ii. tinjauan pustaka 2.1. kualitas penyuluhandigilib.unila.ac.id/16354/15/bab ii.pdf · rasa takut...

Download II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Penyuluhandigilib.unila.ac.id/16354/15/BAB II.pdf · rasa takut atau cemas karena melakukan tax evasion. Wajib Pajak . 29 ... materi komunikasi,

If you can't read please download the document

Upload: duongdat

Post on 06-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 23

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kualitas Penyuluhan

    Dalam commentary paper yang ditulisnya 20 tahun kemudian, Berry (2002)

    mengulas bahwa gagasan dan konsep pokok paper klasiknya tetap relevan,

    lima strategi utama Relationship Marketing yang saling berkaitan dan bisa

    digunakan secara simultan:

    1. Core Service Strategy, yaitu merancang dan memasarkan jasa inti (core

    service) yang bisa mendasari bertumbuhnya relasi pelanggan. Jasa inti

    ideal adalah jasa yang bisa menarik para pelanggan baru melalui

    karakter pemenuhan kebutuhannya: memperkuat relasi bisnis melalui

    kualitas, multi komponen dan karakteristik jangka panjangya dan

    memberikan basis bagi penjualan layanan tambahan sepanjang waktu.

    2. Relationship Customization, yaitu mengadaptasi jasa atau layanan yang

    di ditawarkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik

    pelanggan individual. Strategi ini akan lebih efektif jika kapabilitas jasa

    personal dikombinasikan dengan kapabilitas teknologi informasi.

    3. Service Augmentation, yaitu menambahkan layanan ekstra pada jasa

    utama untuk mendiferensiasikan produk perusahaan dari penawaran

    para pesaing.

    4. Relationship Pricing, yaitu menggunakan harga sebagai insentif untuk

    menjalin relasi jangka panjang.

    5. Internal Marketing, yaitu menciptakan iklim organisasi yang bisa

    memastikan bahwa staf layanan yang tepat menyampaikan jasa secara

    tepat. Kepuasan karyawan tak kalah pentingnya dibandingkan kepuasan

    pelanggan.

    Strategi untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan penyuluhan maka

    diberikan panduan sebagai berikut:

    a. Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP)

  • 24

    1) Penanggung Jawab: Seksi Pelayanan

    2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi)

    a) Petugas pada Seksi Pelayanan melakukan penyuluhan (edukasi)

    dalam bentuk pelaksanaan kegiatan Penjelasan Tiga Menit yang

    pada intinya menjelaskan hak dan kewajiban WP setelah mendaftar

    untuk memiliki NPWP.

    b) Petugas pada Seksi Pelayanan menyampaikan NPWP disertai

    dengan Starter Kit NPWP Panduan dasar Wajib Pajak Orang

    Pribadi dan surat pernyataan WP telah menerima edukasi.

    b. Kegiatan Triple One bagi WP Baru

    1) Penanggung Jawab: Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

    2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi)

    a) Petugas pada Seksi Ekstensifikasi Perpajakan melakukan kegiatan

    Triple One yang difokuskan terhadap WP Orang Pribadi non

    Karyawan dan WP Badan non PKP.

    b) Dalam rangka menjalankan kegiatan Triple One, Seksi

    Ekstensifikasi meminta data WP baru dari Seksi Pelayanan atau

    memperoleh melalui Sistem Informasi DJP atau aplikasi lain yang

    disediakan.

    c. Kegiatan Kelas Pajak

    1) Penanggung jawab: Tim Penyuluhan Perpajakan

    2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi):

    a) Setiap unit kerja agar menyelenggarakan kegiatan Kelas Pajak

    secara berkala yaitu Minggu I dan II setiap bulan.

    b) Kegiatan Kelas Pajak minggu I difokuskan kepada edukasi terkait

    Hak dan Kewajiban Wajib Pajak baru, sedangkan minggu II

    bersifat tematik sesuai Analisa Kebutuhan Penyuluhan (AKP) yang

    dilakukan masing-masing unit kerja KPP.

    c) Kegiatan Kelas Pajak minggu II dapat dikembangkan dalam bentuk

    sosialisasi dengan menggandeng pihak ketiga misalnya perbankan

    terkait bagaimana WP (khususnya UMKM) dapat mengakses

  • 25

    modal atau terkait tema pencatatan dan pembukuan yang dilakukan

    secara sederhana. Pengembangan tema dimaksud diharapkan dapat

    menarik minat WP untuk hadir dan mengikuti kelas pajak.

    d) Mengumumkan secara luas jadwal waktu pelaksanaan kelas pajak

    melalui pemasangan spanduk/poster/pamflet/media dan

    menempatkan (menempel) jadwal dimaksud pada lokasi yang

    mudah dilihat oleh Wajib Pajak seperti di Tempat Pelayanan

    Terpadu (TPT) atau halaman kantor.

    e) Pelaksanaan kelas pajak menjadi tanggung jawab tim penyuluhan

    dengan koordinator (Kepala Bidang P2Humas/Kepala Seksi

    Pelayanan/Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan).

    f) Kegiatan kelas pajak agar tetap dilakukan sekalipun belum

    mendapatkan respon yang memadai (jumlah peserta sedikit) dari

    masyarakat WP. Hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen

    layanan informasi perpajakan kepada masyarakat bahwa jika

    masyarakat WP memiliki keinginan belajar pajak, maka tersedia

    saluran yang disediakan oleh DJP untuk membantu masyarakat WP

    menekan cost of compliance yaitu memilnimalisir pengeluaran

    biaya dalam belajar pajak.

    g) Kegiatan kelas pajak juga dapat dijadikan media pembelajaran bagi

    pegawai di lingkungan unit kerja masing-masing untuk menjadi

    Penyuluh Pajak yang baik. Proses pembelajaran ini dapat

    dilakukan dalam bentuk OJT (on the job training) melalui

    penugasan bersama antara pegawai lain yang memiliki potensi

    kompetensi yang sama namun belum memperoleh kesempatan

    cukup untuk melakukan penyuluhan. Misalnya sebagai pembicara

    ditunjuk seorang Account Representative bersama dengan

    pelaksana pada Seksi Ekstensifikasi Perpajakan (pairing).

    h) Penerimaan pendaftaran calon peserta kelas pajak agar

    dilaksanakan melalui berbagai saluran pendaftaran seperti:

    pendaftaran langsung, melalui undangan tertulis, melalui telepon,

  • 26

    atau situs pajak pada alamat http://www.pajak.go.id. Pemilihan

    saran pendaftaran tergantung dari kondisi wilayah dan masyarakat

    yang akan menjadi target kelas pajak. Agenda kegaiatan kelas

    pajak agar dicantumkan dalam situs pajak di sub menu kelas pajak

    pada alamat http://www.pajak.go.id/kelas_pajak melalui

    mekanisme publishing organization sesuai Peraturan Direktur

    Jenderal Pajak Nomor PER-50/PJ/2011 tentang Tata Kelola

    Konten Situs Direktorat Jenderal Pajak.

    Untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan penyuluhan (edukasi) di atas, maka

    diminta kerjasama masing masing pimpinan unit kerja (Kantor Wilayah DJP

    dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama) serta khusus untuk unit kerja Kantor

    Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) melaksanakan:

    a) Dalam hal KP2KP juga melakukan kegiatan pemberian NPWP kepada

    WP, maka KP2KP menyiapkan sarana penyuluhan (edukasi) berupa

    Starter Kit NPWP bagi WP baru yang mengajukan permohonan

    pendaftaran NPWP.

    b) Melakukan pelatihan secara mandiri kepada petugas TPT sehingga mampu

    melakukan kegiatan Penjelasan Tiga Menit baik dilakukan sendiri

    maupun di bawah koordinasi Kantor Wilayah DJP/KPP masing-masing.

    c) Memastikan pelaksanaan kelas pajak secara berkala (reguler) di KP2KP

    sebagai bagian untuk memanfaatkan kelas pajak dalam rangka

    meningkatkan pengetahuan perpajakan mereka dalam setiap kesempatan

    penyuluhan baik secara langsung maupun melalui berbagai media yang

    tersedia).

    d) Menyampaikan keberhasilan pelaksanaan kegiatan penyuluhan (edukasi)

    melalui berbagai media (saluran) yang ada seperti Kantor Bikin Berita

    (porta kepegawaian), portal p2humas, situs pajak

    (http://www.pajak.go.id.), blog kp2kp dan berbagai saluran lain yang

    disediakan oleh DJP.

    http://www.pajak.go.id/http://www.pajak.go.id/kelas_pajakhttp://www.pajak.go.id/

  • 27

    2.1.1. Economic Content

    Economic content dapat diukur dengan nilai ekonomi (economic value)

    dan service value (Lacey, 2003). Nilai ekonomi berhubungan dengan cost

    benefit ratio yang dirasakan setiap pihak yang terlibat dalam relationship.

    Keberhasilan dalam memberikan nilai ekonomi kepada pelanggan dapat

    dengan meningkatkan kualitas, mengurangi pengorbanan yang dirasakan

    pelanggan atau dengan meminimumkan biaya kepada pelanggan.

    Lee dan Cunningham (2001) dalam Arduna Hasan (2009) menyatakan

    bahwa keinginan pelanggan untuk terus menjalin hubungan dengan

    penyedia jasa ditentukan oleh analisa perbandingan antara biaya dan

    benefit yang ditimbulkan dari relationship antara pelanggan dan pemberi

    jasa. Dalam proses transaksi, yang dimasukan dalam benefit adalah atribut

    produk, kualitas produk, kualitas pelayanan dan ragam pilihan produk.

    Sementara yang dikategorikan dalam pengorbanan adalah harga yang

    harus dibayar, biaya roaming, waktu yang terbuang dan biaya transportasi.

    Motivasi utama pelanggan terlibat dalam pemasaran relasional adalah

    manfaat ekonomi, maka pelanggan yang terlibat dalam pemasaran

    relasional harus dikenakan biaya yang lebih rendah. Penggunaan insentif

    ekonomi seperti diskon dan hadiah untuk mempertahankan loyalitas

    pelanggan tidak dapat diharapkan dapat memberikan keuantungan jangka

    panjang bagi perusahaan kecuali jika dikombinasikan dengan strategi

    relationship yang lain, karena insentif keuangan merupakan elemen

    bauran pemasaran yang paling mudah ditiru dan tidak dapat membedakan

    perusahaan dengan pesaingnya.

    Economic content sering merupakan anteseden yang diperlukan

    perusahaan yang memusatkan pemasarannya pada penciptaan transaksi

  • 28

    tunggal dan mungkin dengan pelanggan yang hanya sesekali melakukan

    transaksi.

    Economic content merupakan manfaat ekonomi yang diterima pelanggan.

    Perusahaan dapat menggunakan economic content untuk mendorong

    motivasi konsumsi pelanggan dan memperoleh loyalitas mereka dengan

    menggunakan keputusan harga seperti tingkat tarif yang lebih rendah.

    Selain itu pelanggan juga mempertimbangkan biaya (compliance cost),

    waktu, dan usaha yang akan dikeluarkannya apabila ia beralih ke

    perusahaan lain (switching cost).

    Compliance cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam

    rangka melakukan pemenuhan kewajiban pajak, besarnya biaya yang

    harus dikeluarkan Wajib Pajak dalam menyelenggarakan kewajiban

    perpajakannya, turut menentukan tingkat kepatuhan perpajakan. Biaya

    kepatuhan pajak terbagi atas 3 yaitu direct money cost, time cost dan

    psychological cost dapat diuraikan sebagai berikut:

    a. Direct money cost adalah biaya-biaya cash money (uang tunai)

    yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban

    pajak, seperti pembayaran kepada konsultan pajak dan biaya

    perjalanan ke bank untuk melakukan penyetoran pajak.

    b. Time cost adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam

    melakukan pemenuhan kewajiban pajak, antara lain waktu yang

    digunakan untuk membaca formulir SPT dan buku petunjuknya,

    waktu yang digunakan untuk berkonsultasi dengan akuntan atau

    konsultan pajak dalam mengisi SPT, dan waktu yang digunakan

    untuk pergi dan pulang ke kantor pajak.

    c. Psychological cost meliputi ketidakpuasan, rasa frustasi, serta

    keresahan Wajib Pajak dalam berinteraksi dengan sistem dan

    otoritas pajak. Psychological cost adalah rasa stress dan berbagai

    rasa takut atau cemas karena melakukan tax evasion. Wajib Pajak

  • 29

    berusaha patuh untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka

    berharap agar dapat mengeluarkan biaya seminimal mungkin yang

    terkait dengan pemenuhan kewajiban pajaknya, apabila jumlah

    biaya kepatuhan pajak yang dikeluarkan lebih besar daripada

    ekspektasi wajib pajak, maka timbul potensi dalam diri Wajib

    Pajak untuk menjadi tidak patuh dalam melakukan pemenuhan

    kewajiban pajaknya.

