ii. tinjauan pustaka 2.1 monitoring dan evaluasi 2.1.1 ... 2.pdf · dilakukan dalam program krpl...
TRANSCRIPT
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Monitoring dan Evaluasi
2.1.1 Pengertian dan tujuan monitoring
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 (dalam IPDN, 2011),
disebutkan bahwa monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama
suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan
tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan
tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya
yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan
menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan
semula. Monitoring dilaksanakan dengan maksud agar proyek dapat mencapai tujuan
secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan balik bagi pengelola proyek
pada setiap tingkatan. Umpan balik ini memungkinkan pemimpin proyek
menyempurnakan rencana operasional proyek dan mengambil tindakan korektif tepat
pada waktunya jika terjadi masalah dan hambatan (Deptan, 1989).
Monitoring adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi
kebijakan yang meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya (out-
comes) (Hogwood and Gunn, 1989). William N. Dunn (1994), menjelaskan bahwa
monitoring mempunyai beberapa tujuan, sebagai berikut.
a. Compliance (kesesuaian/kepatuhan)
11
Menentukan apakah implementasi kebijakan tersebut sesuai dengan standard dan
prosedur yang telah ditentukan.
b. Auditing (pemeriksaan)
Menentukan apakah sumber-sumber/pelayanan kepada kelompok sasaran (target
groups) memang benar-benar sampai kepada mereka.
c. Accounting (Akuntansi)
Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi setelah
implementasi sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.
d. Explanation (Penjelasan)
Menjelaskan mengenai hasil-hasil kebijakan publik berbeda dengan tujuan
kebijakan publik.
Monitoring berkaitan erat dengan evaluasi, karena evaluasi memerlukan hasil
dari monitoring yang digunakan dalam melihat kontribusi program yang berjalan
untuk dievaluasi.
2.1.2 Pengertian dan ragam evaluasi
Pengertian evaluasi menurut Hornby dan Parnwell (dalam Mardikanto, 2009)
adalah sebagai suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai suatu objek,
keadaan, peristiwa atau kegiatan tertentu yang sedang diamati. Pengertian tersebut
juga dikemukakan oleh Soumelis (1983) yang mengartikan evaluasi sebagai proses
pengambilan keputusan melalui kegiatan membanding-bandingkan hasil pengamatan
terhadap suatu obyek. Diartikan oleh Seepersad dan Henderson (1984) mengartikan
12
evaluasi sebagai kegiatan sistematis yang dimaksudkan untuk melakukan pengukuran
dan penilaian terhadap sesuatu obyek berdasarkan pedoman yang telah ada.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, terdapat beberapa pokok
pikiran yang terkandung dalam pengertian “evaluasi” sebagai kegiatan terencana dan
sistematis yang meliputi sebagai berikut.
a. Pengamatan untuk mengumpulkan data dan fakta,
b. Penggunaan “pedoman” yang telah ditetapkan,
c. Pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman
sudah ditetapkan terlebih dahulu,
d. Pengambilan keputusan atau penilaian (Mardikanto, 2009).
Dikembangkan oleh Sutjipta (2009), ada lima ciri dalam evaluasi meliputi (1)
kualitas: apakah program baik atau tidak baik, kualitas isi program, kegiatan
pendidik, media yang digunakan, penampilan pelaksana program, (2) kesesuaian
(suitability): pemenuhan kebutuhan dan harapan masyarakat. Program tidak
menyulitkan atau membebani masyarakat, sesuai dengan tingkat teknis, sosial dan
ekonomis masyarakat, (3) keefektifan: seberapa jauh tujuan tercapai, (4) efisiensi:
penggunaan sumber daya dengan baik, dan (5) kegunaan (importance): kegunaan
bagi masyarakat yang ikut terlibat dalam program.
Berdasarkan waktu dan pelaksananya, evaluasi dibedakan menjadi beberapa
ragam pengertian seperti berikut.
a. Evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
13
Dinyatakan oleh Taylor (dalam Mardikanto, 2009), evaluasi formatif adalah
evaluasi yang dilaksanakan terhadap program atau kegiatan yang telah dirumuskan,
sebelum program atau kegiatan itu sendiri dilaksanakan. Sedangkan evaluasi sumatif,
merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan.
b. Evaluasi intern dan evaluasi ekstern
Dikemukakan oleh Sanders & Sullins (dalam Mardikanto, 2009), bahwa suatu
evaluasi internal, yang diadakan secara internal oleh staf yang bekerja pada program
tersebut, biasanya berkembang secara alami. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan
feedback pada aspek program yang ditinjau dan kemungkinan revisi sedang
berlangsung.
