ii. tinjauan pustaka a. umum - selamat datangdigilib.unila.ac.id/7455/88/bab ii.pdf · wharf adalah...

24
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Dermaga adalah bangunan di tepi laut (sungai, danau) yang berfungsi untuk melayani kapal, dalam bongkar/muat barang dan atau menaikkan/menurunkan penumpang (Asiyanto, 2008). Dermaga dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu wharf atau quai dan jetty atau pier atau jembatan. Wharf adalah dermaga paralel dengan pantai dan biasanya berimpit dengan garis pantai. Jetty atau pier adalah dermaga yang menjorok ke laut (Bambang Triatmodjo, 2009). Dalam penelitian ini dibutuhkan literatur sebagai acuan dasar melakukan analisis struktur dermaga. Data-data yang digunakan didapat dari sumber- sumber yang terkait dengan penelitian ini dan diolah menggunakan metode yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang baik. B. Parameter yang Berpengaruh pada Analisis Dermaga Dalam menganalisis struktur dermaga dibutuhkan data-data sebagai berikut: 1. Data Dermaga Struktur dermaga terdiri dari struktur atas dan struktur bawah. Pada struktur atas terdapat pelat, balok serta poer yang menghubungkannya dengan pondasi pada struktur bawah. Selain

Upload: truongminh

Post on 03-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Umum

Dermaga adalah bangunan di tepi laut (sungai, danau) yang berfungsi untuk

melayani kapal, dalam bongkar/muat barang dan atau menaikkan/menurunkan

penumpang (Asiyanto, 2008).

Dermaga dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu wharf atau quai dan jetty atau

pier atau jembatan. Wharf adalah dermaga paralel dengan pantai dan biasanya

berimpit dengan garis pantai. Jetty atau pier adalah dermaga yang menjorok ke

laut (Bambang Triatmodjo, 2009).

Dalam penelitian ini dibutuhkan literatur sebagai acuan dasar melakukan

analisis struktur dermaga. Data-data yang digunakan didapat dari sumber-

sumber yang terkait dengan penelitian ini dan diolah menggunakan metode

yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang baik.

B. Parameter yang Berpengaruh pada Analisis Dermaga

Dalam menganalisis struktur dermaga dibutuhkan data-data sebagai berikut:

1. Data Dermaga

Struktur dermaga terdiri dari struktur atas dan struktur bawah.

Pada struktur atas terdapat pelat, balok serta poer yang

menghubungkannya dengan pondasi pada struktur bawah. Selain

5

itu, terdapat struktur tambahan yaitu bollard dan fender. Bollard

adalah alat penambat yang merupakan konstruksi yang digunakan

untuk mengikat kapal pada waktu berlabuh agar tidak terjadi

pergeseran atau gerak kapal yang disebabkan ol eh gelombang,

arus dan angin serta untuk membantu berputarnya kapal.

Sedangkan fender merupakan bantalan yang ditempatkan di

depan dermaga yang mampu menyerap energi benturan antara

kapal dan dermaga dan meneruskan gaya ke struktur dermaga.

Gaya yang diteruskan ke dermaga tergantung pada tipe fender

dan defleksi fender yang diijinkan.

2. Macam/Jenis Kapal

Kapal sebagai sarana pengangkut muatan mempunyai ciri-ciri

tersendiri dalam menangani muatannya. Muatan ini dapat

berbentuk gas, cair, dan padat. Jarak dan besarnya muatan dapat

menentukan bentuk teknis kapalnya. Penanganan muatan pun

(cargo handling) menentukan ciri khas dari pelayanan terhadap

kapal di dermaga sebagai peralatan yang membantu

bongkar/muat. Kapasitas angkut kapal biasanya diukur dengan

satuan DWT (Dead Weight Tonnage), yaitu besaran selisih

displacement (berat air yang dipindahkan akibat terapungnya

kapal) kapal yang penuh muatan (extreme weight) dan kapal

kosong (light weight) dihitung dalam satuan Ton Metrik . Secara

tegas dapat dikatakan DWT (biasa pula disingkat TDW) adalah

kemampuan daya muat barang di dalam kapal dihitung dalam

6

unit Ton Metrik . Satuan lain untuk mengukur besar kapal adalah

“BRT” atau “GT” (Bruto Registered Ton atau Gross Tonnage),

yaitu jumlah isi dari ruang kapal keseluruhan dalam satuan

“Registered Ton” dengan satu unit Registered Ton adalah 100 cft

atau 2,83 cm3 (Soedjono Kramadibrata, 2002).

