyai

tiga sifat yaitu sibernetik, artinya berorientasi pada tujuan, holistik, yakni cara

pandang yang utuh, serta efektif yang artinya lebih mementingkan hasil yang

bersifat operasional dan dapat dilaksanakan dari pendalaman teoritis sehingga

dapat mencapai keputusan yang efisien. Manetch dan Park (1977) menyatakan

bahwa suatu pendekatan sistem akan dapat berjalan dengan baik jika terpenuhi

kondisi-kondisi (1) tujuan sistem didefinisikan dengan baik dan dapat dikenali

jika tidak dapat dikuantifikasikan, (2) prosedur pembuatan keputusan dalam

sistem riil tersentralisasi atau cukup jelas batasannya, dan (3) memungkinkan

untuk dilakukan dalam perencanaan jangka panjang.

Sistem adalah gugus atau komponen yang saling terkait dan terorganisasi

dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem dapat digolongkan menjadi

sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka merupakan sistem yang

outputnya merupakan tanggapan dari input, namun output yang dihasilkan tidak

memberikan umpan balik terhadap input. Sistem terbuka tidak menyediakan

Page 22: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

30

sarana koreksi dalam sistem, sehingga perlakuan koreksi membutuhkan faktor

dari luar. Diagram sistem terbuka tertera pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram sistem terbuka.

Pada sistem tertutup, output memberikan umpan balik terhadap input. Pada

sistem tertutup sarana koreksi berada dalam sistem, sehingga perlakuan koreksi

dapat dilakukan secara internal. Diagram sistem tertutup dengan umpan balik

tertera pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram sistem tertutup.

2.10 Matrik dan Ringkasan Tinjauan Pustaka

Matrik faktor-faktor penting pengembangan kawasan permukiman tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Matrik faktor-faktor penting pengembangan kawasan permukiman

No Teori Sumber & Tahun Faktor-faktor penting

1. Perkotaan & lingkungan, metropolitan, tata ruang

Doxiadis (1971)

Aglomerasi, konurbasi, konsentrasi penduduk yg besar, kawasan permukiman, tenaga kerja, aktivitas kota.

Richardson (1978)

Lokasi dekat pusat kota, komersial, industri ringan, akses, lahan, pelayanan kota, nilai lahan.

Angotti (1993) Penduduk yang besar, aktivitas sosio-ekonomi, manufaktur dan jasa, mobilitas, ekonomi politik.

Almeida (1998)

Legislasi, prasarana, topografi, kawasan lindung, pasar real estate, kesempatan kerja, pusat-pusat kegiatan.

Djunaedi (2001)

Master plan/ Rencana Induk Sistem

Rahardjo (2003)

Manajemen lahan, populasi, kebijakan ekonomi, manajemen pembangunan.

Input Output

Umpan balik

Proses

Input Output Proses

Page 23: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

31

No Teori Sumber & Tahun Faktor-faktor penting

Healy (2004) Pengelolaan, skala kota/wilayah, regionalisasi, material, pengembangan, fungsional.

Rossi-Hausberg (2004)

Urbanisasi, ruang kegiatan ekonomi, populasi, output, pendapatan, ruang tebuka hijau.

Rustiadi et al. (2004)

Sosial, ekonomi, budaya, politik, ekologis, keamanan.

UU 26/2007 Perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan ruang.

2. Perumahan dan Permukiman

Doxiadis (1971)

Alam, manusia, masyarakat, rumah, jaringan prasarana.

Dep. PU (2005)

Kawasan, pencemaran, lahan, sarana-prasarana, akses.

Kirmanto (2005)

Alokasi tanah, pelayanan, lokasi, lingkungan, komunitas.

Urbanisasi, perkembangan tak terkendali, marjinalisasi pelaku lokal, kegagalan lokasi.

3. Keberlanjutan lingkungan, pendekatan ekologis unt DAS dan Kota Metropolitan

Djayadinigrat (2001)

Ekologis, ekonomi, sosial-budaya, politik, keamanan.

Krebs (2001) Deskriptif, fungsional, evolusi. Lingkungan, biologi konservasi, sumberdaya hayati.

