identifikasi objek bawah permukaan untuk fondasi …

93
IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI JALAN TOL DI JAKARTA MENGGUNAKAN METODE GROUND PENETRATING RADAR (GPR) PADA SEGMEN AREA Y SKRIPSI TIKA DEVI WIDAYANTI 11160970000013 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2020 M/ 1442 H

Upload: others

Post on 29-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI

JALAN TOL DI JAKARTA MENGGUNAKAN METODE GROUND

PENETRATING RADAR (GPR) PADA SEGMEN AREA Y

SKRIPSI

TIKA DEVI WIDAYANTI

11160970000013

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA

2020 M/ 1442 H

Page 2: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …
Page 3: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …
Page 4: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …
Page 5: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

v

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan tujuan untuk mendeteksi keberadaan

utilitas di bawah permukaan tanah sebelum dilakukan pembangunan fondasi jalan

tol. Saat ini Jakarta sedang melakukan pembangunan infrastruktur jalan tol. Untuk

itu perlu diketahui apakah ada utilitas di bawah permukaan tanah yang dapat

mengganggu pembangunan fondasi jalan tol. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode Ground Penetrating Radar (GPR). Terdapat 32 lintasan yang

datanya telah diolah menggunakan software reflexw 2008. Dari hasil pengolahan

dan interpretasi adanya material pasir kering dengan kecepatan gelombang 0,140

m/ns pada kedalaman ~1-2m. Jenis anomali dari radargram menggambarkan

lempengan berbentuk kotak dan hiperbola yang menunjukkan utilitas berbentuk

silinder. Dari lintasan 1 – 32 terdapat 115 utilitas yang bisa mengganggu

pembangunan fondasi jalan tol. Lintasan 5 merupakan lintasan yang paling banyak

adanya utilitas terdeteksi sebanyak 6, sedangkan lintasan 10, 23 dan 28 memiliki

utilitas terdeteksi paling sedikit sebanyak 2, untuk lintasan 18 dan 19 memiliki 5

utilitas terdeteksi, kemudian lintasan 2, 3, 7, 8, 11, 12, 16, 20, 22, 25, 26, 27, 29,

30, 31 terdapat 4 utilitas terdeteksi, dan lintasan 1, 4, 6, 9, 13, 14, 15, 17, 21, 24, 32

terdapat 3 utilitas terdeteksi. Dari utilitas yang terdeteksi itu perlu dilakukan

konfirmasi dengan Lembaga yang mempunyai utilitas tersebut.

Kata kunci: Ground Penetrating Radar, processing, radargram, reflexw, utilitas.

Page 6: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

vi

ABSTRACT

This research was conducted in Jakarta with the aim of detecting the presence of

utilities below ground level before to the construction of the toll road foundation.

Currently Jakarta is developing toll road infrastructure. For this reason, it is

necessary to know whether there are utilities below ground level that can interfere

with the construction of the toll road foundation. This research was conducted using

the Ground Penetrating Radar (GPR) method. There are 32 tracks whose data has

been processed using Reflexw 2008 software. From the results of processing and

interpretation of dry sand material with a wave speed of 0.140 m / ns at a depth of

~ 1-2m. This type of anomaly of a radargram depicts a rectangular plate and a

hyperbola indicating cylindrical utility. From routes 1 - 32, there are 115 utilities

that can interfere with the construction of the toll road foundations. Line 5 is the

path with the most detected utility as many as 6, while lines 10, 23 and 28 have the

least detected utility of 2, for lines 18 and 19 it has 5 detected utilities, then

trajectories 2, 3, 7, 8, 11, 12, 16, 20, 22, 25, 26, 27, 29, 30, 31 there are 4 utilities

detected, and trails 1, 4, 6, 9, 13, 14, 15, 17, 21, 24, 32 there are 3 utilities detected.

From the detected utility, it is necessary to confirm with the institution that owns

the utility.

Keywords: Ground Penetrating Radar, processing, radargram, reflexw, utility.

Page 7: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat

serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini ditulis dalam rangka salah satu syarat menyelesaikan Strata Satu

(S1) Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali kekurangan

dalam penulisan. Namun, berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak skripsi

ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutrisno, Dipl. Seis., selaku dosen pembimbing I yang sudah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan nasihat dalam

penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Titi Anggono, M.Sc., selaku pembimbing II yang dengan penuh

kesabaran telah menyempatkan dirinya untuk membimbing, memberi arahan

serta nasihat penulis selama tahap penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud., selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

persetujuan pelaksanaan tugas akhir skripsi ini.

4. Ibu Tati Zera, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fisika UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta serta seluruh dosen dan staff pengajar yang telah

memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama

mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan dapat

bermanfaat dan mendapat keberkahan dari Allah SWT.

5. Ibu Tati Zera, M.Si dan Bapak Saipudin, M.Si., selaku dosen penguji skripsi I

dan II.

6. Keluarga besar tercinta, terutama kedua orang tua dan adik yang selalu

memberikan kasih sayang, bantuan, semangat, dukungan penuh serta doa-doa

kepada penulis.

Page 8: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

viii

7. Ryan Ramadhan, selaku orang terdekat yang sudah menemani, membantu dan

memberi dukungan kepada penulis.

8. Puji, Andini, Shila, dan Indah, selaku teman seperjuangan geofisika 2016 yang

melaksanakan penelitian bersama di Pusat Penelitian Fisika LIPI Serpong demi

mendapatkan sebuah gelar Sarjana Sains.

9. Teman-teman Fisika 2016 Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya peminatan geofisika 2016. Terima kasih atas

kebersamaan dan bantuannya baik langsung maupun tidak langsung.

10. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga bantuan, dukungan, bimbingan, serta doa yang telah diberikan menjadi

pintu datangnya ridha dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat.

Aamiin.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

penulis dimasa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya.

Jakarta, Oktober 2020

Penulis,

Tika Devi Widayanti

Page 9: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Batasan Masalah 7

1.5 Manfaat Penelitian 7

1.6 Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1 Gelombang Elektromagnetik 9

2.2 Metode Ground Penetrating Radar (GPR) 13

2.2.1 Prinsip Kerja GPR 16

2.2.2 Processing Data (Data Pengolahan) GPR 20

2.2.3 Interpretasi Data GPR 23

2.2.4 Hasil Data GPR 24

2.3 Pemanfaatan GPR dalam Pembangunan Infrastruktur 26

2.4 Geoteknik dalam Pembangunan Infrastruktur 26

2.4.1 Penyelidikan Geofisika 27

2.4.1 Penyelidikan Tanah 28

2.4.3 Persyaratan Dasar Fondasi Jalan Tol 28

2.5 Jalan Tol 29

2.6 Hubungan Antara Geoteknik dan Ground Penetrating Radar 30

Page 10: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

x

BAB III METODE PENELITIAN 31

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 31

3.2 Data Penelitian 31

3.3 Peralatan Pengolahan Data Penelitian 31

3.4 Diagram Alir Penelitian 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35

4.1 Hasil Survei 35

4.2 Pembahasan 35

4.3 Kaitan Geoteknik dengan Hasil Processing GPR 69

BAB V PENUTUP 70

5.1 Kesimpulan 70

5.2 Saran 71

DAFTAR PUSTAKA 72

LAMPIRAN 77

Page 11: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konstanta Dielektrik dan Kecepatan Gelombang pada material 13

Tabel 2.2 Resolusi dan Daya Tembus Gelombang Radar 19

Tabel 4.1 Kedalaman, lokasi, dan jenis anomali terdeteksi 68

Page 12: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik 10

Gambar 2.2 Sistem GPR 15

Gambar 2.3 Skema Kerja GPR 16

Gambar 2.4 Ketebalan Beberapa Medium Dalam Tanah 18

Gambar 2.5 Diagram Alir Processing Data GPR 21

Gambar 2.6 Radargram 1. Kotak hitam merupakan indikasi voids 25

Gambar 2.7 Radargram 2. Kotak hitam merupakan indikasi voids 25

Gambar 2.8 Gambar Untuk Fondasi Jalan Tol 28

Gambar 3.1 Contoh Pola Sketsa Lintasan Pada Segmen Area Y 31

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian 32

Gambar 4.1 Radargram Lintasan 1 – Data 1 36

Gambar 4.2 Radargram Lintasan 2 – Data 2 37

Gambar 4.3 Radargram Lintasan 3 – Data 3 38

Gambar 4.4 Radargram Lintasan 4 – Data 4.a 39

Gambar 4.5 Radargram Lintasan 5 – Data 4.b 40

Gambar 4.6 Radargram Lintasan 6 – Data 4.c 41

Gambar 4.7 Radargram Lintasan 7 – Data 5 42

Gambar 4.8 Radargram Lintasan 8 – Data 6 43

Gambar 4.9 Radargram Lintasan 9 – Data 7 44

Gambar 4.10 Radargram Lintasan 10 – Data 8 45

Gambar 4.11 Radargram Lintasan 11 – Data 9 46

Gambar 4.12 Radargram Lintasan 12 – Data 10 47

Gambar 4.13 Radargram Lintasan 13 – Data 11 48

Gambar 4.14 Radargram Lintasan 14 – Data 12 49

Gambar 4.15 Radargram Lintasan 15 – Data 13 50

Gambar 4.16 Radargram Lintasan 16 – Data 14 51

Gambar 4.17 Radargram Lintasan 17 – Data 15 52

Gambar 4.18 Radargram Lintasan 18 – Data 16 53

Page 13: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

xiii

Gambar 4.19 Radargram Lintasan 19 – Data 16.a 54

Gambar 4.20 Radargram Lintasan 20 – Data 17 55

Gambar 4.21 Radargram Lintasan 21 – Data 18 56

Gambar 4.22 Radargram Lintasan 22 – Data 19 57

Gambar 4.23 Radargram Lintasan 23 – Data 20 58

Gambar 4.24 Radargram Lintasan 24 – Data 21 59

Gambar 4.25 Radargram Lintasan 25 – Data 22 60

Gambar 4.26 Radargram Lintasan 26 – Data 23 61

Gambar 4.27 Radargram Lintasan 27 – Data 24 62

Gambar 4.28 Radargram Lintasan 28 – Data 25 63

Gambar 4.29 Radargram Lintasan 29 – Data 26 64

Gambar 4.30 Radargram Lintasan 30 – Data 27 65

Gambar 4.31 Radargram Lintasan 31 – Data 28 66

Gambar 4.32 Radargram Lintasan 32 – Data 29 67

Page 14: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan manusia akan semakin

meningkat yang dimana mengakibatkan perkembangan pada ilmu dan teknologi

serta meningkatnya perkembangan dalam pembangunan di suatu wilayah negara.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki wilayah yang

cukup luas yaitu ± 1,905 juta km² dan penduduknya yang cukup padat, serta masih

terdapat banyak sumber daya alam yang tersedia di dalamnya. Indonesia sendiri

merupakan negara yang sangat aktif atas pembangunan infrastruktur nya, baik itu

pembangunan gedung, jembatan, jalan raya, jalan tol, maupun perumahan.

Pembangunan ini sangat berfungsi bagi perkembangan wilayah yang ada di suatu

negara khususnya Indonesia. Karena masyarakat sendiri akan mendapatkan

keuntungan dari pembangunan tersebut, khususnya pembangunan jalan raya

ataupun jalan tol yang akan memudahkan masyarakat dalam beraktivitas, serta

meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah yang sudah tinggi

perkembangannya. Perkembangan di perkotaan akan lebih pesat dibandingkan di

pedesaan.

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang memiliki luas ± 661,5 km²

dimana merupakan ibukota dari negara Indonesia yang selalu melakukan

pembangunan untuk perkembangan kotanya, baik pembangunan jalan maupun

gedung-gedungnya. Dengan luas wilayah tersebut, Jakarta sendiri memiliki

beberapa akses jalan tol yang dapat digunakan diantaranya yaitu, jalan tol Jakarta-

Page 15: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

2

Bogor-Ciawi (Jagorawi) yang dikelola oleh PT Jasa Marga dengan panjang 59 km

yang menghubungkan antara Jakarta, Cibubur, Citeureup, Bogor, hingga Ciawi.