3. Data Tanah

Data N-SPT didapatkan dari penyelidikan tanah yang

dikorelasikan dengan rumus Meyerhof untuk mendapatkan daya

dukung ujung (end bearing) dan daya dukung friksi .

4. Angin, Pasang Surut dan Gelombang

Ada tiga faktor yang berpengaruh pada bangunan-bangunan

pelabuhan dan kapal-kapal yang berlabuh, yaitu angin, pasang

surut dan gelombang. Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar

dengan permukaan bumi disebut angin. Gerakan udara ini

disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer. Angin dapat

menimbulkan arus dan gelombang serta dapat menimbulkan

tekanan pada kapal dan bangunan pelabuhan. Pasang surut adalah

fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya gaya

tarik benda-benda bumi di langit. Pasang surut penting dalam

menentukan dimensi bangunan pelabuhan seperti pemecah

gelombang, dermaga, pelampung penambat, kedalaman alur

pelayaran dan perairan pelabuhan, dan sebagainya. Variasi muka

air menimbulkan arus yang disebut arus pasang surut, yang

mengangkut masa air dalam jumlah yang sangat besar. Arus yang

7

bekerja pada kapal yang terendam air akan menyebabkan

terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada alat

penambat dan dermaga. Begitu juga dengan gelombang,

gelombang di laut bisa dibangkitkan oleh angin (gelombang

angin), gaya tarik matahari dan bulan (pasang surut), letusan

gunung berapi atau gempa di laut ( tsunami), kapal yang bergerak

dan sebagainya.

5. Data Gempa

Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja

pada struktur dermaga yang menirukan pengaruh dari gerakan

tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur

ditentukan berdasarkan suatu analisis dinamik, maka yang

diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya -gaya di dalam

struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa

itu.

C. Gaya-gaya yang Bekerja pada Dermaga

Menurut Bambang Triatmodjo (2009), gaya-gaya yang bekerja pada dermaga

dibedakan menjadi gaya vertikal dan horizontal. Gaya vertikal meliputi berat

sendiri bangunan dermaga, beban hidup, beban peralatan bongkar muat (mobile

crane), dsb. Gaya horizontal dapat dibedakan meliputi gaya benturan ketika

kapal merapat ke dermaga (gaya sandar, berthing forces) dan gaya tambat

(mooring forces), yaitu gaya yang ditimbulkan ketika kapal bertambat di

dermaga yang disebabkan oleh angin, arus dan gelombang, sehingga akan

8

mengakibatkan gaya tarik pada bollard. Selain itu, terdapat beban dinamis

berupa beban gempa yang bekerja pada dermaga.

1. Gaya Vertikal

Gaya vertikal yang bekerja pada struktur dermaga berupa beban

sendiri dan beban hidup yang ditransformasikan secara merata,

terpusat, atau sebagai beban berjalan, beban -beban yang bekerja

adalah sebagai berikut:

1.1. Beban Sendiri (Beban Mati)

Beban sendiri adalah berat dari komponen struktur yang secara

konstan dan permanen membebani selama waktu hidup konstruksi.

Komponen-komponen itu meliputi, pelat, balok, poer, dan tiang

pancang yang akan terhitung secara otomatis di dalam SAP 2000,

sedangkan beban tambahan terdiri dari berat dari bollard, dan fender.

1.2. Beban Hidup

Merupakan semua beban yang ada akibat pemakaian dan penghunian

suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

barang-barang yang dapat berpindah. (SNI 03-1729-2002, pasal 7.3.2).

2. Gaya Horizontal

Berikut adalah gaya-gaya horizontal yang bekerja pada dermaga:

2.1. Gaya Sandar (Berthing Forces)

Gaya yang ditimbulkan oleh benturan tersebut disebut gaya sandar

(berthing forces). Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga

tergantung pada energi tergantung energi benturan yang diserap oleh

sistem fender yang dipasang pada dermaga. Gaya benturan bekerja

9

secara horizontal dan dapat dihitung berdasarkan energi benturan.