Evaluasi ekstern, adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar,
meskipun inisiatif dilakukannya evaluasi dapat muncul dari kalangan orang luar, atau
justru diminta oleh organisasi pemilik atau pelaksana program yang bersangkutan
(Mardikanto, 2009).
2.2 Pengertian Dampak
Dampak (impact) ialah hasil yang diperoleh dari efek proyek. Dampak ini
merupakan kenyataan yang sesungguhnya dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang
lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang proyek. Dampak juga dapat diartikan
sebagai perubahan akhir dalam kondisi kehidupan kelompok sasaran yang
diakibatkan (sepenuhnya atau sebagiannya) oleh pelaksanaan suatu proyek atau
program (Soeharto, 1990).
14
2.2.1 Dampak teknis
1. Teknis KRPL
Disebutkan oleh Mardikanto (2009), evaluasi teknis adalah kegiatan evaluasi
yang sasarannya dan ukurannya menggunakan ukuran-ukuran teknis (fisik), seperti
seberapa jauh volume kegiatan telah dapat diselesaikan, seberapa jauh persyaratan
teknis telah ditepati, berapa jumlah orang yang terlibat atau terjangkau oleh program
yang dilaksanakan, bagaimana kualitas bahan yang digunakan, atau kualitas fisik
yang digunakan. Berikut diuraikan teknis yang dibutuhkan di dalam mengembangkan
KRPL.
a. Kebun Bibit
Kebun bibit merupakan salah satu sumber bibit dalam pengembangan KRPL,
sebagai upaya menuju terciptanya rumah pangan lestari (RPL). RPL adalah rumah
tangga yang memanfaatkan pekarangan secara optimal untuk budidaya tanaman
sayuran, pangan, ternak dan ikan, menggunakan teknologi hemat lahan secara
berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi sehari hari, serta
menambah pendapatan keluarga.
Kebun bibit dapat memberikan kesinambungan usaha budidaya tanaman bagi
anggota dan keuntungan ekonomi bagi kelompok melalui usaha penjualan bibit dan
tanaman. Kebun bibit adalah lahan untuk pembibitan yang dilengkapi dengan
beberapa peralatan dan dikelola atas partisipasi aktif masyarakat untuk memproduksi
bibit agar dapat memenuhi kebutuhan bibit tanaman bagi peserta RPL dan warga
15
masyarakat di kawasan yang selanjutnya disebut kebun bibit desa (KBD). Lahan
untuk kebun bibit sebaiknya merupakan lahan terbuka, dan banyak mendapat cahaya
matahari langsung, berdekatan dengan sumber air dan lahan cukup luas di sekitarnya
sehingga mempermudah pengembangan kebun bibit di masa datang. Ukuran kebun
bibit tergantung pada volume bibit yang akan di produksi dan ukuran luas bangunan
rumah bibit.
b. Komoditas pangan/tanaman lokal
Komoditas yang dimaksud adalah berbagai jenis tanaman sumber pangan
lokal bernilai ekonomis tinggi yang dibutuhkan dan disukai oleh masyarakat di
kawasan pelaksanaan program KRPL. Tanaman sayuran misalnya kangkung, bayam,
bunga kol, selada, sawi, pare, gambas, labu siam, terong atau lainnya. Tanaman
rempah dan obat yaitu jahe, kencur, temulawak, kunyit atau lainnya. Buah-buahan
meliputi pepaya, jambu, belimbing, srikaya, sirsak atau lainnya. Demikian juga
pangan lokal berupa ubi jalar, singkong, ganyong, garut atau lainnya. Sumber pangan
hewani yang banyak dikonsumsi sehari hari dan dikembangkan antara lain, ayam
lokal, kelinci, ikan lele atau lainnya.
c. Media tanam
Media tanam adalah suatu media atau bahan yang digunakan untuk tempat
tumbuh dan berkembangnya akar tanaman, media tanam juga merupakan komponen
utama ketika akan bercocok tanam.