Kemudian ada Jalan Tol Lingkar Dalam Kota, Jalan Tol ini terbagi menjadi

3 bagian yang dioperasikan oleh PT Jasa Marga dan PT Citra Marga Nusaphala

Persada. Jalan Tol Lingkar Dalam memiliki 3 bagian, yaitu Jalan Tol Cawang-Pluit

yang beroperasi pada tahun 1987 oleh Jasa Marga, Jalan Tol Pelabuhan (ruas Pluit-

Tanjung Priok bagian Utara), dan Jalan Tol Ir. Wiyoto Wiyono (ruas Cawang-

Tanjung Priok bagian Timur). Jalan Tol Dalam Kota memiliki panjang kurang lebih

23 km, dan memiliki 3 lajur untuk 2 Jalur. Selanjutnya, ada Jalan Tol Jakarta-

Cikampek yang dioperasikan sejak tahun 1988 oleh PT Jasa Marga dengan

memiliki panjang kurang lebih 83 km. Menurut website resmi (jasamarga.com)

menyatakan saat ini Jalan Tol Jakarta-Cikampek sudah berkembang diantaranya

memiliki 4 lajur untuk 2 Jalur, kemudian ditambah 10 interchange (simpang susun)

27 perlintasan kendaraan, 16 jembatan penyeberangan, serta 18 gerbang tol. Lalu

ada, Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta yang sudah mulai terkenal sejak tahun 1990-an

dengan panjang kurang lebih 63 km. Jalan tol pertama yang dibangun kemudian

menjadi bagian dari Tol Lingkar Luar adalah ruas Cikunir-Cakung pada tahun

1990. Tol ini dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu ruas Pondok Pinang-Pasar Rebo

yang dikelola oleh PT Hutama Karya (Persero), ruas Pasar Rebo-Rorotan yang

dikelola oleh PT Jalantol Lingkarluar Jakarta, ruas Kembangan-Penjaringan yang

dikelola oleh PT Jakarta Lingkar Baratsatu, dan ruas Kembangan-Ulujami yang

dikelola oleh PT Marga Lingkar Jakarta yang merupakan anak perusahaan Jasa

Marga.

Page 16: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

3

Selain jalan tol yang sudah beroperasi, PT Jasa Marga bersama dengan

kelompok usahanya PT Jasa Marga Japek Selatan (JJS) akan mengembangkan Jalan

Tol Jakarta-Cikampek II Selatan. Menurut (Direktur Utama Jasa Marga Desi

Arryani dalam redaksi kompas.com 2019) mengatakan bahwa Jalan Tol ini

rencananya akan dilakukan pembangunan dengan panjang kurang lebih 62 km

dengan dibagi menjadi 3 paket ruas yaitu, paket 1 dimulai dari Jatiasih hingga Setu

sepanjang 9.3 km, paket 2 dimulai dari Setu menuju Taman Mekar dengan panjang

24.85 km, dan untuk paket 3 dimulai dari Taman Mekar hingga Sadang sepanjang

27.85 km. Pembangunan jalan tol ini dimulai dari paket 3 yaitu Taman Mekar

menuju Sadang.

Karena Provinsi DKI Jakarta ini merupakan pusat kota negara Indonesia

dari segi perekonomian ataupun yang lainnya, untuk itu diperlukannya akses-akses

jalan tersebut serta gedung-gedung yang berkualitas. Karena, jika tidak adanya

pembangunan di kota Jakarta maka akan mengalami kerusakan jalan maupun

gedung-gedung nya. Fungsi utama dari pembangunan yakni untuk kemajuan

Provinsi DKI Jakarta. Pembangunan tersebut tentunya membutuhkan bahan-bahan

material apa saja yang akan digunakan. Karena dari bahan material dan kondisi

bawah permukaan tanahlah yang akan menentukan bagaimana kualitas

bangunannya, melihat dari fungsi sebuah jalan itu sendiri baik jalan raya maupun

jalan tol bahwa jalan harus memiliki daya topang atau fondasi yang kuat karena

banyak yang akan melintasi jalan tersebut. Dalam pembangunan ada yang

dinamakan jalur utilitas, dimana jalur utilitas yang sudah ada di bawah permukaan

ini bisa mengganggu proses pembangunan dan juga bisa mengurangi fungsi

Page 17: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

4

kekuatan dari fondasi. Untuk itu perlu mengetahui terlebih dahulu utilitas tertanam

yang ada supaya mengurangi kerusakan demi kelancaran proses pembangunan

tersebut. Mengamankan utilitas adalah suatu kewajiban untuk memastikan

keberlanjutan pembangunan dan mengurangi kerusakan utilitas tertanam.

Ilmu geofisika secara umum yaitu ilmu yang mempelajari karakteristik

struktur bawah permukaan bumi dengan menerapkan prinsip-prinsip fisika.

Analisis pengukuran dalam ilmu ini akan menghasilkan informasi bagaimana sifat

fisik bawah permukaan bumi yang bervariasi baik secara lateral maupun vertikal.

Ilmu geofisika ini juga dapat dimanfaatkan dalam penyelidikan kebumian,

eksplorasi minyak bumi, eksplorasi logam dan mineral, serta untuk keperluan

pembangunan infrastruktur seperti bangunan, jembatan, dan jalan. Dalam survei

geofisika ini ada beberapa metode diantaranya yaitu metode geolistrik resistivitas

(resistivity method), magnetik (magnetic), seismik (seismic), Ground Penetrating

Radar (GPR), gravitasi (gravity). Metode geofisika yang akan digunakan dalam

penelitian ini yaitu metode Ground Penetrating Radar (GPR) karena metode GPR

memiliki keunggulan utama dalam melakukan survei-survei infrastruktur,

diantaranya dapat untuk menentukan keberadaan utilitas, struktur beton pada

dinding, terowongan, serta jalan aspal dan permukaannya. Selain itu, metode GPR

ini juga untuk mengetahui lapisan bawah permukaan tanah, dan juga untuk

penelitian arkeologis.

Metode GPR ini merupakan metode geofisika yang menggunakan

gelombang elektromagnetik, bersifat non destruktif (tidak merusak) dan

mempunyai resolusi tinggi terhadap kontras dielektrik material bumi dan mampu

Page 18: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

5

melakukan pendeteksian formasi geologi yang relatif dangkal dengan resolusi

tinggi. Metode ini selain digunakan pada bahan geologi bumi, banyak juga yang

menggunakan GPR pada sejumlah media lain yaitu kayu, beton, dan aspal. Tujuan

dari survey GPR ini untuk memperoleh informasi tentang struktur bawah

permukaan secara tidak langsung dengan menggunakan gelombang radio. Pada

metode GPR ini sangat memanfaatkan karakteristik dari gelombang.

Prinsip GPR pada umumnya memanfaatkan pemantulan sinyal gelombang

elektromagnetik yang dipancarkan oleh transmitter (Tx) berupa antena dari

permukaan tanah kemudian ditangkap oleh receiver (Rx). Transmitter dapat

membangkitkan pulsa gelombang elektromagnetik pada frekuensi tertentu sesuai

karakteristik antena tersebut (1 – 1000 MHz). Dari hasil pemantulan tersebutlah

yang akan menghasilkan berbagai objek yang dapat terdeteksi dan akan terekam

dalam radargram. Teknik penangkapan sinyal yang telah digunakan dan masih

menjadi andalan akuisisi sinyal dalam sistem GPR.

Teknologi georadar ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode

yang lainnya, yaitu salah satunya frekuensi yang digunakan sangat tinggi (Mhz)

maka resolusi yang diperoleh juga sangat tinggi. Penerapan dalam teknologi ini

seperti untuk mendeteksi utilitas, investigasi lapisan struktur bawah permukaan

tanah, arkeologi, pertambangan dan geo-teknologi. Karena memiliki resolusi

akuisisi data yang sangat tinggi dengan frekuensi tinggi dengan sifat tidak merusak

GPR ini dianggap metode yang paling prospektif. Sehingga, cocok untuk

menggambarkan bawah permukaan tanah tanpa harus merusak susunan lapisan

bawah permukaan tanah yang ada. Survei GPR ini juga sangat mudah dan cepat

Page 19: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

6

sehingga tidak membutuhkan waktu lama serta biaya yang diperlukannya cukup

murah.

Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan utilitas di bawah permukaan

tanah sebelum dilakukan pembangunan fondasi jalan tol di wilayah DKI Jakarta.

Data yang digunakan adalah data hasil rekaman Ground Penetrating Radar (GPR)

melalui gelombang elektromagnetik. Untuk menggambarkan rekaman radargram

pada penelitian metode GPR ini dengan menggunakan software ReflexW 2008.

Berdasarkan ulasan-ulasan yang ada di atas, dapat disimpulkan bahwa

penelitian ini penting dilaksanakan karena sangat berhubungan dengan

pembangunan yang sering dilakukan di wilayah Jakarta. Baik pembangunan jalan

maupun pembangunan yang lainnya demi kemajuan wilayah Jakarta itu sendiri.

Karena jika adanya utilitas yang terdeteksi di bawah permukaan tanah

kemungkinan tidak akan bisa memulai proses pembangunan sebab dapat berpotensi

merusak utilitas tertanam dan akan mengurangi fungsi kekuatan dari fondasi itu

sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana proses pengolahan data GPR menggunakan software ReflexW

untuk mendeteksi keberadaan utilitas yang ada di bawah permukaan tanah

sebelum dilakukan pembangunan fondasi jalan tol di wilayah Jakarta?

2. Bagaimana gambaran radargram berdasarkan pengolahan data GPR

menggunakan ReflexW untuk mendeteksi keberadaan utilitas yang ada di

Page 20: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

7

bawah permukaan tanah sebelum dilakukan pembangunan fondasi jalan tol

di wilayah Jakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengolahan data GPR menggunakan software ReflexW untuk mendeteksi

keberadaan utilitas yang ada di bawah permukaan tanah sebelum dilakukan

pembangunan fondasi jalan tol di wilayah Jakarta.

2. Melakukan interpretasi dari hasil radargram untuk mendeteksi keberadaan

utilitas di bawah permukaan tanah sebelum dilakukan pembangunan fondasi

jalan tol di wilayah Jakarta.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini difokuskan hanya pada proses

pengolahan data dan interpretasi hasil radargram untuk mendeteksi keberadaan

utilitas yang ada di bawah permukaan tanah sebelum dilakukan pembangunan

fondasi jalan tol di wilayah Jakarta. Metode yang digunakan yaitu metode Ground

Penetrating Radar (GPR).

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi

tentang keberadaan utilitas yang ada di bawah permukaan tanah sebelum dilakukan

pembangunan fondasi jalan tol di wilayah Jakarta berdasarkan pencitraan

radargram GPR guna untuk dijadikan sumber informasi tambahan dalam hal

pembangunan infrastruktur.

Page 21: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

8

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pertama penulis menerangkan tentang latar belakang, perumusan masalah,

batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian beserta dengan sistematika

penulisan penelitian ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab kedua ini penulis menjelaskan mengenai tinjauan pustaka penelitian yang

meliputi teori dasar gelombang elektromagnetik, Ground Penetrating Radar (GPR)

dan geoteknik dalam pembangunan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ketiga penulis menguraikan tentang waktu dan tempat penelitian, diagram

alir proses penelitian, serta definisi dari setiap tahapan proses tersebut.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab keempat ini penulis menguraikan tentang hasil dan pembahasan dari

pengolahan data penelitian yang berupa gambaran hasil radargram yang didapat

melalui pengolahan software Reflexw.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab kelima ini penulis memaparkan point-point penting yang mengulas

kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta diikuti dengan saran

yang bermanfaat untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Page 22: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik merupakan sebuah hal yang paling mendasar

dalam penelitian ini. Pengertian dari gelombang sendiri adalah getaran yang

merambat dalam ruang dan waktu. Gelombang elektromagnetik yang digunakan

pada GPR termasuk dalam spektrum gelombang mikro, yaitu gelombang yang

memiliki frekuensi paling tinggi ~3 GHz. Dalam sistem kerja radar, gelombang

mikro dipancarkan ke segala arah oleh pemancar. Jika terdapat suatu objek di

bawah permukaan tanah yang mengenai gelombang, maka sinyal gelombang akan

dipantulkan oleh objek yang ada di bawah permukaan tanah serta diterima kembali

oleh penerima. Sinyal dari pantulan ini akan memberikan informasi mengenai

keberadaan objek yang ada di bawah permukaan tanah kemudian akan ditampilkan

oleh layar radar (Bahri, 2009). Gelombang elektromagnetik memiliki spektrum

gelombang yang terdiri dari tujuh macam gelombang dengan cepat rambat yang

sama di ruang hampa, adalah 𝑐 = 3 𝑥 108 m/s. Gambar 2.1 menunjukkan spektrum

gelombang elektromagnetik.