    Switching cost didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap

    waktu, uang dan usaha yang diperlukan untuk menggati merk

    perusahaan. Burham et al (2003) menyatakan bahwa switching cost

    didefinisikan sebagai biaya-biaya yang dihubungkan dengan proses

    perpindahan dari satu supplier ke supplier yang lain, tiga tipe switching

    cost yaitu:

    1. Procedural switching cost yang meliputi resiko ekonomi dan

    biaya evaluasi dan melibatkan penggunaan waktu dan usaha.

    2. Financial switcing cost yang melibatkan hilangnya benefit dan

    sumber daya keuangan.

    3. Relational switcing cost yang berhubungan dengan hilangnya

    hubungan personel dan hubungan merk, yang melibatkan

    ketidaknyamanan psikologikal dan emosional karena hilangnya

    identitas dan putusnya hubungan.

    2.1.2. Resource Content

    Resource content merupakan sumber daya perusahaan yang dapat

    digunakan untuk membangun hubungan dengan mitra. Sumber daya dapat

    menjadi motivasi untuk membangun dan mempertahankan relationship.

    Kemampuan perusahaan untuk membangun dan mempertahankan

    relationship didasarkan pada kepemilikan sumber daya unik yang bernilai,

  • 30

    langka dan sulit untuk ditiru. Sumber daya dapat berarti sesuatu yang

    dapat dijadikan sebagai kekuatan atau kelemahan dari suatu perusahaan.

    Secara lebih formal, sumber daya perusahaan dapat didefinisikan sebagai

    aktiva berwujud atau tidak berwujud yang melekat pada perusahaan.

    Resource content dapat diukur dengan reputasi perusahaan dan confidence

    benefit (Lacey (2003), Boonajsevee (2003) dan Morgan (2000) dalam

    Arduna Hasan (2009)). Reputasi perusahaan adalah persepsi seseorang

    mengenai keadaan masa lalu dan prospek masa yang akan datang

    mengenai kualitas perusahaan atau produk. Definisi lain adalah persepsi

    pelanggan mengenai kualitas yang dihubungkan dengan nama perusahaan.

    Ini berarti nama perusahaan memberi pengaruh positif pada respon

    pelanggan terhadap produk atau jasa.

    Kualitas reputasi perusahaan tidak terbatas hanya pada produk atau jasa

    yang dihasilkan tetapi sering dihubungkan dengan reputasi perusahaan

    secara keseluruhan. Ada dua hal penting yang perlu dilewati untuk

    mencapai reputasi organisasi (Fombrun (1996) dalam Arduna Hasan

    (2009)) adalah Identitas Organisasi, Citra Organisasi kemudian baru

    menuju reputasi organisasi. Reputasi organisasi diawali dari identitas

    organisasi sebagai starting point yang tercermin dalam nama perusahaan

    (logo) ataupun penampilan fisik atau visual dalam berbagai bentuk

    (interior, seragam karyawan, alat transportasi dan lingkungan). Dapat pula

    materi komunikasi, brosur, leaflet, iklan, laporan tahunan, pemberitaan

    media, materi presentasi dan audio visual.

    Identitas organisasi bukan hanya berbentuk fisik atau verbal, tetapi juga

    hal-hal yang bersifat non fisik seperti sejarah perusahaan, nilai-nilai dan

    filosofi. Juga dalam berhubungan dengan masyarakat, pengalaman

    pelanggan dan masyarakat dalam hubungan personal dengan pemimpin

  • 31

    dan karyawan perusahaan. Di sini juga menyangkut pelayanan, gaya kerja

    dan komunikasi baik internal maupun interaksi dengan pihak luar.

    Identitas organisasi tersebut menimbulkan atau memberikan kesan pada

    masyarakat atau memancarkan citra kepada stakeholder, citra di mata

    konsumen, masyarakat sekitar dan karyawan sendiri. Kesan yang timbul

    itulah yang dinamakan citra organisasi yang terkumpul di benak khalayak

    atau publik itulah yang membentuk reputasi organisasi.Reputasi

    mencerminkan persepsi publik terkait tindakan organisasi yang telah

    berlalu dan prospek organisasi dimasa datang, tentunya dibandingkan

    dengan organisasi sejenis atau pesaing.

    Confidence benefit berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam

    mengurangi kekhawatiran dan memberikan kenyamanan karena pelanggan

    mengetahui apa yang diharapkan dari pemberi jasa. Konsumen bersedia

    terlibat dalam pemasaran relasional karena mereka ingin mengurangi

    resiko dan menikmati kenyamanan. Konsumen dapat menjalin pemasaran

    relasional dengan merk atau perusahaan tertentu untuk mengurangi

    keraguan terhadap produk atau jasa.

    2.1.3. Social Content

    Social content adalah hubungan sosial yang terbentuk dari adanya

    interaksi antara penyedia jasa dengan pelanggan, menurut Morgan (2000)

    dalam Arduna hasan (2009). Walaupun social content dapat tidak relevan

    untuk beberapa perusahaan yang berorientasi transaksi, tetapi ini

    dipertimbangkan menjadi dasar bagi kesuksesan pelaksanaan pemasaran

    relasional, yang merupakan proses mengembangkan dan mendorong

    relationship yang saling menguntungkan antara pemberi jasa dan pembeli.

  • 32

    Social content sebagai proses yang menjelaskan bagaimana tumbuhnya

    relationship antara dua pihak. Social content dapat menghasilkan perasaan

    suka, persahabatan dan social interactivity. Dari perspektif penyedia jasa,

    mengenal pelanggan dapat membantu menghindari kesalahpahaman,

    ketidakbersediaanuntuk bekerja sama atau akibat lainnya yang dapat

    menyebabkan kegagalan relationship. Dari sudut pandang pelanggan,

    personal relationship dengan penyedia jasa dapat mendorong pemahaman

    yang benar sehingga karyawan lebih mudah untuk memahami kebutuhan

    pelanggan, kekurangan kontak personal dapat mempengaruhi pelanggan

    membentuk persepsi mengenai kualitas pelayanan.