Besar energi benturan diberikan oleh rumus berikut ini:

. ............................................................ (1)

Sedangkan gaya bentur yang diserap sistem fender adalah:

, sehingga ,

keterangan:

E : energi benturan (ton.m)

F : gaya bentur yang diserap sistem fender

d : defleksi fender

V : komponen tegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal pada

saat membentur dermaga (m/dt)

W : displacement (berat) kapal (ton)

g : percepatan gravitasi (m/dt2)

Cm : koefisien massa

Ce : koefisien eksentrisitas

Cs : koefisien kekerasan

Cc : koefisien bentuk dari tambatan

Untuk kecepatan kapal dapat ditentukan pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Kecepatan Merapat Kapal pada Dermaga

Ukuran Kapal

(DWT)

Kecepatan Merapat

Pelabuhan

(m/dt)

Laut terbuka

(m/dt)

Sampai 500 0,25 0,30

500-10.000 0,15 0,20

10.000-30.000 0,15 0,15

Di atas 30.000 0,12 0,15

Sumber : (Bambang Triatmodjo, 2009)

10

Koefisien massa tergantung dari gerakan air di sekeliling kapal yang

dihitung dengan persamaan:

............................................................................. (2)

dengan:

.............................................................................. (3)

keterangan:

Cb : koefisien blok kapal

d : draft Kapal (m)

B : lebar kapal (m)

W: bobot kapal (ton)

Lpp : panjang garis air (m)

γ0 : berat jenis air (1,025 ton/m2).

Kapal yang merapat ke dermaga membentuk sudut terhadap dermaga,

sehingga pada waktu bagian kapal menyentuh dermaga, kapal akan

berputar sehingga sejajar dengan dermaga. Sebagian energi benturan

yang ditimbulkan oleh kapal akan hilang oleh perputaran tersebut. Sisa

energi akan diserap oleh dermaga. Sedangkan koefisien eksentrisitas

adalah perbandingan antara energi sisa dengan energi kinetik kapal

yang merapat, dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(

) .................................................................................... (4)

keterangan:

l : jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal

sampai titik sandar kapal (m)

11

r : jari-jari putaran di sekeliling pusat gerak kapal pada permukaan

air (m)

Untuk nilai r didapat dari grafik berikut:

Gambar 1. Grafik Nilai r

Panjang garis air (Lpp) dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

Kapal barang :

......................................... (5)

Kapal tangker :

......................................... (6)

Titik kontak pertama antara kapal dan dermaga adalah suatu titik dari

1/4 panjang kapal pada dermaga (

) dengan Loa adalah

panjang kapal yang di tambat.

2.2.Gaya Tambat (Mooring Forces)

Kapal yang merapat di dermaga akan ditambatkan dengan

menggunakan tali ke alat penambat yang disebut bollard. Pengikatan

dimaksudkan untuk menahan gerakan kapal yang disebabkan oleh

12

angin dan arus. Gaya tarikan kapal pada tali penambat yang

disebabkan oleh tiupan angin dan arus pada badan kapal disebut gaya

tambat (mooring forces). Bollard ditanam/diangker pada dermaga dan

harus mampu menahan gaya tarikan kapal. Berikut metode yang

digunakan untuk menghitung besarnya gaya tambat:

2.2.1. Gaya Akibat Angin

Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan

menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya

tersebut berupa benturan ke dermaga, sedang jika arahnya

meninggalkan menyebabkan gaya tarikan kapal pada alat

penambat. Besar gaya angin tergantung pada arah dan kecepatan

hembus angin, dan dapat dihitung dengan rumus berikut:

a. Gaya horizontal jika angin datang dari arah haluan (α = 0º)

Rw = 0,42QaAw ................................................................. (7)

b. Gaya horizontal jika angin datang dari arah buritan (α = 180º)

Rw = 0,5QaAw ................................................................... (8)

c. Gaya lateral jika angin datang dari arah lebar (α = 90º)

Rw = 1,1 QaAw .................................................................. (9)

Qa = 0,063V2 .................................................................... (10)

keterangan:

Rw : gaya akibat angin (ton)

Qa : tekanan angin (ton/m2)

V : kecepatan angin (m/dt)

Aw : proyeksi bidang yang tertiup angin (m2)

13

2.2.2. Gaya Akibat Arus

Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang

terendam air juga akan menyebabkan terjadinya gaya pada kapal

yang kemudian diteruskan pada alat penambat dan dermaga.