Page 23: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

10

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Bahri, 2009)

Gelombang elektromagnetik memiliki konsep dasar dari persamaan

Maxwell. Persamaan Maxwell ini menggambarkan sifat fisika secara matematis

yang menjelaskan bagaimana terjadinya medan listrik dan medan magnet. Di

sebuah ruang hampa atau medium udara, berikut persamaan-persamaan Maxwell

yaitu (Griffith, 1999):

∇ . 𝐸 =1

𝜀0 𝜌 (2.1)

∇ . 𝐵 = 0 (2.2)

∇ 𝑥 𝐸 = − 𝜕𝐵

𝜕𝑡 (2.3)

∇ 𝑥 𝐵 = 𝜇0 J + 𝜇0휀0𝜕𝐷

𝜕𝑡 (2.4)

Dimana:

𝜌 = tahanan jenis (Ω.m)

E = kuat medan listrik (V/m)

J = rapat arus (A/m2)

B = induksi medan magnet (tesla)

Page 24: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

11

휀0 = permitivitas listrik dalam ruang hampa (8,85 x 10-12 C2/Nm2)

𝜇0 = permeabilitas magnetik

Persamaan gelombang elektromagnetik yang melalui medium ditentukan oleh

tiga sifat material yaitu permitivitas listrik (휀), permeabilitas magnet (𝜇), dan

konduktivitas listrik (𝜎) (Supriyanto, 2007). Untuk persamaan nilai laju cahaya

pada ruang hampa yaitu (Griffith, 1999):

𝑐 = 1

√𝜇0 𝜀0 ≈ 3.00 𝑥 108m/s (2.5)

Dalam medium linear dan homogen, kecepatan gelombang elektromagnetik

dirumuskan sebagai berikut:

𝑣 = 1

√𝜀𝜇 (2.6)

Berdasarkan persamaan yang ada di atas maka didapat persamaan konstanta

dielektrik sebagai berikut:

𝑐

𝑣 =

1

√𝜀0𝜇01

√𝜀𝜇

(2.7)

Maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

휀𝑟 = (𝑐

𝑣)2 (2.8)

Dimana:

c = laju cahaya (3.00 𝑥 108 m/s)

v = kecepatan gelombang elektromagnetik

휀𝑟 = konstanta dielektrik

Page 25: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

12

Sifat dari material-material bumi bergantung dari komposisi dan

kandungannya. Komposisi dan kandungan material tersebut mempengaruhi cepat

rambat gelombang dan atenuasi gelombang elektromagnetik. Keberhasilan dari

metode GPR bergantung pada variasi bawah permukaan yang dapat menyebabkan

gelombang ditransmisikan. Perbandingan energi yang direfleksikan disebut

koefisien refleksi (R) yang ditentukan oleh perbedaan cepat rambat gelombang

elektromagnet, dan lebih mendasar lagi adalah perbedaan dari konstanta dielektrik

relatif dari media yang berdekatan (Afifah, 2015).

Koefisien refleksi (R) didefinisikan sebagai perbandingan energi yang dipantulkan

dan energi yang datang, persamaan untuk koefisien refleksi adalah sebagai berikut

(Agung dkk., 2011):

𝑅 =(𝑉2− 𝑉1)

(𝑉1+ 𝑉2) =

√𝜀2 − √𝜀1

√𝜀2 + √𝜀1 (2.9)

dengan V1 dan V2 secara berturut-turut adalah kecepatan gelombang pada lapisan 1

dan 2, sedangkan 휀1 dan 휀2 merupakan konstanta dielektrik (휀𝑟) lapisan 2. 휀

didefinisikan sebagai kapasitas dari suatu material dalam melewatkan muatan saat

medan elektromagnetik melaluinya. Persamaan di atas diaplikasikan untuk keadaan

normal pada permukaan bidang datar. Dengan asumsi tidak ada sinyal yang hilang

sehubungan dengan amplitudo sinyal (Afifah, 2015). Tabel 2.1 menunjukkan

rentang nilai kecepatan gelombang radar pada beberapa material yaitu:

Page 26: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

13

Tabel 2.1 Konstanta Dielektrik dan Kecepatan Gelombang pada berbagai material

(Reynolds, 1997)

Material 휀𝑟 V (m/𝑛𝑠)

Udara 1 0,3

Air Murni 81 0,033

Air Laut 81 0,033

Salju Kutub 1,4 - 3 0,194 – 0,252

Es Kutub 3 – 3,15 0,168

Es Murni 3,2 0,167

Air Tawar 4 0,15

Pasir Pantai 10 0,095

Pasir Kering 3 – 6 0,120 – 0,170

Pasir Basah 25 – 30 0,055 – 0,06

Lanau 10 0,095

Tanah liat basah 8 – 15 0,086 – 0,11

Tanah liat kering 3 0,173

Rawa 12 0,086

Tanah rata-rata 16 0,075

Granit 5 – 8 0,106 – 0,115

Batu Kapur 7 – 9 0,1 – 0,113

Dolomit 6,8 – 8 0,106 – 0,115

Basal 8 0,106

Serpih 7 0,113

Batu pasir 6 0,112

Batu bara 4 – 5 0,134 – 0,15

Kuarsa 4,3 0,145

Beton 6 – 12 0,055 – 0,112

Aspal 3 – 5 0,134 – 0,173

2.2 Metode Ground Penetrating Radar (GPR)

Ground Penetrating Radar (GPR) atau biasa disebut juga georadar adalah

salah satu metode geofisika yang menggunakan gelombang elektromagnetik,

bersifat non destruktif (tidak merusak) dan mempunyai resolusi tinggi terhadap

kontras dielektrik material bumi dan mampu melakukan pendeteksian formasi

geologi yang relatif dangkal dengan resolusi tinggi yang memiliki rentang frekuensi

antara 1-1000 MHz yang dapat mendeteksi parameter permitivitas listrik (ε),

Page 27: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

14

konduktivitas (σ) dan permeabilitas magnetik (μ). GPR dapat disebut juga dengan

metode refleksi elektromagnetik karena memanfaatkan sifat radiasi

elektromagnetik yang memperlihatkan refleksi seperti metode seismik (Annan dan

Davis, 1989 dalam Agung, dkk., 2011).

GPR juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti penelitian

akuifer air tanah, fosil arkeologi, eksplorasi bahan-bahan mineral, pipa dan utilitas

bawah permukaan lainnya. Dengan semakin disadari pentingnya data-data tentang

objek-objek bawah permukaan untuk menunjang pembangunan infrastruktur

terutama dikota-kota besar, maka metode GPR merupakan salah satu metode yang

tepat (Agustinus, 2009).

Pengukuran dengan GPR ini merupakan metode yang tepat untuk

mendeteksi benda-benda kecil yang berada di bawah permukaan bumi (0,1-3

meter). Kemampuan yang dimiliki oleh metode ini merupakan salah satu alasan

yang sering digunakan oleh para geologis dalam kerangka kerja lapangannya.

Selain efektif dengan kemudahan yang dimiliki, metode ini juga mampu

mengoptimalisasikan kondisi anggaran survei jika dibandingkan dengan metode

lainnya dalam hal pemboran (Afifah, 2015).

Sistem GPR terdiri atas pengirim (transmitter), yaitu antena yang terhubung

ke sumber pulsa (generator pulsa) dengan adanya pengaturan timing circuit, dan

bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung ke LNA (Low Noise

Amplifier) dan ADC (Analog to Digital Convertion) yang kemudian terhubung ke

Page 28: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

15

unit pengolahan (data processing) serta display sebagai tampilan outputnya (Bahri,

2009) (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Sistem GPR (Bahri, 2009)

Seperti pada sistem radar pada umumnya, sistem GPR terdiri atas pengirim

(transmitter), antena yang terhubung ke sumber pulsa, dan penerima (receiver),

antena yang terhubung ke unit pengolahan sinyal dan citra. Adapun dalam

menentukan tipe antena yang digunakan, sinyal yang ditransmisikan dan metode

pengolahan sinyal tergantung pada beberapa hal, yaitu (Agung dkk., 2011):

1. Jenis objek yang akan dideteksi

2. Kedalaman objek

3. Karakteristik elektrik medium tanah

Dari proses pendeteksian seperti di atas, maka akan didapatkan suatu citra

dari letak dan bentuk objek yang terletak di bawah tanah atau di permukaan tanah.

Untuk menghasilkan pendeteksian yang baik, suatu sistem GPR harus memenuhi

empat persyaratan sebagai berikut (Agung dkk., 2011):

Page 29: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

16

1. Coupling radiasi yang efisien ke dalam tanah

2. Penetrasi gelombang elektromagnetik yang efisien

3. Menghasilkan sinyal dengan amplitudo yang besar dari objek yang

dideteksi

4. Bandwidth yang cukup untuk menghasilkan resolusi yang baik

2.2.1 Prinsip Kerja GPR

Prinsip kerja alat GPR yaitu dengan mentransmisikan gelombang radar

(Radio Detection and Ranging) ke dalam medium target dan selanjutnya

gelombang tersebut dipantulkan kembali ke permukaan dan diterima oleh alat

penerima radar (receiver), dari hasil refleksi itulah berbagai macam objek dapat

terdeteksi dan terekam dalam radargram. Mekanisme kerja GPR dan contoh

rekaman radargram ditunjukan oleh Gambar 2.3 (Agung, dkk., 2011).

Gambar 2.3 Skema Kerja GPR (Agung, dkk., 2011)

Semua sistem GPR pasti memiliki rangkaian pemancar (transmitter), yaitu

sistem antena yang terhubung ke sumber pulsa, dan rangkaian penerima (receiver),

yaitu sistem antena yang terhubung ke unit pengolahan sinyal. Rangkaian pemancar

akan menghasilkan pulsa listrik dengan bentuk prf (Pulse Repetition Frequency),

Page 30: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

17

energi, dan durasi tertentu. Pulsa ini akan dipancarkan oleh antena ke dalam tanah.

Pulsa ini akan mengalami atenuasi dan cacat sinyal lainnya selama perambatannya

di tanah. Jika tanah bersifat homogen, maka sinyal yang dipantulkan akan sangat

kecil. Jika pulsa menabrak suatu inhomogenitas di dalam tanah, maka akan ada

sinyal yang dipantulkan ke antena penerima. Sinyal ini kemudian diproses oleh

rangkaian penerima. Kedalaman objek dapat diketahui dengan mengukur selang

waktu antara pemancaran dan penerimaan pulsa. Dalam selang waktu ini, pulsa

akan bolak balik dari antena ke objek dan kembali lagi ke antena. Jika selang waktu

dinyatakan dalam t, dan kecepatan penjalaran gelombang elektromagnetik dalam

tanah v, maka kedalaman objek yang dinyatakan dalam h adalah (Bahri, 2009):

ℎ = 1

2 𝑡𝑣 (2.10)

Untuk mengetahui kedalaman objek yang dideteksi, kecepatan perambatan

dari gelombang elektromagnetik haruslah diketahui. Kecepatan perambatan

(𝑣) tersebut tergantung kepada kecepatan cahaya (𝑐) di udara, konstanta dielektrik

relative medium perambatan (휀𝑟) yaitu:

𝑣 = 𝑐

√𝜀𝑟 (2.11)

Ilustrasi penjalaran gelombang dalam sistem akuisisi GPR ditunjukkan oleh

Gambar 2.4. Ketebalan beberapa medium di dalam tanah dinyatakan dalam d, yaitu:

𝑑1 = (𝑡𝑧− 𝑡1 ) 𝑐

2√𝜀𝑟1 dan 𝑑2 =

(𝑡3− 𝑡2) 𝑐

2√𝜀𝑟2 (2.12)

Page 31: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

18

Gambar 2.4 Ketebalan Beberapa Medium Dalam tanah (Bahri, 2009)

Jika konstanta dielektrik medium semakin besar maka kecepatan

gelombang elektromagnetik yang dirambatkan akan semakin kecil. Pulse

Repetition Frequency (prf) merupakan nilai yang menyatakan seberapa seringnya

pulsa radar diradiasikan ke dalam tanah. Penentuan prf dilandasi dengan kedalaman

maksimum yang ingin dicapai. Semakin dalam objek, maka prf juga semakin kecil

karena waktu tunggu semakin lama. Pada medium konduktor kedalaman penetrasi

(skin depth) dalam metode GPR sangat dipengaruhi oleh frekuensi yang digunakan

saat pengambilan data. Semakin tinggi frekuensi yang digunakan maka semakin

dangkal kedalaman penetrasinya tetapi memiliki resolusi yang tinggi. Dan

sebaliknya apabila frekuensi yang digunakan merupakan frekuensi rendah maka

kedalaman penetrasinya akan semakin dalam tetapi memiliki resolusi yang rendah

bila dibanding saat kita menggunakan frekuensi tinggi. Untuk menentukan skin

depth dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Bahri, 2009):

Page 32: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

19

𝛿 = 1

√𝜋𝜇0√

𝜌

𝜇𝑟𝑓 ≈ 503 √

𝜌

𝜇𝑟𝑓 (2.13)

Dimana:

𝛿 = skin depth (meter)

𝜌 = resistivitas (Ω.m)

f = frekuensi (Hz)

𝜇𝑟 = permeabilitas relative (H/m)

𝜇0 = permeabilitas magnet di udara/ruang vakum = 4𝜋 𝑥 10−7 (H/m)

Frekuensi gelombang radar yang dipancarkan dapat diatur dengan

mengganti antena. Dimensi antena bervariasi dengan frekuensi gelombang radar,

sebagai misal antena 1 GHz berukuran 30 cm, sedangkan antena 25 MHz

mempunyai panjang 6 m. Pemilihan Frekuensi yang digunakan bergantung pada

ukuran target, aproksimasi range kedalaman dan aproksimasi maksimum

kedalaman penetrasi yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 (Astutik, 2001).