    Social content terbentuk dari adanya komunikasi dan kekeluargaan. Salah

    satu karakteristik fundamental dari sebuah hubungan yang bekerja dengan

    baik adalah komunikasi. Komunikasi dapat didefinisikan secara luas

    sebagai informasi bermakna dan tepat waktu antara perusahaan dan

    pelanggan, baik secara formal maupun informal. Komunikasi yang tepat

    waktu dapat mempercepat kepercayaan dengan membantu menyelesaikan

    perselisihan dan menyamakan persepsi dan harapan pelanggan perusahaan.

    Ketika komunikasi terhambat, kemungkinan hubungan akan memburuk

    demikian juga yang terjadi dalam hubungan antara perusahaan dan

    pelanggannya. Pelanggan seringkali mengacu pada keberadaan

    komunikasi sebagai bukti dari adanya sebuah hubungan.

    Relationship tanpa komunikasi adalah hal yang tidak mungkin, karena

    komunikasi merupakan hal yang penting bagi koordinasi dalam

    organizational setting termasuk dalam pemasaran relatisonal. Komunikasi

    antara penyedia jasa dengan kliennya merupakan bagian integral dari

    fungsi pemasaran interaktif. Apa yang dikatakan karyawan, bagaimana

    mereka mengatakannya, bagaimana perilaku mereka, bagaimana outlet

    jasa, tampilan mesin dan sumber daya fiskal dan bagaimana mereka

    mengkomunikasikan sesuatu kepada pelanggan.

  • 33

    Social content juga dihubungkan dengan kekeluargaan antara perusahaan

    dengan pekerjanya. Kekeluargaan dapat digambarkan sebagai tingkat

    pengakuan personal pelanggan oleh karyawan perusahaan sebagai hasil

    dari interaksi dalam beberapa waktu. Karyawan dapat memakai peluang

    untuk membangun hubungan dengan pelanggan dan kekeluargaan dapat

    berkembang menjadi persahabatan anatara pelanggan dengan karyawan.

    Hubungan yang meningkat ini akan membuat kedua belah pihak ingin

    menjalin hubungan yang menimbulkan rasa memiliki dan persahabatan.

    2.2. Kualitas Pelayanan

    Layanan jasa (service) merupakan kunci dari nilai yang mendorong

    kesuksesan sebuah perusahaan. Bagi konsumen, nilai merupakan manfaat

    yang diterima untuk beban yang harus ditanggung konsumen seperti biaya,

    lokasi yang tidak strategis, karyawan yang tidak ramah atau fasilitas layanan

    jasa yang tidak menarik. Kualitas dari layanan jasa membantu perusahaan

    untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalisir beban non biaya bagi

    konsumennya. Kualitas ditentukan oleh konsumen, bukan berupa kesesuaian

    dengan spesifikasi yang ditentukan perusahaan, melainkan kesesuaian dengan

    spesifikasi dari konsumen.

    Dalam melakukan kajian tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap

    tingkat kepatuhan Wajib Pajak KP2KP Sukadana Lampung Timur,

    menggunakan teori yang dikemukakan oleh Pasuraman. Parsuraman dalam

    Fandy Tjiptono, Ph.D & Gregorius Chandra (2011) dalam penelitian awalnya

    mengidentifikasikan dimensi kualitas pelayanan kedalam sepuluh dimensi

    kelompok, yaitu reliabilitas, daya tanggap, kompetensi, akses, kesopanan,

    komunikasi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami pelanggan dan

    bukti fisik, dalam penelitian selanjutnya Parasuraman mengelompokkan

    sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu :

  • 34

    1. Kehandalan (realibility)

    2. Daya Tanggap (responsiveness)

    3. Jaminan/Keyakinan (assurance)

    4. Kepedulian (emphaty)

    5. Bukti Fisik/berwujud (tangible)

    Dimensi yang paling penting dari kelima dimensi service quality adalah

    reliability, kepercayaan pelanggan terhadap kemampuan perusahaan untuk

    memberikan layananyang dijanjikan akan hilang apabila perusahaan sering

    melakukan kesalahan dan tidak menepati janjinya. Sikap ramah dari

    karyawan dan permohonan maaf yang tulus tidak dapat menggantikan

    layanan yang tidak dapat diandalkan (Ujang S. et al, 2013).

    2.2.1. Kehandalan ( Realibility)

    Reliability merupakan kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa

    (pelayanan) sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu.

    Dimensi ini lebih menekankan pada kemampuan perusahaan untuk

    membuktikan janji-janjinya kepada pelanggan. Sebuah layanan yang

    handal adalah dimana karyawan menyediakan layanan sesuai yang

    dijanjikan, karyawan dapat diandalkan dalam menangani masalah layanan

    pelanggan, karyawan menyampaikan layanan sesuai waktu yang

    dijanjikan, serta karyawan menyimpan catatan / dokumen tanpa kesalahan.

    Kehandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan

    layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun

    dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu tertentu.. Inti dari

    realibility adalah saat semua informan percaya bahwa pelayanan ditempat

    tertentu sangat memuaskan. Faktor sumber daya manusia dalam dimensi

    ini sangat penting, karena selain kesan pertama dari tampilan produk,

    gedung, tempat parkir dan kecanggihan teknologi dalam pelayanan,

  • 35

    prilaku dari pembuat pelayanan dapat memberikan kesan baik dan buruk

    bagi pelanggan. Prilaku yang baik dalam memberikan pelayanan adalah :

    a. Self esteem : Penghargaan terhadap diri sendiri, dengan pandai

    menghargai diri sendiri seorang karyawan akan berpikir dan bertindak

    positif terhadap orang lain, sehingga pandai menghargai pelanggan

    dengan baik

    b. Exceed expectation : memberikan pelayanan dengan melebihi harapan

    pelanggan (mematuhi dan melebihi standar) secara konsisten

    c. Recovery : adanya keluhan pelanggan tidak dianggap sebagai beban

    masalah namu dianggap sebagi peluang untuk memperbaiki dan

    meningkatkan diri

    d. Vision : Pelayanan prima sangat berkaitan dengan visi suatu organisasi

    e. Pemberdayaan : memberdayakan agar karyawan dapat bertanggung

    jawab

    Atribut-atribut dalam dimensi kehandalan kualitas pelayanan meliputi:

    pertama, memberikan pelayanan sesuai janji, kedua bertanggung jawab

    tentang penanganan konsumen akan masalah pelayanan, ketiga

    memberikan pelayanan tepat waktu dan Kelima memberikan infornasi

    kepada konsumen tentang kapan pelayanan yang dijanjikan akan

    direalisasikan.