Besar gaya yang ditimbulkan oleh arus diberikan oleh

persamaan berikut ini:

Ra = CcγwAc*

+ ................................................................... (11)

keterangan:

Ra : gaya akibat arus (ton)

Ac : luas tampang kapal yang terendam air (m2)

γw : rapat massa air laut (1,025 ton/m3)

Vc : kecepatan arus (m/dt)

Cc : koefisien tekanan arus

Nilai Cc adalah faktor untuk menghitung gaya lateral dan

memanjang. Nilai Cc tergantung pada bentuk kapal dan

kedalaman air di depan tambatan, yang nilainya diberikan.

a. Di air dalam nilai nilai Cc = 1,0 – 1,5

b. Kedalaman air/draft kapal = 2, nilai Cc = 2,0

c. Kedalaman air/draft kapal = 1,5, nilai Cc = 3,0

d. Kedalaman air/draft kapal = 1,1, nilai Cc = 5,0

e. Kedalaman air/draft kapal = 1, nilai Cc = 6,0

Faktor untuk menghitung gaya arus memanjang (longitudinal)

bervariasi dari 1,0 – 1,5 untuk laut dalam sampai 6 untuk

perbandingan antara kedalaman air dan draft kapal mendekati 1.

14

2.2.3. Gaya Pada Bollard

Kapal yang merapat di sepanjang dermaga akan berhenti

sebagian dengan menggunakan mesinnya sendiri dan sebagian

ditahan oleh tali penambat yang dililitkan pada bollard. Dengan

demikian, bollard harus mampu menahan gaya tarikan, yang

paling tidak sama dengan gaya yang bisa memutuskan tali

penambat.

3. Beban Gempa

Beban lateral dan vertikal akibat gempa ditentukan berdasarkan

data gempa pada lokasi dermaga yang mengacu pada SNI-1726-

2002 dengan menggunakan Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010

seperti pada (Gambar 2). Analisis struktur terhadap beban gempa

pada gedung dilakukan dengan Metode Analisis Dinamik Respon

Spektrum, dengan gaya geser dasar nominal sebagai respon ragam

yang pertama terhadap pengaruh gempa rencana menurut

persamaan:

........................................................................................... (12)

V : gaya geser (ton)

I : faktor keutamaan struktur

Ci : faktor respon gempa

Rt : faktor daktilitas

Wt : berat total struktur (ton)

15

Gambar 2. Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010

D. Analisis Penampang Bagian Atas

Struktur bagian atas yang akan dianalisis adalah pelat, balok dan poer. Analisis

dilakukan untuk mengetahui kapasitas struktur sesuai dimensi dan material

yang digunakan.

1. Pelat

Pelat merupakan struktur bidang atau permukaan yang lurus (datar

atau melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding

dengan dimensi yang lain. Dimensi suatu pelat bisa dibatasi oleh

suatu garis lurus atau garis melengkung. Menurut SNI 03-2847-

2002, untuk mendapatkan momen dan gaya geser digunakan rumus

sebagai berikut:

)2/1.(. adfyAsMn ............................................................................. (13)

16

dengan:

bcf

fyAsa

.'85,0

. ....................................................................................... (14)

keterangan:

Mn : momen nominal (Nmm)

As : luas tulangan tarik (mm2)

fy : kuat leleh baja (MPa)

f’c : kuat tekan beton (MPa)

a : tinggi benda tegangan pada beton (mm)

b : lebar pelat dalam 1000 mm

d : tinggi efektif (mm)

β1 : faktor reduksi

untuk faktor reduksi diambil sesuai dengan kuat tekan beton yang

digunakan.