Tabel 2.2 Resolusi dan Daya Tembus Gelombang Radar (MALA GeoScience, 1997

dalam Astutik 2001)

Dalam perambatannya, amplitudo sinyal akan mengalami pelemahan

karena adanya energi yang hilang, sebagai akibat terjadinya refleksi/transmisi di

tiap batas medium dan terjadi setiap kali gelombang radar melewati batas antar

Frekuensi

Antena (MHz)

Ukuran target

minimum yang

terdeteksi (m)

Aproksimasi range

kedalaman (m)

Penetrasi kedalaman

maksimum (m)

25 ≥ 1,0 5 -30 35 – 60

50 ≥ 0,5 5 -20 20 – 30

100 0,1 – 1,0 2 - 15 15 – 25

200 0,05 – 0,50 1 - 10 5 – 15

400 ≈ 0,05 1 - 5 3 – 10

1000 Cm 0,05 - 2 0,5 - 4

Page 33: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

20

medium. Faktor utama dalam kehilangan energi disebabkan oleh perubahan energi

elektromagnetik menjadi panas. Penyebab dasar terjadinya atenuasi merupakan

fungsi kompleks dari sifat dielektrik dan sifat listrik medium yang dilewati oleh

sinyal radar. Faktor atenuasi tergantung pada konduktivitas, permitivitas, dan

permeabilitas magnetik medium, dimana sinyal tersebut menjalar, serta frekuensi

sinyal itu sendiri (Afifah, 2015).

Sinyal yang dipancarkan oleh GPR ke bawah permukaan akan berbentuk

seperti kerucut atau serupa dengan cahaya yang dipancarkan oleh torsi. Pada GPR

ini akan memperkirakan resolusi vertikal maupun resolusi horizontal. Dimana

untuk resolusi vertikal ini merupakan resolusi yang tidak bergantung pada

kedalaman penetrasi (skin depth), objek yang akan terdeteksi yaitu jika objek

tersebut memiliki ketebalan minimal λ/4. Jika objek tersebut memiliki ketebalan

kurang dari λ/4 maka tidak dapat terdeteksi oleh GPR. Sedangkan untuk resolusi

horizontal/lateral yaitu resolusi yang menggambarkan jarak antara objek di

permukaan.

2.2.2 Processing Data (Data Pengolahan) GPR

Data GPR yang telah didapatkan akan terekam dan menggambarkan

penampang dalam bentuk vertikal bawah permukaan tanah yang biasanya akan

menghasilkan profil yang disebut profil radargram. Proses pengolahan data GPR

dapat dilihat pada Gambar 2.5. Berikut parameter yang harus diperhatikan dalam

tahapan pengolahan data:

Page 34: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

21

Gambar 2.5 Diagram Alir Processing Data GPR

1. Input Data

Pada tahap pertama ini, data dari hasil rekaman akuisisi dimasukkan

kedalam Software ReflexW. Software ini mampu menerima input file dalam

beberapa format, contohnya RAMAC (.rd3 file), SEG-Y, SEG-2, 3D-RADAR,

dan yang lainnya. Input data yang digunakan pada penelitian ini yaitu RAMAC

(.rd3 file).

Input Data

Static Correction / Koreksi Statis

Substract Mean – Dewow

Gain Correction

Bandpass filter

2D Filter – Backgroung Removal

Fk- Filter

Profil GPR

Interpretasi dan Analisis

Page 35: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

22

2. Koreksi Statis / Static Correction

Pengoreksian ini dilakukan dengan arrival time gelombang pada titik nol.

Koreksi ini dilakukan karena adanya jarak antara alat dengan permukaan tanah.

Pada koreksi statis ini yang digunakan yaitu move starttime untuk

menghilangkan pengaruh dari gelombang udara.

3. Substract Mean – Dewow

Pada proses ini digunakan untuk menghilangkan sinyal yang tidak

diinginkan maupun induksi gelombang elektromagnetik yang terekam dalam

radargram sehingga menjadi noise.

4. Gain

Proses gain ini merupakan proses pengubahan sinyal yang berfungsi untuk

memperjelas sinyal yang lemah karena efek dari atenuasi gelombang. Pada

proses ini menggunakan manual gain.

5. Bandpass filter

Pada proses pengolahan ini berfungsi untuk menghilangkan berbagai

frekuensi yang tidak diinginkan atau noise yang ada.

6. 2D Filter – Background Removal

Pada proses pengolahan data GPR dilanjutkan dengan Background

Removal. Dalam proses ini berfungsi untuk menghilangkan noise yang selalu

muncul secara konsisten pada radargram yang akan menghalangi sinyal

sebenarnya.

Page 36: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

23

7. Fk- filter

Proses ini berfungsi untuk menghilangkan noise dari seluruh profil

radargram yang belum dihilangkan sepenuhnya pada proses sebelumnya.

2.2.3 Interpretasi Data GPR

Pada setiap penelitian yang dilakukan dalam metode geofisika selalu

melakukan tahapan pengolahan dan interpretasi data. Dimana dalam interpretasi ini

berfungsi untuk menerjemahkan data-data yang telah diperoleh dari akuisisi dan

pengolahan. Interpretasi yang dilakukan pada penelitian ini untuk menentukan

keberadaan utilitas sebelum dilakukannya proses pembangunan fondasi jalan tol.

Berikut ada beberapa hal yang biasa dilakukan dalam tahapan interpretasi data,

yaitu:

1. Interpretasi Grafik

Dalam interpretasi ini dapat diketahui kecepatan gelombang dengan

mengasumsikan suatu konstanta dielektrik yang sesuai atau mendekati nilai

material bumi yang diselidiki. Untuk mengetahui nilai dari kecepatan

gelombang yang sebenarnya dapat digunakan dengan cara Two-way travel time

(TWT) yang berfungsi sebagai penerjemah kedalaman, jika ditambah dengan

mengidentifikasi sinyal pantulan, maka peta TWT tersebut dapat berguna juga

untuk menunjukkan kedalaman, ketebalan, dan perlapisan.

2. Analisa Kuantitatif

Analisa kuantitatif ini menganalisa kedalaman interpretasi sinyal reflektor

yang bergantung pada nilai yang diketahui dari analisa kecepatan dan juga

Page 37: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

24

variasi nilai konstanta dielektrik material bumi yang dilewati, serta analisa

amplitude dan koefisien refleksinya.

2.2.4 Hasil Data GPR

Pada metode GPR ini memancarkan gelombang elektromagnetik yang

bersifat gelombang radio ke bawah permukaan tanah oleh antenna pengirim yang

hasil dari pantulan gelombang tersebut akan diterima oleh antenna penerima berupa

sinyal hasil refleksi. Pada Software Reflexw objek yang ada di bawah permukaan

tanah akan ditampilkan dalam bentuk radargram. Berikut contoh hasil radargram

pada saat pengambilan data untuk mengidentifikasikan Voids pada beton pada

penelitian Ramadianti dkk. (2019).

Gambar 2.6 dan 2.7 merupakan contoh dari hasil radargram pada

pengolahan dengan menggunakan software reflexw yang telah dilakukan oleh

peneliti tersebut. Beton yang digunakan pada dermaga merupakan beton dengan

material yang homogen sehingga refleksi yang dihasilkan dari GPR akan

menunjukkan refleksi perlapisan yang datar atau sama (homogen). Bila terdapat

refleksi yang berbeda dengan lainnya dapat diindikasikan keadaan beton sudah

tidak homogen (Ramadianti dkk, 2019). Hasil radargram yang akan

diinterpretasikan berupa gambar seperti Gambar 2.6 dan 2.7 di bawah yang dimana

terdapat nilai jarak, kedalaman, dan waktu. Dapat diindikasikan adanya voids yaitu

dengan cara melihat refleksi radargram yang berbeda atau bisa disebut juga sebagai

anomali karena keadaan material yang diteliti sudah tidak homogen.

Page 38: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

25

Gambar 2.6 Radargram 1. Kotak hitam merupakan indikasi voids. (Ramadianti dkk., 2019)

Gambar 2.7 Radargram 2. Kotak hitam merupakan indifikasi voids. (Ramadianti dkk., 2019)

Terdapat juga anomali berupa ringing yang ditunjukkan dengan panah pada

kedua radargram. Ringing tersebut dikarenakan adanya peralihan dari landasan

beton ke balok beton. Identifikasi posisi voids pada beton dapat dilakukan dengan

Ground Penetrating Radar, khususnya frekuensi 250 MHz dengan penetrasi

kedalaman dangkal sekitar 0 meter–1,5 meter. Sehingga posisi voids yang berada

di dalam beton dapat terdeteksi (Ramadianti dkk, 2019).

Page 39: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

26

2.3 Pemanfaatan GPR dalam Pembangunan Infrastruktur

Menurut website resmi (https://ptpsw.bppt.go.id/index.php/produk/95-

teknologi-gpr) menyatakan bahwa informasi mengenai lokasi keberadaan utilitas

seperti pipa gas, pipa air, pipa BBM, gorong – gorong dan yang lainnya sangat

diperlukan pada suatu kota besar khususnya wilayah Jakarta untuk mengurangi

kejadian yang tidak diinginkan dalam rangka penataan infrastruktur perkotaan.

Minimnya informasi jaringan utilitas yang tertanam, akan menimbulkan kesulitan

jika ingin dilakukan monitoring terhadap jaringan utilitas tersebut. Untuk itu

perlunya survei lapangan untuk mengetahui informasi tersebut dengan

menggunakan teknologi Georadar. Ground Penetrating Radar (GPR) berfungsi

untuk mendeteksi objek – objek di bawah permukaan tanah termasuk utilitas.

2.4 Geoteknik dalam Pembangunan Infrastruktur

Ada beberapa cabang ilmu geologi, yaitu: Geofisika, Geokimia, Mineralogi,

Petralogi, Statigrafi, Paleontologi, Struktur geologi, Geomorfologi, Hidrogeologi,

Geologi ekonomi, Geologi teknik, dan Geologi lingkungan. Cabang – cabang ilmu

tersebut didasari oleh ilmu dasar seperti fisika, kimia, biologi, dan matematika

(George W. White, University of Illinois, 1980 dalam Zakaria 2016). Geoteknik

adalah ilmu yang membahas mengenai permasalahan kekuatan tanah dan batuan

serta berperan penting dalam kemampuan dasar menahan beban bangunan.

Geoteknik berguna untuk kepentingan dalam mencapai keberhasilan

pembangunan fisik infrastruktur yang kuat dan aman dari ancaman kerusakan.

Untuk mendapatkan kondisi infrastruktur yang kuat dan aman, maka pendekatan

yang dilalui menggunakan geoteknik.