16
Mengenal media tanam dalam kegiatan bercocok tanam merupakan suatu
keharusan, karena media yang akan digunakan untuk menanam harus disesuaikan
dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Hal ini dikarenakan tidak semua jenis
tanaman memiliki habitat yang sama. Untuk mendapatkan media tanam yang baik
dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, kita harus memiliki pemahaman
mengenai karakteristik media tanam yang berbeda-beda dari setiap jenisnya.
d. Sarana produksi
Tersedianya sarana produksi di tingkat lokal merupakan syarat mutlak yang
harus dipenuhi untuk berlangsungnya pembangunan pertanian. sarana produksi yang
dimaksud antara lain: pupuk, obat-obatan pengendali hama, benih.
1) Pupuk
Pupuk diberikan agar tanaman (tumbuhan yang diusahakan manusia) dapat
tumbuh, berkembang dan menghasilkan sesuai yang diharapkan. Rekayasa genetik
dan lingkungan di lakukan agar tanaman memberikan kinerja yang lebih baik.
Dengan bantuan hasil tanaman tersebut, unsur yang semula berada dalam tanah
masuk ke dalam tubuh manusia.
2) Obat-obatan pengendali hama
Obat-obatan pengendali hama meliputi pestisida alami dan pestisida kimia, namun
dalam penerapanya dalam program KRPL dianjurakan menggunakan pestisida
alami. Penggunaan obat-obatan pengendali hama bertujuan untuk mencegah
17
kerugian petani didalam membudidayakan tanamannya akibat serangan hama yang
merusak tanaman.
3) Benih
Pemilihan benih juga merupakan hal penting bagi petani dan pelaku usahatani,
karena benih yang baik dan sehat merupakan dasar bagi pertumbuhan tanaman
agar dapat tumbuh dan dan berkembang serta berproduksi secara optimum.
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman secara umum mencakup segala kegiatan yang
berkaitan dengan upaya menjaga kelangsungan hidup tanaman agar tetap hidup sehat
dan memiliki produktivitas tinggi. Pemelihaaan tanaman meliputi pemberian pupuk
(disarankan organik), penyiraman dan pengendalian hama penyakit. Pada ternak
meliputi pemberian pakan, air minum dan vaksinasi.
2. Kebutuhan KWT pengembang KRPL
a. Pemanfaatan lahan pekarangan rumah tangga
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga
merupakan salah satu alternatif kebijakan untuk mewujudkan ketahanan dan
kemadirian pangan, disamping banyak program-program lain yang bertujuan untuk
mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan. Hal ini membawa konsekwensi
terhadap pengerahan sumber daya juga harus terukur seimbang dengan solusi
pemecahan masalah serta hasil yang dicapai. Dalam jangka pendek ke depan, peluang
dan aksesibilitas kesempatan kerja nonpertanian bagi sebagian besar rumah tangga
18
petani di pedesaan akan tetap terbatas. Pilihan yang dinilai cukup relevan adalah
peningkatan pemberdayagunaan lahan pekarangan untuk komoditas pangan lokal dan
komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi dengan sasaran pemenuhan kebutuhan
pangan rumah tangga, penghematan pengeluaran rumah tangga, dan peningkatan
pendapatan rumah tangga dengan sasaran akhir peningkatan Pola Pangan Harapan
(PPH).
b. Ketahanan pangan rumah tangga
Berdasarkan Undang-undang No 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan
bahwa “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Terpenuhinya pangan bagi setiap rumah
tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di
Indonesia, dan pemantapan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui pemantapan
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.
c. Pelatihan dan pembinaan
Pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk
memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pekerjaan sekarang, Sedangkan pendidikan lebih berorientasi kepada masa depan dan
lebih menekankan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan
menginterpretasikan pengetahuan (Pangabean, 2004).
19
Kegiatan KRPL didominasi kegiatan budidaya tanaman dan ternak, namun
tidak semua anggota mampu memahami secara benar budidaya tanaman. Program
KRPL mengadakan pembinaan dalam bentuk pelatihan dan sekolah lapangan tentang
budidaya tanaman. Pembinaan yang diberikan berupa budidaya tanaman dari
pembuatan persemaian, pembuatan media tanam, penanaman, pemeilharaan termasuk
pengendalian hama, penyakit dan pascapanen. Pembinaan dilakukan dengan
melakukan kunjungan kerumah-rumah secara intensif untuk memberikan motivasi,
memberikan arahan secara langsung di lapangan, menghimpun permasalahan yang
dihadapi petani dan memberikan pemecahan yang mungkin bisa dilakukan oleh
anggota.
Pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan di lapang. Jenis pelatihan yang
dilakukan dalam program KRPL diantaranya, teknik budidaya tanaman pangan, buah
dan sayuran, toga, teknik budidaya ikan, dan ternak, perbenihan dan pembibitan,
pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah tangga.
d. Pendampingan
Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat bermakna
pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih berkonotasi pada
menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Kata pendampingan lebih bermakna
pada kebersamaan, kesejajaran, samping-menyamping, dan karenanya kedudukam
antara keduanya (pendamping dan yang didampingi) sederajat, sehingga tidak ada
batasan antara atasan dan bawahan. Hal ini membawa implikasi bahwa peran
20
pendampingan hanya sebatas pada memberikan alternatif dan tidak pada pengambilan
keputusan (BPKB Jawa Timur, 2001).
2.2.2 Dampak ekonomis
Dampak ekonomis sasarannya adalah pengelolaan keuangan dan
menggunakan ukuran-ukuran ekonomi, seperti seberapa jauh administrasi keuangan
telah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, berapa presentase realisasi
pengeluaran yang telah dilaksanakan, berapa nilai manfaat yang diperoleh program
yang telah dilaksanakan dibanding dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Adapun
dampak ekonomi yang dapat dicapai antara lain sebagai berikut.
1. Persepsi pendapatan
Menurut Robbins (2003:97) yang mendeskripsikan bahwa persepsi
merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di
analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu
tersebut memperoleh makna.
Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari
aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggan. Bagi
investor, pendapatan kurang penting dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah
uang yang diterima setelah dikurangi pengeluaran. Pertumbuhan pendapatan
merupakan indikator penting dari penerimaan pasar dari produk dan jasa perusahaan
tersebut. Penarikan kesimpulan dari persepsi pendapatan ini dilakukan dengan
melakukan wawancara dengan responden untuk memperoleh data pendapatan berupa
deskripsi kualitatif.
21
2. Tabungan
Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Tabungan
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat
lainnya yang dipersamakan dengan itu. Kegiatan menabung dapat mendorong
masyarakat untuk menyisihan sebagian hasil pendapatan untuk dikumpulkan sebagai
cadangan hari depan.
3. Aset
Aset adalah nilai dari sesuatu yang dimiliki oleh perusahaan, dan dapat
dimasukkan ke dalam kolom asset adalah gedung. Selain gedung, merk dagang, paten
teknologi, uang kas, mobil, benda elektronik, dll. Menurut Soelaiman Sukmalana
(2007), menyatakan bahwa asset (harta, aktiva) adalah harta yang dimiliki
perusahaan yang berperan dalam operasi perusahaan misalnya kas, persediaan, aktiva
tetap, aktiva yang tak berwujud dan lain-lain.
4. Mitra usaha
Dikemukakan oleh Kamil (1989), dalam Construction Institute, secara
konseptual kemitraan didefinisikan sebagai suatu komitmen jangka panjang antara
dua atau lebih organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan bisnis tertentu
dengan memaksimalkan keefektifan sumberdaya dari setiap partisipan.
Kemitraan dalam lingkungan masyarakat Indonesia, merupakan sesuatu hal
yang tidak asing untuk diterapkan, karena bangsa ini sudah mengenal kemitraan sejak
22
berabad-abad, meskipun dalam skala yang sederhana, seperti gotong royong, sambat
sinambat, partisipasi, mitra cai, mitra masyarakat desa hutan, dan mitra lingkungan.
Keberhasilan suatu usaha ditentukan oleh faktor jaringan bisnis pengusaha.
Pengertian jaringan bisnis dalam hal ini adalah mitra usaha. Semakin banyak mitra
usaha maka mendorong kemampuan usaha perusahaan. Pelaku-pelaku yang terlibat
langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami
dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan.