β1 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 MPa

β1 = 0,85 – 0,008 (f’c – 30) untuk f’c > 30 MPa

2. Balok

Balok merupakan batang struktural yang didesain untuk menahan

gaya-gaya yang bekerja dalam arah transversal terhadap

sumbunya. Balok yang digunakan merupakan beton bertulang,

yaitu beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang

tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan dengan atau

tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa

kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang

17

bekerja (SNI 03-2847-2002). Untuk menganalisis antara balok dan

lantai yang dicor secara monolit akan terjadi interaksi sebagai

satu kesatuan dalam menahan momen lentur positif, sehingga

pelat akan bereaksi sebagai sayap (flens) desak dan balok sebagai

badannya. Interaksi antara flens dan balok yang menjadi satu

kesatuan dengan penampangnya berbentuk huruf T dan L. Pada

penelitian ini dibatasi untuk menganalisis balok T dengan

tulangan rangkap saja.

2.1.Menghitung Momen Nominal

Gambar 3. Penampang Balok T

Untuk menganalisis balok T perlu diketahui lebar efektif (be) balok

tersebut. Menurut SNI 03-2847-2002, lebar efektif balok dapat

dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2. Lebar Efektif Balok T

Lebar Efektif

Balok

be ≤ ¼ Ln

be ≤ bw + 16t

be ≤ bw + Ln

18

2.1.1. Jika a ≤ t, maka hitungan penampang seperti balok persegi

Gambar 4. Tampang Balok T Tulangan Rangkap dengan a ≤ t

Asumsi : sf ' fy

Cc = ec baf ..'85,0 .................................................................. (15)

Cs = sA' (fy – 0,85 cf ' ) ...................................................... (16)

Kontrol : Jika Ts ≤ Cc + Cs, maka anggapan bahwa a ≤ t benar

dan perhitungan dapat dilanjutkan, jika salah maka perhitungan

dilanjutkan ke perhitungan balok T murni dengan tulangan

rangkap.

Ts = Cc + Cs ......................................................................... (17)

Ts = As.fy .............................................................................. (18)

As.fy = 0,85 cf ' . a .be + cf ' (fy – 0,85 cf ' )

ec

c

bf

fffa

.'.85,0

)' 0,85 - ( A' - .A ysys ........................................... (19)

c = a /β1

Pemeriksaan tulangan:

db

As

. .............................................................................. (20)

yf

4,1min ............................................................................ (21)

19

Jika > min ok!

b =

yy

c

ff

f

600

600.

85,01

'

........................................... (22)

max = b75,0 .................................................................... (23)

Jika < max ok!

Kontrol : ......................................... (24)

Jika s' > y' = fy/Es, berarti asumsi semula benar, maka

perhitungan dilanjutkan ke bagian a. Jika s' < y' = fy/Es, berarti

asumsi semula salah, maka perhitungan dilanjutkan ke bagian b.

a. Jika 's '

y atau f’s fy

Cc = ec baf ..'85,0

Cs = A’s (fy – 0,85 ’ )

Mn = Cc (d – a /2) + Cs (d – ) ..................................... (25)

b. Jika 's< '

y atau ’ < fy

Cc = ec baf ..'85,0

Cs = A’s 003,0)d' - c (

xc

s. Es – 0,85. ’c .......................... (26)

Ts = sA . fy, Ts = Cc + Cs, dengan memasukkan persamaan

Ts = Cc + Cs diperoleh persamaan kuadrat: Ac2

+ Bc + C = 0,

dimana:

A = 0,85 ’c.β1.be ............................................................ (27)

B = 600. ’ – sA . fy – 0,85 ’c. ’ .............................. (28)

C = - (600. ’ . ’ ) ........................................................ (29)

003,0)d' - c (

' s xc

s

20

Nilai C dapat dihitung dengan rumus ABC :

A

ACB

C2

4 B- = 1.2

2

................................................ (30)

a = β1.c

Cc = ec baf ..'85,0

Cs = ’ 003,0)d' - c ( s x

c. Es – 0,85 ’

Mn = Φ(Cc (d – a /2) + Cs (d – ))

2.1.2. Jika a > t, maka hitungan dengan balok T murni

Gambar 5. Tampang Balok T tulangan rangkap dengan a > t

Cc1 = t.(be – bw) . 0,85 cf ' .................................................... (31)

Cc2 = 0,85 cf ' . a .bw ............................................................. (32)

Cs = sA' .(fy – 0,85 cf ' ), anggapan bahwa = fy

Ts = As. fy

As. fy = 0,85 cf ' . a .bw + t.(be – bw).0,85 cf ' + sA' . (fy – 0,85 cf ' )

wc

cc

bf

ffffa

.'.85,0

)'0,85-(A' -')0,85b - (bt -.A ysweys ................ (33)

c = a /β1

21

Pemeriksaan tulangan:

db

As

. dan

yf

4,1min

Jika > min ok!

b =

yy

c

ff

f

600

600.