Page 40: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

27

Yang dimaksud dengan infrastruktur adalah semua jenis dan konstruksi

suatu bangunan, infrastruktur dapat berupa (Zakaria, 2003 dalam Zakaria 2016)):

a. Bangunan yang langsung berhubungan dengan permukaan tanah atau

fondasi, baik jenis pondasi dangkal maupun fondasi dalam, untuk

berbagai keperluan.

b. Bangunan jembatan (jembatan untuk jalan, jalan raya ataupun jalan

kereta api).

c. Bangunan rumah, gedung, kantor, stasiun, hotel, dll.

d. Konstruksi bawah permukaan (bangunan lantai dasar, basement, tempat

perlindungan, bunker, maupun bangunan-bangunan pada

pertambangan seperti tunnel atau pit).

e. Jalan, jalan raya, dan jalan kereta api.

f. Dinding penahan (talud, retaining wall) untuk lereng/jalan, bangunan

tepi lereng, dll.

g. Tanggul (embankment)

h. Saluran irigasi maupun saluran drainase.

2.4.1 Penyelidikan Geofisika

Penyelidikan geofisika ini dalam pengambilan data geoteknik untuk

memahami berbagai hal berikut, diantaranya: (Ulul, 2015)

a. Menentukan stratigrafi tanah secara pasti

b. Mampu mengidentifikasi gangguan atau objek di bawah permukaan

tanah.

Page 41: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

28

2.4.2 Penyelidikan Tanah

Salah satu tahapan paling awal yang perlu dilakukan dalam perencanaan

pembangunan fondasi yakni penyelidikan tanah. Penyelidikan tanah diperlukan

untuk mengetahui daya dukung dan karateristik bawah permukaan tanah. Menurut

Badan Standardisasi Nasional (SNI 8460:2017) menyatakan bahwa sebelum

dimulainya pembangunan fondasi dan menentukan metode konstruksinya, maka

harus dilaksanakan terlebih dahulu penyelidikan tanah pada lokasi untuk

mendapatkan karakteristik atau gangguan objek bawah permukaan tanah fondasi

yang akan memengaruhi kinerja dari fondasi tersebut. Penyelidikan tanah yang

dilakukan harus menjamin diperolehnya informasi yang cukup mengenai kondisi

bawah permukaan tanah pada lokasi dan di sekitar lokasi pekerjaan. Penyelidikan

tanah ini dilakukan bisa berupa pengeboran, pengambilan contoh (terganggu dan

tak terganggu), serta pengujian lapangan dan laboratorium.

2.4.3 Persyaratan Dasar Fondasi Jalan Tol

Gambar 2.8 Gambar Untuk Fondasi Jalan Tol (aetra.co.id, 2017)

Menurut Badan Standardisasi Nasional (SNI 8460:2017) menjelaskan

bahwa fondasi dari suatu gedung/jalan harus direncanakan dan dibangun dengan

aman dalam memikul beban-beban yang bekerja tanpa mengurangi kestabilan

Page 42: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

29

ataupun menyebabkan deformasi yang besar pada bangunan tersebut, atau

bangunan lain di sekitarnya. Untuk mengatasi kedua hal tersebut, maka

pembangunan fondasi harus:

a. Memenuhi persyaratan kekuatan, baik untuk struktur pondasinya

maupun untuk kondisi bawah permukaan tanah pendukung fondasi

tersebut (strength requirement).

b. Memenuhi peryaratan penurunan yang ditentukan (serviceability

requirement).

2.5 Jalan Tol

Jalan tol merupakan salah satu pembangunan infrastruktur di Indonesia

yang sangat dibutuhkan, karena dapat mengurangi kemacetan pada ruas jalan

utama, serta dapat mengembangkan suatu wilayah tersebut dalam hal

perekonomian. Penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk mewujudkan

pemerataan pembangunan dan hasilnya, serta keseimbangan dalam pengembangan

wilayah dengan memperhatikan keadilan, yang dapat dicapai dengan membina

jaringan jalan yang dananya berasal dari pengguna jalan. Sedangkan tujuan dari

jalan tol yaitu untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna

menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah

tinggi tingkat perkembangannya. (Pasal 2 UU No. 15 Tahun 2005). Adapun sebagai

berikut persyaratan teknis jalan tol, yaitu:

a. Jalan tol memiliki tingkat pelayanan keamanan dan kenyamanan yang

cukup tinggi dibandingkan dengan jalan umum yang ada dan dapat

melayani arus lalu lintas jarak jauh dengan mobilitas tinggi.

Page 43: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

30

b. Jalan tol didesain untuk mampu menahan Muatan Sumbu Terberat

(MST) paling rendah 8 Ton.

c. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran, dan dilengkapi dengan

fasilitas penyebrangan jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan.

d. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna jalan tol,

harus diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan

struktur yang dapat menyerap energi benturan kendaraan.

2.6 Hubungan Antara Geoteknik dan Ground Penetraing Radar

Dalam pembangunan infrastruktur khususnya pembangunan fondasi jalan

tol, geoteknik dengan GPR sangat berkesinambungan. Dimana fungsi dari

geoteknik yakni untuk menentukan kekuatan tanah dan batuan serta berhubungan

dengan kemampuan menahan beban bangunan yang berdiri diatasnya. Sedangkan,

Ground Penetraing Radar berfungsi untuk mendeteksi objek yang terkubur di

bawah permukaan tanah dan mengevaluasi kedalaman objek tersebut. GPR juga

dapat digunakan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik permukaan bawah

tanah tanpa mengebor ataupun menggali permukaan tanah. Untuk resolusi yang

tinggi, objek harus berada di dekat permukaan bumi (0,1-3 meter) (Ulul, 2015).

Page 44: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan terhitung dari bulan Maret s/d

Agustus 2020 di Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(P2F-LIPI) Kawasan PUSPIPTEK, Gedung 440-442, Muncul, Setu, Tangerang

Selatan, Banten 15314.

3.2 Data Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder yang dimiliki

oleh pihak instansi yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan utilitas di bawah

permukaan tanah sebelum dilakukan pembangunan pada salah satu segmen jalan

tol yang ada di Jakarta. Data pada penelitian ini terdapat 32 lintasan dalam format

file data (.rd3).

Gambar 3.1 Contoh Pola Sketsa Lintasan Pada Segmen Area Y

Page 45: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

32

3.3 Peralatan Pengolahan Data Penelitian

Berikut ini ada beberapa peralatan penunjang yang digunakan untuk proses

pengolahan data GPR, diantaranya:

1. Seperangkat Software Reflexw Version 5.0 from 06.11.2008

2. Microsoft Office (Word 2016)

3. Notepad

4. Web browser Google Chrome

5. Laptop Asus A407M

3.4 Diagram Alir Penelitian

Adapun tahapan proses penelitian ini digambarkan secara singkat seperti

pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

Studi Literatur

Hasil Gambaran

Radargram

Processing Data GPR

Software Reflexw Ver.

5.0

Analisis Dan

Interpretasi

Kesimpulan

Page 46: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

33

Pada gambar 3.2 di atas merupakan gambaran diagram alir penelitian,

secara keseluruhan tahapan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Studi literatur ini merupakan proses pencarian dan pengumpulan referensi

yang akan dijadikan sebagai bahan acuan penelitian, referensi yang akan

didapat berupa jurnal penelitian, textbook, sumber dari internet, dan tugas akhir

dari penelitian sebelumnya.

2. Processing Data GPR

Proses pengolahan dari hasil data GPR menggunakan software reflex secara

singkat diuraikan sebagai berikut:

a. Static Correction

Pada proses ini akan melakukan pengoreksian untuk menghilangkan

pengaruh dari gelombang udara dengan menggunakan processing -

static correction - move starttime.

b. Dewow

Dalam tahap proses ini, akan menghilangkan sinyal-sinyal yang

tidak diinginkan dengan menggunakan processing – 1D filter – dewow.

c. Gain

Di gain ini akan dilakukan perubahan sinyal yang berfungsi untuk

memperjelas sinyal yang lemah dengan processing – gain – gain

function.

Page 47: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

34

d. Bandpass Filter

Pada tahap ini akan dilakukan proses penghilangan berbagai

frekuensi yang tidak diinginkan dengan menggunakan processing – 1D

filter – bandpass frequency.

e. 2D Filter – Background Removal

Proses penghilangan noise yang muncul secara konsisten pada

radargram dengan menggunakan processing – 2D filter – banckground

removal.

f. Fk- filter

Pada proses terakhir ini, akan dilakukan penghilangan noise dari

keseluruhan profil radargram yang belum dihilangkan dengan

menggunakan processing – fk filter – generate fk spectrum, setelah itu

akan mendapatkan hasil gambaran radargramnya.

3. Analisis dan Interpretasi

Setelah melakukan tahapan processing data, pada tahap ini akan

menerangkan keberadaan utilitas di bawah permukaan tanah berdasarkan hasil

rekaman radargram yang didapat dari tahap pengolahan.

4. Kesimpulan

Tahapan terakhir dari penelitian ini kemudian dibuatnya kesimpulan dari

keseluruhan hasil penelitian yang diperoleh, serta dilengkapi dengan saran yang

bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.

Page 48: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Survei

Pada hasil pengolahan data yang sudah dilakukan dan didapatkan kemudian

akan di analisis pada bab ini. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi

keberadaan utilitas bawah permukaan tanah sebelum dilakukannya pembangunan

fondasi jalan tol di suatu wilayah di Jakarta berdasarkan hasil processing data GPR

Reflexw. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan tanah

guna melihat keberadaan utilitas berdasarkan data georadar (GPR) Reflexw 2008

yang akan menunjukkan hasil radargram dengan jumlah lintasan sebanyak 32.

4.2 Pembahasan

Dari hasil akuisisi data yang sudah dilaksanakan oleh pihak instansi, kami

kemudian melakukan tahapan pengolahan data dan menghasilkan gambaran

radargram sebanyak 32 lintasan yang akan diinterpretasikan seperti di bawah ini:

Page 49: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

36

Lintasan 1

Gambar 4.1 Radargram lintasan 1 – Data 1

Dalam hasil radargram lintasan 1 pada jarak ± 0 – 2 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Anomali ini terlihat juga pada

jarak ± 4 – 5 meter, dimana keduanya terdapat anomali yang berbentuk lempengan

atau non-hiperbola. Sedangkan, pada jarak ± 7 meter juga terdapat anomali

berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada hasil radargram lintasan 1 memiliki kedalaman

sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola

dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 50: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

37

Lintasan 2

Gambar 4.2 Radargram lintasan 2 – Data 2

Dalam hasil radargram lintasan 2 pada jarak ± 3 – 4 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Anomali ini terlihat juga pada jarak 6

– 7 meter, dimana terdapat anomali yang berbentuk lempengan atau non-hiperbola.

Pada jarak ± 9 meter dan 11 meter juga terdapat anomali berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang ada pada lintasan 2 memiliki kedalaman yang sama

yaitu sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

berupa Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola bisa

disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 51: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

38

Lintasan 3

Gambar 4.3 Radargram lintasan 3 – Data 3

Pada hasil radargram lintasan 3 di atas garis – garis horizontal yang ada pada

radargram tidak lurus atau terlihat tidak beraturan, berbeda dengan lintasan yang

lainnya. Hal ini bisa kemungkinan data yang mengalami masalah (error). Salah

satunya dengan ditunjukkan pada hasil processing yang memperlihatkan horizon

yang tidak lurus. Data yang error bisa juga disebabkan karena banyaknya noise

pada saat akuisisi data, sehingga pada tahapan processing-pun noise sulit untuk

dihilangkan.

Page 52: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

39

Lintasan 4

Gambar 4.4 Radargram lintasan 4 – Data 4.a

Dalam hasil radargram lintasan 4 pada jarak ± 2 – 4 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Anomali tersebut berbentuk

lempengan/kotak. Anomali ini juga terlihat pada jarak 10 dan 13 meter, dimana

terdapat 2 jenis anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali yang ada pada lintasan 4 memiliki kedalaman yang sama sekitar 0

– 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang sama

yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola bisa

disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 53: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

40

Lintasan 5

Gambar 4.5 Radargram lintasan 5 – Data 4.b

Dalam hasil radargram lintasan 5 diatas dapat terlihat ada beberapa refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 0 – 1 meter

terdapat anomali yang berbentuk lempengan/kotak. Sedangkan pada jarak ± 3

meter, 6 meter, 10 meter, 11 meter, dan 13 meter terdapat 5 jenis anomali yang

berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 5 memiliki kedalaman yang

sama sekitar ± 0 – 2 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola bisa disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 54: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

41

Lintasan 6

Gambar 4.6 Radargram lintasan 6 – Data 4.c

Dalam hasil radargram lintasan 6 pada jarak ± 0 – 2 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah, dimana anomali tersebut

berbentuk lempengan/kotak. Anomali lain terlihat juga pada jarak ± 3 meter dan 6

meter, dimana terdapat 2 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 6 memiliki kedalaman yang

sama sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

berupa Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola bisa

disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 55: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

42

Lintasan 7

Gambar 4.7 Radargram lintasan 7 – Data 5

Pada hasil radargram lintasan 7 di atas garis – garis horizontal yang ada pada

radargram tidak lurus atau terlihat tidak beraturan, berbeda dengan lintasan yang

lainnya. Hal ini bisa kemungkinan data yang mengalami masalah (error). Salah

satunya dengan ditunjukkan pada hasil processing yang memperlihatkan horizon

yang tidak lurus. Data yang error bisa juga disebabkan karena banyaknya noise

pada saat akuisisi data, sehingga pada tahapan processing-pun noise sulit untuk

dihilangkan.