2.2.3 Dampak sosial
Definisi otoritatif dari dampak sosial adalah dampak-dampak yang mencakup
semua konsekuensi sosial dan budaya atas suatu kelompok manusia tertentu yang
diakibatkan setiap tindakan publik atau swasta yang mengubah cara-cara bagaimana
orang menjalani kehidupan, bekerja, bermain, berhubungan satu sama lain,
mengupayakan pemenuhan kebutuhan hidup mereka, dan secara umum berupaya
menjadi anggota masyarakat yang layak (Forest trend, 2012). Dampak sosial yang
dimaksudkan dalam penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai berikut.
1. Pengertian nilai kearifan lokal
Disebutkan oleh Syarifudin (2007), kearifan lokal merupakan tata nilai atau
perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya
hidup secara arif. Kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda
dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan
hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan
23
lingkungan dan sosial. Untuk melihat dampak sosial dalam masyarakat maka dilihat
melalui dua nilai kearifan lokal yang ada di masyarakat, yaitu menyama braya dan
salulung sabayantaka, paras paros sarpanaya.
a. Menyama braya
Menyama braya mengandung makna persaudaraan dan pengakuan sosial bahwa
kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka sikap
dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak
bersama dalam suka dan duka.
b. Salunglung sabayantaka, paras-paros sarpanaya
Salunglung sabayantaka, paras-paros sarpanaya yang memiliki makna berat
sama dipikul, ringan sama dijinjit, adalah sutu nilai sosial tentang perlunya
kebersamaan dan kerjasama yang setara antara satu dengan yang lainnya sebagai
satu kesatuan sosial yang saling menghargai dan menghormati (Wisnumurti,
2010).
2. Norma
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam
masyarakat dan digunakan sebagai panduan, tatanan, serta kendali tingkah laku yang
sesuai dan diterima masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015). Norma juga
merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku
seseorang. Norma yang digunakan sebagai patokan didalam melihat dampak sosial
24
KWT Tunas Sejahtera meliputi norma agama, norma kesusilaan, dan norma
kesopanan.
a. Norma agama
Menurut Siswoyo (2014), norma agama merupakan peraturan atau petunjuk
hidup yang memuat perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran
yang bersumber dari Tuhan. Norma agama bersumber dari Tuhan yang terdapat
dalam kitab suci agama tertentu. Norma agama bertujuan untuk mewujudkan
dituangkan dalam kitab suci. Norma agama mengharuskan kepada umatnya
tatanan kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta dapat
mewujudkan keimanan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan firman Tuhan
untuk menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya guna
mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
b. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah aturan-aturan hidup tentang tingkah laku yang baik dan
buruk, yang berupa “bisikan-bisikan” atau suara batin yang berasal dari hati
nurani manusia. Berdasar kodrat kemanusiaannya, hati nurani setiap manusia
“menyimpan” potensi nilai-nilai kesusilaan. Tata susila mendorong untuk berbuat
baik, karena hati kecilnya menganggap baik, atau bersumber dari hati nuraninya,
lepas dari hubungan dan pengaruh orang lain (Widjaja, 1985).
c. Norma Kesopanan
25
Norma kesopanan adalah aturan hidup bermasyarakat tentang tingkah laku yang
baik dan tidak baik, patut dan tidak patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu
lingkungan masyarakat atau komunitas tertentu. Norma ini biasanya bersumber
dari adat istiadat, budaya, atau nilai-nilai masyarakat. Ini sejalan dengan
pendapat Widjaja tentang moral dihubungkan dengan etika, yang membicarakan
tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata sopan santun mendorong berbuat
baik, tidak bersumber dari hati nurani, tapi sekedar menghargai orang lain dalam
pergaulan (Widjaja, 1985).
3. Adanya Stratifikasi sosial
Dikemukakan oleh Sorokin (dalam Soekanto, 1990), stratifikasi sosial
merupakan sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam lapisan kelas-
kelas secara bertingkat (hierarkis) dengan perwujudannya adalah kelas tinggi dan
kelas yang lebih rendah. Ukuran yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan
anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan sebagai berikut.
a. Ukuran kekayaan. Seseorang yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk
ke dalam lapisan atas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk
rumah yang bersangkutan, kendaraan, cara-cara menggunakan pakaian serta
bahan pakaian yang dipakai, kebiasaan untuk berbelanja dan seterusnya.
b. Ukuran kekuasaan. Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai
wewenang terbesar, menempati lapisan atas.