    2.2.2. Daya Tanggap (Responsiveness)

    Daya tanggap merupakan kesediaan membantu pelanggan dan

    memberikan jasa dengan cepat. Dalam dimensi ini suatu perusahaan harus

    memberikan pelayanan dan menanggapi permintaan dari sudut pandang

    pelanggan bukan dari sudut pandang perusahaan. Ketanggapan yaitu

    sebagai kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang

    cepat responsive dan tepat kepada pelanggan dengan menyampaikan

    informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya

    suatu alas yang jelas menyebabkan presepsi yang negative dalam kualitas

    pelayanan.

  • 36

    Dalam dimensi ini perusahaan bersedia 24 jam menerima keluhan dari

    pelanggan dan sigap memberikan keterangan-keterangam yang jelas

    tentang pelayanan atau informasi yang dibutuhkan oleh pelanggan, dalam

    dimensi ini karyawan harus memiliki pengendalian emosional karena

    setiap pelanggan yang melakukan keluhan berkeinginan setiap masalahnya

    dapat diselesaikan secepat mungkin. Perbedaan tingkat pendidikan,

    budaya dan kebiasaan masyarakat setempat meneyababkan perbedaan

    prilaku dan cara menyampaikan keluhan, sehingga hal tersebut terkadang

    menimbulkan ketegangan antara karyawan dan pelanggan.

    Dimensi ini menuntut karyawan yang unggul dan kesiapan perusahaan

    dalam melayani komplain dari pelanggan, untuk melihat harapan

    pelanggan pada dimensi ini dapat dilihat dibawah ini :

    a. Petugas perusahaan yang unggul memberitahukan secara pasti kepada

    pelanggan kapan pelayanan dilakukan

    b. Petugas yang unggul akan memberikan pelayanan dengan cepat dan

    tepat kepada pelanggan

    c. Petugas yang unggul akan selalu berkeinginan untuk membantu

    pelangan

    d. Pelanggan yang unggul tidak pernah terlalu sibut untuk menanggapi

    tuntutan pelanggan.

    2.2.3 Jaminan/Keyakinan (Assurance)

    Pada dimensi ini Pelanggan mengharapkan personil pemberi pelayanan

    memiliki sopan santun dan terpelajar. Dengan memperlakukan pelanggan

    dengan baik diharapkan perusahaan memperoleh kepercayaan dan

    keyakinan pelanggan kepada sebuahan perusahaan. Jaminan merupakan

    pengetahuan, kesopan santunan dan kemampuan para pegawai perusahaan

  • 37

    untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.

    Dimensi ini terdiri dari komponen-komponen antara lain :

    a. Komunikasi : kemampuan karyawan untuk berkumunikasi dengan

    baik, efektif dan benar dengan pelanggan serta mudah tidaknya

    pelanggan melakukan komunikasi dengan personal perusahaan.

    b. Kredibiltas : Menyangkut sikap mental personal yang memberikan

    pelayanan kepada pelanggan

    c. Keamanan : Menyangkut keamanan dan kenyamanan pelanggan

    selama berada di perusahaan dan jaminan menjalankan bisnis yang

    aman dengan perusahaan.

    d. Kompetan : Kecocokan personil pemberi layanan dengan bidang

    pekerjaan yang ditangani

    e. Sopan Satun : Prilaku perusahaan kepada pelanggan dengan sopan

    santun.

    2.2.4 Kepedulian (Emphaty)

    Dimensi empathy merupakan sikap dan prilaku personil perusahaan yang

    menujukkan perhatian yang tulus pada para pelanggan. Pada dimensi ini

    karyawan dituntut seolah-olah merasakan kendala yang dimiliki oleh

    pelanggan sehingga karyawan dapat memberikan kepeduliannya kepada

    pelanggan dengan tulus, dimensi empathy terdiri dari :

    a. Memberikan perhatian secara individu kepada pelanggan

    b. Karyawan memperhatikan pelanggan dengan penuh perhatian

    c. Karyawan harus mengerti kebutuhan pelanggan

    Pada dimensi ini karyawan ditutut mengenal lebih jauh lagi tentang

    pelanggan dan fokus memperhatikan hal-hal yang diperlukan oleh

    pelanggan selama berada di perusahaan dan selama menjalin kerjasama

    bisnis dengan perusahaan.

  • 38

    2.2.5 Bukti Fisik/berwujud (tangible)

    Berwujud (tangible) dapat diartikan juga sebagai bukti fisik, yang

    pengertiannya dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara

    fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pelanggan sesuai dengan

    penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu

    pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan,

    sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan

    prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan.

    Dimensi tangible merupakan aspek kualitas pelayanan yang dinikmati,

    dirasakan dan dinilai oleh pelanggan dengan menggunakan indra manusia.

    Kemegahan gedung, kebersihan kantor, kerapihan kantor, kenyaman kantor,

    dan kecanggihan peralatan, merupakan contoh-contoh dimensi tangible

    dalam kualitas pelayanan. Aspek tangible juga merupakan faktor yang

    mempengaruhi pelanggan, aspek tangible yang baik akan meningkatkan

    harapan pelanggan menjadi tinggi.

    Oleh karena itu, produsen harus mengetahui seberapa jauh aspek tangible

    masih memberikan pengaruh positif terhadap kualitas pelayanan tetapi tidak

    menyebabkan harapan pelanggan menjadi terlalu tinggi. Dimensi tangible

    umumnya lebih penting terhadap pelanggan baru, dimensi tangible

    umumnya tidak terlalu penting bagi pelanggan yang telah lama menjalin

    hubungan dengan perusahaan. Sehingga, perusahaan yang lebih

    mengutamakan pelanggan lama untuk bertumbuhan harus lebih selektif

    dalam berinvestasi pada aspek tangible (Hermawanto, 2012).

    2.3. Hubungan antar Variabel

    2.3.1 Hubungan kualitas penyuluhan perpajakan terhadap tingkat

    kepatuhan Wajib Pajak KP2KP Sukadana Lampung Timur

  • 39

    Menurut Gundlach (1995) dalam dalam Arduna H (2009) mengkaji

    komitmen dalam pemasaran, konseptualisasi yang paling luas

    mengidentifikasi tiga aspek penting yang berhubungan dengan komitmen.