Page 56: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

43

Lintasan 8

Gambar 4.8 Radargram lintasan 8 – Data 6

Dalam hasil radargram lintasan 8 diatas dapat terlihat ada beberapa refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 0 – 1 meter dan

8 meter terdapat anomali yang berbentuk lempengan/kotak. Sedangkan pada jarak

± 4 meter dan 9 meter terlihat 2 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 8 memiliki kedalaman yang

sama sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

yang sama berupa Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola bisa disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 57: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

44

Lintasan 9

Gambar 4.9 Radargram lintasan 9 – Data 7

Dalam hasil radargram lintasan 9 pada jarak ± 2 – 3 meter dan 4 meter

terlihat refleksi radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut

diindikasikan sebagai anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah, dimana

anomali tersebut berbentuk lempengan/kotak. Anomali lain terlihat juga pada jarak

± 5 meter, dimana terdapat 1 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 9 memiliki kedalaman yang

sama sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

berupa Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola bisa

disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 58: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

45

Lintasan 10

Gambar 4.10 Radargram lintasan 10 – Data 8

Dalam hasil radargram lintasan 10 pada jarak ± 3 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

anomali berupa utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Anomali ini terlihat

juga pada jarak ± 4 – 5 meter, dimana terdapat 1 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali yang ada pada lintasan 10 memiliki kedalaman yang sama sekitar

0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang sama

berupa Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola bisa

diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 59: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

46

Lintasan 11

Gambar 4.11 Radargram lintasan 11 – Data 9

Dalam hasil radargram lintasan 11 diatas dapat terlihat ada beberapa refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 0 – 2 meter dan

± 6 meter terdapat 2 anomali yang berbentuk lempengan/kotak. Sedangkan pada

jarak ± 3 dan 5 meter terlihat anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 11 ini memiliki kedalaman

yang sama yaitu sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang

pada material berupa Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti

dkk., 2019).

Page 60: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

47

Lintasan 12

Gambar 4.12 Radargram lintasan 12 – Data 10

Dalam hasil radargram lintasan 12 diatas dapat terlihat ada beberapa refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 0 – 1 meter, ± 3

meter, dan ± 6 – 8 meter terdapat 3 anomali yang berbentuk lempengan/kotak.

Sedangkan pada jarak ± 5 meter terlihat anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 12 ini memiliki kedalaman

yang sama sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada

material yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti

dkk., 2019).

Page 61: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

48

Lintasan 13

Gambar 4.13 Radargram lintasan 13 – Data 11

Dalam hasil radargram lintasan 13 di atas garis – garis horizontal yang ada

pada radargram tidak lurus atau terlihat tidak beraturan, berbeda dengan lintasan

yang lainnya. Hal ini bisa kemungkinan data yang mengalami masalah (error).

Salah satunya dengan ditunjukkan pada hasil processing yang memperlihatkan

horizon yang tidak lurus. Data yang error bisa juga disebabkan karena banyaknya

noise pada saat akuisisi data, sehingga pada tahapan processing-pun noise sulit

untuk dihilangkan.

Page 62: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

49

Lintasan 14

Gambar 4.14 Radargram lintasan 14 – Data 12

Dalam hasil radargram lintasan 14 diatas dapat terlihat ada beberapa refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 0 – 2 meter, jarak

± 9 – 10 terdapat anomali yang berbentuk lempengan/kotak. Sedangkan pada jarak

7 meter terlihat anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 14 ini memiliki kedalaman

yang sama sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada

material yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola bisa disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 63: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

50

Lintasan 15

Gambar 4.15 Radargram lintasan 15 – Data 13

Dapat dilihat dalam hasil radargram lintasan 15 ada beberapa refleksi

radargram yang terlihat berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan

sebagai anomali berupa utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak

sekitar 3 meter terdapat anomali berbentuk non-hiperbola berupa lempengan/kotak.

Sedangkan, pada jarak ± 7 – 8 meter dan jarak ± 10 – 11 meter terdapat 2 anomali

berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada lintasan 15 ini memiliki kedalaman yang sama

sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola

bisa disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 64: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

51

Lintasan 16

Gambar 4.16 Radargram lintasan 16 – Data 14

Dari hasil radargram lintasan 16 ini dapat dilihat bahwa ada beberapa

refleksi radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan

sebagai adanya anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Dapat dilihat

pada jarak ± 0 – 2 meter terdapat anomali yang berbentuk lempengan/kotak.

Anomali tersebut dapat dilihat juga pada jarak ± 7 – 9 meter. Sedangkan untuk jarak

± 5 meter dan ± 6 meter terlihat ada 2 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada radargram lintasan 16 memiliki kedalaman yang

sama yaitu ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti

dkk., 2019).

Page 65: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

52

Lintasan 17

Gambar 4.17 Radargram lintasan 7 – Data 15

Dari hasil radargram lintasan 17 ini dapat dilihat bahwa ada beberapa

refleksi radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan

sebagai adanya anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Dapat dilihat

pada jarak ± 1 – 2 meter terdapat anomali yang berbentuk hiperbola. Anomali

tersebut dapat dilihat juga pada jarak ± 6 meter dan jarak ± 12 – 13 meter.

Anomali yang terlihat pada radargram lintasan 17 memiliki kedalaman yang

sama yaitu ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti

dkk., 2019).

Page 66: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

53

Lintasan 18

Gambar 4.18 Radargram lintasan 18 – Data 16

Dalam hasil radargram lintasan 18 ada beberapa refleksi radargram yang

terlihat berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai anomali

berupa utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 0 – 3 meter

terdapat anomali berbentuk non-hiperbola berupa lempengan/kotak. Anomali

tersebut juga terlihat pada jarak ± 18 – 20 meter. Sedangkan, pada jarak ± 4 meter,

jarak ± 8 meter dan jarak ± 15 meter terdapat 3 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada lintasan 18 memiliki kedalaman yang sama

yaitu sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola bisa disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 67: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

54

Lintasan 19

Gambar 4.19 Radargram lintasan 19 – Data 16.a

Dalam hasil radargram lintasan 19 ada beberapa refleksi radargram yang

terlihat berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai anomali

berupa utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 2 – 4 meter

terdapat 2 anomali berbentuk hiperbola yang berdampingan. Anomali tersebut juga

terlihat dalam jarak ± 8 meter. Sedangkan, pada jarak ± 5 – 7 meter dan jarak ± 11

– 15 meter terdapat 2 anomali yang berbentuk non-hiperbola.

Anomali yang terlihat pada lintasan 19 ini memiliki kedalaman yang sama

yaitu sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk

hiperbola bisa disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 68: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

55

Lintasan 20

Gambar 4.20 Radargram lintasan 20 – Data 17

Dari hasil radargram lintasan 20 ini dapat dilihat bahwa ada beberapa

refleksi radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan

sebagai adanya anomali utilitas di bawah permukaan tanah. Dapat dilihat pada jarak

± 1 – 3 meter terdapat anomali yang berbentuk lempengan/kotak. Anomali yang

sama dapat dilihat juga pada jarak ± 9 – 11 meter dan jarak ± 13 – 15 meter.

Sedangkan untuk jarak 4 meter terlihat ada 1 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada hasil radargram lintasan 20 ini

memiliki kedalaman sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan

gelombang pada material yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns.

Anomali yang berbentuk hiperbola dapat diindikasikan sebagai utilitas yang

berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 69: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

56

Lintasan 21

Gambar 4.21 Radargram lintasan 21 – Data 18

Dapat dilihat dalam hasil radargram lintasan 21 ada beberapa refleksi

radargram yang terlihat berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan

sebagai anomali berupa utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ±

1 – 4 meter terdapat anomali berbentuk kotak/lempengan. Anomali tersebut juga

terlihat dalam jarak ± 9 – 11 meter. Sedangkan, pada jarak ± 5 meter terdapat 1

anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada lintasan 21 memiliki kedalaman yang sama

sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola

bisa disebut sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 70: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

57

Lintasan 22

Gambar 4.22 Radargram lintasan 22 – Data 19

Dari hasil radargram lintasan 22 ini dapat dilihat bahwa ada beberapa

refleksi radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan

sebagai adanya anomali utilitas di bawah permukaan tanah. Dapat dilihat pada jarak

± 0 – 2 meter hanya terdapat 1 anomali yang berbentuk lempengan/kotak.

Sedangkan untuk jarak ± 3 meter, 5 meter dan jarak 9 – 10 meter terlihat ada 3 jenis

anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada hasil radargram lintasan 22 ini

memiliki kedalaman sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan

gelombang pada material yang sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns.

Anomali yang berbentuk hiperbola dapat diindikasikan sebagai utilitas yang

berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 71: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

58

Lintasan 23

Gambar 4.23 Radargram lintasan 23 – Data 20

Dalam hasil radargram lintasan 23 pada jarak ± 8 – 9 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Anomali ini terlihat juga pada jarak ±

11 meter, dimana terdapat anomali yang berbentuk lempengan/kotak atau non-

hiperbola.

Anomali yang ada pada lintasan 23 memiliki kedalaman yang sama yaitu

sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Untuk anomali non-hiperbola ini

diindikasikan sebagai utilitas atau objek berbentuk lempengan.

Page 72: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

59

Lintasan 24

Gambar 4.24 Radargram lintasan 24 – Data 21

Dapat dilihat dalam hasil radargram lintasan 24 ada beberapa refleksi

radargram yang terlihat berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan

sebagai anomali berupa utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Pada jarak ±

3 – 4 meter terdapat anomali berbentuk kotak/lempengan. Dan dapat dilihat pada

jarak ± 5 meter dan 9 meter terdapat 2 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada lintasan 24 memiliki kedalaman yang sama

yaitu sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola dapat

diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 73: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

60

Lintasan 25

Gambar 4.25 Radargram lintasan 25 – Data 22

Pada hasil radargram lintasan 25 di atas garis – garis horizontal yang ada

pada radargram tidak lurus atau terlihat tidak beraturan, berbeda dengan lintasan

yang lainnya. Hal ini bisa kemungkinan data yang mengalami masalah (error).

Salah satunya dengan ditunjukkan pada hasil processing yang memperlihatkan

horizon yang tidak lurus. Data yang error bisa juga disebabkan karena banyaknya

noise pada saat akuisisi data, sehingga pada tahapan processing-pun noise sulit

untuk dihilangkan.

Page 74: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

61

Lintasan 26

Gambar 4.26 Radargram lintasan 26 – Data 23

Dari hasil radargram lintasan 26 dapat dilihat bahwa ada beberapa refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai

adanya anomali utilitas di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 1 – 2 meter

terdapat anomali yang berbentuk lempengan/kotak. Anomali yang sama dilihat juga

pada jarak ± 8 – 9 meter. Sedangkan untuk jarak ± 5 – 6 meter terdapat 1 anomali

yang berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada hasil radargram lintasan 26 memiliki kedalaman

sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola

dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder ((Ramadianti dkk.,

2019).