26
c. Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-
ukuran kekayaan dan/atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati,
mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, masih banyak dijumpai pada
masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau
mereka yang pernah berjasa.
d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut
kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat negatif, karena ternyata
bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar
kesarjanaannya.
2.4 Pengertian Kelompok Wanita Tani
Pada dasarnya pengertian kelompok wanita tani tidak bisa dilepaskan dari
pengertian kelompok itu sendiri. Kelompok adalah gabungan atau suatu kumpulan
dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama, dimana
interaksi yang terjadi bersifat tetap dan memiliki struktur tertentu. Maksud struktur
sebuah kelompok adalah susunan dari pola antar hubungan intern yang agak stabil,
yang terdiri atas: (1) suatu rangkaian status-status atau kedudukan-kedudukan para
anggotanya yang hirarkis; (2) persamaan sosial yang berkaitan dengan status-status
itu; (3) unsur-unsur budaya (nilai-nilai, norma-norma, model) yang mempertahankan,
membenarkan dan mengagungkan struktur (Polak, 1976).
Kelompok Wanita Tani adalah kumpulan istri petani atau para wanita yang
27
mempunyai aktivitas di bidang pertanian yang tumbuh berdasarkan keakraban,
keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian
untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan
anggotanya. Departemen Pertanian Republik Indonesia, 1980 (dalam Mardikanto,
1993) kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang
terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani-taruna (pemuda-pemudi), yang
terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan
kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pimpinan seorang kontak tani. Dalam
pembangunan sub-sektor pertanian, kelompok tani sebagai berikut.
1. Anggota pengurus kelompok tani pertanian, baik yang merupakan kegiatan
proyek maupun kegiatan pembangunan swadaya.
2. Merupakan pengorganisasian petani yang mengatur kerjasama dan pembagian
tugas anggota atau pengurus dalam kegiatan usaha tani kelompok di hamparan
kebun.
3. Besaran kelompok tani disesuaikan dengan jenis usaha tani dan kondisi di
lapangan, dengan jumlah anggota berkisar 20 sampai dengan 30 orang.
4. Keanggotaan kelompok tani bersifat nonformal.
Disebutkan oleh Perry dan Perry (dalam Rusdi, 1987), beberapa hal yang
menjadi ciri-ciri kelompok adalah (1) ada interaksi anggota yang berlangsung secara
kantinyu untuk waktu yang relatif lama; (2) setiap anggota menyadari bahwa ia
merupakan bagian dari anggota kelompok, dan sebaliknya kelompokpun
mengakuinya sebagai anggota; (3) adanya kesepakatan bersama antar anggota
28
mengenai norma-norma yang berlaku, nilai-nilai yang dianut dan tujuan atau
kepentingan yang akan dicapai; (4) adanya struktur dalam kelompok, dalam artian
para anggota mengetahui adanya hubungan-hubungan antar peranan, norma tugas,
hak dan kewajiban yang semuanya tumbuh di dalam kelompok tersebut.
2.5 Pengertian Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
Kawasan Rumah Pangan Lestari adalah model pemanfaatan yang diwujudkan
dalam suatu kawasan (kelompok, RT, dusun, desa, dst) dengan menerapkan prinsip
RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan
fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dll), lahan terbuka hijau, serta
mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Suatu kawasan harus menentukan
komoditas pilihan yang dapat dikembangkan secara komersial dilengkapi dengan
kebun bibit desa. M-KRPL juga merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari
yaitu rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan
dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversivikasi
pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan,
serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Untuk menjaga keberlajutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep
Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan
serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah. Tujuan pengembangan
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari sebagai berikut.
a. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui
optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari,
29
b. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan
pekarangan di perkotaan maupun pedesaan untuk budidaya tanaman pangan,
buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan,
pengolahan hasil sera pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos,
c. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan
pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan,
d. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang
bersih dan sehat secara mandiri.
Berdasarkan tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini
adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan
sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga
dan masyarakat yang sejahtera (Purwati, 2011).
2.6 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menganalisa aspek dampak teknis, ekonomis, dan sosial dalam
keterlibatan KWT Tunas Sejahtera pada program KRPL. Kelompok wanita tani
Tunas Sejahtera merupakan unit yang terlibat langsung dalam program kawasan
rumah pangan lestari. Sebagai unit terdepan KWT Tunas Sejahtera berupaya
mewujudkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan yang masih mengalami
banyak tantangan. Konsentrasi pada program KRPL yang dilaksanakan oleh KWT
Tunas Sejahtera yaitu pemenuhan kebutuhan rumah tangga.