Saroso (2002) Tata guna lahan, transportasi, sumberdaya air, manusiawi, kompak.

URDI (2002) Sosial, kultural, ekonomi. Soenarno (2004)

Sosial-kultural, politik, ekonomis, lingkungan

Dep. PU (2005)

Kawasan, pencemaran, lahan, sarana-prasarana, akses

4. Pendekatan Sistem untk kebijakan publik

Manetch dan Park (1977)

Tujuan, prosedur, dapat dilaksanakan.

Dunn (1994) Interdependent, subyektifitas, artificial, dinamis.

Perumusan masalah, forecasting, rekomendasi, monitoring, evaluasi.

Penyusunan agenda, formulasi, adopsi, implementasi, penilaian.

Pelaku, lingkungan, kebijakan publik. Eriyatno (1999)

Kompleks, dinamis, probabilistik. Sibernetik, holistik, efektif.

Alexander et al. (2006)

Pemerintah, konflik, pelaku non pemerintah

Dari tinjauan pustaka beberapa aspek diatas didapat beberapa poin penting

sebagai berikut:

Tabel 1 (lanjutan)

Page 24: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

32

1. Struktur metropolitan berkembang dipengaruhi oleh perkembangan penduduk

dan penyebarannya, kegiatan sosial-ekonomi-politik, infrastruktur, kebijakan

lahan, manajemen perkotaan, dan penataan ruang.

2. Kawasan permukiman (di Cisauk) bisa berkelanjutan apabila terjadi kohesi

sosial dengan baik, prasarana dan sarana (jalan akses, air minum,

persampahan, drainase, sanitasi) yang memadai, pemanfaatan lahan sesuai

ketentuan (peruntukan, vegetasi, ruang terbuka hijau), sub DAS (Cisadan)

berkelanjutan, dan tersedia lapangan pekerjaan.

3. Permukiman dalam wilayah sub DAS berkontribusi pada keberlanjutan sub

DAS tersebut sehingga perlu diperhatikan hal-hal yang dapat mengganggu

keberlanjutan sub DAS tersebut seperti pembuangan limbah/sampah yang

berdampak terhadap penurunan kualitas air dan penyumbatan yang dapat

menyebabkan banjir, aliran permukaan yang besar dan mengandung

sedimentasi serta pengambilan air baku berlebih. Karakteristik sub DAS

wilayah tengah umumnya terdapat kawasan budi daya yang merupakan daerah

pemanfaatan, kemiringan lereng kecil, pengaturan pemakaian air ditentukan

oleh saluran irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian.

Kegiatan kawasan permukiman di sub DAS wilayah tengah hendaknya tidak

menimbulkan dampak negatif ke wilayah sub DAS hilir seperti pendangkalan

karena sedimentasi, kekeringan dan/ atau banjir, kualitas air yang buruk.

4. Pendekatan ekologis dipergunakan apabila dalam pembangunan dalam hal ini

pengembangan kawasan permukiman di Cisauk terindikasi lebih

memprioritaskan aspek ekonomi atau pertumbuhan dan kurang

memperhatikan keberlanjutan aspek ekologis atau lingkungan.

5. Pendekatan sistem diperlukan untuk menganalisis masalah lingkungan yang

kompleks sehingga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan

keberhasilan suatu sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab

ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem. Pendekatan sistem

mempunyai tiga sifat yaitu sibernetik, artinya berorientasi pada tujuan,

holistik, yakni cara pandang yang utuh, serta efektif yang artinya lebih

mementingkan hasil yang bersifat operasional dan dapat dilaksanakan dari

pendalaman teoritis sehingga dapat mencapai keputusan yang efisien.

Page 25: II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. ... pelayanan kota, ... penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan,

33

6. Kawasan permukiman di Cisauk dilalui jaringan transmisi tenaga listrik Sutet

(saluran udara tegangan tinggi dengan tegangan nominal >35,000 volt)

sehingga terdapat koridor yang aman terhadap kegiatan lain dengan

memperhatikan jarak bebas dan aman selebar 64 m yang diukur dari tengah

jaringan transmisi tenaga listrik seluas kurang lebih 3.2 km2.