Page 75: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

62

Lintasan 27

Gambar 4.27 Radargram lintasan 27 – Data 24

Dari hasil radargram lintasan 27 dapat dilihat bahwa ada beberapa refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai

adanya anomali utilitas di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 1 – 3 meter

terdapat anomali yang berbentuk lempengan/kotak. Pada jarak 4 meter, 7 meter,

dan 10 meter terdapat 3 jenis anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada hasil radargram lintasan 27 memiliki kedalaman

sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola

dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 76: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

63

Lintasan 28

Gambar 4.28 Radargram lintasan 28 – Data 25

Dalam hasil radargram di atas pada jarak ± 0 – 3 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Anomali yang terlihat pada jarak

tersebut anomali yang berbentuk lempengan atau non-hiperbola. Sedangkan, pada

jarak ± 6 meter terdapat anomali berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada hasil radargram lintasan 28 memiliki kedalaman

sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola

bisa diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

Page 77: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

64

Lintasan 29

Gambar 4.29 Radargram lintasan 29 – Data 26

Dalam hasil radargram lintasan 29 pada jarak ± 0 – 2 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

utilitas yang ada di bawah permukaan tanah. Anomali ini juga terlihat pada jarak ±

5 – 6 meter yang berbentuk lempengan atau non-hiperbola. Sedangkan, pada jarak

± 3 – 4 meter terdapat anomali berbentuk hiperbola.

Anomali yang terlihat pada hasil radargram lintasan 29 memiliki kedalaman

sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola

dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 78: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

65

Lintasan 30

Gambar 4.30 Radargram lintasan 30 – Data 27

Dalam hasil radargram lintasan 30 pada jarak ± 2 – 4 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah, dimana anomali tersebut

berbentuk lempengan/kotak. Anomali lain terlihat juga pada jarak ± 8 meter, ± 13

meter dan jarak ± 14 meter, dimana terdapat 3 anomali yang berbentuk hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 30 memiliki kedalaman yang

sama sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

berupa Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola dapat

diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

.

Page 79: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

66

Lintasan 31

Gambar 4.31 Radargram lintasan 31 – Data 28

Dalam hasil radargram lintasan 31 pada jarak ± 1 – 3 meter terlihat refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Pada bagian tersebut diindikasikan sebagai

anomali utilitas yang ada di bawah permukaan tanah, dimana anomali tersebut

berbentuk lempengan/kotak. Anomali lain terlihat juga pada jarak ± 5 meter, ± 7 –

8 meter dan jarak ± 9 meter, dimana terdapat 3 jenis anomali yang berbentuk

hiperbola.

Anomali – anomali yang terlihat pada lintasan 31 memiliki kedalaman yang

sama sekitar 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material

berupa Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola dapat

diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk., 2019).

.

Page 80: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

67

Lintasan 32

Gambar 4.32 Radargram lintasan 32 – Data 29

Dari hasil radargram lintasan 32 dapat dilihat bahwa ada beberapa refleksi

radargram yang berbeda dari sekitarnya. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai

adanya anomali utilitas di bawah permukaan tanah. Pada jarak ± 6 – 7 meter

terdapat anomali yang berbentuk hiperbola. Anomali yang sama terlihat juga pada

jarak ± 8 – 9 meter. Sedangkan untuk jarak ± 11 – 12 meter terdapat 1 anomali yang

berbentuk lempengan/kotak.

Anomali yang terlihat pada hasil radargram lintasan 32 memiliki kedalaman

sekitar ± 0 – 1 meter, dengan diasumsikan kecepatan gelombang pada material yang

sama yaitu Pasir Kering sebesar 0,140 m/ns. Anomali yang berbentuk hiperbola

dapat diindikasikan sebagai utilitas yang berbentuk silinder (Ramadianti dkk.,

2019).

Page 81: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

68

Dari hasil pembahasan di atas, berikut keterangan yang dibuat pada tabel

4.1 mengenai kedalaman, lokasi, dan jenis anomali yang didapat dari setiap

lintasan.

Tabel 4.1 Kedalaman, lokasi dan jenis anomali terdeteksi

Lintasan Jenis

Anomali

Lokasi

(m)

Kedalaman

(m) Lintasan

Jenis

Anomali Lokasi (m)

Kedalaman

(m)

Line 1 Kotak 0-2 & 4-5 1 & 0-0,5

Hiperbola 7 1 Line 17 Hiperbola 2; 6; & 13 0,3

Line 2 Kotak 3-4 & 6-7 1 & 0-0,5

Hiperbola 9 & 11 0,2-1 Line 18 Kotak 0-3 & 18-20 0,2 & 0,3

Line 3 Kotak 0-2 & 8-11 0-1 & 0-0,8 Hiperbola 4; 8; & 15 ~ 1

Hiperbola 4 & 6 0,2 Line 19 Kotak 5-7 & 11-15 0-0,2

Line 4 Kotak 2 – 4 0-0,8 Hiperbola 2-3; 3-4; & 8 0,3

Hiperbola 10 & 13 0,3 & 0,5 Line 20 Kotak 1-3; 9-11;

13-15 0,2-0,8

Line 5 Kotak 0-1 0-0,8 Hiperbola 5 0,3

Hiperbola 3-4; 6; 10;

11; 13 0,3 & 0,1 Line 21 Kotak 1-4 & 9-11 0,2-1

Line 6 Kotak 0 - 2 0,4 Hiperbola 5 0,3

Hiperbola 3 & 6-7 0,5 Line 22 Kotak 0-2 0,2

Line 7 Kotak 0-3 & 6-10 0,5-1 & 0-0,7 Hiperbola 3; 5; & 9-10 0,3 & 0,3

Hiperbola 5 & 11 0,1 & 0,7 Line 23 Kotak 8-9; ~ 11 0,2

Line 8 Kotak 0-1 & 7-8 0,1

Hiperbola 4 & 8-9 0,1 Line 24 Kotak 3-4 0-1

Line 9 Kotak 2-3 & 4 ~ 1 Hiperbola 5 & 9 0,2

Hiperbola 5 0,5-1 Line 25 Kotak 1-3 & 5-7 0,5-1

Line 10 Kotak 3 ~ 1 Hiperbola 4 & 10-11 0,2 & 0,3

Hiperbola 4-5 0,2 Line 26 Kotak 1-2 & 8-9 ~ 1

Line 11 Kotak 0-2 & ~ 6 0,2 Hiperbola 5-6 & 11 ~ 1 & 0,5

Hiperbola 3 & 5 0,2 Line 27 Kotak 1-3 ~ 1

Line 12 Kotak 0-1; ~ 4 &

6-8 0,6 & 0,3 Hiperbola 4; 7; & 10 0,3

Hiperbola 5 0,1 Line 28 Kotak 0-3 0-0,5

Line 13 Kotak 1-5 & 8-9 0,1 Hiperbola 6 0,2

Hiperbola 6-7 0,3 Line 29 Kotak 0-3 & 5-6 0-0,5

Line 14 Kotak 0-2 & 9-10 0,1-0,5 Hiperbola 3-4 & 9-10 0,4 & ~ 1

Hiperbola 7 0,4 Line 30 Kotak 2-4 0-0,3

Line 15 Kotak 3 & 7-8 1 Hiperbola 8; 12-13;

&14 0,2 & 0,3

Hiperbola 10-11 0,3 Line 31 Kotak 1-3 0-0,5

Line 16 Kotak 0-2 & 7-9 0,2-0,5 Hiperbola 5; 7-8; & 9 0,2 & 0,3

Hiperbola 5 & 6 0,2 Line 32 Kotak 11-12 0,8

Hiperbola 6-7 & 9 0-,3

Page 82: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

69

4.3 Kaitan Geoteknik dengan Hasil Processing GPR

Menurut teori konsep geoteknik dalam hal pembangunan infrastruktur

khususnya pada pembangunan fondasi jalan tol, bahwa setiap fondasi yang akan

dibangun harus memiliki daya topang yang kuat dan aman supaya tidak adanya

pengurangan kestabilan. Sebelum dilakukan pembangunan fondasi jalan tol perlu

pengetahuan mengenai teknis bawah permukaan tanah guna mendeteksi objek yang

ada di bawah permukaan. Karena jika adanya objek terdeteksi di bawah permukaan,

fondasi jalan tol tidak dapat dibangun karena akan mengurangi fungsi keamanan

dan kekuatan dari fondasi itu sendiri serta bisa merusak utilitas tertanam yang ada

di bawah permukaan. Untuk itu, perlunya dilakukan penelitian dalam metode GPR

ini supaya dapat mendeteksi keberadaan objek berupa utilitas yang ada di bawah

permukaan tanah, yang nantinya akan dilakukan konfirmasi dengan pihak – pihak

bersangkutan mengenai utilitas tertanam tersebut. Pada hasil processing GPR yang

dilakukan secara keseluruhan menunjukan adanya keberadaan utilitas yang

terdeteksi di bawah permukaan dengan kedalaman sekitar ~1-2m pada setiap

lintasan.

Page 83: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

70

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan interpretasi data yang dilakukan

menggunakan metode Ground Penetrating Radar (GPR) dengan software Reflex

2008 di suatu wilayah studi dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Setiap lintasan menunjukkan adanya objek terdeteksi berbentuk

lempengan/kotak dan hiperbola. Objek hiperbola menunjukkan utilitas

dalam bentuk silinder.

2. Anomali yang terdeteksi paling banyak berbentuk hiperbola sejumlah 63

buah dengan jenis material pasir kering pada kedalaman ~0,1 – 0,5m, dan

kecepatan gelombang 0,140 m/ns.

3. Dari seluruh lintasan, anomali yang terdeteksi sebagai utilitas sebanyak 115.

Enam utilitas terdeteksi di lintasan 5, lima utilitas di lintasan 18 dan lintasan

19, empat utilitas di lintasan 2, lintasan 3, lintasan 7, lintasan 8, lintasan 11,

lintasan 12, lintasan 16, lintasan 20, lintasan 22, lintasan 25, lintasan 26,

lintasan 27, lintasan 29, lintasan 30, dan lintasan 31, tiga utilitas di lintasan

1, lintasan 4, lintasan 6, lintasan 9, lintasan 13, lintasan 14, lintasan 15,

lintasan 17, lintasan 21, lintasan 24, lintasan 32, dan dua utilitas di lintasan

10, lintasan 23, dan lintasan 28. Untuk mengetahui apakah utilitas tersebut

mengganggu pembangunan jalan tol atau tidak, perlu konfirmasi dengan

Lembaga yang mempunyai utilitas tersebut.

Page 84: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

71

5.2 Saran

Dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan frekuensi

antena yang lebih kecil/rendah, karena menggunakan antena dengan frekuensi lebih

kecil akan menghasilkan penetrasi kedalaman gelombang radar semakin dalam.

Dan juga disarankan untuk melakukan penggabungan hasil data dengan metode

geofisika yang lainnya, contohnya seperti metode survei geolistrik.

Page 85: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

72

DAFTAR PUSTAKA

A. Bahri, dkk., Penentuan Karakteristik Dinding Gua Seropan Gunungkidul

Dengan Metode Ground Penetrating Radar, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, Surabaya, 2009.

[Online].Available:http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-

12481-Paper.pdf. [Diakses pada: 18-Apr-2020].

A. Bilqis, Laporan Praktikum GP3103 Geolistrik dan EM, Jakarta, Universitas

Pertamina, 2019.

A. D. Pratiwi, D. Arseno, A.A. Pramudita, Metode Identifikasi Rongga Pada Batang

Kayu Dengan Menggunakan Ground Penetrating Radar (GPR), Univ.

Telkom, J. e-Proceeding of Engineering, vol. 6, no. 2, p. 4239, 2019.

Agung, dkk.,, Modul Eksplorasi Elektromagnetik. Bandarlampung: Universitas

Lampung, 2011.

[Online].Available:https://www.academia.edu/31652341/eksplorasi_elektr

omagnetik_pdf. [Diakses pada: 12-Apr-2020].

Agustinus, Metode Ground Penetrating Radar, Universitas Sriwijaya, Palembang,

2009.

[Online].Availabale:https://www.scribd.com/doc/49007472/METODE-

GROUND-PENETRATING-RADAR. [Diakses pada: 15-Apr-2020].

A. Luga, dkk., Identifikasi Pipa Metal Bawah Permukaan Menggunakan Metode

Ground Penetrating Radar (GPR), J. Prisma Fisika., vol. 7, no. 1, p. 20-29,

2019.

Anonim, BAB III Teori Dasar Ground Penetrating Radar. [Online].

Available:http://digilib.unila.ac.id/11399/7/BAB%20III%20USE.pdf.

[Diakses pada: 24-Mar-2020].

A. Rahma, Gelombang Pada Metode Seismik dan Ground Penetrating Radar,

Bandung: Universitas Padjadjaran, 2015.