30
Dampak diartikan sebagai perubahan akhir dalam kondisi kehidupan
kelompok sasaran yang diakibatkan (sepenuhnya atau sebagiannya) oleh para pelaku
program. Dampak muncul ketika program telah berakhir atau terjadi perubahan yang
mempengaruhi para pelakunya. Mengetahui timbulnya dampak sangat penting bagi
sebuah program khususnya pada KWT Tunas Sejahtera. Dampak yang terjadi timbul
pada sebuah program akan membantu para anggota atau pelaku didalamnya untuk
mengadakan sebuah monitoring dan evaluasi sebagai perbaikan dimasa mendatang.
KWT Tunas Sejahtera menerapkan program kawasan rumah pangan lestari
didasari atas pemahaman bahwa kehidupan perkotaan yang memiliki pekarangan
yang sempit perlu memanfaatkan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang
untuk ketahanan dan kemandirian pangan. Diversifikasi pangan berbasis sumber daya
lokal juga diterapkan sebagai peanekaragaman konsumsi, sehingga dapat menjaga
ketahanan pangan rumah tangga anggota. Namun, setelah kegiatan KWT Tunas
Sejahtera berjalannya selama dua tahun terjadi penurunan jumlah keanggotaan aktif
sebanyak 18 anggota dari 44 anggota yang pada awalnya bergabung. Berdasarkan
permasalahan tesebut maka dilakukannya sebuah kegiatan monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara internal (BPTP) dan eksternal
(kalangan umum). Evaluasi secara internal belum dilakukan oleh BPTP, sehingga
mendorong peneliti melakukan penelitian untuk mengevaluasi dampak KRPL setelah
dua tahun berjalan. Dampak yang dilihat dalam penelitian ini terdiri dari aspek teknis,
diantaranya yakni teknis pengembangan KRPL dan kebutuhan KWT pengembang
KRPL, yang ke dua aspek ekonomis yaitu persepsi pendapatan, tabungan, aset, mitra
31
usaha, dan yang ketiga aspek sosial dimana indikator yang dipakai adalah nilai,
norma, dan stratifikasi sosial.
Program KRPL adalah tindakan yang merinci sifat hubungan antara beberapa
dampak KRPL dalam rangkaian variabel pokok yang secara bersama-sama
mempengaruhi hasil yang diinginkan. Gabungan atau sintesis dari penemuan-
penemuan ini, diharapkan dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang berarti
sehubungan dengan variabel-variabel yang berakibat paling langsung terhadap
keberhasilan akhir atau kegagalan suatu program. Pengukuran variabel evaluasi
dampak dilakukan dengan indikator-indikator yang disebutkan, dianalisis
menggunakan dianalisis menggunakan analisis usahatani untuk mengetahui aspek
ekonomis dari segi pendapatan anggota KRPL selama tiga musim atau 18 bulan, dan
analisis deskripsi kualitatif pada aspek teknis, aspek ekonomis, aspek sosial, sehingga
menghasilkan sebuah simpulan. Hasil dari penelitian tersebut akan dijadikan sebuah
acuan yang kemudian akan direkomendasikan kepada stakeholder dan pelaksana
program kawasan rumah pangan lestari yaitu KWT Tunas Sejahtera. Kerangka
pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.
32
Gambar 2.1
Evaluasi Dampak Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Pada Kelompok
Wanita Tani Tunas Sejahtera di Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
Keterangan :
: Garis/alur koordinasi
: Garis/alur dasar pemikiran penelitian
KWT Tunas Sejahtera
Eksternal Internal (BPTP)
1. Nilai
2. Norma
3. Stratifikasi sosial
Sosial Ekonomis Teknis
Evaluasi Dampak Program KRPL
1. Persepsi
pendapatan
2. Tabungan
3. Aset
4. Mitra usaha
1. Teknis
pengembangan
KRPL
2. Kebutuhan KWT
pengembang KRPL
Analisis Deskriptif & Analisis
Usahatani
Simpulan
Rekomendasi
Monitoring dan Evaluasi