    Pertama, komitmen dalam hunbungan bisnis yang mencakup dimensi

    instrumental atau komponen masukan yang mengacu pada pertaruhan

    kepentingan sendiri dan rekanan dalam satu hubungan (Meyer & Allen,

    1991). Dimensi ini mengusulkan komitmen sebagai tindakan kalkulatif,

    yaitu tindakan dimana biaya dan manfaat dipertukarkan. Hal ini

    berkembang sebagai hasil dari investasi yang dijalankan dalam suatu

    hubungan atau kurangnya alternatif yang menyebabkan tingkat biaya

    pertukaran (switcing cost) yang berhubungan dengan penghentian suatu

    hubungan.

    Kedua, komitmen dalam suatu hubungan dikonseptualisasikan sebagai

    suatu konstruk sikap (atittudinal construct). Dimensi ini menggambarkan

    orientasi efektif dan keselarasan nilai dengan rekana bisnis yang terpisah

    dari kemurnian nilai instrumennya. Hubungan yang didalammnya terdapat

    keterkaitan individu dengan tujuan dan nilai organisasi sepertinya akan

    berlangsung lebih lama (Ruyter dan Wetzels, 1999).

    Ketiga, perhatian diarahkan komitmen sebagai dimensi temporal yang

    berarti selama dilakukan dalam rentang waktu yang lama atau secara

    konsisten. Dengan adanya kesinambungan, maka tingkat turn over

    pelanggan dapat dikurangi dan pasangan kerja akan lebih meningkatkan

    kerjasama dalam pencapaian tujuan bersama. Melalui komitmen hubungan

    jangka panjang dan berkelanjutan berdampak pada peningkatan kerjasama

    dan penurunan perilaku oportunistik.

    Speakman dalam Morgan & Hunt (1994) telah mendefinisikan

    kepercayaan sebagai dasar bagi persekutuan yang stratejik, dan

    mengartikan kepercayaan sebagai keyakinan yang dimiliki dalam

  • 40

    hubungan dengan pasangan kerja terkait dengan sikap jujur dan saling

    membantu satu sama lain.

    2.3.2 Hubungan kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan Wajib

    Pajak KP2KP Sukadana Lampung Timur

    Kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh dua jenis faktor yaitu

    faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang

    berasal dari diri Wajib Pajak sendiri dan berhubungan dengan karakteristik

    individu yang menjadi pemicu dalam menjalankan kewajiban

    perpajakannya. Berbeda dengan faktor internal, faktor eksternal adalah

    faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti situasi dan

    lingkungan di sekitar Wajib Pajak.

    Menurut Gardina dan Haryanto (2006) dalam Arabella Oentari Fuadi dan

    Yenni Mangoting (2013), penyebab rendahnya kepatuhan pajak dapat

    disebabkan oleh kurangnya kualitas pelayanan petugas pajak. Sistem self

    assessment yang berlaku di Indonesia dengan Wajib Pajak diberikan

    kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak

    dengan menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Agar

    self assessment dapat berjalan dengan baik, pemerintah dalam hal ini

    Direktorat Jenderal Pajak menjalankan salah satunya fungsinya yaitu

    fungsi pelayanan.

    Ada tiga kemungkinan yang diambil oleh pelanggan (wajib pajak) yang

    mendapatkan masalah dengan layanan: pelanggan akan menyampaikan

    keluhan dan puas dengan tanggapan perusahaan (KP2KP), pelanggan akan

    menyampaikan keluhan dan tidak puas dengan tanggapan perusahaan, atau

    pelanggan tidak menyampaikan keluhan dan terus merasa kecewa.

  • 41

    Banyak wajib pajak yang kecewa tidak menyampaikan keluhannya secara

    langsung kepada KPP Pratama/KP2KP untuk menghindari terjadinya

    konfrontasi, atau karena mereka merasa segan untuk menyampaikan

    keluhan. KPP Pratama/KP2KP dapat mengatasi rasa segan pelanggan dan

    memperbaiki layanan melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut:

    1. Memberikan dukungan dan memberikan kemudahan bagi wajib

    pajak untuk menyampaikan keluhan. Contohnya kotak kepuasan

    yang disediakan KPP Pratama/KP2KP, nomor telepon bebas biaya

    500200 untuk menerima keluhan (inbound) dan mengingatkan

    (outbound) wajib pajak yang di sentralisasi oleh Kantor Layanan

    Informasi dan Pengaduan serta melalui twitter: @kp2kpsukadana

    dan website http://www.pajak.go.id/blogs/kp2kpsukadana.

    2. Cepat tanggap dan memberikan tanggapan secara personal. Dengan

    memberikan tanggapan yang cepat memperlihatkan bahwa KPP

    Pratama/KP2KP sangat memperhatikan kepuasan pelanggan.

    3. Membangun sistem untuk menyelesaikan permasalahan. Karyawan

    di bidang jasa harus mendapatkan pelatihan untuk menghadapi

    wajib pajak yang emosi dan cara untuk membantu wajib pajak

    menyelesaiakan masalah layanan yang dialami.

    2.4 Penelitian Terdahulu

    Hasil penelitian Yusuf, 2013, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh

    Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan perpajakan dan Pengaduan Wajib Pajak

    sebagai variabel bebas dan kinerja pendapatan pajak (realisasi dan

    pertumbuhan penerimaan) sebagai variabel tidak bebas. Data yang digunakan

    diperoleh dari data primer hasil penyebaran kuisioner dengan metode

    sampling. Sampel terdiri dari Wajib Pajak Orang Pribadi di Tangerang

    Selatan, jumlah kuesioner yang disebar 50 set. Analisis menggunakan analisis

    regresi berganda. Tingkat signifikansi untuk t-test penelitian adalah 0.030

    http://www.pajak.go.id/blogs/kp2kpsukadana

  • 42

    untuk Kesadaran Wajib Pajak, 0.030 untuk Pelayanan Wajib Pajak dan 0.039

    untuk pengaduan Wajib Pajak dan tingkat signifikansi untuk f-test adalah

    0.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kesadaran Wajib Pajak,

    Pelayanan perpajakan dan Pengaduan Wajib Pajak memiliki pengaruh yang

    signifikan kepada kinerja pendapatan pajak (realisasi dan pertumbuhan

    penerimaan).