85,01

'

max = b75,0

Jika < max ok!

: = 003,0)d' - c ( s x

c Kontrol

Jika s' y' = fy/Es, berarti asumsi semula benar, maka

perhitungan dilanjutkan ke bagian a. Jika s' < y' = fy/Es,

berarti asumsi semula salah, maka perhitungan dilanjutkan ke

bagian b.

a. Jika s' y' = fy /Es atau sf ' fy

Cc1 = 0,85 cf ' . a .bw

Cc2 = t.(be – bw). 0,85 c

Cs = ’ (fy–0,85 f’c)

b. Jika s' ≤ y' atau f’s ≤ fy

Cc1 = a .bw.0,85 ’c

Cc2 = t.(be – bw).0,85 ’c

Cs = ’ c

)d' - c ( s x 0,003 Es – 0,85 ’c

Ts = As.fy

s'

22

Ts = Cc1 + Cc2 + Cs ......................................................... (34)

Dengan memasukkan persamaan Ts = Cc + Cs didapat

persamaan kuadrat:

Ac2 + Bc + C = 0, dimana :

A = 0,85 ’c.β1.be

B = 600. ’ – As. fy – 0,85 ’c. ’

C = - (600 . ’ . ’s)

Nilai c dapat dihitung dengan rumus ABC:

A

ACB

2

4 B- = C

2

a = β1.c

Cc1 = 0,85 ’c. a .bw

Cc2 = t.(be – bw) . 0,85 ’c

Cs = ’ 003,0)d' - c ( s x

c. Es – 0,85. ’c

Mn = Φ(Cc1 (d – a /2) + Cc2 (d – t/2) + Cs (d – ’s)) ..... (35)

keterangan:

Mn : momen nominal (Nmm)

Ts : gaya tarik baja tulangan (N)

a : panjang lengan geser (mm)

As : luas tulangan tarik (mm2)

: luas tulangan tekan (mm

2)

be : lebar efektif flens (mm)

bw : lebar badan (mm)

β1 : faktor untuk memperhitungkan pengaruh mutu beton

23

c : jarak dari serat tekan terluar ke garis netral (mm)

Cc : gaya tekan beton (N)

Cs : gaya tekan baja (N)

Es : modulus elastis baja tulangan (MPa)

ԑs : regangan pada baja tulangan

ԑ’s : regangan tekan baja

ԑy : regangan luluh

Ln : jarak bersih yang diukur dari muka ke muka tumpuan (mm)

t : tebal pelat (mm)

Φ : faktor reduksi kekuatan

2.2. Menghitung Kuat Geser Nominal

nV = Φ ( cV + sV ) ......................................................................... (36)

cV = dbf

wc .

6,0

'

................................................................... (37)

sV = s

dfA yv .............................................................................. (38)

keterangan:

nV : kuat geser nominal (N)

cV : kuat geser nominal dari beton (N)

sV : kuat geser nominal dari tulangan geser (N)

vA : luas tulangan total, yang tegak lurus dengan sumbu batang (mm2)

s : jarak tulangan sengkang (mm)

Φ : faktor reduksi kekuatan

24

3. Poer

Poer adalah penutup pondasi yang merupakan pertemuan antara

balok dengan pondasi. Sesuai dengan SNI-03-2847-2002, untuk

menghitung kekuatan poer dapat dilakukan dengan menggunakan

persamaan seperti pada perhitungan balok.

4. Kolom

Menurut SNI-03-2847-2002, kolom adalah komponen struktur

dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi 3

yang digunakan terutama untuk mendukung beban aksial tekan.