[Online].Available:https://www.academia.edu/12916967/GELOMBANG_

PADA_METODE_SEISMIK_DAN_GROUND_PENETRATING_RADA

R. [Diakses pada: 12- Apr-2020].

A. Rika Putri, K., D. Nugroho, and O. Ivansyah, Penentuan Kedalaman Lapisan

Gambut Menggunakan Ultra Ground Penetrating Radar untuk Estimasi

Cadangan Karbon di Kecamatan Pedamaran, J. Prisma Fisika, vol. 7, no. 3,

p. 304-311, 2019.

A. Safrida, N. Ismail, and Marwan, Investigasi Struktur Patahan Dangkal

Menggunakan Metode Ground Penetrating Radar Di Gampong Pangwa

Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya, J. Aceh Phy. Soc., vol. 8,

no. 2, p. 35-40, 2019.

Page 86: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

73

Astutik, Penggunaan Ground Penetrating Radar(GPR) Sebagai Metal Detektor,

Univ. Jember, J. ILMU Dasar, vol. 2, no. 1, p. 9-16, 2001.

A. Sulaiman, M. Taufik, Pemodelan Georadar 2D dengan Metode Beda Hingga

Domain Waktu, BPPT, Jakarta, 2016.

[Online].Available:https://www.researchgate.net/publication/266866906.

[Diakses pada: 24-Mar-2020].

Badan Standardisasi Nasional (SNI 8460:2017), Jakarta, Persyaratan

perancangan geoteknik.

[Online].Available:http://nspkjembatan.pu.go.id/public/uploads/TahapPera

ncangan/etc/1573202415sni_8460_-_2017.pdf. [Diakses pada: 1-Sept-

2020].

B. Sugiarto, G.M. Lucky, J., and I. Pratomo, Identifikasi Objek Bawah Permukaan

Menggunakan Metode Ground Penetrating Radar di Kompleks Candi

Kedaton, Muarojambi, Indonesia Sub-Surface Object Identification using

Ground Penetrating Radar Method in Kedaton Temple Complex,

Muarojambi, Indonesia, Bandung, J. Geologi dan Sumberdaya Mineral, vol.

19, no. 4, p. 201-211, 2018.

[Online].Available:http://jgsm.geologi.esdm.go.id/. [Diakses pada: 30-

Mar-2020].

D. D. Warnana, Identifikasi Scouring sebagai Potensi Kelongsoran Tanggul Sungai

Bengawan Solo berdasarkan Survei GPR (Studi Kasus Desa Widang,

Kabupaten Tuban), J. FISIKA DAN APLIKASINYA, vol. 4, no. 2, p. 1-6,

2008.

D.J. Griffiths, Introduction to Electrodynamics, 3rd ed., United States of America:

Prentice Hall, 1999.

Elfarabi, A. Widodo, and F. Syaifudin, Pengolahan data Ground Penetrating Radar

(GPR) dengan menggunakan software MATGPR R-3.5, J. Teknik ITS, vol. 6,

no. 1, p. 47-50, 2017.

F.A. Wahyu, I. Mandang, and K. Budiono, Interpretasi Sedimen Bawah Permukaan

Tanah dengan Menggunakan Metode GPR (Ground Penetrating Radar) di

Daerah Pantai Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, Samarinda, J.

Prosiding Seminar Sains dan Teknologi FMIPA Unmul, vol. 1, no. 1, p. 13-

17, 2016.

F. Oktafiani, Sulistyaningsih, and Y. N. Wijayanto, Sistem Ground Penetrating

Radar untuk Mendeteksi Benda-benda di Bawah Permukaan Tanah.

[Online].Available:http://jurnal.informatika.lipi.go.id/index.php/inkom/arti

cle/view/11. [Diakses pada: 21-Apr-2020].

Page 87: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

74

G. S. Baker, T. E. Jordan, and J. Talley, An introduction to ground penetrating

radar (GPR). 2007.

[Online].Available:https://www.researchgate.net/publication/279869961_

An_introduction_to_ground_penetrating_radar_GPR. [Diakses pada: 30-

Mar-2020].

H. Rosiana - Konstruksi Tol Jakarta-Cikampek II Selatan Sudah Dimulai, Jakarta,

2019.

[Online].Available:https://properti.kompas.com/read/2019/07/18/2300006

21/konstruksi-tol-jakarta-cikampek-ii-selatan-sudah-dimulai.

[Diakses pada: 12-Apr-2020].

I. Mardianto, Filtering: Sebuah Studi Banding dan Aplikasinya Pada Citra Ground

Penetrating Radar (GPR), Jakarta, J. TeknoInfo, vol. 1, no. 1, p. 7-12, 2007.

J. M. Reynolds, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics,New

York: John Wiley & Sons, 1997.

K. Budiono, Handoko, dkk., Penafsiran Struktur Geologi Bawah Permukaan di

Kawasan Semburan Lumpur Sidoarjo, Berdasarkan Penampang Ground

Penetrating Radar (GPR), Bandung, J. Geologi Indonesia, vol. 5, no. 3, p.

187-195, 2010.

K. Budiono, Y. Noviadi, dkk., Penyelidikan “Ground Penetrating Radar” Untuk

Mendeteksi Penurunan Jalan di Pantai Utara Jakarta, Indonesia, J. Bulletin

of the Marine Geology, vol. 27, no. 2, p. 87-97, 2012.

L. Hui, M. Haitao., Application of Ground Penetrating Radar in Dam body

detection, Procedia Engineering., vol. 26, p. 1820-1826, 2011. [Online].

Available:www.sciencedirect.com. [Diakses pada: 14-Apr-2020].

M. Akbar, Penentuan Posisi Pipa Menggunakan Metode GPR, ITB, Bandung,

2016.

[Online].Available:https://docplayer.info/37803077-Penentuan-posisi-

pipa-mengunakan-metode-gpr. [Diakses pada: 18-Apr-2020].

M. Harry, Ground Penetrating Radar Theory and Applications, 1st ed., Amsterdam:

Elsevier Science, 2008.

N. Azwin, N. M. Muztaza, and R. Saad, Reflectivity of Electromagnetic (EM) Wave

in Shallow Ground Penetrating Radar (GPR) Survey, J. Teknologi (Sciences

& Engineering), vol. 78, no. 7-3, p. 117-121, 2016. [Online].

Available:https://www.researchgate.net/publication/306132772_Reflectivit

y_of_electromagnetic_EM_wave_in_shallow_ground_penetrating_radar_G

PR_survey. [Diakses pada: 9-Apr-2020].

Page 88: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

75

N. Jufri, Lantu, and M.A. Masinai, Aplikasi Metode Ground Penetrating Radar

(GPR) Untuk Identifikasi Seam Batubara. Universitas Hasanuddin,

Makassar.

[Online].Available:https://www.academia.edu/35414577/Aplikasi_Metode

_Ground_Penetrating_Radar_GPR_Untuk_Identifikasi_Seam_Batubara.

[Diakses pada: 30-Mar-2020].

N. Ramadianti, dkk., - PT Abhinaya Mappindo Bumitala, Aplikasi Ground

Penetrating Radar untuk Mengidentifikasi Voids pada Beton, 2019.

[Online].Available:https://www.researchgate.net/publication/337006324.

[Diakses pada: 30-Mar-2020].

N. Ramadianti, dkk., - PT Abhinaya Mappindo Bumitala, Integrasi Metode untuk

Deteksi Utilitas Bawah Permukaan Pada Kawasan Industri. [Online].

Available:https://docplayer.info/167330601-Integrasi-metode-untuk-

deteksi-utilitas-bawah-permukaan-pada-kawasan-industri. [Diakses pada:

30-Mar-2020].

P. Kearey, An Introduction to Geophysical Exploration, Third. Berlin: Blackwell

Science, 2002.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan

Tol.

[Online].Available:http://bpjt.pu.go.id/uploads/files/24/3969cbc1c2f79a1b

351a2d0946ba6c0b.pdf. [Diakses pada: 1-Sept-2020].

PT Jasa Marga - Informasi layanan ruas tol, Jakarta, 2020. [Online].

Available:https://www.jasamarga.com/. [Diakses pada: 12-Apr-2020].

R. Alindra, H. Wijanto, and K. Usman, Deteksi Bentuk Objek Bawah Tanah

Menggunakan Pengolahan Citra B-Scan pada Ground Penetrating Radar

(GPR), Bandung, J. Telekomunikasi, Elektronika, Komputasi, dan Kontrol,

vol. 3, no. 1, p. 73-83, 2017.

R. Hermawan, dkk., Kajian Investasi Pembangunan Jalan Tol di Indonesia

Berdasarkan Sistem Syariah: Studi Kasus Jalan Tol Cikampek-Palimanan, J.

Perencanaan Wilayah dan Kota, vol. 26, no. 2, p. 86-99, 2015.

R. Knight, Ground Penetrating Radar for Environmental Applications. University

of British Columbia, Canada, J. Annu. Rev. Earth Planet. Sci, vol. 29, p.

229-255, 2001.

[Online].Available:https://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annure

v.earth.29.1.229. [Diakses pada: 30-Mar-2020].

S. Aji, P., P. Arya, and, M. Iryanti, Aplikasi Metode Ground Penetrating Radar

Terhadap Pola Retakan Di Bendungan Batu Tegi Lampung, J. Wahana

Fisika, vol. 1, no. 1, p. 32-42, 2016.

[Online].Available:https://ejournal.upi.edu/index.php/wafi/article/view/45

29. [Diakses pada: 27-Mar-2020].

Page 89: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

76

Supriyanto, A. A. Putro, and A. Rinaldi, Interpretasi Bawah Permukaan

Menggunakan Metode GPR (Ground Penetrating Radar) di Amblesan Jalan

Ring Road II Kota Samarinda. J. Geosains Kutai Basin., vol. 2, no. 1, 2019.

Supriyanto, Dr. Eng., Perambatan Gelombang Elektromagnetik, Universitas

Indonesia, Depok, 2007. [Online]. Available:https://adoc.tips/perambatan-

gelombang-elektromagnetik.html. [Diakses pada: 21-Apr-2020].

Supriyanto, Y.D. Ladjar, and P.A.D. Lazar, Interpretasi Keberadaan Goa Bawah

Tanah (Bunker) Berdasarkan Data Ground Penetrating Radar (GPR) di Desa

Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, J. Geosains

Kutai Basin., vol. 2, no. 2, 2019.

U. Achsania, dkk., SURVEI BAWAH TANAH. Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, 2015.

[Online].Available:https://www.academia.edu/19659161/Geolistrik_geote

knik_gpr. [Diakses pada: 1-Sept-2020].

V.V. Pupatenko, Y.A. Sukhobok, and G.M. Stoyanovich, Lithological Profiling of

Rocky Slopes Using GeoReader Software Based on the Results of Ground

Penetrating Radar Method, vol. 189, p. 643-649, 2017. [Online].

Available:www.sciencedirect.com. [Diakses pada: 14-Apr-2020].

W. .Telford, Applied Geophysics, 2nd ed., New York: University of Cambridge,

1990.

Y. Noviadi, Karakteristik Litologi Bawah Permukaan Dangkal Berdasarkan

Penafsiran Data “Ground Probing Radar” di Pantai Temaju, Kabupaten

Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, J. Bulletin of the Marine Geology, vol.

29, no. 2, p. 61-70, 2014.

Y. Yulius, Y. Wahyu, F. Oktafiani, Studi Pemrosesan dan Visualisasi Data Ground

Penetrating Radar.

[Online].Available:https://www.neliti.com/id/publications/66876/studi-

pemrosesan-dan-visualisasi-data-ground-penetrating-radar. [Diakses pada:

22-Apr-2020].

Z. Zakaria, L. Harisan, Peran Ilmu Dasar dalam Geoteknik untuk Menunjang

Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan, UNPAD

Bandung, Bulletin of Scientific Contribution, vol. 14, no. 3, p. 239-250, 2016.

Page 90: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

77

LAMPIRAN

1. Data seluruh lintasan sebelum diolah dalam format rad. dan rd3.

2. Tahapan processing data GPR yang dilakukan menggunakan software reflexw

2008:

a. Move Starttime

Page 91: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

78

b. Substract mean – Dewow

Page 92: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

79

c. Gain function

d. Bandpass filter

Page 93: IDENTIFIKASI OBJEK BAWAH PERMUKAAN UNTUK FONDASI …

82

e. 2D filter – Background Removal

f. Fk – filter