    Hasil survei tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perpajakan pada

    Direktorat Jenderal Pajak tahun Anggaran 2012 sesuai surat Direktur

    Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Nomor: S-750/PJ.09/2013

    tanggal 22 Mei 2013.

    1. Tujuan survei untuk mengetahui:

    a. Indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan DJP

    b. Tingkat kepercayaan terhadap DJP

    c. Efektifitas Penyuluhan dan Kehumasan

    d. Sektor utama pemanfaatan pajak

    e. Citra Ditjen Pajak

    f. Efektivitas fasilitas layanan perpajakan.

    2. Responden survei

    Survei dilakukan terhadap 68 responden Wajib Pajak di 331 KPP atau

    sebanyak 22.508 responden dengan metode wawancara tatap muka di

    tempat Wajib Pajak dengan karakteristik umum responden adalah sebagai

    berikut:

    a. Berusia kurang dari 35 tahun, sebanyak 27,45% responden berusia

    kurang dari 30 tahun dan 23,34% berusia 31 sampai 35 tahun.

    b. Sebagaian besar Wajib Pajak Badan, sebanyak 67,27% responden

    adalah Wajib Pajak Badan dan 32,73% responden Wajib Pajak Orang

    Pribadi.

    c. Bekerja sebagai karyawan swasta dan wirausaha, sebanyak 49,57%

    responden adalah karyawan swasta dan 23,36% wirausaha.

  • 43

    d. Memiliki pendidikan terakhir S1 dan SMU, sebanyak 47,13%

    responden lulusan S1 dan 34,59% lulusan SMU.

    e. Terakhir ke KPP kurang dari 3 bulan dan 13,66% dalam 4 samapai 6

    bulan sebelum survei.

    f. Sebagaian besar berada dalam posisi staf perusahaan, sebanyak 48,6%

    responden memiliki jabatan sebagai staf 17,02% lainnya dan 15,34%

    sebagai pemilik.

    3. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan DJP secara nasional

    a. Indeks kepuasan pengguna layanan DJP dihitung dari persepsi dan

    harapan responden atas 4 (empat) aspek pelayanan yang terdiri dari

    aplikasi dan akses informasi, sumber daya manusia, Standard

    Operating Procedure (SOP) dan fasilitas.

    b. Indeks kepuasan pengguna layanan perpajakan DJP adalah 3,093 atau

    sebesar 77,33%.

    c. Prioritas utama untuk diperbaiki dalam aspek pelayanan adalah

    Sumber Daya Manusia (SDM)

    Dari aspek SDM, responden menilai bahwa 5 indikator yang memiliki

    kesenjangan terbesar antara persepsi dan harapan adalah:

    1) Kesesuaian jumlah petugan pelayanan di TPT.

    2) Penguasaan peraturan dan kemampuan menjelaskan dengan

    baik oleh petugas pajak (petugas TPT, petugas help desk, AR,

    Pemeriksa, Juru Sita).

    3) Konsistensi penanganan dalam hal masalah ditangani oleh

    lebih dari satu petugas pajak.

    4) Kecepatan petugas pajak menindaklanjuti pengaduan oleh

    Wajib Pajak.

    5) Pemenuhan janji oleh petugas dalam hal tenggat waktu yang

    dibutuhkan untuk menyelesaiakan layanan.

    4. Efektivitas Penyuluhan dan Kehumasan

  • 44

    a. Nilai efektivitas penyuluhan dan kehumasan diperoleh dari persepsi

    responden atasia yang digunakan dalam melakukan aktivitas

    penyuluhan dan kehumasan.

    b. Nilai efektivitas penyuluhan dan kehumasan sebesar 73,34%.

    c. Media penyuluhan dan kehumasan yang paling banyak diakses oleh

    responden adalah buku/booklet/brosur perpajakan, billboard/spanduk,

    situs www.pajak.go.id.

    d. Media penyuluhan dan kehumasan yang paling efektif menurut

    responden adalah sosialisasi langsung ke KPP, buku/booklet/brosur

    perpajakan, billboard/spanduk, situs www.pajak.go.id.

    e. Berturut-turut, prioritas untuk tema sosialisasi/penyuluhan yang paling

    banyak dibutuhkan oleh responden adalah Hak dan Kewajiban Wajib

    Pajak secara umum, manfaat pajak dan mekanisme pengisian dan

    penyampaian SPT Tahunan.

    5. Prosedur Administrasi Layanan di KPP

    a. Sebanyak 55,91% responden menyatakan Tidak mengetahui tentang

    standar waktu penyelesaian pelayanan dan 44,09% lainnya

    mengetahui.

    b. Sebanyak 82,2% responden menyatakan Tidak mengetahui tentang

    16 layanan unggulan bidang perpajakan dan 17,8% lainnya

    mengetahui.

    c. Sebanyak 19,93% responden menyatakan Pernah dikenakan sanksi

    atas kewajiban perpajakan, dan 80,07% lainnya tidak pernah.

    6. Sektor Utama Pemanfaatan Pajak

    Indikator ini diperlukan untuk melihat preferensi masyarakat atas

    pemanfaatan pajak, yang dapat menjadi topik sosialisasi penyuluhan dan

    kehumasan DJP. Tiga sektor utama pemanfaatan pajak yang paling

    banyak dipilih responden adalah:

    a. Sektor pendidikan, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap

    Tuhan YME, Pemuda dan Olahraga.

    b. Sektor industri.

    http://www.pajak.go.id/http://www.pajak.go.id/

  • 45

    c. Sektor tenaga kerja.

    7. Tingkat Kepercayaan terhadap DJP

    a. Tingkat kepercayaan terhadap DJP diartikan sebagai kepercayaan

    terhadap profesionalisme dari DJP dan pegawainya yang memberikan

    pelayan terhadap Wajib Pajak.

    b. Tingkat kepercayaan terhadap DJP sebesar 84,16% sebanyak 4,76%

    menyatakan sangat percaya dan 79,45% menyatakan percaya.

    8. Citra DJP dibandingkan tahun 2011

    a. Citra DJP adalah gambaran pandangan masyarakat tentang institusi

    DJP secara utuh, indikator ini diukur untuk mengetahui apakah kinerja

    dan upaya perbaikan yang dilakukan oleh DJP diketahui oleh

    masyarakat.

    b. Sebanyak 2,89% responden menyatakan Citra DJP jauh lebih baik dari

    tahun 2011, 49,51% responden menyatakan Citra DJP lebih baik dari

    tahuan 2011, dan 43,52% responden menyatakan Citra DJP sama

    dengan tahun 2011.