Kekuatan kolom dalam memikul beban didasarkan pada

kemampuannya memikul kombinasi beban aksial (Pu) dan momen

(Mu) secara bersamaan. Sehingga perencanaan kolom suatu

struktur bangunan didasarkan pada kekuatan dan kekakuan

penampang lintangnya terhadap aksi beban aksial dan momen

lentur. Untuk mempermudah mengetahui kekuatan penampang

kolom dibuat diagram interaksi, yaitu suatu grafik daerah batas

yang menunjukkan ragam kombinasi beban aksial dan momen

yang dapat ditahan oleh kolom secara aman. Secara matematis,

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pn = Φ (Cs + Cc) ............................................................................... (39)

Mn = Φ (Cc.z + Cs.z) ......................................................... (40)

keterangan:

Cc : gaya internal pada beton tekan (N)

Cs : resultan gaya internal baja tulangan (N)

25

Pn : gaya aksial nominal kolom (N)

Mn : momen nominal kolom (Nmm)

z : jarak titik berat beton (mm)

Φ : faktor reduksi kekuatan

E. Analisis Penampang Bagian Bawah

Pondasi tiang adalah pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu

tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu

kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di

bawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi (Ir. Suyono Sosrodarsono, Kazuto

Nakazawa, 2000). Pondasi merupakan bagian dari struktur yang berfungsi

meneruskan beban akibat berat struktur secara langsung ke tanah yang terletak

di bawahnya.

Salah satu jenis pondasi dalam yang digunakan adalah pondasi tiang pancang.

Sistem tiang diasumsikan sebagai pile group untuk mentransfer beban-beban

horizontal dan vertikal pada dermaga ke lapisan tanah keras yang lebih dalam

agar dapat dicapai daya dukung tanah yang lebih baik. Untuk menahan gaya

lateral akibat beban berthing dan mooring kapal serta gaya gempa,

diasumsikan ditahan oleh tiang miring dan tiang. Daya dukung pondasi tiang

pancang terdiri atas daya dukung ujung (end bearing) dan daya dukung friksi.

Tahanan aksial berdasarkan kekuatan bahan menurut SNI 03-2847-2002,

tegangan tekan beton untuk tiang pancang yang diijinkan yaitu:

Pn = σb Ab .............................................................................................. (41)

σb = Φ f’c ................................................................................................ (42)

26

keterangan:

Pn : daya dukung batas pondasi tiang pancang (N)

σb : tegangan beton

Ab : luas penampang dasar tiang (mm2)

Φ : faktor reduksi kekuatan

Daya dukung pondasi berdasarkan data N-SPT dengan menggunakan rumus

Meyerhof (1976) sebagai berikut :

Pn = 4 Nb. Ab + 0,02 Ň . As ....................................................................... (43)

keterangan:

Pn : daya dukung batas pondasi tiang pancang (N)

Nb : nilai N-SPT pada dasar pondasi

Ab : luas penampang dasar tiang (ft2)

Ň : nilai N-SPT rata-rata sepanjang tiang

As : luas permukaan keliling tiang (ft2)

Untuk menghitung tahanan lateral menggunakan rumus Broms

seperti berikut ini:

Hn = yo x kh x D / [2 x b x ( e x b + 1 )] …. ............................................ (44)

dengan

b = [kh x D / ( 4 x Ec x Ic )]0,25

keterangan:

Hn : tahanan lateral nominal tiang pancang (N)

b : koefisien defleksi tiang

yo : defleksi tiang maksimum (mm)

kh : modulus subgrade horizontal (N/mm3)

27

e : jarak beban lateral terhadap muka tanah (mm)

D : diameter tiang pancang (mm)

Ec : modulus elastis tiang (MPa)

Ic : momen inersia penampang (mm4)

F. Analisis Struktur Menggunakan Software SAP 2000

Penggunaan software dimaksudkan untuk mendapatkan gaya-gaya dalam yang

terjadi akibat beban-beban yang bekerja pada dermaga secara lebih teliti. Hasil

yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan sesuai

kapasitas struktur yang sebenarnya untuk mendapatkan nilai safety factor (SF).

Safety factor (SF) merupakan perbandingan dari kapasitas dermaga dengan

beban yang bekerja.