    9. Efektivitas Fasilitas Layanan Perpajakan

    a. Sehubungan dengan beberapa inovasi layanan yang diberikan oleh

    DJP kepada Wajib Pajak, survei ini juga mengukur seberapa jauh

    inovasi tersebut bermanfaat bagi pengguna layanan. Fasilitas layanan

    perpajakan yang diukur adalah Drop Box SPT, e-SPT dan e-Filing.

    b. Sebanyak 70,7% responden menyatakan bahwa Drop Box efektif.

    c. Sebanyak 71,05% responden menyatakan bahwa e-SPT efektif.

    d. Sebanyak 62,61% responden menyatakan bahwa e-Filing efektif.

    Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti faktor yang mempengaruhi

    kepatuhan pajak, menurut Yesi Mutia Basri et.al. (2013) diantaranya

    dilakukan oleh Verboon dan Dijke (2007) yang meneliti pengaruh

    kepentingan pribadi dan keadilan pajak terhadap kepatuhan pajak. Pengaruh

    kualitas pelayanan, power dan trust terhadap kepatuhan pajak juga diteliti

    oleh Alabede et al., (2011), meneliti kualitas pelayanan pemerintah terhadap

  • 46

    kepatuhan pajak di Nigeria. Kemudian Meulbhacher dan Kirchler (2010) dan

    Kamleitner, Korunka, Kirchler (2012) meneliti kepatuhan pajak pada

    perusahaan kecil di Hongkong dll. Siahaan (2005) dan Mustikasari (2007)

    melakukan kajian empiris mengenai kepatuhan pajak badan menunjukkan

    bahwa tax professional yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif,

    niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi, pengaruh orang sekitar (perceived social

    pressure).

    Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu

    No Judul

    Penelitian

    Peneliti Tujuan

    Penelitian

    Alat Analisis Hasil

    Penelitian Nama Thn

    1. Pengaruh

    Kualitas

    Pelayanan

    Petugas Pajak,

    Sanksi

    Perpajakan dan

    Biaya

    Kepatuhan

    Pajak Terhadap

    Kepatuhan

    Wajib Pajak

    UMKM

    - Arabella

    Oentari

    Fuadi

    - Yenni

    Mangoting

    2013 Untuk

    mengetahui

    apakah

    kualitas

    pelayanan

    petugas pajak,

    sanksi

    perpajakan

    dan biaya

    kepatuhan

    pajak

    mempunyai

    pengaruh yang

    signifikan

    terhadap

    kepatuhan

    Wajib Pajak

    UMKM

    (usaha mikro,

    kecil dan

    menengah)

    baik secara

    parsial

    maupun

    Pengujian

    Validitas dan

    Realiabilitas

    Variabel

    biaya

    kepatuhan

    pajak

    mengalami

    peningkatan

    1 satuan

    maka

    kepatuhan

    Wajib Pajak

    UMKM

    akan

    menurun.

  • 47

    simultan

    2. Analisis

    Pengaruh

    Kualitas

    Layanan dan

    Reputasi

    Perusahaan

    Terhadap

    Loyalitas

    Nasabah Bank

    Mandiri Bandar

    Lampung

    Eddy 2013 Pengaruh

    Kualitas

    Layanan dan

    Reputasi

    Perusahaan

    Terhadap

    Loyalitas

    Nasabah

    Pengujian

    Validitas dan

    Realiabilitas

    Kualitas

    Layanan

    lebih

    berpengaruh

    daripada

    Reputasi

    Perusahaan

    Terhadap

    Loyalitas

    Nasabah

    3. Pengaruh

    Modernisasi

    Sistem

    Administrasi

    Perpajakan

    Terhadap

    Kepatuhan

    Wajib Pajak

    Pada Kantor

    Pelayanan

    Pajak Pratama

    Makassar Utara

    Irmayanti

    Madewing

    2013 Untuk

    mengetahui

    pengaruh

    antara

    modernisasi

    sistem

    administrasi

    perpajakan

    terhadap

    kepatuhan

    wajib pajak

    Pengujian

    Validitas dan

    Realiabilitas

    Modernisasi

    sistem

    administrasi

    perpajakan

    berpengaruh

    positif dan

    signifikan

    terhadap

    kepatuhan

    wajib pajak

    4. Pengaruh

    Economic

    Content,

    Resource

    Content, Social

    Content dan

    Trust Terhadap

    Komitmen

    Pelanggan

    Kartu Halo PT

    Telkomsel di

    Bandar

    Lampung

    Arduna Hasan 2009 Untuk

    mengetahui

    pengaruh

    Economic

    Content,

    Resource

    Content,

    Social Content

    dan Trust

    Terhadap

    Komitmen

    Pelanggan

    Pengujian

    Validitas dan

    Realiabilitas

    Variabel

    Economic

    Content,

    Resource

    Content,

    Social

    Content dan

    Trust

    memiliki

    pengaruh

    baik secara

    gabungan

    maupun

  • 48

    secara

    parsial

    terhadap

    komitmen

    5. Studi

    Ketidakpatuhan

    Pajak: Faktor

    Yang

    Mempengaruhi

    nya (Kasus

    Pada Wajib

    Pajak Orang

    Pribadi Yang

    Terdaftar Di

    Kpp Pratama

    Tampan

    Pekanbaru)

    - Yesi Mutia

    Basri

    - Raja Adri

    Satriawan

    Surya

    - Resy

    Fitriasari

    - Rahmat

    Novriyan

    - Tengku

    Septiani

    Tania

    2013 Untuk

    menguji

    pengaruh

    keadilan

    sistem

    perpajakan,

    norma sosial

    dan norma

    moral, sanksi

    legal,

    religiusitas,

    niat

    berperilaku

    tidak patuh

    terhadap

    ketidak

    patuhan Wajib

    Pajak

    Pendekatan

    Structural

    Equation Model

    (SEM) dengan

    menggunakan

    software Partial

    Least Square

    (PLS)

    Keadilan,

    norma

    sosial,

    resiko

    terdeteksi

    kecurangan,

    besarnya

    sanksi,

    religiusitas,

    berpengaruh

    terhadap

    niat untuk

    berperikau

    tidak patuh